Anda di halaman 1dari 13

DAKHIL WA ISRAILLIYAT

KISAH DZULKARNAIN

Dosen Pengampu :

Hepni Putra, LC., M.AG.

Disusun oleh :

HABIB JOYO NEGORO (12109049)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONTIANAK

TAHUN AJARAN 2021/2022


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah karena nikmat-Nya penulis bisa menyelesaikan tugas
makalah ini dengan tepat waktu dengan judul “Permohonan Musa untuk Melihat
Allah”. Sholawat teriringkan salam tak lupa penulis haturkan kepada baginda Nabi
Muhammad SAW yang mana telah membawa kita ke zaman yang terang benderang
seperti sekarang ini.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Hepni Putra, LC.,
M.AG. selaku dosen pengampu mata kuliah dakhil wa israilliyat yang mana telah
memberikan penulis amanah untuk membuat makalah ini. Tentunya penulis
menyadari bahwa makalah penulis banyak kekurangan ataupun kesalahan, karena
penulis sendiri masih proses belajar. Oleh karena itu, penulis harapkan masukkan
berupa saran maupun kritikan agar bisa memperbaiki lebih baik lagi. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri maupun untuk para pembaca.

Pontianak, 6 Desember 2022

Penuli

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................

DFATAR ISI ..................................................................................................

BAB 1 PENDAHULUAN ..............................................................................

A. Latar belakang.........................................................................................................
B. Rumusan masalah ..................................................................................................
C. Tujuan masalah........................................................................................................

BAB 2 PEMBAHASAN ......................................................................................................

A. Tinjauan umum irailliayat......................................................................................

iii
BAB I
A. Latar Belakang
PENDAHULUAN

Pada awalnya Sejarawan ataupun Ahli Tafsir baik itu dari kalangan Muslim
ataupun Barat yang ingin meneliti atau mengunggkap misteri Di antara surah-surah yang
terdapat di dalam al-Qur’an adalah surah Al Kahfi yang berisi beberapa kisah dan berita,
seperti kisah penghuni gua, kisah Nabi Khidir bersama Nabi Musa, kisah Dzulkarnain
bersama Ya’juj dan Ma’juj serta berbagai peristiwa dan masalah penting yang terkait
dengannya. Semua kisah tersebut mengandung banyak misteri dan ketidak jelasan.
Bahkan sebagian ahli tafsir dan para ulama yang aktif dan menekuni di bidang ilmu al-
Qur’an menganggapnya sebagai alghaibiyat (masalah-masalah misterius) yang tidak dapat
ditangkal akal pikiran manusia. Walaupun kisah Dzulkarnain bersama Ya’juj dan Ma’juj
mengandung banyak misteri dan teka-teki, tetapi perhatian terhadap upaya untuk
menguak misteri di baliknya tidak pernah berhenti sejak surah al-Kahfi di wahyukan
kepada Nabi Muhammad Shallahu Alaihi Wassalam, salah satubentuk perhatian yang di
berikan oleh para ulama’ pada kisah tersebut adalah, memasukkan unsur israiliyaat pada
kitab tafsir mereka.
Adapun pada penelitian kali ini, peneliti hendak mengkaji fenomena siispan
(dakhil) yang ada pada surah al-Kahfi, terutama yang trkait pada kisah-kisah yang
menceritakan tentang kisah Dzulkarnaen, kemudian peneliti mencoba untuk memaparkan
serta mengklasifikasikan apakah kisah tersebut dapat di terima atau di tolak (mardud)

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa makna Israilliyat ?
2. Bagaimana kisah pertemuan Nabi Musa dengan Allah ?
3. Bagaimana penafsiran menurut Quraiys Shihab tentang kisah tersebut ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui makna Israilliyat.
2. Untuk mengetahui kisah pertemuan Nabi Musa dengan Allah.
3. Untuk mengetahui penafsiran menurut Quraiys Shihab tentang kisah tersebut.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tinjauan Umum
Israiliyat

Menurut Zainul Hasan Rifa'i, masuknya israiliyyat dalam penafsiran al-Qur'an


terutama yang bertentangan dengan prinsif asasinya banyak menimbulkan pengaruh
negatif pada Islam. Diantaranya adalah merusak akidah umat Islam, seperti yang
dikemukakan oleh Mudatil ataupun Muhammad dengan Zainab binti Jahsyi yang
keduanya mendiskriditkan pribadi Nabi yang ma'shum Berta menggambarkan Nabi
sebagai pemburu nafsu seksual. Hal ini membawa kesan bahwa Islam adalah agama
khurafat, takhayul
[10.43, 6/12/2022] .: yesatkan. Hal ini tampak pada riwayat al-Qurthubi ketika
menafsirkan firman Allah swt surat al-Mukmin: ayat 7 , yaitu : "para malaikat
memikul arsy 'dan yang disekitarnya bertasbih memuji Tuhan..." Ayat ini
ditafsirkan dengan mengatakan "Kaki malaikat pemikul `arsy berada di bumi paling
bawah, sedangkan kepalanya menjulang ke 'arsy.(Anwar, 1999: 72) Ditambahkannya
imasuknya israiliyyaat ini memalingkan perhatian umat Islam dalam mengkaji soal-soal
kilmuan Islam. Dengan larutnya umat Islam ke dalam keasyikan menikmati kisah-
kisah israiliyyaat, mereka tidak lagi antusias memikirkan hal-hal makro, sepertisibuk
dengan nama dan anjing Ashabul Kahfi, jenis kayu dari tongkat Nabi musa as,
nama binatang yang ikut serta dalam perahu Nabi Nuh as dan sebagainya dimana
perincian itu tidak dinamakan dalam al-Qur'an karena memang tidak bermanfaat.
Sekiranya bermanfaat al-Qur'an tentu menjelaskan.Selanjutnya adz-Dzahabi
mengatakanisrailiyyat akan merusak akidah kaum muslimin karena mengandung
unsur penyerupaan dan pengkongkritan (tasybih dan tajsim) kepada Allah dan
mensifati Allah dengan sifat yang tidak sesuai keagungan dan kesempumaan-Nya.
cerita itupun mengandung unsur ismah (terpeliharanya) Nabi dan para Rasul dari
dosa, menggambarkan mereka dalam bentuk yang menonjol syahwatnya, mendorong
mereka pada perbuatan-perbuatan buruk yang tidak pantas dan layak bagi orang
yang adil, apalagi orang yang menjadi Nabi. Lebih lanjut beliau menjelaskan
israiliyyat memberikan gambaran seolah-olah Islam agama khurafat dan kebohongan
yang tidak ada sumbernya. Terhadap israiliyyat ulama salaf yang tokohnya antara lain
Ibnu Taimiyah melihat tiga bagian, ada yang sejalan dengan Islam perlu dibenarkan
dan diriwayatkan, sedangan yang masuk bagian yang tidak sejalan harus ditolak dan
3
tidak boleh diriwayatkan. Sedangkan yangtidak masuk bagian pertama dan kedua
tidak perlu dibenarkan dan didustakan, tetapi boleh diriwayatkan. Pendapat serupa
dikemukakan oeh lbu Hajar al-Asqalani. Di kalangan ulama khalaf seperti Muhammad
Abduh, Rasyid Ridha, Musthafa al-maraghi, Mahmud Syaltut, Abu Zahrah dan al-
Biqa'i. Diantara para ulama ini Muhammad Abduh paling gencar mengkritik
kebiasaan ulama Tafsir yang banyak menggunakan israiliyyat dalam menafsirkan
al-Qur'an. Menurut Muhammad Abduh menggunakan israiliyyat adalah cara yang
mendistori pemahaman terhadap Islam. Sikap keras serupa diperlihatkan oleh Rasyid
Ridha (murid Abduh). Ia mengatakan riwayat israiliyyat yang secara eksterim
diriwayatkan oleh para ulama telah keluar dari konteks al-Qur'an. Lebih
[10.44, 6/12/2022] .: s al-Maraghi mengatakan kitab-kitab tafsir keluar dari konteks
israiliyyat yang tidak jelas kualitasnya. Sikap negatif yang sama juga, diperlihatkan
oleh Muhammad Syaltut, israiliyyat menurutnya hanya menghalangi umat Islam
menemukan petunjuk al-Qur'an. Kesibukan mempelajarinya telah memalingkan
mereka dari intan dan mutiara yang terkandung dalam al-Qur'an. Abu Zahrah mengatakan
israiliyyat harus dibuang karena tidak berguna dalam memahami al-Qur'an. Bahkan al-
Biqa'i berargumentasi dengan israiliyyat adalah sesuatu yang mungkar.Ibnu Katsir
mengkaitkan israiliyyat itu dengan pernyataan bahwa Imam Bukhari telah meriwayatkan
dalam kItabnya Shahihnya yang diterima dari Muhammad bin Sinan. dari Fulai, dari
Hilal bin Ali dengan tambahan redaksinya berbunyi, "dan bagi sahabat-sahabatnya di
pasar, Nabi tidak pernah membalas keburukan dengan keburukan, tetapi ia
senantiasamempunyai sifat pemaaf. Keberadaan israiliyyat itu dalam shahih Bukhari
menunjukan bahwa kwalitas sanadnya shahih. Demikian pula israiliyyat ada yang
memiliki kualifikasi tidak dapat diterima dan tidak pula dapat didustakan
kebenarannya(maukuf).Dari israiliyyat-israiliyyat yang mewarnai kitab tafsir, menurut
pendapat saya, sebelum menjadi dasar menafsiran ayat al-Qur'an seorang mufasir
harus bersikap extra hati-hati. Metodenya adalah melakukan studi kritis sanad,
dengan meyebutkan nama-nama rawi yang terlibat dalam transmisian sebuah riwayat
sehingga didapati riwayat yang didasarkan pada sanad yang sahih. Pencantuman
israiliyyat dalam tafsir harus diberi komentar tidak sekedar "taken for granted" saja
sehingga membingungkan para pembaca tafsir apa pendapat pengarang sebenarnya,
apakah mendukung atau tidak terhadap israiliyyat yang dicantumkan dalam tafsirnya.
Yang kedua harus diperhatikan kesesuaiannya dengan syari'at Islam, persesualan ini
dengan pada al-Qur'an dan Hadits Nabi. Yang ketiga apakasesuaidengan rasio atau
4
B. Sejarah Dzulkarnaen
Kisah Dzulkarnain ini muncul kira-kira semenjak tahun 300 SM dan dituliskan
pada kira-kira 200 SM. Penulis cerita Dzulkarnain ini bernama Callisthenes
dan bukunya itu dikenal dengan nama “Pseudo Callisthenes”. Dikatakan
‘Pseudo’ karena bukunya itu merupakan kumpulan antara sejarah dengan
mitos. Beberapa unsur mitos (dongeng) dari timur yang dimasukkan ke dalam
bukunya itu, antara lain cerita mengenai Ya’juj dan Ma’juj (Gong dan
Magong), yang telah ada sebelum Dzulkarnain Menurut Yaqut al-Hamawi,
penulis Mu’jam al-Buldan, berpendapat tentang Iskandar, “ Iskandar
Zulkarnaian I adalah orang yang mengelilingi bumi dan mencapai banyak
kegelapan. Dia merupakan sahabat Nabi Musa dan Nabi Khidhir. Dia yang
membangun tembok. Dia adalah seorang yang mukmin”. Ulrich Wilchaken
berpendapat dalam pendahuluan Alexander The Great-nya menulis, terdapat
banyak pribadi yang tergambar dalam benak semua orang tentang Dzulkarnain,
menurut Ulrich ada tiga sosok. Sosok pertama adalah sosok Iskandar yang
penuh mitos, sosok Iskandar seperti ini muncul dalam warisan kebangsaan 80
bangsa, mulai dari kepulauan Britania Raya sampai kepulauan Tanah Melayu,
Iskandar dalam sosok yang penuh mitos adalah tokoh pahlawan dalam
banyak gambaran sejarah keagamaan dan keduniaan Tanah Eropa, pada masa
Romantis dari abad pertengahan di Benua Eropa. Dia seorang laki-laki yang
suci dalam gambaran Talmud, yaitu seperti orang suci dalam pandangan gereja
Koptik di Mesir. Sosok kedua Dzulkarnain, menurut Wilchaken, adalah sosok
yang penuh historis yaitu anak Raja Philip II dari Makedonia. Dia pula yang
pernah menyeberangi lautan dari Eropa menuju Asia. Dia juga yang berhasil
menghancurkan Imperium Persia yang menjadi musuh bebuyutan Yunani pada
zaman itu (250 SM). Dia selalu berhasil menaklukkan kerajaan-kerajaan di
Benua Asia, seperti India sampai lembah Andez di Afganistan. Dia itulah
tokoh yang dianggap sebagai penguasa dunia yang terkenal pada masa itu.
Sedangkan sosok ketiga- yang oleh para peneliti diklaim sebagai Iskandar al-
Makduni Ada juga yang mengatakan bahwa Dzulkarnain adalah Kores, atau
Kurush, atau Cyrus, yang dilahirkan pada tahun 576 SM sebagai pendiri
kekaisaran Persia Kerajaan Persia terkenal dengan logo domba dengan 2
tanduk yang melingkar. Lalu salah seorang penulis bermanhaj salafy-
wahabbi berpendapat bahwa Dzulkarnain adalah Akhnaton atau Akhenaten
5
atau Amnihotib IV, seorang Raja Mesir yang berkuasa antara Tahun 1370-
1352 SM. Dzulkarnain sebagai sosok yang ideal dalam agama Islam bakhan
juga agama Kristen, sebagai figur agama Semitik tentunya banyak ditulis atau
dibahas dan diteliti oleh berbagai kalangan. Dalam Dua Agama Satu Tuhan,
telah menyoroti tokoh Dzulkarnain dari dua sudut pandangan yang berbeda,
baik itu dalam al-Qur’an ataupun dalam pandangan para sejarawan dari
kalangan Muslim ataupun Barat, hanya sebatas pengenalan dan belum
membahas secara spesifik figur Dzulkarnain. Sepengetahuan penulis,
pemikiran-pemikiran tentang Dzulkarnain banyak diulas oleh para penekun
Studi Agama. Secara khusus penekanan penulisan Dzulkarnain dalam Al-
Qur’an dengan Metode Komparatif adalah sebagai upaya penulis menyusun,
mensistematiskan dari banyak sumber dengan analisis yang mendalam tentang
Dzulkarnain dalam Al-Qur’an

C. Kisah Dzulkarnaen

Dalam al-Qur’an (QS. al-Kahfi 83-98) diceritakan, bahwa


Dzulqarnain pernah diminta oleh satu bangsa untuk membangun
'Tembok Pertahanan' agar selamat dari kebengisan dan kebiadaban
bangsa lain. "Berkata Dzulqarnain, 'Adapun orang yang menganiaya,
maka kelak Kami akan mengazabnya, kemudian dia dikembalikan
kepada Tuhannya, lalu Tuhan mengazabnya dengan azab yang tiada
taranya'." (Q.s. Al-Kahfi: 87). "Adapun orang yang beriman dan orang
beramal saleh, maka baginya pahala yang terbaik sebagai
balasan..."9(Q.s. Al-Kahfi: 88) Jadi, apa yang diterangkan dalam Al-
Qur'an, hanyalah mengenai perginya Dzulqarnain ke arah
terbenamnya matahari, sehingga berada pada tempat yang paling jauh.
Di situ diterangkan bahwa dia telah melihat matahari seakan-akan
terbenam di mata air tersebut, saat terbenamnya. Sebenarnya, matahari
itu tidak terbenam di laut, tetapi hanya bagi penglihatan kita saja yang
seakan tampak matahari itu terbenam (jatuh) ke laut. Padahal matahari
itu terbit menerangi wilayah (bangsa) lain. Maksud dari ayat tersebut,
bahwa Dzulqarnain telah sampai ke tempat paling jauh, seperti halnya
matahari terbenam di mata air yang kotor (berlumpur), yang
disebutkan diatas. Begitu juga maksud dari ayat tersebut, Dzulqarnain
telah sampai di tempat terjauh, yaitu terbitnya matahari dan sampai
6
bertemu pula dengan kaum Ya'juj dan Ma'juj. Dalam keadaan
demikian, Dzulqarnain tetap pada pendiriannya semula, yaitu sebagai
seorang raja yang adil dan kuat imannya, yang tidak dapat dipengaruhi
oleh hal-hal yang dikuasai dan kekuasaannya diperkuatnya dengan
misalnya membangun bendungan yang besar, yang terdiri dari bahan-
bahan besi dan sebagainya. Di dunia ini beliau selalu berkata dan
mengakui, bahwa segala yang diperolehnya sebagai karunia dari Allah
dan rahmat-Nya.

Firman Allah SWT. dalam Al-Qur'an: "Dzulqarnain berkata, 'Ini


(bendungan atau benteng) adalah suatu rahmat dari Tuhanku, maka
apabila sudah tiba janji Tuhanku, Dia pun menjadikannya rata dengan
bumi (hancur lebur) dan janji Tuhanku itu adalah benar." (Q.s. Al
Kahfi: 98).

Tujuan utama dari Al-Qur'an dalam uraian di atas ialah sebagai


contoh, dimana seorang raja saleh yang diberi kekuasaan yang besar
pada kesempatan yang luar biasa dan, kekuasaannya mencakup ke
seluruh penjuru dunia di sekitar terbit dan terbenamnya matahari.

Dalam keadaan demikian, Dzulqarnain tetap dalam kesalehan dan


istiqamahnya tidak berubah, jika kita bayangkan pemimpin kita ada
yang seperti beliau. Dengan berbagai keistimewaan dan
kekuasaannya, beliau tidak pernah lupa kepada Tuhan yang
memberikan segalanya.

Beliau dikurniakan Allah otak yang pintar, fikiran yang panjang


dan berbagaibagai ilmu pengetahuan: Ilmu Perang, Ilmu Politik dan
Ilmu Teknik dan Kimia. Dari semenjak dia masih kecil, hatinya sudah
tidak enak melihat perang yang selalu timbul antara Timur (Kerajaan
Persia) dengan Barat (Kerajaan Rum). Perang yang tidak henti-
hentinya dari tahun ke tahun, malah dari abad ke abad, yang telah
menewaskan ribuan manusia dan merusakkan bumi, menghancurkan
banyak harta benda. Untuk menghindarkan perang antara Timur
dengan Barat yang sudah bertradisi ini, dia ingin mendirikan sebuah
kerajaan besar yang meliputi Timur dan Barat. Padanya terdapat
segala syarat untuk menyampaikan maksud dan tujuan hidupnya yang
7
maha besar itu. Selain dia seorang yang baik, berakhlak yang tinggi,
berilmu pengetahuan tentang ketenteraan, tentang pemerintahan dan
teknik, akan dapat membawa dia sampai dipantai cita-citanya.

Mula-mula sekali dengan tenteranya yang lengkap kuat, dia


menuju ke Barat (Maghribi atau Moroko), tempat terbenamnya
matahari. Disitu dilihatnya matahari itu terbenam dimata air yang
bertambah hitam, yaitu Lautan Atlantik sekarang ini. Disitu
didapatinya satu bangsa yang terlalu ingkar dan kafir, hebat sekali
kerusakan dan kejahatan yang ditimbulkan bangsa itu. Bukan saja
merusakkan permukaan bumi dan mengacaukannya, tetapi juga sudah
menjadi tabiat mereka suka membunuh orang-orang yang tidak
bersalah sekalipun. Sebelum melakukan tindakan, terlebih dahulu
Dzulkarnain menadahkan tangannya ke langit, memohon petunjuk
kepada Allah, tindakan apa sebaiknya yang harus dilakukan terhadap
bangsa yang begitu kejam. Apakah bangsa itu akan digempurnya
habis-habisan atau akan dibiarkan begitu saja?

Tuhan menyuruh Dzulkarnain membuat pilihan salah satu


diantara dua tindakan: Digempur habis-habisan sebagai balasan atas
kekejaman mereka selama ini atau diajar dan dididik dengan
propaganda, agar mereka kembali kepada kebenaran dan
meninggalkan segala kejahatan. Akhirnya Dzulkarnain memutuskan
akan menggempur mereka yang durhaka dan jahat sehebat-hebatnya
dan membiarkan serta melindungi orang-orang yang baik diantara
mereka. Pada bangsa itu, Dzulkarnain lalu mengucapkan kata-katanya
yang ringkas: Siapa yang aniaya, akan kami siksa dan dikembalikan
kepada Tuhan agar Tuhan memberi siksa yang lebih hebat lagi.
Adapun orang-orang yang saleh dan baik, akan kami lindungi serta
diberi ganjaran-ganjaran dan kepadanya kami hanya akan perintahkan
kewajiban-kewajiban yang ringan saja

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Menurut Zainul Hasan Rifa'i, masuknya israiliyyat dalam penafsiran al-Qur'an


terutama yang bertentangan dengan prinsif asasinya banyak menimbulkan pengaruh
negatif pada Islam. Diantaranya adalah merusak akidah umat Islam, seperti yang
dikemukakan oleh Mudatil ataupun Muhammad dengan Zainab binti Jahsyi yang
keduanya mendiskriditkan pribadi Nabi yang ma'shum Berta menggambarkan Nabi
sebagai pemburu nafsu seksual. Hal ini membawa kesan bahwa Islam adalah agama
khurafat, takhayul
[10.43, 6/12/2022] .: yesatkan. Hal ini tampak pada riwayat al-Qurthubi ketika
menafsirkan firman Allah swt surat al-Mukmin: ayat 7 , yaitu : "para malaikat
memikul arsy 'dan yang disekitarnya bertasbih memuji Tuhan..." Ayat ini
ditafsirkan dengan mengatakan "Kaki malaikat pemikul `arsy berada di bumi paling
bawah sedangkan kepalanya menjulang ke ‘arsy

9
DAFTAR PUSTAKA

Adz-Dzahabi, Muhammad Husain, al-Israilyyat fit-Tafsiri wa al-Hadits, terjemahan


Penyimpangan dalam Penafsiran al-Qur'an,tabu. : Rajawali.
Didin Hafiduddin, 1993, Jakarta, PT. Litera Antara Nusantara.
Faisol, M, Interpretasi Kisah Nabi Musa Perspektif Naratologi al-Quran dalam Jurnal
ISLAMICA: Jurnal Studi Keislaman, Maret 2017, Vol. 11, No. 2,
Qutb, Muhammad, al-Qishshah fi al-Quran: Maqashid al-Dien wa Qiyam al-Fann,
2002, Dar Qubba': Kairo.
Shihab, Quraish. Tafsir Al-Misbah, 2002.Vol 4. Jakarta: Lentera Hati.
Usman, Ilmu Tafsir, 2009, Yogyakarta : Teras.

10

Anda mungkin juga menyukai