Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

“PERIWAYATAN HADIS DIROYAH”

Dosen Pengampu:
Fathoniz Zakka, Lc, M.Th.I,

Oleh:

Yusrina Salma (07020322085)


Siti Khumairoh (07020322081)

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

PRODI ILMU ALQURAN DAN TAFSIR

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, senantiasa kita ucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT


yang hingga saat ini masih memberikan nikmat iman dan kesehatan, sehingga
kami diberi kemudahan untuk menyelesaikan makalah tentang “Periwayatan
Hadis” Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah studi Hadis.

Tak lupa pula kami mengucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya


kepada setiap pihak yang telah mendukung serta membantu kami selama proses
penyelesaian tugas pembuatan makalah ini hingga selesai. Ucapan terima kasih
kami sampaikan pada bapak Fathoniz Zakka, Lc, M.Th.I, selaku dosen
pembimbing atas bimbingan dan tugas yang diberikan.

Pada makalah ini akan dibahas mengenai hadis diroyah, dari mulai tata
cara atau periwayatan hadis diroyah, lambang-lambang periwayatan hadis dan
periwayatan hadis secara lafaz dan makna. Agar dapat menambah pengetahuan
kita tentang periwayatan hadis.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
sempurna serta kesalahan yang kami yakini diluar batas kemampuan kami. Maka
dari itu kami dengan senang hati menerima kritik dan saran yang membangun dari
para pembaca. Kami berharap karya tulis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Surabaya, 6 Oktober 2022

 
Contents
KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
BAB I...................................................................................................................................4
PENDAHULUAN..................................................................................................................4
A. Latar Belakang........................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..................................................................................................4
C. Tujuan Pembahasan...............................................................................................4
BAB II...............................................................................................................................5
PEMBAHASAN...............................................................................................................5
A. Definisi Periwayatan Hadis.........................................................................................5
B. Tata Cara Atau Metode Periwayatan Dan Lambang-Lambang Periwayatan..............5
C. Periwayatan Hadis Secara Lafaz dan Makna............................................................13
Dilihat dari sudut redaksional hadis, pada umumnya periwayatan hadis dilakukan
dengan dua acara, yaitu periwayatan hadis dengan lafaz dan periwayatan hadis
dengan makna..............................................................................................................13
BAB III...............................................................................................................................15
PENUTUP..........................................................................................................................15
A. Kesimpulan..............................................................................................................15
B. Saran........................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hadis adalah segala sesuatu yang datang dari nabi Muhammad
SAW baik berupa perkataan. Perbuatan, dan ketetapan nabi. Hadis
merupakan sumber hukum kedua bagi umat Islam setelah Al-Qur’an.
Hadis juga memiliki banyak fungsi diantaranya sebagai penjelas bagi Al-
Qur’an, yaitu hadis menjelaskan atau memperinci hal-hal yang masih
belum jelas dalam Al-Qur’an karena Al-Qur’an bersifat mujmal. Hadis
juga berfungsi menafsirkan ayat-ayat yang masih mujmal dalam Al-
Qur’an, serta menetapkan hukun sesuatu yang belum ada dalam Al-
Qur’an.
Hadis memiliki kedudukan dan fungsi yang sangat penting bagi
umat Islam untuk menentuka hukum dalam kehidupan sehari-hari. Oleh
karena itu, kajian terhadap hadis menjadi sesuatu yang sangat penting.
Maka muncul lah ilmu hadis yaitu ilmu yang mempelajari tentang segala
sesuatu yang berhubungan dengan hadis. Ilmu hadis sendiri terbagi
menjadi dua yaitu, ilmu hadis riwayah dan ilmu hadis diroyah.
Ilmu hadis diroyah adalah ilmu yang mempelajari tentanghakikat,
sifat-sifat dan kaidah-kaidah dalam periwayatan suatu hadis yang
bertujuan untuk meneliti suatu hadis berdasarkan kaidah-kaidah atau
persyaratan dalam periwayatan. Oleh karena itu, agar kita dapat
memahami ilmu hadis diroyah lebih mendalam dari segi tatacara
periwayatan hadis, lambang-lambang periwayatan hadis dan periwayatan
hadis secara lafaz dan makna. Agar dapat menambah pengetahuan kita
tentang hadis diroyah, maka dari itu kami menulis makalah dengan judul
“PERIWAYATAN HADIS”

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian periwayatan hadis?
2. Bagaimana tatacara atau metode dalam periwayatan hadis dan apa saja
lambang-lambang periwayatan hadis?
3. Bagaimana periwayatan secara lafaz dan makna?

C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui definisi periwayatan hadis.
2. Mengetahui tatacara atau metode dalam periwayatan hadis beserta
lambang-lambang periwayatan hadis.
3. Mengetahui periwayatan secara lafaz dan makna.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Periwayatan Hadis


Periwayatan merupakan kata serapan dari al-riwayah atau riwayat
al-hadis. Al-riwayah adalah masdar dari kata rawa yang berarti penukilan,
penyebutan, pintalan dan pemberian minum sampai puas. Sedangkan
dalam Bahasa Indonesia berarti cerita, kisah dan berita. Menurut istilah
ilmu hadis, yang dimaksud periwayatan hadis adalah kegiatan penerimaan
dan penyampaian hadis, serta penyandaran hadis kepada rangkaian
periwayatnya dengan menggunakan istilah atau lambang tertentu.
Periwayatan hadis mencakup proses penerimaan hadis (tahammul
al-hadith) dan proses periwayatan hadis (ada’ al-hadith). Tahammul al-
hadith secara istilah yaitu mengambil hadis dari para guru dan menjamin
keasliannya tanpa merubah, mengurangi, memalsukan atau merubah titik
huruf dengan menggunakan metode dalam mendapatkan hadis. Sedangkan
al-ada’ menurut Bahasa berarti menyampaikan sesuatu dan menurut istilah
adalah penyampaian dan periwayatan hadis oleh gurupada murid-
muridnya dengan menggunakan lambang-lambang periwayatan, seperti
menceritaka dan lainnya.1

B. Tata Cara Atau Metode Periwayatan Dan Lambang-Lambang


Periwayatan
Dalam periwayatan terdapat proses penerimaan dan penyampaian
hadis nabi, yaitu perawi menerima dari guru atau guru-gurunya kemudian
hadis tersebut disampaikan kepada orang lain yang berstatus sebagai

1
Idris dkk, Studi Hadis, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2021), hal. 323
murid dalam periwayatan hadis. Terdapat delapan tata cara atau metode
dalam periwayatan hadis yaitu:2
1. Metode al-sima'
Al-sima' menurut bahasa berasal dari kata sami'a-yasma'u, sam'an,
yang berarti mendengarkan.sedangkan menurut istilah, al-sima' adalah
seorang guru membacakan periwayatan pada murid-muridnya lengkap
berbagai jalur sanadnya, baik bersumber dari hafalan atau tulisan
dengan Cara didikte atau tidak dan menyampaikan pada muridnya.
Menurut mayoritas ulama hadis, metode al-sima' mempunyai
kedudukan tertinggi di antara metode-metode penerimaan hadis yang
lain, karena Nabi saw. Memulai penyampaian hadis dengan cara
memberitahukan dan mendengarkannya kepada para sahabat.

Adapun beberapa metode untuk memperoleh hadis dengan metode


al-sima' yaitu:

a. Seorang guru menyampaikan hadis pada murid-muridnya dari


hafalannya.
b. Seorang guru menyampaikan hadis pada murid-muridnya dari
tulisannya.
c. Seorang guru mendikte hadis pada murid-muridnya dari
hafalannya.
d. Seorang guru mendikte hadis pada murid-muridnya dari
tulisannya.
Dalam metode al-sima' terdapat beberapa lambang periwayatan.
Dengan adanya beberapa lambang tersebut, maka terdapat
pula perbedaan di antara ulama hadis tentang lambang-
lambang periwayatan yang digunakan dalam metode al-
sima'. Berikut susunan lambang urutan tertinggi hingga
terendah, menurut al-khatib al-baghdadi yaitu:
1. ‫(سمعت‬aku mendengarkan)

2
Ibid, hal. 326.
2. ‫( ح دثنا‬ia telah menceritakan pada kami), ‫( ح دثني‬ia telah
menceritakan padaku)
3. ‫( اخبرنا‬ia telah mengabarkan pada kami)
4. ‫نبانا‬ (ia telah mengabarkan pada kami)

2. Metode al-Qira'ah 'ala al-shaikh


Metode al-Qira'ah 'ala al-shaikh, juga sering disebut atau dikenal
dengan metode qira'ah, yang berarti bacaan yaitu rawi membacakan
hadis kepada gurunya. Sedangkan menurut istilah, metode al-Qira'ah
'ala al-shaikh adalah seorang perawi membaca hadis di hadapan
gurunya, baik dari kitab atau hafalannya, baik guru tersebut hafal atau
tidak hafal dengan apa yang dibaca perawi, baik guru tersebut
memegang sumber asli hadis tersebut sendiri atau jalur thiqah dari
perawi yang lain.
Bentuk-bentuk metode al-qira'ah 'ala al-shaikh dapat dirinci
sebagai berikut: pertama, perawi membaca hafalan pada gurunya
dalam bentuk:
a) Perawi membaca hafalan pada gurunya dan gurunya hafal
dengan hafalan perawi juga.
b) Perawi membaca hafalan pada gurunya dan gurunya tidak tidak
hafal dengan hafalan perawi tetapi guru memegang sumber
yang sahih yang menjadi rujukan sumber hadis yang dibaca
oleh perawi.
c) Perawi membaca hafalan pada gurunya dan gurunya tidak hafal
dengan hafalan perawi dan tidak memegang sumber yang sahih
yang menjadi rujukan sumber hadis yang dibaca oleh perawi,
tetapi terdapat perawi thiqqah yang hadir di majlis yang
memegang sumber yang sahih yang diikuti oleh guru tersebut
d) Perawi membaca hafalan pada gurunya dan gurunya tidak hafal
dengan hafalan perawi dan tidak memegang sumber yang sahih
yang menjadi rujukan sumber hadis yang dibaca oleh perawi,
tetapi terdapat perawi thiqqah yang hadir di majlis yang hafal
dan guru tersebut mendengarnya serta tidak lupa.

kedua, perawi membaca hadis dari kitabnya dalam bentuk:

a) Perawi membaca kitab pada gurunya dan gurunya hafal dengan


hafalan perawi juga.
b) Perawi membaca kitab pada gurunya dan gurunya tidak hafal
dengan hafalan perawi tetapi guru memegang sumber yang
sahih yang menjadi rujukan sumber hadis yang dibaca oleh
perawi.
c) Perawi membaca kitab pada gurunya dan gurunya tidak hafal
dengan hafalan perawi dan tidak memegang sumber yang sahih
yang menjadi rujukan sumber hadis yang dibaca oleh perawi,
tetapi terhadap perawi thiqqah yang hadir di majlis yang
memegang sumber yang sahih yang diikuti oleh guru tersebut.
d) Perawi membaca kitabnya pada gurunya dan gurunya tidak
hafal dengan hafalan perawi dan tidak memegang sumber yang
sahih yang menjadi rujukan sumber hadis yang dibaca oleh
perawi, tetapi terdapat perawi thiqqah yang hadir di majlis yang
hafal dan guru tersebut mendengarnya serta tidak lupa.

Lambang-lambang periwayatan yang digunakan dalam


metode al-Qira'ah 'ala al-shaikh, yaitu: pertama, lambang yang
paling baik dan menunjukkan kehati-hatian didalamnya adalah:
‫قراءت على فالن‬aku membaca hadis kepada fulan) apabila perawi
membaca sendiri pada guru. Dan ‫( )قرءي على فالن وانا اسمع‬dibacakan
kepada fulan dan aku mendengarkannya) apabila perawi
mendengar dari bacaan perawi lainnya. Kedua, lambang-lambang
periwayatan yang menambahkan redaksi ‫ قراءة‬seperti:
a. ‫( حدثنا فالن بقراءتي عليه وانا اسمع‬Fulan bercerita kepada kami
dengan bacaanku kepadanya dan aku mendengarkannya).
b. ‫( حدثنا فالن بقراءة عليه وانا اسمع‬Fulan bercerita kepada kami dengan
bacaan kepadanya dan aku mendengarnya).
c. ‫( انا فالن بقراءتي‬Fulan bercerita kepada kami dengan bacaanku).
d. ‫انا فالن بقراءة عليه‬Fulan bercerita kepada kami dengan bacaanku
kepadanya).
e. ‫( انبانا بقراءتي‬ia bercerita kepada kami dengan bacaanku).
f. ‫( نبانا بقراءتي‬ia mengabarkan kepada kami dengan bacaanku).
g. ‫( نبانا فالن بقراءتي‬Fulan mengabarkan kepada kami dengan
bacaanku).
h. ‫( نبانا فالن بقراءة عليه‬Fulan mengabarkan kepada kami dengan
bacaanku kepadanya).
i. ‫( قال لنا فالن بقراءتي‬Fulan berkata kepada kami dengan bacaanku).
j. ‫( قال لنا فالن قراءة عليه‬Fulan berkata kepada kami dengan
bacaanku kepadanya).

3. Metode al-ijazah

Kata al-ijazah berkenaan dengan seseorang kepada orang lain


untuk menyampaikan atau membacakan sesuatu.sedangkan menurut
istilah, al-ijazah adalah suatu istilah tentang pemberian izin guru dalam
meriwayatkan hadis darinya, baik dengan perkataan langsung atau dengan
tulisannya, dengan redaksi yang biasanya menunjukkan pemberitahuan
secara global.

Metode periwayatan hadis dengan al-ijazah dibagi menjadi beberapa


diantaranya yaitu:
1. Ijazah mu'ayyan li mu'ayyan, yaitu apabila guru menentukan ijazah
pada perawi tertentu dan menentukan kitab dan bagian tertentu
yang di-ijazah-kan.
2. Ijazah li mu'ayyan fi ghair mu'ayyan, yaitu apabila menentukan
perawi tertentu, tapi tidak menentukan hadis, kitab atau bagian
tertentu dari kitab yang di-ijazah-kan.
3. Ijazah li ghair mu'ayyan bi wasf al-umum, yaitu apabila guru
menggeneralisir perawi yang diberikan ijazah dan juga
menggeneralisir kitab, bagian tertentu dari kitab dan hadis yang di-
ijazah-kan.
4. Al-ijazah li al-majhul bi al-majhul, yaitu apabila guru memberi
ijazah pada perawi tertentu dengan kitab yang tidak ditentukan atau
memberi ijazah kitab tertentu pada perawi yang tidak ditentukan.
5. Al-ijazah al-mu'allaqah bi al-mashi'ah, yaitu guru digantungkan
pada persetujuan orang lain dalam bentuk persetujuan dari selain
penerima ijazah.
6. Al-ijazah li al-ma'dum, yaitu pemberian ijazah pada perawi yang
tidak ada.
7. Al-ijazah li man laisa bi ahl, yaitu ijazah guru pada orang yang
saat menerimanya belum layak, seperti pemberian ijazah pada anak
kecil, orang gila, orang fasik dan lain sebagainya.
8. Ijazah al-mujaz, Seperti perkataan guru “saya ijazahkan kepada
kamu ijazahku”.

4. Metode al-Munawalah
Kata munawalah berasal dari kata nala-yanalu yang berarti
mendapatkan sesuatu. Sedangkan menurut istilah ilmu hadis, metode
al-munawalah adalah suatu istilah tentang pemberi hadis dari guru
pada perawi disertai adanya ijazah baik dengan terang-terangan
maupun dengan sindiran.

Periwayatan hadis dengan metode al-munawalah dibagi menjadi


dua macam. Pertama, al-munawalah yang disertai ijazah dari guru,
yaitu proses periwayatan hadis dari guru dalam bentuk:

1. Guru memberikan kitab hadisnya pada murid,


2. Murid datang ke guru dengan membawa kitab atau bagian tertentu
dari hadis yang bersumber dari guru, kemudian membacanya
dihadapan guru dan kemudian guru mengulang kembali hadis yang
dibaca murid tersebut,
3. Guru memberikan kitab hadis pada murid, meng-ijazah-kan
riwayatnya lalu guru menarik kembali kitab tersebut,
4. Murid datang ke guru dengan membawa kitab hadis yang ditulis
oleh guru tersebut, kemudian murid meminta agar guru
memberikan kitab tersebut untuknya dan boleh meriwayatkannya,
guru tidak meneliti kebenaran kitab yang dibawa murid tetapi guru
mengikuti hadis yang dibawa oleh murid.

Kedua, al-munawalah yang tidak disertai adanya ijazah dari guru,


yaitu apabila guru memberikan kitab pada murid tetapi tidak ada ijazah
untuk meriwayatkannya.
Para ulama hadis juga berbeda pendapat tentang lambang-lambang
periwayatan dengan menggunakan metode al-ijazah dan al-
munawalah, sebagai berikut:
1. Menurut beberapa ulama mutaqaddimun seperti al-Zuhri dan
Malik, boleh menggunakan lambang periwayatan ‫حدثنا‬dan ‫اخبرنا‬
dalam periwayatan dengan metode al-munawalah.
2. Sebagian ulama memperolehkan menggunakan lambang
periwayatan ‫ حدثنا‬dan ‫ اخبرنا‬dalam periwayatan dengan metode al-
ijazah.
3. Menurut ibn al-salah, pendapat yang sahih adalah tidak
menggeneralisir lambang periwayatan dan harus mengkhususkan
lambang periwayatan yang menunjukkan pada al-ijazah dan al-
munawalah.

5. Metode al-mukatabah
Secara bahasa, al-mukatabah berasal dari kata kataba-yaktubu
yang artinya menulis. Sedangkan menurut istilah adalah seorang guru
menulis hadis untuk murid, baik dengan tulisan sendiri atau
memerintahkan orang alian untuk menulisnya, menulisnya untuk
murid yang tidak hadir atau hadir di hadapan guru.
Ulama hadis berbeda pendapat tentang lambang-lambang
periwayatan dengan menggunakan metode al-ijazah dan al-
munawalah. Pendapat-pendapat tersebut diantaranya: pertama,
menurut beberapa ulama seperti al-layth bin sa’ad dan al-mansur,
boleh menggunakan lambang periwayatan ‫ حدثنا‬dan ‫ اخبرنا‬dalam
periwayatan menggunakan metode al-mukatabah. Kedua, sebagian
ulama memperbolehkan menggunakan lambang periwayatan ‫اخبرنا‬
dan tidak boleh menggunakan ‫ حدثنا‬dalam priwayatan menggunakan
metode al-mukatabah. Ketiga, menurut ibnu al-salah pendapat yang
sahih adalah harus mengkhususkan lambang periwayatan yang
menunjukkan pada al-mukatabah seperti perkataan sang perawi hadis.
6. Metode al-wasiyyah bi al-kitab
Kata al-wasiyyah secara Bahasa berarti wasiat. Sedangkan menurut
istilah ilmu hadis adalah seorang guru sebelum bepergian atau
mnejelang wafatnya berwasiat kepada seorang murid tentang kitab
yang diriwayatkan olehnya. Diantara lambang yang digunakan dalam
metode ini adalah
(fulan berwasiat kepada ku dengan kitab hadis ini) dan (fulan
mengabarkan kepada kami sesuatu yang diwasiatkannya)
7. Metode I’lam al-syaikh
Kata I’lam secara bahasa berasal dari kata a’lama-yu’limu yang
berarti memberitahukan. Sedangkan menurut istilah adalah
pemberitahuan guru pada murid bahwa hadis atau kitab ini didapatkan
dari seseorang tanpa tanpa memberi izin pada murid untuk
meriwayatkannya dari guru. Diantara lambang yang digunakan dalam
metode ini adalah: ‫(اعلمني فالن‬fulan memberi tahu kepada ku) dan ‫فالن‬
‫ني به‬ff‫(فيما اعلم‬fulan mengabarka kepada kami tentang sesuatu yang ia
beritahukan kepada ku).
8. Metode al-wijadah
Secara Bahasa, al-wijadah berasal dari kata wajada-yajidu yang
artinya menemukan. Sedangkan secara istilah adalah seorang murid
menemukan tulisan orang lain yang berisi hadis, sedangkan ia tidak
pernah mendapatkannya secara langsung dari orang tersebut, baik
menggunakan metode al-sima’ atau ijazah, baik murid yang
menemukan semasa dengan penulisnya maupun tidak semasa, baik
murid sudah pernah meriwayatkan (dari penulis) hadis lain selain hadis
yang ditemukan atau tidak pernah meriwayatkan. Lambang–lambang
yang digunakan dalam metode al-wijadah adalah sebagai berikut:
a) Apabila perawi yakin bahwa hadis yang ditemukan adalah
tulisan gurunya, maka diantara lambang periwayatan yang
digunaka adalah: ‫( وجدت بخط فالن‬aku temukan tulisan si fulan)
atau ‫(قرات بخط فالن‬Aku membaca tulisan fulan).
b) Apabila perawi menemukan hadis dari kitab seseorang dan
tidak ditulis gurunya, maka diantara lambang periwayatan yang
digunakan adalah: ‫( ذكرفالن‬si fulan menyebutkan) ‫اخبرنافالن‬
(Fulan mengabarkan kepada kami).
c) Apabila perawi tidak yakin bahwa tulisan yang ditemukan
adalah tulisan gurunya, maka lambang periwayatan yang
digunakan adalah: ‫( بلغنى عن فالن‬sampai
kepada kami berita dari fulan) dan ‫( وجدت بخط قيل انه خط فالن‬aku
temukam tulisan yang dikatakan bahwa itu adalah tulisan
fulan).

C. Periwayatan Hadis Secara Lafaz dan Makna


Dilihat dari sudut redaksional hadis, pada umumnya periwayatan hadis
dilakukan dengan dua acara, yaitu periwayatan hadis dengan lafaz dan
periwayatan hadis dengan makna.
1. Periwayatan hadis dengan lafaz
Periwayatan hadis dengan lafaz yaitu hadis diriwayatkan oleh
perawinya sesuai dengan lafaz (redaksi) yang diterima dari orang yang
menyampaikan hadis tersebut kepadanya, tanpa ada perubahan sedikit
pun.3 Para ulama’ sepakat bahwa periwayatan dengan cara ini adalah
paling baik dan paling tinggi nilainya, sebab menjamin kemurnian dan
keutuhan makna hadis. Hadis nabi yang periwayatannya dimungkinkan
dengan lafaz, pada periode sahabat sebagai saksi pertama, hanyalah
hadis bentuk qouliyah, sedangkan hadis fi’liyah dan taqririyah hanya
dimungkinkan dapat diriwayatkan dengan makna, artinya redaksinya
dibuat oleh sahabat yang meriwayatkannya.
Hadis yang dalam bentuk qouliyah pun tidak seluruhnya dapat
diriwayatkan dengan lafaz. Kesulitan periwayatan secara lafaz bukan
hanya disebabkan karena tidak mungkin seluruh sabda itu dihafal
secara harfiyah, melainkan juga karena kemampuan hafalan dan
kecerdasan para sahabat nabi berbeda-beda.
2. Periwayatan hadis dengan makna
Periwayatan hadis dengan makna adalah suatu cara dimana hadis
diriwayatkan dengan menggunakan redaksi periwayat sendiri atau
berbeda dari redaksi yang diterima dari perawi, namun kandungan dan
maksud atau makna dari hadis tersebut tetap sama.4 Ada ulama’ yang
tidak membolehkan sama sekali berdasarkan pada hadis nabi sendiri,
dan ada pula yang membolehkannya dengan syarat-syarat tertentu, dan
ada lagi yang membolehkannya pasa periode tertentu saja. Periwayatan
hadis dengan makna telah berlangsung sejak masa sahabat.hal ini

3
M. Sayuti Ali, “Periwayatan Hadis Dengan Lafaz Dan Makna”, Jurnal Al-Qalam Vol. 5, No. 59,
(1996): 21
4
Ibid, hal. 22
disebabkan oleh keterbatasan kemampuan mansia dalam menghafal
atau bila terjadi rentang waktu yang cukup panjang antara waktu
penerimaan hadis dan waktu penyampaiannya.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Periwayatan hadis adalah kegiatan penerimaan dan penyampaian hadis, serta
penyandaran hadis kepada rangkaian periwayatnya dengan menggunakan
istilah atau lambang tertentu. Periwayatan hadis mencakup 2 proses yaitu
proses penerimaan hadis atau tahammul al-hadith dan proses periwayatan
hadis atau ada’ al-hadith. Kedua proses tersebut dilakukan dengan cara perawi
menerima dari guru atau guru-gurunya kemudian hadis tersebut disampaikan
kepada orang lain yang berstatus sebagai murid dalam periwayatan hadis. Tata
cara atau metode dalam periwayatan hadis terbagi menjadi delapan. Pada
umumnya periwayatan hadis dilakukan dengan du acara, yaitu periwayatan
hadis dengan lafaz dan periwayatan hadis dengan makna.

B. Saran
Sebelum melakukan periwayatan sebuah hadis, ada baiknya jika
mempelajari ilmu hadis terlebih dahulu. Guna untuk mengetahui definisi
periwayatan hadis, tata cara atau metode periwayatan, serta lambang-lambang
periwayatan.
DAFTAR PUSTAKA

Sayuti Ali, M. (1996). Periwayatan Hadis Dengan Lafaz Dan Makna. Jurnal Al-Qalam.
56, 21-22.

Idris dkk, Studi Hadis. Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2021.

Anda mungkin juga menyukai