Anda di halaman 1dari 23

BAB V

PERENCANAAN ALINEMEN VERTIKAL

5.1. Umum
Alinemen vertikal didefinisikan sebagai proyeksi sumbu jalan pada bidang
vertikal, berbentuk penampang memanjang jalan. Alinemen vertikal disebut juga
penampang memanjang atau profil jalan. Desainer perlu menetapkan desain
alinemen vertikal sebagai transisi antara elevasi jalan diantara dua buah
kelandaian. Secara umum dibedakan antara lengkung vertikal cembung dan
lengkung vertikal cekung. Permukaan jalan terdiri dari bagian lurus yang disebut
bagian Tangen vertikal dan bagian lengkung yang disebut lengkung vertikal jalan.
Lengkung vertikal menghubungkan 2 bagian tangent vertikal yang memiliki
kelandaian seperti pada gambar di bawah ini.

Gambar 5.1 Alinemen Vertikal Jalan


Sumber : Dasar-Dasar Perencanaan Geometrik Ruas Jalan, 2017

Faktor-faktor yang memperngaruhi desain alinemen vertikal jalan :


1. Kondisi Lapisan Tanah Sepanjang Badan Jalan
Karakteristik badan jalan didapatkan dari Uji Pemboran atau Geo
Listrik dan secara rinci bias didapatkan dari Standar Penetration Test
(SPT) serta Uji Lab terhadap benda Uji Undisturbed. Informasi
karakteristik badan jalan akan memberikan masukkan informasi kepada

Aldi Prananda (20101154330045) 53


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang
perencana terkaut dengan jenis Perkerasan serta banyaknya galian maupun
timbunan yang diperlukan.
2. Kondisi Tanah Disekitar Daerah Galian.
Kondisi tanah pada segmen galian ini, diperlukan agar perencana
mempertimbangkan :
a) Kestabilan lereng daerah galian.
b) Keberadaan wilayah aquifer yang sering menjadi masalah
dikemudian hari.
c) Rembesan air (seepage) pada daerah lereng.
3. Muka Air Tanah Dan Muka Air Banjir
Posisi muka air tanah atau muka air banjir terhadap perkerasan jalan,
diperlukan perencana pada saat menentukan system drainase jalan pada
bagian segmen tersebut.
4. Fungsi Jalan
Fungsi jalan mewakili karakter lalu lintas yang akan melewati ruas
jalan. Jalan arteri dengan karakteristik kendaraan seperti : Kecepatan
tinggi, kendaraan barang dengan volume besar tentunya memerlukan
desain geometrik yang berbeda misalnya dengan jalan lokal dengan ciri
kendaraan lambat dan volume barang yang relative sedikit. Terutama
terkait dengan kelandaian jalan.
5. Keseimbangan Antara Galian Dan Timbunan
Keseimbangan antara galian dan timbunan lebih menekankan pada
nilai keekonomian pembangunan jalan.
6. Pertimbangan Lingkungan
Alinemen vertikal seyoganya didesain dengan mempertimbangkan
tuntutan lalu-lintas untuk masa yang akan datang, dan juga tidak merusak
lingkungan jalan yang ada.
5.2 Kelandaian Maksimum Dan Landai Kritis
5.2.1 Kelandaian Maksimum
Kelandaian maksimal adalah kelandaian yang memungkinkan kendaraan
bergerak terus tanpa kehilangan kecepatan yang berarti. Di asumsikan untuk truk
yang bermuatan penuh dengan penurunan kecepatan masih lebih atau sama

Aldi Prananda (20101154330045) 54


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang
dengan 50 % dari kecepatan awal.
Tabel 5.1 Landai Maksimum
Vr (km/jam) < 40 40 50 60 80 100 110 120
Lmaks 10 10 9 8 5 4 3 3
Sumber : Dasar-Dasar Perencanaan Geometrik Ruas Jalan, 2017
AASHTO membatasi kelandaian maksimum 5% untuk kecepatan rencana
110 km/jam, dan 7-12 % untuk kecepatan rencana 50 km/jam. Kelandaian
maksimum dipengaruhi oleh kondisi medan dimana jalan tersebut berada,
dibedakan berdasarkan kemiringan medan yang diukur tegak lurus sumbu jalan
dan dibedakan antara medan datar, perbukitan dan pergunungan.

Gambar 5.2 Sketsa Penentuan Kondisi Medan


Sumber : Dasar-Dasar Perencanaan Geometrik Ruas Jalan, 2017
Tabel 5.2 Jenis Medan Berdasarkan Kelandaian Medan
Medan Jalan Notasi Kelandaian Medan
Datar D < 10,0 %
Perbukitan B 10,0-25,0%
Gunung G ≥ 25%
Sumber : Dasar-Dasar Perencanaan Geometrik Ruas Jalan, 2017
Pada Tabel dibawah ini menunjukkan batasan kelandaian maksimum untuk
jalan tol dan untuk jalan perkotaan berdasarkan AASHTO 2004, No 007/BM/2009
dan RSNI T-14-2004. Tabel dibawah ini terlihat bahwa batasan kelandaian
maksimal bukanlah nilai mutlak, tetapi disesuaikan dengan standard yang berlaku.
Semakin tinggi kelandaian yang diambil akan berdampak pada semakin tinggi
biaya operasi kendaraan.

Aldi Prananda (20101154330045) 55


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang
5.2.2 Landai Kritis
Panjang kritis adalah panjang landai maksimum yang harus ada untuk
mempertahankan kecepatan sehingga penurunan kecepatan kurang dari atau sama
dengan 50 % dari kecepatan rencana selama satu menit.
Landai maksimum saja belum merupakan faktor penentu dalam desain
alinemen vertikal, karena landai dengan jarak yang pendek memberikan pengaruh
yang berbeda dibandingkan dengan landai yang sama tetapi dengan jarak yang
lebih panjang. Bina Marga memberikan rujukan dalam menentukan panjang
landai kritis.

Tabel 5.3 Panjang Landai Kritis

Kecepatan Awal Landai(%) Panjang Landai Kritis


Pendakian (km/jam) (m)

120 3 800

4 500

5 400

100 4 700

5 500

6 400

80 5 600

6 500

60 6 500
Sumber : Dasar-dasar Perencanaan Geometrik Ruas Jalan, 2017

5.3 Jenis Lengkung Vertikal


5.3.1 Lengkung Vertikal Cembung
Lengkung vertikal cembung adalah lengkung dimana titik PPV berada
diatas permukaan jalan. Lengkung vertikal cembung dirancang berbentuk
parabola, sedangkan panjang lengkung ditentukan dengan memperhatikan hal hal
sebagai berikut :

Aldi Prananda (20101154330045) 56


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang
(1). Jarak pandang .
(2). Drainase.
(3). Kenyamanan.
1. Panjang lengkung vertikal berdasarkan jarak pandang .
(a). Jarak pandang lebih pendek dari panjang lengkung dan berada
seluruhnya dalam daerah lengkung (S<L).

Gambar 5.3 Panjang Lengkung Vertikal Cembung Dengan S<L


Sumber : Dasar-Dasar Perencanaan Geometrik Ruas Jalan, 2017
L = Panjang lengkung Vertikal, m
S = Panjang jarak pandang, m
A = Perbedaan aljabar landai, %
h1 = Tinggi mata pengemudi diatas muka jalan, m
h2 = Tinggi objek diatas muka jalan, m
Dari gambar diatas, dan sifat lengkung parabola, diperoleh
persamaan sebagai berikut :

Untuk jarak pandang = jarak pandang henti, maka h = 1,08 m, dan


h = 0,60 m, sehingga persamaan di atas, menjadi :

Jika Panjang lengkung vertikal dihitung berdasarkan jarak pandang


mendahului untuk Jalan 2 lajur 2 arah, dengan h1 = 1,08 m, dan h2 =
1,08 m, maka persamaan menjadi :

Aldi Prananda (20101154330045) 57


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang
Desain lengkung vertikal yang menggunakan jarak pandang henti
sebagai dasar menentukan panjang lengkung vertikal cembung, maka
jalan dengan lengkung tersebut perlu dilengkapi dengan rambu dan
marka dilarang mendahului.
(b). Jarak pandang Lebih panjang dari panjang lengkung dan berada
diluar dan dalam daerah lengkung (S>L)

Gambar 5.4 Panjang Lengkung Vertikal Cembung Dengan S>L


Sumber : Dasar-Dasar Perencanaan Geometrik Ruas Jalan, 2017
Berdasarkan gambar diatas dan sifat lengkung Parabola, diurunkan
Persamaan di atas sebagai berikut :

Dimana :
L = Panjang lengkung vertikal, m
A = Perbedaan aljabar landai, %
S = Jarak pandang, m
h1 = Tinggi mata pengemudi dari permukaan jalan, m
h2 = Tinggi objek dari permukaan jalan, m
Jika panjang lengkung vertikal dihitung berdasarkan jarak pandang
henti, dengan h1 = 1,08m, dan h2 = 0,60m, maka persamaan, menjadi :

Jika panjang lengkung vertikal dihitung berdasarkan jarak pandang


mendahului untuk jalan 2 lajur 2 arah, dengan h1 = 1,08 m, dan h2 =
1,08 m, maka persamaan menjadi :

Aldi Prananda (20101154330045) 58


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang

Tabel dibawah ini dan gambar di atas menunjukkan nila K


berdasarkan jarak pandang henti hasil hitungan dan nilai K setelah
pembulatan.
Tabel 5.4 Nilai K Berdasarkan Jarak Pandang Henti Pada Lengkung Vertikal
Cembung
Kecepatan Jarak Nilai K=L/A
Rencana Pandang Henti Hitungan Pembulatan
(km/jam) (m)
20 20 0,6 1
30 35 1,9 2
40 50 3,8 4
50 65 6,4 7
60 85 11,0 11
70 105 16,8 17
80 130 25,7 26
90 160 38,9 39
100 185 52,0 52
110 220 73,6 74
120 250 95,0 95
130 285 123,4 124
Sumber : Dasar-Dasar Perencanaan Geometrik Ruas Jalan, 2017
2. Panjang lengkung vertikal berdasarkan kebutuhan drainase
Jika panjang lengkung vertikal cembung relative panjang dan datar
maka akan menimbulkan masalah pada drainase apabila disepanjang jalan
dipasang Kerb, karena air disamping jalan tidak lancar mengalir.
Dalam hal ini AASHTO 2004 membatasi panjang lengkung Vertikal
L≤51 A. Lihat gambar 5.5 dibawah ini, kondisi panjang lengkung = 51A.

Aldi Prananda (20101154330045) 59


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang

Gambar 5.5 Panjang Lengkung Vertikal Cembung Berdasarkan Jarak Pandang Henti
Sumber : Dasar-Dasar Perencanaan Geometrik Ruas Jalan, 2017
3. Panjang lengkung vertikal berdasarkan kenyamanan pengguna jalan
Untuk mengurangi dampak gaya sentrifugal yang berlebihan sehingga
memberikan kenyamanan kepada pengguna jalan, maka panjang AASHTO
menetapkan panjang lengkung vertikal minimum berdasarkan persamaan
dibawah ini, dan juga garis putus-putus mulai dari garis untuk kecepatan =
70 km/jam ke kiri diatas :

Keterangan :
L = Panjang lengkung vertikal cembung minimum, m
V = Kecepatan rencana, Km/Jam.
Penetapan panjang lengkung vertikal berdasarkan jarak pandang
mendahului, tidak dipakai kaarena akan menghasilkan nila L yang lebih
besar, sehingga berdampak pada membesarnya biaya konstruksi ruas jalan
tersebut.
5.3.2 Lengkung Vertikal Cekung
Lengkung vertikal cekung adalah lengkung dimana titik PPV berada
dibawah permukaan jalan. Panjang lengkung vertikal cekung mempertimbangkan
beberapa hal :

Aldi Prananda (20101154330045) 60


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang
1. Jarak pandang dimalam hari
Pengemudi pada saat melewati lengkung vertikal cekung pada siang
hari tidak akan terhalangi, namun pada malam hari maka jangkauan lampu
kendaraan akan terbatas.
Ilustrasi pengaruh jarak pandang sinar lampu kendaraan pada malam
hari, dengan asumsi tinggi lampu depan 60 cm dengan sudut penyebaran
sebesar 1° digambarkan pada gambar dibawah ini.

Gambar 5.6 Jarak Sinar Lampu Kendaraan


Sumber : Dasar-Dasar Perencanaan Geometrik Ruas Jalan, 2017
Tabel menunjukkan nilai K berdasarkan jarak pandang henti hasil
pembulatan untuk lengkung vertikal cekung, sehingga dapat dipakai pada
desain geometrik.

Aldi Prananda (20101154330045) 61


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang
Tabel 5.5 Nilai K Berdasarkan Jarak Pandang Henti Pada Lengkung Vertikal
Cekung
Kecepatan Jarak Pandang Nilai K = L/A
Rencana Henti, m Hitungan Pembulatan
km/jam
20 20 2,1 3
30 35 5,1 6
40 50 8,5 9
50 65 12,2 13
60 85 17,3 18
70 105 22,2 23
80 130 29,4 30
90 160 37,6 38
100 185 44,6 45
110 220 54,4 55
120 250 62,8 63
130 285 72,7 73
Sumber : Dasar-Dasar Perencanaan Geometrik Ruas Jalan, 2017
Tabel 5.6 Panjang Minimum Lengkung Vertikal
Kecepatan Rencana Perbedaan Kelandaian Panjang Lengkung
(km/jam) Memanjang (%) (m)
<40 1 20-30
40-60 0,6 40-80
≥60 0,4 80-150
Sumber : Dasar-Dasar Perencanaan Geometrik Ruas Jalan, 2017
Gambar di bawah mengilustrasikan panjang lengkung vertikal cekung
untuk berbagai kecepatan rencana (Km/Jam) dan berbagai nilai A
berdasarkan jarak pandang henti.

Aldi Prananda (20101154330045) 62


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang

Gambar 5. 7 Panjang Lengkung Vertikal Cekung bBrdasarkan Jarak Pandang Henti


Sumber : Dasar-Dasar Perencanaan Geometrik Ruas Jalan, 2017
2. Kebutuhan drainase
Perhatian terhadap drainase jalan terutama jika panjang lengkung
vertikal cekung melampaui 51A. Oleh sebab itulah AASHTO membatasi
agar perencana membatasi panjang lengkung vertikal cekung kurang dari
51A. lihat gambar di atas. Upaya yang bisa dilakukan adalah pembuatan
Kerb bersaluran, lubang inlet pada tempat yang memungkinkan.
3. Kenyamanan pengemudi
Gaya sentrifugal dan gravitasi dapat berdampak ketidaknyamanan pada
pengemudi dan penumpang kendaraan. Panjang lengkung vertikal cekung
minimum berdasarkan AASHTO 2004 mengikuti persamaan sebagai
berikut :

Keterangan :
V = Kecepatan rencana, km/jam
A = Perbedaan aljabar landai
L = Panjang lengkung vertikal cekung, m
4. Bentuk visual lengkung vertikal cekung
AASHTO 2004 memberikan batasan bentuk lengkung vertikal dengan
panjang minimum L = K.A, dengan K = 30. Panjang lengkung vertikal
minimum berdasarkan bentuk visual lengkung adalah :

Aldi Prananda (20101154330045) 63


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang
Batasan ini dapat dilihat pada gambar 34 dengan garis terputus putus.
5. Jarak pandang bebas dibawah bangunan pada lengkung vertikal cekung
Pada saat kendaraan melalui lintasan bawah jembatan penyeberangan,
viaduct dan lain sebagainya, perencana perlu mengecek jarak pandang
cekung karena bangunan tersebut sering menghalangi jarak pandang
pengemudi. Terutama apabila bangunan dimaksud tepat berada pada titik
PPV.
Posisi jarak pandang yang perlu dipertimbangkan oleh perencanaannya
adalah :
(a). Jarak Pandang S<L

Gambar 5. 8 Jarak Pandang Bebas Dibawah Bangunan Yang Melintas Dengan S<L
Sumber : Dasar-Dasar Perencanaan Geometrik Ruas Jalan, 2017
Berdasarkan gambar diatas, persamaan panjang lengkung vertikal
cekung untuk S<L :
Persamaan :

Keterangan :
L = Panjang lengkung vertikal cekung, m
A = Perbedaan aljabar landai, %
S = Jarak pandangan henti atau menyiap minimum, m
C = Tinggi bebas dari muka jalan ke bagian bawah bangunan
yang melintas, m
h1 = Tinggi mata pengemudi dari muka jalan, m
h2 = Tinggi objek dari muka jalan, m

Aldi Prananda (20101154330045) 64


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang
Jika menggunakan staandar tinggi mata pengemudi truk = 2,40 m
dan tinggi objek = 0,6 m sebagai tinggi bagian belakang kendaraan
yang dilihat oleh truk, maka persamaan bisa disederhanakan menjadi :

(b). Jarak Pandang Bebas S>L


Gambar di bawah menunjukkan posisi kendaraan untuk
menghitung jarak paandang bebas diatas lengkung vertikal cekung
dengan jarak pandang S>L.

Gambar 5.9 Jarak Pandang Bebas Dibawah Bangunan Yang Melintas Dengan S>L
Sumber : Dasar-Dasar Perencanaan Geometrik Ruas Jalan, 2017
Berdasarkan gambar diatas, persamaan panjang lengkung vertikal
cekung untuk S>L :
Persamaan :

Keterangan :
L = Panjang lengkung vertikal cekung, m
A = Perbedaan aljabar landai, %
S = Jarak pandangan henti atau menyiap minimum, m
C = Tinggi bebas dari muka jalan ke bagian bawah bangunan yang
melintas, m
h1 = Tinggi mata pengemudi dari muka jalan, m
h2 = Tinggi objek dari muka jalan, m
Jika menggunakan standar tinggi mata pengemudi truk = 2,40 m
dan tinggi objek = 0,6 m sebagai tinggi bagian belakang kendaraan

Aldi Prananda (20101154330045) 65


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang
yang dilihat oleh truk, maka persamaan bisa disederhanakan
menjadi :

5.3.3 Panjang Minimum Lengkung Vertikal


Panjang minimum lengkung vertikal ditentukan dengan rumus :

Keterangan :
L = Panjang lengkung vertikal (m),
A = Perbedaan grade (m),
Jh = Jarak pandangan henti (m),
Y = Faktor penampilan kenyamanan, didasarkan pada tinggi obyek 10 cm
dan tinggi mata 120 cm.
Y dipengaruhi oleh jarak pandang di malam hari, kenyamanan, dan
penampilan. Y ditentukan sesuai tabel dibawah ini.
Tabel 5.7 Penentuan Faktor Penampilan Kenyamanan (Y)
Kecepatan Rencana Faktor penampilan
(km/Jam) kenyamanan, Y
<40 1,5
40-60 3
>60 8
Sumber : Direktorat Bina Mara, 1997
Panjang lengkung vertikal bisa ditentukan langsung sesuai tabel yang
didasarkan pada penampilan, kenyamanan, dan jarak pandang. Untuk jelasnya
lihat Gambar 5.10 dan Gambar 5.11.

Aldi Prananda (20101154330045) 66


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang

Gambar 5.10 Lengkung Vertikal Cembung


Sumber : Direktorat Bina Mara, 1997

Gambar 5.11 Lengkung Vertikal Cekung


Sumber : Direktorat Bina Mara, 1997
5.3.4 Pedoman Umum Perencanaan Lengkung Vertikal
Berdasarkan kriteria perencanaan, ditetapkan :
(1) Jari jari lengkung vertikal minimum.
(2) Kelandaian jalan maksimum.
(3) Panjang jalan dengan kelandaian tertentu yang membutuhkan lajur
pendakian.
(4) Jarak pandang henti dan jarak pandang mendahului.
Dengan memperhatikan kriteria perencanaan, rencanakan gambar
alinemen vertikal untuk semua alternatif alinemen horizontal. Gambar alinemen
vertikal berskala panjang 1:1.000 dan skala vertikal 1:100.

Aldi Prananda (20101154330045) 67


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang
Setiap alinemen perlu diuji terhadap pemenuhan jarak pandang sesuai
ketentuan yang diuraikan dibawah ini :

5.4 Jarak Pandang Henti Dan Jarak Pandang Menyiap


5.4.1 Jarak Pandang Henti
Jarak Pandang Henti (Jh) adalah jarak minimum yang diperlukan oleh
setiap pengemudi untuk menghentikan kendaraannya dengan aman begitu melihat
adanya halangan di depan. Setiap titik di sepanjang jalan harus memenuhi Jh.
Jarak pandang henti diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata
pengemudi adalah 105 cm dan tinggi halangan 15 cm diukur dari permukaan
jalan. Jh terdiri atas 2 elemen jarak, yaitu :
(1) Jarak Tanggap (Jht) adalah jarak yang ditempuh oleh kendaraan sejak
pengemudi melihat suatu halangan yang menyebabkan ia harus
berhenti sampai saat pengemudi menginjak rem
(2) Jarak Pengereman (Jhr) adalah jarak yang dibutuhkan untuk
menghentikan kendaraan sejak pengemudi menginjak rem sampai
kendaraan berhenti.
Jarak pandang henti dalam satuan meter, dapat dihitung dengan rumus :

Keterangan :
VR = Kecepatan rencana (km/jam)
T = Waktu tanggap, ditetapkan 2,5 detik
g = Percepatan gravitasi, ditetapkan 9,8 m/det2
f = Koefisien gesek memanjang perkerasan jalan aspal, ditetapkan
0,35-0,55
Persamaan diatas disederhanakan menjadi :

Tabel 5.10 berisi Jh minimum yang dihitung berdasarkan persamaan yang


telah disederhanakan diatas dengan pembulatan-pembulatan untuk berbagai VR.

Aldi Prananda (20101154330045) 68


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang
Tabel 5.8 Jarak Pandang Henti (Jh) Minimum
VR, km/jam 120 100 80 60 50 40 30 20

Jh minimum 250 175 120 75 55 40 27 16


(m)
Sumber : Direktorat Bina Mara, 1997
5.4.2 Jarak Pandang Menyiap
Jarak pandang menyiap adalah jarak yang memungkinkan kendaraan
menyiap kendaraan lain didepannya dengan aman hingga kendaraan tersebut
kembali pada lajurnya semula. Jarak pandang menyiap diukur berdasarkan asumsi
bahwa tinggi mata pengemudi adalah 105 cm (50 cm tinggi jok dan 55 cm tinggi
mata orang posisi duduk) dan tinggi halangan adalah 105 cm.

Gambar 5.12 Dasar Pengukur Jarak Pandang Sesuai Standar Bina Marga
Sumber : Direktorat Bina Mara, 1997
Pada perencanaan geometrik, terkait dengan jarak pandang menyiap,
perencana perlu memperhatikan 2 hal penting berikut :
(1). Frekuensi Pengadaan Jarak Pandang Menyiap
Menurut Bina Marga (1997) jalan luar kota disarankan minimal 30%
dari keseluruhan panjang jalan perlu tersedia jarak pandang menyiap.
Artinya daerah menyiap harus tersebar disepanjang jalan dengan jumlah
panjang minimum 30 % dari total panjang ruas jalan tersebut.
Pertimbangan ini sesuai prinsip effisiensi antara pemenuhan jarak pandang
menyiap dan biaya pembangunan jalan sesuai fungsinya.

Aldi Prananda (20101154330045) 69


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang
(2). Jarak Pandang Pada Malam Hari
Dipengaruhi oleh kuat sinar, tinggi lampu besar, sifat pantulan benda.
Pada malam hari jarak pandang henti masih penting, sedangkan jarak
pandang menyiap tidak karena pengaruh silau lampu bear dari kendaraan
arah lawan.
Asumsi-asumsi yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Kendaraan yang disiap dengan kecepatan tetap.
2. Sebelum menyiap, kendaraan penyiap telah memiliki kecepatan
sama dengan kendaraan yang didepan.
3. Sebelum menyiap diperlukan waktu untuk mengamati .
4. Gerakan menyiap dilakukan setelah yakin dapat menyiap.
5. Kendaraan penyiap kecepatannya bertambah ± 15 Km/Jam lebih
besar daripada kendaraan yang disiap.
6. Kendaraan penyiap bergerak kekiri pada jarak bebas tertentu dari
kendaraan yang berpapasan .
7. Kendaraan yang berpapasan berkeceptan sama dengan kendaraan
penyiap.
Jarak Pandang Menyiap (Js) terdiri dari 4 komponen :
d₁ = Jarak yang ditempuh selama waktu tanggap (m). Berdasarkan
waktu PIEV.
d₂ = Jarak yang ditempuh selama menyiap sampai kembali ke jalur
semula (m).
d₃ = Jarak antara kendaraan yang menyiap dengan kendaraan yang
dating dari arah berlawanan setelah proses menyiap selesai (m), antara
30-100 meter.
d₄ = Jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang dating dari arah
berlawanan, yang besarnya diambil sama dengan 2/3 d₂ (m).
Sehingga :

Aldi Prananda (20101154330045) 70


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang

Gambar 5.13 Jarak Menyiap


Sumber : Direktorat Bina Mara, 1997
AASHTO dan Bina Marga memberikan petunjuk untuk kebutuhan desain
geometrik jalan. Pada gambar dibawah ini AASHTO 2004 menunjukkan panjang
setiap komponen jarak pandang mmenyiap sesuai dengan kecepatan kendaraan
ketika mendahului.

Gambar 5.14 Panjang Setiap Komponen Jarak Pandang Menyiap


Sumber : AASTHO, 2004
Tabel 5.9 Panjang Jarak Pandang Menyiap
VR, km/jam 120 100 80 60 50 40 30 20

Jh Minimum 800 670 550 350 250 200 150 100


(m)
Sumber : Direktorat Bina Mara, 1997

Aldi Prananda (20101154330045) 71


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang
5.5 Perhitungan Alinemen Vertikal

Gambar 5.15 Perencanaan Elevasi Vertikal

Tabel 5.10 Perhitungan Kelandaian

Titik Elevasi Jarak Datar Kelandaian Max Kontrol


 
A 48
80 3% 5% Oke
Pv1 50
100 5% 5% Oke
Pv2 57
120 -2% 5% Oke
Pv3 59
180 4% 5% Oke
Pv4 75
170 3% 5% Oke
B 70
 
Berdasarkan perhitungan kelandaian maksimum diatas dapat diketahui
bahwa penentuan elevasi memenuhi persyaratan dimana kelandaian yang
terhitung tidak lebih besar dari kelandain maksimum yang disyaratkan tabel Bina
Marga 1997.

Aldi Prananda (20101154330045) 72


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang
TITIK STA H ΔX ΔH g A LV Keterangan
 
A 0 48
 
200 2 0,01
Pv1 200 50 0,03375 70 cekung
160 7 0,04375
Pv2 360 57 -0,03542 70 cembung
240 2 0,008333
Pv3 600 59 0,063121 70 cekung
223,9184 16 0,071455
Pv4 823,91845 75 -0,11446 70 cembung
116,2549 -5 -0,04301
B 940,17339 70  
 
Tabel 5.11 Perhitungan Lengkung Vertikal

Titik Stationing x x1 g y y1 Ev
a 165 0 -35 0,01 -0,35 0 49,65
b 182,5 17,5 -17,5 0,01 -0,175 0,073828 49,89883
PV1 200 35 0 0,04375 0 0,295313 50,29531
c 217,5 17,5 17,5 0,04375 0,765625 0,073828 50,83945
d 235 0 35 0,04375 1,53125 0 51,53125

Perhitungan PV 1
EPV = 50
Lv = 70
g1 = 0,01
g2 = 0,04375
△ = 0,03375

Titik Stationing x x1 g y y1 Ev
a 325 0 -35 0,04375 -1,53125 0 55,46875
-
b 342,5 17,5 -17,5 0,04375 -0,76563 56,1569
0,07747
PV2 360 35 0 0,008333 0 -0,3099 56,6901
c 377,5 17,5 17,5 0,008333 0,145833 0,07747 57,06836

Aldi Prananda (20101154330045) 73


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang
d 395 0 35 0,008333 0,291667 0 57,29167

Perhitungan PV 2
EPV = 57
Lv = 70
g1 = 0,04375
g2 = 0,008333
△ = -0,03542

Titik Stationing x x1 g y y1 Ev
a 24 0 -35 0,008333 -0,29167 0 58,70833
b 41,5 17,5 -17,5 0,008333 -0,14583 0,138078 58,99224
PV3 59 35 0 0,071455 0 0,552311 59,55231
c 76,5 17,5 17,5 0,071455 1,250455 0,138078 60,38853
d 94 0 35 0,071455 2,500911 0 61,50091

Perhitungan PV 3
EPV = 59
Lv = 70
g1 = 0,008333
g2 = 0,071455
△ = 0,063121

Titik Stationing x x1 g y y1 Ev

a 788,91845 0 -35 0,071455 -2,50091 0 72,49909

b 806,41845 17,5 -17,5 0,071455 -1,25046 -0,25039 73,49916

PV4 823,91845 35 0 -0,04301 0 -1,00156 73,99844

c 841,41845 17,5 17,5 -0,04301 -0,75266 -0,25039 73,99695

d 858,91845 0 35 -0,04301 -1,50531 0 73,49469

Perhitungan PV 4
EPV = 75
Aldi Prananda (20101154330045) 74
Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang
Lv = 70
g1 = 0,071455
g2 = -0,4301
△ = -0,11446

Aldi Prananda (20101154330045) 75

Anda mungkin juga menyukai