Dosen Pengampu :
Fawwaz Ali Akbar, S.Kom,M.Kom.
Oleh Kelompok 7 :
KELAS G197
MATA KULIAH KEWARGANEGARAAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAWA TIMUR
SURABAYA
2023
1. Judul Berita dan Sumbernya
Judul berita yang kita ambil adalah Infografis Pesawat Susi Air Dibakar di
Papua Diduga Ulah KKB, yang di upload pada 09 Februari 2023 oleh Anri
Syaiful. Bersumber dari Liputan6 news
2. Isi Pokok Berita
KKB merupakan Kelompok Kriminal Bersenjata yang dikenal
sebagai Operasi Papua Merdeka sejak 1965. Pada kali ini KKB berulah
lagi dengan aksi terornya di papua. Kelompok ini melakukan aksinya yaitu
membakar pesawat Susi Air bernomor penerbangan SI 9368 di Bandara
Paro, Distrik Paro, Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan pada Selasa 7
Februari 2023. Diduga aksi penembakan ini karena gerakan separatis yang
dipimpin oleh Egianus Kagoya, ungkap Brigjen JO Sembiring, Komandan
Korem 172/PWY Jayapura.
Pesawat tersebut dipiloti oleh Kapten Philips Marthen yang berasal
dari Selandia Baru dan memiliki 5 penumpang serta 1 bayi.
Penumpang-penumpang tersebut berhasil selamat selang sehari terjadinya
pembakaran pesawat yang diungkapkan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit
Prabowo. Akan tetapi sang pilot belum ditemukan, dengan bantuan tim
gabungan TNI-Polri masih terus mencari keberadaannya. Diduga bahwa
sang pilot disandera oleh pasukan KKB.
Selain pesawat Susi Air ada 4 insiden serupa yang dilakukan oleh
KKB ini diantaranya ada Pesawat Trigana Air yang terjadi pada 9 Januari
2023, penembakan tersebut terjadi saat terbang di bandara Oksibil,
Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua. Penembakan ini dinyatakan
penumpangnya selamat walaupun terjadi di beberapa sisi pesawat.
Kemudian ada Pesawat Ikairos, Pesawat kargo ini awalnya akan mendarat
di bandara Oksibil akan tetapi para KKB menembaki pesawat sehingga
tidak jadi mendarat, penembakan ini terjadi pada hari yang sama pada
pesawat Trigana Air. Lalu ada pesawat Sam Air yang terjadi pada 7 Juni
2022, pesawat dengan rute Wamena-Nduga ini ditembaki saat sedang
mendarat di bandara Kenyam, Kabupaten Nduga. Dapat dipastikan bahwa
kejadian penembakan ini tidak memakan korban. Dan yang terakhir ada
Pesawat Asian One pada 13 Mei 2022. Pesawat kargo Asian One ini
mulanya akan mendarat di bandara Aminggaru Ilaga, Kabupaten Puncak,
Papua Tengah tetapi tidak jadi karena penembakan itu, sehingga pesawat
kembali ke Timika tanpa menurunkan barangnya.
Latar belakang pemberontakan bersenjata ini adalah pasukan OPM
atau Operasi Papua merdeka, melakukan berbagai cara untuk melepaskan
diri dari Indonesia, yang awalnya melakukan referendum yaitu kegiatan
untuk meminta pendapat rakyat atau pemungutan suara publik secara
langsung mengenai setuju atau tidak setuju terhadap suatu peristiwa atau
kejadian. Berlanjut menjadi tindak kriminal yang memakan korban jiwa.
Kejahatan KKB Papua ini dimulai sejak 16 Februari 2021 di kawasan
Boega, Kecamatan Puncak, Papua. Sehingga Kawasan ini menjadi salah
satu kawasan yang paling rawan terhadap gangguan KKB Papua.
1. Perbedaan Ideologi
Selain faktor yang telah disebutkan diatas, beberapa faktor lain yang
menyebabkan munculnya KKB antara lain :
1. Politik kolonialisme
2. Ekonomi dan kesejahteraan
3. Sosio kultural
4. Serta ideologis dan nasionalisme.
5. Alternatif penyelesaiannya
Berdasar pengalaman konflik Aceh dan banyak konflik lain di
dunia, jalan satu-satunya menuju penyelesaian konflik Papua secara
damai, adil dan bermartabat tidak lain adalah duduk bersama atau
berunding, apapun namanya musyawarah atau dialog. Selain menjadi
bagian dari proses trust building, tujuan utama dialog adalah membangun
suasana damai dan kondusif untuk mencari titik temu atas silang pendapat
atau pertentangan Pemerintah - Papua, sekaligus merumuskan dan
menyepakati jalan keluarnya. Dari mekanisme penyelesaian konflik yang
telah ditempuh oleh Pemerintah Indonesia harus ditunjukkan bahwa
kepentingan utama Indonesia untuk mempertahankan Papua sebagai
bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, menghentikan serangan
yang dilakukan oleh OPM, serta tidak memberi sedikitpun kesempatan
OPM untuk melakukan referendum.
Sejauh ini, belum pernah dilakukan dialog antara Pemerintah
Indonesia dengan OPM. Padahal, pentingnya melakukan dialog antara TNI
dengan OPM sudah menjadi wacana sejak era Pemerintahan Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono, namun tidak pernah terlaksana sampai akhir
kepemimpinannya. Begitupun di era Presiden Jokowi. Lewat TNI,
sebenarnya diharapkan adanya dialog dengan OPM agar lebih mengerti
keinginan OPM sebenarnya. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum,
dan Keamanan Republik Indonesia, Wiranto, pada tahun 2019 menegaskan
bahwa dialog antara pemerintah dengan kelompok bersenjata OPM tidak
mungkin untuk dilakukan. Pertama, karena kedudukan yang tidak sejajar
antara kelompok bersenjata dengan pemerintah, karena di mata
pemerintah, mereka adalah kelompok kriminal yang harus ditangkap atau
diselesaikan. Kedua, akan ada keraguan dari pihak OPM apakah dalam
dialog tersebut OPM dapat benar-benar mengutarakan keinginan mereka
dan TNI akan menerimanya, ataukah dialog ini disokong oleh pemerintah
pusat. Lalu yang ketiga, besar kecenderungan dari pihak OPM untuk tidak
mau melakukan dialog, karena mereka selama ini dipandang sebagai
musuh pemerintah, dan dapat dijebak atau ditangkap oleh Pemerintah
Indonesia sewaktu-waktu atas tuduhan separatis (Tempo.co, 2019).
Namun tetap perlu dilakukan dialog untuk menghasilkan
kompromi. Namun, dialog yang harus dilakukan menurut mekanisme ini
adalah antara kedua aktor yang seimbang. Maka dalam kasus antara
Pemerintah Indonesia dengan OPM, dialog yang dilakukan antara kedua
pihak tersebut harus melakukan beberapa penyesuaian. Status OPM
sampai saat adalah pemberontak atau insurgent yang tanggungannya di
bawah pemerintah Indonesia. Status tersebut tidak memungkinkan OPM
untuk menyesuaikan posisinya menjadi setingkat negara dan posisi
tersebut tentu tidak akan pernah diharapkan oleh Pemerintah Indonesia.
Sehingga dalam hal ini, Pemerintah Indonesia merupakan pihak yang
harus menyesuaikan posisinya dalam dialog tersebut. Pemerintah
Indonesia dapat menurunkan level aktor yang melakukan dialog.
Menurunkan level aktor yang dimaksud adalah mengurangi dari segi
kuantitas dan ‘atribut’ kemiliteran. Karena pemerintah pada umumnya
melibatkan berbagai jajaran pemerintahan dan sifatnya sangat
state-centric. Dialog serupa pernah dilakukan Pemerintah Indonesia dalam
negosiasi untuk membebaskan Warga Negara Indonesia yang disandera
Kelompok Abu Sayyaf. Pemerintah Indonesia mengirimkan negosiator
yang dapat berdiskusi dengan penyandera dan memanfaatkan bantuan
aktor non-negara yang memiliki kedekatan dengan masyarakat di wilayah
Filipina Selatan. Dalam kasus ini, Pemerintah Indonesia mengandalkan
pihak yang sekiranya lebih dapat diterima oleh penyandera dengan juga
mempertimbangkan komunikasi dan informasi yang dibutuhkan untuk bisa
bernegosiasi dengan penyandera (Istikharoh, 2017). Cara tersebut dapat
dilakukan Pemerintah Indonesia dalam melakukan dialog dengan OPM
dengan menurunkan aktor kelompok atau individu yang mewakili
pemerintah namun disisi lain juga ahli dalam bernegosiasi dan memiliki
informasi yang cukup untuk bisa menyampaikan tuntutan Indonesia dan
mendengar tuntutan dari OPM.
Dalam dialog ini penting pula untuk mendengarkan maksud dan
tujuan terdalam dari pihak OPM yang selama ini harusnya bisa dipenuhi
oleh pihak pemerintah Indonesia namun dilalaikan. Karena, pada 2015
suatu dialog antara kelompok bersenjata OPM dengan Gubernur Papua
terbukti berhasil merepresentasikan tuntutan yang sebenarnya dapat
dipenuhi Pemerintah Indonesia. Dalam dialog tersebut pimpinan Tentara
Pembebasan Nasional Papua Barat Organisasi Papua Merdeka
(TPNPB-OPM) memberikan permintaan secara lisan dan tertulis, agar
pemerintah pusat dapat masuk ke wilayah Puncak Jaya dan melakukan
pembangunan di daerah tersebut. Pada saat itu, Gubernur Papua Lukas
Enembe menjawab akan memenuhi permintaan tersebut dengan syarat
TPNPB-OPM menghentikan aksi kekerasan di wilayah tersebut, dan
mengembalikan senjata TNI/POLRI yang sebelumnya dirampas. Jadi pada
dasarnya, bukan hal yang mustahil untuk melakukan dialog antara
Pemerintah Indonesia dengan OPM, dengan catatan besar kedua pihak
dapat meminimalisir egoisme antara keduanya, untuk selanjutnya bisa
saling menemukan keinginan masing-masing yang dapat dipenuhi
bersama-sama oleh kedua pihak (Republika.co.id, 2015).
Hal lain yang perlu diperhatikan ialah keberagaman dari OPM itu
sendiri. Dialog yang pernah dilakukan baru mewakili golongan OPM
tertentu. Sedangkan, penting agar dialog ini dapat berhasil menumpas
segala konflik yang ada, untuk benar-benar mempertemukan semua pihak
OPM agar segala tuntutan terwakili dan tersampaikan secara keseluruhan.
Selain pihak Indonesia mengirim aktor yang mumpuni untuk berdialog,
sama halnya dengan OPM. Dialog ini harus melibatkan OPM secara
keseluruhan, mengingat beragamnya OPM dan kepentingannya. Baik
dengan melibatkan seluruh perwakilan masing-masing OPM, dan/atau
ditunjuknya perwakilan yang dapat mewakili seluruh OPM.
Selain mengubah aktor yang dilibatkan dalam berdialog,
Pemerintah Indonesia juga harus menekankan pada hasil yang ingin
dicapai. Dapat kita lihat usaha-usaha yang telah dilakukan pemerintah
hanya berfokus pada pembangunan di Papua. Padahal aspek yang
dilibatkan dalam upaya pemulihan keadaan di Papua tidak hanya sekedar
pembangunan saja. Pemerintah seolah melupakan aspek-aspek lain seperti
adanya kekerasan, diskriminasi dan bentuk kesenjangan lain. Dalam hal
ini, penulis menekankan bahwa selain memasukkan agenda pembangunan,
dialog yang dilakukan harus berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dasar
manusia, termasuk hilangnya segala bentuk kekerasan dan ketidakadilan di
Papua. Seperti yang disebutkan oleh Galtung bahwa konflik dapat terjadi
akibat tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia.
Soal dan Jawaban dari Kelompok 6
Jawaban :
Jawaban :
Maraknya arus warga negara asing tidak berdokumen (ilegal)
banyak memberikan ancaman bagi negara indonesia maupun di negara
WNA tersebut berasal. Oleh karena itu, perlu adanya kebijakan yang dapat
menangani masalah warga negara asing tidak berdokumen (ilegal).
Indonesia sebagai salah satu negara di dunia yang memiliki potensi kuat
untuk terjadinya penyelundupan warga negara asing tidak berdokumen
(ilegal) didorong oleh faktor perdagangan bebas yang terbuka lebar oleh
wilayah geografis indonesia. Indonesia yang bentuk negaranya berupa
kepulauan memiliki banyak pintu masuk seperti: bandara, pelabuhan, batas
darat dan perairan. Warga negara asing yang masuk Indonesia secara ilegal
akan ditangkap oleh pemerintah Indonesia, dan bisa saja dideportasi dari
Indonesia. Sedangkan untuk perlindungan wilayah laut Indonesia supaya
negara lain tidak dapat memasuki wilayah Indonesia seperti Illegal fishing,
Penyelundupan barang, Penyelundupan narkoba,
Trafficking/Penyelundupan manusia dan boat people (manusia perahu ),
terorisme dan bajak laut.
Untuk menjaga wilayah laut yang sangat luas tersebut, Indonesia
memiliki tujuh lembaga penegak hukum yang memiliki satgas patroli di
laut. Lembaga penegak hukum tersebut diantaranya adalah TNI-Angkatan
Laut; POLRI-Direktorat Kepolisian Perairan; Kementerian
Perhubungan-Dirjen Hubla; Kementerian Kelautan dan Perikanan-Dirjen
PSDKP; Kementerian Keuangan-Dirjen Bea Cukai; Bakamla, dan Satuan
Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal (Satgas 115).
Ke-tujuh lembaga penegak hukum tersebut melaksanakan patroli terkait
dengan keamanan di laut secara sektoral sesuai dengan kewenangan yang
dimiliki berdasarkan peraturan perundang-undangan masing-masing.
3. Jelaskan faktor apa saja penyebab terjadinya disintegrasi!
Jawaban :