Diajukan Sebagai Tugas Makalah Kelompok Pada Mata Kuliah Micro Teaching
Dosen Pengampu: Muhiyatul Huliyah, S.Sos.I.,M.Pd.
i
KATA PENGANTAR
Assalamu’allaikum warohmatullahi wa barokatuh…
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan
hidayahnya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Penguatan Pembelajaran PAUD”.
Makalah ini disusun sebagai tugas kelompok pada mata kuliah Micro Teaching.
1. Ibu Muhiyatul Huliyah, S.Sos.I.,M.Pd. selaku Dosen pada Mata Kuliah Micro
Teaching, yang telah membantu kami dalam mempelajari materi Penguatan
Pembelajaran.
2. Orang tua kami yang telah membantu baik dalam materi ini.
3. Teman-teman kami yang telah mendukung kami dalam membuat makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari kata sempurna, baik
dari segi penyusunan, bahasan ataupun penulisannya. Semoga makalah ini dapat menjadikan
contoh, serta referensi yang bermanfaat bagi teman-teman yang membacanya dan dapat
digunakan untuk pengembangan wawasan serta peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita
semua.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan .......................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak usia dini merupakan kelompok usia yang berada dalam proses
perkembangan unik, karena proses perkembangannya (tumbuh dan kembang) terjadi
bersama dengan golden age (masa peka), Menyelenggarakan pendidikan anak usia dini
diperlukan sebuah kurikulum agar dapat mencapai tujuan pendidikan yang telah
direncanakan sebelumnya. Seorang pendidik harus memiliki tujuan yang jelas dalam
melaksanakan kegiatan belajar mengajar, mampu membuat rencana pembelajaran,
menggunakan metode dan strategi yang menyenangkan dalam menyampaikan materi
agar anak merasa tertarik untuk mengikutinya, memanfaatkan lingkungan sekitar
sebagai media pembelajaran serta memilih alat untuk mengukur atau mengevaluasi
perkembangan anak selama mengikuti kegiatan. Selain itu dapat di implementasikan
melalui penguatan, yang merupakan bagian dari modifikasi tingkah laku pendidik
terhadap peserta didik yang akan dilakukan secara berulang. Penguatan salah satu
bentuk penciptaan suasana belajar yang menyenangkan, dimana memiliki tujuan positif
agar dapat lebih meningkat.
B. Rumusan Masalah
a. Bagaiamana cara mengimplentasikan penguatan pembelajan PAUD ?
b. Mengapa perlu adanya penguatan dalam pembelajaran ?
C. Tujuan
Tujuan dari materi ini ialah, agar pembaca mampu memahami makna dari penguatan
pembelajaran serta dapat di salurkan kepada orang yang membutuhkan.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Penguatan
Hasibuan dan Moedjiono mengartikan pemberian penguatan sebagai tingkah
laku guru merespon secara positif suatu tingkah laku tertentu anak yang memungkinkan
tingkah laku tersebut timbul kembali. Penguatan dapat berupa penguatan verbal dan
nonverbal.1 Penguatan verbal dapat berupa pujian, nasihat, dan dorongan. Sedangkan
penguatan nonverbal dapat berupa acungan jempol, senyuman, kegiatan yang
menyenangkan, dan pemberian bintang pada hasil tugas anak. Penguatan verbal dan
nonverbal dapat digunakan secara bersama agar penguatan yang diberikan semakin
bermakna dan efektif, yaitu dengan memperhatikan karakteristik anak, cara guru
memberikan penguatan, dan kebutuhan anak terhadap penguatan.
Penguatan penting untuk diberikan kepada anak selama kegiatan pembelajaran
berlangsung. Departemen pendidikan dan kebudayaan dalam Moeslichtoen R.
menjabarkan bahwa tujuan program kegiatan belajar anak TK adalah untuk membantu
meletakkan dasar kearah perkembangan sikap, pengetahuan, keterampilan, dan daya
cipta yang diperlukan oleh anak didik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan dan
untuk pertumbuhan selanjutnya.2 Anakmembutuhkan penguatan dan pengakuan dari
guru terhadap perkembangan belajarnya. Guru dapat memberikan penguatan dengan
bimbingan selama mengerjaan tugas, memberi contoh cara belajar yang benar, dan
memberikan apresiasi terhadap kinerja dan hasil tugas/karya anak. Anak akan
termotivasi belajar ketika guru memberikan pujian dan nilai positif terhadap proses dan
hasil belajar anak.
Keterampilan memberi penguatan memang terlihat sederhana dan mudah, akan
tetapi sulit dilakukan apabila guru tidak memahami makna yang ingin dicapai dalam
keterampilan memberi penguatan (Marno dan M. Idris).3 Guru harus bijaksana dalam
memberikan penguatan agar penguatan yangdiberikan tidak memberikan hasil negatif
dan berdampak buruk bagi anak. Penguatan yang guru berikan kepada anak diharapkan
dapat menjadi salah satu cara untuk mencegah dan mengatasi permasalahan anak yang
terjadi di dalam kelas selama proses belajar mengajar berlangsung. Penguatan yang
1
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, Jakarta: 2002, PT Rineka Cipta, 80.
2
Moeslichatoen R., Metode Pengajaran di Taman Kanak-kanak. Jakarta: 2004, PT Rineka Cipta, 3.
3
Marno & M. Idris, Strategi & Metode Pengajaran (Menciptakan Keterampilan Mengajar yang Efektif
dan Edukatif), Yogyakarta: 2010, Ar Ruzz Media, 132.
2
diberikan kepada anak secara tidak langsung mempengaruhi motivasi (Syaiful Bahri
Djamarah) dan minat anak untuk belajar dengan baik, meningkatkan keaktifan,
partisipasi dalam belajar, mengembangkan potensi diri, dan kemampuan anak dapat
berkembang dengan baik.4
B. Jenis-jenis Penguatan
Kaitannya dengan pemberian penguatan pada anak, dikenal dengan dua jenis
penguatan, yaitu penguatan positif dan penguatan negatif. Frieman mengartikan
penguatan positif sebagai frekuensi respon meningkat karena diikuti dengan stimulus
yang mendukung (rewarding). Sedangkan penguatan negatif diartikan dengan
frekuensi respon meningkat karena diikuti dengan penghilangan stimulus yang
merugikan (tidak menyenangkan). Frieman menjelaskan perbedaan mendasar antara
penguatan positif dan penguatan negatif, yaitu dalam penguatan positif ada sesuatu
yang ditambahkan atau diperoleh, sedangkan dalam penguatan negatif adanya sesuatu
yang dikurangi atau dihilangkan. Penguatan negatif meningkatkan kemungkinan
terjadinya suatuperilaku, sedangkan hukuman menurunkan kemungkinan terjadinya
perilaku.
4
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik (dalam Interaksi Edukatif), Jakarta: 2005, PT Rineka
Cipta, 118.
5
Hamid Darmadi, Kemampuan Dasar Mengajar (Landasan Konsep dan Implementasi). Bandung: 2010,
Alfabeta, 2.
6
Udin Syaefudin Saud, Pengembangan Profesi Guru, Bandung:2010, Alfabeta, 65.
3
sekali. Penguatan verbal merupakan kata-kata dan kalimat yang diucapkan guru
kepada anak sebagai upaya untuk memberikan umpan balik terhadap perilaku
anak. Penguatan verbal dalam penelitian ini adalah segala bentuk yang guru
ucapkan baik berupa pujian, persetujuan, dan nasihat untuk mendorong perilaku
positif dan belajar anak selama kegiatan pemberian tugas.
Lebih lanjut, Cynthia Witham (2003: 22-23) menyebutkan unsur-unsur
memuji agar pujian yang diberikan pada anak efektif, yaitu: 7
a. Pujilah tindakannya. Pujilah tindakan yang dilakukan anak karena ingin
menanggapi perilaku anak, bukan anak sebagai pribadi. Contoh, “Bagus
sekali kamu sudah merapikan alat tulis,” bukannya “Anak baik.”
b. Waktu. Pujilah anak sesegera mungkin, selama atau setelah anak melakukan
tindakan.
c. Mata. Lakukan kontak dengan anak. Yakinlah bahwa anak mendengar apa
yang guru ucapkan. Buatlah anak mendatangi guru atau guru yang
mendatangi anak.
d. Tubuh. Berlutut atau membungkuk agar tinggi guru sama dengan anak, akan
membuat anak merasa nyaman dan merasakan dukungan serta antusiasme
guru.
e. Wajah. Tersenyum terhadap perilaku baik yang ditunjukkan anak.
f. Nada suara. Nada suara harus mengekspresikan perasaan senang yang guru
rasakan terhadap tindakan yang dilakukan anak.
g. Kata-kata. Kata-kata yang digunakan harus singkat, jelas, dan positif.
Sebutkan perilaku positif yang dilakukan anak dan ucapkan dengan tulus.
h. Buatlah pujian berarti. Berikan perhatian positif yang paling disukai anak,
apakah verbal, nonverbal, pelan atau keras, di depan orang lain atau
dibisikkan ke telinga anak, dan buatlah pujian tersebut berarti bagi anak.
i. Hindari sarkasme. Pujian yang diberikan tidak boleh mengandung nada
sinis. Contoh, “bagus, tapi kalau kamu bisa menyelesaikan lebih
cepat…….‟ Maupun dengan kalimat “Sudah kubilang……”
b. Penguatan Non-verbal
7
Whitha, Cynthia, Mengatasi Rengekan dan Perilaku Buruk Anak, (Alih Bahasa: Rochayati Rahayu),
Jakarta: 2003, PT Gramedia Pustaka Utama, 22-23.
4
Hamid Darmadi berpendapat bahwa penguatan nonverbal adalah penguatan
yang dinyatakan dengan bahasa tubuh (body language). Irawati Istadi memaknai
penguatan nonverbal atau penguatan fisik adalah perhatian yang dilakukan secara
fisik berupa elusan di kepala, acungan jempol, atau sekedar terangkatnya alis mata
karena ekspresi kagum sebagai umpan balik positif terhadap perilaku baik yang
dilakukan anak.8 Moh.Uzer Usman mendefinisikan penguatan nonverbal sebagai
gerak isyarat sebagai modifikasi tingkah laku guru terhadap tingkah laku siswa
yang bertujuan untuk memberikan umpan balik.
Pemberian penguatan apabila dilakukan dengan cara dan prinsip yang benar
dapat mengefektifkan pencapaian tujuan penggunaan penguatan, yaitu:
8
Irawati Istadi, Agar Hadiah dan Hukuman Efektif, Jakarta:2006, Pustaka Inti, 39.
5
e. Mengendalikan serta memodifikasi tingkah laku anak yang kurang positif
serta mendorong munculnya tingkah laku yang positif.
9
Hurlock, Elizabet B, Perkembangan Anak (Child Development 6th ed), (Alih Bahasa: dr. Med.
MeitasriTjandrasa). Jakarta: 2008, Erlangga, 90.
6
yang kompleks sehingga sebaiknya dihindari. Banyak akibat yang tidak
dikehendaki muncul seperti anak menjadi frustasi, menjadi pemberani (dalam hal
negatif), dan hukuman dianggap sebagai kebanggaan.
b) Penggunaan bervariasi
Penggunaan penguatan yang bervariasi membuat anak menjadi lebih bersemangat
dan tidak jenuh serta bosan.
c) Bermakna
Penguatan hendaknya diberikan sesuai dengan tingkah laku dan penampilan anak
sehingga anak mengerti dan yakin bahwa dia berhak untuk mendapatkan penguatan.
7
a. Penguatan seluruh kelompok
Pemberian penguatan kepada seluruh anggota kelompok dalam kelas
dapat dilakukan secara terus menerus seperti halnya pada pemberian
penguatan untuk individu.
b. Penguatan yang ditunda
Penundaan penguatan pada umumnya kurang efektif dibandingkan
dengan pemberian penguatan secara langsung. Akan tetapi, penundaan
penguatan dapat dilakukan dengan memberi penjelasan atau isyarat verbal
bahwa penghargaan tersebut ditunda dan akan diberikan kemudian.
c. Penguatan partial
Penguatan partial sama dengan penguatan sebagian-sebagian atau tidak
berkesinambungan, diberikan kepada anak untuk sebagian responnya.
Penguatan tersebut digunakan untuk menghindari penguatan negatif dan
pemberian kritik.
d. Penguatan perorangan
Penguatan perorangan merupakan pemberian penguatan secara khusus.
Misalnya dengan menyebut kemampuan, penampilan, maupun nama anak.
Sejalan dengan pendapat Syaiful Bahri Djamarah, Moh. Uzer Usman (2002: 83)
menyebutkan bahwa ada beberapa cara dalam menggunakan penguatan, yaitu:
a) Penguatan kepada pribadi tertentu
Penguatan harus jelas kepada siapa penguatan ditujukan. Guru dapat
menyebut nama anak terlebih dahulu sebelum memberi penguatan dengan
menatap kepadanya.
b) Penguatan kepada kelompok
Penguatan diberikan kepada kelompok dan seluruh anggota dalam
kelompok tersebut.
c) Pemberian penguatan dengan segera
Guru segera memberikan penguatan setelah anak melakukan kegiatan atau
perilaku yang diharapkan.
8
Pendapat yang sejenis dikemukakan oleh Ronald L. Partin (2009: 32-33) yang
menyebutkan beberapa cara menggunakan penguatan positif di dalam kelas, yaitu:
a. Memberikan penguatan positif kepada anak yang berperilaku positif
Anak yang menunjukkan perilaku yang diinginkan berhak untuk
mendapatkan pujian guru, seperti memberikan pujian terhadap aktivitas yang
sedang dikerjakan anak.
b. Tujuan guru memberikan penguatan positif kepada anak adalah untuk
membawa anak dari penguatan ekstrinsik menuju penguatan intrinsik, yaitu
anak secara alamiah termotivasi dari dalam diri sendiri.
c. Gunakan sanjungan dengan efektif
Banyak anak yang berperilaku positif dan belajar dengan baik tetapi
jarang mendapatkan perhatian dari guru. Sanjungan yang dilakukan guru dapat
meningkatkan motivasi anak untuk belajar dan berperilaku positif.
d. Berikan imbalan terhadap kelompok yang melakukan kegiatan dengan baik.
e. Gunakan imbalan yang bervariasi agar penguatan efektif.
9
wilayah akademik. Dengan demikian prestasi akademik menjadi baik. Berpikir berbasis
saintifik adalah berpikir dalam memahami sebuah permasalahan dan berpikir mencari
jalan untuk menyelesaikan permasalahan.
Implementasi pendekatan saintifik pada pendidikan anak usia dini adalah
pengenalan proses saintifik. Hal ini dapat dilakukan dengan cara melibatkan anak
secara langsung dalam proses pembelajaran. Berikut dalam tahapan proses
pembelajaran:
1. Mengamati (observing)
Mengamati merupakan aktivitas yang menggunakan pancaindera (pendengaran,
penglihatan, pengecap, penghirup dan peraba) untuk mengenali suatu benda.
Dengan demikian, semakin banyak indera yang digunakan, maka semakin banyak
informasi yang diperoleh. Informasi tersebut diproses dalam otak. Proses
mengamati dilakukan anak secara mandiri atau berkelompok.
Kegiatan mengamati yang dilakukan anak adalah mengamati gambar pada buku
ensiklopedi yang dibawa oleh guru, mengamati mainan pesawat dan helikopter dan
memegang mainan tersebut secara bergantian, menonton video pesawat landing dan
take off yang ditanyangkan oleh guru. Dalam kegiatan mengamati guru
memberikan kesempatan kepada anak untuk mengamati dengan melibatkan banyak
indra, dengan mata anak melihat gambar pesawat, kapal, video dan yang dilihatkan
oleh guru, sehingga siswa dapat melihat bentuk, warna, serta gerak suatu objek.
Dengan pendengaran siswa bisa mendengarkan penjelasan guru dan suara pesawat
dari video yang diputarkan oleh guru. Dengan perabaan mereka bisa memegang
mainan pesawat untuk melihat dan memegang bagian-bagian pesawat dan
menjalankan pesawat.
2. Menanya (questioning)
Menanya merupakan aktivitas mencari tahu atau mencocokkan pengetahuan
yang sudah dimiliki dengan pengetahuan baru yang dipelajari. Pada dasarnya anak
adalah seorang peneliti. Anak selalu ingin tahu sesuatu yang baru. Terkadang
pertanyaannya diluar dugaan. Dengan demikian proses saintis terjadi dari pikiran
kritisnya. Peran guru harus mampu menstimulus pertanyaan yang berasal dari anak.
Apabila tersedia media (buku) yang isinya sesuai tema, dapat digunakan sebagai
sarana menjawab pertanyaan. Kegiatan menanya dan bertanya antara guru dan anak
adalah sebagai proses menggali pengetahuan baru. Guru dapat membantu anak
10
untuk menyusun pertanyaan yang ingin mereka ketahui. Dalam proses
pembelajaran fungsi bertanya adalah sebagai pendorong dan menginspirasi peserta
didik untuk aktif belajar, serta mengembangkan pertanyaan dari dan untuk dirinya
sendiri. Dalam pembelajaran guru memberikan pertanyaan-pertanyaan terkait tema
pembelajaran, guru memberikan penjelasan sederhana, dan memberikan beberapa
pertanyaan kepada anak, dalam bertanya yang dominan bertanya adalah guru,
sedangkan dari anak hanya beberapa saja yang bertanya. Ketika anak
menyampaikan pertanyaan baik terkait tema maupun tidak, guru memberikan
tanggapan apa yang menjadi pertanyaan anak. Sifat dasar anak adalah bertanya,
sebagai guru atau orang tua jangan bosan-bosan menjawab pertanyaan anak,
meskipun menanyakan hal-hal yang diluar pelajaran, hal-hal yang abstrak atau
menanyakan hal yang sama secara berulang-ulang. Perilaku mengajukan
pertanyaan adalah mencerminkan logika proses berpikir anak, bertanya dapat
membangkitkan rasa ingin tahu anak serta memicu kreativitas anak.
3. Mengumpulkan (collecting)
Mengumpulkan informasi merupakan tindak lanjut dari proses bertanya. Proses
pengumpulan informasi dilakukan dengan melibatkan seluruh sumber belajar yang
ada di lingkungan bisa didapat dari buku, internet, orang tua, mengamati
objek/kejadian, akativitas wawancara dengan narasumber, kunjungan tempat dan
sebagainya, sehingga guru bukan sumber informasi utama dalam belajar. Dalam
mengumpulkan informasi, informasi masih banyak yang bersumber dari guru, guru
membawa buku, video, gambar dan alat peraga, kemudian anak memperhatikan,
mendengar dan melihat sumber belajar yang dibawa oleh guru untuk mendapatkan
informasi. Informasi yang bersumber dari anak belum dimunculkan, guru belum
memberikan kesempatan kepada anak untuk berbagi pengalaman tentang hal yang
dipelajari hari ini, melalui cerita dan lain-lain. Dampak yang muncul dengan
pembiasaan anak mengumpulkan informasi dari berbagai sumber belajar dan
berbagia cara adalah sikap teliti, jujur, sopan, menghargai pendapat orang lain,
kemampuan berkomunikasi . Bentuk dukungan yang diberikan kepada anak dalam
mengumpulkan informasi diantaranya: guru memberikan waktu cukup dalam
kegiatan pengamatan, bereksplorasi dan lain-lain agar anak mendapatkan
pengetahuan dan informasi yang detail dan lebih rinci. Guru memfasilitasi kegiatan
pengamatan, eksperimen dan lain-lain pada anak, ketika anak bertanya guru
11
berusaha menjawab sebagai bentuk perhatian guru kepada anak sehingga anak
merasa percaya diri.
4. Menalar/Mengasosiasi (associating)
Kegiatan menalar atau mengasosiasi merupakan proses dalam anak
menghubungkan pengalaman baru dengan pengetahuan lama. Dalam Pedoman
Pengelolaan Pembelajaran PAUD, tahap menalar dilakukan melalui tiga kegiatan
utama, yaitu: membandingkan (comparing), mengelompokkan (classifiying),
pengukuran (measuring using tools). Dalam kegiatan menalar anak masih
dibimbing oleh guru, seperti dalam hal menghubungkan informasi satu dengan
informasi lain. Kegiatan menalar merupakan hal yang penting dan harus dimiliki
peserta didik, karena melalui kegiatan ini peserta didik akan dapat mengolah
informasi dengan mengaitkan informasi satu dengan lainnya yang kemudian perlu
menarik kesimpulan. Peran guru sebaiknya dapat mengajak anak untuk berpikir
secara logika. Anak diupayakan dapat mengasosiasikan atau menghubungkan
pengetahuan baru. Proses asosiasi penting bagi anak untuk membangun
pemahaman baru tentang dunia di sekelilingnya. Strategi guru untuk memunculkan
kemampuan asosiasi dapat dilakukan dengan memancing pernyataan.
5. Mengkomunikasikan (communicating)
Keterampilan mengkomunikasikan dalam kegiatan pembelajaran adalah
menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara
lisan, tertulis, atau media lainnya, kemudian dikembangkan atau dituangkan ke
dalam berbagai hasil karya. Mengkomunikasikan merupakan proses penguatan
pengetahuan baru yang didapat oleh anak. Mengkomunikasikan dilakukan dengan
verbal, gerakan, hasil karya. Pada pembelajaran saintifik guru memberikan
kesempatan kepada anak untuk mengkomunikasikan apa yang telah mereka
pelajari. Hasil tersebut dinilai oleh guru sebagai hasil belajar anak. Anak biasanya
menyampaikan dengan cara menunjukkan karya. Peran guru yang tepat akan
menguatkan pemahaman anak terhadap pengetahuan, sehingga proses berpikir
kritis dan kreatif dapat berkembang. Demikian sebaliknya, apabila guru
mengabaikan pendapat anak atau cenderung menyalahkan. Dampak terhadap anak
menjadi pasif, tidak ada keinginan mencari tahu dan mencoba.10
10
Erni Munastiwi, “Implementasi Pendekatan Saintifik pada Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD)”, Al-Athfal Jurnal Pendidikan Anak Vol.1, No.2, (2015), 48-49.
12
H. Pendekatan pembelajaran STEAM
Pendekatan pembelajaran STEAM dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan
pembelajaran abad 21, dimana anak diharapkan memiliki kemampuan berpikir analitis,
kreatif, komunikatif dan mampu berkolaborasi dengan orang lain. STEAM merupakan
pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan ilmu sains (science), teknologi
(technology), teknik (engineering), seni (art), matematika (math). Mungkin istilah-
istilah ini tampak begitu jauh dari kehidupan anak usia dini. Namun Educational
Playcare, menjelaskan bahwa dengan STEAM anak dapat membangun fondasi yang
kuat untuk pembelajaran di masa depan dengan mengeksplorasi ketrampilan dan
konsep STEAM melalui permainan atau berbagai kegiatan. Hal ini sesuai dengan
pendapat Helen, bahwa pembelajaran berbasis STEAM membuat anak berpikir kritis,
komprehensif dan dapat menstimulasi anak agar dapat memecahkan masalah.
Pembelajaran STEAM tanpa disadari, dapat terjadi secara alamiah setiap hari saat anak
melakukan kegiatan bermain, baik di sekolah maupun di rumah. Dengan mencoba hal-
hal baru, anak terus bereksplorasi mencari tahu dengan cara pandangnya sendiri.
Salah satu unsur yang penting dan menarik dari pendekatan STEAM adalah
penggunaan loose-parts. Loose-parts merupakan barang-barang yang mudah
ditemukan sehari-hari di lingkungan sekitar anak, yang dapat digunakan sebagai media
pembelajaran. Alam penuh dengan barang yang dapat digunakan sebagai loose-parts,
seperti ranting, biji pinus, kancing, kerang, daun, bunga dan benda alam lainnya.
Dengan demikian, guru dapat mengumpulkan barang loose-parts dari manapun, tanpa
mengeluarkan biaya. Barang loose-parts ini tidak hanya mendukung perkembangan
anak, tetapi juga membantu anak untuk menghubungkan dirinya dengan
lingkungannya.
Ketika anak menggunakan benda-benda di alam, ia dapat menggunakannya untuk
apapun sesuai dengan ide anak. Ini akan mengembangkan imajinasi, kreativitas, bahasa
dan pengetahuan anak. Educational Playcare menjelaskan bagaimana intergrasi
STEAM untuk anak usia dini :
1. Sains mendorong anak untuk mencari tahu, menjawab pertanyaan dan
seringkali anak dapat melakukan eksperimen.
2. Teknologi mengacu pada penggunaan alat-alat sederhana seperti: gunting,
crayon, spidol, penggaris, dan lain-lain.
13
3. Teknik (engineering) mengacu pada proses ketika anak bekerja atau menguji
sesuatu.
4. Seni mendorong kreativitas anak dan memungkinkan anak dapat
mendesripsikan konsep yang mereka dapati.
5. Matematika berhubungan dengan angka, pola dan bentuk-bentuk.
Ada 5 model pendekatan STEAM yang dapat diterapkan oleh guru dalam proses
pembelajaran:
a. Keterlibatan (engage)
Guru mengajak anak terlibat lebih jauh dalam kegiatan yang bermuatan STEAM
berdassarkan pengalaman sebelumnya.
b. Eksplorasi
Guru memberi kesempatan pada anak untuk dapat membangun pemahamannya
atau pengetahuannya sendiri, sehingga dapat mencari alat bahan yang ingin
digunakan.
c. Explain (menjelaskan)
Guru memfasilitasi anak untuk dapat mengkomunikasikan apa yang telah
dipelajari dan memahami maknanya.
d. Elaborasi (terperinci)
Guru memfasilitasi anak untuk memperdalam kefahaman konsep dan
menyesuaikan dengan ketrampilan praktis.
e. Evaluasi
Guru mengajak anak mengevaluasi kembali kegiatan yang telah dilakukan.
Dalam menerapkan STEAM pada anak usia dini, guru juga diharapkan
memahami pola pikir STEAM untuk mendukung perkembangan anak mereka. Menurut
Ailce, pola pikir STEAM dibagi menjadi 5 tahap :
a.) Observasi, dimana guru mengajak anak untuk melakukan pengamatan dalam
menemukan masalah pada kegiatan bermain.
b.) Pertanyaan, dimana guru memotivasi anak dengan memunculkan rasa ingin
tahu, sehingga anak terstimulasi untuk mencari pemecahan masalahnya.
c.) Prediksi, dimana guru mengajak anak untuk membuat prediksi pemecahan
masalah.
14
d.) Eksperimen, dimana guru mengajak anak untuk melakukan uji coba yang
direncanakannya sehingga anak merasa percaya diri dan mampu.
e.) Diskusi, dimana guru mengajak anak untuk mengkomunikasikan atau
mendiskusikan hasil cobanya.11
11
Virgilia Zephanya Bratanoto, dkk, “Penguatan Pembelajaran Jarak Jauh Anak Usia Dini Melalui
Pendekatan STEAM Dan Pemberdayaan Keluarga”, SEMINAR NASIONAL PASCASARJANA, (2020), 663-665.
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penguatan pembelajaran PAUD yang berbasis akan menjadi efektif jika perubahan
tersebut dilakukan melalui pengembangan kurikulum PAUD yang diperkaya dengan
nilai-nilai bela negera. Memasukan unsur-unsur bela Negara ke dalam kurikulum
dimungkinkan karena akreditasi PAUD memberikan peringkat yang tinggi jika
kurikulum ditinjau ulang setiap tahun. Disamping itu struktur kurikulum yang dibangun
di dalam PAUD telah memberikan ruang yang luwes untuk menyerap unsur-unsur
pembelajaran local sehingga nilai-nilai bela Negara dapat dimasukan untuk diterapkan
dalam proses kegiantan belajar dan mengajar (KBM). Dalam setiap tindakan penguatan
yang diberikan harus memperhatikan intonasi, mimik dan gestur, jeda waktu, dan
kebermaknaan dari penguatan yang diberikan oleh guru. Anak-anak yang diberikan
penguatan positif secara berkualitas cenderung akan mempertahankan atau
meningkatkan perilaku baiknya.
16
DAFTAR PUSTAKA
Bratanoto, Virgilia Zephanya., dkk. (2020). Penguatan Pembelajaran Jarak Jauh Anak
Usia Dini Melalui Pendekatan STEAM Dan Pemberdayaan Keluarga.
SEMINAR NASIONAL PASCASARJANA.
Hamid Darmadi. (2010). Kemampuan Dasar Mengajar (Landasan Konsep dan
Implementasi). Bandung: Alfabeta.
Hurlock, Elizabet B. (2008). Perkembangan Anak (Child Development 6th
ed).(AlihBahasa: dr. Med. MeitasriTjandrasa). Jakarta: Erlangga.
Irawati Istadi. (2006). Agar Hadiah dan Hukuman Efektif. Jakarta: Pustaka Inti.
Marno & M. Idris. (2010). Strategi & Metode Pengajaran (Menciptakan Keterampilan
Mengajar yang Efektif dan Edukatif). Yogyakarta: Ar Ruzz Media.
Moeslichatoen R. (2004). Metode Pengajaran di Taman Kanak-kanak. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Moh. Uzer Usman. (2002). Menjadi Guru Profesional. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Munastiwi, Erni. (2015). Implementasi Pendekatan Saintifik pada Pembelajaran
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Al-Athfal Jurnal Pendidikan Anak Vol:
2(1).
Udin Syaefudin Saud. (2010). Pengembangan Profesi Guru. Bandung: Alfabeta.
Whitha, Cynthia. (2003). Mengatasi Rengekan dan Perilaku Buruk Anak. (Alih Bahasa:
Rochayati Rahayu). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
17