I Pengangkutan
Bahan Pelajaran Pelatihan Umum Teknik Pertambangan Batu Bara
Proyek Alih Teknologi Pertambangan Batu Bara
I Pengangkutan
1. Teknik Pengangkutan.....................................................................................................1
1.1 Pentingnya Pengangkutan................................................................................1
1.2 Jenis Pengangkutan Tambang Bawah Tanah....................................................1
1.3 Pengangkutan Di Level Utama........................................................................2
1.4 Pengangkutan Langsung Di Sumuran Miring..................................................4
1.5 Pengangkutan Belt Conveyor Di Sumuran Miring...........................................7
1.5.1 Keuntungan Pengangkutan Belt Conveyor Di Sumuran Miring...................7
1.5.2 Panjang Maksimum Teoritis Belt Conveyor...............................................10
1.5.3 Perancangan Belt Conveyor........................................................................11
1.5.4 Sudut Kemiringan Mampu Angkut Pada Belt Conveyor............................11
1.5.5 Perhitungan Daya Penggerak Yang Diperlukan Belt Conveyor..................12
1.5.6 Pokok Perhatian Pada Instalasi Belt Conveyor...........................................13
1.5.7 Pokok Perhatian Mengenai Pengoperasian Belt Conveyor.........................13
1.6 Pengangkutan Di Sumuran Tegak..................................................................14
1.7 Mengenai Pemilihan Berbagai Jenis Pengangkutan Dengan Pengerek.........16
1.8 Mengenai Pengangkutan Pekerja...................................................................18
1.9 Pertimbangan Lori Manusia Sumuran Miring Pada Masa Lalu Di Jepang. . .19
1.10 Pengangkutan Pada Lokasi Penggalian Lubang Bukaan...............................24
1.10.1 Metode Pengangkutan Dan Pemuatan Batu Bara Dan Ampas Batuan.......24
1.10.2 Pengangkutan Belakang Pada Penggalian Lubang Bukaan........................28
1.10.3 Pengangkutan Material Dan Peralatan Pada Penggalian Lubang Bukaan..36
1.10.4 Jenis Hoist...................................................................................................41
1.11 Kerusakan Dan Pemeliharaan Tali Kawat......................................................42
1.11.1 Kerusakan Tali Kawat.................................................................................42
1.11.2 Kelelahan Tekuk.........................................................................................45
1.11.3 Sentakan Dan Kelelahan.............................................................................45
1.11.4 Penyimpanan Tali Kawat............................................................................46
1.11.5 Cara Mengurai Tali Kawat Dan Seizing.....................................................47
1.11.6 Kink.............................................................................................................47
1.11.7 Pengaruh Drum, Sheave Dan Guide Roller................................................48
1.11.8 Pengoperasian Pemanasan..........................................................................49
1.11.9 Pembalikan Posisi Atas-Bawah Dan Pemotongan Sisi Capel....................49
1.11.10Metode Pemeriksaan Tali Kawat................................................................49
1.11.11 Pemeriksaan Tali Kawat Yang Umum........................................................50
1.11.12Metode ABCDE Sistem Nishioka..............................................................50
1.11.13Metode Pemeriksaan Tanpa Merusak.........................................................51
1.11.14Contoh Standar Peremajaan Tali Kawat Pada Sektor Pertambangan.........51
1.12 Hal Mendasar Yang Diperlukan Untuk Penetapan Sistem Pengangkutan.....52
1.12.1 Jalur Rel......................................................................................................52
1.13 Perhitungan Mengenai Pengangkutan Lokomotif..........................................59
1.14 Pengangkutan Tali Tanpa Ujung....................................................................59
1.15 Metode Pengerekan Langsung (Pengangkutan Langsung)............................61
1.16 Mengenai Manajemen Pengangkutan............................................................63
1.17 Pokok-Pokok Keselamatan Dalam Perencanaan Pengangkutan....................65
1.17.1 Mengenai Alat Keselamatan Yang Umum..................................................65
1.17.2 Pengangkutan Manusia...............................................................................66
1.17.3 Pengangkutan Dengan Lokomotif..............................................................66
1. Teknik Pengangkutan
1.1 Pentingnya Pengangkutan
Obyek angkutan di tambang batu bara adalah pekerja bawah tanah, batu bara,
ampas batuan, peralatan dan material.
Setelah dimulai pembangunan tambang batu bara, seiring dengan proses
pendalaman dan penjauhan daerah penambangan di dalam tambang bawah tanah,
jarak pengangkutan menjadi panjang, sehingga sistem pengangkutan dari portal
hingga ke permuka kerja menjadi bertingkat-tingkat dan kompleks. Oleh karena
itu, tidaklah mudah untuk menempatkan pekerja, menyuplai peralatan dan
material, serta mengangkut keluar batu bara dan ampas batuan dengan cepat ke
dalam dan dari dalam tambang bawah tanah yang begitu luas. Apabila
perencanaan pengangkutan tidak rasional, seberapapun telah dilakukan mekanisasi
lokasi penambangan, tidak dapat diharapkan efektifitasnya. Sangatlah penting
untuk menetapkan struktur kerangka tambang bawah tanah secara rasional dengan
memandang jauh ke depan, kemudian mengombinasikan metode pengangkutan
yang tepat untuk membuat rencana pengangkutan menyeluruh yang rasional dan
efektif. Tidaklah berlebihan kalau dikatakan, bahwa keberadaan tambang batu bara
ditentukan oleh pekerjaan pengangkutan.
I-1-1
kontinu terdapat berbagai jenis conveyor, yang digunakan secara luas dalam
pengangkutan di berbagai jenis lorong.
Untuk menetukan metode pengangkutan di dalam tambang bawah tanah,
bukan saja harus dapat mengangkut sejumlah tertentu barang dengan cara yang
paling ekonomis, aman dan pasti, tetapi aspek ventilasi, drainase air,
pengangkutan pekerja, pengangkutan material dan peralatan, level teknologi serta
modalpun harus dipertimbangkan dengan baik.
Dalam bab mengenai teknik pengangkutan ini, pertama diperkenalkan
mengenai perencanaan pengangkutan di tambang batu bara bawah tanah,
kemudian beruturut-turut akan dijelaskan mengenai metode pengangkutan di
permuka kerja di paling ujung, serta hal-hal lain mengenai pengangkutan.
I-1-2
Salah satu masalah dalam pengangkutan di level utama adalah mana yang
lebih menguntungkan, kalau kita bandingkan pengangkutan lokomotif dan
pengangkutan belt conveyor. Di level utama, selain pengangkutan batu bara,
adakalanya perlu dilengkapi fasilitas pengangkutan lokomotif untuk material,
pengangkutan ampas batuan hasil penggalian lubang bukaan dan hasil reparasi
lorong, bahkan untuk pengangkutan pekerja. Akan tetapi, obyek angkutan yang
utama adalah batu bara, di mana jumlah maupun waktu yang digunakan untuk
pengangkutan batu bara biasanya mencapai lebih dari 75%. Oleh karena itu, dalam
kasus pengangkutan batu bara dengan conveyor juga perlu dilengkapi fasilitas
pengangkutan lokomotif di sebelah conveyor. Jadi, apabila keduanya akan
dibandingkan, harus dilakukan penelitian dari sudut pandang yang
mempertimbangkan seluruh hal tersebut. Selain itu, harus dipertimbangkan juga
masalah ada tidaknya kecelakaan, kerusakan dan aspek keselamatan.
Pada gambar 1 ditunjukkan satu perhitungan yang pernah dilakukan di Jepang
I-1-3
sehingga kecelakaan akibat listrik juga sedikit dan mampu mengangkut batu bara
berjumlah besar secara kontinu. Oleh karena itu, apabila pengembangan tambang
bawah tanah dilakukan dengan sistem sumuran miring, maka pengangkutan batu
bara di masa depan lebih ideal memakai sistem belt conveyor dari permuka kerja,
level utama hingga ke portal.
I-1-4
melakukan pengerekan 1.000 ton batu bara tercuci per hari, pada sumuran miring
berkemiringan 15°, batas kemampuannya adalah panjang sumuran miring 700m
dengan kedalaman tegak lurus 180m. Untuk melakukan produksi batu bara dengan
jumlah yang sama di tempat yang lebih dalam, harus dipasang 2 tingkat
pengangkutan langsung (direct haulage). Kemudian, kalau ingin melakukan
produksi batu bara lebih dari 1.000 ton per hari di lingkup kedalaman tegak lurus
180m, harus ditambah sumuran miring yang lain untuk pengangkutan langsung
pada kedalaman yang sama. Gambar 2 adalah kasus single drum direct haulage,
sedangkan pada double drum direct haulage, kapasitas pengerekannya memang
menjadi 2 kali lipat, namun double drum direct haulage hanya digunakan untuk
melakukan pengerekan dari kedalaman tertentu. Kalau kedalaman pengerekan
semakin bertambah, atau kalau pengerekan dilakukan dari kedalaman yang
berbeda, penggunaannya sulit. Selain itu, apabila setiap sumuran miring pada
sistem pengangkutan tertentu mempunyai kapasitas pengerekan yang sama, maka
dengan bertambahnya tingkat/tahap pengerekan, penurunan kapasitas pengerekan
secara keseluruhan tidak dapat dihindari, karena adanya waktu tunggu antara
sumuran miring atas dan bawah. Menurut pengalaman, persentase penurunan
tersebut sebesar 7~10% untuk setiap tingkat.
(3) Dengan bertambahnya jumlah tingkatan, pekerja yang diperlukan untuk
pengangkutan, jumlah lori batu bara dan biaya pengerekan per ton akan
bertambah drastis.
(4) Kecelakaan yang timbul pada pengangkutan langsung (direct haulage) lebih
banyak dibanding metode pengerekan yang lain, bahkan kadang-kadang
menjadi penyebab kecelakaan besar. Selain itu, diperlukan waktu yang lama
untuk pemulihan kecelakaan, sehingga selama itu mengganggu produksi dan
ventilasi.
Seperti ditulis di atas, pengangkutan langsung (direct haulage) di sumuran
miring mempunyai banyak kelemahan dari segi produksi dan keselamatan, namun
ia mempunyai keunggulan dalam penambangan di daerah dangkal, karena dengan
mudah dapat memproduksi batu bara, dengan investasi fasilitas terendah. Oleh
karena itu, sebagian besar tambang batu bara yang membangun mulai dari sekitar
singkapan, metode ini digunakan pada tahap awal pembangunan. Kemudian,
tambang batu bara yang perolehannya rendah sehingga tidak diizinkan investasi
fasilitas yang besar, mau tidak mau harus mengandalkan metode ini, walau sedikit
memaksa. Namun, seiring dengan bertambahnya kedalaman penambangan,
kelemahan tersebut semakin tampak jelas, sehingga akan mengundang
kemerosotan operasi.
Dari pengalaman Jepang di masa lalu juga terjadi kasus di mana tambang batu
I-1-5
bara yang menggunakan pengangkutan langsung (direct haulage) ditutup secara
beruntun, karena lemahnya ketahanan terhadap revolusi energi. Di sini terlihat,
pengangkutan langsung (direct haulage) untuk pengangkutan utama memang tidak
menguntungkan. Akan tetapi, untuk pembagunan bagian dangkal atau zona baru
pada tahap awal, apa boleh buat digunakan pengangkutan langsung. Akan tetapi,
pada tambang batu bara yang akan melakukan penambangan sungguh-sungguh,
harus dihindari pengangkutan langsung untuk lorong utama. Satu contoh sistem
pengangkutan pada tambang bawah tanah yang dibangun dengan sumuran miring
ditunjukkan pada gambar 3.
I-1-6
1.5 Pengangkutan Belt Conveyor Di Sumuran Miring
Saat ini, pengangkutan batu bara pada sumuran miring utama di 2 tambang
batu bara yang masih tersisa di Jepang, semuanya dilakukan dengan belt conveyor.
I-1-7
lain.
Menurut perbandingan perhitungan biaya investasi fasilitas dan biaya
pengangkutan per ton yang pernah dilakukan di Jepang, apabila diproduksi 5.000
ton batu bara wantah per hari (perolehan 65%, produksi 1 juta ton per tahun) dari
daerah kedalaman –600m di bawah portal, masing-masing dengan sistem sumuran
tegak + pengangkutan langsung (direct haulage) dan sistem belt sumuran miring,
maka baik biaya investasi fasilitas maupun biaya pengangkutan untuk sistem belt
sumuran miring adalah setengah dari sistem sumuran tegak.
(3) Kapasitas pengangkutan selalu dapat dipertahankan sama terhadap pertambahan
kedalaman penambangan, melalui penggalian lubang bukaan sumuran miring dan
perpanjangan belt conveyor. Sedangkan pekerja pengangkutan yang diperlukan
untuk setiap perpanjangan 1.000m cukup ditambah satu orang pengawas per gilir.
Biaya investasi fasilitas dan biaya pengangkutan per ton yang diperlukan untuk itu
menjadi sangat rendah dibanding metode lain.
Sementara itu, seperti telah dijelaskan, pada pengangkutan langsung (direct
haulage) semakin panjang jarak pengerekan, semakin turun kapasitas
pengangkutannya. Ditambah lagi, karena adanya keterbatasan kekuatan tali,
panjang setiap sumuran miring ada batasnya, di mana kalau melampaui panjang
tersebut, mau tidak mau harus ditambah dengan sumuran miring yang lain.
Kemudian, pada sumuran tegak pengerekan, penggalian tambahan sumuran
tegak sulit dilakukan. Seandainya tetap memaksa melakukan penggalian
tambahan, bukan saja akan menurunkan kapasitas pengerekan, tetapi terpaksa
harus menggali lagi lorong penghubung datar yang panjang selain lorong dasar
sumuran tegak, sehingga diperlukan investasi fasilitas yang sangat besar.
Apabila dari dasar sumuran tegak dilakukan pengangkutan bagian dalam
dengan pengangkutan langsung (direct haulage) seperti sumuran tegak pada
umumnya, maka sama saja dengan mengulangi kekurangan (kesalahan)
pengangkutan langsung.
(4) Dapat meningkatkan kapasitas angkut dengan mudah.
Dapat dibayangkan, tambang batu bara yang cadangannya besar dan
kondisinya (persyaratan) baik, skalanya makin lama makin membesar. Pada
tambang batu bara yang memiliki kondisi demikian, diperlukan penambahan
kapasitas pengangkutan yang mudah, dengan investasi minimum, tanpa
mengganggu proses produksi.
Pada pengangkutan belt conveyor, penambahan kapasitas pengangkutan
mudah dilakukan dengan menambah lebar belt, kecepatan dan daya motor
penggerak, dan kalau pekerjaan persiapan yang dapat dilakukan pada hari biasa
telah dikerjakan, maka dimungkinkan merampungkan pekerjaan selanjutnya
I-1-8
dengan memanfaatkan hari libur. Oleh karena itu, sering kali biaya fasilitas yang
diperlukan juga hanya untuk hal yang berhubungan dengan belt conveyor.
Sedangkan, pada pengangkutan langsung, harus dibuat sumuran miring baru.
Selain itu, pada sumuran tegak pengerekan, penambahan kapasitas secara terbatas
memang dapat dilakukan dengan memperpanjang jam operasi, tetapi penambahan
kapasitas pengangkutan untuk satuan waktu tertentu hampir mustahil dilakukan.
Seandainya tetap bermaksud melakukan hal itu, berbagai fasilitas sumuran tegak
harus dirombak secara mendasar.
(5) Pengangkutan keluar batu bara di tengah-tengah mudah dilakukan.
Biasanya, level (kedalaman) penambangan mempunyai batas toleransi
tertentu. Tetapi melakukan pengerekan di tengah, pada pengangkutan sumuran
tegak, berarti akan sangat menurunkan kapasitas pengangkutan. Oleh karena itu,
dalam hal ini, biasanya produksi batu bara di tengah-tengah untuk sementara
diturunkan dulu sampai ke level dasar tambang bawah tanah, kemudian diangkut
ke dasar sumuran tegak, baru dikerek keluar. Sedangkan pada pengangkutan belt
conveyor di sumuran miring, pengangkutan di tengah-tengah dapat dilakukan
dengan sangat mudah dan rasional, yaitu dengan menambah bunker pemuat
dengan kapasitas tertentu di setiap level.
(6) Gangguan/kerusakan yang berkaitan dengan pengangkutan sedikit, sehingga
paling aman dari segi perlindungan keselamatan.
Sebagian besar penyebab kerusakan dan bencana yang berhubungan dengan
pengangkutan, berkaitan dengan pengangkutan lori batu bara. Terutama gangguan
akibat lori batu bara yang berjalan tak terkendali atau keluar dari rel di sumuran
miring, karena pin yang lepas atau tali yang putus, yang mana kadang-kadang
menjadi kecelakaan besar yang dapat meruntuhkan lorong, sehingga menjadi
penyebab timbulnya bencana. Pada sistem sumuran tegak, kecelakaan seperti ini
sedikit, tetapi apabila pengangkutan di bawah level dasar sumuran tegak dilakukan
memakai sumuran miring dengan pengangkutan langsung, maka dapat timbul
kecelakaan yang sama. Sementara pada pengangkutan belt conveyor di sumuran
miring, asalkan perawatannya dilakukan dengan baik, hampir tidak terjadi
kerusakan, sehingga tidak menimbulkan bencana.
Oleh karena itu, akhir-akhir ini pengangkutan belt conveyor populer
dilakukan.
Pada long span belt conveyor, asalkan penyemprotan air dilakukan cukup di
tempat perpindahan muatan, debu batu bara yang timbul di tengah sangat sedikit,
dan karena ruang motor juga terpusat, kerusakan perlistrikan juga menjadi jarang.
Namun ada kekecualian, yaitu pengangkutan ampas batuan dan material terpaksa
harus mengandalkan pengangkutan langsung (direct haulage).
I-1-9
Dalam hal ini, sebaiknya pengangkutan langsung dilakukan di sumuran
miring yang berbeda dengan sumuran miring untuk belt conveyor.
Sedangkan kelemahan yang dapat disebutkan sebagai kontra terhadap
berbagai keunggulan tersebut di atas, sedikit. Kalaupun ingin disebutkan, maka
kelemahan pengangkutan belt conveyor di sumuran miring antara lain adalah sulit
mengangkut batu bara yang banyak mengandung air, serta harus membuat rute
pengangkutan yang berbeda untuk ampas batuan dan material.
Tabel F
Kain terpal nilon NV-50 NN-100 NN-150 NN-200 NN-250 NN-300 NN-400
I-1-10
1.000~1.500m.
1.5.3 Perancangan Belt Conveyor
1) Lebar belt (W)
W>5Dm ……... (1) D : diameter muatan
W>2Dmax ……(2)
2) Kecepatan belt
Batu bara dan batuan ………….. 75~90 m/menit
Fine coal …………... 100 m/menit
3) Lebar belt dan kecepatan belt
Lebar (mm) 300 400 500 600 700 900 1000 1200
Kecepatan
60 60 75 90 90 105 120 135
Standar (m/menit)
90 90 105 120 135 150 165 200
Maksimum (m/menit)
Tabel 1
Sudut Sudut Sudut
Muatan Muatan Muatan
Mampu Mampu Mampu
Semen (curah) 22° Kerikil 15° Batu remuk (serbuk) 20°
Batu bara (wantah) 16~18° Kapur tohor (serbuk) 23° (campur) 18°
(bongkah) 16° Kayu (serpihan) 25° (bongkah) 16°
(pulverized) 22° (bulat) 10° Garam (serbuk, halit) 20°
Kokas 18~20° Bijih (serbuk) 20° Pasir (biasa) 20°
Concrete 12~26° (campur) 18° (kering) 15°
Tanah 20° (bongkah) 16° Gypsum (serbuk) 23°
Biji-bijian 20° Bungkus kertas 16° Belerang (serbuk) 21°
* Bungkus kertas 25~45°
* Sudut mampu, apabila menggunakan bucket conveyor
Dari tabel di atas dapat dikatakan, bahwa sudut kemiringan maksimum belt
conveyor untuk pengangkutan batu bara dan batuan adalah 18~22o.
I-1-11
1.5.5 Perhitungan Daya Penggerak Yang Diperlukan Belt Conveyor
Ada dua rumus perhitungan daya penggerak yang diperlukan belt conveyor,
yaitu rumus perhitungan untuk conveyor span (rentang) pendek dan rumus
perhitungan untuk conveyor span panjang. Di sini akan diperkenalkan rumus
perhitungan daya yang diperlukan untuk long span belt conveyor yang mempunyai
panjang lebih dari 1.000m, yang diperoleh dari hasil eksperimen Hetzel dan
Albright.
N = N1 + N2 + N3
N = daya penggerak total (kw)
Konstruksi Conveyor F e G h
Semua bantalan memakai bantalan luncur, kondisi perawatan
0,056 0,004 0,073 0,002
normal
Diameter luar carrier roller dan return roller 125~150mm, dan
memakai ball bearing. Bantalan yang lain memakai ball bearing, 0,028 0,004 0,042 0,002
kondisi perawatan baik
Diameter luar carrier roller dan return roller 175~200mm, dan
0,015 0,007 0,022 0,004
semua bantalan memakai ball bearing. Kondisi perawatan baik
Diameter luar carrier roller dan return roller 200mm, dan
memakai ball bearing kualitas tinggi. Di atas belt selalu dimuat 0,012 0,007 0,013 0,004
penuh, kondisi perawatan baik setelah digunakan 2~3 tahun
I-1-12
1.5.6 Pokok Perhatian Pada Instalasi Belt Conveyor
(1) Instalasi frame dilakukan tepat membentuk garis lurus dan bagian kiri-kanan harus
datar. Belt conveyor yang akan digunakan untuk waktu lama, sebaiknya diberi
fondasi beton.
(2) Di bagian perubahan kemiringan, tinggi carrier roller harus ditetapkan sedemikian
rupa, agar belt tidak mengambang di atas carrier roller.
(3) Bagian sambungan belt harus dipotong tegak lurus dan disambung dengan teliti
menggunakan logam penyambung yang tepat atau penghubung vulkanisasi.
(4) Bagian atas dan bawah belt jangan terbalik.
(5) Jarak antara belt dengan dinding lorong atau tiang penyangga, di satu sisi dijaga
lebih dari 1m dan sisi lainnya lebih dari 50cm.
(6) Ketegangannya diatur sampai belt tidak slip, dengan memakai driving pulley.
Sedangkan alat penegang (tension unit) sistem sekrup, kadang-kadang harus
disetel setelah conveyor dioperasikan.
(7) Mulut chute harus dipasang yang benar, agar batu bara termuat di tengah belt dan
membentuk gundukan.
I-1-13
sehingga lebih baik dibetulkan dengan merubah posisi carrier roller. Ada dua cara
yang menggunakan carrier roller untuk memperbaiki pergeseran belt. Yang
pertama, carrier roller dimiringkan sekitar 2~3° terhadap arah maju belt untuk
menimbulkan tenaga yang dapat menggerakkan belt ke tengah. Yang kedua,
carrier roller dibelokkan terhadap garis sumbu (senter) belt, agar timbul gaya
gesek antara carrier roller dan belt yang dapat memperbaiki pergeseran belt.
Roller pengatur adalah alat tepat yang dibuat berdasarkan teori tersebut.
I-1-14
pengerekan sangkar. Oleh karena itu, pada sumuran tegak skala besar, pernah
digunakan pengerekan sangkar dan pengerekan skip bersama-sama pada satu
sumuran tegak dengan membuat diameter dalamnya menjadi 6,5~7,5m.
Saat ini, penggunaan metode ini tidak ada lagi di tambang batu bara Jepang.
Walaupun di Ikeshima Coal Mine digunakan sumuran tegak untuk pengangkutan,
itu hanya untuk menaik-turunkan pekerja.
Berikut ini marilah kita berpikir mengenai hubungan antara kedalaman
sumuran tegak dan pengembangan lorong di bawah level dasar sumuran tegak,
yang merupakan masalah penting dalam struktur tambang bawah tanah.
Pada struktur tambang bawah tanah sistem Eropa Barat, kedalaman sumuran
tegak perlu dibuat sampai level terendah pada zona penambangan, sehingga
umumnya digali sumuran tegak yang dalam. Akan tetapi, pada tambang batu bara
yang banyak terdapat lapisan berkemiringan landai sampai sedang seperti di
Jepang, di mana karena persyaratan lokasi terpaksa menggunakan sistem sumuran
tegak, dan pengembangan di bawah level dasar sumuran tegaknya dilakukan
dengan belt sumuran miring, maka kedalaman sumuran tegak merupakan masalah
yang memerlukan pertimbangan.
Sekarang, misalkan ada tambang
batu bara dengan kondisi lapisan batu
bara seperti terlihat pada gambar 5.
Kemudian, marilah kita
pertimbangkan 2 kemungkinan
pembangunan sebagai berikut :
1) Pembangunan dilakukan dengan
membuat sumuran tegak yang
dalam sampai ke level terendah Gambar 5
pada zona penambangan di masa
depan, kemudian digali level
(lorong horizontal) yang panjang.
2) Sumuran tegak digali sampai kedalaman sekitar level lantai lapisan batu bara
pada posisi tersebut, kemudian dari situ dilakukan pengembangan bagian
dalam melalui sumuran miring belt (selain itu diperlukan sumuran miring
untuk lori manusia dan sumuran miring untuk pengerekan material).
Dari kedua kemungkinan di atas, cara manakah yang lebih menguntungkan?
Biaya penggalian sumuran tegak pada perlapisan batuan yang sama, tidak
selalu bertambah sebanding dengan kedalaman sumuran tegak, walaupun sudah
pasti biaya penggaliannya akan meningkat dengan bertambah dalamnya sumuran
tegak. Sedangkan biaya fasilitas pengerekan akan meningkat hampir sebanding
I-1-15
dengan kedalaman sumuran tegak. Sementara itu, efisiensi pengangkutan sumuran
tegak lebih tinggi pada sumuran tegak yang dalam karena waktu yang diperlukan
untuk akselerasi dan deselerasi tidak berhubungan dengan kedalaman. Akan tetapi,
kapasitas pengerekan sudah pasti lebih besar pada sumuran tegak yang dangkal.
Jadi, biaya investasi fasilitas sumuran tegak kasus A pada gambar di atas lebih
besar dari pada kasus B, dan kapasitas pengangkutannya menjadi kecil. Apalagi
kalau di pertengahan penggalian sumuran tegak masuk (tembus) ke batuan dasar,
bisa jadi akan disertai semburan air yang besar, yang mengakibatkan sulitnya
penggalian sumuran tegak dan lorong di dasar sumuran tegak, sehingga
dikhawatirkan perlu biaya yang besar. Dan lagi, pada kasus A, untuk
penambangan level antara, harus dibuat sumuran tegak buntu atau sumuran miring
buntu di dalam tambang bawah tanah, di mana pertama-tama batu bara diturunkan
dulu sampai ke level dasar sumuran tegak, kemudian baru dikerek keluar tambang
bawah tanah. Begitu pula pengangkutan pekerja, ampas batuan dan material
menjadi sulit.
Sedangkan pada kasus B, penambangan level antara dan pengangkutan
pekerja serta material, mudah dilakukan. Walaupun daerah penambangan
berpindah ke bagian dalam, pengembangan selanjutnya mudah dilakukan, persis
seperti keuntungan pada sumuran miring belt yang telah dijelaskan di depan.
Dengan pertimbangan-pertimbangan di atas, maka dalam hal ini lebih
menguntungkan sumuran tegak digali sampai kedalaman lantai lapisan batu bara,
kemudian produksi batu bara di bawah level tersebut dilakukan dengan sumuran
miring belt. Jadi, seandainya ada tambang batu bara yang sejak awal
pembangunan telah menggunakan pengerekan melalui sumuran tegak, maka untuk
penambangan di bawah level dasar sumuran tegak, sebaiknya jangan melakukan
penggalian tambahan sumuran tegak atau bergantung kepada pengerekan langsung
di sumuran miring, tetapi lebih untung jika mengandalkan sistem sumuran miring
belt, yang memang digunakan di Eropa Barat. Dalam hal ini, pengerekan skip pada
sumuran tegak lebih menguntungkan.
I-1-16
Di sini, pembahasan telah diberikan dengan penekanan pada keuntungan yang
dimiliki oleh long span belt conveyor. Namun, untuk kondisi tertentu,
pengangkutan langsung (direct haulage) atau sumuran tegak pengerekan lebih
menguntungkan, atau adakalanya terpaksa harus menggunakan cara tersebut.
Berikut ini diberikan kondisi di mana masing-masing metode tersebut sebaiknya
digunakan.
1) Kasus pengangkutan langsung (direct haulage) lebih menguntungkan
(1) Tambang batu bara skala kecil dengan perolehan yang rendah, dan penambangan
dilakukan di bagian yang relatif dangkal. Misalnya penambangan batu bara sisa di
sekitar singkapan juga termasuk ke dalamnya. Namun, walaupun tambang batu
baranya berskala kecil dengan produksi tahunan hanya sekitar 200.000~300.000
ton, apabila akan dilakukan pengangkutan langsung (direct haulage) lebih dari 2
tingkat, adakalanya lebih untung merubahnya menjadi sumuran miring belt.
(2) Umumnya, pada pembangunan tambang baru dituntut untuk mengembangkan
tambang bawah tanah sambil meneliti dan memastikan kondisi lapisan batu bara
yang sebenarnya melalui penggalian lubang bukaan. Oleh karena itu, pada tahap
awal, biasanya digunakan pengangkutan langsung (direct haulage). Setelah sistem
angkutan batu bara yang normal di masa depan ditetapkan, salah satu dari
sumuran miring untuk pengangkutan langsung ini sebaiknya dijadikan sumuran
miring belt, dan yang lainnya dijadikan sumuran miring khusus untuk ventilasi
serta lori manusia (man car), atau untuk pengangkutan ampas batuan dan material.
I-1-17
3) Kasus sumuran miring belt lebih menguntungkan
Metode sumuran miring belt adalah cara yang sesuai untuk segala kondisi, kecuali
untuk kasus yang ditulis di atas. Metode ini merupakan metode yang paling
menguntungkan apabila dilakukan produksi besar-besaran dari bagian yang dalam
dengan kecepatan perpindahan ke bagian dalam yang tinggi.
I-1-18
Waktu tempuh
Kedalaman operasi Sistem
pulang-pergi (menit)
a W–F 30 ~ 80
Kasus dangkal b I–W–F 40 ~ 90
c I–H–W–F 50 ~ 100
d No.1, I – No.2, I – H – W – F 100 ~ 190
Kasus dalam e S–I–W–F 80 ~ 120
f S–H–I–W–F 100 ~ 190
W … jalan kaki I … sumuran miring lori manusia (No.1, No.2 adalah
S …sumuran tegak sumuran miring lori manusia ke-1 dan ke-2)
… ganti lori H … lori manusia horizontal F … tempat kerja
Gambar 6
1.9 Pertimbangan Lori Manusia Sumuran Miring Pada Masa Lalu Di Jepang
Yang menjadi masalah pada lori manusia sumuran miring adalah batasan jarak
dan kecepatan pengangkutan. Seandainya lori manusia ke-1 dan ke-2 pada kasus d
pada gambar 6 dapat disatukan menjadi satu lori manusia, maka perbedaan d dan c
hanya terletak pada panjang sumuran miring, sehingga dapat mempersingkat
waktu tempuh pulang-pergi menjadi 60~110 menit. Selain itu, apabila kecepatan
lori manusia dapat ditingkatkan, tentu dapat mempersingkat waktu tempuh
pulang-pergi lebih jauh lagi.
Pada pengangkutan langsung (direct haulage) yang umum, penggantian capel
dilakukan oleh tenaga manusia, sehingga tali berukuran di atas 38mm sulit
digunakan. Namun, di sumuran miring khusus untuk lori manusia, pada waktu
capel dari tali ditetapkan/diikatkan pada lori darurat, tidak ada pembatasan
diameter dan panjang tali kecuali pembatasan dari segi manufaktur tali dan
diameter drum pengerek (hoist), sehingga tali berdiameter lebih dari 45mm juga
dapat digunakan.
Mengenai kecepatan tali, peraturan keselamatan tambang batu bara Jepang
menetapkan, bahwa harus merupakan kecepatan aman yang sesuai dengan jalur rel
(trek) dan fasilitas lainnya. Seandainya gauge dari trek dibuat lebar dan digunakan
rel yang berat, maka tidak seperti pengangkutan langsung yang umum, walaupun
I-1-19
kecepatannya ditingkatkan sampai 400 m/menit pun tidak ada masalah sama
sekali.
Yang menjadi masalah adalah faktor keamanan dan keterbatasan panjang tali,
di mana peraturan keselamatan tambang batu bara Jepang mengatur mengenai
faktor keamanan ini sebagai berikut.
Pada waktu memasang logam pemegang atau tali pemegang lori manusia pada
pengerek (hoist) lori di sumuran miring atau trek miring, faktor keamanannya
harus diambil lebih dari 10 kali beban statis maksimum, serta lebih dari 5 kali
beban total maksimum. Kecuali, apabila panjang sumuran miring melampaui
1.000m dan telah mendapat izin dari kepala bagian pengawasan keselamatan
tambang (pemerintah), faktor keamanan tersebut boleh dikurangi.
Mengenai faktor keamanan apabila panjang sumuran miring melampaui
1.000m, saat ini ditetapkan untuk mengikuti rumus berikut.
Sebagai contoh, marilah kita hitung faktor keamanan untuk lori manusia di
sumuran miring berikut ini.
Panjang sumuran miring 3.000 m
Kemiringan sumuran miring 1.500 m bagian atas adalah 15°
1.500 m bagian bawah adalah 10°
Kedalaman vertikal sumuran miring 388 m + 262 m = 650 m
Lori manusia Kapasitas 1 gerbong 21 orang
Jumlah gerbong ditarik 10 gerbong
Berat lori manusia 1.500 10 = 15.000 kg (berat 1
gerbong yang terbuat dari paduan logam ringan
diasumsikan 1.500 kg)
Berat total pekerja 60 21 10 = 12.600 kg (berat rata-
rata per orang diasumsikan 60 kg)
Lori darurat Berat 2.500 kg (paduan logam ringan)
Kapasitas muat 10 orang
Berat total 2.500 + 60 10 = 3.100 kg
Berat total rangkaian lori 15 ton + 12,6 ton + 3,1 ton = 30,7 ton
Beban statis maksimum (W) lori manusia dan lori darurat pada sumuran
I-1-20
miring dapat dicari dengan rumus berikut.
W = Wt (sin15° + cos15°) = 30,7 (0,259 + 0,0121) = 8,323 ton
Di mana,
Wt : Berat total rangkaian lori
: Koefisien gesek roda
Apabila faktor keamanan tali diambil 14 kali terhadap beban statis ini,
kekuatan tali yang dibutuhkan adalah 8.323 14 = 116.520 kg.
Apabila diambil tali berdiameter 44mm dari jenis 6 F(+12+12)3 sebagai
tali yang memenuhi syarat, maka kekuatan putus tali tersebut adalah 125 ton
dengan berat 8,38 kg/m.
Apabila digunakan tali ini, maka panjang tali pada posisi W menjadi
maksimum untuk sumuran miring ini adalah 1.500m, sehingga beban statis
maksimum menjadi
8.323kg + 8,38kg 1.500 (sin15° + cos15°) =
8.323kg + 3.860kg = 12.183kg
….. koefisien gesek tali
Jadi, faktor keamanan (S) tali terhadap beban statis maksimum menjadi
Dalam hal ini, kedalaman vertikal menjadi 650m + (800m sin10°) = 790m.
Ini berarti, apabila pada sumuran miring tersebut dioperasikan lori manusia
seperti di atas dengan menggunakan tali 44mm dan diambil faktor keamanan 9,
maka pengangkutan pekerja dapat dilakukan hingga sumuran miring mencapai
panjang 3,800m dan kedalaman vertikal 790m. Dilihat dari berat tali serta faktor
keamanan yang diizinkan menurut hukum dan peraturan di Jepang, maka panjang
dan kedalaman tersebut diperkirakan batas maksimum.
I-1-21
Untuk pengangkutan pekerja pada penambangan bagian dalam, umumnya
orang memperkirakan sumuran tegak lebih untung dari segi waktu. Namun,
tergantung dari kondisi tambang bawah tanahnya, seringkali lori manusia di
sumuran miring lebih menguntungkan.
Berikut ini, marilah kita lihat waktu yang diperlukan untuk pengangkutan
pekerja pada sistem sumuran tegak + level + sumuran miring lori manusia, yang
merupakan kondisi yang paling banyak ditemui di Jepang pada masa lalu,
kemudian kita bandingkan dengan sistem satu sumuran miring lori manusia yang
panjang.
Kemiringan lapisan batu bara 15°
Kedalaman penambangan -500m ~ -700m
Sumuran tegak terdapat di tanah yang datar di daerah fasilitas permukaan
utama dan mempunyai kedalaman 500m. Daerah penambangan bagian dalam
dicapai melalui sumuran tegak—level—sumuran miring lori manusia—jalan kaki.
Hasil perhitungan ditunjukkan pada gambar 7 dan tabel 2.
Level
Sumuran miring lori manusia
Gambar 7 : Perbandingan sistem sumuran tegak dan sistem sumuran miring lori manusia sebagai metode
pengangkutan pekerja
Tabel 2 : Perbandingan waktu yang diperlukan pada sistem sumuran tegak dan sistem
sumuran miring lori manusia (Sekali Jalan)
Sumuran tegak—level—sumuran miring lori
Sumuran miring lori manusia
manusia
Kedalaman sumuran miring 500m Panjang 2.700m
Konstruksi Panjang level 1.830m
Sumuran miring lori manusia 770m
Kapasitas 1 cage 70 orang Kapasitas lori 210 orang
Kapasitas lori level 210 orang Kecepatan lori 400m/menit
Kapasitas lori sumuran miring 210 orang
Metode
Kecepatan pengerekan sumuran tegak 10m/detik
Kecepatan lori level 400m/menit
Kecepatan lori sumuran miring 400m/menit
I-1-22
210 orang di sumuran tegak 11 menit Lama lori berjalan 8 menit
Pengangkutan lori level 7 menit Waktu untuk naik 2 menit
Waktu tempuh
Pengangkutan lori sumuran miring 4 menit
sekali jalan
Waktu penggantian 42 = 8 menit
Total 30 menit Total 10 menit
Catatan : Selain itu diperlukan sekitar 10 menit sekali jalan, yaitu waktu dari tempat tiba hingga
semua pekerja dapat naik ke cage atau lori manusia.
Kalau kita lihat tabel 2, waktu yang diperlukan lebih pendek pada sumuran
miring lori manusia. Selain itu, sistem ini mempunyai keuntungan lain, yaitu
memungkinkan naik turunnya pekerja di tengah jalan.
Selain itu, karena alasan keselamatan, pada pengangkutan lori manusia di
sumuran miring sebaiknya diambil tindakan sebagai berikut :
(1) Lori manusia Faktor keamanan logam-logam penghubung dibuat lebih
dari 10.
(2) Sinyal Lori darurat dan lori terbelakang dilengkapi alat pemberi
sinyal dengan dan tanpa kabel serta telepon tanpa kabel.
(3) Jalur rel (trek) Kalau bisa dibuat trek ganda, dengan gauge lebih dari
610mm dan digunakan rel dari jenis di atas 30kg, serta
bantalan dan landasannya dikerjakan dengan standar jalur
kereta api umum.
(4) Lorong Sebaiknya seluruh permukaan dilapisi beton, tetapi
seandainya memakai penyangga baja (steel set support),
jarak antar penyangga dibikin lebih kecil dari 0,8m dan
seluruh permukaan diberi plank (kayu lagging). Lebar
lorong dan sistem penyangga dibuat sedemikian rupa agar
jarak antara lori manusia dan dinding lorong lebih dari
0,75m, dan jarak antara lori dan lori menjadi lebih dari 0,3m.
(5) Dilengkapi alat pencegah lori keluar rel seperti rel pelindung (guard rail).
Karena penggunaan bersama man belt di level dan sumuran miring, waktu
yang diperlukan sekali jalan dari portal hingga ke lokasi kerja dapat diperpendek.
Demikianlah telah diuraikan mengenai sumuran miring untuk lori manusia.
Sejarah perkembangan pengangkutan pekerja di 2 tambang batu bara bawah tanah
yang saat ini masih ada di Jepang, yaitu Ikeshima Coal Mine dan Taiheiyo Coal
Mine, juga telah melewati era sistem pengangkutan yang sangat rumit. Di
Ikeshima Coal Mine, sejak awal pembangunan digunakan pengangkutan sumuran
I-1-23
miring untuk waktu yang sangat lama. Tetapi, seiring dengan proses pendalaman
dan penjauhan daerah penambangan, waktu untuk keluar masuk pekerja menjadi
masalah besar, sehingga ditempuh jalan penggalian tambahan sumuran tegak dan
penyederhanaan berbagai sistem pengangkutan di dalam tambang bawah tanah.
Saat ini, sistem pengangkutannya menjadi sumuran tegak—level—sumuran
miring—level—lokasi kerja. Dengan diterapkannya lori manusia kecepatan tinggi
(lokomotif listrik sistem batere) di level utama dan dengan berkembangnya
penggunaan man belt di level yang lain serta di sumuran miring, maka waktu yang
diperlukan sekali jalan dari portal hingga ke lokasi kerja menjadi sekitar 60 menit.
Sementara itu, keluar masuknya pekerja dari portal di Taiheiyo Coal Mine
sampai sekarang tetap mengandalkan lori manusia di sumuran miring. Namun,
pengangkutan yang dulunya dilakukan 2 tingkat melalui 2 buah sumuran miring
yang menekuk, beberapa tahun lalu telah dirasionalisasi menjadi 1 tingkat, dengan
menggali sebuah sumuran miring lagi, sehingga saat ini sumuran miring sepanjang
6.700m dioperasikan oleh 1 unit pengerek (hoist) dengan waktu tempuh sampai ke
dasar sumuran miring sekitar 20 menit. Dalam hal ini, kecepatan tali ditingkatkan
dari 320m/menit menjadi 420m/menit dan diameter tali diperkecil dari 37mm
menjadi 33,5mm.
I-1-24
tenaga manusia harus dihindari, karena menghabiskan tenaga dan tidak efisien.
2) Pemuatan dengan tenaga mesin
(1) Scraper
Seperti ditunjukkan pada gambar 8, pengangkutan scraper tersusun dari 2
drum atau 3 drum scraper hoist dan 2 atau 3 buah tali kawat (wire rope) yang
menghubungkan hoist dengan scraper. Dengan menjalankan scraper hoist,
scraper dipindahkan ke depan dan ke belakang secara bergantian untuk
menggaruk dan mengumpulkan ampas batuan atau batu bara dari permuka kerja
yang dimuat ke lori tambang dan dijatuhkan ke chute. Selain itu, dahulu scraper
digunakan secara luas pada pengisian ampas batuan di gob, pekerjaan perataan
lantai dan penggalian di sumuran miring yang landai (saat ini di Jepang tidak
digunakan lagi).
I-1-25
Alat ini terdiri dari kereta yang berjalan di atas rel yang di atasnya dilengkapi
dengan alat pemuat dan conveyor, yang menggunakan tenaga udara (pneumatik)
sebagai penggerak. Ia bergerak sendiri dengan menggandeng atau tanpa
menggandeng lori tambang di belakangnya, menyodok masuk bucket pada ampas
batuan di permuka kerja, kemudian memindahkan bucket ke belakang sambil
mundur, menjatuhkannya ke atas conveyor pemuat, dan memuatnya ke lori
tambang melalui ujung conveyor. Lori tambang isi dan kosong saling
dipertukarkan dengan menggunakan landasan putar yang ada di dekat permuka
kerja, kemudian diangkut ke belakang, misalnya dengan lokomotif batere.
I-1-26
Panjang sentuhan dengan tanah 2096 m/m Jumlah kutub 4P
Tinggi min. dari tanah (dari pelat dasar bodi) 190 m/m Putaran 1740 rpm
Berat 9800 kg
Pompa hidraulis
Untuk jelajah
Untuk pekerjaan
Tekanan 90 kg/cm2
I-1-27
Gambar 11 : Road Header
Mekanisme pemuatan
sistem raup
I-1-28
menggendong keranjang yang diisi batu bara dan ampas batuan yang kemudian
dipindahkan ke lori, atau cara pengangkutan dengan menarik gerobak dengan tali
yang dikaitkan pada bahu. Ada juga cara pengangkutan dengan mendorong maju
lori tambang dengan tangan, di atas rel yang hampir datar. Akan tetapi, dewasa ini,
cara seperti ini hanya digunakan sedikit sekali.
2) Pengangkutan dengan tenaga mesin
(1) Pengangkutan dengan lori tambang
Pada metode ini, jalur rel digelar sampai ke dekat permuka kerja penggalian
lubang bukaan, kemudian lori tambang diangkut dengan lokomotif atau tali, untuk
memindahkan batu bara dan ampas batuan yang dimuat ke belakang. Selain itu,
digunakan juga metode pengangkutan yang mengombinasikan jalur rel dan chain
conveyor (perhatikan gambar 13).
Permuka kerja
Conveyor
Gambar 13
(2) Pengangkutan dengan conveyor
① Jenis conveyor
Peralatan mesin yang mengangkut material curahan seperti batu bara, bijih
tambang dan kerikil, serta barang kemasan seperti kotak dan karung pada satu
jalur tertentu dengan jarak tertentu secara kontinu, dinamakan conveyor. Karena
konstruksi conveyor sangat sederhana, maka dibanding skala fasilitasnya,
kapasitas angkutnya besar, serta biaya pengoperasiannya murah, sehingga
conveyor memiliki keunggulan yang tidak mungkin dikejar oleh mesin
pengangkut lain.
Selain itu, conveyor pengangkut manusia (man belt) juga telah digunakan
secara luas, yang membawa efek memperpendek waktu pergi-pulang dan
mengurangi kelelahan.
Jenis conveyor itu banyak sekali, di mana tabel berikut menunjukkan
klasifikasi conveyor berdasarkan konstruksi, yang digunakan secara luas di
tambang bawah tanah.
Jenis conveyor pada sektor pertambangan
Grup Jenis
I-1-29
Belt Conveyor Rubber Belt Conveyor
Nylon Belt Conveyor
Cable Belt Conveyor
Steel Cord Belt Conveyor
Chain Conveyor Trough Chain Conveyor : - Chain Conveyor Tipe V
- Panzer Conveyor *)
Apron Conveyor
Pan Conveyor
Trolley Conveyor
Elevator Bucket Elevator
Conveyor Getar Shaking Conveyor
Hydraulic Conveyor (pengangkutan dengan tenaga air)
Conveyor Fluida
Pneumatic Conveyor
*) Panzer conveyor adalah merek dagang terdaftar West Faria Company. Di Jepang
digunakan dengan nama chain conveyor tipe H.
② Belt conveyor
Di antara berbagai jenis mesin pengangkutan kontinu, belt conveyor adalah
yang paling mewakilinya. Ia digunakan bukan saja di tambang batu bara dan
tambang lain, tetapi digunakan di berbagai pabrik. Lingkup penggunaan belt
conveyor biasanya datar atau sampai kemiringan 18~20o, tetapi akhir-akhir ini
dengan digunakannya belt conveyor yang berpenahan (melintang), belt conveyor
dapat digunakan untuk sudut kemiringan yang lumayan curam. Ciri dari conveyor
ini adalah kemampuan pengangkutannya ditentukan oleh lebar dan kecepatannya,
dan tidak ada hubungan dengan jarak pengangkutan. Oleh karena itu, sekali alat
ini dipasang, apabila suatu saat jarak angkutan bertambah atau bercabang, tinggal
memperpanjang belt atau melakukan penyambungan tahapan (stage) untuk
membentuk kumpulan belt, yang memungkinkan melakukan pengangkutan
kontinu sebagai satu kesatuan belt conveyor, dari permuka kerja, kemudian
melalui butt level, sumuran miring bawah tanah, level, menanjak sumuran miring
utama hingga mencapai fasilitas di permukaan. Dengan demikian dapat
menghemat biaya tenaga kerja dan biaya energi penggerak. Selain itu, luas
penampang lorong yang dipasangi belt conveyor dapat relatif lebih kecil dibanding
lorong yang menggunakan lori tambang. Kemudian, dengan munculnya belt yang
mempunyai kekuatan tarik tinggi seperti nylon belt, cable belt dan steel cord belt
sebagai rubber belt untuk conveyor, jarak angkut setiap unit peralatan meningkat
drastis.
Contoh instalasi belt conveyor ditunjukkan pada gambar 14.
I-1-30
Gambar 14 : Contoh instalasi belt conveyor
I-1-31
trough berbentuk H untuk menaikkan kemampuan pengangkutan di permuka
kerja, seiring dengan berkembangnya mekanisasi tambang batu bara. Ini adalah
peralatan mesin di mana berbagai jenis rantai disambung tanpa ujung (endless),
untuk mengangkut berbagai bentuk barang seperti barang curahan berupa batu
bara, ampas batuan, biji-bijian atau barang kemasan seperti karung, kotak, suku
cadang mesin, di atas pelat yang dipasang pada rantai atau langsung dengan
rantai.
Pada umumnya, di Jepang digunakan untuk mengangkut batu bara dan bijih
tambang. Seperti ditunjukkan pada gambar 15, ada beberapa jenis chain, yaitu
double chain, single center chain dan double center chain.
Sprocket wheel
Speed Koplin Motor
reducer g fluida listrik
I-1-32
daya tahannya tinggi.
Karena instalasinya langsung menyinggung permuka kerja, sebagian
besar batu bara masuk sendiri ke dalam conveyor, sisanya dapat
dimasukkan hanya dengan menggaruknya, sehingga dibandingkan
dengan chain conveyor lain, tenaga kerja untuk pemuatan sangat
sedikit.
Pemindahan instalasi dapat dilakukan dalam keadaan terakit dan
mesin dijalankan, dengan menggunakan shifter dan dongkrak,
sehingga mampu melakukan ekstraksi batu bara secara kontinu.
Ketinggian conveyornya pendek karena return chain lewat di bawah
trough, sehingga pada ekstraksi batu bara lapisan tipis juga tidak
menghalangi pekerjaan.
Karena troughnya kokoh, alat-alat berat seperti cutter, coal plough dan
loader dapat digunakan secara efektif.
[Kekurangan]
Kelemahannya adalah tidak dapat dipaksa menghadapi tumbukan dan
bobotnya berat dibanding barang yang diangkut. Selain itu, diperlukan
biaya untuk instalasi dan penggantian.
Kemudian, mengenai pokok perhatian pada waktu instalasi, penggantian
dan prosedur perpanjangan trough pada panzer conveyor akan diberikan dalam
buku petunjuk pengoperasian mesin.
④ Extensible conveyor
Pada penggalian lubang bukaan di dalam lapisan batu bara di Ikeshima Coal
Mine, sebagai mesin penggali digunakan road header. Sejak road header
pertama diperkenalkan pada tahun 1984, mesin tersebut telah menetap sebagai
mesin utama dalam penggalian lubang bukaan di dalam lapisan batu bara.
Sejak tahun 1992, dengan tujuan melakukan penggalian lubang bukaan
secara kontinu, penghematan energi, pengurangan pekerjaan berat, maka
diperkenalkan sistem extensible conveyor (EBC) 36 inci yang dapat melakukan
pemanjangan belt conveyor pada fasilitas pengangkutan belakang secara
efisien, yang dikombinasikan dengan road header yang dilengkapi bridge
conveyor, yang mana dapat mencapai tujuan di atas dengan melakukan
perbaikan-perbaikan. Selanjutnya, diperkenalkan EBC 40 inci yang digunakan
juga sebagai gate conveyor di permuka kerja ekstraksi batu bara.
I-1-33
* Fasilitas mesin yang utama
(1) Spesifikasi utama EBC
① Unit penggerak
Lebar belt 900 mm dan 1.050 mm
Kecepatan belt 84 m/menit atau 123 m/menit
Head pulley diameter 400 mm
Sistem penggerak dual system
Pulley penggerak diameter 686 mm
Motor listrik 45 kW 6P dan 75 kW 4P
Perbandingan gigi 1/30,21
Kopling fluida Voith 422 dan Voith 487
② Unit penyimpan belt
Tipe belt NN-1000 5P
Kapasitas simpan 108 m
Panjang 27,5 m
Winch unit 11kW 4P Electric winch
Kekuatan tarik tali (dinamis) 4 ton
Kecepatan tali 10,4 m/menit
③ Maintenance station
Alat penggulung belt 3,7 kW 4P winch penggulung
Kapasitas reel 108 m
Kecepatan gulung reel 6,8 rpm
Kekuatan tarik pengulungan reel 2 ton
Belt clamp 4 ton2 tempat dan 2 ton1 tempat
I-1-34
Tail end unit (bagian ujung)
Bagian konstruksi garland conveyor (bagian tengah)
④ Shuttle car
I-1-35
Mesin ini digunakan bersama Joy loader untuk permuka kerja ekstraksi batu
bara dengan mesin sistem ruang dan pilar, di mana pada setiap permuka kerja
digunakan 2 unit shuttle car dan dibuat agar senantiasa ada satu unit yang
melakukan pemuatan batu bara di permuka kerja. Shuttle car merupakan mobil
pengangkut berconveyor yang mempunyai ban, yang menggunakan sistem reel
arus DC sebagai tenaga penggerak. (lihat gambar 16)
I-1-36
Gambar 17
I-1-37
apabila level terhubung (bertemu) sumuran miring.
I-1-38
Sistem jalur parkir sementara (Sistem switch back)
Gambar 18
I-1-39
(2) Pengangkutan level
Pengangkutan hoist pada level digunakan di tempat yang jarak
pengangkutannya relatif pendek, seperti pengoperasian lori tambang di lokasi
ekstraksi batu bara dan lokasi penggalian lubang bukaan. Pada metode ini perlu
diperhatikan pemeliharaan pengangkutan, terutama apabila terjadi lokasi lori
"meluncur sendiri", misalnya karena pemuaian lantai.
I-1-40
Pengerek drum ganda
Sheave
I-1-41
(6) Kereta keret
Seperti terlihat pada gambar 21, ini adalah metode pengangkutan dengan
menarik tali yang dipasang di depan dan belakang kereta keret (terbuat dari besi
dan lain-lain) dengan hoist, di mana metode ini biasanya digunakan di lorong yang
kemiringannya relatif landai. Ukuran reguler kereta keret adalah lebar 0,5m~1,0m
dan panjang 2,0m~3,0m. Namun ukuran kereta keret diganti berdasarkan
banyaknya muatan, serta kekuatan tarik hoist atau kondisi lorong.
Gambar 21
I-1-42
mengandung gas mudah nyala (gas ledak), namun bunyinya berisik dan biaya
untuk penggeraknya lebih tinggi dari pada hoist listrik. Selain itu, karena sistem
pneumatik ini menggunakan banyak udara tekan, dapat menurunkan daya udara
tekan di tempat lain, sehingga di tambang batu bara di Jepang yang pengendalian
gas mudah nyalanya sudah baik, tidak digunakan lagi.
Mengenai konstruksi, fungsi (kinerja), prosedur instalasi dan pokok perhatian
pada waktu pengoperasian hoist akan diperkenalkan pada bagian teknik
permesinan.
(2) Putus
Pada tabel 3 ditunjukkan penyebab putus dan kondisi putus tali kawat.
I-1-43
tersier) kawat dan halus
Geser (Shear) Penampang patah miring terhadap sumbu kawat
Kawat terpuntir dan penampang patah tegak lurus
Puntir Kink
terhadap sumbu kawat
Kawat menjadi gepeng di dekat penampang patah
Tekanan
dan menjadi datar
Dari bagian luar yang rusak terjadi retakan yang
Kerusakan luar
mengakibatkan putus
Bidang yang mengalamai keausan sangat
Martensit lokal Spark, panas akibat gesekan mengkilap (metalik) dan permukaan menjadi
martensit
Menjadi gepeng di permukaan aus dan di dekat
Pengerasan kerja Tekanan kontak terlalu besar permukaan mengalami pengerasan kerja yang
hebat
Penggetasan Penampang patah seperti ranting kayu tua yang
Pickling yang kurang baik
Hidrogen dipatahkan dan relatif kasar
Kesalahan dalam Pengelasan kawat yang
Bagian kawat yang dilas terpisah/lepas
proses produksi kurang baik
(3) Korosi
Secara garis besar korosi dibagi menjadi korosi luar dan korosi dalam, di
mana korosi luar disebabkan oleh terlepas atau melelehnya lapisan minyak
pelumas karena kelembaban, air hujan atau gas beracun, sehingga permukaan
logam kawat terbuka. Sedangkan, apabila kandungan minyak pelumas kawat inti
berkurang, air akan merembes masuk menggantikan minyak pelumas, dan
mengakibatkan keausan dalam. Ada kalanya diameter tali kawat berkurang banyak
oleh keausan dalam dan korosi, walaupun keausan luarnya kecil.
Pada umumnya, tali kawat menjadi lemah terhadap korosi dengan bertambah
besarnya kekuatan tarik. Untuk tali kawat dengan diameter yang sama, ketahanan
terhadap korosi menjadi rendah dengan mengecilnya diameter kawat.
Untuk mencegah korosi sudah barang tentu harus menghindari air, gas dan
penyebab lainnya, tetapi adalah sulit melakukannya secara sempurna, sehingga
korosi ditangggulangi dengan plating (pelapisan) dan pengolesan minyak pelumas.
Pelapisan yang umum dilakukakan adalah galvanisasi. Sebagai minyak pelumas
terdapat pelumas tali hitam dan pelumas tali merah. Yang pertama digunakan
untuk tali kawat polos dan yang kedua digunakan untuk tali kawat yang
berlapisan.
Pelumas tali kawat harus memenuhi kondisi sebagai berikut :
I-1-44
1 Tidak mengandung asam atau basa (alkali) yang beracun atau air.
2 Tidak larut dalam air.
3 Tidak berubah sifat oleh cairan asam dan cairan basa.
4 Tidak mudah menguap (volatile).
5 Harus tahan cuaca, tidak kehilangan fleksibilitas dan juga tidak berubah sifat
serta dapat mempertahankan viskositas, walaupun terbuka terhadap udara luar
dalam waktu lama.
6 Mudah meresap masuk ke dalam celah kawat inti dan tali kawat.
7 Mudah melekat dan tidak mudah terlepas.
8 Memiliki viskositas yang mudah untuk dioles.
9 Tidak mudah retak atau terlepas walaupun temperatur tali turun.
10 Tidak mudah meleleh dan mengalir walaupun temperatur tali naik.
Karena pelumas harus memenuhi kondisi seperti yang ditunjukkan di atas
yang kadang saling bertolak belakang, maka biasanya pelumas dipanaskan dulu,
sebelum dimasukkan ke dalam bak celup atau dioles dengan kuas. Dalam hal ini,
batas pemanasan adalah 60oC, dan telah diketahui, bahwa hasil yang lebih baik
dicapai oleh pelumas yang dapat dioles pada temperatur yang lebih rendah dari
60oC.
(4) Deformasi
Jenis deformasi tali kawat sangat beragam, dan untuk deformasi yang sama
kadang diberikan nama yang bervariasi. Pada tabel 4 ditunjukkan klasifikasi
deformasi tersebut.
I-1-45
1.11.2 Kelelahan Tekuk
Terjadinya tali yang putus oleh kelelahan tekuk disebabkan tekukan tali itu
sendiri oleh sheave atau drum (tekukan primer), kemudian tekukan yang
disebabkan kawat yang tertekan oleh lapisan dalam di bawah ketika kawat
bersilangan dengan lapisan dalam (tekukan sekunder), dan tekukan lokal atau
tekukan berulang lokal yang disebabkan deformasi atau mengambangnya kawat
(tekukan tersier). Dahulu, tekukan primer saja yang dianggap penting, sehingga
tali kawat yang terdiri dari kawat halus dianggap lebih baik terhadap kelelahan
tekuk. Tetapi, sekarang, telah diketahui, bahwa kadang kala tekukan sekunder dan
tersier demikian besar, sehingga tidak dapat diabaikan. Tali 619 dengan jalinan
kontak titik, lebih lemah terhadap kelelahan tekuk dari pada tali 67 dengan kawat
besar yang jalinan kontak garis. Hal ini disebabkan, jalinan kontak titik lebih kuat
menerima tekukan sekunder. Berdasarkan alasan ini, dapat diketahui urutan
ketahanan tali tehadap tekukan mulai dari yang lemah ke kuat adalah jalinan
kontak titik, jalinan kontak garis dan jalinan kontak bidang. (Lihat gambar 22)
I-1-46
Gambar 22 : Kondisi kontak sesama kawat
1.11.4 Penyimpanan Tali Kawat
(1) Jangan membiarkan tali kehujanan dan kepanasan (kena terik matahari). Pada
waktu menyimpannya, tali digulung pada drum kayu, dan sebaiknya diletakkan di
dalam bangunan yang ventilasinya bagus dan kering.
(2) Hindari tempat dengan temperatur dan kelembaban yang tinggi, serta tempat yang
terlalu kering.
(3) Apabila penyimpanannya menjadi lama, kandungan minyak pelumas pada kawat
inti berkurang, dan pada waktu digunakan akan mengakibatkan keausan bagian
dalam dan korosi bagian dalam, sehingga harus ditambahkan minyak pelumas
baru.
I-1-47
1.11.5 Cara Mengurai Tali Kawat Dan Seizing (Lihat gambar 23)
Tali kawat mempunyai sifat untuk cenderung kink, sehingga menggulung dan
mengulur tali harus dilakukan dengan cara yang benar. Pengulungan dan
penguluran dilakukan dengan memutar batang yang melalui bingkai tali sedikit
demi sedikit, sambil hati-hati agar tidak terlalu banyak mengeluarkan tali. Untuk
tali kawat berdiameter besar, sebaiknya dipasang rem pada bingkai tali kawat yang
dapat mengatur putaran.
Apabila akan memotong tali kawat atau mengurai ujungnya, perlu melakukan
seizing yang cukup untuk mencegah membaliknya jalinan tali. Diameter kawat
besi galvanis atau tali kawat yang digunakan untuk seizing dipilih yang sekitar
0,5~3mm, tergantung dari diameter tali. Panjang seizing yang standar adalah
sekitar 3 kali diameter tali. Tali jalinan Lang lebih mudah terdeformasi dibanding
dengan tali jalinan biasa, sehingga perlu dilakukan seizing 6~9 kali diameter tali
dan dilaksanakan di lebih dari 4 posisi.
Gambar 23
1.11.6 Kink (Lihat gambar 24)
Kink adalah keadaan yang terjadi dengan memberikan puntiran dan kendor
pada tali kawat. Kink terdiri dari plus (+) kink, yaitu kink yang terjadi karena
puntiran ke arah jalinan tali, dan minus () kink, yaitu kink yang terjadi karena
puntiran ke arah yang berlawanan dengan arah jalinan. Persentase pengurangan
beban putus adalah 20~40% untuk plus kink, dan untuk minus kink dapat
mencapai 50~80 %, sehingga tali kawat yang telah mengalami kink harus
dihindari penggunaannya. Kink mudah terjadi pada kasus-kasus sebagai berikut :
(1) Apabila cara mengulur tali tidak tepat.
I-1-48
(2) Apabila tali terlalu kendor pada waktu diulur.
(3) Apabila tali tergosok (ironing).
(4) Apabila tali mempunyai kecederungan berombak atau melengkung.
- kink + kink
Gambar 24 : Kink
I-1-49
angle, haruslah kurang dari 1o30’. Untuk drum beralur juga harus kurang dari 2o.
Apabila fleet angle terlampau besar, pada waktu tali mendekati ujung drum, tali
akan saling termakan yang dapat memperpendek umur pemakaian. Apabila fleet
angle terlampau kecil, akan mempersulit peralihan tingkatan gulungan di bagian
flens. Oleh karena itu, apabila tidak digunakan cara bantuan lain, fleet angle
minimum diperlukan 30’. (Lihat gambar 25)
I-1-50
1.11.11 Pemeriksaan Tali Kawat Yang Umum
Pemeriksaan tali dilakukan setelah permukaan tali dibersihkan dalam keadaan
diberi beban tertentu. Pemeriksaan dengan mata, antara lain mencakup ada
tidaknya kawat putus, keausan, tingkat korosi, deformasi, kerusakan bagian luar
dan kondisi pelumasan. Pengukuran diameter tali 6 strand harus dilakukan secara
tepat dengan jangka sorong, dari 3 arah di 1 tempat.
Sedangkan, pengukuran diameter tali dan perpanjangan pitch tali biasanya
dilakukan setiap 30~50m. Namun demikian, di bagian yang dekat ke capel perlu
diukur lebih teliti (misalnya setiap 5~10m).
(A) (B)
Cara pengukuran Cara pengukuran
yang benar yang salah
I-1-51
1.11.13 Metode Pemeriksaan Tanpa Merusak
Metode ini dapat dilakukan dengan metode pemeriksaan kerusakan
elektromagnetik dan metode pemeriksaan kerusakan isotop. Pemeriksaan
kerusakan elektromagnetik terdiri dari metode arus searah dan metode arus bolak-
balik. Metode arus searah yang memiliki rangkaian sederhana, cocok untuk
pemeriksaan kawat putus pada tali. Sedangkan, metode arus bolak-balik cocok
untuk pemeriksaan pengurangan luas penampang efektif akibat korosi gesekan.
Mitsui rope tester bikinan Mitsui Miike Manufacturing yang saat ini dipakai di
berbagai tambang di Jepang, adalah sistem arus searah dengan kecepatan
pengukuran 0,5~15,0m/detik.
Metode pemeriksaan kerusakan isotop yang menggunakan sinar-γ seperti
CO60, dapat mengukur perubahan penampang efektif secara akurat, tetapi
kecepatan pengukurannya lamban (5~10mm/detik). Oleh karena itu, metode ini
cocok untuk pemeriksaan kerusakan bagian tertentu, seperti bagian capel yang
sulit dilakukan dengan metode pemeriksaan kerusakan elektromagnetik.
2. Tali yang konstruksinya sama 2. Tali yang konstruksinya No. 3) 195+8F (10) C/L
3. 6F{(32+3)+7}
4. 6F(+7)
I-1-52
1. Keausan 1. Keausan 1. Keausan 1. Keausan
Di bawah 90% dari diameter Di bawah 90% dari diameter Di bawah 95% dari Sama dengan kiri
korosi berat 3. Kawat putus, retak vertikal 2. Sama dengan kiri retak vertikal
3. Kawat putus, retak vertikal (1) Pemeriksaan dengan mata 3. Kawat putus, (1) Sama dengan kiri
a) lebih dari 3 di dalam strand a) lebih dari 3 setiap 1 pitch tali retak vertikal a) lebih dari 4 (s.d.k)
yang sama pada panjang 3 (2) Pemeriksaan kerusakan (1) Sama dg kiri b) lebih dari 10 (s.d.k)
Standar peremajaan
4. Beban putus a) lebih dari 4 setiap 1 pitch tali a) lebih dari 4 (s.d.k) a) lebih dari 10 (s.d.k)
Di bawah 70% dari kekuatan b) lebih dari 5 setiap 3 pitch tali b) lebih dari 6 (s.d.k) b) lebih dari 20 (s.d.k)
putus nominal, di mana terdapat 4. Beban putus (2) Sama dengan kiri 4. Beban putus
keausan, korosi, kawat putus, Di bawah 80% dari kekuatan a) lebih dari 8 (s.d.k) Sama dengan kiri
retak vertikal dan deformasi putus nominal, di mana terdapat b) lebih dari 10 (s.d.k)
5. Perpanjangan
potong
I-1-53
Sebagai metode penggelaran rel di dalam tambang bawah tanah ada cara
seperti gambar 27. Sistem topang selang-seling adalah sistem yang sederhana,
tetapi untuk lorong pengangkutan utama sedapat mungkin menggunakan sistem
gantung berhadapan. Selain itu, dengan pertimbangan terjadinya pemuaian akibat
perubahan temperatur, maka sambungan rel harus diberi jarak sekitar 3~6mm.
I-1-54
Tabel 6 : Radius tikungan minimum jalur rel di lorong
Pengangkutan lokomotif 10 m
Selain itu 7m
Kasus khusus 5m
Apabila lori tambang tidak menggunakan bogi, yakni roda depan dan
belakang sejajar dan dibuat tetap, maka kalau gauge di tikungan tidak dilebarkan
sedikit, lori akan mengalami kesulitan waktu melewati tikungan. Besarnya
pelebaran gauge ini disebut slack. Tidak dibenarkan membuat slack melebihi
25mm. Kemudian, slack tidak diperlukan untuk tikungan beradius lebih dari 60m.
Untuk mencari slack tikungan, dapat memakai rumus berikut.
e : Slack (mm)
R : Radius tikungan jalur rel (m)
L : Jarak poros roda lori tambang atau lokomotif (m)
Selain itu, pada waktu lori tambang melewati tikungan, ada kecenderungan
lepas keluar dari rel akibat gaya sentrifugal. Untuk mencegah hal ini, rel sebelah
luar sedikit ditinggikan dari pada rel sebelah dalam. Besarnya peninggian ini
disebut cant jalur rel. Cant dapat dihitung dengan rumus berikut.
I-1-55
maksimum 4,2 kali/hari, dan rata-rata 2,44 kali/hari. Apabila perputaran lori
diketahui, jumlah lori batu bara yang dibutuhkan dapat dihitung kasar dari
kapasitas lori dan jumlah muatan yang diangkut dalam satu hari. Akan tetapi,
kenyataannya selain lori tersebut, harus dipersiapkan juga lori tambang cadangan
sekitar 20~30%, karena kemungkinan adanya kerusakan dan perawatan.
I-1-56
9) Tahanan gesek
Pada waktu benda bergerak di atas suatu permukaan, di antara keduanya akan
bekerja gaya yang berusaha menghalangi gerakan tersebut. Inilah yang disebut
tahanan gesek. Tahanan gesek terdiri dari tahanan gesek luncur dan tahanan gesek
gelinding. Tahanan gesek luncur jauh lebih besar dari pada tahanan gesek
gelinding. Selain itu, ada gesekan yang timbul pada waktu benda diam mulai
digerakkan, dan gesekan yang diterima selama bergerak. Yang pertama disebut
gesekan statis dan yang kedua disebut gesekan dinamis.
Tahanan gesek pada lori tambang antara lain timbul dari gesekan antara roda
dan bantalan (bearing), antara rel dan roda, antara bantalan dan poros roda.
Tahanan gesek di level dapat dihitung dengan rumus berikut.
F = n (W + L) f
F : Tahanan gesek lori di level (kg)
n : Jumlah gerbong lori
W : Berat lori (kg)
L : Berat muatan lori (kg)
f : Koefisien tahanan gesek lori
Mengenai nilai f ini, kenyataannya sulit untuk membayangkan tahanan gesek
luncur dan tahanan gesek gelinding secara terpisah. Sehingga keduanya dijadikan
satu dan nilai eksperimennya adalah seperti tabel di bawah ini.
I-1-57 Gambar 28
menjadi gaya yang berusaha meluncur turun di atas permukaan miring dan gaya
yang bekerja tegak lurus terhadap permukaan miring. Yang pertama merupakan
gaya lori yang berusaha meluncur turun permukaan miring, dan ini disebut
tahanan tanjakan. Besar tahanan tanjakan dapat ditunjukkan dengan G =
n(W+L)sin. Sedangkan yang kedua selalu menjadi tahanan gesek, tidak peduli
apakah lori naik atau turun tanjakan, dan besarnya F = n (W+L) fcos. Jadi,
apabila tahanan total pada waktu menarik naik atau menarik turun lori kita sebut P,
maka
P = F ± G = n(W + L) f cos ± n(W + L)sin = n(W + L)(f cos±sin)
P = Tahanan total pada waktu lori bergerak di permukaan miring (kg)
F = Tahanan gesek (kg)
G = Tahanan tanjakan (kg)
= Sudut kemiringan permukaan
n, W, L, f = Seperti tertulis di depan
Untuk menarik naik lori sepanjang permukaan miring, harus dapat mengatasi
tahanan tanjakan ini. Jadi, dalam hal ini tahanan tanjakan menjadi positif.
Sebaliknya pada waktu menarik turun permukaan miring menjadi negatif. Di
level, = 0, maka P menjadi = F = n (W + L) f.
Apabila pada waktu menarik turun lori di atas permukaan terjadi keadaan
fcos < sin, maka tahanan tanjakan menjadi lebih besar dari pada tahanan gesek,
sehingga lori jalan sendiri. Jadi dalam hal ini diperlukan rem pengatur. Selain itu,
di suatu lorong lurus yang mempunyai sedikit kemiringan, kemiringan lorong di
mana gaya yang diperlukan untuk menarik turun lori isi menjadi sama dengan
gaya yang diperlukan untuk menarik naik lori kosong, dinyatakan dengan
I-1-58
Selain itu, dapat juga dihitung dengan rumus berikut.
I :
Tahanan inersia (kg)
v :
Kecepatan maksimum (m/detik)
t :
Waktu sampai mencapai kecepatan maksimum (detik)
g :
Perecepatan gravitasi (9,8m/detik2)
S :
Jarak pergerakan hingga mencapai kecepatan maksimum (m)
S = ½ at2
a : Percepatan (m/detik2)
n, W, L : Seperti tertulis di depan
(di mana, tanda menjadi + pada waktu menarik naik lori dan menjadi – pada
waktu menarik turun lori)
R : Tahanan tali (kg)
G : Berat tali per satuan panjang (kg/m)
: Koefisien gesek antara tali dan lorong (biasanya 0,05 ~ 0,1)
L : Panjang tali (m)
: Sudut kemiringan lorong
I-1-59
Ini adalah tahanan yang diterima lori pada waktu bergerak menghadapi aliran
udara ventilasi di dalam tambang bawah tanah. Nilai tahanan tersebut dapat
dihitung kira-kira dengan rumus berikut.
T = 0,12Av2
T : Tahanan udara (kg)
v : Kecepatan relatif antara lori dan angin (m/detik)
A : Luas penampang lori (m2)
1.13 Perhitungan Mengenai Pengangkutan Lokomotif
1) Gaya traksi lokomotif (Tractive force of locomotive)
Gaya yang bekerja terhadap batang penarik (drawbar) pada waktu lori
tambang ditarik lokomotif disebut tarikan batang penarik (drawbar pull). Untuk
menghitungnya, digunakan rumus berikut.
D = n(W+L)( f cos±sin)
Karena di level = 0, maka menjadi
D = n(W + L) f
Jadi, agar lokomotif dapat beroperasi dengan menarik lori tambang, bukan
saja diperlukan drawbar pull untuk menarik lori tambang, akan tetapi diperlukan
juga gaya untuk menggerakkan lokomotif sendiri. Artinya, gaya yang diperlukan
lokomotif untuk beroperasi dengan menarik rangkaian lori adalah gabungan
drawbar pull dengan gaya yang diperlukan untuk menggerakkan lokomotif
sendiri. Gaya ini disebut gaya traksi (tractive force) lokomotif. Misalkan tractive
force adalah T, maka besarnya menjadi seperti rumus berikut.
T = D + K( f cos±sin)
= n(W+L)( f cos±sin) + K( f cos±sin)
Karena di level = 0, maka menjadi
T = n(W + L)f + Kf
T : Tractive force (kg) K : Berat lokomotif (kg)
D : Drawbar pull (kg) W, L, f, : Seperti tertulis di depan
f : Koefisien gesek lokomotif (biasanya 0,005 ~ 0,02)
I-1-60
1.14 Pengangkutan Tali Tanpa Ujung
1) Sistem pengangkutan tali tanpa ujung (endless rope haulage)
Sistem pengangkutan tali tanpa ujung (endless rope haulage) adalah metode
pengangkutan untuk lorong trek ganda, di mana tali baja dicantolkan pada kerek di
kedua ujung membentuk putaran tertutup, kemudian 1 atau 2 kereta isi dan kereta
kosong dipasang ke tali menggunakan klip dengan jarak tertentu, dan tali tersebut
disirkulasi dengan motor. (Gambar 29)
Lori isi
Kerek penggerak Kerek ujung
I-1-61
daya pengangkutan tali tanpa ujung ditulis secara berurutan, maka dapat disebut,
(a) jumlah muatan, (b) kemiringan dan panjang lorong, (c) kecepatan tali, (d)
jumlah lori isi dan lori kosong di dalam satu rute, (e) gaya gesek pada lori dan tali,
(f) cara penegangan tali dan gaya penegang tali, (g) pertimbangan khusus untuk
menghadapi lori keluar dari jalur rel serta keadaan darurat lain.
I-1-62
Untuk mengerek turun lori kosong diperlukan gaya turun yang lebih besar
dari pada gabungan antara tahanan gesek lori tambang dan berat tali serta tahanan
gesek tali. Oleh karena itu, batas minimum kemiringan sumuran miring pada
pengangkutan langsung adalah sekitar 4°. Sementara kalau lebih dari 25°, ada
kemungkinan bahaya muatan tumpah dari lori tambang. Batas maksimumnya
adalah 30°, dan lebih dari itu sebaiknya menggunakan metode pengerekan skip.
Kemiringan sumuran miring yang paling cocok adalah 10~15°.
Diameter tali yang digunakan untuk pengangkutan langsung sebaiknya lebih
kecil dari 40mm. Apabila jarak pengerekan meningkat, diameter tali menjadi
besar, berat capel juga meningkat, sehingga penggantian capel dan pengendalian
lori menjadi sulit. Jadi, panjang sumuran miring pada pengangkutan langsung
yang ideal adalah sekitar 1.000~1.200m.
ganda tunggal
Drum sheave ditempatkan di bagian puncak
penggulung
sumuran miring dan pengerek ditempatkan
di bagian dasar sumuran miring (gambar 30
I-1-63
Gambar 30
Ringkasan pengangkutan langsung
C)
Dalam hal ini tahanan maksimum yang diperlukan untuk pengerekan dinyatakan
oleh rumus berikut.
P = n(W + L) ( f cos + sin ) + 2lG cos
1) Manajemen fasilitas
Untuk meningkatkan efisiensi pengangkutan, harus menggunakan fasilitas
pengangkutan yang paling tepat secara rasional, dan merawatnya agar menjadi
kondisi terbaik, untuk mengupayakan pencegahan kecelakaan dan kerusakan. Pada
umumnya, manajemen fasilitas dilakukan dengan menggolongkan fasilitas
pengangkutan menjadi mesin pengangkutan, jalur rel, lori tambang, serta fasilitas
yang berhubungan dengan pengangkutan seperti sinyal dan fasilitas komunikasi.
2) Manajemen operasi
I-1-64
Yang dimaksud di sini adalah melakukan operasi yang membuat fasilitas
pengangkutan dapat menunjukkan efisiensi maksimum. Untuk itu, perlu dilakukan
analisa dan penelitian yang cermat secara periodik atau setiap terjadi perubahan
kondisi.
(1) Penelitian aspek waktu dari kondisi penambangan batu bara
Meneliti kondisi penambangan setiap waktu terhadap setiap permuka kerja
dan gilir, untuk operasi normal dan untuk kasus distribusi lori yang dilakukan
secara ideal. Hasilnya ditunjukkan pada grafik dengan mengambil waktu sebagai
sumbu datar dan produksi batu bara sebagai sumbu tegak. Dalam hal ini, kondisi
permuka kerja, pekerja yang dikerahkan dan faktor-faktor lain harus dalam kondisi
normal.
(2) Penelitian kondisi aktual mengenai pengangkutan lokomotif, pengangkutan
tali di butt level dan lain-lain
Petugas peneliti naik ke lokomotif, atau pada pengangkutan tali menempati
berbagai posisi, untuk mencatat waktu tunggu lori tambang, jumlah distribusi lori,
waktu lewat, kecelakaan dan lain-lain. Kemudian di atas garis waktu pada sumbu
datar dituliskan kondisi aktual dan alasannya, yang dibuat untuk setiap zona dan
setiap gilir.
(3) Penelitian kondisi nyata hoist di sumuran miring dan sumuran tegak
Mencatat kondisi nyata pengerekan untuk setiap gilir dan waktu, kemudian
dinyatakan dalam grafik.
(4) Penelitian kondisi aktual fasilitas lain yang berhubungan dengan
pengangkutan
Misalnya, di bunker meneliti dan mencatat kondisi aktual, seperti jumlah lori
yang dimuat untuk setiap waktu atau jumlah batu bara yang tersisa di dalam
bunker.
(5) Penelitian jumlah lori tambang serta lori yang berhenti di setiap titik hubung
dan tempat lain
Meneliti lori tambang di setiap tempat untuk setiap waktu secara bersamaan.
I-1-65
(e) Tindakan pencegahan kecelakaan pengangkutan.
(f) Operasi terjadwal untuk fasilitas pengangkutan utama, dan lain-lain.
I-1-66
1.17.1 Mengenai Alat Keselamatan Yang Umum
Mengenai alat pelindung keselamatan setiap fasilitas pengangkutan, peraturan
keselamatan menetapkan, bahwa terhadap faktor keamanan tali, rem, alat sinyal,
pencegah lori jalan sendiri serta penaganan di tempat-tempat bahaya yang telah
menggunakan cara perhitungan, harus dilengkapi dengan alat pelindung
keselamatan yang tepat.
I-1-67