Anda di halaman 1dari 19

Pengertian, Sejarah Pertumbuhan Al-Dakhil Fi Al-

Tafsir Dan Tokoh-Tokohnya


Dosen Pengampu : Dr. Zaenal Arifin Madzkur, MA.

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Ad-Dakhil Fii Al-Tafsir

Baharuddin Nasution 201410094


M. Rifqi Waisul Qorni 201410076
Sihabuddin Atstsaqofi 201410095

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
UNIVERSITAS PTIQ JAKARTA
2024
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Pengertian, sejarah pertumbuhan al-Dakhil fi al-Tafsir
dan tokoh-tokohnya” ini dengan baik. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
mata kuliah Ad-Dakhil Fii Al-Tafsir yang dibimbing oleh Dr. Zaenal Arifin
Madzkur, MA.

Makalah ini membahas tentang konsep ad-dakhil fi al-tafsir, yaitu istilah


yang digunakan untuk menyebutkan unsur-unsur yang masuk dalam penafsiran
al-Qur’an dan mengakibatkan timbulnya suatu bahaya, aib, keraguan dalam tafsir
al-Qur’an. Kami juga membahas tentang sejarah perkembangan ad-dakhil fi al-
tafsir, mulai dari masa Abbasiyah hingga masa modern, serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Selain itu, kami juga menyajikan profil, karya, dan kontribusi
beberapa tokoh yang terlibat dalam ad-dakhil fi al-tafsir, baik yang secara sengaja
maupun tidak sengaja, seperti Abu Hurairah, Abdullah bin Abbas, Ka’ab al-
Ahbar, dan lain-lain.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dan
memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik
dan saran yang konstruktif dari para pembaca, agar kami dapat memperbaiki dan
meningkatkan kualitas makalah kami di masa yang akan datang. Semoga Allah
SWT senantiasa memberikan petunjuk dan taufik-Nya kepada kita semua. Amin.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Jakarta, 16 Januari 2024

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................... i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah........................................................................................ 2
C. Tujuan Penulisan ......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 3
A. Pengertian Ad-dakhil fi al-tafsir .................................................................. 3
B. Sejarah Pertumbuhan Ad-dakhil fi al-tafsir ................................................. 6
C. Tokoh-Tokoh Ad-dakhil fi al-tafsir ............................................................. 9
BAB III PENUTUP .......................................................................................... 14
A. Kesimpulan ................................................................................................ 14
B. Saran .......................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 16

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ad-dakhil fi al-tafsir, sebuah terminologi yang merujuk pada elemen-
elemen yang terlibat dalam penafsiran al-Qur’an dan berpotensi menimbulkan
risiko, celaan, dan keraguan dalam memahami teks al-Qur’an.1 Kontrast dari ad-
dakhil fi al-tafsir adalah ashil, yang menggambarkan asal-usul yang jelas atau
dasar yang kokoh.2 Ad-dakhil fi al-tafsir dapat berwujud israiliyat, opini pribadi,
ideologi, atau unsur-unsur yang bertentangan dengan al-Qur’an, hadis sahih,
pandangan sahabat, tabi’in, dan akal sehat.3
Studi terhadap ad-dakhil fi al-tafsir menjadi esensial karena mampu
membantu kita mengidentifikasi dan menilai penafsiran al-Qur’an yang tidak
otentik dan tidak sejalan dengan sumber-sumber yang valid. Dengan cara ini,
pemahaman terhadap al-Qur’an dapat diperdalam, mendekati makna dan tujuan
yang diinginkan oleh Allah Swt.4 Belajar ad-dakhil fi al-tafsir juga dapat
meningkatkan kesadaran akan tanggung jawab dan kehati-hatian dalam
menafsirkan al-Qur’an, serta menghindari sikap fanatisme dan pengikut buta
terhadap pendapat-pendapat tertentu.5
Perkembangan ilmu ad-dakhil fi al-tafsir dapat ditelusuri sejak masa Nabi
Muhammad Saw. dan sahabat-sahabatnya. Pada waktu itu, catatan israiliyat
masuk dalam penafsiran al-Qur’an, baik melalui pertanyaan sahabat kepada ahli
kitab maupun kontribusi mualaf dari kalangan Yahudi dan Nasrani.6 Pada masa
tabi’in dan setelahnya, riwayat israiliyat semakin melimpah dalam kitab-kitab
tafsir seperti Tafsir Ibnu Jarir al-Tabari, Tafsir al-Qurtubi, dan Tafsir Ibnu
Katsir.7 Selain israiliyat, ada pula ad-dakhil yang berasal dari opini pribadi,
ideologi, atau unsur-unsur yang tidak berdasarkan pada al-Qur’an dan hadis sahih,

1 “Mengenal Konsep Ad-Dakhil Fi at-Tafsir: Sejarah Perkembangan Dan ...,” accessed

January 16, 2024, https://tafsiralquran.id/mengenal-konsep-ad-dakhil-fi-at-tafsir-sejarah-


perkembangan-dan-faktor-faktor-infiltrasi-penafsiran/.
2 “Mengenal Konsep Ad-Dakhil Fi at-Tafsir: Sejarah Perkembangan Dan ...”
3 M A Abdussalam, “Al-Dakhīl Fī Al-Tafsīr (Studi Tafsir Al-Kasysyāf),”
Repository.Uinjkt.Ac.Id (2020),
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/49957%0Ahttp://repository.uinjkt.ac.id/dsp
ace/bitstream/123456789/49957/1/M. ALWI ABDUSSALAM %2811140340000133%29 Br.pdf.
4 “Pengertian Dakhil Fi Tafsir Dan Macam-Macamnya,” last modified 2023,

https://www.azaniajournal.com/2023/04/pengertian-dakhil-fi-tafsir-dan-macam.html.
5 Dr. Muhammad Ulinnuha, Metode Kritik Ad-Dakhil Fi at-Tafsir: Cara Mendeteksi

Adanya Inflltrasi Dan Kontaminasi Dalam Penafsiran Al-Qur’an (Jakarta: PT. Qaf Media Kreativa,
2019).
6 Abdussalam, “Al-Dakhīl Fī Al-Tafsīr (Studi Tafsir Al-Kasysyāf).”
7
Abdussalam, “Al-Dakhīl Fī Al-Tafsīr (Studi Tafsir Al-Kasysyāf).”

1
seperti yang tampak dalam Tafsir al-Jalalain, Tafsir al-Zamakhsyari, dan Tafsir
al-Maraghi.8
Mulai abad ke-20, muncul beberapa karya yang secara khusus membahas
ad-dakhil fi al-tafsir, seperti “Ad-Dakhil fi Tafsir al-Qur’an al-Karim” karya
Abdul Wahab Fayed, “Metode Kritik ad-Dakhil fi at-Tafsir: Cara Mendeteksi
Adanya Infiltrasi dan Kontaminasi dalam Penafsiran al-Qur’an” oleh
Muhammad Ulinnuha, dan “Ad-Dakhil fi at-Tafsir: Sejarah Perkembangan dan
Faktor-faktor Infiltrasi Penafsiran” oleh M. Badruz Zaman.9 Karya-karya ini
berupaya mengidentifikasi, mengklasifikasikan, dan mengkritisi berbagai bentuk
ad-dakhil fi al-tafsir, serta menyajikan alternatif penafsiran yang lebih objektif
dan autentik.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian ad-dakhil fi al-tafsir?
2. Bagaimana sejarah pertumbuhannya?
3. Siapa saja tokoh-tokohnya?
C. Tujuan Penulisan
1. untuk menjelaskan pengertian, sejarah
2. tokoh ad-dakhil fi al-tafsir secara komprehensif dan kritis.

8 Abdussalam, “Al-Dakhīl Fī Al-Tafsīr (Studi Tafsir Al-Kasysyāf).”


9
Abdussalam, “Al-Dakhīl Fī Al-Tafsīr (Studi Tafsir Al-Kasysyāf).”

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ad-dakhil fi al-tafsir
Ad-dakhil fi al-tafsir, istilah yang merujuk pada unsur-unsur yang terlibat
dalam penafsiran al-Qur’an dan berpotensi menimbulkan risiko, celaan, dan
keraguan dalam pemahaman al-Qur’an.10 Sebaliknya, ashil adalah konsep yang
menggambarkan asal-usul yang jelas atau dasar yang kokoh.11 Ad-dakhil fi al-
tafsir dapat berwujud israiliyat, opini pribadi, ideologi, atau unsur-unsur yang
bertentangan dengan al-Qur’an, hadis sahih, pandangan sahabat, tabi’in, dan akal
sehat.12
Menurut Abdul Wahab Fayed, ad-dakhil fi al-tafsir adalah penafsiran al-
Qur’an yang tidak didasari pada validitas sumber seperti al-Qur’an, hadis sahih,
pandangan sahabat, dan tabi’in, serta akal sehat yang memenuhi prasyarat dan
kriteria ijtihad. Sementara menurut Muhammad Ulinnuha, ad-dakhil fi al-tafsir
adalah penafsiran al-Qur’an yang tidak otentik dan tidak sesuai dengan sumber-
sumber yang valid.13 Pemahaman ini diresapi oleh M. Badruz Zaman, yang
menggambarkan ad-dakhil fi al-tafsir sebagai penafsiran al-Qur’an yang tidak
berdasarkan pada autentisitas sumber (al-asalat al-masdar) dan mengandung
unsur-unsur yang merusak makna dan tujuan al-Qur’an.
Ciri-ciri ad-dakhil fi al-tafsir meliputi14
• ketidakberlandasan yang kuat dari al-Qur’an, hadis sahih, pandangan
sahabat dan tabi’in, atau akal sehat.
• Penafsiran tersebut juga tidak selaras dengan konteks ayat, sebab
turunnya, atau kaidah bahasa Arab, serta tidak konsisten dengan
tujuan dan hikmah al-Qur’an.
• Ad-dakhil fi al-tafsir dapat mengandung unsur-unsur yang
menimbulkan kerancuan, kebingungan, atau keraguan dalam
pemahaman al-Qur’an, bahkan bisa bertentangan dengan ajaran
Islam, nilai-nilai universal, atau kemanusiaan.
Jenis-jenis ad-dakhil fi al-tafsir mencakup15

10 “Mengenal Konsep Ad-Dakhil Fi at-Tafsir: Sejarah Perkembangan Dan ...”


11 “Mengenal Konsep Ad-Dakhil Fi at-Tafsir: Sejarah Perkembangan Dan ...”
12 Abdussalam, “Al-Dakhīl Fī Al-Tafsīr (Studi Tafsir Al-Kasysyāf).”
13 “Pengertian Dakhil Fi Tafsir Dan Macam-Macamnya.”
14 Abdussalam, “Al-Dakhīl Fī Al-Tafsīr (Studi Tafsir Al-Kasysyāf).”
15
Abdussalam, “Al-Dakhīl Fī Al-Tafsīr (Studi Tafsir Al-Kasysyāf).”

3
• ad-dakhil fi al-tafsir bil ma’tsur, yaitu ad-dakhil yang bersumber dari
riwayat-riwayat yang tidak shahih atau tidak dapat
dipertanggungjawabkan. Contohnya adalah hadis maudhu, riwayat
israiliyat, atau kebohongan yang disandarkan kepada sahabat atau
tabi’in.
• ad-dakhil fi al-tafsir bil ra’yi, merupakan ad-dakhil yang bersumber
dari pendapat pribadi, ideologi, atau hal-hal yang tidak berdasar pada
al-Qur’an dan hadis sahih. Contohnya adalah pendapat yang
berlandaskan pada akal, nalar, logika, filsafat, ilmu, atau pengalaman
tanpa memperhatikan sumber-sumber yang valid.
Kriteria dan Prasyarat Validitas Sumber Tafsir:16
1) Sumber tafsir harus bermula dari al-Qur’an, hadis sahih, pendapat
sahabat dan tabi’in, atau akal sehat yang memenuhi syarat dan kriteria
ijtihad.
2) Sumber tafsir harus sesuai dengan konteks ayat, sebab turunnya, kaidah
bahasa Arab, tujuan, dan hikmah al-Qur’an.
3) Sumber tafsir harus konsisten, tidak bertentangan, dan tidak
menciptakan kerancuan atau keraguan dalam pemahaman al-Qur’an.
4) Sumber tafsir harus mengandung unsur-unsur yang sejalan dengan
ajaran Islam, nilai-nilai universal, dan prinsip kemanusiaan.
Cara Mendeteksi dan Mengkritisi Ad-dakhil fi al-tafsir:17
1) Mengidentifikasi sumber-sumber yang digunakan oleh mufasir, apakah
berasal dari al-Qur’an, hadis sahih, pendapat sahabat dan tabi’in, atau
akal sehat, atau dari sumber-sumber lain yang tidak valid seperti
israiliyat, pendapat pribadi, ideologi, atau hal-hal yang bertentangan
dengan al-Qur’an dan hadis sahih.
2) Meneliti metodologi yang digunakan oleh mufasir, apakah
menggunakan pendekatan hermeneutik, tematik, ilmiyah, atau lainnya,
dan apakah sesuai dengan kaidah-kaidah penafsiran yang benar.
3) Menilai hasil penafsiran yang dihasilkan oleh mufasir, apakah sesuai
dengan konteks ayat, sebab turunnya, kaidah bahasa Arab, tujuan, dan
hikmah al-Qur’an, atau mengandung unsur-unsur yang menimbulkan
kerancuan, keraguan, atau bertentangan dengan ajaran Islam, nilai-nilai
universal, dan kemanusiaan.

16 Eni Zulaiha, “Tafsir Kontemporer: Metodologi, Paradigma Dan Standar Validitasnya,”

Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 2, no. 1 (2017): 81–94.
17
Zulaiha, “Tafsir Kontemporer: Metodologi, Paradigma Dan Standar Validitasnya.”

4
4) Memberikan kritik yang konstruktif, objektif, dan ilmiah terhadap ad-
dakhil fi al-tafsir, serta menyajikan alternatif penafsiran yang lebih valid
dan autentik.
Dampak dan Bahaya Ad-dakhil fi al-tafsir terhadap Pemahaman dan
Implementasi Al-Qur’an:
Ad-dakhil fi al-tafsir dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap
pemahaman dan implementasi al-Qur’an, yang dapat dirinci sebagai berikut:18
1) Pencemaran Otokritik Ajaran Islam:
Ad-dakhil fi al-tafsir dapat menimbulkan anggapan bahwa ajaran Islam
tidak lagi otentik, tercampurnya ajaran agama Islam dengan non-Islam,
dan pandangan bahwa al-Qur’an seringkali diisi dengan tahayul dan
khurafat.
2) Kesalahpahaman dan Kebingungan:
Ad-dakhil fi al-tafsir dapat menyebabkan kesalahpahaman,
kebingungan, keraguan, atau konflik dalam memahami dan
mengamalkan ajaran al-Qur’an, baik secara individual maupun sosial.
3) Kerusakan Terhadap Makna dan Tujuan Al-Qur’an:
Ad-dakhil fi al-tafsir berpotensi merusak makna dan tujuan al-Qur’an,
serta menghilangkan keajaiban dan keindahan al-Qur’an sebagai
mukjizat terbesar Nabi Muhammad Saw.
4) Penurunan Kewibawaan Al-Qur’an:
Ad-dakhil fi al-tafsir dapat mengurangi kewibawaan dan otoritas al-
Qur’an sebagai sumber hukum dan pedoman hidup bagi umat Islam.
Contoh-contoh Ad-dakhil fi al-tafsir dan Dampaknya:
1) Tafsir al-Jalalain:
Riwayat israiliyat mengenai Nabi Khidir membunuh seorang anak di
perahu,19 bertentangan dengan al-Qur’an yang menyebutkan kejadian
tersebut saat Nabi Khidir berada di darat.20 Dampaknya adalah
kerancuan dan keraguan terhadap kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir.

18 Andri Nirwana et al., “Kajian Kritik Pada Bentuk Dan Pengaruh Positif Al-Dakhil Dalam

Tafsir Jalalain Tentang Kisah Nabi Musa Dan Khidir,” AL QUDS : Jurnal Studi Alquran dan Hadis
5, no. 2 (2021): 717.
19 Nirwana et al., “Kajian Kritik Pada Bentuk Dan Pengaruh Positif Al-Dakhil Dalam Tafsir

Jalalain Tentang Kisah Nabi Musa Dan Khidir.”


20
“Pengertian Dakhil Fi Tafsir Dan Macam-Macamnya.”

5
2) Tafsir al-Zamakhsyari:
Pendapat pribadi tentang bentuk kubah langit dalam ayat (Q.S. al-
Anbiya: 32), tidak didasarkan pada al-Qur’an, hadis sahih, atau akal
sehat, melainkan dipengaruhi oleh filsafat Yunani. Dampaknya adalah
kesalahpahaman terkait konsep alam semesta dalam Islam.
3) Tafsir al-Maraghi:
Ideologi menyatakan bahwa berhijrah dan berjihad adalah syarat untuk
mendapatkan rahmat Allah (Q.S. al-Baqarah: 218), tidak didasarkan
pada sumber-sumber Islam, melainkan pada situasi politik dan sosial
penulis tafsir. Dampaknya adalah potensi konflik dan kekerasan dalam
beragama, serta mengurangi nilai-nilai toleransi dan kedamaian dalam
Islam.
B. Sejarah Pertumbuhan Ad-dakhil fi al-tafsir
Ad-dakhil fi al-tafsir, sebuah konsep yang merujuk pada unsur-unsur yang
terlibat dalam penafsiran al-Qur’an, dapat menyebabkan potensi bahaya, celaan,
dan keraguan dalam memahami Al-Qur’an.21 Perkembangan awal ad-dakhil fi al-
tafsir terjadi pada zaman Nabi dan para sahabat, terutama ketika mereka
berinteraksi dengan kelompok non-Muslim di Madinah, khususnya ahli kitab.
Beberapa sahabat, dalam upaya memahami al-Qur’an, seringkali menggali
informasi dari ahli kitab atau individu dari kalangan Yahudi dan Nasrani. Dalam
konteks ini,22 munculnya riwayat israiliyat, yaitu cerita-cerita dari kitab-kitab
Yahudi dan Nasrani tanpa keabsahan atau pertanggungjawaban yang jelas,
menjadi fenomena dalam penafsiran al-Qur’an.23
Faktor-faktor yang memicu ad-dakhil fi al-tafsir pada masa Nabi dan para
sahabat antara lain:24
1) Keingintahuan dan Keinginan akan Ilmu: Para sahabat didorong oleh
hasrat mendalam untuk memperluas pengetahuan, mendorong mereka
untuk mencari informasi dari berbagai sumber, termasuk ahli kitab.
2) Kelemahan dalam Ilmu Hadis: Keterbatasan dalam ilmu hadis pada masa
itu membuat para sahabat sulit membedakan antara hadis yang sahih dan

21 “Mengenal Konsep Ad-Dakhil Fi at-Tafsir: Sejarah Perkembangan Dan ...”


22 faiez elfawaz, “Sejarah Dan Perkembangan Ad-Dakhil Fi Tafsir,” Abdullah Elfawaz
(January 1, 2019), accessed January 16, 2024,
https://www.academia.edu/38627864/Sejarah_Dan_Perkembangan_Ad_Dakhil_Fi_Tafsir.
23 Muhammad Rizaki, “Al-Ashil Dan Al-Dakhil,” January 1, 2020, accessed January 16,

2024, https://www.academia.edu/42846912/al_Ashil_dan_al_Dakhil.
24
elfawaz, “Sejarah Dan Perkembangan Ad-Dakhil Fi Tafsir.”

6
hadis yang palsu, atau antara riwayat israiliyat dan riwayat yang berasal
dari Nabi Muhammad Saw.
3) Cinta dan Hormat kepada Nabi: Penghormatan tinggi terhadap Nabi
Muhammad Saw. membuat para sahabat enggan menolak atau
mengkritisi riwayat yang diatributkan padanya, meskipun kadang-kadang
tidak sejalan dengan ajaran al-Qur’an atau akal sehat.
Dalam konteks ini, ad-dakhil fi al-tafsir memunculkan risiko
kesalahpahaman, menimbulkan kebingungan, serta memungkinkan munculnya
penafsiran yang tidak selaras dengan ajaran Islam. Penting bagi kita memahami
sejarah dan faktor-faktor yang memengaruhi ad-dakhil fi al-tafsir guna melihat
akar permasalahan dan mengembangkan pendekatan tafsir yang lebih kritis dan
autentik.
Perkembangan ad-dakhil fi al-tafsir pada masa tabi’in dan tabi’ut tabi’in
memiliki beberapa aspek krusial:
1) Masa Tabi’in:
Riwayat israiliyat semakin meluas pada kitab-kitab tafsir seperti Tafsir
Ibnu Jarir al-Tabari, Tafsir al-Qurtubi, dan Tafsir Ibnu Katsir.25
Riwayat israiliyat, cerita-cerita dari kitab-kitab Yahudi dan Nasrani
tanpa keabsahan, semakin menghiasi penafsiran al-Qur’an.26
2) Masa Tabi’ut Tabi’in:
Ad-dakhil juga berasal dari pendapat pribadi, ideologi, atau konsep-
konsep yang tidak berdasarkan pada al-Qur’an dan hadis sahih.
Contohnya terdapat dalam Tafsir al-Jalalain, Tafsir al-Zamakhsyari,
dan Tafsir al-Maraghi.27 Pendapat pribadi adalah interpretasi
berlandaskan pada akal, nalar, logika, filsafat, ilmu, atau pengalaman
tanpa memperhatikan sumber-sumber yang valid. Ideologi, di sisi lain,
mencakup penafsiran berdasarkan pada situasi politik, sosial, atau
kepentingan tertentu yang tidak selaras dengan tujuan dan hikmah al-
Qur’an.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ad-dakhil fi al-tafsir:28
1) Faktor Politik dan Kekuasaan:

25Abdussalam, “Al-Dakhīl Fī Al-Tafsīr (Studi Tafsir Al-Kasysyāf).”


26“Pengertian Dakhil Fi Tafsir Dan Macam-Macamnya.”
27 Abdussalam, “Al-Dakhīl Fī Al-Tafsīr (Studi Tafsir Al-Kasysyāf).”
28 I T A Purnama Sari, Fakultas Agama Islam, and Universitas Muhammadiyah Surakarta,

“AL-DAKHI > L DALAM TAFSIR JALA > LAIN SURAT AL-KAHFI AYAT 60-82” (2021).

7
Menyebabkan perpecahan, fanatisme, dan kekerasan dalam umat Islam.
Al-Qur’an digunakan sebagai alat legitimasi atau propaganda.
2) Faktor Keilmuan dan Intelektual:
Mendorong perkembangan ilmu, filsafat, dan pemikiran. Pengaruh dari
budaya dan peradaban lain, seperti Yunani, Persia, dan India, turut
memainkan peran.
3) Faktor Sosial dan Budaya:
Menyebabkan interaksi, komunikasi, dan silang budaya. Islam
menyebar ke berbagai wilayah dan bangsa, membentuk keragaman
budaya dalam penafsiran.
4) Faktor Keagamaan dan Spiritual:
Mengakibatkan munculnya berbagai aliran, mazhab, dan sekte dalam
Islam. Terdapat perbedaan dalam pemahaman dan pengamalan ajaran
Islam.
5) Faktor Psikologis dan Emosional:
Mempengaruhi kecenderungan, kebiasaan, atau keinginan dalam
penafsiran al-Qur’an. Rasa hormat, takut, atau cinta yang berlebihan
terhadap sumber-sumber tertentu juga turut menjadi faktor pengaruh.
Perjalanan ad-dakhil fi al-tafsir dari era Abbasiyah hingga masa
kontemporer, serta faktor-faktor yang memengaruhinya, membawa beragam
perubahan dan tantangan dalam pemahaman al-Qur’an. Berikut adalah ikhtisar
perkembangannya:
1) Masa Abbasiyah:
• Perkembangan ilmu, filsafat, dan pemikiran yang dipengaruhi oleh
budaya Yunani, Persia, dan India melahirkan berbagai aliran dan
mazhab dalam Islam, seperti Mu’tazilah, Asy’ariyah, Maturidiyah,
Syi’ah, Khawarij, dll.29
• Al-Qur’an menjadi landasan yang beragam dalam tafsiran seperti
Tafsir al-Mu’tazili, Tafsir al-Asy’ari, Tafsir al-Maturidi, Tafsir al-
Syi’ah, dan Tafsir al-Khawarij.
• Perkembangan politik dan kekuasaan menyebabkan al-Qur’an
dimanfaatkan sebagai alat legitimasi atau propaganda, tercermin

29
elfawaz, “Sejarah Dan Perkembangan Ad-Dakhil Fi Tafsir.”

8
dalam tafsir seperti Tafsir al-Ma’mun, Tafsir al-Mutawakkil, Tafsir
al-Mu’tasim, dan Tafsir al-Muktafi.30
• Interaksi sosial dan budaya menghasilkan penyebaran Islam ke
berbagai wilayah dan bangsa, memunculkan riwayat israiliyat,
pendapat pribadi, atau interpretasi tak beralasan dalam tafsiran
seperti Tafsir al-Tabari, Tafsir al-Qurtubi, Tafsir Ibnu Katsir, dan
Tafsir al-Baidawi.31
2) Masa Modern:
• Kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi
memunculkan tafsir ilmiyah yang mencoba menjelaskan al-Qur’an
dengan data dan fakta ilmiah.
• Tafsir ilmiyah, seperti Tafsir al-Maraghi, Tafsir al-Zindani, Tafsir
al-Bucaille, dan Tafsir al-Harun Yahya,32 memiliki potensi ad-dakhil
ketika teori ilmiah yang belum terbukti atau bertentangan dengan al-
Qur’an digunakan.
• Perkembangan ideologi dan gerakan sosial menimbulkan tafsir
ideologis yang berusaha menyesuaikan al-Qur’an dengan ideologi
tertentu. Contohnya termasuk Tafsir al-Liberal, Tafsir al-Feminis,
Tafsir al-Humanis, Tafsir al-Sosialis, Tafsir al-Nasionalis, dan
Tafsir al-Terroris.
• Tafsir ideologis berpotensi ad-dakhil ketika mufasir mengabaikan
atau menafsirkan secara sembarangan ayat-ayat al-Qur’an, hadis
sahih, atau pendapat sahabat dan tabi’in yang tidak sesuai dengan
ideologi atau gerakan tertentu.
C. Tokoh-Tokoh Ad-dakhil fi al-tafsir
Ad-dakhil fi al-tafsir, istilah yang merujuk pada unsur-unsur yang dapat
merugikan penafsiran al-Qur’an, telah menjadi fokus kritik dari beberapa tokoh
terkemuka. Berikut adalah beberapa tokoh yang mencuatkan kritik terhadap
fenomena ini:
1) Abdul Wahab Fayed:
• Ulama dan penulis Mesir yang dikenal sebagai pelopor tafsir
ilmiyah.

30 elfawaz, “Sejarah Dan Perkembangan Ad-Dakhil Fi Tafsir.”


31 elfawaz, “Sejarah Dan Perkembangan Ad-Dakhil Fi Tafsir.”
32 Idah Suaidah, “Sejarah Perkembangan Tafsir,” Al asma : Journal of Islamic Education

3, no. 2 (2021): 183.

9
• Karya-karyanya, seperti “Al-Qur’an wa al-’Ulum al-Haditsah,” “Al-
Qur’an wa al-’Ulum al-Tibbiyah,” dan “Al-Qur’an wa al-’Ulum al-
Falakiyah,” mengeksplorasi keajaiban dan keindahan al-Qur’an
secara ilmiah.
• Mengkritik ad-dakhil fi al-tafsir yang bersumber dari riwayat
israiliyat, pendapat pribadi, atau ideologi yang tidak selaras dengan
al-Qur’an, hadis sahih, atau akal sehat.
• Berusaha membersihkan tafsir al-Qur’an dari ad-dakhil fi dengan
metode kritik sumber, kritik teks, dan kritik konteks.
2) Muhammad Ulinnuha:
• Akademisi dan penulis Indonesia yang dikenal sebagai pengusung
metode kritik ad-dakhil fi al-tafsir.
• Karya-karyanya, seperti “Rekonstruksi Metodologi Kritik Tafsir” dan
“Konsep Moderasi Beragama Perspektif Mufasir Indonesia Abad
XIX-XXI,” membahas metode kritis.
• Mengkritik ad-dakhil fi al-tafsir yang bersumber dari aliran-aliran
dan mazhab-mazhab tertentu seperti Mu’tazilah, Asy’ariyah,
Maturidiyah, dan lainnya.
• Berusaha mengembangkan metode kritik ad-dakhil fi al-tafsir yang
sesuai dengan konteks dan kebutuhan zaman.
3) Nasr Hamid Abu Zayd:
• Akademisi dan penulis Mesir yang dikenal sebagai penganut
hermeneutika humanistik.
• Karya-karyanya, seperti “Mafhum al-Nas,” “Naqd al-Khitab al-
Din,” dan “Falsafah al-Ta’wil,” mendalami pendekatan kritis,
historis, dan kontekstual dalam penafsiran al-Qur’an.
• Mengkritik ad-dakhil fi al-tafsir yang bersumber dari pemahaman
literal, dogmatis, atau otoriter terhadap al-Qur’an.
• Berusaha menghidupkan kembali ajaran Islam yang inklusif,
pluralis, dan demokratis.
Para tokoh ini, masing-masing dengan pendekatan dan metodologi unik,
secara kritis melibatkan diri dalam menyaring ad-dakhil fi al-tafsir untuk
mendukung pemahaman al-Qur’an yang lebih otentik dan sesuai dengan prinsip-
prinsip Islam.

10
Ad-dakhil fi al-tafsir, istilah yang merujuk pada unsur-unsur yang dapat
menghadirkan risiko, cela, dan keraguan dalam penafsiran al-Qur’an, melibatkan
beberapa tokoh yang, baik secara sengaja maupun tidak sengaja, terlibat dalam
fenomena ini.
1) Abu Hurairah:
• Sahabat Nabi Muhammad yang terkenal sebagai periwayat hadis
terbanyak.
• Memeluk Islam pada fase akhir dakwah Nabi dan mendampingi
beliau hingga wafat.
• Pernah menjabat sebagai gubernur Bahrain di masa Umar bin
Khattab.
• Meriwayatkan banyak hadis dengan riwayat israiliyat, cerita-cerita
dari kitab-kitab Yahudi dan Nasrani yang sering kali tidak memiliki
dasar yang kuat.
• Niatnya adalah memperkaya pengetahuan tanpa maksud
menyesatkan, dan ia menyampaikan riwayat israiliyat dengan sifat
kehati-hatian, menyatakan ketidakpastiannya.
2) Abdullah bin Abbas:
• Sahabat Nabi dan sepupu beliau, memeluk Islam sejak kecil.
• Didoakan oleh Nabi agar diberi keahlian dalam agama dan tafsir.
• Salah satu sahabat berpengetahuan luas, otoritatif dalam tafsir al-
Qur’an.
• Meriwayatkan hadis dengan pendekatan pendapat pribadi,
menggunakan akal, logika, dan ilmu tanpa selalu memperhatikan
validitas sumber.
• Niatnya adalah memberikan penjelasan mendalam tentang makna
dan hikmah ayat-ayat al-Qur’an.
3) Ka’ab al-Ahbar:
• Tabi’in yang berasal dari Yaman, awalnya beragama Yahudi dan
kemudian memeluk Islam pada masa Umar bin Khattab.
• Pindah ke Madinah dan berinteraksi dengan para sahabat Nabi.
• Ahli ilmu, terutama dalam kitab-kitab israiliyat, menceritakan kisah-
kisah dari kitab-kitab Yahudi dan Nasrani.

11
• Bertujuan menunjukkan kesesuaian dan keajaiban al-Qur’an dengan
kitab-kitab sebelumnya.
• Tetapi, juga turut menyebabkan ad-dakhil fi al-tafsir dengan
memasukkan unsur-unsur dari riwayat israiliyat.
Mengenali kontribusi dan niat dari tokoh-tokoh ini memberikan
pemahaman lebih dalam tentang kompleksitas ad-dakhil fi al-tafsir, sekaligus
merinci bagaimana pendekatan dan konteks memainkan peran penting dalam
interpretasi al-Qur’an.
Ad-dakhil fi al-tafsir adalah istilah yang mencuat untuk menggambarkan
unsur-unsur yang menyusup dalam penafsiran al-Qur’an, membawa dampak
negatif seperti bahaya, cela, dan keraguan. Beberapa figur yang menggugat
fenomena ad-dakhil fi al-tafsir adalah para intelektual yang berupaya
membersihkan, mengoreksi, dan mengembangkan tafsir al-Qur’an dari elemen-
elemen yang dianggap tidak valid, tidak otentik, dan tidak sejalan dengan sumber-
sumber yang terpercaya.
Persamaan dan perbedaan di antara pandangan serta metode kedua
kelompok tokoh ini dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Persamaan:
• Kedua kelompok tokoh ini mencirikan kecintaan, kehormatan, dan
kekaguman terhadap al-Qur’an sebagai kitab suci dan petunjuk hidup
bagi umat Islam.
• Adanya dorongan bersama untuk memahami dan menafsirkan al-
Qur’an secara mendalam, sesuai dengan kapasitas pengetahuan dan
pemahaman masing-masing.
2) Perbedaan:
• Tokoh-tokoh yang mengkritik ad-dakhil fi al-tafsir memperlihatkan
pandangan yang lebih kritis, objektif, dan ilmiah terhadap sumber-
sumber tafsir. Mereka mengadopsi metode tafsir yang lebih
sistematis, komprehensif, dan kontekstual untuk menjelaskan makna
al-Qur’an.
• Tokoh-tokoh yang terlibat dalam ad-dakhil fi al-tafsir cenderung
memiliki pandangan yang lebih literal, dogmatis, atau subjektif
terhadap sumber-sumber tafsir. Pendekatan mereka dalam
menafsirkan al-Qur’an bersifat lebih asal, sembarang, dan sesuka
hati.
Melalui penilaian persamaan dan perbedaan ini, tergambarlah kontrast
yang menonjol antara pendekatan kritis dan lebih ilmiah dengan pendekatan yang

12
lebih tradisional, mungkin lebih terikat pada interpretasi tekstual dan sudut
pandang dogmatis.

13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1) Ad-dakhil fi al-tafsir merupakan istilah yang merujuk pada unsur-unsur
yang masuk dalam penafsiran al-Qur’an, menyebabkan timbulnya
bahaya, cela, dan keraguan dalam pemahaman al-Qur’an.
2) Tokoh-tokoh seperti Abdul Wahab Fayed, Muhammad Ulinnuha, dan
Nasr Hamid Abu Zayd adalah kritikus ad-dakhil fi al-tafsir , yang
berdedikasi membersihkan, mengoreksi, dan mengembangkan tafsir al-
Qur’an dari unsur-unsur yang dianggap tidak valid, otentik, dan sesuai
dengan sumber-sumber yang shahih.
3) Di sisi lain, tokoh-tokoh seperti Abu Hurairah, Abdullah bin Abbas, dan
Ka’ab al-Ahbar terlibat dalam ad-dakhil fi al-tafsir , baik secara
disengaja maupun tidak, menyajikan, meriwayatkan, atau menafsirkan
al-Qur’an dengan menggunakan sumber-sumber yang dianggap tidak
shahih dan tidak sesuai dengan sumber-sumber yang shahih.
4) Persamaan antara keduanya terletak pada kecintaan, kehormatan, dan
kekaguman terhadap al-Qur’an sebagai kitab suci dan panduan hidup
umat Islam. Kedua kelompok ini berbagi keinginan untuk memahami
dan menafsirkan al-Qur’an sebaik-baiknya, sesuai dengan pengetahuan
dan kemampuan masing-masing.
5) Namun, perbedaan mencolok muncul dalam pandangan dan metode.
Kritikus ad-dakhil fi al-tafsir memiliki sikap lebih kritis, objektif, dan
ilmiah terhadap sumber-sumber tafsir, dengan metode yang lebih
sistematis, komprehensif, dan kontekstual. Di sisi lain, mereka yang
terlibat dalam ad-dakhil fi al-tafsir cenderung memiliki pandangan yang
lebih literal, dogmatis, atau subjektif terhadap sumber-sumber tafsir,
dengan metode yang lebih asal, sembarang, dan sesuka hati dalam
menafsirkan al-Qur’an.
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa:
1) Ad-dakhil fi al-tafsir adalah fenomena yang hadir sejak awal Islam dan
relevan hingga kini, berkaitan dengan keabsahan dan kualitas tafsir al-
Qur’an.
2) Sumber ad-dakhil fi al-tafsir bervariasi, mulai dari riwayat israiliyat,
pendapat pribadi, aliran atau mazhab tertentu, hingga pemahaman
literal, dogmatis, atau otoriter.

14
3) Identifikasi, klasifikasi, dan evaluasi ad-dakhil fi al-tafsir dapat
dilakukan dengan menggunakan berbagai kriteria, termasuk kritik
sumber, kritik teks, kritik konteks, dan sebagainya.
4) Ad-dakhil fi al-tafsir dapat diperbaiki dan dikembangkan melalui
metode-metode seperti tafsir ilmiyah, kritik ad-dakhil fi al-tafsir ,
hermeneutika humanistik, dan sejenisnya.
B. Saran
Penulis mengetahui akan kekurangan makalah yang ditulis oleh karena itu
kami sangat terbuka kepada para pembaca untuk memberikan saran serta kritik
demi untuk memperbaiki agar menulis dan menyusun makalah lebih baik lagi.

15
DAFTAR PUSTAKA
Abdussalam, M A. “Al-Dakhīl Fī Al-Tafsīr (Studi Tafsir Al-Kasysyāf).”
Repository.Uinjkt.Ac.Id (2020).
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/49957%0Ahttp://re
pository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957/1/M. ALWI
ABDUSSALAM %2811140340000133%29 Br.pdf.
elfawaz, faiez. “Sejarah Dan Perkembangan Ad-Dakhil Fi Tafsir.” Abdullah
Elfawaz (January 1, 2019). Accessed January 16, 2024.
https://www.academia.edu/38627864/Sejarah_Dan_Perkembangan_Ad_Da
khil_Fi_Tafsir.
Nirwana, Andri, Ita Purnama Sari, Suharjianto Suharjianto, and Syamsul Hidayat.
“Kajian Kritik Pada Bentuk Dan Pengaruh Positif Al-Dakhil Dalam Tafsir
Jalalain Tentang Kisah Nabi Musa Dan Khidir.” AL QUDS : Jurnal Studi
Alquran dan Hadis 5, no. 2 (2021): 717.
Rizaki, Muhammad. “Al-Ashil Dan Al-Dakhil,” January 1, 2020. Accessed
January 16, 2024.
https://www.academia.edu/42846912/al_Ashil_dan_al_Dakhil.
Sari, I T A Purnama, Fakultas Agama Islam, and Universitas Muhammadiyah
Surakarta. “AL-DAKHI > L DALAM TAFSIR JALA > LAIN SURAT AL-
KAHFI AYAT 60-82” (2021).
Suaidah, Idah. “Sejarah Perkembangan Tafsir.” Al asma : Journal of Islamic
Education 3, no. 2 (2021): 183.
Ulinnuha, Dr. Muhammad. Metode Kritik Ad-Dakhil Fi at-Tafsir: Cara
Mendeteksi Adanya Inflltrasi Dan Kontaminasi Dalam Penafsiran Al-
Qur’an. Jakarta: PT. Qaf Media Kreativa, 2019.
Zulaiha, Eni. “Tafsir Kontemporer: Metodologi, Paradigma Dan Standar
Validitasnya.” Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 2, no. 1
(2017): 81–94.
“Mengenal Konsep Ad-Dakhil Fi at-Tafsir: Sejarah Perkembangan Dan ...”
Accessed January 16, 2024. https://tafsiralquran.id/mengenal-konsep-ad-
dakhil-fi-at-tafsir-sejarah-perkembangan-dan-faktor-faktor-infiltrasi-
penafsiran/.
“Pengertian Dakhil Fi Tafsir Dan Macam-Macamnya.” Last modified 2023.
https://www.azaniajournal.com/2023/04/pengertian-dakhil-fi-tafsir-dan-
macam.html.

16

Anda mungkin juga menyukai