Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu bagian dari Sistem Pendidikan

Nasional (Sisdiknas). Sebagai bagian dari Sistem Pendidikan Nasional, Sekolah Menengah

Kejuruan merupakan pendidikan pada jenjang menengah yang mengutamakan

pengembangan kemampuan peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu,

kemampuan beradaptasi di lingkungan kerja, kemampuan melihat peluang kerja dan

mengembangkan diri dikemudian hari.

Secara spesifik tujuan khusus pendidikan menengah kejuruan yang dinyatakan dalam

pedoman kurikulum SMK 2004 adalah sebagai berikut: (Depdiknas. 2004:7)

1. Menyiapkan peserta didik agar menjadi manusia yang produktif, mampu

bekerja mandiri, mengisi lowongan pekerjaan yang ada di dunia usaha dan dunia industri

sebagai tenaga kerja tingkat menengah sesuai dengan kompetensi dalam program yang

dipilihnya.

2. Menyiapkan peserta didik agar mampu memilih karier, ulet dan gigih dalam

berkompetensi, beradaptasi di lingkungan kerja dan mengembangkan sikap profesional

dalam bidang keahlian yang diminatinya.

3. Membekali peserta didik dengan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni agar

mampu mengembangkan diri dikemudian hari baik secara mandiri maupun melalui

jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

4. membekali peserta didik dengan kompetensi-kompetensi yang sesuai dengan

program keahlian yang dipilih.

1
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuhkan potensi sumber daya manusia

melalui kegiatan pengajaran. Kegiatan pengajaran tersebut diselenggarakan pada semua

satuan dan jenjang pendidikan yang meliputi wajib belajar 9 tahun, pendidikan menengah dan

pendidikan tinggi.

Motivasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar untuk

membangkitkan semangat belajar siswa. Agar kegiatan belajar mengajar itu memberikan hasil

yang efektif maka perlu adanya usaha untuk membangkitkannya. Dalam hal ini seorang guru

dituntut mampu menciptakan situasi belajar yang dapat merangsang dan mendorong siswa

untuk aktif dan kreatif dalam belajar.

Penggunaan metode Contextual Teaching Learning (CTL) pada proses belajar mengajar

diharapkan dapat meningkatkan motivasi belajar sekaligus meningkatkan hasil belajar siswa

pada mata pelajaran Menggunakan dan Mengoperasikan Mesin Proses (MMP) di kelas X

Jurusan Teknik Pemesinan di SMK N 4 Kota Serang.

Salah satu mata pelajaran dari program produktif pada SMK bidang studi keahlian

teknologi dan rekayasa program studi keahlian teknik mesin adalah Menggunakan dan

Mengoperasikan Mesin Proses (MMP). Mata diklat MMP ini bertujuan untuk membekali

peserta didik pengetahuan tentang menentukan kebutuhan kerja, mengenal jenis-jenis mesin

dan perlengkapannya, menjelaskan cara pengoperasian mesin-mesin, mengoperasikan mesin

bubut dan memeriksa komponen-komponen untuk kesesuaian secara spesifik. (SKKD Teknik

Pemesinan:2009)

Mengenal dan Mengoperasikan Mesin Proses (MMP) sebagai salah satu dari mata

pelajaran yang diajarkan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) turut mendukung

keberhasilan Pendidikan Nasional melalui pencapaian Tujuan Instruksional Umum dan

Tujuan Instruksional Khusus. Tujuan instruksional Khusus adalah kemampuan atau

ketrampilan yang diharapkan dapat dimiliki oleh siswa setelah mengadakan kegiatan belajar.

2
Tujuan instruksional yang lebih bersifat khusus ini disebut “objectives”atau “behaviour

objective” karena belajar itu sendiri menghendaki usaha yang aktif dari siswa, oleh karena itu

maka objectives harus dinyatakan dalam bentuk tingkah laku.

Perhatian siswa terhadap stimulus belajar dapat diwujudkan melalui beberapa cara seperti

penggunaan media pengajaran atau alat-alat peraga, memberikan pertanyaan kepada siswa,

membuat variasi belajar pada siswa, melakukan pengulangan informasi yang berbeda dengan

cara sebelumnya, memberikan stimulus belajar dalam bentuk lain sehingga siswa tidak bosan.

Dan ada beberapa motivasi yang digunakan guru terhadap bahan pelajaran agar siswa tidak

merasa bosan, seperti: memberikan hadiah, pujian, gerakan tubuh, memberikan angka atau

penilaian, memberikan tugas dan hukuman.

Contextual Teaching Learning (CTL) mengajarkan siswa belajar aktif dan melakukan

aplikasi langsung untuk mendapat pengalaman. Pengalaman tersebut dihasilkan oleh proses

belajar mandiri siswa. Dalam belajar mandiri, siswa dituntut kemandiriannya untuk belajar

dan menemukan masalah dalam pembelajaran dan dituntut untuk memecahkan permasalahan

yang terjadi tersebut. Cara belajar mandiri dipilih untuk diteliti karena dalam kegiatan belajar

strategi belajar sangat penting. Cara belajar mandiri merupakan cara dan pedoman yang dapat

dilakukan oleh siswa untuk melaksanakan kegiatan belajar demi pencapaian tujuan

pembelajaran.

Dalam kenyataan dilapangan, prestasi siswa pada mata diklat Mengenal dan

Mengoperasikan Mesin Proses pada tahun ajaran 2011/2012 masih kurang memuaskan jika

dibandingkan dengan standar penilaian yang berlaku di SMKN 4 Kota Serang. hal ini dapat

dilihat dari nilai mentah siswa kelas X semester 1 pada Raport Sementara hasil Ujian Akhir

Semester. hal ini dapat dilihat dari nilai mentah siswa yang diperlihatkan dalam tabel di

bawah ini:

3
Tabel 1.1
Nilai Mata Diklat MMP
Kelas X Semester 1 UAS Tahun Ajaran 2011/2012.

Nilai Frekuensi Prosentase


N≤5 20 17,41%
5<N≤6 24 20,51 %
6<N≤7 47 40,17%
7<N≤8 22 18,80%
8<N≤9 4 3,41%
9<N - -
Jumlah 117 100 %

Tabel 1.2
Standar Penilaian (KKM) MMP SMKN 4 Kota Serang

Angka Huruf Keterangan


9,00 – 10,00 A Lulus istimewa
8,00 – 8,99 B Lulus amat baik
7,00 – 7,99 C Lulus baik
< 6,99 D Belum lulus
Sumber : Dokumentasi Wakasek Bid. Kurikulum

Standar penilaian (KKM) yang berlaku di SMK Negeri 4 Kota Serang adalah minimal

mendapat nilai 7,00 atau C sebagai syarat kelulusan. Melihat data diatas, akan banyak peserta

belajar yang belum lulus dalam mata pelajaran ini. Jika dilihat dari proses belajar, banyak

indikator-indikator yang menggambarkan motivasi dan belajar mandiri siswa rendah,

diantaranya: siswa sering tidak belajar di sekolah, tidak mengerjakan tugas pekerjaan rumah

(pr), jika dilakukan ujian mendadak hasilnya seringkali mengecewakan, hanya sedikit siswa

yang bisa menjawab ketika ditanya materi yang telah disampaikan pada pertemuan

sebelumnya.

Berdasarkan uraian diatas, penulis mencoba mengadakan penelitian untuk mengetahui

besarnya pengaruh penggunaan model CTL untuk meningkatkan prestasi belajar mandiri

siswa pada mata pelajaran Mengenal dan Mengoperasikan Mesin/Proses (MMP). Adapun

rumusan judul selengkapnya adalah sebagai berikut

4
“PENINGKATAN KEMAMPUAN MESIN PROSES MELALUI METODE CTL DI

KELAS X MESIN I DI SMK NEGERI 4 KOTA SERANG”

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah perlu ditetapkan terlebih dahulu untuk mengetahui kemungkinan-

kemungkinan permasalahan yang timbul dalam penelitian ini. Penulis dapat mengidentifikasi

masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh metode CTL dalam meningkatkan kemampuan mesin proses

mata pelajaran MMP di kelas X mesin 1.

2. Bagaimana pengaruh penggunaan metode CTL dalam memotivasi belajar mandiri

siswa untuk meningkatkan kemampuan mesin proses dalam pelajaran MMP.

3. Bagaimana prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran MMP.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Tujuan Umum : Untuk melihat bagaimana pengaruh penggunaan metode CTL

meningkatkan kemampuan mesin proses pada mata pelajaran MMP kelas X Program

Keahlian Teknik Permesinan SMK Negeri 4 Kota Serang.

2. Tujuan Khusus : Untuk mengetahu prestasi siswa pada mata pelajaran MMP

kelas X Program Keahlian Teknik Permesinan SMK Negeri 4 Kota Serang.

5
D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi sekolah, dapat memberikan data dan informasi kepada pihak sekolah tentang

penggunaan metode CTL pada mata pelajaran MMP di SMK Negeri 4 Kota Serang,

untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan-kebijakan strategis guna

peningkatan kualitas lulusan.

2. Bagi peneliti, sebagai bahan pertimbangan atau perbandingan untuk penelitian-

penelitian selanjutnya.

3. Bagi siswa, diharapkan dapat meningkatkan motivasi dalam belajar MMP sehingga

siswa lebih mahir dalam penggunaan mesin proses.

6
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori

Umumnya di dalam berbagai ilmu terdapat istilah-istilah yang berlainan untuk

menunjukkan isi atau maksud yang sama. Objek sama tetapi istilah atau nama untuk objek itu

berbeda. Sebaliknya terdapat istilah-istilah yang sama untuk maksud yang berbeda

(Komarudin, 1995:24).

Untuk lebih mempertegas penulisan ini dan tidak terjadi salah pengertian terhadap

istilah dalam judul, maka perlu adanya pembahasan tentang istilah-istilah yang terdapat pada

judul, maka perlu kiranya penulis menguraikan beberapa istilah yang berkaitan sebagai

berikut:

1. Metode CTL

Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang

menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan

materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga

mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.

Dari konsep tersebut, minimal tiga hal yang terkandung di dalamnya.

Pertama, CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi,

artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses

belajar dalam konteks CTL tidak mengharapkan agar siswa hanya menerima pelajaran, akan

tetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran.

7
Kedua, CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang

dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap

hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat

penting sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan

nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan bermakna secara fungsional akan tetapi materi

yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah

dilupakan.

Ketiga, CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya

CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan

tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-

hari. Materi pelajaran dalam konteks CTL bukan untuk ditumpuk di otak dan kemudian

dilupakan akan tetapi segala bekal mereka dalam mengarungi kehidupan nyata.

Sehubungan dengan hal tersebut, terdapat lima karakteristik penting dalam proses

pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL seperti dijelaskan oleh Dr. Wina Sanjaya,

M.Pd. (2005:110), sebagai berikut:

1. Pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada

(activtinging knowledge), artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan

yang sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah

pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain.

2. Pembelajaran kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah

pengetahuan baru (acquiring knowledge). Pengetahuan baru itu diperoleh dengan cara

deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan, kemudian

memperhatikan detailnya.

3. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya pengetahuan yang

diperoleh bukan untuk dihafal tapi untuk dipahami dan diyakini, misalnya dengan cara

meminta tanggapan dari yang lain tentang pengetahuan yang diperolehnya dan berdasarkan

tanggapan tersebut baru pengetahuan itu dikembangkan.

8
4. Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge) artinya

pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam

kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan perilaku siswa.

5. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan

pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan atau

penyempurnaan strategi.

Pembelajaran interaktif menurut Dimyati dan Mudjiono (1999:297) adalah kegiatan

guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara

aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. UUSPN No. 20 Tahun 2003

menyatakan pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan

sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran sebagai proses belajar yang

dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas berpikir yang dapat meningkatkan

kemampuan berfikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi

pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi

pelajaran.

Dalam pembelajaran guru harus memahami hakekat materi pelajaran yang diajarkannya

sebagai suatu pelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa dan

memahami berbagai model pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan siswa untuk

belajar dengan perencanaan pengajaran yang matang oleh guru. Pendapat ini sejalan dengan

Jerome Brunner (1960) mengatakan bahwa: ‘’Perlu adanya teori pembelajaran yang akan

menjelaskan asas-asas untuk merancang pembelajaran yang efektif di kelas’’. Selanjutnya

menurut Bruner teori belajar itu bersifat deskriptif, sedangkan teori pembelajaran itu

preskriptif.

Hal ini menggambarkan bahwa orang yang berpengetahuan adalah orang yang terampil

memecahkan masalah, mampu berinteraksi dengan lingkungannya dalam menguji hipotesis

dan menarik generalisasi dengan benar. Jadi belajar dan pembelajaran diarahkan untuk

membangun kemampuan berpikir dan kemampuan menguasai materi pelajaran, dimana

pengetahuan itu sumbernya dari luar diri, tetapi dikonstruksi dalam diri individu siswa.

9
Pengetahuan tidak diperoleh dengan cara diberikan atau ditransfer dari orang lain, tetapi

‘’dibentuk dan dikonstruksi’’ oleh individu itu sendiri, sehingga siswa itu mampu

mengembangkan intelektualnya.

Pembelajaran interaktif mempunyai dua karakteristik seperti dijelaskan oleh Dr. H.

Syaiful Sagala, M.Pd. (2003:63), yaitu:

(1) dalam proses pembelajaran melibatkan proses mental siswa secara maksimal, bukan

hanya menuntut siswa sekedar mencatat, akan tetapi menghendaki aktivitas siswa dalam

proses berpikir;

(2) dalam pembelajaran membangun suasana dialogis dan proses tanya jawab terus

menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan siswa untuk

memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri.

Proses pembelajaran atau pengajaran kelas (Classroom Teaching) menurut Dunkin dan

Biddle (1974:38) berada pada empat variabel interaksi yaitu (1) variabel pertanda (pesage

variables) berupa pendidik; (2) variabel konteks (context variables) berupa peserta didik,

sekolah dan masyarakat; (3) variabel proses (process variables) berupa interaksi peserta

didik dengan pendidik; dan (4) variabel produk (product variables) berupa perkembangan

peserta didik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dunkin dan Biddle selanjutnya

mengatakan proses pembelajaran akan berlangsung dengan baik jika pendidik mempunyai

dua kompetensi utama yaitu: (1) kompetensi substansi materi pembelajaran atau penguasaa

materi pelajaran; dan (2) kompetensi metodologi pembelajaran.

Artinya jika guru menguasai materi pelajaran, diharuskan juga menguasai metode

pengajaran sesuai kebutuhan materi ajar yang mengacu pada prinsip pedagogik, yaitu

memahami karakteristik peserta didik. Jika metode dalam pembelajaran tidak dikuasai,

maka penyampaian materi ajar menjadi tidak maksimal. Metode yang digunakan sebagai

strategi yang dapat memudahkan peserta didik untuk menguasai ilmu pengetahuan yang

diberikan oleh guru. Hal ini menggambarkan bahwa pembelajaran terus mengalami

perkembangan sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena itu dalam

merespon perkembangan tersebut, tentu tidaklah memadai kalau sumber belajar berasal

10
dari guru dan media buku teks belaka. Dirasakan perlu ada cara baru dalam

mengkomunikasikan ilmu pengetahuan atau materi ajar dalam pembelajaran baik dalam

sistem yang mandiri maupun dalam sistem yang terstruktur. Untuk itu perlu dipersiapkan

sumber belajar oleh pihak guru maupun para ahli pendidikan yang dapat dimanfaatkan

dalam proses pembelajaran.

Proses pembelajaran aktivitasnya dalam bentuk interaksi belajar mengajar dalam

suasana interaksi edukatif, yaitu interaksi yang sadar akan tujuan artinya interaksi yang

telah dicanangkan untuk suatu tujuan tertentu setidaknya adalah pencapaian tujuan

intruksional atau tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan pada satuan pelajaran.

Kegiatan pembelajaran yang diprogramkan guru merupakan kegiatan integralistik antara

pendidik dengan peserta didik. Kegiatan pembelajaran secara metodologis berakar dari

pihak pendidik yaitu guru, dan kegiatan belajar secara pedagogis terjadi pada diri peserta

didik. Menurut Knirk dan Gustafson (1986:15) pembelajaran merupakan suatu proses yang

sistematis melalui tahap rancangan, pelaksanaan dan evaluasi. Pembelajaran tidak terjadi

seketika, melainkan sudah melalui tahapan perancangan pembelajaran.

Selanjutnya Knirk dan Gustafson (1986:18) mengemukakan teknologi pembelajaran

melibatkan tiga komponen utama yang saling berinteraksi yaitu guru (pendidik), siswa

(peserta didik), dan kurikulum. Komponen tersebut melengkapi struktur dan lingkungan

belajar formal. Hal ini menggambarkan bahwa interaksi pendidik dengan peserta didik

merupakan inti proses pembelajaran (instructional). Dengan demikian pembelajaran adalah

setiap kegiatan yang dirancang oleh guru untuk membantu seseorang mempelajari suatu

kemampuan dan atau nilai yang baru dalam suatu proses yang sistematis melalui tahap

rancangan, pelaksanaan, dan evaluasi dalam konteks kegiatan belajar mengajar. Dalam

proses pembelajaran itu dikembangkan melalui pola pembelajaran yang menggambarkan

kedudukan serta peran pendidik dan peserta didik dalam proses pembelajaran. Guru sebagai

sumber belajar, penentu metode belajar, dan juga penilai kemajuan belajar meminta para

pendidik untuk menjadikan pembelajaran lebih efektif dan efisien untuk mencapai tujuan

pembelajaran itu sendiri.

11
C. Pembahasan

1. Pembelajaran Kontekstual

Sesuai dengan filsafat yang mendasarinya bahwa pengetahuan terbentuk karena peran

aktif subjek, maka dipandang dari sudut psikologis, CTL berpijak pada aliran psikologis

kognitif. Menurut aliran ini proses belajar terjadi karena pemahaman individu akan

lingkungan. Belajar bukanlah peristiwa mekanis seperti keterkaitan Stimulus dan Respons.

Belajar tidak sesederhana itu. Belajar melibatkan proses mental yang tidak tampak seperti

emosi, minat, motivasi dan kemampuan atau pengalaman. Apa yang tampak, pada dasarnya

adalah wujud dari adanya dorongan yang berkembang dalam diri seseorang. Sebagai

peristiwa mental perilaku manusia tidak semata-mata merupakan gerakan fisik saja, akan

tetapi yang lebih penting adalah adanya faktor pendorong yang ada dibelakang gerakan fisik

itu. Mengapa demikian? Sebab manusia selamanya memiliki kebutuhan yang melekat dalam

dirinya. Kebutuhan itulah yang mendorong manusia untuk berperilaku.

Dari asumsi dan latar belakang yang mendasarinya, maka terdapat beberapa hal yang harus

dipahami tentang belajar dalam konteks CTL menurut Sanjaya (2005:114) antara lain:

a. Belajar bukanlah menghafal, akan tetapi proses mengonstruksi pengetahuan sesuai

dengan pengalaman yang mereka miliki. Oleh karena itulah, semakin banyak pengalaman

maka akan semakin banyak pula pengetahuan yang mereka peroleh.

b. Belajar bukan sekadar mengumpulkan fakta yang lepas-lepas. Pengetahuan itu pada

dasarnya merupakan organisasi dari semua yang dialami, sehingga dengan pengetahuan

yang dimiliki akan berpengaruh terhadap pola-pola perilaku manusia, seperti pola berpikir,

pola bertindak, kemampuan memecahkan persoalan termasuk penampilan atau

performance seseorang. Semakin pengetahuan seseorang luas dan mendalam, maka akan

semakin efektif dalam berpikir.

c. Belajar adalah proses pemecahan masalah, sebab dengan memecahkan masalah anak

akan berkembang secara utuh yang bukan hanya perkembangan intektual akan tetapi juga

mental dan emosi. Belajar secara kontekstual adalah belajar bagaimana anak menghadapi

persoalan.

12
d. Belajar adalah proses pengalaman sendiri yang berkembang secara bertahap dari

sederhana menuju yang kompleks. Oleh karena itu belajar tidak dapat sekaligus, akan tetapi

sesuai dengan irama kemampuan siswa.

e. Belajar pada hakikatnya adalah menagkap pengetahuan dari kenyataan. Oleh karena

itu, pengetahuan yang diperoleh adalah pengetahuan yang memiliki makna untuk

kehidupan anak (Real World Learning)

Selanjutnya Sanjaya (2005:115) memberikan penjelasan perbedaan CTL dengan

pembelajaran konvensional, antara lain:

(1) CTL menempatkan siswa sebagai subjek belajar, artinya siswa perperan aktif

dalam setiap proses pembelajaran dengan cara menemukan dan menggali sendiri

materi pelajaran. Sedangkan dalam pembelajaran konvensional siswa ditempatkan

sebagai objek belajar yang berperan sebagai penerima informasi secara pasif.

(2) Dalam pembelajaran CTL siswa belajar melalui kegiatan kelompok, seperti kerja

kelompok, berdiskusi, saling menerima, dan memberi. Sedangkan, dalam

pembelajaran konvensional siswa lebih bnayak belajar secara individual dengan

menerima, mencatat, dan menghafal materi pelajaran.

(3) Dalam CTL pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata secara riil;

sedangkan dalam pembelajaran konvensional pembelajaran bersifat teoretis dan

abstrak.

(4) Dalam CTL, kemampuan didasarkan atas pengalaman, sedangkan dalam

pembelajaran konvensional kemampuan diperoleh melalui latihan-latihan.

(5) Tujuan akhir dari proses pembelajaran melalui CTL adalah kepuasan diri;

sedangkan dalam pembelajaran konvensional tujuan akhir adalah nilai dan angka.

(6) Dalam CTL, tindakan atau perilaku dibangun atas kesadaran diri sendiri,

misalnya individu tidak melakukan perilaku tertentu karena ia menyadari bahwa

perilaku itu merugikan dan tidak bermanfaat; sedangkan dalam pembelajaran

konvensional tindakan atau perilaku individu didasarkan oleh faktor dari luar

13
dirinya, misalnya individu tidak melakukan sesuatu disebabkan takut hukuman,

atau sakadar untuk memperoleh angka atau nilai dari guru.

(7) Dalam CTL, pengetahuan yang dimiliki setiap individu selalu berkembang sesuai

dengan pengalaman yang dialaminya, oleh sebab itu setiap siswa bisa terjadi

perbedaan dalam memaknai hakikat pengetahuan yang dimilikinya. Dalam

pembelajaran konvensional, hal ini tidak mungkin terjadi. Kebenaran yang dimiliki

bersifat absolut dan final, oleh karena pengetahuan dikonstruksi oleh orang lain.

(8) Dalam pembelajaran CTL, siswa bertanggung jawab dalam memonitor dan

mengembangkan pembelajaran mereka masing-masing; sedangkan dalam

pembelajaran konvensional guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran.

(9) Dalam pembelajaran CTL, pembelajaran bisa terjadi di mana saja dalam konteks

dan setting yang berbeda sesuai dengan kebutuhan; sedangkan dalam

pembelajaran konvensional pembelajaran hanya terjadi di dalam kelas.

(10) Oleh karena tujuan yang ingin dicapai adalah seluruh aspek perkembangan siswa,

maka dalam CTL keberhasilan pembelajaran diukur dengan berbagai cara misalnya

dengan evaluasi proses, hasil karya siswa, penampilan, rekaman, observasi,

wawancara, dan lain sebagainya; sedangkan dalam pembelajaran konvensional

keberhasilan pembelajaran biasanya hanya diukur dari tes.

Berdasarkan perbedaan pokok tersebut di atas, bahwa CTL memang memiliki

karakteristik tersendiri baik dilihat dari asumsi maupun proses pelaksanaan dan

pengelolaannya. Dalam proses pembelajaran kontekstual, setiap guru perlu memahami

tipe belajar dalam dunia siswa, artinya guru perlu menyesuaikan gaya mengajar terhadap

gaya belajar siswa. Dalam proses pembelajaran konvensional hal ini sering terlupakan,

sehingga proses pembelajaran tidak ubahnya sebagai proses pemaksaan kehendak, yang

menurut Paulo Freire (Sanjaya, 2005:116-117) sebagai sistem penindasan.

Sehubungan dengan hal itu, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan bagi setiap

guru manakala menggunakan pendekatan CTL yakni:

14
(a) Siswa dalam pembelajaran kontekstual dipandang sebagai individu yang sedang

berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat

perkembangan dan keleluasan pengalaman yang dimilikinya. Anak bukanlah orang

dewasa dalam bentuk kecil, melainkan organisme yang sedang berada dalam tahap-tahap

perkembangan. Kemampuan belajar akan sangat ditentukan oleh tingkat perkembangan

dan pengalaman mereka. Dengan demikian peran guru bukanlah sebagai instruktur atau

‘’penguasa’’ yang memaksakan kehendak, melainkan guru adalah pembimbing siswa agar

mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.

(b) Setiap anak memiliki kecenderungan untuk belajar hal-hal yang baru dan

memecahkan setiap persoalan yang menantang. Dengan demikian guru berperan dalam

memilih bahan-bahan belajar yang dianggap penting untuk dipelajari oleh siswa.

(c) Belajar bagi siswa adalah proses mencari keterkaitan atau keterhubungan antara

hal-hal yang baru dengan hal-hal yang sudah diketahui. Dengan demikian peran guru

adalah membantu agar setiap siswa mempu menemukan keterkaitan antara pengalaman

baru dengan pengalaman sebelumnya.

(d) Belajar bagi anak adalah proses penyempurnaan skema yang telah ada (asimilasi)

atau proses pembentukan skema baru (akomodasi), dengan demikian tugas guru adalah

memfasilitasi (mempermudah) agar anak mampu melakukan proses asimilasi dan proses

akomodasi.

Sesuai dengan asumsi yang mendasarinya, bahwa pengetahuan itu diperoleh anak

bukan dari informasi yang diberikan oleh orang lain temasuk guru, akan tetapi dari

proses penemukan dan mengontruksinya sendiri, maka guru harus menghindari

mengajar sebagai proses penyampaian informasi. Guru perlu memandang siswa sebagai

subjek belajar dengan segala keunikannya. Siswa adalah organisme aktif yang memiliki

potensi untuk membangun pengetahuannya sendiri. Kalaupun guru memberikan

informasi kepada siswa, guru harus memberi kesempatan untuk menggali informasi itu

agar lebih bermakna untuk kehidupan mereka.

15
CTL sebagai suatu pendekatan pembelajaran memiliki 7 (tujuh) asas. Asas-asas ini

yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan

CTL. Komponen tersebut antara lain konstruktivisme, inkuiri, bertanya (questioning),

masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection),

penilaian nyata (authentic assessment)

Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru

dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Menurut konstruktivisme,

pengetahuan itu memang berasal dari luar akan tetapi dikonstruksi oleh dan dari dalam

diri seseorang. Oleh sebab itu pengetahuan terbentuk oleh dua faktor penting, yaitu objek

yang menjadi bahan pengamatan dan kemampuan subjek untuk menginterpretasi objek

tersebut. Kedua faktor itu sama pentingnya. Dengan demikian pengetahuan itu tidak

bersifat statis akan tetapi bersifat dinamis, tergantung individu yang melihat dan

mengonstruksinya. Piaget menyatakan hakikat pengetahuan sebagai berikut:

a. Pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, akan tetapi

selalu merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, akan tetapi selalu merupakan

konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek.

b. Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur yang perlu

untuk pengetahuan.

c. Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang. Struktur konsepsi

membentuk pengetahuan bila konsep itu berlaku dalam berhadapan dengan pengalaman-

pengalaman seseorang.

Pembelajaran melalui CTL pada dasarnya mendorong agar siswa dapat

mengonstruksi pengetahuan melalui proses pengamatan dan pengalaman. Asas kedua

dalam pembelajaran CTL adalah inkuiri. Artinya, proses pembelajaran didasarkan pada

pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan

bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan

sendiri. Dengan demikian dalam proses perencanaan, guru bukanlah mempersiapkan

materi yang harus dihafal, akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan

16
siswa dapat menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya. Belajar pada dasarnya

merupakan proses mental seseorang yang tidak terjadi secara mekanis. Melalui proses

mental itulah diharapkan siswa berkembang secara utuh baik intektual, mental emosional

maupun pribadinya.

Apakah inkuiri hanya bisa dilakukan untuk mata pelajaran tertentu saja? Tentu

tidak. Berbagi topik dalam setiap mata pelajaran dapat dilakukan melalui proses inkuiri.

Secara umum proses ikuiri dapat dilakukan melalui beberapa langkah yaitu: merumuskan

masalah, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis berdasarkan

data yang ditemukan dan membuat kesimpulan.

Penerapan asas ini dalam pembelajaran CTL, dimulai dari adanya kesadaran siswa

akan masalah yang jelas yang ingin dipecahkan. Dengan demikian siswa harus didorong

untuk menemukan masalah. Apabila masalah telah dipahami dengan batasan-batasan

yang jelas, selanjutnya siswa dapat mengajukan hipotesis atau jawaban sementara sesuai

dengan rumusan masalah yang diajukan. Hipotesis itulah yang akan menuntun siswa

untuk melakukan observasi dalam rangka mengumpulkan data. Manakala data telah

terkumpul selanjutnya siswa dituntun untuk mengui hipotesis sebagai dasar dalam

merumuskan kesimpulan.

Ketiga, bertanya (questioning). Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan

menjawab pertanyaan. Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan

setiap individu; sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang

dalam berfikir. Dalam proses pembelajaran melalui CTL, guru tidak menyampaikan

informasi begitu saja, akan tetapi memancing agar siswa dapat menemukan sendiri. Oleh

sebab itu peran bertanya sangat penting, sebab melalui pertanyaan guru dapat

membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang

dipelajarinya.

Dalam suatu pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya akan sangat berguna

untuk:

17
(1) menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan materi pelajaran;

(2) membangkitkan motivasi siswa untuk belajar;

(3) merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu;

(4) memfokuskan siswa pada sesuatu yang diinginkan; dan

(5) membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sesuatu.

Keempat, masyarakat belajar (learning community). Dalam CTL, penerapan asas

masyarakat belajar dapat dialukan dengan menerapkan pembelajaran melalui kelompok

belajar. Siswa dibagi dalam kelompok yang anggotanya bersifat heterogen, baik dilihat

dari kemampuan dan kecepatan belajarnya, maupun dilihat dari bakat dan minatnya.

Biarkan dalam kelompoknya mereka saling membelajarkan; yang cepat belajar didorong

untuk membantu yang lambat belajar, yang memiliki kemampuan tertentu didorong

untuk menularkannya pada yang lain.

Kelima, pemodelan (modeling). Maksudnya adalah, proses pembelajaran dengan

menggunakan sesuatu contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Misalnya guru

memberikan contoh bagaimana cara mengoperasionalkan sebuah alat, atau bagaimana

cara melafalkan sebuah kalimat asing, guru olahraga memberikan contoh bagaimana cara

melempar bola, guru kesenian memberi contoh bagaimana cara memainkan alat musik,

guru biologi memberikan contoh bagaimana cara mengggunakan thermometer dan lain

sebagainya.

Proses modelling, tidak terbatas dari guru saja, akan tetapi dapat juga guru

memanfaatkan siswa yang dianggap memiliki kemampuan. Misalnya siswa yang pernah

menjadi juara dalam membaca puisi dapat disuruh untuk menampilkan kebolehannya di

depan teman-temannya, dengan demikian siswa dapat dianggap sebagai model. Modeling

merupakan asas yang cukup penting dalam pembelajaran CTL, sebab melalui modelling

siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang teoretis-abstrak yang memungkinkan

terjadinya verbalisme.

Keenam, refleksi (reflection) adalah proses pengendapan pengalaman yang telah

dipelajari yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian atau peristiwa

18
pembelajaran yang telah dilaluinya. Melalui proses refleksi, pengalaman belajar itu akan

dimasukkan dalam struktur kognitif siswa yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari

pengetahuan yang dimilikinya. Bisa terjadi melalui proses refleksi siswa akan

memperbarui pengetahuan yang telah dibentuknya, atau menambah khazanah

pengetahuannya.

Dalam setiap proses pembelajaran dengan menggunakan CTL, setiap berakhir proses

pembelajaran, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk ‘’merenung’’ atau

mengingat kembali apa yang telah dipelajarinya. Biarkanlah secara bebas siswa

menafsirkan pengalamannya sendiri, sehingga ia dapat menyimpulkan tentang

pengalaman belajarnya.

Ketujuh, penilaian nyata (authentic assessment) adalah proses yang dilakukan guru

untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa.

Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak;

apakah pengalaman belajar siswa memiliki pengaruh yang positif terhadap

perkembangan baik intelektual maupun mental siswa.

Penilaian autentik dilakukan secara terintegrasi dengan proses pembelajaran.

Penilaian ini dilakukan secara terus menerus selama kegiatan pembelajaran berlangsung.

Oleh sebab itu, tekanannya diarahkan kepada proses belajar bukan kepada hasil belajar.

2. Pembelajaran Interaktif

Kegiatan belajar melibatkan beberapa komponen atau unsur yaitu peserta didik,

pendidik atau guru, tujuan pembelajaran, isi pelajaran, metode mengajar yang

digunakan, media pembelajaran yang sesuai untuk digunakan dan evaluasi kemajuan

belajar siswa menggunakan tes yang standar. Semua komponen ini saling berinteraksi

dalam proses pembelajaran yang berakhir pada tujuan pembelajaran. Karena itu kegiatan

pembelajaran merupakan suatu sistem yang integral, dalam suatu sistem pembelajaran

atau sistem instruksional di sekolah. Dilihat dari sudut institusional sekolah, dalam hal

mendukung kelancaran aktivitas pembelajaran, kepala sekolah memainkan peran cukup

19
penting, karena berkontribusi signifikan terhadap perolehan suatu sistem belajar.

Meskipun setiap guru mempunyai kemampuan professional yang tinggi dalam

melaksanakan tugas profesionalnya, tetapi tidak didukung pelayanan institusional yang

memadai, tentu saja kegiatan pembelajaran itu tidak akan maksimal.

Peran kepala sekolah untuk menyediakan fasilitas pembelajaran, melakukan

pembinaan pertumbuhan jabatan guru, dan dukungan profesionalitas lainnya menjadi

suatu kekuatan tersendiri bagi guru melaksanakan tugas profesionalnya. Setelah guru

mendapat dukungan institusional, hal selanjutnya yang perlu dipersiapkan oleh guru

adalah berkaitan dengan pendekatan belajar yang menjadi otonom profesional keguruan.

Para ahli psikologi belajar dan ahli kependidikan telah banyak menyampaikan

sejumlah teori maupun konsep pendekatan pembelajaran. Pendekatan ini pada umumnya

mengacu pada pendekatan psikologi yang berkaitan dengan kemampuan peserta didik

untuk menangkap ataupun menerima pelajaran dalam kegiatan pembelajaran.

Pendekatan pembelajaran menjadi suatu hal yang amat penting, karena dilihat dari sudut

psikologi setiap anak mempunyai kemampuan yang berbeda dalam menerima pelajaran,

untuk itu diperlukan pendekatan yang sesuai dengan potensi anak didik.

Pendekatan belajar (approach to learning) dan strategi atau kiat melaksankan

pendekatan serta metode belajar dalam proses pembelajaran termasuk faktor yang turut

menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. Pendekatan tersebut bertitik tolak pada

aspek psikologis dilihat dari pertumbuhan daan perkembangan anak, kemampuan

intelektual, dan kemampuan lainnya yang mendukung kemampuan belajar. Pendekatan

ini dilakukan sebagai strategi yang dipandang tepat untuk memudahkan siswa

memahami pelajaran dan juga belajar yang menyenangkan.

Pendekatan pembelajaran tentu tidak kaku harus menggunakan pendekatan

tertentu, tetapi sifatnya lugas dan terencana, artinya memilih pendekatan disesuaikan

dengan kebutuhan materi ajar yang dituangkan dalam perencanaan pembelajaran.

Adapun pendekatan pembelajaran interaktif yang sudah umum dipakai oleh para guru

20
menurut Sagala (2003:71) antara lain pendekatan konsep dan proses, deduktif-induktif,

ekspositori dan heuristic, dan pendekatan kecerdasan.

Pendekatan konsep adalah suatu pendekatan pengajaran yang secara langsung

menyajikan konsep tanpa memberi kesempatan kepada siswa untuk menghayati

bagaimana konsep itu diperoleh. Konsep merupakan buah pikiran seseorang atau

kelompok orang yang dinyatakan dalam definisi sehingga melahirkan produk

pengetahuan meliputi prinsip, hukum, dan teori. Konsep diperoleh dari fakta, peristiwa,

pengalaman, melalui generalisasi dan berpikir abstrak, kegunaan konsep untuk

menjelaskan dan meramalkan.

Konsep menunjukkan suatu hubungan antar konsep yang lebih sederhana sebagai

dasar perkiraan atau jawaban manusia terhadap pertanyaan yang bersifat asasi tentang

mengapa suatu gejala itu bisa terjadi. Konsep merupakan pikiran seseorang atau

sekelompok orang yang dinyatakan dalam definisi sehingga menjadi produk pengetahuan

yang meliputi prinsip, hukum, dan teori. Konsep diperoleh dari fakta, peristiwa,

pengalaman melalui generalisasi, dan berpikir abstrak. Konsep dapat mengalami

perubahan disesuaikan dengan fakta atau pengetahuan baru, sedangkan kegunaan

konsep adalah menjelaskan dan meramalkan. Fravell (1970) menyarankan, bahwa

pemahaman terhadap konsep dapat dibedakan dalah tujuh dimensi yaitu atribut,

struktur, keabstrakan, keinklusifan, generalitas/keumuman, ketepatan dan kekuatan.

Pendekatan proses adalah suatu pendekatan pengajaran memberi kesempatan kepada

siswa untuk ikut menghayati proses penemuan atrau penyusunan suatu konsep sebagai

suatu keterampilan proses. Pembelajaran dengan menekankan kepada belajar proses

dilatarbelakangi oleh konsep belajar menurut teori ‘’Naturalisme-Romantis’’ dan teori

‘’Kognitif Gestalt’’. Naturalisme-Romantis menekankan kepada aktivitas siswa, sedangkan

kognitif Gestalt menekankan pemahaman dan kesatupaduan yang menyeluruh.

Pendekatan proses dalam pembelajaran dikenal pula sebagai keterampilan proses, guru

menciptakan bentuk kegiatan pengajaran yang bervariasi, agar siswa terlibat dalam

berbagai pengalaman. Siswa diminta untuk merencanakan, melaksanakan, dan menilai

21
sendiri suatu kegiatan. Siswa melakukan kegiatan percobaan, pengamatan, pengukuran,

perhitungan, dan membuat kesimpulan sendiri.

Dalam pembelajaran proses ini, siswa tidak hanya belajar dari guru, tetapi juga dari

sesama temannya, dan dari manusia sumber di luar sekolah. Kegiatan yang dapat

dilakukan oleh siswa dalam pembelajaran yang menggunakan pendekatan proses adalah:

(1) mengamati gejala yang timbul,

(2) mengklasifikasikan sifat-sfat yang sama, serupa;

(3) mengukur besaran-besaran yang bersangkutan;

(4) mencari hubungan antar konsep yang ada;

(5) mengenal adanya suatu masalah, merumuskan masalah;

(6) memperkirakan penyebab suatu gejala, merumuskan hipotesa;

(7) meramalkan gejala yang mungkin akan terjadi;

(8) berlatih menggunakan alat ukur;

(9) melakukan percobaan;

(10) mengumpulkan, menganalisis dan menafsirkan data;

(11) berkomunikasi; dan

(12) mengenal adanya variabel, mengendalikan suatu variabel.

Pendekatan Deduktif adalah proses penalaran yang bermula dari keadaan umum

kekeadaan khusus sebagai pendekatan pengajaran yang bermula dengan menyajikan

aturan, prinsip umum diikuti dengan contoh khusus atau penerapan aturan, prinsip

umum itu kedalam keadaan khusus. Langkah-langkah yang dapat digunakan dalam

pendekatan deduktif dalam pembelajaran adalah:

(1) memilih konsep, prinsip, aturan yang akan disajikan dengan pendekataan deduktif;

(2) menyajikan aturan, prinsip yang bersifat umum lengkap dengan definisi dan

buktinya;

(3) disajikan contoh khusus agar siswa dapat menyusun hubungan antara keadaan

khusus itu dengan aturan, prinsip umum; dan

22
(4) disajikan bukti untuk menunjang atau menolak kesimpulan bahwa keadaan khusus

itu merupakan gambaran dari keadaan umum.

Sedangkan pendekatan induktif pada awalnya dikemukakan oleh Filosof Inggris Prancis

Bacon (1561) yang menghendaki agar penarikan kesimpulan didasarkan atas fakta yang

konkrit sebanyak mungkin, sistem isi dipandang sebagai sistem berpikir yang paling baik

pada abad pertengahan yaitu cara induktif disebut juga sebagai dogmatif artinya bersifat

mempercayai begitu saja tanpa diteliti secara rasional. Berpikir induktif ialah suatu

proses dalam berpikir yang berlangsung dari khusus menuju ke yang umum. Orang

mencari ciri atau sifat tertentu dari berbagai fenomena, kemudian menarik kesimpulan

bahwa ciri-ciri atau sifat-sifat itu terdapat pada semua jenis fenomena.

Langkah-langkah yang dapat digunakan dalam pendekatan induktif adalah:

(1) memilih konsep, prinsip, aturan yang akan disajikan dengan pendekatan induktif;

(2) menyajikan contoh khusus konsep, prinsip atau aturan itu yang memungkinkan siswa

memperkirakan (hipotesis) sifat umum yang terkandung dalam contoh itu;

(3)disajikan bukti yang berupa contoh tambahan untuk menunjang atau menyangkal

perkiraan itu; dan

(4) disusun pernyataan mengenai sifat umum yang telah terbukti berdasarkan langkah-

langkah yang terdahulu.

Pada tingkat ini menurut Syamsudin Makmun (2003:228) siswa belajar mengadakan

kombinasi dari berbagai konsep atau pengertian dengan mengoperasikan kaidah logika

formal (induktif, deduktif, analisis, sintesis, asosiasi, diferensiasi, komparasi dan

kausalitas), sehingga siswa dapat membuat kesimpulan (kongklusi) tertentu yang

mungkin selanjutnya dapat dipandang sebagai ‘rule’ (prinsip, dalil, aturan, hukum,

akidah dan sebagainya).

Pendekatan Ekspositori, berpandangan bahwa tingkah laku kelas dan penyebaran

pengetahuan dikontrol dan ditentukan oleh guru/pengajar. Hakekat mengajar menurut

pandangan ini adalah menyampaikan ilmu pengetahuan kepada siswa. Siswa dipandang

sebagai objek yang menerima apa saja yang diberikan guru. Biasanya guru

23
menyampaikan informasi mengenai bahan pengajaran dalam bentuk penjelasan dan

penuturan secara lisan, yang dikenal dengan istailah kuliah, ceramah, dan lecture. Dalam

pendekatan ini siswa diharapkan dapat menangkap dan mengingat informasi yang telah

diberikan guru, serta mengungkap kembali apa yang dimilikinya melalui respons yang ia

berikan pada saat diberikan pertanyaan oleh guru.

Pendekatan Heuristik adalah merancang pembelajaran dari berbagai aspek dari

pembentukan sistem instruksional mengarah pada pengaktifan peserta didik mencari dan

menemukan sendiri fakta, prinsip, dan konsep yang mereka butuhkan. Pendekatan

heuristic adalah pendekatan pengajaran yang menyajikan sejumlah data dan siswa

diminta untuk membuat kesimpulan menggunakan data tersebut, implementasinya

dalam pengajaran menggunakan metode penemuan data metode inkuiri. Metode

penemuan didasarkan pada anggapan, bahwa materi suatu bidang studi tidak saling

lepas, tetapi ada kaitannya antara materi tersebut. Dengan pendekatan heuristic dapat

mendorong peserta didik bersikap berani untuk berpikir ilmiah dan mengembangkan

berpikir mandiri.

Pendekatan kecerdasan, guru harus mengetahui kecerdasan siswanya agar dapat

menolong kesulitan belajarnya. Untuk mengetahui kecerdasan para siswanya tentu guru

tidak melakukannya sendiri, untuk hal yang sederhana dapat dilakukan oleh konselor

yang mempunyai latar belakang pendidikan dan keahlian yang memadai. Bagi sekolah

yang berada di perkotaan dan tersedia psikolog, maka dapat dimintakan bantuan para

ahli psikologi tersebut untuk melakukan tes kecerdasan, dengan demikian hasilnya dapat

lebih akurat, dan tindakan belajarpun dapat disesuaikan dengan kemampuan siswa oleh

guru. Munzert, A.W. (1994) mengartikan kecerdasan sebagai sikap intelektual mencakup

kecepatan memberikan jawaban, penyelesaian, dan kemampuan memecahkan masalah.

Intelegensi dapat dirumuskan dengan kemampuan untuk melakukan kegiatan dan

mencapai prestasi yang di dalamnya berpikir memainkan peranan utama. Dari tingkah

laku seseorang, pembicaraan, aksi, reaksinya, orang dapat menilainya apakah orang itu

cerdas, cerdik, pintar atau sebaliknya bodoh dan lamban. Walaupun untuk memperoleh

24
informasi yang lebih dapat dipercaya melalui tes kecerdasan melalui uji psikotes oleh ahli

psikologi. Tingkah laku yang inteligen oleh sejumlah ciri sebagai berikut:

(1) tingkah laku yang siap melakukan perubahan yang perlu terhadap kondisi baru, tidak

kaku;

(2) tingkah laku yang bertujuan;

(3) tingkah laku yang cepat, reaksi yang segera;

(4) tingkah laku yang terorganisir, yakni ada koordinasi yang baik antara kondisi pribadi

dalam lingkungan yang memecahkan persoalan;

(5)tingkah laku yang dikendalikan oleh motivasi yang kuat; dan

(6) tingkah laku yang success oriented.

2. Motivasi Belajar

a. Pengertian Motivasi Belajar

Motivasi merupakan salah satu aspek psikis yang memiliki pengaruh terhadap pencapaian

prestasi belajar. Dalam Psikologi, istilah motif sering dibedakan dengan istilah motivasi.

Untuk lebih jelasnya apa yang dimaksud dengan motif dan motivasi, berikut ini penulis akan

memberikan pengertian dari kedua istilah tersebut. Kata "motif" diartikan sebagai daya upaya

yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu (Sardiman. 1990:73), seperti dikatakan

oleh Sardiman dalam bukunya Psychology Understanding of Human Behavior yang dikutip

M. Ngalim Purwanto (Ngalim 1998:60): motif adalah tingkah laku atau perbuatan suatu

tujuan atau perangsang. Sedangkan S. Nasution (Nasution. 1995:73), motif adalah segala

daya yang mendorog seseorang untuk melakukan sesuatu.

Motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang

menimbulkan kegiatan belajar yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang

25
memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek

belajar itu dapat tercapai.

b. Macam-macam Motivasi Belajar

Menurut Muhibbin Syah (Muhibbinsyah. 2002:136) bahwa motivasi dapat dibedakan dua

macam, yaitu:

1. Motivasi Intrinsik

Motivasi instrinsik adalah hal dan keadaan yang berasal dari dalam diri siswa sendiri

yang dapat mendorong melakukan tindakan belajar. Dalam buku ini motivasi intrinsik

adalah motivasi yang timbul dari dalam diri seseorang atau motivasi yang erat

hubungannya dengan tujuan belajar, misalnya : ingin memahami suatu konsep, ingin

memperoleh pengetahuan dan sebagainya.

Faktor-faktor yang dapat menimbulkan motivasi intrinsik adalah:

a. Adanya kebutuhan

b. Adanya pengetahuan tentang kemajuan dirinya sendiri

c. Adanya cita-cita atau aspirasi.

2. Motivasi Ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik adalah hal atau keadaan yang datang dari luar individu siswa,

yang mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar. Bentuk motivasi ekstrinsik ini

merupakan suatu dorongan yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar,

misalnya siswa rajin belajar untuk memperoleh hadiah yang telah dijanjikan oleh orang

tuanya. pujian dan hadiah, peraturan atau tata tertib sekolah, suri tauladan orang tua, guru

dan lain-lain merupakan contoh konkrit dari motivasi ekstrinsik yang dapat mendorong

siswa untuk belajar.

26
3. Teori Belajar

Berikut berbagai teori belajar yang ditulis oleh Winfred F. Hill :

a. Behaviorisme

Behaviorisme dari kata behave yang berarti berperilaku dan isme berarti aliran.

Behavorisme merupakan pendekatan dalam psikologi yang didasarkan atas proposisi

(gagasan awal) bahwa perilaku dapat dipelajari dan dijelaskan secara ilmiah.

Dalam melakukan penelitian, behavioris tidak mempelajari keadaan mental. Jadi,

karakteristik esensial dari pendekatan behaviorisme terhadap belajar adalahpemahaman

terhadap kejadian-kejadian di lingkungan untuk memprediksi perilaku seseorang, bukan

pikiran, perasaan, ataupun kejadian internal lain dalam diri orang tersebut. Fokus

behaviorisme adalah respons terhadap berbagai tipe stimulus.

b. Kognitivisme

Menjelang berakhirnya tahun 1950-an banyak muncul kritik terhadap behaviorisme.

Banyak keterbatasan dari behaviorisme dalam menjelaskan berbagai masalah yang berkaitan

dengan belajar. Banyak pakar psikologi waktu itu yang berpendapat behaviorisme terlalu

fokus pada respons dari suatu stimulus dan perubahan perilaku yang dapat diamati.

Kognitivis mengalihkan perhatiannya pada “otak”. Mereka berpendapat bagaimana

manusia memproses dan menyimpan informasi sangat penting dalam proses belajar.

Akhirnya proposisi (gagasan awal) inilah yang menjadi fokus baru mereka.

c. Humanisme

27
Gagasan dari humanisme dapat diringkas sebagai berikut:

1. Setiap orang memiliki kapasitas untuk berkembang.

2. Setiap orang memiliki kebebasan untuk memilih tujuan hidupnya.

3. Humanisme menekankan pentingnya kualitas hidup manusia.

4. Setiap orang memiliki kemampuan untuk memperbaiki kehidupannya.

5. Persepsi pribadi seseorang terhadap dirinya sendiri lebih penting dari lingkungan.

6. Setiap orang memiliki potensi untuk memahami dirinya sendiri.

7. Setiap orang seharusnya memberikan dukungan pada orang lain sehingga semua memiliki

citra diri yang positif serta pemahaman diri yang baik.

8. Carl Rogers menekankan pentingnya suasana lingkungan yang hangat dan bisa menjadi

terapi.

9. Abraham Maslow berpendapat bahwa potensi kita sesunggahnya tidak terbatas.

10. Terjadinya kebersamaan disebabkan adanya persepsi positif satu sama lain.

d. Kontruksivisme

Konstruktivisme memandang belajar sebagai proses di mana pembelajar secara aktif

mengkonstruksi atau membangun gagasan-gagasan atau konsep-konsep baru didasarkan atas

pengetahuan yang telah dimiliki di masa lalu atau ada pada saat itu. Dengan kata lain,

”belajar melibatkan konstruksi pengetahuan seseorang dari pengalamannya sendiri oleh

dirinya sendiri”. Dengan demikian, belajar menurut konstruktivis merupakan upaya keras

yang sangat personal, sedangkan internalisasi konsep, hukum, dan prinsip-prinsip umum

sebagai konsekuensinya seharusnya diaplikasikan dalam konteks dunia nyata.

4. Belajar

a. Definisi Belajar

Berikut ini berbagai definisi belajar menurut pendapat beberapa ahli diantaranya:

28
a. Gagne dikutip oleh Slameto (Slameto. 2003), dinyatakan bahwa belajar itu merupakan

kecenderungan perubahan pada diri manusia yang dapat dipertahankan selama proses

pertumbuhan. Hal ini dijelaskan kembali oleh Gagne bahwa belajar merupakan suatu

peristiwa yang terjadi didalam kondisi-kondisi tertentu yang dapat diamati, diubah dan

dikontrol.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli yang telah dikemukakan di atas, pada dasarnya

belajar ditunjukkan oleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman

kesamaan. Belajar adalah suatu proses pengumpulan pengetahuan, penanaman konsep dan

kecakapan, serta pembentukan sikap dan perbuatan. Makna konsep belajar selalu

menunjukkan suatu proses perubahan perilaku atau pribadi seorang berdasarkan praktek atau

pengalaman tertentu.

b. Prinsip dan Tujuan Belajar

Dalam keseluruhan proses pendidikan, pembelajaran merupakan aktivitas yang paling

berarti, ini artinya bahwa keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung pada

bagaimana proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif.

Belajar adalah suatu proses yang sangat kompleks, yang dipengaruhi oleh banyak faktor,

baik dalam diri maupun luar diri siswa. Namun proses belajar dapat dianalisa dalam bentuk

prinsip-prinsip. Menurut S. Nasution (Nasution. 1987:50), prinsip belajar tersebut adalah:

a. Agar seseorang benar-benar belajar, ia harus mempunyai tujuan.

b. Tujuan harus timbul dalam kebutuhan hidupnya dan bukan karena dipaksakan oleh

orang lain.

c. Seseorang itu harus bersedia mengalami bermacam-macam kesukaran dan berusaha

dengan tekun untuk mencapai tujuan yang berharga baginya.

c. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar

29
Keberhasilan belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor. Pendapat para ahli pendidikan

mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi belajar sangat beragam, hal ini tergantung dari

sudut pandang yang diambil, latar belakang pendidikan, tujuan dan sebagainya. Berikut ini

akan disampaikan beberapa pendapat ahli pendidikan. Menurut Ngalim Purwanto (Purwanto.

1988:106) mengemukakan bahwa : Berhasil atau tidaknya belajar tergantung bermacam-

macam faktor, dibedakan menjadi:

a. Faktor yang ada pada diri organisme itu sendiri yang disebut faktor individual

meliputi: kematangan/pertumbuhan, kecerdasan, motivasi dan faktor pribadi.

b. Faktor yang ada di luar individu yang disebut faktor sosial, meliputi: faktor

keluarga/keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajarnya, alat-alat yang dipergunakan

dalam belajar mengajar, lingkungan dan kesempatan yang tersedia dan motivasi.

Dari pendapat tersebut, pada dasarnya terdapat kesamaan dalam pengelompokan faktor-

faktor yang mempengaruhi belajar, yaitu dilihat dari dalam diri peserta didik (intern) dan dari

luar peserta didik (ekstern).

5. Mandiri

Mandiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud. 1994) adalah mampu

berdiri sendiri, tidak menggantungkan harapan pada pihak-pihak tertentu.

6. Belajar mandiri

Kata belajar mandiri merupakan gabungan dari dua kata yakni kata belajar dan mandiri.

Belajar merupakan suatu proses dan merupakan unsur yang sangat dasar dalam setiap

penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Hal ini berarti berhasil atau gagalnya

pencapaian tujuan pendidikan itu sangat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa,

baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya.

30
Slameto (Slameto. 2003:45) mengungkapkan bahwa belajar mandiri adalah: “Belajar

mandiri merupakan suatu tindakan dan metode yang dilakukan oleh siswa sendiri dalam

belajar untuk mencapai prestasi pembelajaran yang diharapkan”.

7. Prestasi Belajar

Prestasi belajar adalah sebuah kalimat yang terdiri dari dua kata, yakni "prestasi" dan

"belajar", mempunyai arti yang berbeda. Untuk memahami lebih jauh tentang pengertian

prestasi belajar, peneliti menjabarkan makna dari kedua kata tersebut.

prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan seseorang atau kelompok yang telah dikerjakan,

diciptakan dan menyenagkan hati yang diperoleh dengan jalan bekerja.

a) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar menurut A. Tabrani Rusyan, antara

lain:

a. Faktor jasmaniah (fisiologi), baik yang bersifat bawaan maupun yang

diperoleh.

b. Faktor psikologi, terdiri dari:

1). Faktor intelektual yang meliputi: faktor potensial yaitu kecerdasan dan bakat, juga

faktor kecakapan nyata yaitu prestasi yang dimiliki.

2). Faktor non intelektual yaitu komponen-komponen kepribadian tertentu meliputi

minat, sikap, kebutuhan, motivasi, konsep diri, penyesuaian diri, emosional dan

sebagainya.

c. Faktor kematangan fisik maupun psikis menurut Tabrani Rusyan (Rusyan.

1994):

1). Faktor sosial yang terdiri dari: lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan

masyarakat, lingkungan kelompok.

31
2). Faktor budaya seperti: adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian.

3). Faktor lingkungan fisik seperti fasilitas rumah, faktor belajar dan iklim.

4). Faktor spiritual atau keagamaan.

Faktor-faktor tersebut saling berinteraksi secara langsung maupun tidak langsung dalam

mempengaruhi prestasi belajar, sehingga menyebabkan terjadinya perbedaan prestasi belajar

yang dicapai siswa.

b) Evaluasi Prestasi Belajar.

Evaluasi menurut Slameto (Slameto. 1993) artinya penilaian terhadap tingkat

keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah program.

Padanan kata evaluasi adalah assement yang berarti proses penilaian untuk menggambarkan

prestasi atau tingkat keberhasilan siswa sesuai kriteria yang telah ditetapkan.

8. Mata Pelajaran Mengenal dan Mengoperasikan Mesin Proses

Mata pelajaran Mengenal dan Mengoperasikan Mesin Proses (MMP) adalah salah satu

mata diklat yang diberikan di kelas X Program Keahlian Teknik Permesinan SMK Negeri 4

Kota Serang. Dalam dasar kejuruan dan kompetensi kejuruan tahun 2009 dimana pelajaran

MMP pada kelas XII terdiri atas:

a) Menetapkan persyaratan pekerjaan.

b) Mengenal jenis-jenis mesin beserta fungsinya

c) Mengoperasikan Mesin Proses

d) Memilih perlengkapan yang sesuai.

e) Memeriksa komponen sesuai spesifikasi.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Saat ini penulis belum menemukan hasil penelitian yang relevan.

32
C. Kerangka Berpikir

Menurut Winarno Surakhmad yang dikutip oleh Suharsimi Arikunto (Arikunto. 1997:97),

“Anggapan dasar atau postulat adalah sebuah titik tolak pemikiran yang kebenarannya

diterima oleh penyelidik”.

Berdasarkan pengertian diatas, maka dalam penelitian ini sebagai titik tolak pemikiran,

penulis menetapkan anggapan dasar sebagai berikut:

1. Penggunaan metode CTL adalah salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi

siswa dalam proses belajar pada Mata Pelajaran MMP

2. Penggunaan metode CTL adalah salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi

siswa dalam proses belajar pada Mata Pelajaran MMP

3. Proses belajar mengajar yang dilaksanakan berdasarkan kurikulum yang berlaku

sebagai pedoman, visi misi sekolah dan landasan operasionalnya.

4. Materi Mata Diklat MMP yang disampaikan sesuai dengan GBPP yang berlaku di

SMKN 4 Kota Serang.

5. Nilai raport Mata Diklat MPP yang diberikan oleh guru melalui prosedur evaluasi

yang sesuai dengan kurikulum yang berlaku.

D. Hipotesis Tindakan

Menurut Suharsimi Arikunto (Arikunto. 2002:64), hipotesis adalah: “Suatu jawaban

yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data

yang terkumpul”. Berdasarkan pengertian diatas, maka penulis merumuskan hipotesis

yang akan diuji kebenarannya dalam penelitian ini, sebagai berikut:

“Terdapat pengaruh penggunaan metode CTL terhadap prestasi belajar pada Mata

Pelajaran Mengenal Mesin Proses di SMK Negeri 4 Kota Serang”.

33
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Setting Penelitian

Penulis melakukan penelitian yang berlokasi di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri

(SMKN) 4 Kota Serang, adapun sekolah tersebut beralamat di Jalan Raya Serang-Petir KM.4

Desa Tinggar Kecamatan Curug Kota Serang.

Dalam penelitian ini penulis mengambil populasi seluruh siswa kelas X Program

Keahlian Teknik Permesinan SMKN 4 Kota Serang tahun ajaran 2011/2012 yang diajarkan

mata pelajaran MK yaitu sebanyak 117 siswa.

Seluruh guru berkualifikasi Ijazah S1 dengan program studi yang relevan dengan bahan

ajar yang sesuai yang diajarkan

B. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Penelitian Tindakan Kelas

(PTK) model Contextual Teaching Learning (CTL). Karena penelitian ini tertuju pada

34
pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang, serta ingin mengetahui penggunaan media

proyektor pada mata pelajaran Mengenal dan Mengoperasikan Mesin Proses (MMP)

C. SIKLUS PENELITIAN

Penulis akan melakukan dua kali pengumpulan data, pada pengumpulan data yang

pertama dilakukan untuk mencari data awal sebelum treatment dilakukan. Pengumpulan data

yang kedua dilakukan untuk memperoleh hasl penelitian

D. Kriteria Keberhasilan

Kriteria keberhasilan penelitian ini adalah jika prestasi belajar siswa 100% memenuhi

Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan oleh sekolah

E. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini, instrumen utama yang digunakan untuk pengumpulan data adalah

angket atau kuesioner yang akan diberikan kepada seluruh siswa/i kelas X jurusan teknik

pemesinan.

F. Analisis Data

Teknik analisis data diarahkan pada pengujian hipotesis yang diajukan. Uji statistik data

yang digunakan dalam menganalisis data lebih dahulu harus diperhatikan apakah data itu

berskala ordinal atau interval. Jika data berskala ordinal atau nominal maka uji statistiknya

adalah analisis non parametric. Sedangkan jika datanya berskala interval atau rasional, maka

analisis datanya adalah analisis parametrik. Prosedur yang ditempuh dalam menganalisa data

ini adalah sebagai berikut:

35
1. Persiapan

Kegiatan yang dilakukan pada langkah persiapan adalah:

a) Mengecek responden yang akan mengisi angket.

b) Mengecek kelengkapan data, artinya memeriksa isi dari angket

termasuk lembarannya barangkali ada yang terlepas atau sobek.

c) Menyebarkan angket kepada responden.

d) Mengecek jumlah angket yang telah diisi oleh responden.

e) Mengecek kelengkapan angket yang telah dikembalikan dari

responden, apakah ada pernyataan yang belum dijawab atau tidak.

2. Tabulasi

Berikut yang termasuk ke dalam kegiatan tabulasi adalah:

a) memberi skor pada setiap item-item jawaban yang telah dijawab oleh

responden.

b) Menjumlahkan skor yang didapat dari setiap variabel.

G. Kolaborasi

Penelitian ini hanya dilakukan oleh satu orang, jadi individu.

H. Jadual Penelitian

No Kegiatan Bulan/Tahun

08/12 09/12 09/12 10/12 11/12 12/12

1. Studi Pustaka V V V V V V

2. Penjajakan lokasi V V

3. Konsultasi Judul V V

4. Penulisan Proposal V V V V V

36
I. Biaya

Biaya yang diperlukan untuk melakukan penelitian :

1. Pembuatan Model : Rp. 500.000.00-

2. A4 5 Rim : Rp. 39.000.00-/Rim

Total Rp. 195.000.00-

3. Fotokopi Hasil Penelitian: Rp. 200.000.00-

4. Lain-lain : Rp. 500.000.00-

Total Biaya : Rp. 1.395.000.00-

J. Data Peneliti

Nama : Rama Dhanur, S.Pd

No. Peserta : 122862424210673

Insitusi : SMKN 4 Kota Serang

K. Daftar Pustaka

Dimyati danMudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Dunkin, M.J. dan Biddle, B.J. 1974. The Study of Teaching. New York: Rinehart and
Wsiton Inc.

Mulyasa, E. 2004. Implementasi Kurikulum 2004: Panduan Pembelajaran KBK.


Bandung: Rosda.

Nurdin, Muhamad. 2004. Kiat Menjadi Guru Profesional. Jogyakarta: Prisma Sophie.

Sagala, Syaiful. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran: Untuk Membantu Memecahkan
Problematika Belajar dan Mengajar. Bandung: Alfabeta.

Sanjaya, Wina. 2005. Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis


Kompetensi. Bandung: Fajar Interpratama Offset.

Sudjana, D. 2001. Metode dan Teknik Pembelajaran Partisipatif. Bandung: Falah


Production. 

37
Depdiknas. Direktorat Pembinaan SMA. 2009. Pengembangan Pembelajaran Yang
Efektif. Bahan Bimbingan Teknis KTSP. Jakarta. Ibrahim R, Syaodih S Nana. 2003.

Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Sudjana, Nana. 1989. Cara Belajar
Siswa Aktif dalam Proses Belajar Menga-jar. Bandung: Sinar Baru

38

Anda mungkin juga menyukai