Anda di halaman 1dari 14

ANALISIS KASUS DISINTEGRASI YANG TERJADI DI INDONESIA

Dosen Pengampu :
Fawwaz Ali Akbar, S.Kom,M.Kom.

Oleh Kelompok 7 :

Maulidya Khoirunnisa 22042010168


Andika Adam Firdaus 22042010190
Putri Maharanie 22042010196
Zakiya Putri Audina 22042010200
Rheina Rosa Agustina 22042010210

KELAS G197
MATA KULIAH KEWARGANEGARAAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAWA TIMUR
SURABAYA
2023
1. Judul Berita dan Sumbernya
Judul berita yang kita ambil adalah Infografis Pesawat Susi Air Dibakar di
Papua Diduga Ulah KKB, yang di upload pada 09 Februari 2023 oleh Anri
Syaiful. Bersumber dari Liputan6 news
2. Isi Pokok Berita
KKB merupakan Kelompok Kriminal Bersenjata yang dikenal
sebagai Operasi Papua Merdeka sejak 1965. Pada kali ini KKB berulah
lagi dengan aksi terornya di papua. Kelompok ini melakukan aksinya yaitu
membakar pesawat Susi Air bernomor penerbangan SI 9368 di Bandara
Paro, Distrik Paro, Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan pada Selasa 7
Februari 2023. Diduga aksi penembakan ini karena gerakan separatis yang
dipimpin oleh Egianus Kagoya, ungkap Brigjen JO Sembiring, Komandan
Korem 172/PWY Jayapura.
Pesawat tersebut dipiloti oleh Kapten Philips Marthen yang berasal
dari Selandia Baru dan memiliki 5 penumpang serta 1 bayi.
Penumpang-penumpang tersebut berhasil selamat selang sehari terjadinya
pembakaran pesawat yang diungkapkan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit
Prabowo. Akan tetapi sang pilot belum ditemukan, dengan bantuan tim
gabungan TNI-Polri masih terus mencari keberadaannya. Diduga bahwa
sang pilot disandera oleh pasukan KKB.
Selain pesawat Susi Air ada 4 insiden serupa yang dilakukan oleh
KKB ini diantaranya ada Pesawat Trigana Air yang terjadi pada 9 Januari
2023, penembakan tersebut terjadi saat terbang di bandara Oksibil,
Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua. Penembakan ini dinyatakan
penumpangnya selamat walaupun terjadi di beberapa sisi pesawat.
Kemudian ada Pesawat Ikairos, Pesawat kargo ini awalnya akan mendarat
di bandara Oksibil akan tetapi para KKB menembaki pesawat sehingga
tidak jadi mendarat, penembakan ini terjadi pada hari yang sama pada
pesawat Trigana Air. Lalu ada pesawat Sam Air yang terjadi pada 7 Juni
2022, pesawat dengan rute Wamena-Nduga ini ditembaki saat sedang
mendarat di bandara Kenyam, Kabupaten Nduga. Dapat dipastikan bahwa
kejadian penembakan ini tidak memakan korban. Dan yang terakhir ada
Pesawat Asian One pada 13 Mei 2022. Pesawat kargo Asian One ini
mulanya akan mendarat di bandara Aminggaru Ilaga, Kabupaten Puncak,
Papua Tengah tetapi tidak jadi karena penembakan itu, sehingga pesawat
kembali ke Timika tanpa menurunkan barangnya.
Latar belakang pemberontakan bersenjata ini adalah pasukan OPM
atau Operasi Papua merdeka, melakukan berbagai cara untuk melepaskan
diri dari Indonesia, yang awalnya melakukan referendum yaitu kegiatan
untuk meminta pendapat rakyat atau pemungutan suara publik secara
langsung mengenai setuju atau tidak setuju terhadap suatu peristiwa atau
kejadian. Berlanjut menjadi tindak kriminal yang memakan korban jiwa.
Kejahatan KKB Papua ini dimulai sejak 16 Februari 2021 di kawasan
Boega, Kecamatan Puncak, Papua. Sehingga Kawasan ini menjadi salah
satu kawasan yang paling rawan terhadap gangguan KKB Papua.

3. Kaitannya dengan jenis integrasi


Integrasi teritorial Papua ke Indonesia harus ditindaklanjuti dengan
integrasi sosial, yaitu memastikan masyarakat Papua merasa menjadi
bagian dari bangsa Indonesia. Sayangnya, pendekatan yang diambil negara
justru membuat integrasi sosial semakin rapuh. Misalnya program
transmigrasi yang memunculkan persoalan pelik mulai dari ganti rugi
lahan yang tidak proporsional, deforestasi, malnutrisi, hingga segregasi
sosial antara masyarakat asli dan transmigran.
Mahasiswa Papua di berbagai kota sering menjadi korban stigma
dan prasangka. Bagi mereka sulit untuk mencari tempat tinggal karena
dianggap pemabuk, pembuat onar dan stigma negatif lainnya. Jadi tinggal
di asrama Papua seringkali menjadi satu-satunya pilihan meskipun hal itu
memperkuat segregasi dan stigma sosial.
Begitu juga dengan keamanan, jumlah prajurit terus bertambah
namun gangguan keamanan terus terjadi. Pelaku penembakan di Nduga,
Papua akhir tahun lalu belum tertangkap. Semua ini menunjukkan bahwa
penekanan pada integrasi teritorial telah menciptakan kesenjangan besar
dalam hubungan sosial antara masyarakat Papua dengan negara dan
kelompok sosial lainnya.
Lalu muncullah KKB yang mengancam persatuan dan kesatuan
Indonesia. Adanya KKB ini mengakibatkan hilangnya situasi aman di
daerah Papua karena banyak sekali aksi pemberontakan yang merenggut
banyak nyawa. KKB di Papua juga berdampak pada perekonomian
Indonesia yaitu akibat rusaknya fasilitas dan lahan industri atau
perkebunan di Papua yang merupakan sektor utama pendapatan daerah.
Adanya KKB di Papua ini perlu untuk diberantas karena dengan
KKB yang masih terus eksis akan berpengaruh kepada integrasi nasional
karena Papua merupakan bagian dari negara Indonesia dan harus tetap
menjadi bagian dari Indonesia walaupun Papua memiliki banyak
perbedaan.
Pemerintah harus cepat dalam menangani masalah ini agar tidak
semakin parah di kemudian hari. Dan pemerintah harus bisa
mempertahankan wilayah Papua karena Papua adalah wilayah Indonesia
dan sebagai negara harus bisa mempertahankan wilayahnya dan kekayaan
alam yang ada di Papua bisa dimanfaatkan dan tentunya akan membantu
perekonomian Indonesia.

4. Faktor penyebab disintegrasi


Munculnya disintegrasi di sebuah negara disebabkan oleh beberapa faktor,
diantaranya sebagai berikut yang dikutip dari liputan6.com.

1. Perbedaan Ideologi

Setiap negara tentu punya ideologi masing-masing yang harus juga


dimiliki oleh para warga negaranya. Masalah akan datang ketika
muncul berbagai ideologi dengan paham yang tidak sesuai dengan
ideologi negara. Contohnya adalah ideologi Indonesia adalah
Pancasila. Namun, banyak ideologi selain Pancasila yang berkembang
di tengah masyarakat. Keberadaan ideologi selain Pancasila tersebut
dapat mengancam persatuan dan dapat menyebabkan kehancuran pada
suatu tatanan hidup masyarakat. Seperti komunisme, marxisme dan
lain-lain.

2. Demografi yang Timpang

Kesenjangan dalam demografis juga bisa menjadi penyebab dari


terjadinya disintegrasi bangsa. Ketika pemenuhan kebutuhan tidak
seimbang, rakyat akan berlomba-lomba untuk memenuhi
kebutuhannya. Ini bisa memunculkan rasa kecemburuan yang akan
menuntut berbagai hal dan bisa berakibat perpecahan.

3. Iklim Politik yang Kurang Sehat

Ini adalah salah satu pemicu yang bisa menyebabkan terjadinya


perpecahan. Akan ada oknum yang mempermainkan politik untuk
kepentingannya sendiri. Hasilnya, banyak terjadi demonstrasi dan
perpecahan di tengah masyarakat ketika membahas masalah politik
ini.

4. Menurunnya Tingkat Toleransi di Tengah Masyarakat

Menghormati segala perbedaan adalah hal yang penting dalam hidup


berbangsa. Kita tidak boleh membedakan sikap terhadap orang lain
hanya karena suku, ras, agama, adat, kondisi ekonomi, kondisi fisik,
tingkat pendidikan ataupun hal-hal lainnya. Namun nyatanya saat ini,
toleransi dari masyarakat semakin berkurang. Banyak sekali kejadian
yang bisa membuat perpecahan bangsa dimulai dari tidak adanya
toleransi. Kita harus waspada untuk hal yang satu ini.
5. Kemajuan Ekonomi yang Terhambat

Hal ini bisa menyebabkan kesenjangan yang besar di antara


orang-orang yang berkecukupan dengan yang memiliki kekurangan
finansial di tengah masyarakat. Tingginya tingkat pengangguran juga
merupakan akibat dari lambatnya kemajuan ekonomi. Hal-hal tersebut
dapat meningkatkan kriminalitas dan perpecahan di antara penduduk
suatu negara.

Dalam kasus KKB ini menurut Direktur Eksekutif Amnesty


International Indonesia, Usman Hamid juga menyebutkan jika konflik
senjata ini juga disebabkan adanya perebutan sumber daya ekonomi.
Pasalnya, Intan Jaya khususnya di Distrik Supaga merupakan daerah
potensi tambang emas. Adanya rencana penambangan Blok Wabu
oleh PT Aneka Tambang Tbk inilah yang dikhawatirkan semakin
meningkatkan eskalasi konflik bersenjata di Intan Jaya.

Ketua Forum Komunikasi dan Aspirasi MPR RI untuk Papua, Yorrys


Raweyai menyebutkan ada kekecewaan yang berkepanjangan dari
generasi ke generasi yang melatarbelakangi KKB Papua.

Selain itu, kurangnya mediasi, dialog dan kesepakatan antara


pemerintah dan sejumlah ormas di Papua menyebabkan kasus ini tak
pernah usai. Yorrys juga menegaskan jika selalu dibiarkan, maka
dikhawatirkan 10 tahun mendatang pun, situasi seperti ini tidak akan
menemui titik akhir.

Nilai-nilai dalam pancasila yang sepenuhnya belum diterapkan.


Menurut Argo, hingga saat ini, berbagai persoalan yang belum tuntas
di Papua, yaitu internalisasi nilai-nilai Pancasila serta pemenuhan
hak-hak dasar masyarakat di bidang sosial, ekonomi, dan budaya.

"Sejak Papua kembali kepada pangkuan Ibu Pertiwi tahun 1963,


proses internalisasi nilai-nilai Pancasila belum tuntas, ditambah
adanya akumulasi kekecewaan masyarakat Papua atas terbatasnya
pelayanan dalam bidang ekonomi, kesejahteraan, dan pendidikan,"
kata dia.

Selain faktor yang telah disebutkan diatas, beberapa faktor lain yang
menyebabkan munculnya KKB antara lain :

1. Politik kolonialisme
2. Ekonomi dan kesejahteraan
3. Sosio kultural
4. Serta ideologis dan nasionalisme.

Selain memperhatikan faktor-faktor penyebab disintegrasi kita juga


harus tau tanda-tanda munculnya disintegrasi bangsa. Disintegrasi
bangsa dalam masyarakat Indonesia ditandai oleh beberapa gejala,
yang antara lain:

1. Tidak adanya persamaan pandangan (persepsi) antara anggota


masyarakat mengenai tujuan yang semula dijadikan patokan oleh
masing-masing anggota masyarakat.
2. Perilaku para warga masyarakat cenderung melawan atau
melanggar nilai-nilai dan norma-norma yang telah disepakati
bersama.
3. Kerap kali terjadi pertentangan antara norma-norma yang ada di
dalam masyarakat.
4. Nilai-nilai dan norma-norma yang ada di masyarakat tidak lagi
difungsikan dengan baik dan maksimal sebagaimana mestinya.
5. Tidak adanya konsistensi dan komitmen bersama terhadap
pelaksanaan sanksi bagi mereka yang melanggar norma-norma
yang ada di masyarakat.
6. Kerap kali terjadinya proses-proses sosial di masyarakat yang
bersifat disosiatif, seperti persaingan tidak sehat, saling fitnah,
saling hasut, pertentangan antar individu maupun kelompok,
perang urat saraf, dan seterusnya.

5. Alternatif penyelesaiannya
Berdasar pengalaman konflik Aceh dan banyak konflik lain di
dunia, jalan satu-satunya menuju penyelesaian konflik Papua secara
damai, adil dan bermartabat tidak lain adalah duduk bersama atau
berunding, apapun namanya musyawarah atau dialog. Selain menjadi
bagian dari proses trust building, tujuan utama dialog adalah membangun
suasana damai dan kondusif untuk mencari titik temu atas silang pendapat
atau pertentangan Pemerintah - Papua, sekaligus merumuskan dan
menyepakati jalan keluarnya. Dari mekanisme penyelesaian konflik yang
telah ditempuh oleh Pemerintah Indonesia harus ditunjukkan bahwa
kepentingan utama Indonesia untuk mempertahankan Papua sebagai
bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, menghentikan serangan
yang dilakukan oleh OPM, serta tidak memberi sedikitpun kesempatan
OPM untuk melakukan referendum.
Sejauh ini, belum pernah dilakukan dialog antara Pemerintah
Indonesia dengan OPM. Padahal, pentingnya melakukan dialog antara TNI
dengan OPM sudah menjadi wacana sejak era Pemerintahan Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono, namun tidak pernah terlaksana sampai akhir
kepemimpinannya. Begitupun di era Presiden Jokowi. Lewat TNI,
sebenarnya diharapkan adanya dialog dengan OPM agar lebih mengerti
keinginan OPM sebenarnya. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum,
dan Keamanan Republik Indonesia, Wiranto, pada tahun 2019 menegaskan
bahwa dialog antara pemerintah dengan kelompok bersenjata OPM tidak
mungkin untuk dilakukan. Pertama, karena kedudukan yang tidak sejajar
antara kelompok bersenjata dengan pemerintah, karena di mata
pemerintah, mereka adalah kelompok kriminal yang harus ditangkap atau
diselesaikan. Kedua, akan ada keraguan dari pihak OPM apakah dalam
dialog tersebut OPM dapat benar-benar mengutarakan keinginan mereka
dan TNI akan menerimanya, ataukah dialog ini disokong oleh pemerintah
pusat. Lalu yang ketiga, besar kecenderungan dari pihak OPM untuk tidak
mau melakukan dialog, karena mereka selama ini dipandang sebagai
musuh pemerintah, dan dapat dijebak atau ditangkap oleh Pemerintah
Indonesia sewaktu-waktu atas tuduhan separatis (Tempo.co, 2019).
Namun tetap perlu dilakukan dialog untuk menghasilkan
kompromi. Namun, dialog yang harus dilakukan menurut mekanisme ini
adalah antara kedua aktor yang seimbang. Maka dalam kasus antara
Pemerintah Indonesia dengan OPM, dialog yang dilakukan antara kedua
pihak tersebut harus melakukan beberapa penyesuaian. Status OPM
sampai saat adalah pemberontak atau insurgent yang tanggungannya di
bawah pemerintah Indonesia. Status tersebut tidak memungkinkan OPM
untuk menyesuaikan posisinya menjadi setingkat negara dan posisi
tersebut tentu tidak akan pernah diharapkan oleh Pemerintah Indonesia.
Sehingga dalam hal ini, Pemerintah Indonesia merupakan pihak yang
harus menyesuaikan posisinya dalam dialog tersebut. Pemerintah
Indonesia dapat menurunkan level aktor yang melakukan dialog.
Menurunkan level aktor yang dimaksud adalah mengurangi dari segi
kuantitas dan ‘atribut’ kemiliteran. Karena pemerintah pada umumnya
melibatkan berbagai jajaran pemerintahan dan sifatnya sangat
state-centric. Dialog serupa pernah dilakukan Pemerintah Indonesia dalam
negosiasi untuk membebaskan Warga Negara Indonesia yang disandera
Kelompok Abu Sayyaf. Pemerintah Indonesia mengirimkan negosiator
yang dapat berdiskusi dengan penyandera dan memanfaatkan bantuan
aktor non-negara yang memiliki kedekatan dengan masyarakat di wilayah
Filipina Selatan. Dalam kasus ini, Pemerintah Indonesia mengandalkan
pihak yang sekiranya lebih dapat diterima oleh penyandera dengan juga
mempertimbangkan komunikasi dan informasi yang dibutuhkan untuk bisa
bernegosiasi dengan penyandera (Istikharoh, 2017). Cara tersebut dapat
dilakukan Pemerintah Indonesia dalam melakukan dialog dengan OPM
dengan menurunkan aktor kelompok atau individu yang mewakili
pemerintah namun disisi lain juga ahli dalam bernegosiasi dan memiliki
informasi yang cukup untuk bisa menyampaikan tuntutan Indonesia dan
mendengar tuntutan dari OPM.
Dalam dialog ini penting pula untuk mendengarkan maksud dan
tujuan terdalam dari pihak OPM yang selama ini harusnya bisa dipenuhi
oleh pihak pemerintah Indonesia namun dilalaikan. Karena, pada 2015
suatu dialog antara kelompok bersenjata OPM dengan Gubernur Papua
terbukti berhasil merepresentasikan tuntutan yang sebenarnya dapat
dipenuhi Pemerintah Indonesia. Dalam dialog tersebut pimpinan Tentara
Pembebasan Nasional Papua Barat Organisasi Papua Merdeka
(TPNPB-OPM) memberikan permintaan secara lisan dan tertulis, agar
pemerintah pusat dapat masuk ke wilayah Puncak Jaya dan melakukan
pembangunan di daerah tersebut. Pada saat itu, Gubernur Papua Lukas
Enembe menjawab akan memenuhi permintaan tersebut dengan syarat
TPNPB-OPM menghentikan aksi kekerasan di wilayah tersebut, dan
mengembalikan senjata TNI/POLRI yang sebelumnya dirampas. Jadi pada
dasarnya, bukan hal yang mustahil untuk melakukan dialog antara
Pemerintah Indonesia dengan OPM, dengan catatan besar kedua pihak
dapat meminimalisir egoisme antara keduanya, untuk selanjutnya bisa
saling menemukan keinginan masing-masing yang dapat dipenuhi
bersama-sama oleh kedua pihak (Republika.co.id, 2015).
Hal lain yang perlu diperhatikan ialah keberagaman dari OPM itu
sendiri. Dialog yang pernah dilakukan baru mewakili golongan OPM
tertentu. Sedangkan, penting agar dialog ini dapat berhasil menumpas
segala konflik yang ada, untuk benar-benar mempertemukan semua pihak
OPM agar segala tuntutan terwakili dan tersampaikan secara keseluruhan.
Selain pihak Indonesia mengirim aktor yang mumpuni untuk berdialog,
sama halnya dengan OPM. Dialog ini harus melibatkan OPM secara
keseluruhan, mengingat beragamnya OPM dan kepentingannya. Baik
dengan melibatkan seluruh perwakilan masing-masing OPM, dan/atau
ditunjuknya perwakilan yang dapat mewakili seluruh OPM.
Selain mengubah aktor yang dilibatkan dalam berdialog,
Pemerintah Indonesia juga harus menekankan pada hasil yang ingin
dicapai. Dapat kita lihat usaha-usaha yang telah dilakukan pemerintah
hanya berfokus pada pembangunan di Papua. Padahal aspek yang
dilibatkan dalam upaya pemulihan keadaan di Papua tidak hanya sekedar
pembangunan saja. Pemerintah seolah melupakan aspek-aspek lain seperti
adanya kekerasan, diskriminasi dan bentuk kesenjangan lain. Dalam hal
ini, penulis menekankan bahwa selain memasukkan agenda pembangunan,
dialog yang dilakukan harus berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dasar
manusia, termasuk hilangnya segala bentuk kekerasan dan ketidakadilan di
Papua. Seperti yang disebutkan oleh Galtung bahwa konflik dapat terjadi
akibat tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia.
Soal dan Jawaban dari Kelompok 6

1. Sebut dan jelaskan jenis - jenis integrasi nasional!

Jawaban :

Integrasi nasional memiliki sejumlah jenis-jenisnya diantaranya adalah


sebagai berikut :

a. Integrasi asimilasi adalah penggabungan dua atau lebih


kebudayaan di Indonesia dengan menghilangkan ciri khas
kebudayaan masing-masing.
b. Integrasi akulturasi hampir sama dengan integrasi asimilasi, yang
membedakan adalah ciri khas kebudayaan yang digabungkan itu
tidak dihilangkan.
c. Integrasi normatif terjadi karena adanya norma-norma yang
berkembang dan berlaku sehingga menyatukan masyarakat yang
beragam. Dengan adanya norma tersebut masyarakat telah bersatu
dan sepakat untuk menjalankan serta menaatinya.
d. Integrasi instrumental terbentuknya integrasi ini karena
dipengaruhi oleh keragaman individu dalam bermasyarakat. Hal ini
bisa terbentuk karena ada kesamaan di antara individu atau
kelompok yang menyesuaikan dengan kebiasaan yang ada di
lingkungan masyarakat.
e. Integrasi Ideologis terjadi karena adanya ikatan spiritual atau
nilai-nilai ideologi yang kuat tanpa paksaan. Integrasi ini tercipta
karena persetujuan atau kesepahaman nilai dan persepsi di antara
individu atau kelompok yang ada di dalam masyarakat.
f. Integrasi fungsional terbentuk akibat adanya fungsi-fungsi yang
berlaku di masyarakat
g. Integrasi koersif terbentuk karena adanya paksaan yang dilakukan
oleh penguasa yang bisa saja terbentuk karena kekerasan.
2. Bagaimana bentuk perlindungan pemerintah terhadap negara Indonesia
jika ada negara² yang masuk ke dalam Zona Indonesia secara ilegal?

Jawaban :
Maraknya arus warga negara asing tidak berdokumen (ilegal)
banyak memberikan ancaman bagi negara indonesia maupun di negara
WNA tersebut berasal. Oleh karena itu, perlu adanya kebijakan yang dapat
menangani masalah warga negara asing tidak berdokumen (ilegal).
Indonesia sebagai salah satu negara di dunia yang memiliki potensi kuat
untuk terjadinya penyelundupan warga negara asing tidak berdokumen
(ilegal) didorong oleh faktor perdagangan bebas yang terbuka lebar oleh
wilayah geografis indonesia. Indonesia yang bentuk negaranya berupa
kepulauan memiliki banyak pintu masuk seperti: bandara, pelabuhan, batas
darat dan perairan. Warga negara asing yang masuk Indonesia secara ilegal
akan ditangkap oleh pemerintah Indonesia, dan bisa saja dideportasi dari
Indonesia. Sedangkan untuk perlindungan wilayah laut Indonesia supaya
negara lain tidak dapat memasuki wilayah Indonesia seperti Illegal fishing,
Penyelundupan barang, Penyelundupan narkoba,
Trafficking/Penyelundupan manusia dan boat people (manusia perahu ),
terorisme dan bajak laut.
Untuk menjaga wilayah laut yang sangat luas tersebut, Indonesia
memiliki tujuh lembaga penegak hukum yang memiliki satgas patroli di
laut. Lembaga penegak hukum tersebut diantaranya adalah TNI-Angkatan
Laut; POLRI-Direktorat Kepolisian Perairan; Kementerian
Perhubungan-Dirjen Hubla; Kementerian Kelautan dan Perikanan-Dirjen
PSDKP; Kementerian Keuangan-Dirjen Bea Cukai; Bakamla, dan Satuan
Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal (Satgas 115).
Ke-tujuh lembaga penegak hukum tersebut melaksanakan patroli terkait
dengan keamanan di laut secara sektoral sesuai dengan kewenangan yang
dimiliki berdasarkan peraturan perundang-undangan masing-masing.
3. Jelaskan faktor apa saja penyebab terjadinya disintegrasi!

Jawaban :

Beberapa faktor penyebab disintegrasi antara lain :

a. Kurangnya penghargaan terhadap kemajemukan yang bersifat


heterogen.
b. Kurangnya toleransi antargolongan.
c. Kurangnya kesadaran dari masyarakat Indonesia terhadap ancaman
dan gangguan dari luar.
d. Adanya ketidakpuasan terhadap ketimpangan hasil-hasil
pembangunan. Upaya untuk mencapai proses integrasi nasional
dapat dilakukan dengan cara menjaga keselarasan antarbudaya.

Anda mungkin juga menyukai