B-1-2
B-1-3
Daftar Isi
B-1-1
Ringkasan Pembangunan Tambang Batu Bara
Pendahuluan
Antara aspek pembangunan tambang batu bara dengan perencanaan investasi fasilitas
untuk industri pada umumnya, terdapat banyak perbedaan. Hal ini karena batu bara adalah
sumber daya alam yang terpendam di bawah tanah, di mana kondisi keberadaan batu bara
berbeda untuk setiap proyek pembangunan.
Kedalaman lapisan.................................................................................................
.....................................................................................0~1.000 m dari permukaan
Jumlah lapisan batu bara........................................................................................
.......................................................................................1~beberapa puluh lapisan
Ketebalan lapisan batu bara...................................beberapa cm~lebih dari 100 m
Kemiringan lapisan batu bara..............................................................datar~tegak
Kondisi geologi......................................................................................................
................................................................................................................................
............................................................perlipatan, sesar, jebakan gas, pancaran air
Kualitas/sifat batu bara ada tidaknya keterlelehan (caking), perbedaan
nilai panas
Ditambah lagi, dengan berkembangnya penambangan, blok ekstraksi juga makin
mendalam dan menjauh, sehingga akan mempengaruhi lingkungan kerja.
Oleh karena itu, hal-hal tersebut harus dipertimbangkan masak-masak, dan sambil
menyelaraskannya dengan kepentingan daerah serta ketersediaan energi, dibuatlah suatu
rencana pembangunan tambang batu bara yang mempersatukan kelompok insinyur unggul,
sambil melakukan kerja sama dengan negara, daerah, praktisi lingkungan dan para tenaga
kerja.
Dalam pengambilan keputusan akhir rencana pembangunan tambang batu bara, sudah
barang tentu “kelayakan ekonomi pembangunan tambang batu bara” menjadi masalah yang
penting. Kita harus memilih rencana yang paling tepat dengan mengulang-ngulang studi
kasus atas rencana pembangunan yang memasukkan faktor penilaian kelayakan ekonomi,
sambil mempertimbangkan besarnya investasi awal dan rencana pembiayaan.
Ditambah lagi, pada tambang bawah tanah khususnya, telah berkali-kali terjadi
kecelakaan besar seperti ledakan gas. Oleh karena itu, dalam pembuatan rencana
pembangunan juga harus dilakukan perancangan struktur tambang bawah tanah dan
fasilitas yang memperhatikan jaminan keselamatan semaksimal mungkin, serta dilengkapi
fasilitas keamanan/keselamatan yang tepat.
1.2 Pokok Survei Pada Setiap Tahapan Dari Prosedur Pembangunan Tambang Batu Bara
1) Memperoleh konsesi
Pengumpulan bahan dan analisis indikasi geologi dan batu bara, serta kondisi
keberadaan
Korelasi dengan peta konsesi, peta pemilik tanah, peta topografi
Pengecekan kebijakan perusahaan, kemampuan investasi, pandangan pihak-
pihak terkait
Penyelidikan lokasi dan pengumpulan informasi setempat, pemilihan daerah
berpotensi
Cara mendapatkan konsesi, perkiraan biaya, kuasa penambangan atau kuasa
eksplorasi
Pengajuan izin atau pengambilalihan konsesi
2) Penyelidikan geologi umum
Penyelidikan lapangan (kondisi sedimentasi geologi, peta geologi permukaan,
pengecekan silang antara peta singkapan batu bara dan peta
penyelidikan lembah sungai, pembuatan peta rencana pengeboran)
Pengeboran umum (pengeboran dengan spasi renggang, gambar penampang
kolom, pengambilan inti, analisis percontoh batu bara, penentuan
daerah berpotensi untuk ditambang, pembuatan rencana
penyelidikan rinci)
3) Penyelidikan rinci
Pengeboran intensif/rapat (pengambilan inti, penyelidikan batuan,
pemercontohan batu bara dengan pengeboran diameter besar)
Penilaian batu bara (uji preparasi, analisis kualitas, penjajakan terhadap calon
pengguna (user) batu bara)
Memahami kondisi lapisan batu bara (peta isobathyc lapisan batu bara,
pembuatan peta distribusi kualitas, verifikasi cadangan batu bara)
Pengkajian volume produksi (prediksi permintaan, penetapan jenis batu bara
yang diproduksi, rencana produksi tahap I)
4) Preliminary FS
Pembuatan rencana penambangan (lokasi penambangan, metode penambangan,
rencana pembuangan batuan ampas, volume produksi setiap tahun,
rencana peralatan yang digunakan, rencana preparasi batu bara,
rencana handling batu bara)
Pembicaraan dengan pihak terkait (masyarakat setempat, perusahaan kereta,
pelabuhan, instansi pemerintah, serikat tenaga kerja)
Pembicaraan dengan pengguna batu bara (kualitas, volume, harga, pesanan
setiap tahun, tipe kapal)
Rencana investasi (mesin/peralatan yang diperlukan, pekerjaan yang diperlukan,
biaya rekayasa (engineering), rencana tenaga kerja selama operasi,
waktu melakukan investasi)
Rencana biaya operasi (rencana produksi, rencana penggunaan mesin/ peralatan,
biaya operasi mesin/peralatan, rencana jumlah tenaga kerja, biaya
tenaga kerja, biaya reparasi, biaya kantor, biaya
kereta/pelabuhan/lingkungan, biaya analisis/pemasaran, depresiasi,
iuran produksi (royalty), pajak, pertimbangan persyaratan tambang
batu bara yang berkaitan, penyelidikan cost tambang batu bara
sekitar beserta pertimbangannya, pertimbangan terhadap kebijakan
nasional atau program bantuan terhadap masyarakat setempat)
Rencana pendapatan (menurut jenis batu bara/ pembeli/ kontrak jangka panjang
dan spot beserta penyelidikan kondisinya, pengkajian kondisi
produsen dan konsumen pada waktu terjadi perubahan kualitas
batu bara beserta perkiraan cara penaggulangannya)
Rencana pendanaan
Dan lain-lain
5) Definitive FS
Melakukan pengkajian dan penyelidikan yang lebih rinci terhadap seluruh pokok
pada Preliminary FS di atas, namun sering di tambahkan pokok penyelidikan
berikut ini :
Pengeboran tambahan (untuk pembuatan rencana produksi dan kualitas yang
rinci)
Rencana operasi tahunan (triwulanan)
(gambar rencana pengupasan tanah, penambangan batu bara, penanganan
batuan ampas)
(gambar dan tabel rencana pekerjaan konstruksi)
(tabel volume produksi batu bara, preparasi, penimbunan, pengapalan,
penanganan batuan ampas)
(tabel rencana pengadaan mesin dan peralatan)
(rencana rekrut personil manajemen perusahaan dan tenaga kerja inti)
(tabel rencana kebutuhan karyawan dan tenaga kerja)
Mengikat kontrak jual beli jangka panjang dengan pengguna batu bara
Konfirmasi cara pengadaan dana
Penjelasan rencana kepada pihak-pihak terkait
(pemerintah, instansi terkait, masyarakat setempat, pengguna batu bara,
produsen mesin dan peralatan, perusahaan terkait, serikat tenaga kerja,
perusahaan kereta, pelabuhan)
Menentukan langkah penanggulangan masalah lingkungan
(pembuatan Amdal, mengumumkan Amdal secara terbuka, diskusi
dengan pihak-pihak terkait, perizinan)
6) Mulai pembangunan/konstruksi
Rekrut tenaga kerja yang dibutuhkan dan penambahan secara terencana
Perataan tanah, pembangunan kantor dan perumahan
Pembangunan pabrik dan fasilitas lingkungan
Pembelian dan penerimaan mesin, pelatihan operator
Pembangunan jalan dan tempat pembuangan batuan/tanah ampas,
memulai pengupasan awal, penambangan batu bara percontoh, uji coba
preparasi batu bara, uji coba pengapalan
2. Sistem Pembangunan
2.1 Pertimbangan Sistem Pembangunan
Berdasarkan berbagai informasi yang didapat dari penyelidikan geologi, ditentukan
zona sasaran ekstraksi dan lapisan batu bara sasaran ekstraksi. Kemudian, melakukan
pengkajian sistem pembangunan setelah memahami kondisi ekstraksi batu bara sebagai
mana berikut.
Sistem Pembangunan
Sistem mana yang akan dipilih, terutama ditentukan oleh keunggulan ekonomis.
Dalam hal ini, di dalam biaya penambangan terbuka, termasuk biaya pengupasan
lapisan penutup dan biaya penanganan tanah kupasan, sehingga untuk membandingkan
biaya penambangan kedua sistem di atas, yang menjadi unsur penting adalah nisbah
pengupasan (Stripping Ratio), yakni perbandingan antara tanah kupasan dengan batu bara
yang diproduksi. <Nisbah Pengupasan = volume tanah kupasan (B.C.M)/batu bara tercuci
(ton)>
Dalam penambangan lapisan batu bara dikenal istilah B.S.R (Break-even Stripping
Ratio), yaitu nisbah pengupasan di mana biaya ekstraksi penambangan terbuka dan
penambangan bawah tanah menjadi sama. Angka ini dihitung dari persamaan berikut.
B.S.R = (A–B)/C
A : biaya ekstraksi pada penambangan bawah tanah ($/ ton batu bara tercuci)
B : biaya ekstraksi pada penambangan terbuka, tidak termasuk biaya pengupasan
($/ ton batu bara tercuci)
C : biaya pengupasan lapisan penutup ($/ m3 tanah kupasan)
Ini berarti, untuk bagian dengan nisbah pengupasan yang tidak melampaui B.S.R,
secara ekonomis lebih menguntungkan ditambang secara terbuka, dan akan menentukan
batas akhir (kedalaman) dari pit tambang terbuka. Banyak terdapat kasus di mana pada
lapisan batu bara yang mempunyai kemiringan, pertama dilakukan penambangan terbuka
sampai mencapai batas tersebut, dan setelah itu beralih ke penambangan bawah tanah.
Selanjutnya, B.S.R yang dihitung dari harga jual batu bara ini, dipakai juga sebagai
indikator untuk menentukan batas ekonomis tambang terbuka. Dalam hal ini,
B.S.R ={(P–F)×Y–(M+W+R+O)}/S
Biasanya dikatakan, bahwa batas nisbah pengupasan untuk batu bara uap adalah 7~10
dan untuk batu bara metalurgi adalah 12~15. Namun kenyataanya, ada juga kasus tambang
yang beroperasi dengan nisbah pengupasan 20~30.
Faktor yang mempengaruhi nisbah pengupasan adalah kedalaman cebakan lapisan
batu bara, kondisi lapisan ganda, ketebalan lapisan batu bara, kemiringan lapisan batu bara
dan penyebarannya, sehingga perlu diketahui faktor-faktor tersebut secara tepat untuk
memilih antara tambang terbuka atau tambang bawah tanah. Dan ditambah lagi
berdasarkan harga batu bara, perolehan preparasi batu bara dan berbagai biaya operasi,
diputuskan kelayakan ekonominya secara garis besar.
Perbandingan tambang terbuka dan tambang bawah tanah secara umum adalah
sebagai berikut :
(1) Produktifitas (Productivity)
Produktifitas itu berbeda menurut skala produksi tambang, namun secara umum bisa
diharapkan produktifitas tambang terbuka lebih tinggi dari pada produktifitas tambang
bawah tanah. Hal ini disebabkan, pada tambang bawah tanah, ruang kerjanya sempit,
sehingga kapasitas mesin yang dapat digunakan terbatas. Sedangkan pada tambang
terbuka, dapat digunakan mesin-mesin berkapasitas besar dengan mudah.
(2) Biaya Penambangan (Mining Cost)
Biaya penambangan terbuka sangat murah dibandingkan dengan biaya penambangan
bawah tanah.
(3) Keamanan (Accident Risks)
Jumlah kecelakaan yang terjadi pada tambang terbuka lebih sedikit dibandingkan
tambang bawah tanah. Jumlah pekerja tambang terbuka lebih sedikit dibandingkan
tambang bawah tanah, sehingga jumlah kecelakaan yang terjadi per 1 juta ton produksi
sangat rendah.
(4) Konsumsi Energi (Energy Demand)
Dikatakan, bahwa konsumsi energi tambang terbuka adalah 1/4~1/5 tambang bawah
tanah.
(5) Masalah Lingkungan (Environment)
Kondisi kerja tambang terbuka lebih baik dari pada tambang bawah tanah, karena
pekerjaan berlangsung di permukaan. Selain itu, tidak memerlukan penyangga,
pengisian, ventilasi dan penerangan buatan. Akan tetapi, karena seluruh pekerjaan
dilakukan di permukaan, operasinya dipengaruhi oleh cuaca. Kemudian, perlu
penanganan batuan lapisan penutup yang banyak, dan diperlukan tempat yang luas
untuk membuang tanah kupasan. Ditambah lagi, karena permukaannya menjadi rusak
setelah penambangan, adakalanya harus melakukan reklamasi dan reboisasi.
(6) Perolehan Ekstraksi
Perolehan tambang terbuka lebih tinggi dibandingkan tambang bawah tanah. Pada
tambang terbuka dimungkinkan 90~95%. Perolehan tambang bawah tanah berbeda
menurut metode ekstraksi, di mana perolehan cut and fill method sangat tinggi hingga
mendekati perolehan tambang terbuka, namun perolehan tambang pada room and
pillar method hanya sekitar 60%.
b) Metode penambangan batu bara open cast (open cast coal mining)
Metode yang digunakan pada penambangan terbuka lapisan batu bara dangkal,
seperti di Amerika, Australia dan Kanada, dan biasanya disebut juga sebagai strip
coal mining. Lapisan penutup dikupas menggunakan mesin gali besar tipe boom
seperti drag line, dan tanah kupasan langsung ditimbun di panel terdekat yang telah
selesai ditambang, kemudian pit maju lagi. Jadi, reklamasi dapat langsung
dilaksanakan setelah penambangan, sehingga hampir tidak memerlukan tempat
pembuangan tanah kupasan. Aliran pekerjaan juga lancar.
(5)Dan lain-lain
Mempertimbangkan kaitannya dengan kemudahan penyediaan air untuk industri dan
kehidupan, penyediaan lahan untuk penanganan ampas, daerah permukiman pekerja,
serta fasilitas kesejahteraan dan kesehatan.
Bentuk dasar dari struktur kerangka tambang bawah tanah adalah sebagai berikut.
Sistem kombinasi sumuran tegak dan paras
Sistem sumuran miring
Sistem Kombinasi
3.1.1 Pengeluaran Investasi Awal Untuk Pembangunan Tambang Batu Bara Yang Lazim
(1) Infrastruktur di luar site
・Jalur kereta api, jalan untuk pengangkutan
・Suplai tenaga listrik, suplai air untuk industri dan air minum, saluran suplai gas
(2) Infrastruktur di dalam site
・ Fasilitas permukaan (kantor, bengkel reparasi, tempat penyimpanan material,
gudang bahan ledak, dll)
・ Suplai tenaga listrik, suplai air untuk industri dan air minum, suplai gas, fasilitas
listrik (UG)
・ Coal handling system (penimbunan batu bara wantah, penimbunan batu bara
tercuci, pengangkutan, fasilitas pemuatan gerbong kereta)
・Fasilitas pengolahan air lumpur dan air limbah (kolam pengendap, slurry line)
・Fasilitas pompa air (stasiun pompa dan pipa)
・Pengolahan ampas (timbunan ampas, fasilitas pembuangan ampas)
(3) Mesin ekstraksi (OC : Mesin pengupas, mesin ekstraksi batu bara, truk. UG : fasilitas
ekstraksi batu bara sistem ruang dan pilar, fasilitas ekstraksi batu bara sistem lorong
panjang)
(4) Pabrik preparasi batu bara (adakalanya termasuk tempat analisis peringkat batu bara)
(5) Engineering study (kegiatan eksplorasi, engineering untuk membuat rencana, dll)
(6) Persiapan produksi (OC : pengupasan pendahulu, biaya pembuatan pit. UG :
penggalian lubang bukaan utama di dalam batuan, penggalian sumuran miring)
(7)Dan lain-lain (fasilitas drainase gas, pembangkit listrik sendiri, rumah dinas, fasilitas
kesejahteraan dan kesehatan)
Apabila perusahaan peserta proyek tidak puas mengenai hasil evaluasi ekonomi
dari feasibility study, maka akan dibuat revisi terhadap rencana penambangan dan
rencana investasi.
Apabila keuntungan yang diperoleh proyek dinilai masih belum layak walaupun
melalui revisi rencana, misalnya karena jatuhnya harga jual, maka proyek akan
dibekukan atau dibatalkan.
3.3 Cost
Pada umumnya cost tambang batu bara terdiri dari unsur-unsur berikut ini :
・Operation cost di tambang
Cost penambangan, cost preparasi batu bara
Coal handling cost (kereta atau truk)
・Cost untuk transportasi (rel atau truk) dan pelabuhan
・Overhead cost, marketing cost
・Financial cost
Setiap unsur tersebut diperhitungkan berdasarkan alasan yang bisa diterima, untuk
memperoleh cost. Sebagai standar penilaian tepat tidaknya dasar atau alasan yang dipakai
dalam perhitungan tersebut adalah cost standar dari daerah sekitar proyek tersebut, yang
mana harus dipahami dan diperbandingkan. Untuk mengumpulkan data cost standar ini,
adakalanya memakai jasa konsultan pengumpul data yang berkaitan dengan cost operasi
tambang batu bara.
Check point pada waktu penilaian adalah :
1) Pengkajian biaya tenaga kerja
Biaya tenaga kerja dapat mencapai 50% dari cost operasi di lokasi tambang batu bara,
sehingga penilaian terhadapnya harus dilakukan dengan hati-hati.
Biaya tenaga kerja dapat dihitung dari jumlah tenaga kerja yang diperlukan dan harga
satuan untuk setiap jenis pekerjaan. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan didapat dengan
merencanakan organisasi untuk mencapai rencana produksi, sistem kerja (shift, jam kerja)
dan menetapkan efisiensi setiap pekerjaan. Sedangkan harga satuan kerja ditetapkan
dengan mempertimbangkan tingkat kesulitan teknis setiap jenis pekerjaan dan sistem kerja.
Dalam hal ini, harus dilakukan penyelidikan terhadap sistem kerja dan harga satuan untuk
setiap jenis pekerjaan di daerah sekitarnya, yang dijadikan sebagai referensi.
2) Apakah kondisi penambangan yang khas untuk suatu konsesi sudah tercermin di
dalam cost
Pada waktu menentukan kapasitas produksi, selain biaya tenaga kerja dan barang,
perlu diperhatikan apakah kondisi penambangan yang khas untuk tambang batu bara
tersebut sudah ikut dipertimbangkan. Misalnya, pada tambang batu bara yang kondisi
batuan atapnya buruk, kerapatan penyangga harus dinaikkan dibanding dengan tambang
yang kondisinya baik, sehingga tenaga kerja dan biaya material yang diperlukan untuk
penggalian lubang bukaan dengan panjang tertentu akan meningkat. Kemudian, pada
tambang batu bara yang banyak mengeluarkan gas, perlu diperhatikan apakah biaya
drainase gas sudah diperhitungkan atau tidak.
3) Pengecekan kelayakan melalui evaluasi menyeluruh
Biaya operasi di lokasi penambangan merupakan akumulasi dari setiap komponen
biaya. Dalam hal ini, harus dilakukan pengecekan apakah pada biaya yang diperoleh dari
cara akumulasi ini tidak terdapat kesalahan besar, yaitu dengan membandingkannya
dengan tambang batu bara di sekitarnya yang mempunyai sistem produksi dan
produktifitas yang mirip. Dari perbandingan ini, dapat dilihat apakah kondisi khas dari
proyek bersangkutan sudah ikut diperhitungkan atau tidak.
Referensi : Struktur Cost Tambang Batu Bara Australia (rata-rata FOB, tahun 1996)
Mine labour 22 %
Operating costs 21 %
Capital costs 7%
Other mine costs 14 %
Royalities 4%
Rail charges 15 %
Other transport 7%
3.4 Masa Operasi Tambang Batu Bara
Apabila cadangan batu bara terjual yang dimiliki oleh proyek bersangkutan dan
volume penjualan batu bara dalam kurun waktu tertentu (misalnya setahun) sudah
ditetapkan, dengan sendirinya lamanya waktu operasi tambang batu bara dapat dihitung.
Contoh :
Berapakah investasi yang harus dilakukan saat ini, apabila 5 tahun yang akan datang
diperlukan $6.500, dengan bunga 7,5% per tahun dan bunga berbunga?
P = $6.500 / (1 + 0,075)5 = $4.527,63
3) Jumlah pembayaran yang dilakukan untuk selang waktu tertentu dengan pembayaran
merata (tetap)
Bunga berbunga (F/A, i, n)
F = A {(1 + i)n – 1} / i
Rumus umum,
F = A (1 + i)n–1 +A (1+i) n–2 +…..+A(1+i) + A ---------------(1)
Apabila persamaan (1) dikalikan (1+i),
F (1 + i) = A (1 + i)n +A (1+i) n–1 +…..+A(1+i)2 + A (1 + i) ---------------(2)
Apabila persamaan (2) dikurangi persamaan (1),
........................................................................................................................................
..................................................................................................................Fi = A (1 + i)n – A
........................................................................................................................................
............................................................................................................F = A {(1 + i)n – 1} / i
Contoh :
Berapakah jumlah pembayaran yang dilakukan apabila setiap akhir tahun dibayar $725
selama 12 tahun dengan bunga 9% per tahun?
F = $725 {(1 + 0,09)12 – 1} / 0,09 = $14.602,02
4) Berapa setiap kali harus membayar, untuk melunasi seluruh uang pinjaman dengan
pembayaran merata (tetap) (A/F, i, n)
A = iF / {(1 + i)n – 1}
Contoh :
Berapakah harus dibayar setiap akhir tahun untuk melunasi pinjaman sebesar $2.285,
selama 7 tahun dengan bunga 6% per tahun?
A = 0,06 ($2.285) / {(1 + 0,06)7 – 1} = $336,58
Contoh :
Berapakah nilai kini (harga pembelian maksimum), apabila setiap akhir tahun selama
15 tahun diinvestasi sebesar $610 dengan bunga 10% per tahun? …………………….
…………………..…Jawaban : $4.639,71
6) Berapa pengembalian modal secara tetap yang dapat diperoleh, apabila melakukan
investasi bernilai tertentu (A/P, i, n).
A = P {i (1 + i)n} / {(1 + i)n – 1}
Contoh :
Dilakukan investasi sebesar $3.500. Bila investasi dilakukan selama 6 tahun dengan
bunga 12% per tahun, berapakah pengembalian modal pada setiap akhir tahun?
…………………..…Jawaban : $851,20
Walaupun tidak ada ketentuan pasti mengenai skala, namun skala peta dan gambar
yang lazim digunakan adalah
Columnar section 1/10~1/50
Selain itu 1/5.000~1/10.000
◎ Melakukan korelasi lapisan batuan dan lapisan batu bara, serta menentukan
kemenerusan ke arah lateral. Memilih metode ekstraksi dan preparasi batu bara,
serta menentukan potensi lapangan batu bara terhadap kebutuhan user (cadangan
tereka dan kualitas batu bara secara umum).
◎ Cadangan batu bara untuk tambang bawah tanah ditingkatkan ketelitiannya sampai
“cadangan terindikasi”, sedangkan untuk tambang terbuka menjadi “cadangan
terukur”. Melakukan pengkajian kondisi ekstraksi batu bara (termasuk uji hitung
biaya) dan volume pengupasan pada tambang terbuka. Mengenai kualitas batu bara,
bersama dengan penilaian pasar yang potensial, juga dilakukan perencanaan
preparasi batu bara.
B Lapisan batubara
Gambar konsep sesar (normal) (tampak samping)
C
Besar pergeseran atau lebar yang lebih besar dari yang dapat diamati oleh mata
telanjanglah yang disebut sesar. Besar pergeseran ini mulai dari beberapa cm hingga lebih
dari 1.000m, di mana di dunia ini ada yang besarnya hingga beberapa ribu meter. Dalam
hal sesar besar, sering kali disertai oleh banyak sesar sekunder (secondary fault, atau
disebut juga sesar ikutan) yang membentuk sudut tertentu dan hampir sejajar dengan
bidang geser, yang membentuk zona sesar (fault zone).
Berikutnya mengenai bentuk sesar. Ada berbagai macam metode klasifikasi,
misalnya klasifikasi menurut penyebab terjadi, klasifikasi menurut kemiringan sesar,
klasifikasi menurut datar atau melengkungnya bidang geser dan lain-lain. Di sini dijelaskan
“klasifikasi menurut arah pergerakan relatif kedua blok yang mengapit sesar”, yang paling
berkaitan dengan ekstraksi batu bara dan lagi paling umum digunakan, sambil
menampilkan gambar yang mewakilinya. Namun, perlu diketahui masih ada jenis sesar
lain, misalnya “sesar miring” dan “sesar geser”.
Sesar normal terbentuk apabila bekerja gaya tarik pada lapisan. Dikatakan, bahwa
90% sesar pada formasi pembawa batu bara adalah sesar jenis ini. Pada umumnya, sesar ini
mempunyai kemiringan besar.
Sedangkan, sesar terbalik diperkirakan terjadi akibat bekerjanya gaya tekan samping
terhadap lapisan. Walaupun sama-sama termasuk jenis sesar terbalik, namun biasanya,
kalau kemiringan sesar lebih besar dari 45 derajat disebut sesar terbalik, dan kalau lebih
kecil dari 45 derajat disebut sesar timpa (overthrust fault). Bila dibandingkan dengan sesar
normal, sesar terbalik mempunyai kemiringan kecil.
Adakalanya sesar mencapai ke permukaan dan dapat diamati dengan jelas dengan
membentuk tebing, tetapi adakalanya tidak dapat ditemukan melalui survei permukaan.
Tentu saja ada yang hanya berada di bawah tanah. Berbicara mengenai besar pergeseran,
walaupun satu sesar, besar pergeseran tidak tetap, banyak berubah di dalam tanah, bahkan
sering menghilang di tengah. Sementara itu, lapisan pada lapangan batu bara di Jepang
sangat berantakan, di mana sesar dengan pergeseran sekitar 100m cukup banyak, apalagi
yang sekitar beberapa meter jumlahnya sungguh sangat banyak, sehingga menjadi
rintangan besar dalam pekerjaan ekstraksi. Rintangan yang dimaksud antara lain adalah
sebagai berikut.
Banyak timbul gas di dekat sesar.
Sering ditemukan pancaran air dan semburan air.
Dinding batuannya rapuh dan lagi tekanan batuannya besar, yang membawa
kesulitan pemeliharaan lorong dan penyanggaan atap permuka kerja. Sehingga
mudah terjadi kecelakaan atap ambruk.
Pada sesar normal terjadi blok tanpa batu bara.
Blok sasaran penambangan sangat terbatasi, walaupun hal ini masih tergantung
dari besarnya pergeseran sesar dan zona pecahan (fractured zone).
Karena alasan aspek struktur tambang bawah tanah, sering dipaksa untuk
merubah rencana penambangan.
Tetapi di sisi lain, pada sebagian tempat di sesar terbalik terjadi penumpukan lapisan
batu bara yang sama.
Lapisan yang semula hampir datar dan kemudian menjadi struktur bergelombang
akibat berbagai macam perubahan geologi yang terjadi kemudian disebut perlipatan (fold),
dan gerakan penyebabnya disebut gerakan perlipatan (folding). Bentuk yang berupa
lengkungan terbuka ke bawah atau membentuk bukit disebut antiform, dan strukturnya
disebut antiklin. Sebaliknya, bentuk yang berupa lengkungan terbuka ke atas atau
membentuk lembah disebut synform, dan strukturnya disebut sinklin. Pada umumnya,
perlipatan diperkirakan terjadi karena tekanan besar pada kerak bumi, seperti yang sering
telihat pada daerah pegunungan, bahkan kadang-kadang membentuk pegunungan besar
(contoh yang terkenal adalah pegunungan Himalaya). Sebutan umum untuk bagian struktur
perlipatan adalah sebagai berikut.
Kresta (puncak atau mahkota)…… sumbu antiklin
Trough (lembah) ………………… sumbu sinklin
Rim (sayap) ……………………… bagian yang lebih ke bawah (ke atas) dari
antiklin (sinklin)
Di sini tidak dijelaskan mengenai klasifikasi menurut bentuk perlipatan, namun yang
paling umum dipakai adalah metode “klasifikasi menurut kemiringan bidang sumbu
perlipatan”.
Ada satu bentuk perlipatan yang disebut struktur monoklin (mono-cline), yaitu
lapisan yang kemiringannya selalu ke satu arah, walaupun besar kemiringannya dapat
berubah.
Kemudian struktur yang mirip monoklin, tetapi membentuk seperti tangga karena
menjadi datar di bagian tertentu, disebut antiklin bertangga (arrested anticline). Tambang
terbuka berskala besar di negara-negara lain sering kali mempunyai lapisan yang stabil,
berstruktur monoklin, atau kemiringan bidang rim (sayap) pada perlipatan sangat landai
dan lagi sangat luas, sehingga seolah-olah berbentuk sama dengan struktur monoklin.
Perlipatan menjadi “asal usul” dari pembentukan sesar. Pertama-tama terbentuk
perlipatan pada lapisan akibat gaya tekan, kemudian seiring dengan berlanjutnya tekanan,
akhirnya putus (bergeser) di tengah dan membentuk sesar.
Sama seperti sesar, perlipatanpun menjadi penghalang dalam melakukan ekstraksi
batu bara, antara karena :
Timbul masalah kemiringan lapisan batu bara, yang mana kalau lapisan
berkemiringan curam, sangat sulit dilakukan ekstraksi dengan mekanisasi.
Besar kemungkinan di sekitar bidang sumbu perlipatan, sesarnya berseliweran
dan tekanan tanahpun besar (terutama pada struktur sinklin).
Apabila kemiringannya besar, tanpa peduli apakah itu tambang terbuka atau
tambang bawah tanah, laju perpindahan ke bagian dalam menjadi besar. Laju
peningkatan nisbah pengupasan pada tambang terbuka menjadi besar.
Seperti disebut di atas, karena dapat membentuk sesar, timbul masalah yang
sama dengan sesar.
Namun dilain pihak, ada juga keuntungan karena adanya kemiringan ini, yaitu
lapisan batu bara yang seharusnya terdapat di tempat dalam di bawah tanah, kadang kala
muncul sampai ke dekat permukaan akibat gerakan perlipatan.
5. Perhitungan Cadangan Batu Bara
Berdasarkan tingkat kemajuan eksplorasi (tingkat pertambahan kepastian) dan tingkat
perencanaan penambangan, cadangan batu bara yang terdapat di bawah tanah digolongkan
sebagai berikut.
Ditinjau dari segi perhitungan cadangan batu bara, maka cadangan batu bara dapat
diklasifikasi menurut tingkat kepastiannya, yaitu seberapa dekat terhadap posisi
pengecekan lapisan batu bara, seperti berikut ini.
Sumber daya terukur (proved resources, measured resources)
Sumber daya terindikasi (probable resources, indicated resources)
Sumber daya tereka (possible resources, inferred resources)
Standar perhitungan cadangan batu bara berbeda untuk tiap negara, yang mana
menggambarkan kondisi keberadaan sumber daya batu bara di masing-masing negara.
Misalnya, kalau kita bandingkan Jepang dan Amerika Serikat dalam hal cakupan
perhitungan cadangan batu bara dilihat dari titik pengecekan, maka Amerika Serikat
terlihat lebih besar (luas). Hal ini mencerminkan suatu fakta, bahwa lapisan batu bara di
Amerika Serikat lebih unggul dari segi kestabilan kemenerusan.
Cakupan perhitungan cadangan batu bara dilihat dari titik pengeboran.
Jepang Amerika Serikat Australia
Di dalam radius 500 m
Cadangan Terukur Di dalam radius Di dalam radius
di mana, jarak lubang
(Measured) 250 m 400 m
dalam batas 1 km
Dalam batas 1000 m
Cadangan Terindikasi
250 ~ 500 m 400 ~ 1200 m di mana, jarak lubang
(Indicated)
1 ~ 2 km
Yang diperkirakan terdapat batu bara di Dalam batas 2000 m
Cadangan Tereka
luar cakupan perhitungan cadangan di mana, jarak lubang
(Inferred)
terindikasi 2 ~ 4 km
Cretaceou
Carboniferous Permian Triassic Jurrasic Tersier
s
Inggris/Jerman/ Kuarter
Polandia Jerman/Polandia
Eropa
Batubara muda
Bekas
UniSoviet
Mongolia
Cina
Appalachia/pedalaman Bag.barat
Amerika
Bag.barat(pegunungan-kakigunung)
Kanada
Jharia/Raniganj
India
Propinsi Natal/Transpal
Afrika
Selatan
Sumatra Kalimantan
Indonesia
(juta tahun)
360 290 240 205 138 63 2
Tabel berikut ini menunjukkan sifat batu bara uap yang mewakili dunia.
(1) Karbon
Kandungan utama batu bara adalah karbon, di mana makin tinggi derajat
pembatubaraan, karbon juga bertambah banyak. Untuk batu bara antrasit menjadi lebih
dari 90%, bituminus 80~90% dan brown coal 70~80%. Dengan bertambahnya karbon,
oksigen akan berkurang.
(2) Nitrogen
Nitrogen di dalam batu bara diperkirakan berasal dari nitrogen tumbuh-tumbuhan.
Dari lapangan batu bara Gondowana, yang berasal dari tumbuhan, tidak jarang di dapat
nitrogen lebih dari 2,0%. Bahkan di lapangan batu bara Kuznets di Rusia, ada yang lebih
dari 2,6%. Pada waktu pembakaran, nitrogen terutama dilepaskan dalam bentuk gas
nitrogen, NOx, sehingga berpengaruh terhadap konservasi lingkungan. Untuk transaksi
batu bara uap di Jepang sering kali dibatasi hingga 1,8%. Bagaimanapun juga, kandungan
nitrogen di dalam batu bara sebaiknya sedikit. Batu bara Indonesia mengandung nitrogen
sedikit, yaitu di bawah 1,5% dan sebagian besar berada di sekitar 1%. Dengan
berkembangnya teknologi pembakaran akhir-akhir ini, dimungkinkan pembakaran yang
menghasilkan NOx rendah. Antara kandungan nitrogen dan derajat pembatubaraan,
kelihatannya tidak ada korelasi yang khusus.
Walaupun nitrogen di dalam batu bara akan terpisahkan sebagai amoniak pada waktu
karbonisasi, namun ada juga yang tinggal di dalam tar sebagai pyridine alkalis, C5H5N, dan
sisanya yang sekitar 50% tinggal di dalam kokas, sehingga tidak ada pembatasan nitrogen
untuk batu bara metalurgi.
(3) Belerang
Yang dianalisis pada analisis unsur adalah belerang terbakar, tetapi di sini kita
hiraukan seluruh belerang. Kandungan belerang di dalam batu bara digolongkan sebagai
berikut.
Yang digunakan sebagai bahan bakar jenis batu bara uap adalah fine coal. Jadi ukuran
butirnya di bawah 40 mm (tetapi ada juga bongkahan batu bara –2 inci atau sekitar 50
mm). Standar ukuran butir batu bara untuk pembangkit listrik adalah 100% –40mm,
dengan ketentuan ukuran butir –2mm tidak lebih dari 30%. Hal ini karena, apabila banyak
terdapat super fine coal, maka sering terjadi masalah dalam penanganan batu bara (seperti
masalah corongan peluncur/chute, kemampatan bunker, debu batu bara di stockyard,
pencemaran, pengaliran keluar dan pengaruh kebocoran air setelah hujan).
Titik Leleh Abu (oC) > 1340 1340~1230 1230~1150 < 1150
Sifat Slagging Sedikit Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Di antara batu bara Indonesia terdapat batu bara dengan titik leleh abu yang tinggi,
seperti batu bara dari pantai barat Sumatera.
Susunan abu
Susunan abu batu bara berbeda menurut lapisan batu bara, namun berdasarkan
anggapan bahwa hampir tidak berbeda dengan mineral lempung pada umumnya, maka
dilakukan analisis susunan abu sebagai berikut.
SiO (silikon, silika) 40%~60%
Al2O3 (aluminium, alumina) 15%~35%
Fe2O3 (besi, besi oksida) 5%~25%
CaO (kalsium, kapur tohor) 1%~15%
TiO2 (titanium, titan)
MgO (magnesium, magnesia) 0,5%~8%
SO3 (sulphur, belerang) 1%~20%
P2O5 (pospor)
Na2O (sodium, natrium) 1%~4%
K2O (potasium, kalium) 1%~4%
Pada batu bara dengan sifat slagging yang tinggi, jumlah slag yang menumpuk
berbanding lurus dengan jumlah abu yang dimasukkan ke dalam tungku. Karena berbading
lurus dengan jumlah abu per kalori batu bara yang dimasukkan ke dalam tungku, maka
perlu perhatian untuk batu bara dengan nilai kalor rendah.
Nisbah alkali yang besar berarti mudah terbentuk oksida atau senyawa alkali dengan
titik leleh rendah, sehingga meningkatkan sifat slagging. Dalam hal ini dikenal cara
penilaian sebagai berikut.
Nisbah alkali abu < 0,15 <0,15~0,3 0,27~0,5 >0,5
Sifat Slagging Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi
Mengenai warna abu, kalau banyak terdapat SiO2+Al2O3 berwarna putih, kalau banyak
CaO berwarna kuning, kalau banyak Fe2O3 berwarna merah dan kalau banyak Fe2O3+CaO
berwarna merah jambu hingga ungu, yang mana dapat diperkirakan sifat slagging-nya
meningkat. Selain itu ada standar penilaian lain yang bersifat pelengkap, seperti slagging
index (RS), nisbah alkali×S dan Fe2O3 / CaO.
Nilai yang diperoleh dari rumus di atas disebut fouling index (Rf).
Rf < 0,2 0,2~0,5 0,5~1,0 > 1,0
Sifat Fouling Sedikit Sedang Banyak Sangat banyak
7. Masalah Lingkungan
Beberapa masalah lingkungan yang dapat timbul pada waktu penambangan dan
pemanfaatan batu bara adalah sebagai berikut :
(1) Pada waktu penambangan
Penebangan hutan pada tambang terbuka
Penggunaan kayu sebagai bahan penyangga pada tambang bawah tanah
Pelepasan gas metan yang menyertai penambangan
Pencemaran lingkungan oleh air buang yang menyertai air limbah preparasi batu
bara dan penambangan
(2) Pada waktu pemanfaatan
Beterbangannya debu pada waktu penambangan, transportasi dan penumpukan
batu bara
Timbulnya zat penyebab hujan asam dan photo chemical smog, seperti NOx,
SOx dan debu
Masalah logam minor beracun yang mengalir keluar pada saat pengolahan abu
dan pembuangan dari tungku
Timbulnya gas rumah kaca seperti CO2 dan N2O
8.3.1 Transportasi
(1) Jalur kereta dan fasilitas pemuatan
Sarana transportasi darat untuk batu bara, yang paling umum digunakan dan
memungkinkan transportasi besar-besaran adalah transportasi lewat jalur kereta.
Sehingga, pada pembangunan tambang batu bara berskala besar, dipilih transportasi
lewat jalur kereta. Di negara maju produsen batu bara, dilakukan transportasi jarak jauh
dan besar-besaran dengan unit train (kereta khusus batu bara).
(2) Jalan darat
Untuk transportasi batu bara berjarak pendek, umumnya digunakan transporatsi
jalan darat dengan truk. Berbeda dengan jalur kereta, jalan darat berkembang lebih rapat,
serta mudah dibangun dan dikembangkan, sehingga cocok pada tahap awal
pembangunan tambang batu bara atau untuk produksi yang kecil. Bukan hanya
digunakan untuk transportasi batu bara, tetapi dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan,
seperti pengangkutan keluar masuk material dan peralatan sejak tahap eksplorasi hingga
pembangunan, pengangkutan masuk material atau untuk keperluan menuju dan keluar
area pertambangan bagi pekerja selama tambang beroperasi.
(3) Jalan air
Umumnya digunakan sebagai sarana pembantu transportasi jalur kereta, namun
apabila jaringan jalur kereta tidak berkembang seperti di Indonesia, atau terdapat sungai
atau terusan (kanal) yang besar, adakalanya digunakan sebagai sarana transportasi utama,
dengan skala yang beraneka ragam.
8.3.2 Pelabuhan
(1) Pelabuhan pengapalan
Untuk batu bara yang diproduksi dari setiap tambang yang ditujukan untuk ekspor,
diperlukan pelabuhan pengapalan untuk tempat mengumpulkan, melakukan penumpukan
sebelum pengapalan dan mengangkut keluar secara efisien. Akhir-akhir ini, pelabuhan
pengapalan tidak hanya sebagai tempat pengapalan dan mengangkut keluar untuk satu
merek batu bara saja, tetapi banyak di antaranya yang mempunyai fungsi kontrol kualitas
yang dapat menyingkirkan kotoran atau fungsi pencampuran berbagai merek batu bara.
Selain itu, pelabuhan tersebut digunakan juga untuk menangani barang-barang umum
lainnya, sehingga hubungan timbal balik antar keduanya adalah masalah penting, di
mana keseimbangan kemampuan pengapalan dengan kapasitas produksi tambang batu
bara menjadi penting.
(2) Pelabuhan penerimaan
Apabila user tidak memiliki dermaga khusus, atau ada rencana pengurangan biaya
transportasi dengan menggunakan kapal berukuran besar, maka dalam hal ini pelabuhan
penerimaan menjalankan fungsi pemindahan muatan. Pelabuhan penerimaan tidak
masuk ke dalam cakupan infrastruktur yang didefinisikan di atas, namun dilihat dari segi
konsep distribusi barang, ia menempati posisi yang setara dengan pelabuhan pengapalan.
Perbedaan kedua pelabuhan tersebut adalah pelabuhan pengapalan merupakan pangkalan
pengumpulan berbagai merek dari setiap perusahaan pelayaran (shipper), sedangkan
pelabuhan penerimaan bisa diposisikan sebagai pangkalan transit praktis untuk merek
tertentu, sebanyak yang dibutuhkan oleh user.
(3) Terminal batu bara
Ini adalah pelabuhan khusus batu bara yang mempunyai kedua fungsi pelabuhan di
atas, yaitu sebagai pelabuhan pengapalan dan pelabuhan penerimaan, yang bisa dibangun
di tempat pemuatan atau di tempat pembongkaran. Pada dasarnya dilengkapi dengan
semua fungsi yang berhubungan dengan batu bara, terutama kemampuan pemuatan dan
pembongkaran ke dan dari kapal berukuran besar, yang mengakibatkan pengurangan
biaya transportasi dan biaya pemindahan muatan.
8.4 Investasi Awal Untuk Konstruksi dan Perbaikan Infrastruktur, Serta Biaya
Transportasi
8.4.1 Investasi Awal Untuk Konstruksi dan Perbaikan Infrastruktur
Seperti dijelaskan di depan, investasi awal untuk konstruksi dan perbaikan
infrastruktur sangat bervariasi menurut isi dari proyek. Besarnya investasi awal untuk
fasilitas/peralatan juga sangat bervariasi, antara lain tergantung dari kualitas batu bara,
sistem ekstraksi, skala produksi dan cakupan infrastruktur. Namun sebagai patokan, secara
umum dipakai angka US$100 juta per 1 juta ton produksi tahunan. Di mana 10~20% di
antaranya merupakan biaya konstruksi infrastruktur. Akan tetapi, apabila disertai
pembangunan jalur kereta atau komunitas secara besar-besaran, adakalanya angka ini
melampaui 50%.
Sementara itu, persentase modal dalam kasus di atas adalah 17%. Di sini yang
dimaksud dengan persentase modal adalah jumlah investasi awal dan biaya pembaruan
dibagi dengan produksi tahunan. Biasanya, persentase biaya pembaruan itu rendah,
sehingga persentase modal untuk pembangunan infrastruktur adalah 2~3%, atau paling
tinggi 9%.
Biasanya, kalau kondisi infrastrukturnya baik, akan memberikan kontribusi pada
pengurangan biaya produksi, bahkan bisa menentukan berhasil tidaknya proyek tambang
batu bara. Sementara itu, adakalanya keberadaan infrastruktur justru menjadi faktor
penghalang ekstraksi. Misalnya, kalau terdapat jalur kereta, jalan darat, jembatan, kabel
transmisi listrik, bendungan atau kolam reservoir, terutama kalau itu merupakan fasilitas
umum, maka akan muncul larangan atau pembatasan penambangan di bawah tanah
infrastruktur tersebut.
Kemudian, untuk setiap bidang (bisa juga seluruhnya), apakah pekerjaan diswakelola
atau dikontrakkan, hal itu tergantung pertimbangan masing-masing tambang. Dalam hal
menggunakan kontraktor, apabila diambil sistem di mana mesin ekstraksi dibawa sendiri
oleh kontraktor, maka dapat mengurangi investasi awal.
Biasanya, pekerjaan rutin sehari-hari dikerjakan secara swakelola, sedangkan
penyelidikan, penelitian, evaluasi atau pelaporan untuk bidang-bidang tertentu seperti di
bawah ini, sering diserahkan kepada kontraktor atau konsultan.
1 Pengeboran
2 Eksplorasi geofisika
3 Penyelidikan dan analisis gas tambang bawah tanah
4 Analisis dampak lingkungan
5 Penyelidikan infrastruktur
6 Pemasaran
7 Penyelidikan biaya transportasi
8 Perancangan mesin-mesin berat dan plant
9.2 Pengoperasian Tambang Batu Bara Dan Pemeliharaan Keselamatan
Dalam masyarakat modern, sifat kepublikan organisasi perusahaan semakin
meningkat, sehingga dari segi filosofi dasar mengenai penghargaan terhadap jiwa manusia,
tidak boleh terjadi kecelakaan dalam proses kegiatan organisasi produksi.
Kalau hanya “keselamatan” yang dicari, maka bisa saja dicapai dengan menghentikan
kegiatan “produksi”. Akan tetapi, kegiatan produksi manusia dapat membawa kebahagiaan
dan kesejahteraan yang besar bagi manusia, sehingga tidak mungkin menghentikannya.
Jadi bagaimana cara menjaga “keselamatan” ini? Untuk itu diperlukan penelitian yang
konkrit untuk membuat fasilitas dan peralatan yang aman secara mutlak, misalnya di dalam
kegiatan produksi, manusia dan mesin sama sekali tidak berkontak. Dan kenyataanya
penelitian seperti itupun dilaksanakan. Namun, kita tidak bisa menghentikan kegiatan
produksi sampai penelitian tersebut mencapai taraf tersebut. Realitanya, kegiatan produksi
harus tetap diteruskan dalam lingkungan seperti itu. Jadi, bagaimana kita memikirkan
hubungan antara “produksi” dan “keselamatan”? Di sini kita mengenal kata “Utamakan
Keselamatan” (Safety First). Kata ini pertama kali dikumandangkan pada tahun 1890-an
oleh Presdir US Steel, yang pada waktu itu dikatakan perusahaan terbesar di dunia. Pada
waktu itu, dalam situasi resesi, perusahaan tersebut mempunyai kebijakan “utamakan
produksi”, dari keinginannya menghasilkan keuntungan dengan sedapat mungkin
membayar upah yang tinggi kepada karyawan. Akan tetapi, yang terjadi bukanlah kenaikan
produksi atau keuntungan, namun kenaikan kecelakaan kerja. Untuk itu kebijakannya
diubah menjadi “utamakan keselamatan”, serta metode operasi dan berbagai fasilitas
termasuk mesin juga diubah agar dapat dilaksanakan dengan prinsip “utamakan
keselamatan”. Dengan demikian, ternyata kecelakaan berkurang drastis, yang disertai
dengan peningkatan produksi dan keuntungan. Inilah cerita nyata yang terkenal itu. Dari
sinilah pola pikir “utamakan keselamatan” (Safety First) menyebar luas, di mana saat ini
penanganan keselamatan semakin maju dengan pola pikir “Kecelakaan Nol” (Zero
Accident). Untuk menjaga keselamatan, semua orang yang terdiri dari pemimpin
organisasi, manajer, pengawas serta pekerja harus berusaha mencapai kecelakaan nol.
Namun yang berdiri di depannya haruslah pemimpin perusahaan, manajer atau pengawas.
Usaha pertambangan seperti tambang batu bara bertujuan memberikan kemanfaatan
kepada masyarakat melalui pengambilan sumber daya bawah tanah yang kemudian diolah.
Yang menjadi dasar dalam usaha tersebut adalah sumber daya bawah tanah yang tidak
dapat dibuat oleh manusia. Oleh karena itu, dibandingkan industri pada umumnya yang
dapat membuat produk sesukanya melalui suatu proses dan fasilitas, asalkan dapat
memperoleh bahan baku yang tidak ada pembatasan khusus dalam mendapatkannya, maka
usaha pertambangan mempunyai sisi merugikan dipandang dari berbagai hal, mulai dari
pemilihan lokasi usaha sampai pengoperasiannya. Ditambah lagi, sering kali lokasi kerja
tambang adalah ruang bawah tanah yang gelap, sehingga sangat berbeda, baik dari segi
efisiensi kerja maupun dari segi keselamatan. Akan tetapi, hal ini tidak bisa dijadikan
alasan terjadinya banyak kecelakaan. Dalam hal ini, undang-undang keselamatan tambang
di Jepang mengatur 4 hal mengenai keselamatan, sebagai berikut :
(1) Pencegahan bahaya terhadap manusia di tambang
(2) Perlindungan terhadap sumber daya mineral
(3) Perlindungan terhadap instalasi tambang
(4) Pencegahan polusi tambang