Anda di halaman 1dari 88

UNIVERSITAS INDONESIA

PENGARUH KEMISKINAN TERHADAP MIGRASI DI


INDONESIA: ANALISIS DATA SAKERTI TAHUN 2000 DAN
2007

SKRIPSI

AULIA NABILA
1006689800

FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI S1
DEPOK
JULI 2014

Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014


UNIVERSITAS INDONESIA

PENGARUH KEMISKINAN TERHADAP MIGRASI DI


INDONESIA: ANALISIS DATA SAKERTI TAHUN 2000 DAN
2007

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi

AULIA NABILA
1006689800

FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI S1
DEPOK
JULI 2014

Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014


Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
ABSTRAK

Nama : Aulia Nabila


Program Studi : Ilmu Ekonomi
Judul : Pengaruh Kemiskinan terhadap Migrasi di Indonesia: Analisis Data
SAKERTI tahun 2000 dan 2007

Studi ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh dari kemiskinan dan karakteristik
sosio-demografi terhadap perilaku migrasi. Status kemiskinan dilihat dari indikator
kemampuan ekonomi, yaitu pengeluaran per kapita, total nilai aset, kepemilikan lahan
pertanian dan juga apakah individu menerima bantuan atau tidak. Perilaku migrasi
dipisah menjadi individu yang bertempat tinggal di perkotaan dan perdesaan. Data panel
yang digunakan adalah data SAKERTI. Hasil regresi logistik menunjukkan bahwa
secara keseluruhan orang miskin cenderung tidak bermigrasi. Namun, ditemukan
kecenderungan penduduk miskin perkotaan untuk bermigrasi ke perkotaan lainnya.

Kata Kunci: Kemiskinan, migrasi, migrasi perkotaan, migrasi perdesaan, Indonesia,


SAKERTI

viii
Universitas Indonesia

Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014


ABSTRACT

Name : Aulia Nabila


Study Program : Economics
Title : The Effect of Poverty on Migration in Indonesia: Analysis of IFLS
Data year 2000 and 2007

This paper aims to analyze the effect of poverty and socio-demography characteristics
towards migration behavior. To decide whether someone is poor or not is judged by
their economic ability, including per capita expenditure, total value of asset, the
possession of land for farming and are they a recipient of supporting program or not.
Migration pattern divided into two groups, a group of people living in urban area and
rural area. By using logistic regression with IFLS data, it is found that in general the
poor are more likely not to migrate. However, there is a positive correlation of urban
poor to migrate to another urban area.

Key Words: Poverty, migration, urban migration, rural migration, Indonesia, IFLS

ix
Universitas Indonesia

Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014


DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL …………………………………………………………..i


HALAMAN JUDUL …………………………………………………………….ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ……………………………...iii
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………….iv
KATA PENGANTAR …………………………………………………………..v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA
ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS …………………………..vii
ABSTRAK ……………………………………………………………………..viii
ABSTRACT …………………...………………………………………………...ix
DAFTAR ISI ……………………………………………………...……………...x
DAFTAR GAMBAR, TABEL DAN LAMPIRAN …………………………..xii

BAB 1 PENDAHULUAN ……………………...……...…...…………………...1


1.1 Latar Belakang Masalah ………………………………………………1
1.2 Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian ……………………....3
1.3 Tujuan Penelitian ……………………………………………………..5
1.4 Manfaat Penelitian ……………………………………………………5
1.5 Sistematika Penulisan ………………………………………………...6

BAB 2 STUDI LITERATUR ……………………..……………………………7


2.1 Teori …………………………………….…………………………….7
2.1.1 Migrasi ……………………………………………………...7
2.1.2 Kemiskinan ………………………………………………..12
2.1.3 Kemiskinan dan Migrasi …………………………………..14
2.2 Penelitian Terdahulu ………………………………………………...16
2.2.1 Karakteristik Individu ……………………………………..16
2.2.2 Karakteristik Rumah Tangga ……………………………...19
2.3 Tantangan dalam Menganalisis Kemiskinan dan Migrasi …………..23
2.4 Kerangka Penelitian …………………………………………………24

x
Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
BAB 3 METODE PENELITIAN ……………………………………...……...26
3.1 Model ………………………………………………………………..26
3.2 Definisi dan Penetapan Variabel Analisis …………………………...29
3.2.1 Variabel Dependen ………………………………………...29
3.2.1 Variabel Independen ……………………………………....30
3.3 Sumber Data …………………………………………………….…...32
3.4 Pengolahan Data ……………………………………………………..34
3.5 Hipotesis Penelitian ……………………………………………….…34
3.6 Metode Analisis ……………………………………………………..35

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN …………………………………..40


4.1 Deskripsi Sampel ……………………………………………………40
4.2 Analisis Deskriptif …………………………………………………..42
4.3 Analisis Inferensial ………………………………………………….47

BAB 5 PENUTUP ……………………………………………………………..59


5.1 Kesimpulan ………………………………………………………….59
5.2 Rekomendasi Kebijakan …………………………………………….60
5.3 Keterbatasan Penelitian ……………………………………………...61

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………….xiv


LAMPIRAN …………………………………………………………………...xvii

xi
Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
DAFTAR GAMBAR
Gambar1.1 Persentase Migran dan Tingkat Kemiskinan …....................................2

Gambar 1.2 Migrasi Menjadi Pro-Poor Ketika Biaya Migrasi Menurun ..….…....4

Gambar 2.1 Teori Migrasi Lee ...…...…………………………………….....….…9

Gambar 2.2 Intensitas Migrasi berdasarkan Umur ……………………………...17

Gambar 2.3 Ringkasan Kerangka Penelitian …...……….………………….…...25

Gambar 4.1 Persentase Migrasi berdasarkan Kuintil Pengeluaran per Kapita dan
Total Nilai Aset ...........……………………………………………...47

Gambar 4.2 Korelasi Umur dengan Probabilitas Migrasi ………………………50

DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu ………………………………….......23

Tabel 3.2 Hipotesis Variabel Independen terhadap Kecenderungan Migrasi .…..34

Tabel 4.1 Distribusi Responden 15 tahun ke atas, SAKERTI 2000 …………….41

Tabel 4.2 Statistik Deskriptif Umur, Lama Sekolah, Total Nilai Aset dan
Pengeluaran per Kapita ……………………………………………….42

Tabel 4.3 Distribusi Sampel berdasarkan Kategori Migrasi Perkotaan Perdesaan,


Perkotaan dan Perdesaan …………………………………………......43

Tabel 4.4 Estimasi Parameter dan Odds Ratio Pengaruh Kemiskinan dan
Karakteristik Sosio-Demografi terhadap Probabilitas Migrasi ……....48

Tabel 4.5 Efek Marjinal Pengaruh Kemiskinan dan Karakteristik Sosio-Demografi


terhadap Probabilitas Migrasi .………………………………………..49

Tabel 4.6 Estimasi Parameter dan Relative Risk Ratio Pengaruh Kemiskinan dan
Karakteristik Sosio-Demografi terhadap Probabilitas Migrasi Perkotaan
………………………………………………………………………...52

Tabel 4.7 Efek Marjinal Pengaruh Kemiskinan dan Karakteristik Sosio-Demografi


terhadap Probabilitas Migrasi Perkotaan ……………………………..54

xii
Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
Tabel 4.8 Estimasi Parameter dan Relative Risk Ratio Pengaruh Kemiskinan dan
Karakteristik Sosio-Demografi terhadap Probabilitas Migrasi Perdesaan
………………………………………………………………………...55

Tabel 4.9 Efek Marjinal Pengaruh Kemiskinan dan Karakteristik Sosio-Demografi


terhadap Probabilitas Migrasi Perdesaan ……………………………..57

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran1. Hasil Regresi Logit ………………………………………………..xvii

Lampiran 2. Uji Multikorelasi ………………………………………………….xix

Lampiran 3. Prediksi Probabilitas Migrasi ……………………………………..xix

Lampiran 4. Hasil Regresi Multinomial Logit Perkotaan …………………….....xx

Lampiran 5. Prediksi Probabilitas Migrasi Perkotaan ………………………...xxiii

Lampiran 6. Hasil Regresi Multinomial Logit Perdesaan ……………………..xxiv

Lampiran 7. Prediksi Probabilitas Migrasi Perdesaan ………………………..xxvii

xiii
Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Isu tentang kemiskinan semakin menyedot perhatian publik dan banyak
pihak, terutama sejak diratifikasinya butir-butir kesepakatan Millenium
Development Goals (MDGs) pada tahun 2000, di mana salah satu agenda
utamanya adalah menurunkan kemiskinan menjadi separuhnya dalam kurun
waktu tahun 1990-2015. Indonesia sebagai salah satu negara yang berkomitmen
mengurangi kemiskinan juga telah meratifikasi kesepakatan MDGs bersama
dengan 189 negara lainnya. Sebagai konsekuensinya, Indonesia harus mampu
mencapai target penurunan tingkat kemiskinan minimal 0,31% per tahun secara
konsisten. Berbagai program pengentasan kemiskinan telah dilakukan pemerintah
untuk mengurangi tingkat kemiskinan di Indonesia. Akan tetapi, pelaksanaan
program-program tersebut dinilai masih terlalu lamban sehingga sulit dipastikan
apakah target nasional akan berhasil dicapai pada waktunya atau tidak (Dillon
dalam Dartanto, 2013).
Penduduk miskin Indonesia sebagian besar berada di daerah perdesaan,
yaitu 14,7% dari total penduduk Indonesia, sementara di daerah perkotaan 8,6%1.
Jalan keluar bagi negara berkembang untuk mengurangi jumlah penduduk miskin
di daerah perdesaan erat kaitannya dengan peningkatan produktivitas, apakah di
bidang pertanian, bidang nonpertanian atau dengan cara migrasi ke daerah
perkotaan (McCulloch dkk, 2006). Migrasi, khususnya migrasi menuju pusat-
pusat pertumbuhan ekonomi, secara perlahan akan memberikan jalan keluar bagi
kemiskinan salah satunya melalui akses terhadap kredit (Stark, 1991; Taylor,
1987). Menurut Wodon (2003), migrasi juga dapat meningkatkan pendapatan
individu hingga 20% sampai 25%.
Di Indonesia, terlihat dari Gambar 1.1 bahwa di provinsi Jawa Timur dan
Papua, yang merupakan provinsi dengan tingkat kemiskinan yang relatif tinggi
dibandingkan dengan provinsi lainnya, memiliki persentase migran masuk yang
relatif rendah. Sementara di provinsi yang memiliki tingkat kemiskinan yang

1
Sensus Penduduk 2010, BPS diambil dari http://sp2010.bps.go.id/

1
Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
2

relatif rendah, yaitu Kepualauan Riau dan DKI Jakarta, memiliki persentase
migran yang relatif tinggi. Secara kasat mata, dapat dikatakan bahwa wilayah
dengan tingkat kemiskinan yang rendah memiliki persentase migran yang lebih
tinggi. Hal ini terkait dengan faktor pendorong migrasi, di mana sebagian besar
orang akan melakukan migrasi ke daerah yang lebih baik (Stark dan Bloom, 1985
dalam Gibson dan McKenzie, 2011).

Persentase Migran Tingkat Kemiskinan

47,71
42,44
36,8

15,26 15,38
8,05
3,48 2,47

Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Timur Papua

Sumber: SP 2010 dan Berita Resmi Statistik, BPS (diolah)


Gambar 1.1 Persentase Migran dan Tingkat Kemiskinan

Namun di sisi lain, menurut data yang dipaparkan oleh World Bank
(2011), persentase orang miskin yang bermigrasi lebih sedikit terutama di negara-
negara berkembang seperti Nepal, Tanzania, Nikaragua dan Albania. Fenomena
migrasi orang miskin ini dijelaskan oleh Hampshire (2002) bahwa orang yang
sangat miskin mungkin memang akan menjadikan migrasi sebagai pilihan mereka
yang paling terakhir ketika alternatif untuk keluar dari status kemiskinan yang lain
gagal (the last resort). Para migran yang miskin di negara-negara tesebut
kemudian berhasil keluar dari status kemiskinan setelah migrasi. Hal ini
menunjukkan bahwa solusi untuk keluar dari status kemiskinan dapat ditempuh
melalui migrasi. Namun, menurut World Bank, hingga saat ini masih banyak
negara berkembang yang belum memanfaatkan potensi cara mengurangi
kemiskinan melalui migrasi.

Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
3

Jika dikaitkan dengan pernyataan Sjastaad (1962) bahwa migrasi


diperlakukan sebagai investasi yang mengharuskan individu untuk mengeluarkan
biaya migrasi dalam rangka mendapatkan return yang lebih tinggi di kemudian
hari, maka dapat dikatakan bahwa hambatan migrasi salah satunya adalah biaya
migrasi yang harus dikeluarkan oleh migran. Biaya migrasi dapat berupa biaya
sosial maupun biaya ekonomi (Biddle dan Hunter, 2005). Berikut penjelasan
mengenai biaya-biaya tersebut:
1. Sosial (psikis): Biaya yang berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk
menjaga jaringan sosial di tempat asalnya. Semakin jauh jarak antara tempat
asal dan tujuan, maka semakin banyak waktu yang dikonsumsi untuk
mengunjungi tempat asal dalam rangka mempertahankan jaringan sosial.
2. Ekonomi: Biaya ekonomi yang terdiri dari a). Biaya langsung, misalnya biaya
transportasi, jasa pemindahan dan b). Biaya tidak langsung, misalnya
sebagian pendapatan yang harus dikorbankan. Dengan kata lain, meskipun
pendapatan seseorang akan meningkat dalam jangka panjang, upah seringkali
menurun dalam jangka pendek (Yankow, 2003). Selain itu, biaya kesempatan
(opportunity cost) dalam hal pendapatan suami-istri juga penting untuk
diperhitungkan. Artinya, untuk pasangan yang sudah menikah dan melakukan
migrasi, mungkin peningkatan pendapatan suami atau istri akan menjadi
beban bagi pendapatan pasangannya (Greenwood, 1997).
Hambatan biaya tersebut merupakan faktor yang sangat berarti bagi orang
miskin karena dapat mengakibatkan ketidakmampuan mereka untuk melakukan
migrasi. Maka dari itu, World Bank (2011) berpendapat bahwa jika biaya migrasi
dapat dikurangi, maka migrasi dapat menjadi salah satu program pengentasan
kemiskinan. Pernyataan tersebut dijelaskan oleh Gambar 1.2.

1.2 Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian


Indonesia memiliki tren tingkat migrasi yang terus meningkat selama
beberapa dekade belakangan ini. Peningkatan migrasi ini muncul salah satunya
karena adanya persebaran penduduk dan infrasturktur yang tidak merata di
masing-masing wilayah, sehingga kebanyakan penduduk memutuskan untuk
melakukan migrasi. Peningkatan ini berkaitan dengan negara Indonesia sebagai

Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
4

negara berkembang, di mana tingkat migrasi memang akan terus berkembang


sejalan dengan pembangunan (Tjiptoherijanto, 1998). Hal ini menyebabkan
adanya kebutuhan analisis mengenai kaitan antara migrasi dengan indikator
pembangunan lainnya. Salah satu topik yang menjadi perhatian di negara
berkembang adalah kemiskinan.

$2 per hari
$1 per hari
Probabilitas Migrasi

Konsumsi Per Kapita (log)


Tidak ada koneksi Koneksi 5%
Koneksi 40% Koneksi 20%
Koneksi 10%

Sumber: World Bank, 2011


Gambar 1.2 Migrasi Menjadi Pro-Poor Ketika Biaya Migrasi Menurun

Migrasi dan kemiskinan memiliki kaitan yang erat karena migrasi


terkadang menjadi salah satu alternatif untuk bisa keluar dari kemiskinan.
Pendatang yang berpenghasilan rendah dan masih mencari pekerjaan serta
mengharapkan akses terhadap layanan yang lebih baik tentunya akan mencari
pemukiman di lokasi yang murah dengan biaya transportasi yang juga murah.
Pemukiman semacam ini di kota besar seperti Jakarta seringkali bermunculan di
wilayah yang dekat dengan lokasi industri atau pusat perdagangan/bisnis
(Kamaluddin, 2004).
International Labor Organization (ILO) juga berpendapat bahwa terdapat
kaitan yang erat antara migrasi dan kemiskinan. Berdasarkan data dan fakta yang
telah dipaparkan sebelumnya, migrasi bisa dianggap sebagai sebuah alternatif bagi
negara berkembang untuk keluar dari jerat kemiskinan. Migrasi, melalui

Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
5

pendapatan yang diperoleh darinya (remiten), juga mempunyai andil dalam


pengentasan kemiskinan di tempat asal migran. Namun, dalam kondisi tertentu,
kemiskinan justru menciptakan alasan yang mendasari seseorang untuk
melakukan migrasi. Hal ini kemudian menimbulkan kebutuhan akan adanya
analisis mengenai hal tersebut di Indonesia. Dengan begitu, diharapkan hasil
analisis penelitian ini nantinya dapat memberikan gambaran mengenai kaitan
antara migrasi dengan kemiskinan. Berdasarkan uraian tersebut, pertanyaan
penelitian dari studi ini adalah:
1. Bagaimana pengaruh kemiskinan terhadap kecenderungan seseorang untuk
melakukan migrasi?
2. Bagaimana pengaruh karakteristik sosio-demografi seseorang terhadap
kecenderungan untuk melakukan migrasi?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, secara umum
penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola perilaku migrasi individu. Secara
khusus, penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mempelajari kaitan antara status kemiskinan dengan migrasi seseorang.
2. Memahami perilaku migrasi individu akan dikaitkan dengan determinan-
determinan dari karakteristik sosio-demografi.
3. Mengidentifikasi determinan-determinan apa sajakah yang menyebabkan
individu melakukan migrasi.

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi dalam memperkaya
informasi mengenai pengaruh kemiskinan terhadap pola perilaku migrasi di
Indonesia. Melalui penelitian ini, penulis juga berharap hasilnya dapat menjadi
sumbangan pemikiran bagi pengambil kebijakan untuk pertimbangan perumusan
kebijakan dalam merencanakan kebijakan pembangunan, khususnya yang
berkaitan dengan kemiskinan dan migrasi. Dengan teridentifikasinya
kecenderungan perilaku migrasi pada tingkat mikro, diharapkan akan
mempermudah penentuan objek atau sasaran dalam kebijakan pembangunan.

Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
6

1.5 Sistematika Penulisan


Dalam memberikan gambaran mengenai permasalahan yang akan dibahas,
penulis menguraikan karya akhir ini menjadi lima bab. Bab yang pertama adalah
bab pendahuluan. Pada bagian ini terdapat latar belakang masalah, perumusan
masalah dan pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan
sistematika penulisan. Bab yang kedua adalah bab studi literatur. Pada bagian ini
akan dijelaskan secara rinci mengenai teori yang berkaitan dengan topik
penelitian. Selain itu pada bagian ini juga akan dijelaskan beberapa artikel jurnal
dan hasil dari penelitian dengan topik terkait yang sudah pernah dilakukan.
Kemudian bab selanjutnya adalah bab ketiga yaitu menjelaskan tentang data dan
metode yang digunakan dalam penelitian dan juga definisi dari masing-masing
variabel. Bab yang keempat adalah bab analisis dan pembahasan. Bagian ini
memuat analisis hasil dari pengolahan data-data atau objek penelitian terhadap
model penelitian yang telah dibuat sebelumnya. Dalam bab ini juga akan
dijelaskan interpretasi dari pengujian hipotesis dan dari hasil pengolahan data
yang diperoleh. Kemudian dilanjutkan dengan bab kelima yaitu bab penutup.
Bagian ini berisi kesimpulan analisis dari hasil penelitian, rekomendasi kebijakan
dari penulis dan keterbatasan penelitian agar dapat membantu penelitian
selanjutnya. Kesimpulan tersebut akan disusun berdasarkan analisis hasil
penelitian pada bab sebelumnya.

Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
BAB 2
STUDI LITERATUR

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana pengaruh


kemiskinan dan karakteristik sosio-demografi seseorang terhadap perilaku migrasi
di Indonesia. Sebelum membahas lebih jauh mengenai penelitian ini, penulis
melakukan kajian terhadap studi dari literatur yang memiliki hubungan dengan
penelitian penulis. Pertama akan dibahas mengenai migrasi secara garis besar, lalu
pembahasan mengenai kemiskinan dan dilanjutkan dengan pembahasan
kemiskinan dan migrasi. Setelah itu akan diahas penelitian sebelumnya dengan
topik sejenis.

2.1 Teori
2.1.1 Migrasi
Selain kelahiran dan kematian, migrasi internal menjadi faktor penting
yang juga memengaruhi masa depan demografi dan ekonomi di suatu wilayah
(Biddle dan Hunter, 2013). Studi mengenai migrasi ini penting bagi para pembuat
kebijakan untuk dapat memahami berapa banyak orang yang tinggal di suatu
wilayah dan karakteristik orang seperti apakah yang melakukan perpindahan dari
satu wilayah ke wilayah lain. Wilayah dengan migrasi neto yang tinggi akan
membutuhkan barang dan jasa dalam jumlah banyak, sedangkan wilayah dengan
migrasi neto yang rendah akan mengalami kekurangan tenaga kerja dan tingkat
konsumsi barang dan jasa yang lebih rendah. Walaupun migrasi adalah fenomena
geografis, migrasi mencerminkan keputusan setiap individu di berbagai wilayah.
Dalam beberapa kajian, penelitian di bidang migrasi telah menambah berbagai
variabel yang memiliki hubungan dengan perilaku migrasi (Stark, 1991).
Migrasi merupakan fenomena yang kompleks karena kajian migrasi
merupakan gabungan dari beberapa disiplin ilmu seperti sosiologi, demografi,
geografi dan ekonomi. Konsep migrasi pada awalnya dipopulerkan oleh
Ravenstein pada tahun 1889. Ravenstein mengemb angkan teori migrasi manusia
yang kemudian membentuk dasar dari teori migrasi modern. Berdasarkan hasil
analisisnya dari penelitian di Britania Raya, Ravenstein kemudian mencetuskan
Hukum Migrasi yang terdiri dari:

7
Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
8

1. Migrasi terjadi pada dua tempat yang berjarak pendek.


2. Migrasi terjadi secara bertahap, di mana berasal dari daerah yang paling
terpencil, sedikit terpencil, lalu mulai ke kota-kota. Hal ini dikaitan dengan
kemampuan suatu daerah dalam menyerap migran-migran tersebut.
3. Proses persebaran migran memiliki korelasi negatif dengan kemampuan
suatu daerah menyerap para migran.
4. Setiap migrasi yang terjadi akan menyebabkan migrasi dengan arah yang
berkebalikan (counter-flow). Sehingga dapat dikatakan bahwa pada saat itu
arus migrasi keluar seimbang dengan arus balik.
5. Migrasi dengan jarak yang jauh umumnya menuju pusat kota (komersial)
atau industri.
6. Seseorang yang berasal dari daerah perdesaan lebih cenderung melakukan
migrasi daripada yang berasal dari daerah perkotaan.
7. Jumlah perempuan yang melakukan migrasi lebih banyak daripada jumlah
laki-laki. Hal ini mungkin mengejutkan, namun hasil sensus menyatakan
hal demikian. Pada saat itu laki-laki dan perempuan sedang aktif mencari
pekerjaan ke negara bagian lain. Jumlah perempuan yang melakukan
migrasi keluar dari negara kelahirannya memang lebih banyak, namun
jarak migrasi yang dilakukan laki-laki lebih jauh daripada perempuan.
Semenjak kemunculan teori dari Ravenstein, kajian teori mengenai
migrasi lainnya mulai bermunculan. Salah satunya adalah teori dualisme ekonomi
dari Lewis (1954). Menurut Lewis, di negara-negara berkembang terdapat dua
kegiatan perekonomian, yaitu pertanian (tradisional) dan industri (modern). Pada
masa transisi, produktivitas di sektor pertanian lebih kecil daripada industri,
sehingga pertanian mengalami kelebihan tenaga kerja. Ditambah lagi, terjadi
pertambahan penduduk di desa yang jumlahnya besar, sehingga lahan pertanian di
desa semakin sempit. Sektor industri melihat hal tersebut sebagai peluang untuk
meningkatkan keuntungan karena sektor pertanian kini menjadi penyedia tenaga
kerja dengan upah yang rendah. Hal ini menyebabkan adanya perbedaan upah
antara di desa dan kota, sehingga terjadilah migrasi dari perdesaan ke perkotaan
(Lewis dalam Ray, 1998).

Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
9

Setelah Lewis, muncul teori keputusan migrasi berdasarkan pada


pendekatan modal manusia dari Sjastaad (1962 dalam Liebig, 2003). Menurut
Sjastaad, migrasi diperlakukan sebagai bentuk investasi modal manusia karena
teori migrasi tidak dapat dianalisis hanya dengan dilihat dari perbedaan
pendapatan riil dan tingkat pengangguran. Jadi, seseorang akan terlebih dahulu
mempersiapkan diri dengan mengemban pendidikan ataupun melakukan pelatihan
kemampuan diri sebelum melakukan migrasi. Sjastaad juga mengatakan bahwa
seseorang akan membandingkan perhitungan biaya dan keuntungan, baik moneter
maupun nonmoneter, di tempat asal dan tempat tujuan (Liebig, 2003).
Teori migrasi dilanjutkan oleh teori dari Lee (1966) yang juga menelaah
migrasi dari segi mikro. Menurut Lee, migrasi adalah perubahan tempat tinggal
secara permanen atau semi permanen tanpa pembatasan, baik jarak perpindahan
maupun sifat perpindahan apakah terpaksa atau sukarela. Keputusan untuk
berpindah dari satu tempat ke tempat lain tidak lepas dari empat faktor, yaitu:

+ adalah faktor penarik, - adalah faktor pendorong, dan 0 adalah faktor netral
Sumber: Munir (2011)
Gambar 2.1 Teori Migrasi Lee

1. Faktor-faktor yang dapat mendorong seseorang untuk keluar (push factor),


seperti pengangguran, kurangnya kesempatan untuk berkembang di tempat
asal, tanah yang tidak subur dan penghasilan yang rendah.
2. Faktor-faktor yang dapat menarik seseorang untuk melakukan migrasi
(pull factor), seperti upah yang tinggi di tempat tujuan dan kesempatan
kerja yang lebih menarik, fasilitas dan layanan publik yang lebih baik.

Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
10

3. Faktor-faktor antara (intervening factor) yaitu faktor yang terdapat di


antara tempat asal dan tujuan. Faktor ini dapat berupa faktor yang
menghambat, seperti jarak yang jauh, informasi yang tidak jelas,
transportasi yang tidak lancar dan sistem birokrasi yang tidak baik, atau
berupa faktor yang mempermudah, seperti kemudahan akses menuju
tempat tujuan.
4. Faktor-faktor yang berhubungan dengan karakteristik individu dan rumah
tangga seseorang (personal factor), misalnya tingkat pendidikan dan
jumlah anggota rumah tangga.
Setelah kemunculan teori migrasi Lee, kajian migrasi diperkaya dengan
teori ekspektasi pendapatan dari Harris dan Todaro (1979). Asumsi terpenting
dalam model yang dibawakan oleh Harris dan Todaro adalah migrasi dari
perdesaan ke perkotaan akan tetap berlanjut selama pendapatan riil yang
diharapkan di perkotaan lebih tinggi daripada hasil riil dari produk pertanian di
daerah perdesaan. Kondisi ini menggambarkan bahwa ekspektasi untuk
mendapatkan pekerjaan dengan kompensasi yang sesuai menjadi sebab utama
terjadinya migrasi dari perdesaan ke perkotaan. Untuk itu mereka rela untuk
terlebih dahulu menjadi pengangguran atau dibayar dibawah upah pasar demi
mendapatkan kesempatan kerja yang lebih baik di masa depan. Secara matematis
teori ini dirumuskan sebagai berikut:
𝐸
𝐸 𝑊𝑢 = 𝑊𝑢 . 𝐿𝑢 … …(1)
𝑢

di mana:
E(Wu) = Pendapatan yang diekspektasikan di tempat tujuan
Wu = Upah di tempat tujuan
Eu = Jumlah pekerja di tempat tujuan
Lu = Jumlah angkatan kerja di tempat tujuan

Walaupun migrasi dapat menyebabkan pengangguran ataupun penambahan


jumlah pekerja di sektor informal perkotaan, perilaku tersebut dianggap rasional
secara ekonomi dalam memaksimalkan utilitas individu.
Tidak hanya dengan pengangguran, migrasi juga dikaitkan dengan
deprivasi. Menurut Teori Ekonomi Baru Migrasi dari Stark dan Taylor (1985),

Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
11

migrasi cenderung terjadi pada masyarakat dengan kesenjangan ekonomi yang


tinggi. Hal ini dapat dilihat salah satunya dengan pengukuran deprivasi relatif.
Menurut Stark dan Taylor, seseorang akan melakukan migrasi apabila rata-rata
pendapatan mereka lebih tinggi atau lebih rendah dari rata-rata pendapatan di
dalam komunitas orang tersebut. Pendekatan deprivasi relatif berbeda dengan
pendekatan utilitas. Pendekatan utilitas hanya menggunakan pendapatan dari satu
orang saja sebagai fungsi dari utilitas orang tersebut, tanpa memperhitungkan
pendapatan orang lain dalam suatu komunitas. Sementara pada pendekatan
deprivasi relatif, pendapatan dari setiap orang dalam suatu komunitas menjadi
fungsi dari deprivasi relatif seseorang.
Selain itu, Stark dan Taylor juga berpendapat bahwa migrasi bukan hanya
keputusan individu tetapi juga sejumlah individu, misalnya rumah tangga. Ketika
berkaitan dengan pendapatan rumah tangga, anggota rumah tangga cenderung
akan menghindari risiko dengan cara mendiversifikasi risiko yaitu misalnya
melalui perpindahan salah satu anggota rumah tangga ke luar negeri untuk
mendapat remiten.
Migrasi di Indonesia
Setelah dipaparkan teori-teori migrasi secara umum, penulis akan
membahas mengenai kondisi migrasi di Indonesia untuk memberikan gambaran
secara khusus. Di Indonesia, perkara migrasi sudah tidak asing lagi karena
penduduknya memiliki tingkat mobilitas yang tinggi secara geografis sejak
berpuluh-puluh tahun yang lalu (Lottum dan Marks, 2010). Sepanjang abad ke-20
migrasi antar provinsi meningkat pesat. Pada tahun 1971, 5% dari penduduk
Indonesia menetap di provinsi yang berbeda dengan provinsi tempat kelahirannya.
Kemudian pada tahun 1990, tingkat migrasi antar provinsi meningkat menjadi
8,2% dan masih terus meningkat hingga pada tahun 2000 peningkatannya menjadi
dua kali lipat dari tahun 1970, yaitu mencapai 10,1%. Peningkatan tersebut masih
berlanjut sampai tahun 2010, hingga mencapai 11,8%. Tingkat migrasi ini
memang akan terus berkembang sejalan dengan pembangunan (Tjiptoherijanto,
1998). Hal inilah yang juga terjadi di Indonesia sebagai negara yang sedang
berkembang.

Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
12

Dampak dari fenomena migrasi salah satunya adalah persebaran penduduk


yang tidak merata karena wilayah yang dipadati penduduk adalah wilayah pusat
pertumbuhan ekonomi di daerah perkotaan, seperti provinsi Jawa Barat. Pada
tahun 2010, di daerah perkotaan terdapat 17% migran dari total jumlah penduduk
pada saat itu, sementara di daerah perdesaan ada 6% migran2. Hal ini
mengindikasikan bahwa tingkat migrasi di daerah perkotaan jauh lebih besar
daripada migrasi di daerah perdesaan. Menurut Lewis (1954), besarnya migrasi di
daerah perkotaan ini datang karena rendahnya produktivitas di sektor pertanian
(tradisional) dan keterbatasan lahan di daerah perdesaan sehingga terdapat
perbedaan upah di antara kedua sektor tersebut. Peningkatan akses, seperti
transportasi dan komunikasi ke pusat-pusat perkotaan akan mendukung mobilitas
penduduk yang lebih besar menuju daerah perkotaan.

2.1.2 Kemiskinan
Kemiskinan sering diasosiasikan dengan hilangnya kesejahteraan pada
seorang individu. Seseorang dikatakan miskin jika tidak memiliki cukup
pendapatan untuk melakukan konsumsi minimumnya (World Bank, 2000).
Pendekatan kemiskinan yang lebih luas adalah berdasarkan pada kemampuan
individu dalam masyarakat. Seseorang dikatakan miskin jika memiliki
keterbatasan kemampuan. Maksudnya, mereka yang dikatakan miskin adalah
mereka yang memiliki pendapatan atau pendidikan yang tidak mencukupi, atau
berada dalam kemiskinan kesehatan, merasa dalam kepercayaan diri yang rendah,
serta tidak memiliki kebebasan berpolitik (Sen, 1987). Selain definisi tersebut,
BAPPENAS mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi di mana individu atau
sekelompok orang yang tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk
mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermanfaat. Hak-hak
dasar yang dimaksud adalah terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan,
pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam dan
lingkungan hidup, rasa aman dari ancaman maupun kekerasan serta hak untuk
berpartisipasi dalam kehidupan sosial politik (Kamaluddin, 2004).

2
Sensus Penduduk 2010, BPS diambil dari http://sp2010.bps.go.id/

Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
13

Selain pendekatan diatas, definisi kemiskinan juga dilihat dari segi garis
kemiskinan (Todaro dan Smith, 2006). Orang yang miskin adalah orang yang
memiliki pengeluaran atau pendapatan di bawah garis kemiskinan. Ukuran
kemiskinan dari segi ini sering disebut dengan kemiskinan absolut, yang sering
digunakan sebagai ukuran kemiskinan oleh banyak peneliti. Selain ukuran
kemiskinan absolut, terdapat juga ukuran kemiskinan relatif. Ukuran kemiskinan
relatif tidak diukur berdasarkan pada garis kemiskinan, tetapi dengan ukuran lain
misalnya pendapatan rata-rata.
Dari beberapa pendekatan di atas, pendekatan garis kemiskinan adalah
pendekatan yang paling banyak digunakan. Pengukuran garis kemiskinan itu
sendiri memiliki beberapa pendekatan, yaitu metode Direct Calori Intake, metode
Food Energy Intake dan metode Cost of Basic Needs (Asra dan Santos-Fransisco,
2001). Metode Direct Calori Intake adalah metode yang paling sederhana jika
dibandingkan dengan dua metode lainnya. Pada dasarnya, metode Direct Calori
Intake adalah mengelompokan suatu rumah tangga sebagai rumah tangga miskin
jika asupan kalori per kapitanya kurang dari standar kebutuhan kalori per kapita
minimum. Batasan minimum ini beragam di berbagai negara, misalnya di
Bangladesh menggunakan batasan 2.122 kalori per kapita per hari dan Indonesia
menggunakan batasan 2.100 kalori per kapita per hari. Kemudian metode Food
Energy Intake merupakan perkembangan dari Direct Calori Intake, yang
mengukur konsumsi atau pendapatan seseorang dengan menilai (dalam satuan
uang) garis kemiskinan yang mencakup kebutuhan dasar (dalam metode ini
menggunakan kebutuhan kalori yang diperlukan). Metode Cost of Basic Needs
adalah metode yang sering digunakan sebagai pendekatan dalam pengukuran garis
kemiskinan. Dalam metode ini, ditetapkan sekumpulan barang dan jasa yang
diperlukan oleh seseorang atau suatu rumah tangga untuk mencapai standar hidup
yang layak dalam masyarakat. Maka dari itu, metode Cost of Basic Needs
mencakup pengeluaran untuk makanan dan nonmakanan.
Untuk negara berkembang, fitur struktural yang paling penting adalah
perbedaan antara sektor perkotaan dan perdesaan (Ray, 1998). Kemiskinan juga
tidak terlepas dari sudut pandang wilayah ini, apakah daerah perdesaan atau
perkotaan. Kebanyakan penduduk miskin di dunia tinggal di daerah perdesaan.

Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
14

Karakteristik ini juga terjadi di Indonesia. Penduduk miskin perdesaan merupakan


kontributor terbesar pada kemiskinan nasional setiap tahunnya. Rata-rata lebih
dari 60% dari total penduduk miskin Indonesia berada di daerah perdesaan.
Lain halnya dengan kemiskinan di daerah perkotaan. Pada umumnya,
semakin maju suatu negara maka semakin banyak jumlah penduduk yang tinggal
di daerah perkotaan. Salah satu faktor penyebabnya adalah urbanisasi. Urbanisasi
diartikan sebagai besarnya proporsi penduduk di daerah perkotaan, yang dapat
disebabkan karena tiga hal; pertambahan penduduk secara alamiah, migrasi, dan
perubahan status administrasi (Gardiner, 1997). Sebagaimana telah dijelaskan
sebelumnya, Indonesia tengah mengalami fenomena urbanisasi. Besarnya
populasi penduduk perkotaan tersebut berpeluang untuk memicu munculnya
pemukiman kumuh, seperti yang terjadi di sebagian besar negara dunia ketiga.
Dari total penduduk negara dunia ketiga yang tinggal di daerah perkotaan, lebih
dari sepertiganya tinggal di kawasan pemukiman kumuh. Hal ini disebabkan oleh
pertumbuhan penduduk dan migrasi dari desa ke kota (Todaro dan Smith, 2006).

2.1.3 Kemiskinan dan Migrasi


Studi migrasi telah menunjukkan adanya asosiasi antara faktor ekonomi
dengan migrasi. Individu yang berpotensi melakukan migrasi telah
memperhitungkan biaya dan manfaat dari migrasi. Jika ekspektasi manfaat bagi
individu di tempat tujuan lebih besar daripada ekspektasi manfaat di tempat asal
dalam jangka panjang dan manfaat tersebut dapat mengompensasi biaya migrasi,
maka individu tersebut akan melakukan migrasi (Sjaastad, 1962; Friedli, 1986).
Sjaastad (1962) menyatakan bahwa orang yang berpotensi melakukan
migrasi akan memperhitungkan nilai dari kesempatan yang terbuka di berbagai
daerah dikurangi dengan biaya yang harus mereka keluarkan karena perpindahan
tersebut dan memilih tempat tujuan yang dapat memaksimalkan nilai masa
sekarang dari pendapatan. Sjaastad menggunakan jarak sebagai konversi dari
biaya migrasi. Semakin jauh jarak migrasi maka semakin tinggi biaya moneter
yang harus dibayarkan migran. Dari sudut pandang ini, seseorang harus memiliki
pendapatan untuk dapat membayar biaya migrasi. Sementara, orang miskin adalah
orang yang tidak memiliki cukup pendapatan untuk melakukan konsumsi

Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
15

minimumnya. Sehingga, hambatan orang miskin yang memutuskan untuk


bermigrasi adalah ketiadaan biaya untuk melakukan migrasi.
Kemudian, menurut Lewis (1954) migrasi dari desa ke kota disebabkan
oleh adanya keterbatasan lahan pertanian di desa, sehingga orang yang tidak
memiliki lahan pertanian untuk bekerja akan bermigrasi ke kota dan menjadi
pekerja dengan upah yang rendah. Melalui sudut pandang Lewis, kesediaan
seseorang untuk bekerja dengan upah yang rendah menggambarkan terbatasnya
pilihan yang dihadapi oleh orang tersebut. Pilihan yang terbatas ini
mendeskripsikan kondisi yang tidak sejahtera, karena semakin sedikit pilihan
yang dapat dipilih oleh seseorang maka orang tersebut akan semakin tidak
sejahtera. Desakan inilah yang kemudian mendorong penduduk desa melakukan
migrasi ke kota.
Beberapa kasus di mana orang yang memiliki kondisi sangat miskin
kemungkinan akan melakukan migrasi apabila usaha mereka untuk keluar dari
status kemiskinan yang lainnya telah gagal (Hampshire, 2002). Migrasi pada
kasus ini digunakan sebagai alternatif yang paling terakhir setelah orang miskin
tidak juga berhasil keluar dari kemiskinan. Menurut Lee (1966), salah satu faktor
pendorong seseorang melakukan migrasi muncul dari tempat asal migran, yaitu
kondisi ekonomi yang buruk. Sehingga mendorong seseorang untuk pindah keluar
dari tempat tinggal seseorang saat ini.
Kemiskinan juga dibahas kaitannya dengan migrasi oleh Stark dan Taylor.
Dalam Teori Ekonomi Baru Migrasi, Stark (1984) menjelaskan bahwa seseorang
akan melakukan migrasi karena deprivasi relatif. Stark berhipotesis bahwa
motivasi dari migrasi perdesaan ke perkotaan adalah untuk meningkatkan
pendapatan dari individu atau rumah tangga karena adanya kesenjangan dalam
suatu kelompok (di suatu desa atau dalam suatu masyarakat). Jika seseorang
merasa dirinya memiliki pendapatan di bawah rata-rata pendapatan dari suatu
masyarakat, maka orang tersebut adalah miskin secara relatif. Orang miskin relatif
ini lah yang kemudian akan melakukan migrasi. Oleh karena itu, migrasi akan
cenderung terjadi pada daerah dengan kesenjangan ekonomi yang tinggi. Teori ini
dibuktikan oleh Taylor (1989) di mana deprivasi relatif memainkan peran penting
dalam motivasi seseorang melakukan migrasi dari Meksiko menuju Amerika

Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
16

Serikat. Berdasarkan penelitiannya, Taylor menyimpulkan bahwa kesenjangan di


daerah perdesaan memiliki asosiasi dengan tingkat migrasi yang lebih tinggi.
Dilihat dari sudut pandang kebijakan publik, kaitan antara kemiskinan dan
migrasi dapat menjadi temuan yang penting. Misalnya, jika motivasi penduduk
dalam melakukan migrasi adalah manfaat dari program bantuan dari pemerintah
untuk orang miskin, maka wilayah yang menawarkan program bantuan dengan
manfaat yang lebih tinggi akan memiliki tingkat migrasi masuk yang tinggi. Hasil
penelitian juga menunjukkan bahwa wilayah dengan tingkat manfaat yang lebih
tinggi memiliki korelasi yang positif terhadap migrasi (Southwick dalam Friedli,
1986). Dalam penelitiannya, Southwick menggunakan keluarga yang menerima
program bantuan dari pemerintah sebagai unit analisisnya.

2.2 Penelitian Terdahulu


Berangkat dari teori-teori yang telah dikemukakan dan beberapa teori
migrasi lainnya, berbagai penelitian telah dilakukan untuk mencari determinan
migrasi. Determinan-determinan tersebut dibagi berdasarkan dua karakteristik,
yaitu karakteristik individu dan rumah tangga. Masing-masing karakteristik ini
mencerminkan empat faktor yang mendeskripsikan masing-masing individu, yaitu
faktor sosial, demografi, geografis dan ekonomi. Berikut penjelasan mengenai
variabel yang sering digunakan dalam meneliti determinan migrasi.

2.2.1 Karakteristik Individu


a) Migrasi dan Umur
Dalam kelompok usia produktif, semakin muda umur seseorang maka
semakin tinggi probabilitas orang tersebut melakukan migrasi karena individu
dengan usia yang lebih tua memiliki waktu yang lebih singkat untuk memperoleh
pengembalian dari biaya migrasi yang ia keluarkan (Borjas, 2000). Bernard dan
Bell (2002) juga sependapat bahwa kelompok usia pemuda adalah kelompok usia
yang memiliki tingkat mobilitas yang paling tinggi di antara kelompok umur
lainnya. Kemudian, probabilitas bermigrasi ini pada umumnya akan mencapai
suatu titik puncak tertentu pada usia muda, lalu akan turun secara perlahan seiring
dengan bertambahnya usia. Sehingga, korelasi antara migrasi dan umur pada

Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
17

awalnya adalah negatif lalu positif pada usia produktif sampai pada usia tertentu
hingga akhirnya kembali negatif.

Sumber: Bernard dan Bell (2012)


Gambar 2.2 Intensitas Migrasi berdasarkan Umur
b) Migrasi dan Jenis Kelamin
Sebagian besar penelitian yang telah dilakukan menemukan bahwa laki-
laki lebih cenderung melakukan migrasi dibandingkan perempuan, sama seperti
hasil dari penelitian Lewis (1982) dan Biddle dan Hunter (2005). Hal ini
diasosiasikan dengan kemampuan laki-laki yang lebih tinggi dalam melakukan
migrasi, baik dari segi finansial maupun tenaga. Akan tetapi, terdapat juga hasil
penelitian yang menyatakan bahwa perempuan cenderung memiliki probabilitas
migrasi yang lebih besar dibandingkan laki-laki. Dari hasil penelitian Ravenstein
(1885) terdapat 112 perempuan di setiap 100 laki-laki dari migran yang berada di
London. Tetapi hal tersebut hanya terbatas pada keadaan di masa itu di mana
banyak perempuan yang bermigrasi untuk bekerja. Jumlah migran perempuan
memang lebih banyak, tetapi jarak migrasi laki-laki lebih jauh daripada migran
perempuan.
c) Migrasi dan Pendidikan
Borjas (2000) menyatakan bahwa tingkat pendidikan yang dimiliki
seseorang memengaruhi keputusan mereka untuk bermigrasi. Tingkat pendidikan
yang lebih tinggi erat kaitannya dengan kemampuan (skill) yang lebih tinggi juga.
Kemampuan yang lebih tinggi biasanya menyebabkan pendapatan yang lebih

Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
18

tinggi, namun tingkat pengembalian dari kemampuan ini bervariasi di setiap pasar
tenaga kerja. Secara singkat, selama perbedaan pendapatan daerah (setelah
dikurangi biaya migrasi) cukup besar untuk menginduksi migrasi, tenaga kerja
yang berpendidikan tinggi secara alami akan tertarik untuk pindah ke daerah-
daerah di mana terdapat tingkat pengembalian yang tinggi. Terdapat dua pilihan
yang dihadapi oleh tenaga kerja:
1. Pilihan pindah terjadi ketika tenaga kerja memiliki kemampuan di atas
rata-rata. Arus migrasi akan terjadi dari tempat asal (i) ke tempat tujuan (j)
ketika j menawarkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi untuk
kemampuan mereka. Namun akan ada pajak yang dikenakan terhadap
tenaga kerja dengan kemampuan yang tinggi dan beban biaya jaminan
untuk pekerja yang kurang terampil. Hal tersebut membuat pasar tenaga
kerja menjadi seimbang kembali.
2. Pilihan tidak pindah terjadi ketika migran memiliki kemampuan di bawah
rata-rata. Pilihan ini dipilih bila i menawarkan tingkat pengembalian yang
lebih besar untuk kemampuan tenaga kerja terebut. Beberapa tenaga kerja
yang memiliki kemampuan di atas rata-rata kemudian akan pindah dari i.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa tenaga kerja dengan kemampuan di atas rata-rata
akan menetap di daerah dengan tingkat pengembalian yang tinggi, begitu pula
sebaliknya (Borjas, 2000).
Untuk mengukur modal manusia, Borjas menggunakan variabel
pendidikan. Ia menjelaskan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan, maka
kecenderungan individu untuk bermigrasi akan semakin tinggi. Hal ini terjadi
karena semakin tinggi pendidikan, ruang lingkup pasar tenaga kerjanya menjadi
semakin luas. Misalnya, seorang profesor mampu ‘menjual’ jasanya hingga ke
pasar nasional, bahkan internasional. Pernyataan Borjas ini didukung oleh bukti
empiris, di mana terdapat korelasi positif antara pendidikan dengan probabilitas
bermigrasi yang semakin tinggi pada individu yang sedang bekerja (Herzog dan
Schlottmann, 1981). Namun, menurut Schwartz (1973), hubungan antara tingkat
pendidikan tenaga kerja dengan kemungkinan pindah pekerjaan adalah negatif.
Hal ini karena pindahnya individu dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi
akan menyebabkan hilangnya tingkat pengembalian dari investasi di pendidikan,

Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
19

jika individu tersebut pindah pekerjaan. Dengan demikian, variabel pencapaian


pendidikan akan semakin relevan jika penelitian juga memasukkan faktor status
pekerjaan dari masing-masing individu, yang akan dibahas pada bagian
berikutnya.
d) Migrasi dan Status Pekerjaan
Dalam beberapa studi yang dilakukan mengenai migrasi, banyak peneliti
yang mengelompokan sampel berdasarkan status pekerjaan, apakah sedang
menganggur (mencari pekerjaan) atau sedang bekerja. Sebagian besar studi
berpendapat bahwa penganggur cenderung memiliki probabilitas migrasi yang
lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang sedang bekerja (Borjas, 2000).
Menurut studi di Amerika Serikat, elastisitas migrasi lebih tinggi untuk kelompok
tenaga kerja yang menganggur. Hal yang sama juga dicetuskan oleh Southwick
(1981), Lewis (1982), Wodon dkk (2003) dan Biddle dan Hunter (2005). Para
peneliti tersebut berargumen bahwa pengangguran akan melakukan migrasi dalam
rangka memperluas area pencarian kerja.
e) Migrasi dan Status Pernikahan
Kebanyakan keputusan untuk bermigrasi tidak diputuskan oleh individu itu
sendiri saja, tetapi juga keputusan dari keluarganya. Walaupun penduduk asli dari
suatu daerah memiliki mobilitas yang tinggi, pola dari migrasi lebih mengikuti
pola migrasi keluarga daripada mobilitas tenaga kerja (Kinfu, 2005). Oleh karena
itu, keputusan untuk bermigrasi tidak hanya terbatas pada utilitas tenaga kerja
saja, tetapi apakah keluarganya juga lebih baik pindah atau tidak (Mincer, 1978).
Berbagai penelitian dilakukan dengan mengelompokkan sampel
berdasarkan status pernikahan, apakah sudah menikah atau belum menikah.
Menurut beberapa analisis, individu dengan status sudah menikah cenderung
memiliki probabilitas migrasi yang lebih rendah karena keuntungan privat akan
menurun dengan adanya penurunan penghasilan dari suami atau istrinya.
Sementara individu dengan status belum menikah lebih cenderung akan
melakukan migrasi (Biddle dan Hunter, 2005).

2.2.2 Karakteristik Rumah Tangga


a) Migrasi dan Tempat Tinggal

Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
20

Sebelumnya telah diketahui bahwa korelasi antara pendidikan individu


dengan probabilitas bermigrasi adalah positif. Namun masih terjadi perdebatan
mengenai apakah tingkat pendidikan memengaruhi perpindahan atau tidak,
terutama jika dikaitkan dengan karakteristik wilayah tempat tinggal individu
tersebut. Di satu sisi, seseorang dengan tingkat pendidikan yang tinggi dan berada
di daerah perdesaan akan cenderung melakukan migrasi ke daerah perkotaan
(Barnum dan Sabot, 1976). Sementara di sisi lain, individu dengan tingkat
pendidikan yang rendah dan berada di daerah perdesaan juga cenderung akan
melakukan migrasi ke daerah perkotaan untuk memperoleh pendidikan yang lebih
baik (Lipton, 1976). Maka dari itu, karakteristik tempat tinggal juga berpengaruh
terhadap kecenderungan migrasi.
Walaupun demikian, terlepas dari tingkat pendidikan individu,
karakteristik tempat tinggal daerah asal memiliki pengaruh signifikan dalam
keputusan migrasi. Menurut hasil penelitian Lee (1966) dan Friedli (1986),
individu yang bertempat tinggal di daerah perkotaan cenderung tidak melakukan
migrasi karena mereka yang sudah tinggal di daerah perkotaan merasa sudah
memiliki manfaat yang lebih tinggi saat ini sehingga enggan untuk berpindah.
Sebaliknya, individu yang bertempat tinggal di daerah perdesaan cenderung
melakukan migrasi terutama ke daerah perkotaan.
b) Total Nilai Aset Rumah Tangga
Aset yang dimiliki oleh seseorang dihitung dengan kepemilikan harta
rumah tangga, seperti apakah rumah tangga tersebut memiliki kulkas, mobil,
motor atau tidak. Aset ini juga termasuk tanah yang dimiliki oleh rumah tangga.
Penelitian lainnya mengukur kepemilikan aset rumah tangga dalam satuan uang.
Hasil analisis dari Vanwey (2003) dengan menggunakan metode Ordinary Least
Square (OLS) dan regresi logistik biner, menyatakan bahwa aset yang dimiliki
dan probabilitas bermigrasi memiliki korelasi negatif.
Namun, terdapat hasil yang berbeda di penelitian lain. Menurut hasil
analisis Wodon dkk (2003), semakin banyak aset yang dimiliki rumah tangga
maka kemungkinan anggotanya melakukan migrasi akan semakin besar. Hasil ini
dijelaskan oleh para peneliti karena semakin banyak aset yang dimiliki, maka
rumah tangga tersebut semakin kuat dari segi finansial untuk mengirim

Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
21

anggotanya ke luar untuk mendiversifikasikan risiko. Oleh karena itu, dapat


disimpulkan bahwa total aset yang dimiliki rumah tangga memiliki dua korelasi
dengan probabilitas bermigrasi yaitu positif dan negatif.
c) Total Luas Lahan Pertanian Rumah Tangga
Lahan/tanah yang dimiliki suatu rumah tangga menggambarkan potensi
pendapatan rumah tangga tersebut, baik secara sosial maupun ekonomi (Vanwey,
2003). Dalam penelitiannya, Vanwey menggunakan luas tanah pertanian yang
dimiliki rumah tangga diukur dalam satuan hektar. Menurut Vanwey (2003)
terdapat dua korelasi antara kepemilikan lahan pertanian dengan keputusan
migrasi, yaitu positif dan negatif. Korelasi kedua variabel tersebut bergantung
pada besaran total luas lahan yang dimiliki dan sebagian besar lahan yang dimiliki
oleh sampel yang digunakan adalah lahan untuk usaha pertanian. Lahan pertanian
ini merupakan lahan yang menjadi sumber penghasilan bagi rumah tangga.
Temuannya adalah rumah tangga yang memiliki lahan pertanian kurang dari 10
hektar, memiliki korelasi negatif karena dari lahan tersebut mereka sudah dapat
memenuhi kebutuhannya dengan alat pertanian yang ada. Namun, korelasi positif
terjadi ketika suatu rumah tangga memiliki lahan yang lebih luas dari 10 hektar
karena semakin besar lahannya, maka pemilik akan cenderung melakukan
migrasi, umumnya migrasi sementara (perpindahan kurang dari enam bulan),
untuk meningkatkan pendapatan yang akan digunakan untuk menambah alat-alat
pertanian.
Selain dari ukuran luas lahan pertanian, perbedaan korelasi juga terdapat
pada jenis kelamin individu dalam rumah tangga tersebut. Laki-laki memiliki
korelasi antara luas lahan dengan probabilitas bermigrasi yang positif karena
mereka akan bermigrasi untuk mencari kredit dalam rangka meningkatkan
produktivitas lahan tersebut. Sementara, perempuan memiliki korelasi yang
negatif karena mereka akan tetap tinggal untuk mengelola lahannya.
d) Status Kemiskinan Rumah Tangga
Dalam penelitian terdahulu, peneliti menggunakan variabel apakah suatu
rumah tangga menerima bantuan atau tidak sebagai penentu apakah rumah tangga
tersebut miskin atau tidak. Suatu rumah tangga yang tergolong rumah tangga
miskin berhak menerima bantuan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Rumah

Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
22

tangga yang menerima bantuan, baik bantuan dari pemerintah, swasta maupun
suatu lembaga, memiliki korelasi negatif dengan kemungkinan melakukan
migrasi. Menurut hasil penelitian dari Southwick (1981), Wodon dkk (2003) dan
Stecklov dkk (2005), penerima bantuan menganggap mereka memiliki manfaat
yang lebih tinggi di tempat tinggalnya saat ini dan menganggap bahwa mereka
akan mengalami kesulitan administrasi jika mereka melakukan migrasi ke tempat
lain. Maka dari itu, para penerima bantuan cenderung enggan untuk berpindah.
Namun, jenis dari bantuan yang diterima juga memengaruhi
kecenderungan penerima terhadap perilaku migrasi. Di Meksiko, terdapat
program yang bernama Progresa. Program bantuan pemerintah tersebut
mengharuskan penerima berada di tempat pada saat menerima bantuan tersebut.
Jadi, seiring dengan adanya bantuan ini maka semakin kecil kemungkinan
seseorang akan melakukan migrasi (Wodon dkk, 2003).
Selain berdasarkan bantuan, penelitian terdahulu juga melihat kemiskinan
melalui pendapatan per kapita. Variabel pendapatan per kapita memiliki pengaruh
yang tidak signifikan dalam keputusan bermigrasi untuk rumah tangga yang
sedang menerima bantuan (Friedli, 1986). Namun, untuk rumah tangga yang tidak
menerima bantuan, variabel ini memiliki pengaruh signifikan. Menurut analisis
Friedli, kedua kelompok, baik penerima bantuan maupun bukan, memiliki
korelasi positif dengan kemungkinan melakukan migrasi karena adanya
kemampuan untuk membiayai biaya ekonomi dari migrasi.
Berdasarkan studi empiris yang telah dijelaskan oleh penulis, migrasi
dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status pekerjaan,
karakteristik tempat tinggal, status pernikahan, total nilai aset rumah tangga, total
nilai lahan pertanian, penerimaan bantuan dan pendapatan per kapita. Korelasi
masing-masing variabel terhadap migrasi dijelaskan dalam Tabel 2.1. Berdasarkan
Tabel 2.1 diketahui bahwa variabel yang memiliki korelasi negatif terhadap
migrasi adalah umur, nilai aset, kepemilikan tanah (memiliki tanah pertanian) dan
penerima bantuan (menerima bantuan). Sementara variabel yang memiliki
korelasi positif terhadap migrasi adalah jenis kelamin (laki-laki), tingkat
pendidikan, status pekerjaan (pengangguran), karakteristik tempat tinggal

Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
23

(perkotaan), status pernikahan (belum menikah), total nilai aset, kepemilikan


tanah (memiliki tanah pertanian) dan pendapatan per kapita.
Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu
Korelasi terhadap
Variabel Penelitian
Migrasi
Borjas (2000), Bernard dan Bell
Umur (-)(+)(-)
(2012)
Lewis (1982), Biddle & Hunter
Jenis Kelamin Laki-laki: ( + )
(2005)

White & Woods (1980), Borjas


Lama Sekolah (+)
(2000), Biddle & Hunter (2005)
Southwick (1981), Lewis
(1982), Borjas (2000), Wodon
Status Pekerjaan Pengangguran: ( + )
dkk (2003), Biddle & Hunter
(2005)
Karakteristik Tempat
Lee (1966), Friedli (1986) Perkotaan: ( + )
Tinggal
Status Pernikahan Biddle & Hunter (2005) Belum Menikah: ( + )
Total Aset Vanwey (2003), Wodon (2003) ( + ) dan ( - )
Luas Lahan Pertanian Vanwey (2003) ( + ) dan ( - )
Southwick (1981), Wodon dkk
Penerima Bantuan Penerima: ( - )
(2003), Stecklov dkk (2005)
Pendapatan Per Kapita Friedli (1986) (+)

2.3 Tantangan dalam Menganalisis Kemiskinan dan Migrasi


Berdasarkan pendapat para ahli, terdapat tiga tantangan utama yang biasa
dihadapi peneliti dengan topik sejenis dalam mengestimasi efek kemiskinan
terhadap kecenderungan migrasi, yaitu:
1. Endogenitas migrasi: a). Adanya hubungan kausal yang berbalik arah
(reverse causal) atau ketidakmampuan mengidentifikasi arah kausalitas
antara migrasi dan kemiskinan, b). Selektivitas yang bias, karena
seseorang memutuskan untuk melakukan migrasi karena merasa memiliki
kemampuan yang tidak berhubungan dengan kemiskinan ataupun
ekonomi, dan c). Faktor yang tidak dapat diobservasi melalui model.
2. Heterogenitas dalam strategi migrasi yang dapat memengaruhi perbedaan
outcomes setiap migran setelah migrasi, seperti akses ke pemerintah dan

Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
24

institusi lain, akses terhadap pendidikan dan pelatihan, jaringan sosial di


tempat tujuan.
3. Kemiskinan sebagai konsep dari berbagai sisi, yaitu ekonomi sosial dan
politik.
Dalam mengantisipasi hal-hal yang menjadi tantangan dalam penelitian
sejenis tersebut, penulis membatasi penelitian dengan hanya melihat perilaku
migrasi individu yang sudah termasuk dalam kategori miskin dan tidak membahas
efek dari migrasi tersebut. Penelitian melihat perilaku individu yang miskin dilihat
hanya dari sisi ekonomi, yaitu dengan menggunakan indikator garis kemiskinan
dan pengeluaran per kapita, tidak dari segi sosial dan politik.

2.4 Kerangka Penelitian


Penelitian dimulai dari pemikiran apa sajakah yang menjadi determinan
seseorang dalam memutuskan melakukan migrasi atau tidak. Berdasarkan
rasionalitas ekonomi, seseorang akan melakukan migrasi apabila ekspektasi
manfaat yang diterima di tempat tujuan dalam jangka panjang lebih besar daripada
biaya yang dikeluarkan untuk melakukan migrasi. Oleh karena itu, penulis
menggunakan faktor-faktor yang menggambarkan kemampuan ekonomi. Dari
faktor-faktor ekonomi ini dapat dilihat individu mana saja yang mampu dan tidak
mampu dari segi ekonomi. Faktor ekonomi ini kemudian dipadukan dengan faktor
demografi dan sosial sebagai variabel pengontrol.
Berdasarkan hasil studi literatur dan penelitian dengan topik yang sama,
terdapat beberapa karakteristik yang menjadi determinan seseorang melakukan
migrasi. Karakteristik-karakteristik tersebut dilihat dari dua sisi, yaitu individu
dan rumah tangga. Termasuk di dalam karakteristik individu adalah umur, jenis
kelamin, pendidikan, status pernikahan dan status pekerjaan. Sementara
karakteristik rumah tangga antara lain total nilai aset yang dimiliki rumah tangga,
total nilai lahan yang dimiliki rumah tangga, karakteristik tempat tinggal dan
status kemiskinan.
Untuk menangkap perbedaan kecenderungan migrasi orang yang tinggal di
daerah perdesaan dan perkotaan, penulis kemudian membagi responden
berdasarkan perbedaan karakteristik tempat tinggal. Pembagian ini dilakukan

Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
25

karena adanya perbedaan ciri-ciri di masing-masing daerah yang dapat menjadi


faktor penarik maupun pendorong untuk melakukan migrasi.

KARAKTERISTIK INDIVIDU Gambar 2.3 Ringkasan Kerangka Penelitian

UMUR

JENIS KELAMIN

LAMA SEKOLAH

STATUS
PERNIKAHAN

STATUS
PEKERJAAN

MIGRASI
KARAKTERISTIK RUMAH

KARAKTERISTIK
TEMPAT TINGGAL

TOTAL NILAI ASET


TANGGA

TOTAL LUAS
LAHAN PERTANIAN

STATUS
KEMISKINAN

Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
BAB 3
METODE PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh kemiskinan dan


karakteristik sosio-demografi terhadap perilaku migrasi. Pada bab sebelumnya
telah dipaparkan teori-teori dan studi empiris. Dengan berbagai metode, batasan
dan variabel yang dikemukakan dari penelitian sebelumnya, penulis perlu
memformulasikan bagaimana pertanyaan penelitian dapat terjawab. Pada bab ini
akan dibahas mengenai metode penelitian yang digunakan penulis untuk
menjawab pertanyaan penelitian, termasuk di dalamnya adalah model yang
digunakan, penjelasan dari masing-masing variabel, hipotesis penelitian dan
metode analisis.

3.1 Model
Berangkat dari teori Ravenstein, penulis menitikberatkan pada faktor
ekonomi yang merupakan faktor yang paling dominan dalam menentukan
keputusan bermigrasi. Faktor ekonomi yang digunakan dalam penelitian ini dilihat
dari tiga indikator. Indikator-indikator ini didapat dari karakteristik rumah tangga
dari masing-masing individu. Indikator tersebut adalah:
1. Nilai aset yang dimiliki rumah tangga. Semakin tinggi nilai aset yang
dimiliki oleh suatu rumah tangga, maka rumah tangga tersebut dianggap
semakin mampu dalam hal kemampuan ekonomi.
2. Nilai lahan pertanian yang dimiliki rumah tangga. Semakin tinggi nilai
lahan pertanian yang dimiliki oleh rumah tangga, maka rumah tangga
tersebut dianggap semakin mampu dalam hal kemampuan ekonomi.
Namun, setelah dilakukan pengolahan data untuk memasukkan nilai lahan
pertanian yang dimiliki, terdapat banyak data yang missing yang
menyebabkan jumlah responden berkurang banyak. Oleh karena itu,
penulis memutuskan untuk menggunakan variabel lain yang juga mampu
menggambarkan kepemilikan lahan pertanian. Sehingga, variabel yang
digunakan adalah variabel biner apakah rumah tangga tersebut memiliki
lahan yang digunakan untuk usaha pertanian atau tidak.

26
Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
27

3. Status kemiskinan. Dilihat dari:


- Menerima bantuan atau tidak. Jika suatu rumah tangga menerima
bantuan, baik dari pemerintah maupun lembaga milik swasta atau
lembaga lainnya, maka rumah tangga tersebut dianggap rumah tangga
yang tidak mampu dalam hal ekonomi.
- Pendapatan per kapita. Untuk penggunaan di Indonesia lebih relevan
jika menggunakan pengeluaran per kapita untuk menggambarkan
kemampuan suatu rumah tangga dalam memenuhi kebutuhannya
(Maksum, 2002). Pengeluaran per kapita digunakan untuk menentukan
status kemiskinan absolut. Seseorang dikategorikan miskin secara
absolut apabila pengeluaran per kapitanya kurang dari Garis
Kemiskinan yang ditentukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Garis
Kemiskinan yang digunakan mengacu pada kebutuhan minimum 2.100
kkal per kapita per hari ditambah dengan kebutuhan minimum
nonmakanan yang merupakan kebutuhan dasar seseorang yang meliputi
kebutuhan dasar untuk papan, sandang, sekolah, transportasi, serta
kebutuhan rumah tangga dan individu yang mendasar lainnya. Besarnya
nilai pengeluaran (dalam Rupiah) untuk memenuhi kebutuhan dasar
minimum makanan dan nonmakanan tersebut disebut Garis
Kemiskinan. Penduduk yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar
minimumnya dikategorikan sebagai penduduk miskin. Garis
Kemiskinan nasional pada tahun 2000 adalah Rp. 91.632 untuk daerah
perkotaan dan Rp. 73.648 untuk daerah perdesaan3. Pada analisis ini,
Garis Kemiskinan yang digunakan akan disesuaikan dengan masing-
masing provinsi untuk menghasilkan analisis yang lebih akurat.
Setelah dipaparkan faktor-faktor ekonomi di tingkat rumah tangga apa saja yang
akan digunakan dalam analisis, sampel akan dikontrol dengan menggunakan
karakteristik individu. Kemudian akan dilakukan analisis terhadap perilakunya
pada periode kedua apakah sampel melakukan perpindahan atau tidak.
Untuk menganalisis pola migrasi secara keseluruhan, tanpa melihat
karakteristik wilayah tempat tinggal dijelaskan dengan fungsi sebagai berikut:

3
Berita Resmi Statistik: Kemiskinan 2000, BPS

Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
28

f(mg) = f(age, age2, sex, educ, formal, urban00, married, total aset,
landown, recip, poor) …… 2

di mana:
mg = Migrasi atau tidak (1 = pindah, 0 = tidak pindah)
age = Umur pada tahun 2000 ditambah 3,5
age2 = Umur ditambah 3,5 kuadrat
sex = Jenis kelamin (1 = laki-laki, 0 = perempuan)
educ = Lama sekolah
formal = Status pekerjaan dan kegiatan lainnya (1 = formal, 0 = lainnya)
urban00 = Karakteristik tempat tinggal (1 = perkotaan, 0 = perdesaan)
married = Status pernikahan (1 = menikah, 0 = lainnya)
total aset = Total nilai aset yang dimiliki rumah tangga (dalam ln)
landown = Kepemilikan lahan pertanian (0 = tidak punya, 1 = punya)
recip = Penerimaan bantuan (1= menerima, 0 = tidak menerima)
poor = Status kemiskinan (1 = miskin, 0 = tidak miskin)

Karena adanya kecenderungan perilaku migrasi yang berbeda antara orang


yang sedang tinggal di daerah perkotaan dan daerah perdesaan akibat perbedaan
karakteristik dari masing-masing wilayah (Yang dan Zhu, 2008), maka penulis
kemudian membagi responden menjadi penduduk perkotaan dan perdesaan.
Perbedaan tersebut dijelaskan melalui dua fungsi lainnya. Fungsi pertama
menggambarkan perilaku migrasi bagi penduduk yang tinggal di daerah
perkotaan, yang dijelaskan oleh fungsi sebagai berikut:

f(mgurban) = f(age, age2, sex, educ, formal, married, total aset, landown,
recip, poor) … … 3)

di mana:
mgurban = Migrasi penduduk perkotaan (1 = migrasi dari daerah perkotaan
kedaerah perkotaan, 2 = migrasi dari daerah perkotaan ke daerah
perdesaan, 3 = tidak melakukan migrasi)

Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
29

Kemudian untuk sampel yang bertempat tinggal di daerah perdesaan,


dijelaskan dengan fungsi sebagai berikut:

f(mgrural) = f(age, age2, sex, educ, formal, married, total aset, landown,
recip, poor) … … 4)

di mana:
mgrural = Migrasi penduduk perdesaan (1 = migrasi dari darah perdesaan
kedaerah perdesaan, 2 = migrasi dari daerah perdesaan ke daerah
perkotaan, 3 = tidak melakukan migrasi)

3.2 Definisi dan Penetapan Variabel Analisis


3.2.1 Variabel Dependen
Terdapat tiga variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini,
yaitu mg, mgurban dan mgrural. Karakteristik migrasi ini dibagi berdasarkan area
tempat tinggal sampel, di mana masing-masing kategori menggambarkan 1).
Migrasi secara umum, tidak melihat karakteristik wilayah tempat tinggal, 2).
Migrasi untuk sampel yang bertempat tinggal di daerah perkotaan dan 3). Migrasi
untuk sampel yang bertempat tinggal di daerah perdesaan.
Migrasi (mg) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah individu yang
tempat tinggalnya pada tahun 2007 berada di kabupaten yang berbeda dengan
kabupaten tempat tinggalnya pada tahun 2000. Variabel mg merupakan variabel
yang terikat karena adanya variabel bebas. Variabel ini adalah variabel biner di
mana 0 berarti tidak melakukan migrasi dan 1 berarti melakukan migrasi.
Migrasi yang akan diteliti tidak hanya migrasi secara umum, namun juga
migrasi yang spesifik pada karakteristik wilayah dari daerah asal maupun tujuan.
Hal ini dilakukan karena adanya perbedaan karakteristik antara daerah perkotaan
dan perdesaan yang dapat menjadi faktor pendorong maupun penarik migrasi.
Variabel migrasi kemudian dipisah menjadi dua, yaitu migrasi perkotaan
(mgurban) dan migrasi perdesaan (mgrural). Migrasi perkotaan adalah migrasi
yang dilakukan oleh individu yang bertempat tinggal di daerah perkotaan.
Variabel ini memiliki tiga kategori, yaitu 1). Migrasi dari perkotaan ke perkotaan,
2). Migrasi dari perkotaan ke perdesaan dan 3). Tidak migrasi. Migrasi perdesaan

Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
30

adalah migrasi yang dilakukan oleh individu yang bertempat tinggal di daerah
perdesaan. Variabel ini juga memiliki tiga kategori, yaitu 1). Migrasi dari
perdesaan ke perdesaan, 2). Migrasi dari perdesaan ke perkotaan dan 3). Tidak
migrasi.

3.2.2 Variabel Independen


Variabel-variabel berikut ini merupakan variabel yang memengaruhi
variabel dependen. Pemilihan variabel-variabel ini berdasarkan hasil studi
terhadap literatur yang sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas dan juga
pertimbangan dari penelitian sebelumnya. Variabel independen dibagi menjadi
dua karakteristik, yaitu karakteristik individu dan rumah tangga.
Karakteristik individu, teridiri dari:
a. Umur (age) adalah variabel yang menjelaskan usia individu dalam satuan
tahun. Angka ini dibuat kuadrat (age2) agar terbentuk grafik yang berbentuk
parabola terbalik (fungsi kuadratik). Dengan angka ini, kemungkinan
probabilitas migrasi terhadap umur dapat meningkat/menurun hanya hingga
pada level tertentu, tergantung pada arah korelasinya. Dengan menggunakan
asumsi distribusi uniform, variabel umur individu ditambah 3,5 untuk
mengakomodir periode migrasi yang dipakai yaitu 7 tahun dengan asumsi
perkiraan bahwa sampel melakukan migrasi di pertengahan periode
penelitian (7 tahun dibagi 2).
b. Jenis kelamin (sex) adalah variabel yang menggambarkan jenis kelamin
individu. Variabel ini berbentuk biner di mana 1 berarti laki-laki dan 0
berarti perempuan.
c. Lama sekolah (educ) adalah variabel yang menjelaskan sudah berapa lama
individu mengenyam pendidikan formal pada tahun 2000. Lama sekolah
yang dimaksud adalah sekolah yang dimulai dari Sekolah Dasar (SD).
Variabel ini berbentuk numerik dengan satuan waktu tahun.
d. Status pekerjaan dan kegiatan (formal) adalah variabel yang menjelaskan
tentang status pekerjaan individu pada tahun 2000, apakah bekerja di sektor
formal atau tidak. Variabel ini berbentuk biner di mana berisi 1 jika individu
bekerja di sektor formal, sementara status pekerjaan lainnya berisi 0.

Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
31

Responden dikatakan bekerja di sektor formal apabila ia memiliki status


pekerjaan: berusaha sendiri dengan karyawan tetap, buruh/karyawan
pemerintah dan buruh/karyawan swasta (BPS, 2009). Status pekerjaan
lainnya termasuk bekerja di sektor informal, sedang mencari pekerjaan dan
tidak bekerja karena sampel adalah ibu rumah tangga, sedang bersekolah
atau seorang pensiunan.
e. Karakteristik wilayah tempat tinggal (urban00) adalah variabel yang
menggambarkan karakteristik tempat tinggal individu pada tahun 2000,
apakah individu berada di daerah perdesaan atau perkotaan. Variabel ini
berbentuk biner dimana 1 berarti daerah perkotaan (urban) dan 0 berarti
perdesaan (rural).
f. Status pernikahan (married) adalah variabel yang menjelaskan status
pernikahan individu pada tahun 2000. Variabel ini berbentuk biner di mana
berisi 1 jika status pernikahan individu adalah menikah, sementara status
pernikahan lainnya berisi 0. Status pernikahan lainnya termasuk tidak
menikah, belum menikah, berpisah, cerai mati dan cerai hidup.
Kemudian karakteristik rumah tangga, yang terdiri dari:
g. Total nilai aset yang dimiliki (total_aset) adalah variabel yang menjelaskan
total kepemilikan aset yang dimiliki rumah tangga pada tahun 2000. Aset
yang dimaksud dalam variabel ini antara lain adalah rumah yang ditempati,
rumah/bangunan lainnya, tanah/lahan diluar lahan pertanian, kendaraan
(mobil, kapal, sepeda, sepeda motor), ternak/unggas/ikan/udang,
perlengkapan rumah tangga (radio, televisi, kulkas, mesin jahit, mesin cuci,
komputer), tabungan/deposito/saham, piutang, perhiasan dan perlengkapan
lainnya. Total aset yang dimiliki diukur berdasarkan satuan mata uang
Rupiah. Variabel ini akan dibuat logaritma natural (ln) untuk memuluskan
persebaran.
h. Kepemilikan lahan pertanian (landown) adalah variabel yang menjelaskan
apakah rumah tangga memiliki lahan untuk pertanian atau tidak pada tahun
2000. Lahan yang dimaksud dalam variabel ini adalah lahan yang digunakan
untuk usaha pertanian yang menghasilkan pendapatan bagi rumah tangga

Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
32

tersebut. Variabel ini adalah variabel biner, di mana 0 berarti tidak memiliki
lahan pertanian dan 1 berarti memiliki lahan pertanian.
i. Penerimaan bantuan (recip) adalah variabel yang menjelaskan apakah
rumah tangga menerima bantuan atau tidak pada tahun 2000. Variabel ini
berbentuk biner di mana 1 berarti menerima bantuan dan 0 berarti tidak
menerima bantuan. Rumah tangga dikatakan menerima bantuan apabila, 1).
Rumah tangga tersebut menerima bantuan berupa uang, beras, makanan
lainnya, dari pemerintah baik pusat maupun daerah, atau organisasi bukan
pemerintah (perusahaan, organisasi sosial, organisasi keagamaan dan lain-
lain) selain dari Operasi Pasar Khusus (OPK), Jaringan Pengaman Sosial,
Pasar Murah dan sejenisnya dalam satu tahun terakhir atau 2). Rumah tangga
pernah membeli sembako atau barang lainnya di Pasar Murah, bazar, Operasi
Pasar Khusus (OPK) dan sejenisnya dalam waktu satu tahun terakhir.
j. Status kemiskinan (poor) adalah variabel berbentuk biner di mana 1 berarti
sampel tersebut memiliki pengeluaran per kapita di bawah Garis Kemiskinan
tahun 2000 dan 0 berarti sampel tersebut memiliki pengeluaran di atas Garis
Kemiskinan tahun 2000. Garis Kemiskinan yang digunakan disesuaikan
dengan provinsi dari masing-masing responden. Pengeluaran atau konsumsi
rumah tangga dibedakan menjadi dua, yaitu konsumsi makanan dan
nonmakanan tanpa memerhatikan asal barang dan terbatas pada pengeluaran
untuk kebutuhan rumah tangga saja, tidak termasuk konsumsi/pengeluaran
untuk keperluan usaha rumah tangga atau yang diberikan kepada pihak lain.
Variabel ini diukur berdasarkan satuan mata uang Rupiah dalam waktu satu
bulan.

3.3 Sumber Data


Dalam melakukan penelitian ini, data yang digunakan adalah data Survei
Aspek Kehidupan Rumah Tangga Indonesia (SAKERTI) atau Indonesian Family
Life Survey (IFLS). SAKERTI adalah survei komprehensif longitudinal individual
yang diambil dalam tingkat rumah tangga dan merupakan survei longitudinal yang
pertama di Indonesia. Survei ini diadakan atas kerja sama antara organisasi
penelitian Amerika Serikat RAND, Lembaga Demografi Universitas Indonesia,

Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
33

Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada dan lembaga
penelitian SurveyMETER. SAKERTI merupakan satu-satunya survei di Indonesia
yang berisi data dari berbagai aspek untuk satu individu yang sama dalam
beberapa gelombang waktu, sehingga memungkinkan pengguna data untuk
menganalisis dinamika perilaku individu tersebut. SAKERTI sudah diadakan
sebanyak 4 gelombang hingga saat ini, yaitu tahun 1993 (IFLS1), 1997 (IFLS2),
2000 (IFLS3) dan 2007 (IFLS4). Untuk penelitian ini, data yang digunakan adalah
gelombang ketiga dan keempat. Gelombang ketiga untuk melihat karakteristik
responden dan gelombang keempat untuk melihat apakah responden tersebut
melakukan migrasi atau tidak.
Survei yang dilakukan mencakup 13 provinsi di Jawa, Bali, Nusa
Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan,
Lampung, Sumatera Barat dan Sumatera Utara. Survei ini mengumpulkan data
mengenai pengeluaran dan pemasukan rumah tangga, kondisi ekonomi rumah
tangga dan lain-lain. SAKERTI juga mengumpulkan data mengenai sejarah
masyarakat, karakteristik masyarakat dan kondisi fasilitas umum seperti sekolah
dan puskesmas. Data SAKERTI dapat merepresentasikan 83% populasi Indonesia
pada tahun 1993. Di dalam set data SAKERTI tahun 2000, terdapat 39.000
individu dan 10.400 rumah tangga.
Data SAKERTI dipilih karena penulis ingin mengetahui pengaruh dari
karakteristik individu dan rumah tangga pada tahun 2000 terhadap keputusan
migrasi pada tahun 2007. Sehingga, data yang dibutuhkan adalah data longitudinal
atau data panel. Data panel adalah data yang terdiri dari banyak individu yang
diobservasi dalam beberapa periode. Gelombang data SAKERTI yang terbaru
adalah tahun 2007 di mana tahun tersebut akan menjadi periode kedua dan
gelombang data sebelumnya akan menjadi periode pertama, yaitu tahun 2000.
Sampel yang diambil dari data tersebut adalah individu yang datanya
masih tersedia dari tahun 2000 hingga sampai tahun 2007, sehingga sampel yang
meninggal maupun yang pindah ke tempat yang tidak terdeteksi, akan dikeluarkan
dari penelitian. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah individu yang
berusia minimal 15 tahun pada tahun 2000 untuk menggambarkan relevansinya
dengan angkatan kerja. Langkah pertama adalah melakukan proses pembersihan

Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
34

data, yaitu membuang sampel yang berusia di bawah 15 tahun, sampel yang
datanya missing dan sampel yang menjawab pertanyaan survei dengan tidak tahu.
Setelah proses pembersihan data, sampel yang dapat digunakan untuk penelitian
ini ada 14.215 individu.

3.4 Pengolahan Data


Pengolahan data untuk penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
piranti lunak STATA 12.0. Proses pengolahan data dimulai dengan mengambil
responden dari seluruh subset data SAKERTI tahun 2000 dan 2007. Responden
tersebut kemudian dipisahkan dan hanya mengambil responden yang masih ada di
dalam rumah tangga sepanjang tahun 2000 hingga tahun 2007, sehingga
responden yang meninggal di antara periode tersebut maupun sampel yang pindah
ke tempat yang tidak dapat ditelusuri oleh pewawancara akan dikeluarkan dari
penelitian. Setelah itu dibuat masing-masing variabel yang dibutuhkan untuk
penelitian ini dengan mengeluarkan data-data responden yang menjawab tidak
tahu, memeriksa data-data yang memiliki nilai ekstrim dan melakukan koreksi
data. Kemudian dibuat distribusi sampel dan tabulasi silang masing-masing
variabel. Hal ini dilakukan untuk menjadi bahan analisis deskriptif. Selanjutnya
akan dilakukan regresi dengan model logit untuk melihat kecenderungan perilaku
migrasi secara keseluruhan dan model multinomial logit untuk melihat
kecenderungan perilaku migrasi sesuai dengan karakteristik tempat tinggal
sampel, apakah di daerah perkotaan atau daerah perdesaan.

3.5 Hipotesis Penelitian


Berdasarkan teori dan bukti empiris yang terjadi di Indonesia, hipotesis
korelasi antara kecenderungan migrasi dengan variabel-variabel lain dalam
penelitian ini dijelaskan pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Hipotesis Variabel Independen terhadap Kecenderungan Migrasi


Variabel Independen Hipotesis
Umur (+)(-)
Jenis Kelamin Laki-laki: ( + )
Lama Sekolah (+)

Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
35

Tabel 3.2 Hipotesis Variabel Independen terhadap Kecenderungan Migrasi


(Lanjutan)
Variabel Independen Hipotesis
Status Pekerjaan dan Kegiatan Formal: ( - )
Karakteristik Tempat Tinggal Perkotaan: ( + )
Status Pernikahan Menikah: ( - )
Total Nilai Aset (+)
Kepemilikan Lahan Pertanian Memiliki lahan pertanian: ( - )

Penerimaan Bantuan Menerima bantuan: ( - )


Status Kemiskinan Miskin: ( - )

3.6 Metode Analisis


Dalam penelitian ini, metode yang digunakan ada dua, yaitu analisis
deskriptif dan inferensial. Analisis deskriptif merupakan gambaran mengenai
kondisi yang ada dari variabel melalui pengolahan lebih lanjut dari data sekunder
yang ada dengan cara menganalisis kecenderungan pola dan perbedaan melalui
jumlah atau persentase, sedangkan analisis inferensial adalah melihat hubungan
antar variabel, berdasarkan hasil analisis deskriptif.
Analisis inferensial dilakukan dengan cara regresi. Model dengan variabel
dependen yang bersifat diskrit tidak dapat diestimasi dengan menggunakan
estimasi Ordinary Least Square (OLS) karena estimator yang dihasilkan tidak lagi
bersifat Best Linier Unbiased Estimator (BLUE). Hal ini disebabkan karena
varian erornya tidak terdistribusi normal, estimator tidak efisien akibat
heteroskedastis dan R square tidak dapat digunakan sebagai pengukur Goodnes of
Fit (Gujarati, 2009). Oleh karena itu untuk menghasilkan estimator persamaan
yang BLUE, penelitian ini menggunakan qualitative dependent regression model.
Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini memiliki interval
0 dan 1 karena variabel berbentuk biner yaitu apakah individu melakukan migrasi
atau tidak. Distribusi error tersebar mengikuti distribusi logistik, oleh karena itu
metode regresi yang digunakan dalam menganalisis perilaku migrasi secara umum
adalah model logit. Sementara untuk model migrasi perkotaan dan perdesaan yang

Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
36

memiliki 3 variabel biner sebagai outcomes, menggunakan model multinomial


logit.
Model Logit
Model logit menggunakan persamaan eksponensial untuk mendapatkan
nilai probabilitas pada interval 1 dan 0. Persamaan model logit adalah sebagai
berikut:

1 1
𝑃 𝑥 = −𝑧
= −(𝛼+𝛽𝑥 1+𝜀)
⋯ ⋯ (5)
1+𝑒 1+𝑒
di mana:

P(x) = Probabilitas terjadi peristiwa x


Lalu persamaan tersebut disederhanakan menjadi:

1 𝑒𝑧
𝑃(𝑥) = = ⋯ ⋯ (6)
1 + 𝑒 −𝑍𝑖 1 + 𝑒 𝑧

di mana Zi = β1 + β2Xi

Persamaan di atas lebih dikenal sebagai logistic distribution function. Persyaratan


yang harus dipenuhi, yaitu model probabilitas yang menghasilkan Y pada interval
1 sampai dengan 0 dengan hubungan antara Pt dengan Xt yang tidak linier, dapat
dipenuhi. Hal ini disebabkan karena pada saat Z berkisar antara -∞ sampai dengan
∞, P berkisar antara 0 dan 1 sehingga P tidak berhubungan linier dengan Z.
Meskipun demikian, masih terdapat masalah estimasi karena P tidak hanya linier
terhadap X tetapi juga linier terhadap β. Namun, masalah estimasi tersebut dapat
diatasi dengan persamaan berikut.
Perlu ditentukan persamaan kejadian yang gagal atau tidak melakukan
migrasi, dengan merujuk kepada Bernoulli Probability Distribution yaitu sebagai
berikut:

𝑒𝑧 1
1−𝑃 𝑥 =1− = ⋯ ⋯ (7)
𝑒 + 1 1 + 𝑒𝑧
𝑧

Kemudian dibuat odds ratio yang merupakan peluang sukses dibagi dengan
peluang gagal dengan formula sebagai berikut:

Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
37

1
𝑃 1 + 𝑒 −𝑧 𝑖 = 1 = 𝑒 𝑧 𝑖 = 𝑒 − 𝛽1 +𝛽2 𝑋1
= −𝑧 ⋯ ⋯ (8)
1−𝑃 𝑒 𝑖 𝑒 −𝑧 𝑖
1 + 𝑒 −𝑧 𝑖

Untuk mendapatkan nilai z yang sudah linier maka sesudah odds ratio diperlukan
adanya perlakuan tambahan yaitu mengalikan persamaan di atas dengan logaritma
natural dengan tujuan membuat persamaan menjadi linier, sehingga bentuk
persamaan akan menjadi seperti berikut:

𝑃
ln = 𝑧 = 𝛼 + 𝛽1 𝑋1 + 𝜀 ⋯ ⋯ (9)
1−𝑃

Logartima natural (ln) dari odds ratio tidak hanya bersifat linier pada X tetapi juga
bersifat linier terhadap β. Odds ratio atau perbandingan risiko, didefinisikan
𝑃
sebagai di mana p menyatakan probabilitas sukses (terjadinya peristiwa Y =
1−𝑃

1) dan 1 – p menyatakan probabilitas gagal (terjadinya peristiwa Y = 0). Semakin


besar odds ratio, maka semakin besar kecenderungan seseorang melakukan
migrasi. Bila nilai P kecil sekali, maka 1 - P akan semakin dekat dengan 1.
Akibatnya odd-nya akan mendekati 0. Sebaliknya, bila P dekat dengan 1, maka 1
– P akan mendekati 0. Sehingga odd-nya sangat besar. Dengan kata lain, odd
adalah suatu indikator kecenderungan seseorang melakukan migrasi. Bila odd
mendekati 0 berarti kecenderungan seseorang melakukan migrasi sangat kecil.
Untuk variabel bebas yang kategorik, interpretasi parameter dilakukan dengan
cara membandingkan nilai odd dari salah satu nilai pada variabel tersebut dengan
nilai odd dari nilai lainnya yang menjadi referensi.
Model Multinomial Logit
Model ini digunakan apabila variabel terikatnya bukan merupakan pilihan
yang terdiri dari dua, namun lebih dari dua. Jika dalam model logit, variabel
terikat dinyatakan dalam fungsi logit untuk Y = 1 dibanding dengan fungsi logit
untuk Y = 0. Dalam model multinomial logit yang digunakan dalam penelitian ini,
pilihan terbagi menjadi tiga (Y = 1, Y = 2 dan Y = 3). Sehingga terdapat dua
fungsi logit sebagai berikut:
1. Fungsi logit untuk Y = 1 relatif terhadap fungsi logit untuk Y = 0
2. Fungsi logit untuk Y = 2 relatif terhadap fungsi logit untuk Y = 0

Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
38

di mana, Y = 0 merupakan kategori pembanding.


Maka, fungsi logitnya dinotasikan sebagai berikut:

𝑃𝑟 𝑌 = 1 𝑥)
𝑧1 𝑥 = ln = 𝛽10 + 𝛽11 𝑥1 + ⋯ + 𝛽1𝑝 𝑥𝑝 ⋯ ⋯ (10)
𝑃𝑟 𝑌 = 0 𝑥)

𝑃𝑟 𝑌 = 2 𝑥)
𝑧2 𝑥 = ln = 𝛽20 + 𝛽21 𝑥2 + ⋯ + 𝛽2𝑝 𝑥𝑝 ⋯ ⋯ (11)
𝑃𝑟 𝑌 = 0 𝑥)

𝑃𝑟 𝑌 = 3 𝑥)
𝑧3 𝑥 = ln = 𝛽30 + 𝛽31 𝑥3 + ⋯ + 𝛽3𝑝 𝑥𝑝 ⋯ ⋯ (12)
𝑃𝑟 𝑌 = 0 𝑥)

Sehingga, probabilitas untuk masing-masing kategori adalah sebagai berikut:

𝑃1 1
𝑃1 = = ⋯ ⋯ (13)
𝑃2 + 𝑃3 1 + 𝑒 1 + 𝑒 𝑧2
𝑧

𝑃2 𝑒 𝑧1
𝑃2 = = ⋯ ⋯ (14)
𝑃1 + 𝑃3 1 + 𝑒 𝑧1 + 𝑒 𝑧2

𝑃3 𝑒 𝑧2
𝑃3 = = ⋯ ⋯ (15)
𝑃1 + 𝑃2 1 + 𝑒 𝑧1 + 𝑒 𝑧2

Dalam penelitian ini, model untuk individu yang tinggal di daerah


perkotaan dan perdesaan menggunakan metode multinomial logit. Kategori dari
model migrasi perkotaan adalah 1). Migrasi dari daerah perkotaan ke daerah
perkotaan, 2). Migrasi dari daerah perkotaan ke daerah perdesaan dan 3). Tidak
melakukan migrasi dari daerah perkotaan tersebut. Kategori yang menjadi
kategori pembanding adalah kategori 3. Sementara, output dari model untuk
individu yang tinggal di daerah perdesaan adalah 1). Migrasi dari daerah
perdesaan ke daerah perdesaan, 2). Migrasi dari daerah perdesaan ke daerah
perkotaan dan 3). Tidak melakukan migrasi dari daerah perdesaan tersebut. Sama
dengan model migrasi perkotaan, model migrasi perdesaan juga menggunakan
kategori 3 sebagai kategori pembanding.
Sama dengan model logit, model multinomial logit juga menggunakan
odds ratio untuk melihat kcenderungan seseorang melakukan migrasi. Namun,
dalam model multinomial logit rasio yang digunakan bernama relative risk ratio.
Selain dengan menggunakan odds ratio dan relative risk ratio, interpretasi hasil
regresi dilakukan dengan melihat efek marjinal dari masing-masing variabel

Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
39

independen terhadap variabel dependen. Efek marjinal digunakan untuk


menganalisis elastisitas, yaitu melihat perubahan suatu variabel terikat karena
adanya perubahan variabel bebas sebesar 1 unit. Rumus efek marjinal adalah
sebagai berikut:

𝐾
𝜕Pr⁡
(𝑌𝑖 = 𝑘)
= Pr⁡
(𝑌𝑖 = 𝑘) 𝛽𝑘1 − Pr⁡
(𝑌𝑖 = 𝑗)𝛽𝑗 1
𝜕𝑋𝑖
𝑗 =0

Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
BAB 4
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola perilaku migrasi dengan


melihat status kemiskinan dan karakteristik sosio-demografinya. Data yang
digunakan adalah data SAKERTI tahun 2000 dan 2007. Pada bab ini penulis akan
memaparkan deskripsi sampel yang digunakan. Hasil pengolahan data, penjelasan
analisis deskriptif dan analisis inferensial juga akan dijelaskan pada bab ini.

4.1 Deskripsi Sampel


Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah individu dengan usia minimal 15 tahun pada tahun 2000 yang
masuk dalam sampel tahun 2007. Terdapat beberapa karakteristik individu yang
digunakan untuk mengontrol (sebagai controlling variable) hasil dari pengolahan
data yang mencakup beberapa variabel yang menggambarkan kondisi dari
masing-masing individu. Dalam karakteristik individu ini juga terdapat variabel
dependen dalam penelitian ini, yaitu migrasi atau tidak.
Menurut informasi dari Tabel 4.1, jumlah sampel berjenis kelamin laki-
laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan, di mana 56,01% dari seluruh
sampel adalah laki-laki. Rasio jenis kelamin pada sampel adalah sebesar 127,33 di
mana terdapat sekitar 128 laki-laki di setiap 100 perempuan. Kemudian, sampel
yang bertempat tinggal di daerah perdesaan lebih banyak daripada daerah
perkotaan, di mana 54,93% sampel bertempat tinggal di daerah perdesaan dan
sisanya di daerah perkotaan. Kondisi ini dapat menggambarkan situasi secara
nasional di mana penduduk perdesaan Indonesia lebih besar daripada penduduk
perkotaan. Lalu terdapat 74,22% sampel yang menikah, sementara 25,78%
lainnya adalah sampel yang belum menikah atau bercerai. Sampel didominasi oleh
individu yang menikah karena sampel yang digunakan adalah usia produktif.
Kelompok usia yang memiliki persentase tertinggi adalah usia 26-35 tahun. Lalu
berdasarkan tingkat pendidikan, persentase tertinggi adalah responden yang belum
lulus SD. Kemudian menurut status pekerjaan dan kegiatan, sebesar 40,41%
sampel bekerja di sektor formal sementara sisanya adalah pekerja di sektor

40
Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
41

informal atau pun sampel yang tidak bekerja karena menjadi ibu rumah tangga,
sedang sekolah atau pensiunan. Untuk variabel dependennya, terdapat 19,70%
sampel yang melakukan migrasi.
Tabel 4.1 Distribusi Responden 15 tahun ke atas, SAKERTI 2000
Nama Variabel Kategori n (%)
Laki-Laki 7.962 56,01
Jenis Kelamin
Perempuan 6.253 43,99
15-25 3.207 22,56
26-35 3.796 26,70
Umur 36-45 3.361 23,64
46-55 2.076 14,60
56+ 1.775 12,49
Belum Lulus SD 4.674 32,88
Sudah Lulus SD 3.417 24,04
Pendidikan SMP 2.225 15,65
SMA 2.874 20,22
PT 1.025 7,21
Karakteristik Tempat Perkotaan (Urban) 6.406 45,07
Tinggal Perdesaan (Rural) 7.809 54,93
Menikah 10.550 74,22
Status Pernikahan
Lainnya 3.665 25,78
Status Pekerjaan dan Kerja di Formal 5.744 40,41
Kegiatan Lainnya 8.471 59,59
Kepemilikkan Lahan Memiliki Lahan Pertanian 5.647 39,73
Pertanian Tidak Memiliki Lahan Pertanian 8.568 60,27
Menerima Bantuan 6.060 42,63
Bantuan
Tidak Menerima Bantuan 8.155 57,37
Miskin 1.700 11,96
Status Kemiskinan
Tidak Miskin 12.515 88,04
Migrasi 2.801 19,70
Status Migrasi
Tidak Migrasi 11.414 80,30
Total 14.215 100%
*Status migrasi berdasarkan SAKERTI 2000 - 2007
Sumber: SAKERTI 2000 dan 2007(diolah)

Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
42

Untuk kepemilikkan lahan pertanian, terdapat 39,73% sampel yang


memiliki lahan pertanian sebagai sumber pendapatan. Kemudian, terlihat bahwa
terdapat 42,63% sampel yang menerima bantuan dalam jangka waktu 12 bulan
terakhir. Bantuan yang dimaksud di sini adalah bantuan yang diterima dalam
bentuk uang maupun barang (sembako). Namun, hanya 11,96% dari total sampel
yang termasuk dalam kategori miskin secara absolut. Hal ini menggambarkan
bahwa orang yang menerima bantuan tidak hanya orang miskin saja.
Selain karakteristik di atas, terdapat pula variabel numerik yang
digunakan. Berdasarkan informasi pada Tabel 4.2 terlihat bahwa rata-rata sampel
berusia 38 tahun yang telah bersekolah selama 7 tahun atau setara dengan lulusan
SD. Untuk karakteristik rumah tangga, rata-rata nilai aset yang dimiliki oleh
sampel bernilai Rp. 35.000.000 dan memiliki pengeluaran sebesar Rp. 239.297,70
per kapita per bulan.
Tabel 4.2 Statistik Deskriptif Umur, Lama Sekolah, Total Nilai Aset dan
Pengeluaran per Kapita
Variabel Rata-Rata Std. Dev. Min. Maks.
Umur (tahun) 37,49 13,95 15 101
Lama sekolah (tahun) 6,95 4,52 0 18
Total Nilai Aset (Rp) 35.000.000 79.700.000 0 1.950.000.000
Pengeluaran per Kapita (Rp) 239.297.70 339.264 7.872,78 17.300.000
Sumber: SAKERTI 2000 (diolah)

4.2 Analisis Deskriptif


Setelah melihat distribusi sampel, penulis membuat tabulasi silang antara
variabel dependen dengan independen. Pada bagian ini akan dianalisis mengenai
persebaran sampel menurut variabel dependennya. Untuk variabel ketegorik
terdapat tiga variabel dependen yang dimasukkan ke dalam tabulasi, yaitu migrasi
secara umum, migrasi perkotaan dan migrasi perdesaan. Persebaran ini dijelaskan
dengan Tabel 4.3.
Untuk variabel numerik, analisis dilakukan dengan cara membagi variabel
menjadi kelompok-kelompok lalu dilihat kecenderungan per kelompok terhadap
persentase migrasi. Analisis ini dijelaskan melalui Gambar 4.1.

Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
43

Tabel 4.3 Distribusi Sampel berdasarkan Kategori Migrasi Perkotaan Perdesaan, Perkotaan dan Perdesaan
Perkotaan+Perdesaan (%) Perkotaan (K) (%) Perdesaan (D) (%)
Nama Variabel Kategori Migran Migran Migran Migran
Migran Nonmigran Total Nonmigran Total Nonmigran Total
K-K K-D D-D D-K
Laki-Laki 20,89 79,11 100 18,55 3,16 78,28 100 15,03 5,16 79,81 100
Jenis Kelamin
Perempuan 18,20 81,80 100 17,38 3,54 79,08 100 11,99 4,05 83,96 100
15-26 28,31 71,69 100 23,83 6,32 69,86 100 15,86 10,77 73,37 100
26-36 20,23 79,77 100 20,27 3,27 76,47 100 12,81 4,42 82,76 100
Umur 36-46 15,71 84,29 100 14,45 1,61 83,94 100 13,03 2,37 84,59 100
46-56 16,57 83,43 100 14,61 2,18 83,21 100 14,06 2,33 83,61 100
56+ 14,25 85,75 100 11,06 2,01 86,93 100 12,65 2,21 85,14 100
< SD 15,83 84,17 100 12,72 2,76 84,52 100 13,54 2,43 84,03 100
SD 19,93 80,07 100 14,57 3,60 81,83 100 17,15 3,83 79,02 100
Pendidikan SMP 19,96 80,04 100 17,08 3,74 79,18 100 12,17 6,90 80,93 100
SMA 23,87 76,13 100 21,52 3,85 74,63 100 10,03 10,68 79,29 100
PT 24,39 75,61 100 25,63 1,86 72,51 100 6,62 9,19 84,19 100
Perkotaan
21,37 78,63 100
Karakteristik (Urban)
Tempat Tinggal Perdesaan
18,34 81,66 100
(Rural)
Menikah 17,99 82,01 100 17,22 2,38 80,41 100 13,62 3,21 83,16 100
Status Pernikahan
Tidak Menikah 24,64 75,36 100 19,89 5,44 74,67 100 13,88 9,95 76,18 100
Kerja di Formal 24,27 75,73 100 20,86 3,89 75,24 100 16,44 7,07 76,49 100
Status Pekerjaan
Tidak Kerja di
dan Kegiatan 16,61 83,39 100 14,66 2,64 82,69 100 12,56 3,69 83,76 100
Formal

Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
44

Tabel 4.3 Distribusi Sampel berdasarkan Kategori Migrasi Perkotaan Perdesaan, Perkotaan dan Perdesaan (Lanjutan)
Perkotaan+Perdesaan (%) Perkotaan (K) (%) Perdesaan (D) (%)
Nama Variabel Kategori Migran Migran Migran Migran
Migran Nonmigran Total Nonmigran Total Nonmigran Total
K-K K-D D-D D-K
Memiliki Lahan
12,98 87,02 100 13,84 2,66 83,50 100 9,48 2,66 87,86 100
Kepemilikan Pertanian
Lahan Pertanian Tidak Memiliki
24,14 75,86 100 18,91 3,46 77,63 100 19,55 7,47 72,98 100
Lahan Pertanian
Menerima Bantuan 17,82 82,18 100 19,04 1,56 79,40 100 12,24 3,87 83,89 100
Penerimaan
Tidak Menerima
Bantuan 21,10 78,90 100 17,48 4,32 78,19 100 15,00 5,39 79,61 100
Bantuan
Miskin 17,53 82,47 100 20,76 1,98 77,26 100 10,48 3,33 86,19 100
Status Kemiskinan
Tidak Miskin 20,00 80,00 100 17,71 3,49 78,80 100 14,14 4,86 81,00 100
Total 19,70 80,30 100 18,05 3,33 78,63 100 13,68 4,66 81,66 100
Sumber: SAKERTI 2000 dan 2007 (diolah)

Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
45

Berdasarkan informasi pada Tabel 4.3 terlihat bahwa jumlah migran


didominasi oleh laki-laki. Hal ini sejalan dengan teori bahwa laki-laki lebih
cenderung melakukan migrasi daripada perempuan. Rasio jenis kelamin untuk
responden migran adalah 146,13 sementara yang nonmigran adalah 123,14. Pola
ini juga terdapat pada migrasi perkotaan dan perdesaan, kecuali untuk jenis
migrasi dari perkotaan ke perdesaan. Perempuan di perkotaan lebih banyak yang
melakukan migrasi ke perdesaan daripada laki-laki perkotaan. Kemudian terlihat
juga bahwa migran lebih banyak yang berasal dari daerah perkotaan. Hal ini
menyatakan bahwa penduduk perkotaan memiliki tingkat mobilitas yang lebih
tinggi daripada penduduk perdesaan. Baik di perkotaan maupun perdesaan,
migrasi menuju daerah sejenis (kota ke kota, desa ke desa) memiliki persentase
yang lebih tinggi daripada migrasi yang berbeda jenis (kota ke desa, desa ke kota).
Untuk migrasi sejenis, penduduk perkotaan memiliki persentase yang lebih tinggi
dibandingkan penduduk perdesaan.
Berdasarkan kelompok umur untuk semua jenis migrasi, hasil tabulasi
memperlihatkan bahwa semakin tua usia seseorang maka kecenderungan
responden untuk melakukan migrasi semakin menurun. Hal ini diduga karena
responden yang digunakan adalah usia 15 tahun ke atas, sehingga kemungkinan
kelompok usia yang paling muda adalah titik puncak. Kemudian berdasarkan
tingkat pendidikan, sebagian besar orang yang memiliki tingkat pendidikan yang
lebih tinggi akan cenderung melakukan migrasi, kecuali pada jenis migrasi dari
perdesaan ke perdesaan.
Lalu untuk status pernikahan, migran didominasi oleh responden yang
tidak menikah untuk semua jenis migrasi. Untuk status pekerjaan dan kegiatan,
individu yang bekerja di sektor formal lebih banyak yang melakukan migrasi. Hal
ini bertolak belakang dengan hipotesis penelitian, namun perlu diingat bahwa
kategori pembandingnya adalah seluruh angkatan kerja yang tidak bekerja di
sektor formal, sehingga yang tidak bekerja karena sekolah, pensiunan dan ibu
rumah tangga juga termasuk.
Untuk indikator kemampuan ekonomi, digambarkan oleh tiga variabel
yaitu kepemilikan lahan pertanian, penerimaan bantuan dan status kemiskinan.
Terlihat bahwa pada semua jenis migrasi, persentase responden yang memiliki

Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
46

lahan pertanian dan tidak melakukan migrasi lebih tinggi daripada responden yang
memiliki lahan pertanian dan melakukan migrasi. Hal ini dapat diartikan bahwa
responden yang memiliki sumber pendapatan dari sektor pertanian lebih banyak
yang tidak melakukan migrasi untuk mengelola lahan pertanian tersebut.
Lalu untuk penerimaan bantuan, secara umum persentase migran yang
menerima bantuan lebih rendah daripada responden yang tidak menerima bantuan
karena mereka merasa manfaat yang mereka terima saat ini lebih tinggi daripada
biaya yang harus mereka keluarkan untuk bermigrasi sehingga mereka memilih
untuk tetap tinggal di tempatnya yang sekarang. Namun, kecenderungan ini
berbeda untuk jenis migrasi dari perkotaan ke perkotaan. Pada migrasi jenis ini,
responden yang menerima bantuan justru lebih banyak yang melakukan migrasi.
Hal ini berarti bahwa kebanyakan penduduk perkotaan yang menerima bantuan
menjadikan bantuan tersebut sebagai sesuatu yang dapat menyokong ekonomi
mereka sehingga mereka memiliki modal untuk melakukan migrasi.
Tidak berbeda dengan penerimaan bantuan, orang miskin juga sebagian
besar tidak melakukan migrasi. Hal ini sesuai dengan hipotesis bahwa secara
umum migran yang miskin lebih sedikit daripada migran yang tidak miskin.
Tetapi, lain halnya dengan migrasi dari perkotaan ke perkotaan di mana migran
yang miskin justru lebih banyak daripada yang tidak miskin. Hal ini menunjukan
adanya kecenderungan orang miskin di daerah perkotaan untuk mencari manfaat
yang lebih tinggi daripada di tempatnya sekarang ke daerah perkotaan lainnya.
Untuk indikator kemampuan ekonomi yang berjenis numerik, yaitu
pengeluaran per kapita dan total nilai aset rumah tangga, dibagi menjadi lima
kelompok (per kuintil). Dari Gambar 4.1 terlihat bahwa semakin tinggi
pengeluaran per kapita, maka persentase responden yang melakukan migrasi
semakin meningkat. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa
pengeluaran per kapita dapat menggambarkan kemampuan responden untuk
membayar biaya migrasi, sehingga korelasinya positif. Korelasi ini berbeda
dengan total nilai aset rumah tangga, di mana semakin tinggi nilai aset yang
dimiliki rumah tangga, maka kecenderungan anggota rumah tangga tersebut untuk
melakukan migrasi akan menurun. Dalam hal ini nilai aset yang semakin tinggi

Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
47

berarti bahwa manfaat bagi responden di tempat tinggalnya saat ini juga tinggi
sehingga responden dengan manfaat yang tinggi cenderung tidak bermigrasi.

30

25

20
% Migrasi

15 Pengeluaran per Kapita


Total Nilai Aset
10

0 Kuintil
1 2 3 4 5

Sumber: SAKERTI 2000 dan 2007 (diolah)


Gambar 4.1 Persentase Migrasi berdasarkan Kuintil Pengeluaran per Kapita
dan Total Nilai Aset

4.3 Analisis Inferensial


Pada bagian ini akan dibahas hasil pengolahan data dan interpretasi dari
hasil pengolahan tersebut. Analisis inferensial menggunakan model regresi logit
dan multinomial logit. Model regresi logit digunakan untuk menganalisis
kecenderungan migrasi secara keseluruhan, sementara multinomial logit
digunakan untuk menganalisis migrasi di perkotaan dan perdesaan.
Migrasi Secara Keseluruhan
Analisis probabilitas migrasi dilakukan dengan cara regresi logit migrasi
dengan variabel-variabel independen yang telah dipaparkan. Variabel-variabel
independen ini telah diuji parsial dan menunjukkan bahwa seluruh variabel
independen signifikan memengaruhi migrasi. Setelah dianalisis estimasi arah
korelasi antara migrasi dengan variabel-variabel di atas, dilakukan analisis efek
marjinal untuk melihat seberapa besar efek yang diberikan masing-masing
variabel independen terhadap perilaku migrasi dan kecenderungan seseorang
dengan karakteristik tertentu untuk melakukan migrasi (odds ratio).

Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
48

Tabel 4.4 Estimasi Parameter dan Odds Ratio Pengaruh Kemiskinan dan
Karakteristik Sosio-Demografi terhadap Probabilitas Migrasi
Nama Variabel Kategori 𝛃 or
Umur -0,06** 0,94
Umur Kuadrat 0,0005** 1,00053
Laki-Laki 0,89** 1,09
Jenis Kelamin
Perempuan - ref
Lama Sekolah 0,01** 1,01
Status Pekerjaan dan Kerja di Formal 0,21** 1,23
Kegiatan Tidak Kerja di Formal - ref
Karakteristik Tempat Perkotaan (Urban) -0,21** 0,80
Tinggal Perdesaan (Rural) - ref
Menikah -0,13** 0,87
Status Pernikahan
Tidak Menikah - ref
Total Nilai Aset -0,05** 0,94
Memiliki Lahan Pertanian -0,70** 0,49
Kepemilikan Lahan
Tidak Memiliki Lahan
Pertanian
Pertanian - ref
Menerima Bantuan -0,18** 0,83
Penerimaan Bantuan Tidak Menerima Bantuan -
ref
Miskin -0,17** 0,83
Status Kemiskinan
Tidak Miskin - ref
*Signifikan pada 0,05
**Signifikan pada 0,01
-ref = kategori pembanding
Sumber: SAKERTI 2000 dan 2007 (diolah)

Berdasarkan Tabel 4.4 terlihat bahwa laki-laki memiliki probabilitas


melakukan migrasi 1,09 kali lebih tinggi daripada perempuan. Hasil ini tidak
berbeda dengan penelitian terdahulu, di mana laki-laki lebih cenderung
melakukan migrasi. Individu yang bertempat tinggal di daerah perkotaan memiliki
probabilitas melakukan migrasi 0,8 kali lebih rendah daripada individu yang
bertempat tinggal di daerah perdesaan. Berbeda dengan hasil analisis deskriptif,
korelasi ini menunjukkan bahwa penduduk perdesaan memiliki tingkat mobilitas
yang lebih tinggi. Lalu, individu yang menikah memiliki korelasi negatif dengan
migrasi, di mana individu yang sedang memiliki pasangan akan cenderung tidak
melakukan migrasi. Hasil ini juga bertolak belakang dengan hasil analisis
deskriptif. Korelasi negatif juga ditemukan antara kepemilikan lahan pertanian
dengan kecenderungan bermigrasi. Probabilitas individu yang memiliki lahan
pertanian dalam melakukan migrasi adalah 0,49 kali lebih rendah daripada

Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
49

individu yang tidak memiliki lahan pertanian. Hasil ini sama dengan hasil analisis
deskriptif, di mana responden yang sumber pendapatannya berasal dari sektor
pertanian (tradisional) akan cenderung tidak migrasi. Kemudian, variabel status
pekerjaan dan kegiatan dengan migrasi memiliki korelasi positif. Hasil ini sama
dengan hasil analisis deskriptif.
Sesuai dengan hipotesis, individu yang menerima bantuan akan cenderung
tidak melakukan migrasi. Sama halnya dengan penerimaan bantuan, status
kemiskinan juga memiliki korelasi negatif dengan kecenderungan bermigrasi. Hal
ini dapat dikaitkan dengan pernyataan Sjastaad (1962) bahwa migrasi
membutuhkan pelakunya untuk mengeluarkan sejumlah biaya. Biaya ini tidak bisa
dibayar oleh individu yang miskin karena mereka tidak mampu. Sehingga
individu yang miskin cenderung tidak melakukan migrasi.

Tabel 4.5 Efek Marjinal Pengaruh Kemiskinan dan Karakteristik Sosio-


Demografi terhadap Probabilitas Migrasi
Nama Variabel (dy/dx)
Umur -0,00912**
Umur Kuadrat 0,00007**
Jenis Kelamin 0,01347**
Lama Sekolah 0,00277**
Status Pekerjaan dan Kegiatan 0,03210**
Karakteristik Tempat Tinggal -0,03172**
Status Pernikahan -0,02020**
Total Nilai Aset -0,00804**
Kepemilikan Lahan Pertanian -0,10657**
Penerimaan Bantuan -0,02748**
Status Kemiskinan -0,02654**
*Signifikan pada 0,05
**Signifikan pada 0,01
Sumber: SAKERTI 2000 dan 2007(diolah)

Analisis untuk variabel numerik dilakukan dengan melihat efek marjinal


tiap variabelnya. Variabel umur dan probabilitas migrasi menunjukkan korelasi
negatif, di mana semakin tua seseorang maka kecenderungan untuk melakukan
migrasi akan semakin rendah. Berdasarkan hasil perhitungan efek marjinal, setiap
penambahan 1 tahun usia individu, maka probabilitas ia melakukan migrasi akan
menurun sebesar 0,912%. Namun, variabel umur kuadrat memperlihatkan korelasi
yang positif. Sehingga, korelasi antara umur dan migrasi memang negatif pada

Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
50

usia 15 tahun ke atas. Namun pada titik tertentu korelasi tersebut akan berubah
menjadi positif karena pada umur tertentu kecenderungan seseorang untuk
melakukan migrasi akan meningkat seiring dengan pertambahan usia. Untuk
mengetahui lokasi titik balik tersebut digunakan rumus sebagai berikut:

𝑘𝑜𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑎𝑔𝑒
𝑇𝑖𝑡𝑖𝑘 𝑏𝑎𝑙𝑖𝑘 = ⋯ ⋯ (16)
2 × 𝑘𝑜𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑎𝑔𝑒2

Setelah dilakukan perhitungan dengan rumus seperti pada persamaan 15,


diperoleh titik baliknya yaitu 57. Hal ini berarti bahwa pada usia 15 hingga 57
tahun korelasi usia dan migrasi adalah negatif. Sementara pada usia 57 tahun
ke atas korelasi usia dan migrasi akan positif.
.35
.3
Fitted values

.25
.2
.15

20 40 60 80 100
age now

Sumber: SAKERTI, 2000 (diolah)


Gambar 4.2 Korelasi Umur dengan Probabilitas Migrasi

Korelasi umur dengan migrasi digambarkan oleh Gambar 4.1. Fenomena ini
diduga mendeskripsikan arus balik migrasi, di mana orang-orang yang sudah tidak
produktif lagi akan kembali dari daerah tempat mereka merantau menuju ke
daerah tempat asalnya.
Korelasi positif terdapat pada lama sekolah dengan migrasi. Semakin
tinggi pendidikan yang diperoleh seseorang maka probabilitas orang tersebut
untuk melakukan migrasi akan semakin tinggi. Pertambahan 1 tahun pendidikan
akan meningkatkan kemungkinan migrasi sebesar 0,277%. Hal ini relevan dengan

Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
51

pembahasan pasar tenaga kerja di mana individu dengan pendidikan yang tinggi
akan bermigrasi untuk memperluas area pencarian tenaga kerja.
Kemudian untuk total nilai aset, semakin tinggi nilai aset yang dimiliki
maka kecenderungan individu untuk melakukan migrasi akan semakin menurun.
Jika seseorang mengalami peningkatan nilai aset sebesar Rp. 1 maka probabilitas
individu tersebut untuk melakukan migrasi akan mengalami penurunan sebesar
0,804%. Peningkatan nilai aset dapat berarti adanya peningkatan manfaat bagi
individu di tempat tinggalnya yang sekarang, sehingga individu tersebut akan
cenderung tidak migrasi.
Dari hasil regresi logit untuk model migrasi secara umum diperoleh model
sebagai berikut:

𝑃
ln = 1,263 − 0,06𝑎𝑔𝑒3 + 0,0005𝑎𝑔𝑒32 + 0,089𝑠𝑒𝑥 + 0,01𝑒𝑑𝑢𝑐
1−𝑃
+ 0,21𝑓𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙 − 0,21𝑢𝑟𝑏𝑎𝑛00 − 0,13𝑚𝑎𝑟𝑟𝑖𝑒𝑑
− 0,05 ln _𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙_𝑎𝑠𝑒𝑡 − 0,7𝑙𝑎𝑛𝑑𝑜𝑤𝑛 − 0,18𝑟𝑒𝑐𝑖𝑝 − 0,17𝑝𝑜𝑜𝑟
+𝜀 ⋯ ⋯ (16)

Kemudian berdasarkan hasil perhitungan prediksi probabilitas, kemungkinan


seseorang melakukan migrasi adalah sebesar 0,18% pada rata-rata masing-masing
kategori.
Setelah dilakukan analisis perilaku migrasi secara keseluruhan, untuk
menghasilkan analisis yang lebih akurat, penulis kemudian memisahkan sampel
ke dalam dua kelompok berdasarkan tempat tinggal, yaitu perkotaan dan
perdesaan. Hal ini dilakukan karena adanya perbedaan karakteristik di masing-
masing daerah yang berkaitan dengan faktor pendorong dan penarik migrasi.
Masing-masing karakteristik wilayah tempat tinggal memiliki tiga kategori untuk
menjelaskan perilaku migrasinya, yaitu apakah individu tersebut melakukan
migrasi menuju tempat sejenis, migrasi menuju tempat yang lain jenis atau tidak
melakukan migrasi
Migrasi Perkotaan
Untuk migrasi penduduk perkotaan, kategori outcome dari regresi
multinomial logit adalah 1). Jika individu melakukan migrasi dari perkotaan ke

Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
52

perkotaan, 2). Jika individu melakukan migrasi dari perkotaan ke perdesaan dan
3). Jika individu tidak melakukan migrasi sama sekali. Model multinomial logit
ini menggunakan kategori ketiga sebagai referensi pembanding.
Berdasarkan Tabel 4.6 terlihat bahwa probabilitas individu yang berada di
daerah perkotaan untuk melakukan migrasi, baik menuju ke perkotaan maupun ke
perdesaan, akan semakin rendah jika individu tersebut adalah laki-laki. Hal ini
menunjukkan bahwa perempuan di perkotaan memiliki tingkat mobilitas yang
lebih tinggi daripada laki-laki, namun menurut hasil penelitian dari Ravenstein
(1885) perpindahan seperti ini biasanya terjadi pada jarak dekat.

Tabel 4.6 Estimasi Parameter dan Relative Risk Ratio Pengaruh Kemiskinan
dan Karakteristik Sosio-Demografi terhadap Probabilitas Migrasi Perkotaan
Migran K-K Migran K-D
Nama Variabel Kategori
𝛃 rrr 𝛃 rrr
Umur -0,.06** 0,93 -0,13** 0,87
Umur Kuadrat 0,0005** 1,0005 0,001** 1,001
Laki-Laki -0,03** 0,97 -0,18** 0,82
Jenis Kelamin
Perempuan - ref
Lama Sekolah 0,07** 1,07 -0,03** 0,96
Status Pekerjaan dan Kerja di Formal 0,25** 1,29 0,39** 1,48
Kegiatan Tidak Kerja di Formal - ref
Menikah 0,12** 1,12 -0,27** 0,76
Status Pernikahan
Tidak Menikah - ref
Total Nilai Aset -0,56** 0,94 -0,12** 0,88
Memiliki Lahan Pertanian -0,25** 0,77 -0,16** 0,84
Kepemilikan Lahan
Tidak Memiliki Lahan
Pertanian
Pertanian - ref
Menerima Bantuan 0,17** 1,18 -1,12** 0,32
Penerimaan Bantuan
Tidak Menerima Bantuan - ref
Miskin 0,25** 1,29 -0,56** 0,56
Status Kemiskinan
Tidak Miskin - ref
*Signifikan pada 0,05
**Signifikan pada 0,01
-ref = kategori pembanding
Sumber: SAKERTI 2000 dan 2007(diolah)

Lalu untuk status pernikahan, ditemukan adanya perbedaan korelasi antara


perilaku migrasi ke perkotaan dan perdesaan. Individu yang memiliki pasangan
memiliki probabilitas untuk bermigrasi ke perkotaan yang 1,12 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan responden yang tidak menikah dan yang tidak bermigrasi.

Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
53

Namun, untuk migrasi ke perdesaan korelasinya negatif. Penduduk perkotaan


yang menikah memiliki probabilitas 0,76 kali lebih rendah dalam melakukan
migrasi ke perdesaan dibandingkan dengan responden yang tidak menikah dan
yang tidak bermigrasi.
Sementara untuk variabel status pekerjaan dan kegiatan, korelasinya
terhadap kecenderungan migrasi adalah positif. Penduduk perkotaan yang bekerja
di sektor formal lebih cenderung akan melakukan migrasi daripada penduduk
perkotaan yang tidak bekerja di sektor formal dan tidak bemigrasi. Hasil ini sama
dengan hasil analisis deskriptif. Lalu variabel kepemilikkan lahan pertanian di
perkotaan, korelasi dengan migrasi adalah negatif, sama dengan pola migrasi
secara keseluruhan.
Kemudian untuk indikator yang menggambarkan kondisi kemiskinan,
yaitu penerimaan bantuan dan status kemiskinan, menunjukkan adanya korelasi
positif pada migrasi ke perkotaan dan negatif pada migrasi ke perdesaan. Hal ini
berarti bahwa penduduk miskin perkotaan yang menerima bantuan akan
cenderung melakukan migrasi menuju daerah perkotaan lainnya dibandingkan
dengan penduduk perkotaan yang tidak miskin dan tidak bermigrasi. Sementara,
kecenderungan mereka untuk melakukan migrasi menuju daerah perdesaan akan
menurun.
Selanjutnya untuk variabel numerik akan dianalisis dengan menggunakan
efek marjinal pada masing-masing kategori variabel dependen. Berdasarkan
informasi pada Tabel 4.7, variabel umur memiliki korelasi yang sama dengan
perilaku migrasi secara keseluruhan. Migran yang berasal dari perkotaan, baik
yang menuju ke perkotaan maupun perdesaan, memiliki kecenderungan di mana
semakin tua usia individu maka individu tersebut cenderung menurun pada
awalnya. Pada tahap ini, 1 tahun pertambahan usia individu akan menurunkan
probabilitas bermigrasi sebesar 0,852% untuk tujuan perkotaan dan 0,378% untuk
tujuan perdesaan. Namun, pada titik tertentu kecenderungan ini akan meningkat di
mana semakin tua umur individu maka kecenderungan untuk melakukan migrasi
akan semakin meningkat.

Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
54

Tabel 4.7 Efek Marjinal Pengaruh Kemiskinan dan Karakteristik Sosio-


Demografi terhadap Probabilitas Migrasi Perkotaan
(dy/dx)
Nama Variabel
Migran K-K Migran K-D Nonmigran
Umur -0,00852** -0,00378** 0,01231**
Umur Kuadrat 0,00007** 0,00003** -0,00010**
Jenis Kelamin -0,00309** -0,00567** 0,00877**
Lama Sekolah 0,01064** -0,00142** -0,00921**
Status Pekerjaan dan
0,03405** 0,01049** -0,04455**
Kegiatan
Status Pernikahan 0,01916** -0,00919** -0,00997**
Total Nilai Aset -0,00726** -0,00347** 0,01074**
Kepemilikan Lahan
-0,03517** -0,00362** 0,38792**
Pertanian
Penerimaan Bantuan 0,03184** -0,03593** 0,00408**
Status Kemiskinan 0,04065** -0,01916** -0,02148**
*Signifikan pada 0,05
**Signifikan pada 0,01
-ref = kategori pembanding
Sumber: SAKERTI 2000 dan 2007 (diolah)

Untuk variabel lama sekolah terdapat perbedaan antara migran ke


perkotaan dan ke perdesaan. Pada migran ke perkotaan, pendidikan dan migrasi
memiliki korelasi positif di mana semakin tinggi pendidikan maka kecenderungan
penduduk perkotaan unuk melakukan migrasi menuju daerah perkotaan akan
meningkat. Berbeda dengan migran ke perdesaan, di mana semakin tinggi
pendidikan maka kecenderungan penduduk perkotaan untuk melakukan migrasi
menuju daerah perdesaan akan menurun. Hal ini menunjukkan bahwa migran
yang berpendidikan lebih tinggi cenderung memilih migrasi ke perkotaan daripada
ke perdesaan.
Kemudian untuk total nilai aset yang dimiliki rumah tangga, korelasinya
negatif terhadap migrasi. Semakin tinggi nilai aset yang dimiliki maka
kecenderungan penduduk perkotaan untuk melakukan migrasi ke daerah
perkotaan dan perdesaan akan menurun. Nilai aset yang tinggi sama dengan
manfaat yang lebih tinggi juga, sehingga individu akan lebih memilih untuk tidak
melakukan migrasi.
Dari hasil regresi multinomial logit untuk model migrasi perkotaan
diperoleh model sebagai berikut:

Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
55

𝑚𝑖𝑔𝑟𝑎𝑛 𝐾𝐾
ln = 0,101 − 0,06𝑎𝑔𝑒3 + 0,0005𝑎𝑔𝑒32 − 0,03𝑠𝑒𝑥 + 0,07𝑒𝑑𝑢𝑐 +
𝑛𝑜𝑛𝑚𝑖𝑔𝑟𝑎𝑛

0,25𝑓𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙 + 0,12𝑚𝑎𝑟𝑟𝑖𝑒𝑑 − 0,05 ln _𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙_𝑎𝑠𝑒𝑡 −


0,25𝑙𝑎𝑛𝑑𝑜𝑤𝑛 + 0,17𝑟𝑒𝑐𝑖𝑝 + 0,25𝑝𝑜𝑜𝑟 +
𝜀 … … (17)
𝑚𝑖𝑔𝑟𝑎𝑛 𝐾𝐷
ln = 2,713 − 0,135𝑎𝑔𝑒3 + 0,001𝑎𝑔𝑒32 − 0,18𝑠𝑒𝑥 − 0,03𝑒𝑑𝑢𝑐 +
𝑛𝑜𝑛𝑚𝑖𝑔𝑟𝑎𝑛

0,39𝑓𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙 − 0,27𝑚𝑎𝑟𝑟𝑖𝑒𝑑 − 0,12 ln _𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙_𝑎𝑠𝑒𝑡 −


0,16𝑙𝑎𝑛𝑑𝑜𝑤𝑛 − 1,12𝑟𝑒𝑐𝑖𝑝 − 0,56𝑝𝑜𝑜𝑟 +
𝜀 … … (18)

Kemudian berdasarkan perhitungan prediksi probabilitas, kemungkinan seseorang


melakukan migrasi dari perkotaan ke perkotaan adalah sebesar 0,197%, dari
perkotaan ke perdesaan adalah sebesar 0,185% dan kemungkinan seseorang tidak
melakukan migrasi adalah sebesar 0,166% pada rata-rata masing-masing kategori.
Migrasi Perdesaan
Selanjutnya akan dilakukan pembahasan analisis tentang perilaku migrasi
penduduk perdesaan. Sama dengan kelompok perkotaan, kelompok perdesaan
juga dibagi menjadi tiga kategori, yaitu 1). Jika individu melakukan migrasi dari
perdesaan ke perdesaan, 2). Jika individu melakukan migrasi dari perdesaan ke
perkotaan dan 3). Jika individu tidak melakukan migrasi sama sekali. Model
multinomial logit ini menggunakan kategori ketiga sebagai referensi pembanding.
Berdasarkan informasi pada Tabel 4.8 diketahui bahwa tidak terdapat
perbedaan korelasi antara migrasi ke daerah sejenis maupun berbeda jenis. Sama
dengan hasil regresi migrasi secara umum, laki-laki lebih cenderung melakukan
migrasi daripada perempuan. Kemudian status pernikahan korelasinya negatif,
di mana penduduk perdesaan yang menikah akan cenderung tidak melakukan
migrasi.

Tabel 4.8 Estimasi Parameter dan Relative Risk Ratio Pengaruh Kemiskinan
dan Karakteristik Sosio-Demografi terhadap Probabilitas Migrasi Perdesaan
Migran D-D Migran D-K
Nama Variabel Kategori
𝛃 rrr 𝛃 rrr
Umur -0,02** 0,97 -0,13** 0,87
Umur Kuadrat 0,0001** 1,0001 0,001** 1,001

Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
56

Tabel 4.8 Estimasi Parameter dan Relative Risk Ratio Pengaruh Kemiskinan
dan Karakteristik Sosio-Demografi terhadap Probabilitas Migrasi Perdesaan
(Lanjutan)
Migran D-D Migran D-K
Nama Variabel Kategori
𝛃 rrr 𝛃 rrr
Laki-Laki 0,29** 1,34 0,12** 1,13
Jenis Kelamin
Perempuan - ref
Lama Sekolah -0,05** 0,94 0,08** 1,09
Status Pekerjaan Kerja di Formal 0,09** 1,09 0,12** 1,13
dan Kegiatan Tidak Kerja di Formal - ref
Menikah -0,10** 0,89 -0,73** 0.,47
Status Pernikahan
Tidak Menikah - ref
Total Nilai Aset -0,05** 0,94 -0,01** 0,98
Memiliki Lahan Pertanian -0,87** 0,41 -1,21** 0,29
Kepemilikan
Tidak Memiliki Lahan
Lahan Pertanian
Pertanian - ref
Penerimaan Menerima Bantuan -0,33** 0,71 -0,28** 0,75
Bantuan Tidak Menerima Bantuan - ref
Miskin -0,49** 0,61 -0,40** 0,66
Status Kemiskinan
Tidak Miskin - ref
*Signifikan pada 0,05
**Signifikan pada 0,01
-ref = kategori pembanding
Sumber: SAKERTI 2000 dan 2007(diolah)

Lalu penduduk perdesaan yang bekerja di sektor formal lebih cenderung


melakukan migrasi, sama halnya dengan migrasi secara keseluruhan dan juga
migrasi perkotaan. Variabel kepemilikan lahan pertanian berkorelasi negatif
dengan migrasi. Penduduk perdesaan yang memiliki lahan pertanian memiliki
probabilitas 0,41 kali lebih rendah untuk migrasi sejenis dan 0,29 kali lebih
rendah untuk migrasi berbeda jenis, daripada penduduk perdesaan yang tidak
bermigrasi. Variabel penerimaan bantuan dan status kemiskinan juga memiliki
korelasi negatif. Hal ini dapat berarti bahwa penduduk perdesaan merasa manfaat
dari memiliki lahan pertanian dan menerima bantuan di perdesaan lebih besar
daripada ekspektasi manfaat yang akan mereka peroleh dari migrasi.
Selanjutnya untuk variabel numerik hasil regresi ditampilkan pada Tabel
4.9. Sama dengan dua model sebelumnya, semakin tua umur penduduk perdesaan
maka kecenderungan mereka untuk melakukan migrasi akan menurun, namun

Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
57

pada umur tertentu kecenderungan migrasi akan meningkat seiring dengan


pertambahan usia.

Tabel 4.9 Efek Marjinal Pengaruh Kemiskinan dan Karakteristik Sosio-


Demografi terhadap Probabilitas Migrasi Perdesaan
(dy/dx)
Nama Variabel
Migran D-D Migran D-K Nonmigran
Umur -0,00139** -0,00556** 0,00695**
Umur Kuadrat 0,00001** 0,00005** -0,00005**
Jenis Kelamin 0,03277** 0,00297** -0,03575**
Lama Sekolah -0,00669** 0,00402** 0,00266**
Status Pekerjaan dan Kegiatan 0,00957** 0,00498** -0,01407**
Status Pernikahan -0,00682** -0,02997** 0,03679**
Total Nilai Aset -0,00618** -0,00002** 0,00621**
Kepemilikan Lahan Pertanian -0,09028** -0,04425** 0,13453**
Penerimaan Bantuan -0,03632** -0,00922** 0,04554**
Status Kemiskinan -0,05327** -0,01310** 0,06638**
*Signifikan pada 0,05
**Signifikan pada 0,01
-ref = kategori pembanding
Sumber: SAKERTI 2000 dan 2007(diolah)

Berdasarkan variabel lama sekolah, penduduk perdesaan yang memiliki


tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung melakukan migrasi menuju
perkotaan. Sementara, korelasi antara lama sekolah dengan kecenderungan
migrasi menuju daerah perdesaan menunjukkan korelasi negatif, sehingga
semakin tinggi tingkat pendidikan maka penduduk perdesaan akan cenderung
tidak melakukan migrasi ke perdesaan. Kemudian untuk variabel total nilai aset,
terlihat bahwa penduduk perdesaan yang memiliki nilai aset yang lebih tinggi
akan cenderung tidak melakukan migrasi. Korelasi ini sama dengan migrasi secara
keseluruhan dan migrasi perkotaan.
Dari hasil regresi multinomial logit untuk model migrasi perdesaan
diperoleh model sebagai berikut:
𝑚𝑖𝑔𝑟𝑎𝑛 𝐷𝐷
ln = 0,535 − 0,02𝑎𝑔𝑒3 + 0,0001𝑎𝑔𝑒32 + 0,29𝑠𝑒𝑥 − 0,05𝑒𝑑𝑢𝑐 +
𝑛𝑜𝑛𝑚𝑖𝑔𝑟𝑎𝑛

0,09𝑓𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙 − 0,1𝑚𝑎𝑟𝑟𝑖𝑒𝑑 − 0,05ln_𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙_𝑎𝑠𝑒𝑡 −


0,87𝑙𝑎𝑛𝑑𝑜𝑤𝑛 − 0,33𝑟𝑒𝑐𝑖𝑝 − 0,49𝑝𝑜𝑜𝑟 +
𝜀 … … (19)

Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
58

𝑚𝑖𝑔𝑟𝑎𝑛 𝐷𝐾
ln = 0,949 − 0,13𝑎𝑔𝑒3 + 0,001𝑎𝑔𝑒32 + 0,12𝑠𝑒𝑥 + 0,08𝑒𝑑𝑢𝑐 +
𝑛𝑜𝑛𝑚𝑖𝑔𝑟𝑎𝑛

0,12𝑓𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙 − 0,73𝑚𝑎𝑟𝑟𝑖𝑒𝑑 − 0,01ln_𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙_𝑎𝑠𝑒𝑡 −


1,21𝑙𝑎𝑛𝑑𝑜𝑤𝑛 − 0,28𝑟𝑒𝑐𝑖𝑝 − 0,4𝑝𝑜𝑜𝑟 + 𝜀 … … 20

Kemudian berdasarkan perhitungan prediksi probabilitas, kemungkinan seseorang


melakukan migrasi dari perdesaan ke perdesaan adalah sebesar 0,158%, migrasi
dari perdesaan ke perkotaan adalah sebesar 0,15% dan yang tidak melakukan
migrasi adalah sebesar 0,121% pada rata-rata masing-masing kategori.

Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
BAB 5
PENUTUP

Penelitian ini dilakukan karena adanya temuan bahwa kemiskinan adalah


salah satu faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan migrasi karena
adanya ekspektasi manfaat yang lebih besar di tempat lain. Namun, terdapat
penelitian lain yang menyatakan bahwa kemiskinan dapat menjadi faktor yang
justru menghambat seseorang untuk melakukan migrasi karena ketiadaan biaya.
Padahal migrasi merupakan salah satu jalan bagi seseorang untuk dapat keluar
dari status kemiskinan.
Penulis menganalisis pengaruh kemiskinan terhadap migrasi untuk melihat
kecenderungan yang terjadi di Indonesia. Setelah melakukan studi literatur dan
analisis terhadap data di Indonesia, terdapat pengaruh yang berbeda antara
perilaku migrasi di perkotaan dan perdesaan. Bab ini akan memaparkan hasil
temuan tersebut. Selain mencakup hasil kajian, pada bab ini juga akan
menjelaskan rekomendasi kebijakan terkait dengan hasil yang diperoleh.

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis deskriptif dan analisis inferensial, penulis
membuat beberapa kesimpulan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Model
yang dibangun menunjukkan hasil yang signifikan secara statistik, sehingga
mampu menjelaskan variasi perilaku migrasi. Dari hasil analisis migrasi secara
keseluruhan, semua variabel independen memengaruhi migrasi dengan korelasi
yang sama dengan hipotesis, kecuali variabel umur, status pekerjaan dan kegiatan,
karakteristik tempat tinggal dan total nilai aset. Pada model migrasi yang tidak
menghiraukan karakteristik tempat tinggal individu ini, status kemiskinan
berpengaruh signifikan secara statistik terhadap keputusan migrasi.
Dari hasil analisis deskriptif dan regresi terlihat bahwa individu yang
miskin akan cenderung tidak melakukan migrasi. Hal ini dijelaskan oleh
pernyataan Sjastaad (1962) bahwa orang miskin tidak bermigrasi karena tidak
mampu membayar biaya migrasi. Temuan ini tidak membuktikan pernyataan
Hampshire (2002), di mana orang yang sangat miskin cenderung akan melakukan
migrasi sebagai alternatif bagi mereka untuk bisa keluar dari status kemiskinan

59
Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
60

ketika cara lain gagal, karena sebagian besar responden yang miskin tidak
melakukan migrasi.
Sementara, jika individu dipisah berdasarkan karakteristik tempat tinggal,
terdapat perbedaan pada perilaku migrasi penduduk perkotaan. Orang miskin yang
tinggal di daerah perkotaan cenderung melakukan migrasi ke daerah perkotaan
lainnya dan korelasi ini signifikan secara statistik. Namun, penduduk perkotaan
yang miskin memiliki kecenderungan untuk tidak bermigrasi ke daerah perkotaan.
Hasil ini rasional secara ekonomi, di mana orang miskin perkotaan akan mencari
penghidupan yang lebih baik karena adanya manfaat yang lebih tinggi, seperti
adanya jaminan layanan dan fasilitas yang lebih baik, sehingga mereka lebih
memilih untuk pindah ke daerah perkotaan juga.
Kemudian untuk penduduk miskin perdesaan, kecenderungan mereka
untuk melakukan migrasi, baik ke daerah perdesaan lainnya maupun daerah
perkotaan, menunjukkan korelasi negatif. Perbedaan antara pola perilaku
penduduk miskin perkotaan dan perdesaan berkaitan dengan perbedaan garis
kemiskinan di masing-masing karakteristik wilayah, di mana garis kemiskinan
perdesaan lebih rendah daripada garis kemiskinan perkotaan. Sehingga, jika
dikaitkan dengan biaya migrasi, penduduk miskin perkotaan bisa membayar biaya
migrasi karena mereka sedikit lebih mampu dibandingkan dengan penduduk
miskin perdesaan.

5.2 Rekomendasi Kebijakan


Berdasarkan hasil yang diperoleh, penulis memberi saran untuk
pemerintah melalui rekomendasi kebijakan. Rekomendasi kebijakan yang pertama
adalah pemerintah dapat meningkatkan akses antar wilayah, melalui akses
transportasi dan komunikasi. Hal ini bertujuan untuk membuka jalan bagi tempat
asal maupun tempat tujuan agar interaksi antar wilayah dapat ditingkatkan.
Pembukaan akses ini tidak hanya berguna untuk mengirim migran atau sumber
daya lainnya keluar, tetapi juga berguna untuk mengirim kembali manfaat yang
diterima migran (remiten) dari tempat tujuan ke tempat asal migran tersebut,
sehingga terjadi interaksi dua arah antara tempat asal migran dengan tempat
tujuan migran. Hal ini berkaitan dengan teori dari Harris dan Todaro (1979), di

Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
61

mana adanya interaksi antar wilayah ini dikatakan dapat menyeimbangkan


pendapatan di tempat asal dan tempat tujuan migran.
Rekomendasi yang kedua adalah meningkatkan akses orang miskin
terhadap pendidikan dan pelatihan, khususnya di daerah perdesaan. Hal ini
dilakukan untuk mempersiapkan orang miskin agar mampu bersaing di pasar
tenaga kerja yang lebih luas. Sehingga, jikalau mereka melakukan migrasi keluar
dari tempat tinggalnya maka mereka diharapkan tidak menjadi beban bagi tempat
tujuan. Rekomendasi ini berkaitan dengan pendekatan modal manusia oleh
Sjaastad (1962) bahwa migrasi adalah investasi modal manusia yang memiliki
return di kemudian hari. Peningkatan modal manusia ini diharapkan dapat
membantu orang miskin untuk memperoleh manfaat dari migrasi dan juga
memberikan manfaat bagi keluarga yang ditinggalkan di tempat asal migran
melalui remiten. Kemudian juga dalam jangka panjang diharapkan dapat
membantu proses pembangunan di tempat asal migran.

5.3 Keterbatasan Penelitian


Penelitian ini tentu tidak sempurna. Salah satu kekurangan dari penelitian
ini adalah penggunaan indikator yang mengukur apakah seseorang termasuk
miskin atau tidak. Untuk menganalisis kondisi yang lebih akurat, indikator
kemiskinan yang digunakan untuk penelitian sejenis disarankan untuk tidak hanya
menggunakan pengeluaran per kapita dan garis kemiskinan (miskin absolut)
sebagai penentuan status kemiskinan, tetapi dari kemiskinan relatif juga. Faktor
selain ekonomi, seperti jumlah anggota rumah tangga yang terdapat di satu rumah
atau jumlah anggota rumah tangga yang ditanggung di dalam suatu rumah, dapat
dipertimbangkan menjadi variabel tambahan.
Kelemahan penelitian yang kedua adalah tidak menyertakan alasan migran
melakukan migrasi. Pada data SAKERTI terdapat seksi di mana responden
ditanyakan mengenai alasan perpindahan, namun penggunaan data tersebut bukan
merupakan fokus yang ingin dilihat dalam penelitian ini. Hal ini memungkinkan
adanya selectivity bias, yaitu kurang akuratnya hasil analisis karena responden
bisa jadi melakukan migrasi tidak serta merta karena status kemiskinannya namun
karena alasan lain yang tidak disertakan dalam penelitian ini.

Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
DAFTAR PUSTAKA

Adioetomo, Sri Murtiningsih dan Samosir, Omas Bulan. 2011. Dasar-Dasar


Demografi. Jakarta: Salemba Empat.
Asra, Abuzar dan Santos-Fransisco, Vivian. 2001. Poverty Line: Eight Countries’
Experiences and the Issue of Specificity and Consistency. Presentation at the
Pacific Forum on Poverty.
Bernard, Aude dan Bell, Martin. 2012. A Comparison of Internal Migration Age
Profile Smoothing Methods. Queensland Centre for Population Research:
Working Paper No. 2012/01
Biddle, N, Howlett, M, Hunter, B dkk. 2013. Labour Market and Other
Discrimination Facing Indigenous Australians. Australian Journal of
Labour Economics, vol. 16, no. 1, pp. 91-113.
Budiasruati, Nurshesari. 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Jumlah
Migrasi Risen Masuk Antar Provinsi di Indonesia pada Tahun 2005. Depok:
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Chandrasekhar, S. dkk. 2014. Short-term Migration and Consumption
Expenditure of Households in Rural India. Indira Gandhi Institute of
Development Research WP-2014-009 www.igidr.ac.in/pdf/publication/WP-
2014-009.pdf [Online]
Cheyne, Christine dkk. 2005. Social Policy in Aotearoa New Zealand: A Critical
Introduction (Third Edition). Oxford University Press: Social Policy Journal
of New Zealand.
Dartanto, Teguh. 2013. Measurement Error on Analyzing the Poverty Impact of
Policy Reforms. The Singapore Economic Review, Vol. 58 No.1, 1350005
Etzo, Ivan. 2008. Internal Migration: A Review of the Literature. MPRA Paper
No. 8783
Friedli, Eric. 1986. Migration of the Poor. Population Research and Policy
Review, Vol. 5, No. 1, pp. 47-61.
Gujarati, D. N. 2009. Basic Econometrics (Fifth Edition). New York: McGraw
Hill Inc.

xiv
Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
Harris, John dan Todaro, Michael. 1970. Migration, Unemployment and
Development: A Two Sector Analysis. www.aeaweb.org/aer/top20/60.1.126-
142.pdf [Online]
Kamaluddin, Rustian. 2004. Kemiskinan Perkotaan di Indonesia: Perkembangan,
Karakteristik dan Upaya Penanggulangan.
http://www.bappenas.go.id/files/3513/5022/6052/04rustian__200910141311
55__2259__0.pdf [online]
Indonesian Family Life Survey 3. http://www.rand.org/labor/FLS/IFLS/ifls3.html
[Online]
Lee, Everett. 1966. A Theory of Migration. Demography, Vol. 3, No. 1, pp 47-57.
Liebig, Thomas. 2003. Migration Theory from a Supply-Side Perspective.
University of St. Gallen, Switzerland. Discussion Paper No. 92
McCulloch, Neil dkk. 2006. The Pathways Out of Poverty in Rural Indonesia: An
Empirical Assessment. Research Committee Development Economics, No.
29. Berlin: Econstor.
Mckenzie, David dan Gibson, John. How Can Developing Country Governments
Facilitate International Migration for Poverty Reduction? Washington, DC:
World Bank.
Murrugarra, Edmundo dkk. 2011. Migration and Poverty. Washington, DC:
World Bank.
Nachrowi, Nachrowi dan Usman, Hardius. 2002. Penggunaan Teknik Ekonometri.
Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Piracha, dkk. 2010. Immigrant Over and Under Education: The Role of Home
Country Labour Market Experience. Forschungsinstitut zur Zukunft der
Arbeit, No. 5302
Qin, Hua. 2010. Rural-to-Urban Labor Migration, Household Livelihoods, and
the Rural Environment in Chongqing Municipality, Southwest China.
Human Ecology, Vol. 38, No. 5, pp. 675-690.
Ravenstein, E. G. 1885. The Laws of Migration. Journal of the Statistical Society
in London, vol. 48, no. 2 pp 167-235.
Ray, Debraj. 1998. Development Economics. Oxford: Oxford University Press.

xv
Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
Schlottman, Alan dan Herzog, Henry. 1981. Employment Status and the Decision
to Migrate. The Review of Economics and Statistics, Vol. 63, No. 4, pp.
590-598.
Sensus Penduduk tahun 2010 http://sp2010.bps.go.id/ [Online]
Stark, Oded. 1991. The Migration of Labor. Massachusetts: Basil Blackwell, Inc.
Stark, Oded dan Taylor, J. Edward. 1989. Relative Deprivation and International
Migration. Demography, Vol. 26, No. 1, pp. 1-14.
Stark, Oded dan Taylor, J. Edward. 1991. Relative Deprivation and Migration:
Theory, Evidence, and Policy Implications. The World Bank: Population
and Human Resources Department and Agriculture and Rural Development
Department, WPS 656
Statistika Indonesia tahun 2000. Badan Pusat Statistika (BPS)
Stecklov, Guy dkk. 2005. Do Conditional Cash Transfers Influence Migration? A
Study Using Experimental Data from the Mexican Progresa Program.
Demography, Vol. 42, No. 4, pp. 769-790.
Tjiptoherijanto, Prijono. 2000. Urbanisasi dan Perkembangan Perkotaan di
Indonesia. http://www.geocities.ws/nuds2/18.html [Online]
Todaro, Michael dan Smith, Stephen. 2005. Economic Development, ninth
edition. Massachusetts: Addison-Wesley.
Vanwey, Leah. 2003. Land Ownership as a Determinant of Temporary Migration
in Nang Rong, Thailand. European Journal of Population, Vol. 19, No. 2,
pp. 121-145.
Winters, Paul dkk. 2001. Family and Community Networks in Mexico-U.S.
Migration. The Journal of Human Resources. Vol. 36, No. 1, pp. 159-184.
Wodon, Quentin dkk (World Bank). 2003. Migration and Poverty in Mexico’s
Southern States. MPRA Paper No. 10574

xvi
Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
Lampiran 1. Hasil Regresi Logit

Logistic regression Number of obs = 14215


LR chi2(11) = 582.19
Prob > chi2 = 0.0000
Log likelihood = -6763.5097 Pseudo R2 = 0.0413

mg Coef. Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]

age3 -.0605971 .0096695 -6.27 0.000 -.079549 -.0416452


age32 .0005297 .0001053 5.03 0.000 .0003233 .000736
sex .0895072 .0447437 2.00 0.045 .0018113 .1772032
educ .0183713 .0059862 3.07 0.002 .0066385 .0301041
formal .2132648 .0471734 4.52 0.000 .1208065 .305723
urban00 -.2107291 .0501108 -4.21 0.000 -.3089444 -.1125137
married -.1342152 .0569133 -2.36 0.018 -.2457633 -.0226671
ln_total_aset -.0584808 .0102044 -5.73 0.000 -.078481 -.0384806
landown -.7078712 .0530791 -13.34 0.000 -.8119044 -.6038381
recip -.1825613 .0458635 -3.98 0.000 -.272452 -.0926705
poor -.1763085 .0708612 -2.49 0.013 -.3151939 -.0374231
_cons 1.263524 .239529 5.28 0.000 .7940561 1.732993

Odds Ratio

Logistic regression Number of obs = 14215


LR chi2(11) = 582.19
Prob > chi2 = 0.0000
Log likelihood = -6763.5097 Pseudo R2 = 0.0413

mg Odds Ratio Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]

age3 .9412024 .009101 -6.27 0.000 .9235328 .95921


age32 1.00053 .0001054 5.03 0.000 1.000323 1.000736
sex 1.093635 .0489333 2.00 0.045 1.001813 1.193874
educ 1.018541 .0060972 3.07 0.002 1.006661 1.030562
formal 1.237712 .0583872 4.52 0.000 1.128407 1.357606
urban00 .8099935 .0405894 -4.21 0.000 .7342216 .8935851
married .8744019 .0497651 -2.36 0.018 .7821073 .9775878
ln_total_aset .9431964 .0096247 -5.73 0.000 .9245196 .9622504
landown .4926919 .0261517 -13.34 0.000 .4440117 .5467093
recip .8331336 .0382104 -3.98 0.000 .76151 .9114938
poor .8383593 .0594071 -2.49 0.013 .7296474 .9632685
_cons 3.537868 .847422 5.28 0.000 2.212352 5.657559

xvii
Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
Efek Marjinal
Conditional marginal effects Number of obs = 14215
Model VCE : OIM

Expression : Pr(mg), predict()


dy/dx w.r.t. : age3 age32 sex educ formal urban00 married ln_total_aset landown recip poor
at : age3 = 40.99989 (mean)
age32 = 1875.83 (mean)
sex = .5601126 (mean)
educ = 6.958706 (mean)
formal = .4040802 (mean)
urban00 = .4506507 (mean)
married = .7421738 (mean)
ln_total_a~t = 16.19638 (mean)
landown = .3972564 (mean)
recip = .4263102 (mean)
poor = .119592 (mean)

Delta-method
dy/dx Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]

age3 -.0091233 .0014526 -6.28 0.000 -.0119704 -.0062762


age32 .0000797 .0000158 5.04 0.000 .0000487 .0001108
sex .0134759 .0067339 2.00 0.045 .0002778 .0266741
educ .0027659 .0009006 3.07 0.002 .0010008 .004531
formal .0321085 .0070939 4.53 0.000 .0182046 .0460124
urban00 -.0317267 .0075341 -4.21 0.000 -.0464933 -.0169602
married -.020207 .0085671 -2.36 0.018 -.0369983 -.0034158
ln_total_aset -.0088047 .0015357 -5.73 0.000 -.0118147 -.0057947
landown -.106575 .0078425 -13.59 0.000 -.121946 -.0912039
recip -.0274859 .0068978 -3.98 0.000 -.0410053 -.0139664
poor -.0265445 .0106645 -2.49 0.013 -.0474465 -.0056424

xviii
Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
LAMPIRAN 2. UJI MULTIKORELASI
Variable VIF 1/VIF Variable VIF 1/VIF

age3 38.83 0.025756 urban00 1.38 0.725698


age32 37.12 0.026937 educ 1.35 0.738739
educ 1.58 0.632051 landown 1.28 0.782054
married 1.40 0.713322 formal 1.22 0.819242
urban00 1.40 0.715084 total_aset 1.11 0.896945
landown 1.29 0.773607 recip 1.09 0.918542
formal 1.23 0.815297 sex 1.05 0.950558
total_aset 1.14 0.880932 poor 1.05 0.954151
recip 1.09 0.917840 married 1.03 0.970673
sex 1.06 0.943293
poor 1.05 0.950499 Mean VIF 1.17

Mean VIF 7.93

LAMPIRAN 3. PREDIKSI PROBABILITAS MIGRASI


Adjusted predictions Number of obs = 14215
Model VCE : OIM

Expression : Pr(mg), predict()


at : age3 = 40.99989 (mean)
age32 = 1875.83 (mean)
sex = .5601126 (mean)
urban00 = .4506507 (mean)
formal = .4040802 (mean)
educ = 6.958706 (mean)
married = .7421738 (mean)
total_aset = 3.53e+07 (mean)
landown = .3972564 (mean)
recip = .4263102 (mean)
poor = .119592 (mean)

Delta-method
Margin Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]

_cons .1849781 .0033976 54.44 0.000 .1783189 .1916372

xix
Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
LAMPIRAN 4. HASIL REGRESI MULTINOMIAL LOGIT

PERKOTAAN

Multinomial logistic regression Number of obs = 6406


LR chi2(20) = 356.62
Prob > chi2 = 0.0000
Log likelihood = -3737.0792 Pseudo R2 = 0.0455

mgurban Coef. Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]

1
age3 -.0655158 .0169033 -3.88 0.000 -.0986456 -.032386
age32 .000578 .0001899 3.04 0.002 .0002057 .0009502
sex -.0301151 .0684718 -0.44 0.660 -.1643174 .1040871
educ .0726912 .0092588 7.85 0.000 .0545443 .0908381
formal .2548458 .0711295 3.58 0.000 .1154345 .3942571
married .1211486 .088318 1.37 0.170 -.0519515 .2942488
ln_total_aset -.0561847 .0147762 -3.80 0.000 -.0851455 -.0272239
landown -.2525688 .0974361 -2.59 0.010 -.44354 -.0615976
recip .1709272 .0720727 2.37 0.018 .0296673 .3121872
poor .2575249 .1056565 2.44 0.015 .0504419 .4646079
_cons .1012559 .3915117 0.26 0.796 -.6660929 .8686048

2
age3 -.1361346 .0331068 -4.11 0.000 -.2010226 -.0712465
age32 .0011992 .0003757 3.19 0.001 .0004628 .0019356
sex -.189607 .1455978 -1.30 0.193 -.4749735 .0957594
educ -.0309527 .0194457 -1.59 0.111 -.0690657 .0071602
formal .3924956 .154584 2.54 0.011 .0895164 .6954748
married -.2717414 .1801606 -1.51 0.131 -.6248497 .0813669
ln_total_aset -.1239842 .0205254 -6.04 0.000 -.1642133 -.083755
landown -.1699398 .2099346 -0.81 0.418 -.5814041 .2415245
recip -1.125234 .1911111 -5.89 0.000 -1.499804 -.7506629
poor -.5652484 .2887904 -1.96 0.050 -1.131267 .0007704
_cons 2.713252 .6902546 3.93 0.000 1.360378 4.066126

3 (base outcome)

xx
Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
Relative Risk Ratios
Multinomial logistic regression Number of obs = 6406
LR chi2(20) = 356.62
Prob > chi2 = 0.0000
Log likelihood = -3737.0792 Pseudo R2 = 0.0455

mgurban RRR Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]

1
age3 .9365842 .0158313 -3.88 0.000 .9060637 .9681328
age32 1.000578 .00019 3.04 0.002 1.000206 1.000951
sex .9703338 .0664405 -0.44 0.660 .8484727 1.109697
educ 1.075398 .0099569 7.85 0.000 1.056059 1.095092
formal 1.290263 .0917758 3.58 0.000 1.122361 1.483282
married 1.128793 .0996927 1.37 0.170 .9493749 1.342118
ln_total_aset .9453645 .0139689 -3.80 0.000 .9183786 .9731433
landown .7768028 .0756886 -2.59 0.010 .6417606 .9402611
recip 1.186404 .0855074 2.37 0.018 1.030112 1.36641
poor 1.293724 .1366904 2.44 0.015 1.051736 1.59139
_cons 1.10656 .4332311 0.26 0.796 .5137118 2.383583

2
age3 .8727252 .0288931 -4.11 0.000 .8178939 .9312323
age32 1.0012 .0003762 3.19 0.001 1.000463 1.001937
sex .8272842 .1204508 -1.30 0.193 .6219016 1.100494
educ .9695214 .0188531 -1.59 0.111 .9332654 1.007186
formal 1.480671 .2288882 2.54 0.011 1.093645 2.004661
married .7620513 .1372916 -1.51 0.131 .5353419 1.084769
ln_total_aset .8833938 .0181321 -6.04 0.000 .848561 .9196565
landown .8437156 .1771251 -0.81 0.418 .5591128 1.273189
recip .3245766 .0620302 -5.89 0.000 .2231738 .4720535
poor .568219 .1640962 -1.96 0.050 .3226242 1.000771
_cons 15.07823 10.40782 3.93 0.000 3.897666 58.33057

3 (base outcome)

xxi
Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
Efek Marjinal
Average marginal effects Number of obs = 6406
Model VCE : OIM

Expression : Pr(mgurban==1), predict(outcome(1))


dy/dx w.r.t. : age3 age32 sex educ formal married ln_total_aset landown recip poor

Delta-method
dy/dx Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]

age3 -.0085261 .0024081 -3.54 0.000 -.013246 -.0038063


age32 .0000752 .0000271 2.77 0.006 .0000221 .0001284
sex -.0030949 .0097827 -0.32 0.752 -.0222687 .0160788
educ .0106408 .0013149 8.09 0.000 .0080637 .0132178
formal .0340545 .0101524 3.35 0.001 .0141562 .0539528
married .0191625 .0126149 1.52 0.129 -.0055623 .0438873
ln_total_aset -.0072648 .0020825 -3.49 0.000 -.0113465 -.0031832
landown -.0351714 .0139476 -2.52 0.012 -.0625082 -.0078347
recip .0318494 .0102406 3.11 0.002 .0117783 .0519205
poor .0406533 .015102 2.69 0.007 .011054 .0702526

(results m are active now)

Average marginal effects Number of obs = 6406


Model VCE : OIM

Expression : Pr(mgurban==2), predict(outcome(2))


dy/dx w.r.t. : age3 age32 sex educ formal married ln_total_aset landown recip poor

Delta-method
dy/dx Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]

age3 -.003788 .0010375 -3.65 0.000 -.0058214 -.0017546


age32 .0000334 .0000117 2.85 0.004 .0000104 .0000563
sex -.0056725 .0044942 -1.26 0.207 -.014481 .0031361
educ -.0014295 .0005987 -2.39 0.017 -.002603 -.0002561
formal .0104933 .0047897 2.19 0.028 .0011056 .019881
married -.0091957 .0055678 -1.65 0.099 -.0201084 .0017169
ln_total_aset -.0034725 .0006345 -5.47 0.000 -.0047161 -.0022288
landown -.0036205 .0064774 -0.56 0.576 -.016316 .009075
recip -.0359322 .0062132 -5.78 0.000 -.0481097 -.0237546
poor -.0191639 .0089559 -2.14 0.032 -.0367171 -.0016106

(results m are active now)

Average marginal effects Number of obs = 6406


Model VCE : OIM

Expression : Pr(mgurban==3), predict(outcome(3))


dy/dx w.r.t. : age3 age32 sex educ formal married ln_total_aset landown recip poor

Delta-method
dy/dx Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]

age3 .0123142 .0025128 4.90 0.000 .0073893 .0172392


age32 -.0001086 .0000283 -3.84 0.000 -.000164 -.0000532
sex .0087676 .0103685 0.85 0.398 -.0115543 .0290895
educ -.0092112 .0013888 -6.63 0.000 -.0119333 -.0064892
formal -.0445481 .0107443 -4.15 0.000 -.0656066 -.0234896
married -.0099666 .0132882 -0.75 0.453 -.036011 .0160779
ln_total_aset .0107374 .0021853 4.91 0.000 .0064544 .0150205
landown .0387921 .0146585 2.65 0.008 .010062 .0675222
recip .0040837 .0113297 0.36 0.719 -.018122 .0262895
poor -.0214889 .0166573 -1.29 0.197 -.0541366 .0111587

xxii
. Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
LAMPIRAN 5. PREDIKSI PROBABILITAS MIGRASI PERKOTAAN

Migrasi Kota-Kota
Adjusted predictions Number of obs = 1156
Model VCE : OIM

Expression : Pr(mgurban==1), predict()


at : age3 = 36.77682 (mean)
age32 = 1502.293 (mean)
sex = .58391 (mean)
formal = .6306228 (mean)
educ = 9.710208 (mean)
married = .6583045 (mean)
total_aset = 5.11e+07 (mean)
landown = .1306228 (mean)
recip = .3806228 (mean)
poor = .1271626 (mean)

Delta-method
Margin Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]

_cons .1972045 .0052442 37.60 0.000 .186926 .2074829

Migrasi Kota-Desa
Adjusted predictions Number of obs = 213
Model VCE : OIM

Expression : Pr(mgurban==1), predict()


at : age3 = 33.81925 (mean)
age32 = 1305.612 (mean)
sex = .5399061 (mean)
formal = .6384977 (mean)
educ = 8.676056 (mean)
married = .4929577 (mean)
total_aset = 3.77e+07 (mean)
landown = .1361502 (mean)
recip = .1690141 (mean)
poor = .0657277 (mean)

Delta-method
Margin Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]

_cons .1853673 .0063003 29.42 0.000 .173019 .1977155

Tidak Migrasi
Adjusted predictions Number of obs = 5037
Model VCE : OIM

Expression : Pr(mgurban==1), predict()


at : age3 = 40.71163 (mean)
age32 = 1831.333 (mean)
sex = .5654159 (mean)
formal = .5219377 (mean)
educ = 8.381179 (mean)
married = .7055787 (mean)
total_aset = 5.42e+07 (mean)
landown = .1808616 (mean)
recip = .3643041 (mean)
poor = .1085964 (mean)

Delta-method
Margin Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]

_cons .1668614 .004942 33.76 0.000 .1571752 .1765475

xxiii
Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
LAMPIRAN 6. HASIL REGRESI MULTINOMIAL LOGIT

PERDESAAN

Multinomial logistic regression Number of obs = 7809


LR chi2(20) = 648.21
Prob > chi2 = 0.0000
Log likelihood = -4208.4962 Pseudo R2 = 0.0715

mgrural Coef. Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]

1
age3 -.0211955 .0146624 -1.45 0.148 -.0499333 .0075424
age32 .000137 .0001553 0.88 0.378 -.0001674 .0004414
sex .2955177 .0711461 4.15 0.000 .1560738 .4349615
educ -.0529927 .0099766 -5.31 0.000 -.0725465 -.0334389
formal .0920506 .0773067 1.19 0.234 -.0594678 .243569
married -.1081277 .0936348 -1.15 0.248 -.2916486 .0753931
ln_total_aset -.0549176 .0180645 -3.04 0.002 -.0903233 -.0195118
landown -.8712624 .07209 -12.09 0.000 -1.012556 -.7299685
recip -.3369269 .0695381 -4.85 0.000 -.4732191 -.2006347
poor -.4934858 .1132604 -4.36 0.000 -.7154721 -.2714995
_cons .5356848 .3931889 1.36 0.173 -.2349513 1.306321

2
age3 -.1374889 .0234996 -5.85 0.000 -.1835473 -.0914305
age32 .0012864 .0002582 4.98 0.000 .0007802 .0017925
sex .1243185 .1162193 1.07 0.285 -.1034671 .3521041
educ .0872767 .0161343 5.41 0.000 .055654 .1188994
formal .1246413 .1207433 1.03 0.302 -.1120111 .3612937
married -.739685 .1403751 -5.27 0.000 -1.014815 -.4645549
ln_total_aset -.0104885 .0308896 -0.34 0.734 -.071031 .050054
landown -1.21943 .1236306 -9.86 0.000 -1.461741 -.977118
recip -.2819023 .1178164 -2.39 0.017 -.5128182 -.0509865
poor -.4032062 .1967175 -2.05 0.040 -.7887655 -.0176469
_cons .9494613 .6179675 1.54 0.124 -.2617327 2.160655

3 (base outcome)

xxiv
Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
Relative Risk Ratios
Multinomial logistic regression Number of obs = 7809
LR chi2(20) = 648.21
Prob > chi2 = 0.0000
Log likelihood = -4208.4962 Pseudo R2 = 0.0715

mgrural RRR Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]

1
age3 .9790276 .0143549 -1.45 0.148 .9512928 1.007571
age32 1.000137 .0001553 0.88 0.378 .9998326 1.000442
sex 1.343822 .0956077 4.15 0.000 1.168913 1.544904
educ .9483869 .0094617 -5.31 0.000 .9300225 .967114
formal 1.09642 .0847607 1.19 0.234 .9422659 1.275794
married .897513 .0840385 -1.15 0.248 .747031 1.078308
ln_total_aset .9465632 .0170992 -3.04 0.002 .9136357 .9806773
landown .418423 .0301641 -12.09 0.000 .3632892 .4819242
recip .713961 .0496475 -4.85 0.000 .6229935 .8182112
poor .6104946 .0691449 -4.36 0.000 .4889612 .7622357
_cons 1.708618 .6718096 1.36 0.173 .7906094 3.692563

2
age3 .871544 .020481 -5.85 0.000 .8323125 .9126248
age32 1.001287 .0002586 4.98 0.000 1.000781 1.001794
sex 1.132376 .131604 1.07 0.285 .9017057 1.422057
educ 1.091199 .0176057 5.41 0.000 1.057232 1.126257
formal 1.132742 .136771 1.03 0.302 .8940343 1.435185
married .4772642 .066996 -5.27 0.000 .3624694 .6284148
ln_total_aset .9895663 .0305673 -0.34 0.734 .931433 1.051328
landown .2953986 .0365203 -9.86 0.000 .2318323 .3763943
recip .7543474 .0888745 -2.39 0.017 .5988057 .9502915
poor .6681743 .1314416 -2.05 0.040 .4544054 .9825079
_cons 2.584317 1.597024 1.54 0.124 .7697168 8.676822

3 (base outcome)

xxv
Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
Efek Marjinal
Average marginal effects Number of obs = 7809
Model VCE : OIM

Expression : Pr(mgrural==1), predict(outcome(1))


dy/dx w.r.t. : age3 age32 sex educ formal married ln_total_aset landown recip poor

Delta-method
dy/dx Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]

age3 -.0013931 .0016553 -0.84 0.400 -.0046375 .0018512


age32 6.04e-06 .0000176 0.34 0.731 -.0000284 .0000405
sex .0327781 .0080679 4.06 0.000 .0169653 .0485908
educ -.0066941 .0011266 -5.94 0.000 -.0089021 -.004486
formal .00957 .0087531 1.09 0.274 -.0075857 .0267256
married -.0068218 .0105625 -0.65 0.518 -.0275239 .0138803
ln_total_aset -.0061853 .0020329 -3.04 0.002 -.0101697 -.0022009
landown -.0902844 .0080915 -11.16 0.000 -.1061435 -.0744253
recip -.0363269 .00788 -4.61 0.000 -.0517715 -.0208823
poor -.053279 .0128699 -4.14 0.000 -.0785035 -.0280545

(results m are active now)

Average marginal effects Number of obs = 7809


Model VCE : OIM

Expression : Pr(mgrural==2), predict(outcome(2))


dy/dx w.r.t. : age3 age32 sex educ formal married ln_total_aset landown recip poor

Delta-method
dy/dx Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]

age3 -.0055635 .0009907 -5.62 0.000 -.0075052 -.0036218


age32 .0000525 .0000108 4.84 0.000 .0000313 .0000738
sex .0029719 .0048014 0.62 0.536 -.0064387 .0123824
educ .0040267 .0006797 5.92 0.000 .0026945 .0053588
formal .004501 .0049897 0.90 0.367 -.0052787 .0142807
married -.0299754 .0058706 -5.11 0.000 -.0414816 -.0184693
ln_total_aset -.0000274 .0012681 -0.02 0.983 -.0025127 .002458
landown -.0442543 .0052636 -8.41 0.000 -.0545708 -.0339378
recip -.009221 .0048722 -1.89 0.058 -.0187704 .0003284
poor -.0131026 .0081528 -1.61 0.108 -.0290819 .0028766

(results m are active now)

Average marginal effects Number of obs = 7809


Model VCE : OIM

Expression : Pr(mgrural==3), predict(outcome(3))


dy/dx w.r.t. : age3 age32 sex educ formal married ln_total_aset landown recip poor

Delta-method
dy/dx Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]

age3 .0069567 .0018257 3.81 0.000 .0033784 .010535


age32 -.0000586 .0000195 -3.01 0.003 -.0000967 -.0000204
sex -.03575 .0089038 -4.02 0.000 -.0532012 -.0182988
educ .0026674 .0012546 2.13 0.033 .0002084 .0051263
formal -.0140711 .009644 -1.46 0.145 -.032973 .0048308
married .0367976 .0115529 3.19 0.001 .0141542 .0594409
ln_total_aset .0062126 .0023435 2.65 0.008 .0016196 .0108057
landown .1345394 .0088562 15.19 0.000 .1171814 .1518973
recip .0455481 .0087623 5.20 0.000 .0283742 .0627219
poor .0663818 .0142672 4.65 0.000 .0384186 .094345

xxvi
. Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014
LAMPIRAN 7. PREDIKSI PROBABILITAS MIGRASI PERDESAAN

Migrasi Desa-Desa
Adjusted predictions Number of obs = 1068
Model VCE : OIM

Expression : Pr(mgrural==1), predict()


at : age3 = 41.02154 (mean)
age32 = 1886.417 (mean)
sex = .6086142 (mean)
formal = .3464419 (mean)
educ = 5.198502 (mean)
married = .7818352 (mean)
total_aset = 1.62e+07 (mean)
landown = .4044944 (mean)
recip = .4297753 (mean)
poor = .0973783 (mean)

Delta-method
Margin Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]

_cons .1581079 .0044921 35.20 0.000 .1493035 .1669123

Migrasi Desa-Kota
Adjusted predictions Number of obs = 364
Model VCE : OIM

Expression : Pr(mgrural==1), predict()


at : age3 = 33.33791 (mean)
age32 = 1295.365 (mean)
sex = .6126374 (mean)
formal = .4368132 (mean)
educ = 7.85989 (mean)
married = .5412088 (mean)
total_aset = 2.97e+07 (mean)
landown = .3324176 (mean)
recip = .3983516 (mean)
poor = .0906593 (mean)

Delta-method
Margin Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]

_cons .1506354 .0062076 24.27 0.000 .1384687 .1628021

Tidak Migrasi
Adjusted predictions Number of obs = 6377
Model VCE : OIM

Expression : Pr(mgrural==1), predict()


at : age3 = 42.66669 (mean)
age32 = 2029.097 (mean)
sex = .5411636 (mean)
formal = .2698761 (mean)
educ = 5.522346 (mean)
married = .7994355 (mean)
total_aset = 2.09e+07 (mean)
landown = .6277246 (mean)
recip = .4931786 (mean)
poor = .1340756 (mean)

Delta-method
Margin Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]

_cons .121409 .0040017 30.34 0.000 .1135659 .1292521

xxvii
Universitas Indonesia
Pengaruh kemiskinan ..., Aulia Nabila, FE UI, 2014

Anda mungkin juga menyukai