2.4.1. Umum
Alinemen vertikal merupakan profil memanjang sepanjang garis tengah jalan, yang
terbentuk dari serangkaian segmen dengan kelandaian memanjang dan lengkung vertikal.
Profilnya tergantung topografi, desain alinemen horizontal, kriteria desain, geologi, pekerjaan
tanah, dan aspek ekonomi lainnya.
Untuk membedakan topografi, medan dibagi menjadi tiga kategori, yaitu: datar,
bukit, dan gunung. Pada medan datar biasanya jarak pandang lebih mudah dipenuhi tanpa
kesulitan mengkonstruksinya atau tidak berbiaya besar. Pada medan bukit, lereng alam
Ketinggian alinemen vertikal jalan pada setiap lokasi di sepanjang rute sebagian besar
dikendalikan oleh fitur-fitur yang dilintasi jalan. Berikut ini adalah hal hal yang harus
diperhatikan dalam mendesain alinemen vertikal:
a. Topografi eksisting.
b. Kondisi geoteknis.
c. Persimpangan eksisting.
h. Bukaan median.
Desain harus memperhatikan dampak profil melintang badan jalan yang berbatasan atau
memotong jalan yang bisa mempengaruhi desain geometrik vertikal, khususnya ketika
mempertimbangkan drainase, dan juga perubahan-perubahan dalam:
a. Profil melintang atau superelevasi
Tipikal ruang bebas vertikal untuk objek-objek yang dibangun di atas jalan diuraikan
dalam Tabel 5-46. Dalam semua kasus, desainer bertanggung jawab untuk memastikan
bahwa ruang bebas ini terpenuhi dan terkonfirmasi terhadap pihak yang berwenang
pengelola utilitas di atas jalan yang sedang didesain.
Tabel 2.18. Ruang bebas vertikal minimum di atas badan jalan dan jalur pejalan kaki
Tinggi Ruang Bebas
Lokasi Minimum
(m)
JBH dan jalan arteri 5,1
Jalan kolektor 5,1
Jalan lokal 5,1
Jembatan penyeberangan pejalan kaki 5,1
Underpass pejalan kaki 3,0
Struktur rambu-rambu di atas jalan 5,0
Jalur pengendara sepeda 3,0
Jalur Kereta Api-diukur dari puncak rel 6,5
Jalan dengan kelandaian datar dan tanpa kerb biasanya bisa memberikan drainase
permukaan yang baik dimana kemiringan melintangnya mencukupi untuk membuang air
secara lateral melalui bahu dan kemudian ke saluran samping. Kelandaian minimum yang
pantas biasanya 0,3 persen.
Menambahkan lajur pendakian pada jalan dua lajur dua arah dapat mengimbangi
penurunan kecepatan operasi lalu lintas yang disebabkan oleh efek kelandaian, peningkatan
arus lalu lintas, dan keberadaan kendaraan berat (truk), serta menyediakan cara yang relatif
murah untuk menunda rekonstruksi dalam waktu lama.
1. Lajur pendakian dimaksudkan untuk menampung truk-truk yang bermuatan berat atau
kendaraan lain yang lebih lambat dari kendaraan-kendaraan lain pada umumnya, agar
kendaraan-kendaraan lain dapat mendahului kendaraan
2. Lajur pendakian harus disediakan pada ruas jalan yang mempunyai kelandaian yang
besar, menerus, dan volume lalu lintasnya relatif padat.
3. Penambahan lajur pendakian dilakukan dengan ketentu
Tabel 2.22. Kontrol Desain (K) untuk lengkung vertikal cembung berdasarkan JPH
VD JPH
(Km/Jam) (m) K1)
20 20 1
30 35 2
40 50 4
50 65 7
60 85 11
70 105 17
80 130 26
90 160 39
100 185 52
110 220 74
120 250 95
Sumber : Direktorat Jendral Bina Marga “Pedoman Desaian Geometrik
Jalan, PUPR No. 13/P/BM/2021”
Nilai K yang diambil dari tabel di atas ketika S < L juga bisa digunakan tanpa
kesalahan berarti ketika S > L.
2. Desain Jarak pandang mendahului pada lengkung cembung
Nilai untuk JPM pada lengkung vertikal cembung berbeda karena berbedanya kriteria
jarak pandang dan tinggi objek. Menggunakan tinggi objek 1,08 m dan formula yang
sama, nilai K di dalam Tabel 5-56 bisa diterapkan.
Tabel 2.23. Kontrol desain (K) untuk lengkung vertikal cembung berdasarkan JPM.
VD JPM
(m) K1)
(Km/Jam)
30 120 17
40 140 23
50 160 30
60 180 38
70 210 52
80 245 70
90 280 91
100 320 119
110 355 146
120 395 181
Nilai K yang diambil dari tabel di atas ketika S < L, juga bisa digunakan
tanpa kesalahan berarti ketika S > L.
VD JPH
Sumber : (Km/Jam) (m) K
20 20 3
30 35 6
40 50 9
50 65 13
60 85 18
70 105 23
80 130 30
90 160 38
100 185 45
110 220 55
120 250 63
Direktorat Jendral Bina Marga “Pedoman Desaian Geometrik
Jalan, PUPR No. 13/P/BM/2021”
7. Halangan di atas jalan
Halangan di atas jalan seperti overpass jalan atau Kereta Api, portal rambu atau
bahkan pepohonan bisa membatasi jarak pandang yang tersedia pada lengkung vertikal
cekung, khususnya truk dengan tinggi mata pengemudi yang lebih tinggi. Dengan
2.4.7. Kontrol umum alinemen vertikal
Sebagai tambahan dari kontrol vertikal yang dibahas di atas, kontrol umum berikut
ini juga perlu diperhitungkan dalam desain. Garis kelandaian yang halus dengan perubahan
gradual konsisten dengan kelas jalan dan medan hendaknya dicari daripada garis dengan
banyak patahan dan kelandaian yang pendek.
Profil jenis “roller coaster” atau “hidden dip” hendaknya dihindari. Profil ini
biasanya relatif lurus, alinemen horizontal dan profil jalan mengikuti permukaan tanah asli
yang naik-turun. Cekungan tersembunyi menyulitkan pengemudi untuk mendahului. Bahkan
cekungan yang dangkal menyulitkan pengemudi melihat perkerasan jalan dan tidak tahu
apakah akan mendahului atau tidak.
Kelandaian memanjang bergelombang, terutama yang berkaitan turunan panjang dan
tidak diawali oleh tanjakan, menjadikan truk untuk mendapatkan kecepatan berlebihan yang
Kelandaian memanjang broken back atau dua lengkung vertikal searah terpisah oleh
ruas jalan yang pendek dengan kelandaian lurus hendaknya dihindari, terutama pada lengkung
cekung dimana tampilan kedua lengkung tidak memuaskan. Jika panjang memanjang lurus
melampaui 0,4V (dimana V = kecepatan operasional) maka lengkung tersebut tidak dianggap
sebagai broken back.
2.5. Penampang melintang jalan
2..5.1 Umum
Penampang melintang jalan yang didesain tergantung pada:
a. Lokasinya (di dalam SJJ primer, di luar kota atau SJJ sekunder, di dalam kota);
b. Fungsi jalan;
c. Kelas penggunaan Jalan;
d. Spesifikasi penyediaan prasarana jalan
e. Volume lalu lintas harian rata-rata (LHRT) dan jenis-jenis kendaraan (mobil, bus, truk,
sepeda motor, fisik);
f. Jalan baru atau jalan lama yang ditingkatkan;
g. Ketersediaan angkutan umum;
h. Kondisi lingkungan (topografi, geologi, utilitas publik, lebar Rumija, vegetasi);
2.5.2 Lebar lajur lalu lintas
Dalam istilah rekayasa, alinemen jalan harus melayani lalu lintas dengan memberikan rute
yang memenuhi batasan-batasan yang diterapkan oleh dinamika kendaraan, kenyamanan
penumpangnya, dan medan.
Jika memungkinkan, geometrik horizontal dan vertikal agar dikoordinasikan untuk
Hubungan berikut ini antara alinemen horizontal dan vertikal hendaknya diterapkan
terhadap desain sedapat mungkin untuk alasan keselamatan, estetika, dan drainase.
1) Lengkung vertikal cembung hendaknya dibatasi di dalam lengkung horizontal untuk
memperbaiki tampilan lengkung cembung. Hal ini juga meningkatkan keselamatan dengan
mengindikasikan arah lengkungan sebelum jalan tertutup oleh punggung lengkung.
2) Kecepatan desain jalan harus sama baik untuk alinemen horizontal dan vertikal. Hal ini
meningkatkan kewaspadaan pengemudi terhadap lingkungan pada kecepatan tersebut.
3) Pergerakan kecil dalam satu dimensi jangan dikombinasikan dengan pergerakan besar
lainnya.
4) Lengkung horizontal tajam jangan dimulai pada atau dekat puncak lengkung vertikal
cembung karena perubahan alinemen ini bisa sulit dilihat di malam hari.
Jika lengkung cembung membatasi pandangan pengemudi terhadap awal lengkung
horizontal, pengemudi bisa jadi akan kebingungan dan berbelok ke arah yang salah. Ini
cukup berbahaya ketika lengkung horizontal tajam berada di dekat puncak lengkung
vertikal
Lengkung cekung dan cembung yang sangat panjang, akan menghasilkan ruas yang
datar panjang pada puncak lengkung dan dasar cekungan, hal ini hendaknya dihindari agar
terdapat drainase yang baik pada perkerasan dan menghindarkan terjadinya massalah
genangan.
Kombinasi peralihan superelevasi dengan lengkung vertikal dan/ atau kelandaian vertikal
perlu diperiksa dengan kontur ketinggian permukaan perkerasan jalan untuk memastikan
bahwa aliran air melintang perkerasan jalan yang tidak dikehendaki bisa dihindari.
Penggunaan lengkung vertikal cembung yang panjang hendaknya dihindari dimana ada
kemungkinan kelandaian datar terjadi pada punggung lengkungan. Langkah-langkah untuk
memperbaiki lokasi-lokasi datar (flat spots), meliputi :
a. Perbaiki alinemen,
b. Grading ulang setempat untuk menjaga kelandaian lebih besar dari nol di tepi
perkerasan.
c. Pemasangan kemiringan melintang garis punggung buatan
d. Memutar superelevasi di tepi bahu jalan bukan pada garis tengah jalan.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari pengerjaan Tugas “PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN” antara
lain sebagai berikut :
Trase
Panjang trase awal = 1045,00 m
Alinyemen Horizontal
Klasifikasi medan = Bukit
Fungsi jalan = Lokal Primer
Kelas jalan = 1
Kecepatan rencana = 40 km/jam
Jenis tikungan = 2 Full Circle ; 1 SCS (Jumblah Tikungan 3).
Alinyemen Vertikal
Cekung & Cembung = Cekung 2
= Cembung 2
3.2 Saran
1. Dalam perencanaan/pembuatan trase (rute jalan) perlu memperhatikan beberapa syarat agar suatu
jalan layak digunakan, terutama jalan yang dibangun di daerah pegunungan dan hutan sebisa
mungkin untuk merencanakan tikungan dengan sudut kurang dari 90 o agar tikungan yang kita buat
tidak terlalu tajam sehingga aman bagi pengguna jalan.
2. Trase (rute jalan) diusahakan memilih jalur terpendek/terdekat, karena hal yang paling diutamakan
adalah jalan yang mempunyai nilai ekonomis. Ekonomis maksudnya jalan tersebut dapat dibangun
dengan kualitas yang bagus dan juga murah karena jarak yang tidak begitu Panjang.
3. Usahakan menggambar trase pada peta topografi mengikuti garis kontur agar medan yang didapat
tidak terlalu curam, karena salah satu syarat merencanakan jalan yaitu memberikan kenyamanan
pada pengguna jalan.
4. Lebih memperhatikan dalam merencanakan jenis tikungan sesuai dengan jenis dan fungsi jalan yang
akan kita rencanakan.
5. Dalam perencanaaan galian dan timbunan usahakan agar volume timbunan tidak lebih besar dari
volume galian karena jika volume timbunan lebih besar dari volume galian maka akan memakan
banyak biaya.
6. Memperbanyak referensi buku tentang perencanaan geometric jalan agar dalam pengerjaan laporan
lebih banyak sumber.
Daftar Pustaka