Anda di halaman 1dari 15

TUGAS TUTORIAL KE-2

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN

Kerjakanlah soal tugas 2 berikut ini!

Skor
No Tugas Tutorial Maksima
l
1 Jelaskan dengan menggunakan grafik, bagaimana pengaruh kebijakan 30
pemerintah yang berupa kontrol harga terhadap surplus konsumen dan
surplus produsen !

2 Meskipun memiliki keleluasaan dalam menentukan harga, seorang 20


monopolis tidak dapat menentukan harga setinggi mungkin karena
tujuan utamanya adalah memperoleh profit maksimum. Jelaskan
bagaimana menentukan harga dalam monopoli !

3 Dalam kasus duopoli, salah satu model untuk mengukur tingkat 20


persaingan perusahaan adalah Model Cournot. Jelaskan inti dari
model Cournot dan apa yang dilakukan oleh perusahaan duopoli pada
saat keseimbangan Cournot !

4 Jelaskan dua ciri utama pasar kompetitif yang monopolistik ! 20

5 Jelaskan jenis-jenis pasar tenaga kerja ! 20

1. Kurva permintaan dan kurva penawaran mengandung informasi yang penting


mengenai biaya dan manfaat. Kurva permintaan mencerminkan nilai bagi konsumen
sebagaimana diukur dengan harga yang bersedia mereka bayarkan. Pada jumlah berapa pun,
tinggi kurva permintaan menunjukkan kerelaan untuk membayar dari si pembeli marginal.
Dengan kata lain, kurva permintaan ini menunjukkan nilai yang terakhir dibeli konsumen.
Sementara kurva penawaran mencerminkan biaya-biaya dari memproduksi suatu barang.
Pada jumlah berapa pun tingginya kurva penawaran menunjukkan biaya bagi si penjual
marginal. Dengan kata lain, kurva penawaran menunjukkan biaya terakhir yang diproduksi
bagi si produsen.
Kurva Permintaan dan Kurva Penawaran
Tanpa adanya intervensi pemerintah, harga akan berubah sampai jumlah dan harga yang
ditawarkan sama dengan harga dan jumlah yang diminta. Jumlah yang diproduksi dan
dikonsumsi ditunjukkan dengan Qpasar dan harga yang menyeimbangkan penawaran dan
permintaan ditunjukkan dengan Ppasar, dan harga ini merupakan harga yang terbaik karena
dapat memaksimalkan kesejahteraan total dari pembeli dan penjual. Salah satu konsep yang
digunakan untuk mengukur manfaat dan biaya dari suatu proyek adalah konsep surplus
konsumen dan surplus produsen. Surplus produsen dan surplus konsumen ini merupakan
bagian dari ilmu ekonomi khususnya ilmu ekonomi kesejahteraan, yaitu ilmu yang
mempelajari bagaimana pengalokasian sumber daya memengaruhi kesejahteraan secara
keseluruhan. Untuk mempelajari aplikasi dari ekonomi kesejahteraan ini akan dimulai dengan
memperhatikan keuntungankeuntungan yang diperoleh penjual dan pembeli ketika mereka
berinteraksi di pasar. Kemudian kita akan mempelajari bagaimana masyarakat dapat
meningkatkan manfaat atau keuntungan sebesar-besarnya. Analisis ini membawa kita pada
suatu kesimpulan penting, yaitu titik keseimbangan penawaran dan permintaan di suatu pasar
akan memaksimalkan keuntungan total yang diterima pembeli dan penjual.
SURPLUS KONSUMEN
Surplus konsumen merupakan nilai kerelaan seseorang untuk membayar suatu barang
dikurangi nilai yang sebenarnya dibayarkan olehnya. Surplus konsumen merupakan ukuran
manfaat (benefit), baik dalam arti uang (monetary gain) ataupun kesejahteraan (welfare), atau
kepuasan (satisfaction), yang diperoleh seorang sebagai hasil dari membeli dan
mengkonsumsi barang atau pelayanan. Sebagai ilustrasi misalnya di Bogor terdapat Kebun
Raya Bogor yang merupakan tempat pariwisata sekaligus tempat penelitian yang berkaitan
dengan tanaman. Ketika diadakan survei mengenai harga tiket masuk terhadap beberapa
pengunjung (A, B, C, dan D) Kebun Raya Bogor, mereka memiliki batas tertinggi harga yang
mereka rela bayarkan (Tabel 3.1). Harga tertinggi yang rela dibayarkan masing-masing
pengunjung disebut “kerelaan untuk membayar” (willingness to pay) dan menjadi ukuran
seberapa besar si calon pengunjung Kebun Raya Bogor menghargai barang tersebut (Kebun
Raya Bogor). Apabila ternyata harga tiket masuk Kebun Raya Bogor ditetapkan Rp8.000,00
maka dapat dikatakan bahwa C dan D tidak dapat mendapatkan tiket masuk ke Kebun Raya
Bogor karena kerelaan harga membayar keduanya berada di bawah harga yang ditetapkan.
Apa keuntungan A dari penetapan harga tiket sebesar Rp8.000,00 tersebut? A telah
mendapatkan tawaran yang menguntungkan. Ia rela membayar Rp10.000,00 untuk harga tiket
masuk Kebun Raya Bogor, tetapi A hanya perlu membayar sebesar Rp8.000. Maka surplus
konsumen (A) adalah Rp 2.000 (Rp10.000,00 – Rp8.000,00), yaitu nilai kerelaan seseorang
(A) untuk membayar suatu barang dikurangi nilai yang sebenarnya dibayarkan oleh orang itu
(A). Surplus konsumen merupakan suatu ukuran keuntungan pembeli (konsumen) yang
berpartisipasi dalam suatu pasar. Pada contoh di atas A menerima keuntungan senilai
Rp2.000,00 dengan berpartisipasi dalam menikmati Kebun Raya Bogor. Sementara B, C, dan
D tidak mendapatkan surplus konsumen karena mereka tidak dapat berpartisipasi dalam
menikmati Kebun Raya Bogor dan tidak membayar apa-apa. Surplus konsumen berkaitan
erat dengan kurva permintaan suatu barang.
SURPLUS PRODUSEN
Surplus produsen dapat didefinisikan sebagai ukuran perbedaan antara jumlah penerimaan
total yang sesungguhnya diperoleh produsen dari memproduksi/menjual barang atau
pelayanan di pasar, dan jumlah manfaat atau keuntungan minimal yang produsen masih
bersedia menerima (willing to accept) dengan memproduksi atau menjual barang tersebut.
Kesediaan untuk menerima keuntungan minimal (willingness to accept) dengan menjual
barang atau pelayanan identik dengan kesediaan untuk menjual/ memproduksi (willingness to
sell). Konsep kesediaan untuk menjual pada produsen (ditunjukkan oleh kurva suplai/kurva
penyediaan) dapat dibandingkan dengan konsep kesediaan membayar (willingness to pay)
pada konsumen (ditunjukkan oleh kurva permintaan/demand). Kesediaan produsen untuk
menerima keuntungan minimal (willingness to accept) identik dengan kesediaannya untuk
menjual/memproduksi (willingness to sell). Kesediaannya untuk menjual ditentukan oleh
biaya produksi. Makin tinggi biaya produksi barang, makin kecil kesediaannya
memproduksi/menjual barang karena makin kecil surplus produsen. Jelas bahwa
penjual/produsen bersedia menjual/memproduksi barang dengan harga yang lebih tinggi
daripada biaya produksi. Sebaliknya, makin tinggi harga, makin besar surplus produsen,
makin besar kesediaan penjual/produsen untuk menjual/ memproduksi. Tetapi harga pasar
tentu saja dibatasi oleh kesediaan konsumen untuk membayar (willingness to pay). Dengan
kata lain, surplus produsen dibatasi oleh harga pasar. Dengan kata lain, surplus produsen
(producer surplus) adalah harga yang dibayarkan kepada penjual dikurangi biaya yang
dikeluarkan oleh penjual. Biaya adalah nilai segala sesuatu yang harus dikorbankan oleh
penjual untuk memproduksi suatu barang. Surplus produsen ini mengukur seberapa besar
keuntungan yang diterima penjual dari partisipasinya dalam suatu pasar. Sebagai ilustrasi
misalnya saja, Pemerintah Kota Bogor merencanakan akan membuat taman kota. Ada empat
peserta tender pembuatan taman kota tersebut, yaitu A, B, C, dan D dengan biaya masing-
masing yang diajukan sebagai berikut. Karena biaya pembuatan taman kota seorang
konsultan adalah harga terendah yang mau diterimanya untuk melakukan pekerjaannya, biaya
adalah ukuran seberapa rela ia menjual jasanya. Setiap konsultan akan dengan senang hati
menjual jasanya pada harga yang lebih tinggi dari biayanya dan tidak akan mau menjual
jasanya pada harga yang lebih rendah dari biaya yang harus dikeluarkannya. Istilah biaya
haruslah diinterpretasikan sebagai biaya kesempatan para konsultan peserta tender termasuk
pengeluaranpengeluaran (tanaman, desain/gambar, tenaga kerja, dan lainnya) dan juga
termasuk nilai yang diberikan terhadap waktu kerjanya. Ketika pihak Pemda mengumpulkan
penawaran harga dari setiap peserta tender, harga awalnya bisa saja sangat tinggi, tetapi akan
turun dengan sendirinya bersamaan dengan persaingan dari peserta tender untuk
mendapatkan pekerjaan tersebut. Apabila ternyata dari pemerintah kota menyebutkan bahwa
biaya yang dianggarkan dan disetujui untuk pembuatan taman kota adalah Rp6 juta, apa yang
terjadi dengan keempat konsultan peserta tender tersebut? Hanya D yang memperoleh
keuntungan (surplus produsen) karena dengan bayaran yang didapatkan sebesar Rp6 juta,
biaya yang dikeluarkan masih lebih kecil, yaitu sebesar Rp5 juta. Dengan kata lain, D
memperoleh surplus produsen senilai Rp1 juta. Sebagaimana surplus konsumen berkaitan
erat dengan kurva permintaan, demikian halnya dengan surplus produsen berkaitan erat
dengan kurva penawaran. Karena kurva penawaran mencerminkan biaya-biaya dari penjual,
hal ini dapat digunakan untuk mengukur surplus produsen. Dengan kata lain, tinggi kurva
penawaran merupakan biaya penjual dan perbedaan antara harga dengan biaya produksi
adalah surplus produsen dari penjual. Maka jumlah luas daerah adalah jumlah surplus
produsen seluruh penjual. Luas daerah di bawah harga dan di atas kurva penawaran
mengukur besarnya surplus produsen dalam suatu pasar.
2. Pasar monopoli merupakan struktur pasar yang paling bersifat anti persaingan. Padahal
persaingan merupakan dimensi yang sangat penting dalam suatu pasar. Persoalan selanjutnya
adalah perlu kiranya kita mengkaji adalah siapa saja pihak yang dapat melakukan monopoli
dan faktor-faktor apa saja dilarang menjadi penyebab adanya monopoli tersebut.
Dilihat dari pelakunya, monopoli dapat dilakukan baik oleh negara maupun oleh swasta.
Monopoli yang dilakukan oleh negara umumnya adalah monopoli yang legal (legal
monopoly) karena merupakan monopoli yang dilandasi oleh peraturan perundang-undangan.
Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945 menghendaki adanya monopoli negara untuk
menguasai bumi dan air berikut kekayaan alam yang terkandung di dalamnya serta cabang-
cabang produksi yang mengasai hidup orang banyak. Dalam konteks ini terdapat pengertian
bahwa monopoli tidak selalu salah atau tidak selamanya buruk bahkan dalam hal-hal tertentu
negara perlu melakukan monopoli sebagaimana yang diatur dalam Pasal 33 UUD 1945
tersebut. Dalam pelaksanaannya pemerintah membentuk BUMN-BUMN sebagai pelaksana
dan agen pembangunan yang diberikan hak monopoli dalam bidang-bidang tertentu yang
didasarkan atas undang-undang.
Selain itu, monopoli dapat dilakukan juga oleh pihak swasta. Adanya monopoli oleh pihak
swasta tersebut dapat dilatarbelakangi oleh beberapa hal, yaitu :
 monopoli tersebut diberikan oleh undang-undang seperti pemberian hak monopoli
pada pemegang hak kekayaan intelektual seperti hak pencipta (copyright), hak
paten (patent), merek (trademark) antara lainnya;
 monopoli karena adanya pemberian dari pemerintah kepada pelaku usaha swasta
tertentu. Hal ini dapat dilakukan apabila didasarkan atas peraturan perundang-
undangan atau kebijakan pemerintah; dan
 monopoli yang disebabkan oleh kinerja swasta itu sendiri, dilakukan tanpa melakukan
pelanggaran terhadap hukum persaingan usaha (natural monopoly) atau pun dilakukan
melanggar hukum persaingan usaha sebagai akibat adanya keserakahan pelaku usaha.
Apabila diilihat dari faktor penyebabnya, monopoli dapat terjadi karena disebabkan oleh dua
hal, yaitu :
 monopoli yang alamiah; dan
 monopoli yang diperoleh melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Monopoli yang alamiah adalah monopoli yang terjadi karena pelaku usaha tersebut
mempunyai kemampuan teknis tertentu, seperti :
 mempunyai kemampuan atau pengetahuan khusus (special knowledge) yang
memungkinkan pelaku usaha tersebut dilakukan produksi secara efisien;
 skala ekonomi, semakin besar skala produksi maka biaya marjinal menurun sehingga
produksi per unit semakin rendah; pelaku usaha tersebut memiliki kontrol
terhadap faktor produksi baik berupa sumber daya alam, sumber manusia atau pun
sumber daya lokasi produksi.
Sementara itu, monopoli yang diperoleh berdasarkan peraturan perundang- undangan adalah :
 monopoli yang didasarkan atas hak kekayaan intelektual: yaitu dimana memberikan
hak monopoli kepada pelaku usaha untuk memproduksi atau memasarkan hasil dari
suatu inovasinya tersebut;
 Hak usaha eksklusif, yaitu hak yang diberikan pemerintah kepada pelaku usaha
tertentu yang tidak didapatkan oleh pelaku usaha lain.
Pada dasarnya terdapat dampak negatif maupun dampak positif yang dapat ditimbulkan oleh
adanya monopoli. Menurut P. Rahardja dan M. Manurung, dampak negatif atau sosial (social
cost of monopoly ) adalah sebagai pengikut.
1. monopoli dapat mengakibatkan hilangnya berkurangnya
kesejahteraan konsumen (dead weight loss) karena adanya perpindahan kesejahteraan
( welfare transfer ). Ini terjadi karena dampak monopoli menimbulkan adanya biaya
atau harga yang harus ditanggung oleh masyarakat akibat adanya
mekanisme pasar yang tidak berjalan secara optimal.
2. dampak monopoli mengakibatkan memburuknya kondisi makro ekonomi nasional.
Apabila disetiap industri muncul gejala monopoli, maka secara makro jumlah output
lebih sedikit dari pada kemampuan sebenarnya (riel out put). Keseimbangan makro
terjadi dibawah keseimbangan ekonomi ( under full-employment equilibrium) karena
tidak seluruh faktor produksi terpakai sesuai dengan kapasitas produksi. Selanjutnya,
keadaan ini akan melemahkan daya, menyusutkan pasar, dan memaksa pelaku usaha
produksi lebih sedikit lagi. Begitu seterusnya sehingga perekonomian secara makro
dapat mengalami keadaan stagnansi dan inflasi, yaitu suatu kondisi pertumbuhan
tersendat, pengangguran tinggi dan tingkat inflasi tinggi.
3. monopoli berpotensi menghambat inovasi teknologi proses produksi. Dalam keadaan
tidak ada pesaing, produsen cenderung tidak memiliki motivasi yang cukup besar
mencari dan mengembangkan teknologi dan proses produksi baru. Akibatnya inovasi
teknologi dan proses akan mengalami stagnasi. Selain itu, monopoli juga membuat
posisi konsumen rentan di hadapan produsen. Ketika produsen menempati posisi
sebagai pihak yang lebih membutuhkan dari pada konsumen, terbuka peluang besar
bagi produsen untuk merugikan konsumen melalui penyalahgunaan posisi
monopolistiknya.
Berangkat dari adanya dampak negatif monopoli itulah terdapat urgensi adanya hukum anti
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Namun demikian, dalam hal tertentu pada
dasarnya monopoli dapat juga menimbulkan dampak positif. Dengan kata lain, monopoli
bukan merupakan sesuatu hal yang selalu merugikan. Setidaknya ada beberapa manfaat atau
aspek positif yang perlu dipertimbangkan dari adanya monopoli, yaitu :
1. monopoli juga dapat mengakibatkan adanya efisiensi dan pertumbuhan ekonomi.
Dibandingkan dengan perusahaan yang bergerak dalam pasar persaingan sempurna
perusahaan monopolis mempunyai kelebihan, yaitu mampu
mengakumulasi laba super normal dalam jangka panjang. Kemampuan ini dibutuhkan
dalam rangka mendapatkan teknologi baru atau menyempurnakan teknologi yang
sudah ada guna meningkatkan efisiensi. Oleh karena itu, jika monopoli dikelola
dengan baik maka akan mendorong pertumbuhan ekonomi.
2. monopoli dapat menimbulkan adanya efisiensi dalam pengadaan barang publik. Hal
ini dapat terjadi dengan asumsi bahwa semua barang dapat disediakan secara efisien
lewat pasar. Barang publik pun juga dapat menyebabkan adanya efisiensi apabila
dilakukan dalam skala besar. Contohnya seperti dalam pengadaan jalan raya,
pelabuhan laut atau transportasi.
3. monopoli dapat menyebabkan adanya kesejahteraan masyarakat. Perusahaan
monopolis jika dibiarkan memang dapat merugikan karena
memproduksi barang sedikit dan menjual lebih mahal. Namun, dalam alasan
tentang diskriminasi harga terhadap pihak lain, disebutkan bahwa monopoli juga
dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sebagai contoh, kebijakan
diskriminasi memungkinkan masyarakat kelas bawah yang menganggap rekreasi
merupakan barang mewah pada saat-saat tertentu dapat merasakannya dengan harga
yang lebih murah adalah adanya diskriminasi atau perbedaan harga. Dengan lain,
kebijakan harga dua tingkat memungkinkan dilakukannya peningkatan out put
melalui subsidi silang.
Berdasarkan penjelasan di atas memang terdapat aspek positif dan aspek negatif dari
adanya monopoli. Namun kecenderungan adanya aspek negatif lebih besar terjadi karena
adanya monopoli dapat menghilangkan dimensi yang sangat penting dalam pasar, yaitu
dimensi persaingan yang memberikan banyak dampak positif baik terhadap pelaku usaha
maupun konsumen. Secara lebih lengkap aspek atau dampak positif yang diperoleh
dari sistem ekonomi persaingan antara lain:
Sistem ekonomi persaingan merupakan sarana untuk melindungi para pelaku ekonomi
terhadap eksploitasi dan penyalahgunaan. Kondisi persaingan menyebabkan kekuatan
ekonomi tidak terpusat pada satu tangan tertentu;
Sistem persaingan akan mendorong alokasi dan relokasi sumber-sumber daya ekonomi sesuai
keinginan konsumen. Karena ditentukan oleh permintaan (demand), perilaku penjual dalam
kondisi persaingan akan cenderung mengikuti pergerakan permintaan para pembeli
barang/jasa; dan
Persaingan dapat menjadi kekuatan pendorong penggunaan sumber daya ekonomi dan
metode pemanfaatannya secara lebih efisien, sebab jika tidak efisien pelaku usaha akan
mempunyai resiko munculnya biaya berlebih ( excessive cost ) yang pada akhirnya dapat
mengakibatkan perusahaan tersebut tidak mampu bersaing sehingga
mengalami kematian. Sistem ekonomi persaingan juga akan mendorong adanya
peningkatan mutu produk, pelayanan, proses produksi dan teknologi.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, kita dapat menyimpulkan betapa penting kiranya
keberadaan UU No. 5/1999 untuk menjaga dan menciptakan adanya persaingan usaha
yang sehat.
Penetapan Harga di Indonesia
Penetapan harga (price fixing) merupakan salah satu bentuk “Perjanjian yang dilarang” dalam
UU No. 5/1999. Beberapa negara bahkan menganggap tindakan tersebut merupakan
pelanggaran yang serius terhadap Prinsip Persaingan Usaha yang sehat.36 Penetapan harga di
Amerika Serikat lebih bersifat pidana. Ancaman Pidana ini ditangani oleh Antitrust Division
of the Department of Justice (DoJ-AD). Sedangkan penanganan masalah perdatanya
ditangani oleh Federal Trade Commision (FTC).37 Sebelum membahas lebih jauh mengenai
penetapan harga, perlu kiranya terlebih dahulu dibahas “perjanjian” dalam hukum persaingan
usaha, termasuk penetapan harga ini.
Dalam UU No. 5/1999 dinyatakan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan satu atau lebih
pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik
tertulis maupun tidak tertulis. Apabila pengertian perjanjian tersebut diperhatikan, terdapat
beberapa hal sebagai berikut :
1. Perjanjian tersebut tanpa menyebut tujuan;
2. Perjanjian terjadi karena ada suatu perbuatan;
3. Ada pihak-pihak dalam perjanjian yaitu pelaku usaha;
4. Perjanjian dapat tertulis atau pun tidak tertulis.
Dengan adanya unsur-unsur tersebut pengertian perjanjian dalam hukum persaingan usaha
tidak dapat dikatakan jelas tanpa dihubungkan dengan perbuatan-perbuatan yang dilakukan
oleh pelaku usaha yang diatur dalam ketentuan lainnya. Selain itu, pengertian perjanjian
tersebut jangkauannya sangat luas karena bukan hanya perjanjian tertulis melainkan juga
perjanjian tidak tertulis.
Mengingat luasnya definisi perjanjian, maka dalam penetapan harga, para pelaku usaha sudah
dapat dikatakan melakukan perjanjian penetapan harga hanya dengan memberikan tanda
kepada pelaku usaha lain yang biasanya akan diikuti oleh perilaku usaha lainnya.
Cara lain dalam menentukan harga adalah dengan membuat pengumuman atau pun artikel
di media massa yang mengindikasikan perlu kenaikan harga sehingga perilaku usaha lainnya
mengetahui harus ikut menaikan harga. Perjanjian antar pelaku usaha saling berupa saling
menginformasikan atau bertukar daftar harga juga merupakan bentuk tindakan yang tercakup
perjanjian penetapan harga. Hal–hal tersebut merupakan bentuk dari kolusi yang
disamarkan (tacit collation). Dengan demikian perjanjian, penentuan harga dapat berupa
perjanjian secara terbuka atau terang-terangan atau dapat pula dilakukan secara tertutup atau
disamarkan.
Penetapan harga dilarang karena akan mengakibatkan dampak negatif terhadap persaingan
harga (price competition). Adanya penetapan harga mengakibatkan kebebasan menentukan
harga secara mengindependen menjadi kurang. Selain merugikan
persaingan, tindakan penetapan harga juga merugikan konsumen dalam bentuk harga yang
lebih tinggi dan jumlah barang yang tersedia lebih sedikit. Para ekonomi dan praktisi hukum
persaingan usaha menyatakan bahwa perjanjian penetapan harga memiliki akibat yang fatal
terhadap konsumen dan menghambat persaingan dengan menaikan harga di atas harga
kompetitif dan sering disebut sebagai “naked agreement to eliminate competition”. Oleh
karena itu dalam hukum persaingan usaha penetapan harga dilarang.
Pada hakikatnya terdapat dua jenis hambatan dalam perdagangan, yaitu hambatan yang
bersifat horizontal dan hambatan yang bersifat vertikal. Hambatan horizontal diartikan secara
luas sebagai suatu hambatan yang dilakukan oleh satu atau lebih pelaku usaha terhadap
pelaku usaha lain dalam tingkatan yang sama atau pesaingnya. Sedangkan hambatan yang
bersifat vertikal yaitu suatu hambatan perdagangan yang dilakukan oleh para pelaku usaha
dari tingkatan yang berbeda dalam rangkaian produksi dan distribusi.
Hal yang sama juga terdapat pada penetapan harga yang dibagi ke dalam dua jenis, yaitu
perjanjian penetapan harga horizontal (horizontal price fixing agreement) dan perjanjian
penetapan harga vertikal (vertical price fixing agreement). Jenis perjanjian
penetapan harga horizontal terdapat pada Pasal 5 dan Pasal 7 UU No. 5/1999. Indikasinya
dalam ketentuan tersebut terdapat frase “pelaku usaha pesaingnya" yang menunjukan bahwa
perjanjian tersebut dibuat antara dua atau lebih pelaku usaha yang berada dalam tingkatan
perdagangan yang sama. Sedangkan perjanjian penetapan harga vertikal terdapat pada Pasal 6
dan Pasal 8 UU No. 5/1999. Indikasinya dalam ketentuan tersebut terdapat penetapan harga
yang dilakukan oleh pelaku usaha yang memiliki tingkat atau posisi yang berbeda.
Namun, khusus mengenai Pasal 6 UU No. 5/1999, A.M. Tri Angraini menyatakan bahwa,
selain dapat disebut atau digolongkan ke dalam jenis perjanjian penetapan harga vertikal,
ketentuan tersebut sebenarnya dapat pula dikategorikan ke dalam jenis perjanjian penetapan
harga horizontal mengingat dalam ketentuan tersebut tidak secara tegas dan spesifik
menentukan apakah “para pembeli” barang dan atau jasa yang sama itu menjual kembali
(barang dan atau jasa) yang diterima oleh penjual. Oleh karena itu, ketentuan tersebut dapat
dikategorikan menjadi penetapan harga horizontal/vertikal.
Salah satu bentuk perjanjian penetapan harga yang dilarang adalah sebagaimana terdapat
pada Pasal 5 UU No. 5/1999 yang menyatakan:
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk
menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar
oleh konsumen atau pelanggan pada pasar yang bersangkutan sama.
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi :
 suatu perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan; atau
 suatu perjanjian yang didasarkan undang-undang yang berlaku.
Penetapan harga yang terdapat dalam Pasal 5 ayat (1) ini merupakan penetapan harga yang
bersifat horizontal (horizontal price fixing). Penetapan harga horizontal adalah penetapan
harga yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pesaingnya untuk menetapkan harga yang
harus dibayar oleh konsumen atas suatu barang atau jasa pada pasar bersangkutan yang sama.
Penetapan harga tersebut terjadi dalam hal dua pihak atau lebih membuat perjanjian untuk
secara bersama-sama menentukan harga jual barang atau jasa. Jika dilihat
dari sifat larangannya, pendekatan yang diterapkan dalam penetapan harga adalah per se
rule .
Dengan demikian hal ini mengandung arti bahwa perjanjian disebut dilarang secara mutlak
tanpa memerlukan pembuktian perbuatan tersebut menimbulkan dampak negatif
terhadap konsumen dan persaingan usaha. Selain itu, dalam hal ini, tinggi atau
rendahnya harga juga merupakan hal yang tidak relevan. Dengan demikian, walaupun efek
negatif dari perjanjian penetapan harga terhadap persaingan usaha itu kecil, namun hal ini
tetap dilarang. Hal ini sekaligus mengandung pengertian bahwa market power para pihak
juga tidak begitu relevan untuk dipersoalkan walaupun kemungkinan terjadinya
kenaikan harga lebih besar apabila market share pelaku usaha tersebut besar.
Namun demikian, sesuai Pasal 5 ayat (2) UU No. 5/1999 terdapat pengecualian terhadap
larangan perjanjian penetapan harga ini. Pengecualian tersebut terhadap penetapan harga
yang didasarkan atas suatu perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan (Joint
Venture) dan penetapan harga yang didasarkan atas undang-undang yang berlaku.
3. Model Cournot adalah salah satu model ekonomi untuk menjelaskan pasar oligopoli.
Model ini mengasumsikan bahwa perusahaan secara independen memutuskan tingkat
produksi yang memaksimalkan keuntungan. Maksud saya, mereka tidak bergantung pada
berapa banyak pesaing yang memproduksi. Nama istilah ini diambil dari pencetusnya,
Augustin Cournot, seorang matematikawan Perancis.

Perusahaan menghasilkan produk yang homogen. Mereka berusaha untuk memaksimalkan


keuntungan dengan memilih berapa banyak untuk membuat. Karena produknya homogen,
dalam struktur pasar ini, persaingan didasarkan pada kuantitas output yang dihasilkan. Semua
perusahaan memutuskan output secara bersamaan. Mereka menganggap output pesaing tidak
akan berubah. Asumsi lain, perusahaan tidak boleh berkolusi atau membentuk kartel. Mereka
juga memiliki pandangan yang sama tentang permintaan pasar dan akrab dengan biaya
operasi pesaing.

Model Cournot menghasilkan hasil yang logis. Dalam jangka panjang, harga dan output
stabil; yaitu, tidak ada kemungkinan bahwa perubahan output atau harga akan membuat
perusahaan menjadi lebih baik. Dalam struktur pasar duopoli, solusi Cournot berada di antara
ekuilibrium kompetitif dan monopolistik. Persaingan sempurna menghasilkan harga terendah
dan output tertinggi. Sementara itu, monopoli membebankan harga tertinggi dan
menghasilkan output terendah. Selanjutnya, ketika jumlah perusahaan dalam industri
meningkat, titik ekuilibrium akan mendekati ekuilibrium kompetitif.

Untuk menjawab mengapa solusi Cournot berada di antara pasar persaingan sempurna dan
pasar monopoli, mari kita ambil contoh sederhana.

Katakanlah, permintaan pasar adalah:  Q d = 200 – P, di mana P adalah harga pasar.

Pasar hanya terdiri dari dua perusahaan. Kurva penawaran untuk setiap perusahaan diwakili
oleh biaya marjinal (MC), yang konstan pada Rp20.

Mari kita selesaikan kasusnya.

Karena hanya ada dua, jumlah penawaran pasar (Qs) sama dengan jumlah jumlah output
perusahaan pertama (Qs1) dan jumlah output perusahaan kedua (Qs2).

Q s = Q s1 + Q s2

Ingat, keseimbangan pasar terjadi ketika permintaan pasar sama dengan penawaran pasar (Qd
= Qs). Jadi kita dapat mengubah persamaan permintaan pasar di atas menjadi:

Q d = Q s <—> 200 – P = Q s1 + Q s2
Dari persamaan tersebut diperoleh persamaan untuk harga pasar, yaitu sebagai berikut:

 P = 200 – Q s1 – Q s2

Selanjutnya, kita akan mencari pendapatan untuk setiap perusahaan menggunakan persamaan
harga pasar di atas. Pendapatan adalah harga pasar dikalikan jumlah output.

 Total pendapatan perusahaan pertama (TR1) = P x Q s1 = (200 – Q s1 – Q s2) x Q s1 = 200Q s1 –
(Q s1 x Q s1) – (Q s2 x Q s1) = 200Q s1 – Q s1 2 – (Q s2 x Q s1)
 Total pendapatan perusahaan ke-2 (TR2) = P x Q s2 = (200 – Q s1 – Q s2) x Q s2 = 200Q s2 –
(Q s2 x Q s1) – (Q s2 x Q s2) = 200Q s2 – (Q s2 x Q s1)– Q s2 2

Dalam jangka panjang, perusahaan berproduksi pada tingkat output yang memaksimalkan
keuntungan. Ini terjadi ketika pendapatan marjinal (MR) sama dengan biaya marjinal (MC).
Karena kita sudah mengetahui nilai MC ($20), tugas kita selanjutnya adalah mencari
pendapatan marjinal.

Pendapatan marjinal sama dengan diferensial pertama dari total pendapatan mengenai
kuantitas yang diproduksi oleh setiap perusahaan. Untuk perusahaan pertama, kita harus
menemukan diferensial pertama TR1 terhadap Q s1. Adapun perusahaan kedua, kita harus
menemukan diferensial pertama TR2 terhadap Q s2. Hasil:

Pendapatan marjinal perusahaan pertama (MR 1) = 200 – 2Q s1 – Q s2

Pendapatan marjinal perusahaan ke-2 (MR 2) = 200 – 2Q s2 – Q s1

Karena kedua perusahaan memiliki biaya marjinal yang sama sebesar $20, akhirnya kita
dapat menghitung Q s2 dan Q s1.

Untuk memaksimalkan keuntungan, perusahaan akan beroperasi pada tingkat di mana MR =


MC. Jadi, untuk kedua perusahaan kita mendapatkan persamaan berikut:

  Perusahaan pertama: MR 1 = MC <—> 200 – 2Q s1 – Q s2 = 20


 Perusahaan ke-2: MR 2 = MC <—> 200 – 2Q s2 – Q s1 = 20

 Pertama, selesaikan untuk perusahaan 1 dan dapatkan persamaan untuk Q s2.

200 – 2Q s1 – Q s2 = 20 <—> Q s2 = (200-20) – 2Q s1 <—> Q s2 = 180 – 2Q s1

 Sekarang, kita substitusikan persamaan Q s2 ke perusahaan 2. Tujuannya adalah untuk


mendapatkan nilai Q s1.
200 – 2Q s2 – Q s1 = 20 <—> 200 – 2(180 – 2Q s1) – Q s1 = 20 <—> 200 – 360 + 4Q s1 – Q s1 =
20 <—> -160 + 3Q s1 = 20

Jadi, nilai Q s1 = (20+160)/3 = 60.

Setelah mendapatkan nilai Q s1, tugas selanjutnya adalah mendapatkan nilai Q s2.

Q s2 = 180 – 2Q s1 = 180 – (2 x 60) = 60

Jadi, dalam penetapan harga strategis Cournot, harga dan kuantitas ekuilibrium akan sama:

 P = 200 – Q s1 – Q s2 = 200 – 60 – 60 = 80


 Q d = 200 – P = 200 – 80 = 120

Mari kita bandingkan hasilnya dengan pasar persaingan sempurna dan monopolistik.

Di bawah pasar persaingan sempurna, maksimalisasi keuntungan terjadi ketika harga sama
dengan biaya marjinal dan sama dengan pendapatan marjinal: P = MR = MC = $20. Dan
untuk besaran: Q d = 200 – P = 200 – 20 = 180.

Di bawah monopoli, ekuilibrium terjadi ketika pendapatan marjinal sama dengan biaya
marjinal (MR = MC). Karena hanya ada satu perusahaan, total pendapatan akan sama
dengan TR = P × Q d = (200 – Q d) Q d = 200 Q d – Q d 2.

Dalam hal ini, pendapatan marjinal (diferensial pertama Qd) adalah 200 – 2 Q d.

Karena MR = MC, kita mendapatkan harga dan kuantitas di pasar monopoli sebagai berikut:

 MR = MC <—> 200 – 2Q d = 20 <—> Q d = 90


 P = 200 – Q d = 200 – 90 = 110

Barang Persaingan sempurna Cournot Monopoli

Harga 20 80 90
Kualitas 180 120 110

4. Ciri ciri Pasar Monopolistik


Berikut ini adalah beberapa ciri-ciri pasar monopolistik yang perlu kamu pahami:
1. Memiliki Jumlah Produsen atau Penjual yang Sangat Banyak
Produsen yang ada di dalam pasar monopolistik sangatlah beragam dan berjumlah banyak.
Sehingga tiap penjual atau produsen harus merasa puas dengan pembagian pasar ataupun
market share yang relatif kecil. Tak hanya itu saja, penjual yang ada di dalam pasar
monopolistik tidak mempunyai kekuasaan secara penuh untuk menentukan harga di pasaran.
Hal tersebut berkaitan dengan jumlah penjual yang cukup banyak. Sehingga muncul berbagai
kesulitan terkait koordinasi antar produsen atau penjual. Jadi kolusi harga hampir tidak bisa
dilakukan. Setiap pemilik usaha harus selalu aktif mencari target pasarnya sendiri.
2. Diferensiasi Produk
Diferensiasi produk yang dimaksud disini adalah produk yang serupa mempunyai
karakteristik yang berbeda-beda. Kita bisa melihat perbedaan tersebut dari bentuk, ukuran,
corak, kualitas, dan lainnya. Setiap produsen akan memberikan ciri khas dan sentuhan khusus
pada produk yang dihasilkan. Seperti halnya pabrikan apparel dan juga alat-alat olahraga
seperti Nike, Adidas, Fila, Skechers, dan juga Puma mempunyai produk yang serupa. Dimana
semua perusahaan tersebut mengeluarkan jenis sepatu yang sama. Tapi produk yang mereka
hasilkan memiliki karakteristik dan ciri masing-masing.
Oleh karena itu, setiap perusahaan atau produsen tidak bisa seenaknya sendiri menentukan
harga pasaran, baik itu menurunkan ataupun menaikkan harga. Apabila salah satu produsen
berusaha untuk merusak harga pasar, maka hal itu secara otomatis akan diikuti oleh produsen
lainnya. Akan tetapi, para produsen tetap tidak bisa menaikkan harga produk. Sebab, jika ada
yang nekat menaikkan harga namun kompetitor tetap mempertahankan harga sebelumnya,
maka perusahaan tadi akan mengalami kerugian.
3. Persaingan Produsen Tidak Berdasar Pada Harga
Di dalam pasar persaingan monopolistik, produsen atau penjual cenderung tidak bisa
mempermainkan harga di pasaran. Kecuali ada suatu konsensus yang dilakukan secara
bersamaan dengan produsen lainnya. Oleh karena itu, persaingan yang terjadi di dalam sistem
pasar ini lebih mengarah kepada desain, kualitas, marketing, dan kelebihan dari masing-
masing produk.
Kalaupun ada yang ingin bermain harga, misalnya saja ada produsen yang ingin menetapkan
harga tinggi untuk produk yang ditawarkannya, maka produsen tersebut harus bisa
meyakinkan para konsumen terkait kualitas dan juga keunggulan dari produk tersebut
dibandingkan dengan produk serupa milik kompetitor.
4. Kebebasan Produsen Baru Untuk Keluar dan Masuk Pasar
Semua produsen yang ada di dalam sistem pasar ini memiliki kebebasan untuk masuk dan
keluar pasar. Sebab, produk-produk yang mereka tawarkan bisa digantikan oleh produk
serupa dari produsen lain yang masih bertahan di dalam pasar tersebut. Hal itu tentu tidak
akan menyebabkan kelangkaan produk dan menyusahkan konsumen yang ingin mencari
produk tersebut.
Sementara untuk produsen baru, mereka tidak perlu memiliki sejumlah modal yang besar
untuk dapat bergabung dan bersaing dalam memperebutkan pangsa pasar. Asalkan produk
yang ditawarkan memiliki harga yang terjangkau dan berkualitas baik serta dapat
dipertanggungjawabkan. Dengan begitu, konsumen yang ada di dalam pasar akan menerima
kehadiran produsen baru itu.
5. Perkembangan Teknologi dan Inovasi
Karena adanya persaingan yang ketat dan banyaknya kompetitor di dalamnya. Maka tiap
produsen atau penjual dituntut untuk dapat terus memberikan sebuah inovasi terhadap produk
yang mereka tawarkan. Hal tersebut juga menyebabkan teknologi dapat berkembang dengan
cepat untuk mengimbangi inovasi yang diinginkan oleh para produsen.
Saat sebuah produsen melakukan inovasi, makan hal itu akan mendatangkan keuntungan
yang lebih banyak dibandingkan dengan keuntungan normal saat menggunakan produk lama.
Dengan adanya pendapatan atau keuntungan yang meningkat, maka akan lebih mudah
menarik produsen lain untuk melakukan inovasi serupa atau lebih baik lagi. Oleh sebab itu,
konsep inovasi dan juga teknologi tak akan pernah putus selama ada persaingan yang ketat
antara produsen satu dan lainnya.

5. Jenis-Jenis Pasar Tenaga Kerja


1. Berdasarkan Prioritasnya
Pasar Tenaga Kerja Utama ( Primary Labour Market)
Pasar kerja utama adalah pasar tenaga kerja yang menawarkan jabatan atau posisi dengan
tingkat upah atau gaji yang tinggi, pekerja yang baik dan dengan kondisi yang setabil. Pasar
ini dapat ditemukan pada sektor usaha yang menggunakan padat modal.
Pasar Tenaga Kerja Sekunder (Secondary Labour Market)
Para pekerja sekunder adalah pasar tenaga kerja yang menawarkan jababtan atau posisi
dengan tingkat upah atau gaji yang rendah, posisis yang kurang setabil dan kurang memberi
kesempatan untuk pengembangan karir karyawan. Biasanya ini dapat dilihat pada industri
rrestoran dan jasa hotel, kasir dan penjualan ritel.
2. Berdasarkan Pendidikannya
Pasar Tenaga Kerja Terdidik (Skilled Labour Market)
Pasar keja sekunder adalah pasar tenaga kerja yang menawarkan pekerjaan yang
membutuhkan karyawan yang berpendidikan dan memiliki keterampilan yang memadai.
Pasar tenaga kerja ini biasanya dibutuhkan pada sektor usaha formal, misalnya dokter,
akuntan, pengacara, dan lain sebagainya.

 Pasar Tenaga Kerja Tidak Terdidik (Unskilled Labour Market)

Pasar tenaga kerja tidak terdidik adalah yang menawarkan pekerjaan yang tidak
mementingkan pendidikan maupun keterampilan-keterampilan khusus tertentu. Pasar tenaga
kerja ini biasanya ditemui pada sektor usaha informal, misalnya pedagang asongan, loper
koran dan majalah, juru parkir dan lain sebagainya.

3. Pasar tenaga kerja intern dan ekstern

Pasar tenaga kerja intern yaitu pasar yang mendahulukan para pegawai yang sudah ada untuk
mengisi lowongan kerja yang dibutuhkan. Ini berarti berkaitan dengan pemberian promosi
(kenaikan jabatan) bagi pegawai yang bersangkutan. Pasar tenaga kerja ekstern yaitu pasar
yang mempersilakan orang luar untuk mengisi lowongan kerja yang dibutuhkan.

4. Pasar tenaga kerja dalam negeri dan luar negeri

Pasar tenaga kerja dalam negeri yaitu yang terjadi di dalam negeri. Pasar tenaga kerja luar
negeri yaitu pasar tenaga kerja yang terjadi di luar negeri.

Indonesia sebagai negara yang mempunyai jumlah penduduk yang tinggi (kurang lebih 220
juta) dengan banyaknya jumlah pengangguran akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan
dan memunculkan maraknya kejadian PHK (Pemusatan Hubungan Kerja) sangat
membutuhkan jasa pasar tenaga kerja luar negeri. Dengan adanya pasar ini, Indonesia dapat
mengurangi jumlah pengangguran sekaligus menambah devisa negara.

5. Pasar Tenaga Kerja Persaingan Sempurna

Dalam pasar tenaga kerja persaingan sempurna terdapat banyak sekali perusahaan. Oleh
karena itu, para tenaga kerja dapat menawarkan jasanya secara perseorangan pada perusahaan
yang diinginkan. Pada pasar ini, setiap tenaga kerja bertindak demi kepentingan masing-
masing dan tidak mendirikan perserikatan seperti serikat pekerja demi mewakili kepentingan
bersama.

Pada pasar ini berlaku pula hukum permintaan dan hukum penawaran seperti pada pasar
barang dan jasa (pasar output). Itu berarti, semakin tinggi upah tenaga kerja, semakin sedikit
permintaan terhadap tenaga kerja.

Sebaliknya, semakin rendah upah tenaga kerja, semakin banyak permintaan terhadap tenaga
kerja. Hal demikian berlaku pula pada penawaran, yakni semakin tinggi upah tenaga kerja
semakin banyak penawaran tenaga kerja. Sebaliknya, semakin rendah upah tenaga kerja
semakin sedikit penawaran tenaga kerja.

6. Pasar Tenaga Kerja Monopoli

Berbeda dengan pasar tenaga kerja persaingan sempurna, pada pasar ini seluruh tenaga kerja
bersatu, menyatukan kekuatan dan kepentingan dengan bergabung dalam serikat pekerja atau
serikat buruh. Serikat pekerja bertugas mewakili para pekerja dalam menuntut upah dan
fasilitas-fasilitas lain kepada perusahaan demi meningkatkan kesejahteraan pekerja. Karena
bergabung dalam satu kekuatan, yakni serikat pekerja maka para tenaga kerja memiliki hak
monopoli dalam menjual atau menawarkan tenaganya.

Dalam pasar tenaga kerja monopoli, penentuan tingkat upah bisa dilakukan dengan cara
sebagai berikut.
 Menuntut upah lebih tinggi dari upah ekuilibrium.
 Membatasi penawaran tenaga kerja.
 Menambah permintaan tenaga kerja.

7. Pasar Tenaga Kerja Monopsoni

Pasar tenaga kerja monopsoni terjadi jika di satu wilayah tertentu hanya ada satu perusahaan
yang bersedia meminta tenaga kerja, sedangkan para tenaga kerja tidak mempunyai
organisasi seperti serikat pekerja. Ini berarti, kekuatan perusahaan jauh lebih besar dibanding
tenaga kerja. Akibatnya upah yang terjadi umumnya di bawah upah ekuilibrium atau upah
keseimbangan.

8. Pasar Tenaga Kerja Monopoli Bilateral

Pasar tenaga kerja monopoli bilateral terjadi jika terdapat dua kekuatan yang saling
bertentangan. Kekuatan pertama berasal dari para tenaga kerja yang bersatu dalam serikat
pekerja, dan kekuatan kedua berasal dari satu perusahaan yang merupakan satu-satunya
perusahaan yang memakai tenaga kerja. Serikat pekerja yang memberikan penawaran tenaga
kerja mempunyai posisi yang sama kuat dengan perusahaan yang melakukan permintaan
tenaga kerja, sehingga terjadilah keadaan saling memonopoli, yang disebut monopoli
bilateral.

Anda mungkin juga menyukai