1
2
Katalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI
363.72
Ind
p
ISBN 978-623-301-068-9
1. Judul
I. SANITATION
II. HAND HIGIENE
III. WASTE MANAGEMENT
IV. SANITARY MANAGEMENT
V. Higiene
VI. COMMUNITY HEALTH CENTERS
3
Profil Ketersediaan Sarana Air, Sanitasi dan
Higiene di Puskesmas
ISBN : 978-623-301-068-9
Ukuran Buku : 21cm x 29,7cm (A4 Portrait)
Jumlah halaman : 86 halaman
Pengarah:
Doddy Izwardi
Sri Irianti
Harimat Hendarwan
Bambang Setiaji
Tim Penulis:
• Pusat Penelitian dan Pengembangan Upaya Kesehatan Masyarakat :
Joko Irianto
Andre Yunianto
Dwi Hapsari Tjandrarini
Ika Dharmayanti
Athena Anwar
Heny Lestary
Totih Ratna Sondari Setiadi
Zahra
Miko Hananto
Sendy Agita
• UNICEF Indonesia:
Reza Hendrawan, WASH Specialist
Mitsunori Odagiri, WASH Specialist
Louise Desrainy Maryonoputri, WASH in Health Care Facility Consultant
4
PROFIL KETERSEDIAAN
SARANA AIR, SANITASI
DAN HIGIENE
DI PUSKESMAS
WASH AT HEALTH CARE FACILITY
TAHUN 2020
Kata Pengantar
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Puji syukur kehadirat Allah Swt. atas berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga Buku Profil
Layanan Air, Sanitasi dan Higiene (WASH) di Puskesmas telah dapat diselesaikan. Buku
profil ini merupakan hasil kolaborasi antara Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
(Balitbangkes) dan UNICEF yang menganalisis lanjut data Riset Fasilitas Kesehatan
(Rifaskes) tahun 2019. Data dan informasi yang disajikan diharapkan dapat menjadi acuan
dalam menentukan prioritas pembangunan WASH dan mengukur pencapaian S ustainable
Development Goals (SDGs) terutama untuk indikator air dan sanitasi di Puskesmas di
Indonesia. Selain itu data dan informasi ini juga sebagai acuan dalam penentuan variabel
WASH pada Rifaskes yang akan datang agar sesuai dengan target pencapaian WASH
semesta pada tahun 2030.
Dalam kesempatan ini kami sampaikan terimakasih dan penghargaan kepada tim UNICEF
Indonesia, serta semua pihak yang telah memfasilitasi proses penyusunan buku ini.
Kami menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam buku ini, untuk itu kritik dan
saran yang membangun demi penyempurnaan buku ini sangat diharapkan. Semoga buku
ini dapat memberikan maanfaat bagi pemangku kepentingan untuk dapat menentukan
prioritas pembangunan serta alokasi sumber daya yang berkelanjutan dalam mempercepat
pencapaian layanan WASH di Puskesmas.
6
Kata Pengantar
UNICEF Indonesia
Ensuring universal access to WASH services in primary health care facilities is foundational
to community health. People visit primary health care facilities to receive treatment, to
recover from sickness, to deliver babies or to get vaccinated. No one expects to get sick
when they are going to a primary health care facility. The reality, however, is that healthcare
facilities, carry has risk of infection due to a lack basic services such as water, sanitation,
hygiene and medical waste management/sterilization.
Ann Thomas
Chief of WASH Section
UNICEF Indonesia
7
Daftar
DAFTARIsi
ISI
Kata Pengantar Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan 06
Kata Pengantar Unicef Indonesia 07
Daftar Gambar 09
Daftar Tabel 09
Daftar Singkatan 09
Infografik 11
I. Pendahuluan 12
1.1 Latar Belakang 13
1.2 Perumusan Masalah 13
1.3 Tujuan Dan Keluaran 14
1.4 Kebijakan Nasional WASH untuk Puskesmas 14
1.5 Komitmen Internasional tentang WASH di Fasilitas Pelayanan Kesehatan 16
2. Metodologi 18
2.1 Defisini Dan Konsep WASH di Fasilitas Pelayanan Kesehatan 19
2.2 Indikator WASH Puskesmas bedasarkan Tangga Layanan JMP 21
2.3 Sumber Data 23
2.4 Ketersediaan Dan Keterbatasan Data 24
2.5 Identifikasi Definisi Operasional WASH di Puskesmas 26
2.6 Identifikasi Puskesmas Perdesaan - Perkotaan 31
3. Gambaran Kondisi WASH Puskesmas 19
3.1 Akses Air Dasar 33
A. Berdasarkan Wilayah Administrasi 35
B. Berdasarkan Karakteristik Wilayah 38
3.2 Akses Sanitasi 40
A. Berdasarkan Wilayah Administrasi 42
B. Berdasarkan Karakteristik Wilayah 44
3.3 Akses Layanan Kebersihan Tangan (Higiene) 46
A. Berdasarkan Wilayah Administrasi 48
B. Berdasarkan Karakteristik Wilayah 50
3.4 Akses Sarana Pengelolaan Sampah 51
A. Berdasarkan Wilayah Administrasi 52
B. Berdasarkan Karakteristik Wilayah 55
3.5 Akses Sarana Pengelolaan Kebersihan 57
A. Berdasarkan Wilayah Administrasi 58
B. Berdasarkan Karakteristik Wilayah 60
4. Simpulan Dan Rekomendasi 62
4.1 Simpulan 63
4.2 Rekomendasi 64
Daftar Pustaka 66
Lampiran 67
Lampiran 1 Rumus Analisis Indikator 67
Lampiran 2 Indikator Akses Air Per Provinsi 69
Lampiran 3 Indikator Akses Sanitasi Per Provinsi 72
Lampiran 4 Indikator Akses Kebersihan Tangan Per Provinsi 75
Lampiran 5 Indikator Akses Pengelolaan Sampah Medis Per Provinsi (Jenis Puskesmas, Kota-Desa) 78
Lampiran 6 Indikator Akses Pengelolaan Kebersihan Per Provinsi (Jenis Puskesmas, Kota-Desa) 81
8
Daftar Gambar
Gambar 1 Tingkat layanan untuk memantau kondisi WASH di fasyankes berdasarkan JMP 20
Gambar 2 Proporsi puskesmas dengan layanan air tahun 2019 di tingkat nasional 33
Gambar 3 Proporsi puskesmas berdasarkan sumber air di Indonesia,tahun 2019 35
Gambar 4 Proporsi puskesmas dengan akses layanan air di puskesmas berdasarkan provinsi tahun 2019 36
Gambar 5 Proporsi puskesmas berdasarkan sumber airnya, tahun 2019 (Balitbangkes, 2019) 37
Gambar 6 Proporsi puskesmas dengan akses layanan air tertinggi dan terendah di kabupaten/kota tahun 2019 38
Gambar 7 Proporsi puskesmas di kawasan perkotaan dan perdesaan yang memiliki layanan dasar air (termasuk paripurna)
berdasarkan klasifikasi kota-desa BPS per provinsi, 2019 39
Gambar 8 Proporsi puskesmas berdasarkan layanan sanitasi di tingkat nasional, tahun 2019 40
Gambar 9 Proporsi puskesmas dengan akses layanan sanitasi di puskesmas berdasarkan provinsi tahun 2019 43
Gambar 10 Proporsi puskesmas berdasarkan akses layanan sanitasi tertinggi dan terendah di kabupaten/kota, tahun 2019 44
Gambar 11 Proporsi puskesmas di kawasan perkotaan dan perdesaan yang memiliki layanan sanitasi dasar berdasarkan
klasifikasi kota-desa BPS per provinsi, tahun 2019 45
Gambar 12 Proporsi puskesmas dengan layanan kebersihan tangan di tingkat nasional, tahun 2019 47
Gambar 13 Proporsi puskesmas dengan akses layanan kebersihan tangan berdasarkan provinsi tahun 2019 49
Gambar 14 Proporsi puskesmas dengan akses layananan kebersihan tangan tertinggi dan terendah di kabupaten/kota 49
Gambar 15 Proporsi puskesmas di kawasan perkotaan dan perdesaan yang memiliki layanan kebersihan tangan terbatas
berdasarkan klasifikasi kota-desa BPS per provinsi, 2019 50
Gambar 16 Proporsi puskesmas yang melakukan pengelolaan sampah layanan kesehatan di tingkat sasional, tahun 2019 51
Gambar 17 Proporsi puskesmas berdasarkan kategori pemilahan sampah layanan kesehatan 52
Gambar 18 Proporsi puskesmas dengan akses layanan pengelolaan sampah layanan kesehatan berdasarkan provinsi
tahun 2019 53
Gambar 19 Proporsi puskesmas yang melakukan pengolahan sampah medis sendiri berdasarkan metode pengolahan
sampah medis, tahun 2019 54
Gambar 20 Proporsi puskesmas dengan akses layanan pengelolaan sampah layanan kesehatan tertinggi dan terendah di
kabupaten/kota 55
Gambar 21 Proporsi puskesmas di kawasan perkotaan dan perdesaan yang memiliki layanan pengelolaan sampah layanan
kesehatan dasar berdasarkan klasifikasi kota-desa BPS per provinsi tahun 2019 56
Gambar 22 Proporsi puskesmas berdasarkan layanan pembersihan lingkungan di tingkat nasional, tahun 2019 57
Gambar 23 Proporsi puskesmas dengan akses layanan pembersihan lingkungan berdasarkan provinsi tahun 2019 59
Gambar 24 Proporsi puskesmas dengan akses layanan pembersihan lingkungan tertinggi dan terendah di kabupaten/kota,
tahun 2019 60
Gambar 25 Proporsi puskesmas di kawasan perkotaan dan perdesaan yang memiliki layanan pembersihan lingkungan dasar
berdasarkan klasifikasi kota-desa BPS per provinsi, 2019 61
Gambar 26 Proporsi puskesmas dengan layanan WASH di indonesia berdasarkan kriteria kota-desa BPS 64
Daftar Tabel
Tabel 1 Standar nasional WASH di puskesmas 15
Tabel 2 Tujuan dan target WASH dan kesehatan di fasilitas kesehatan berdasarkan SDGs 17
Tabel 3 Ketersediaan variabel pembentuk indikator JMP di Rifaskes 2019 26
Tabel 4 Perbedaan kriteria layanan antara JMP dengan Rifaskes 2019 63
9
Daftar Singkatan
10
Infografik
INDIKATOR WASH PUSKESMAS MENURUT INDIKATOR SDG 6
Halaman 9 (1)
100% 0,82% 0,71% 2,90%
14,77%
90% 21,45%
25,67%
5,64%
80%
70% 50,96%
27,36%
60%
55,00%
50% 99,29%
40%
73,50%
30%
51,19%
46,14%
20%
24,60%
10%
0,00%
0% 0,00%
air (W) sanitasi (S) kebersihan tangan (H) pengelolaan pengelolaan
1 2 3 4 kesehatan
sampah layanan 5 (C)
kebersihan
(WM)
Layanan Paripurna Layanan dasar Layanan Terbatas Tidak ada layanan
Halaman 9 (2)
layanan paripurna layanan dasar layanan terbatas tidak ada layanan
44,14%
20,00%
35,33%
10,00%
0,00%
kota desa kota desa kota desa kota desa kota desa
11
Pendahuluan
12
1.1 Latar Belakang
Ketersediaan sarana air, sanitasi dan kebersihan atau dikenal secara global dengan istilah
Water, Sanitation, Hygiene (WASH) merupakan aspek pendukung utama dari pelayanan
kesehatan yaitu aspek kualitas, keadilan dan martabat bagi semua orang. Ketersediaan
layanan dasar WASH sangat penting untuk memastikan tersedianya pelayanan kesehatan
yang berkualitas serta meningkatkan kesehatan masyarakat.
Sarana WASH di fasyankes juga memiliki peran penting bagi ibu melahirkan dan kesehatan
anak. Ketersediaan sarana WASH di fasilitas persalinan sangat penting dalam tata layanan
persalinan yang memenuhi syarat, baik bagi ibu yang bersalin maupun petugas yang m
embantu
persalinan. Pedoman WHO tentang perawatan pascapersalinan, merekomendasikan bahwa
ibu mendapat rawat inap setidaknya selama 24 jam setelah bersalin. Hal ini mungkin tidak
dapat terlayani sesuai standar, jika sarana WASH tidak berfungsi atau tidak tersedia.
Pemenuhan sarana WASH di fasyankes atau dikenal dengan WASH in Health Care
Facilities (HCFs) diharapkan dapat tercapai melalui pemenuhan Sustainable Development
Goal (SDG) 6 tahun 2030. Joint Monitoring Programme (JMP) telah menerbitkan laporan
secara berkala untuk memantau kondisi penyediaan WASH sesuai dengan indikator SDG
poin 6.1 yaitu tercapai akses semesta dan merata terhadap air minum yang aman dan
terjangkau bagi semua pada tahun 2030, serta 6.2 yaitu tercapai akses terhadap sanitasi
dan kebersihan yang memadai dan merata bagi semua, dan menghentikan praktik buang
air besar sembarangan, memberikan perhatian khusus pada kebutuhan kaum perempuan,
serta kelompok masyarakat rentan pada tahun 2030. Istilah “semestal” dan “untuk semua”
pada SDG 6.1 dan 6.2 secara implisit menyoroti kebutuhan untuk memperluas pemantauan
WASH mulai dari rumah tangga dan institusi , termasuk fasyankes.
13
1.3 Tujuan dan Keluaran
Tujuan publikasi ini adalah untuk memberikan gambaran situasi sarana WASH di P uskesmas
di Indonesia dengan skala nasional hingga ke tingkat regional (kabupaten dan kota). Analisis
data WASH dilakukan berdasarkan identifikasi variabel yang tersedia dalam Rifaskes
2019 yang masih mengacu Permenkes No. 75 Tahun 2014 (yang sekarang sudah diganti
dengan Permenkes No. 43 Tahun 2019) untuk membentuk indikator tingkat layanan WASH
puskesmas di Indonesia yang disesuaikan dengan indikator SDG 6 (Gambar 1).
14
KOMPONEN WASH STANDAR NASIONAL (Permenkes Nomor 43 TAHUN 2019
Puskesmas tentang Puskesmas)
• Air bersih harus tersedia
• Sistem air bersih harus direncanakan dan dipasang dengan
mempertimbangkan sumber air bersih dan sistem pengalirannya.
• Sumber air bersih dapat diperoleh langsung dari sumber air
berlangganan dan/atau sumber air lainnya dengan baku mutu yang
memenuhi dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
• Persyaratan kesehatan air:
1. Air bersih untuk keperluan Puskesmas dapat diperoleh dari
Perusahaan Air Minum, sumber air tanah atau sumber lain yang
telah diolah sehingga memenuhi persyaratan kesehatan
Air
2. Memenuhi persyaratan kualitas air bersih, memenuhi syarat
fisik, kimia, bakteriologi yang sesuai dengan ketentuan yang
berlaku
3. Distribusi air ke ruang-ruang menggunakan sarana perpipaan
dengan tekanan positif
4. Sumber air bersih dan sarana distribusinya harus bebas dari
pencemaran fisik, kimia dan bakteriologis
5. Tersedia air dalam jumlah yang cukup
15
KOMPONEN WASH STANDAR NASIONAL (Permenkes Nomor 43 TAHUN 2019
Puskesmas tentang Puskesmas)
Rifaskes Tahun 2019 masih mengacu pada Permenkes sebelumnya, yaitu Permenkes
No. 75 tahun 2014.
Pada tingkat global, tujuan dan target terkait WASH di Puskesmas tercantum dalam SDG
target 6.1, 6.2 yang berlaku sejak 2015. The World Health Organization (WHO) dan the
United Nation Children’s Fund (UNICEF) merupakan badan yang bertanggungjawab dalam
memantau pencapaian ketiga target SDG tersebut. Bahkan WHO/UNICEF Joint Monitoring
Programme (JMP) telah melakukan pemantauan tentang kondisi WASH sejak tahun 1990
dan mempublikasikan hasilnya secara berkala.
16
Tujuan Target
1
Peningkatan layanan WASH akan diprioritaskan pada fasyankes yang melakukan pelayanan persalinan.
“Seluruh fasyankes” termasuk fasyankes primer, sekunder dan tersier. 17
Metodologi
18
2.1 Definisi dan Konsep WASH di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan
Istilah WASH di fasyankes meliputi penyediaan air, sanitasi, pengelolaan sampah layanan
kesehatan, kebersihan tangan (hygiene) serta pembersihan lingkungan. Istilah fasyankes
mengacu pada seluruh fasyankes yang terdaftar secara formal yang menyediakan pelayanan
kesehatan, termasuk diantaranya fasilitas kesehatan primer, sekunder, tersier, umum dan
swasta serta fasilitas struktur sementara yang dirancang untuk konteks darurat (misalnya
pusat pengobatan kolera)
Buku ini secara khusus membahas mengenai kondisi sarana dan prasarana WASH di
puskesmas. Berdasarkan Permenkes No.43 Tahun 2019, puskesmas adalah fasilitas
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya
kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan
preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah
kerjanya.
Sumber data berasal dari Rifaskes yang tidak semua variabel berkaitan WASH sesuai dengan
lima indikator WASH berdasarkan tingkat layanan (new service ladders) JMP. (Gambar
1) sebagai panduan dasar di tingkat global, regional dan nasional dalam memperkirakan
pencapaian target SDG untuk cakupan semesta WASH (SDG 6.1 dan 6.2) serta target
cakupan semesta kesehatan (SDG 3.8). Di dalam tangga layanan WASH tersebut,
terdapat lima indikator yang digunakan untuk mengukur pencapaian kondisi WASH pada
Fasilitas Kesehatan yaitu: air, sanitasi, kebersihan tangan, sampah layanan kesehatan dan
pembersihan lingkungan. Kelima indikator tersebut diikelompokkan menjadi empat tahapan
layanan yaitu: 1) layanan paripurna; 2) layanan dasar; 3) layanan terbatas dan 4) tidak ada
layanan. Tahapan layanan ini sejalan dengan tahapan WASH dalam SDG 6 di masyarakat dan
di sekolah. Dengan tahapan ini, dimungkinkan untuk membandingkan status pemenuhan
SDG antartatanan.
19
GAMBAR 1 TANGGA LAYANAN UNTUK MEMANTAU KONDISI WASH DI FASILITAS
PELAYANAN KESEHATAN BERDASARKAN JOINT MONITORING PROGRAMME (JMP)
Gambar 1 Tingkat layanan untuk memantau kondisi WASH di fasyankes berdasarkan JMP, 2018
20
2.2 Indikator WASH Puskesmas berdasarkan Tingkat
Layanan JMP
Dengan mempertimbangkan keterbatasan data nasional yang tersedia, indikator global u ntuk
layanan dasar WASH di fasyankes ini tidak mempertimbangkan seluruh aspek yang ada pada
standar minimal WASH di fasyankes sesuai JMP (2018). Contohnya, kualitas air dan kuantitas
air tidak termasuk dalam definisi pelayanan air dasar. Sementara untuk sanitasi, pengelolaan
ekskreta (tinja dan urine) yang aman tidak dipertimbangkan dalam layanan sanitasi dasar. Jika
seluruh aspek ini dipertimbangkan maka kesenjangan pada WASH fasyankes akan semakin
besar (Joint Publication by WHO and UNICEF, 2019).
Berikut adalah konsep dan definisi berbagai indikator tersebut (WHO-UNICEF/JMP, 2018):
21
anak perempuan yang memiliki tempat sampah dengan tutup, tersedia air dan sabun untuk
membersihkan diri. Ramah difabel artinya toilet didesain dengan mempertimbangkan standar
nasional atau lokal terkait toilet ramah difabel. Jika standar tersebut tidak tersedia, maka toilet
harus dapat diakses tanpa tangga atau pijakan, memiliki pegangan tangan untuk b ersandar
(di lantai atau tembok), memiliki pintu dengan lebar setidaknya 80 cm dan pegangan pintu
serta dudukan toilet yang terjangkau oleh pengguna kursi roda atau tongkat berjalan.
22
tajam dan infeksius diolah dan dibuang dengan aman. Pemilahan sampah dilakukan dengan
menyediakan minimal tiga tempat sampah yang berbeda. Tiap tempat sampah b erlabel
dengan jelas atau berwarna, untuk memisahkan (1) sampah benda tajam, (2) sampah infeksius,
dan (3) sampah umum (tidak infeksius). Sampah tidak boleh lebih dari tiga perempat (75%)
penuh, dan setiap tempat sampah tidak boleh mengandung sampah selain dengan labelnya.
Tempat sampah harus sesuai dengan jenis sampah yang diwadahinya; wadah benda tajam
harus anti bocor dan tidak mudah rusak. Tempat sampah untuk benda tajam dan infeksius
harus
memiliki tutup. Ruang konsultasi adalah ruangan atau area di dalam puskesmas
dimana perawatan atau tindakan dilakukan. Metode pengolahan dan pembuangan sampah
yang aman termasuk insinerasi, autoclaving, dan dikubur di dalam lubang khusus. Sampah
juga dapat dikumpulkan dan diangkut keluar untuk pengolahan dan pembuangan lebih lanjut
oleh pihak ke tiga yang berizin.
Kondisi air, sanitasi dan kebersihan di fasyankes di Indonesia dipantau melalui Rifaskes
berskala nasional yang dilakukan pada tahun 2011 dan 2019. Menurut Rifaskes 2011, 38%
puskesmas (jumlah puskesmas yang dianalisis = 8981) tidak memiliki akses terhadap air
bersih dengan perbedaan yang signifikan antara satu lokasi dengan lokasi lainnya, sementara
cakupan sanitasi lebih tinggi, yaitu 96,7%. Namun, pada tahun 2011 survei ini tidak
menyajikan laporan mengenai kualitas air, kontinuitas, serta informasi tentang berfungsi
atau tidaknya sarana tersebut. Untuk lebih memahami faktor yang terkait dengan kondisi
WASH di rumah sakit dan puskesmas, pada Rifaskes tahun 2019, beberapa variabel WASH
ditambahkan. Hal ini dilakukan sebagai upaya advokasi dalam peningkatan kondisi WASH
serta meminimalkan risiko kesehatan yang terkait dengan ketersediaan dan kualitas WASH
di fasyankes tersebut. Data yang diikutsertakan dalam analisis adalah data puskesmas
per Juni 2018 yang dikumpulkan pada tahun 2019, yaitu sebanyak 9.909 Puskesmas (total
coverage).
23
2.4 Ketersediaan dan Keterbatasan Data
Rifaskes 2019 merupakan riset populasi puskesmas di Indonesia dengan total populasi
puskesmas sebanyak 9,909 Puskesmas yang tersebar di seluruh Indonesia per Juni 2018.
Sampel puskesmas dalam Rifaskes 2019 yaitu:
24
Jumlah Puskesmas yang disurvei dalam Rifaskes 2019 yaitu sebanyak 9.885. Tingkat respon
survei adalah sebesar 99,2% dengan jumlah Puskesmas yang dikunjungi sebanyak 9.885
Puskesmas, 54 Puskesmas diantaranya dieksklusi; sehingga total puskesmas yang dianalisis
pada Rifaskes 2019 sebanyak 9.831 puskesmas. (Balitbangkes, 2019).
Sebelum melakukan proses pengolahan dan analisis data, dilakukan terlebih dahulu proses
identifikasi ketersediaan data dengan mengidentifikasi indikator tingkat layanan WASH JMP
untuk fasyankes pada kuesioner Rifaskes 2019. Berdasarkan identifikasi tersebut, diperoleh
data sebagai berikut:
Tersedia
Sumber air layak Catatan: sumur bor, sumur gali, mata air,
penampung air hujan diasumsikan sebagai
sarana yang terlindungi.
Tersedia
data: pencegahan infeksi dengan hand
rub alcohol dan mencuci dengan sabun
dan/atau air mengalir (rawat inap dan non
rawat inap)
Sarana CTPS dengan air dan sabun dan/
atau alcohol hand rub. Catatan: untuk rawat inap, data yang di-
analisis adalah data upaya pencegahan
infeksi dengan air dan sabun atau hand
Kebersihan rub alcohol (blok III rifaskes 2019) serta
Tangan (H) sarana CTPS di ruang rawat inap (blok VI
rifaskes 2019)
Sarana CTPS tersedia di seluruh ruang Tidak tersedia seluruhnya, hanya data di
perawatan (point of care): ruang tindakan ruang pemeriksaan umum saja
melahirkan, ruang pemeriksaan umum, (Blok VII upaya kesehatan)
ruang gigi dan mulut dan ruang farmasi
25
Tersedia
2 jenis: umum dan infeksius
3 jenis: umum, infeksius, benda tajam
Pemilahan sampah medis
4 jenis: umum, infeksius, benda tajam
dan radioaktif
5 jenis dan lebih
Pengelolaan
Sampah Sampah medis infeksius dan tajam Tersedia
Layanan (WM) dikelola secara aman. 1. Insinerasi
(menggunakan Autoclave, incinerator, 2. Autoclave
3. Microwave
dikubur secara aman dan sejajar,
4. Dikubur
protected pit (lubang terlindungi atau 5. Disinfeksi
dikumpulkan untuk dikelola secara aman 6. Dibakar (termasuk tidak aman)
di luar p
uskesmas/pihak ketiga) Atau dikelola pihak lain
Setelah dilakukan pengolahan data yang menghasilkan klasifikasi layanan WASH dengan
data Rifaskes 2019, diperoleh <20 puskesmas memiliki missing data untuk kategori sanitasi.
Puskesmas-puskesmas ini mengisi jawaban ketersediaan toilet tetapi tidak menjawab
pertanyaan kondisi toilet. Missing data ini kemudian dimasukkan sebagai kategori layanan
sanitasi terbatas (S2). Tidak ada missing data untuk kategori WASH yang lain.
Untuk mengidentifikasi variabel penentu kondisi air, sanitasi dan kebersihan di puskesmas
yang digunakan dalam analisis dan diambil dari sumber data hasil kuesioner Rifaskes
2019, maka penting untuk memahami definisi operasional serta indikator air, sanitasi dan
kebersihan di puskesmas. Bagian ini menjelaskan tentang definisi operasional serta turunan
dari indikator air, sanitasi, kebersihan tangan, sampah layanan kesehatan dan pembersihan
lingkungan berdasarkan publikasi JMP mengenai tahapan pelayanan WASH di fasyankes
dan sudah mengalami penyesuaian dengan proxy indicators ketersediaan data di Rifaskes
2019, sebagai berikut:
2.5.1 Definisi Operasional Indikator Layanan Air (W)
Proporsi fasyankes yang memiliki sumber air yang layak, selalu tersedia dan sesuai baku
mutu.
Untuk kategori air, seluruh indikator dapat dipenuhi oleh data Rifaskes 2019, bahkan data
Puskesmas yang memenuhi standar kualitas air pun tersedia sehingga dapat dilakukan
klasifikasi dan identifikasi layanan di tingkat paripurna.
26
Air (W)
Operational definition
PUSKESMAS
Advanced service (W0) Puskesmas dengan sumber air yang layak*, tersedia sepanjang tahun, jarak < 500
meter, memenuhi standar kualitas
Puskesmas dengan sumber air yang layak*, tersedia sepanjang tahun, jarak <500
Layanan dasar (W1)
meter
Puskesmas dengan sumber air yang layak*, jarak < 500 meter, namun tidak
Layanan terbatas (W2)
selalu tersedia
Puskesmas dengan sumber air tidak layak** atau tidak memiliki sumber air atau
Tidak ada layanan (W3)
lebih dari 500 meter
Catatan:
Klasifikasi sumber air untuk sumur bor, sumur gali, mata air serta penampung air hujan yang ada di Rifaskes
2019 diasumsikan sebagai sarana air yang terlindungi. Jika disesuaikan dengan klasifikasi sumber air yang ada di
Rifaskes 2019, maka definisi kelayakan air adalah sebagai berikut:
*Sumber air layak = air perpipaan, PDAM, sumur bor dan sumur gali terlindungi, penampung air hujan, mata air
terlindungi.
**Sumber air tidak layak = air permukaan (sungai, danau, bendungan, saluran irigasi yang tidak mengalami proses
pengolahan). Catatan: sumber air yang dikategorikan tidak layak tersebut seharusnya termasuk tidak ada layanan
air
27
2.5.2 Definisi Operasional Indikator Pelayanan Sanitasi (S)
Proporsi fasyankes yang memiliki toilet layak (toilet leher angsa, plengsengan),
terpisah (gender dan staf-pasien), kondisi baik, dilengkapi dengan pengolahan limbah
(IPAL/tangki septik), dan dapat diakses oleh orang-orang dengan mobilitas terbatas.
Gap SDG: Tidak tersedia data toilet yang terpisah sesuai gender, manajemen kebersihan
menstruasi, tidak menyebutkan jenis toilet, tidak menunjukan keberfungsian (rusak atau
tidak) Tidak ada data tangki septik, tidak ada data toilet difabel.
Sanitasi (S)
Definisi Operasional
PUSKESMAS
Puskesmas dengan toilet terpisah antar pasien – staf, dalam kondisi bersih dan
Layanan dasar (S1)
tersedia air yang cukup,
Puskesmas dengan toilet namun bergabung untuk pasien atau staf kesehatan,
Layanan terbatas (S2)
kondisi tidak bersih dan air tidak cukup.
Tidak ada layanan (S3) Puskesmas tidak memiliki toilet
28
2.5.3 Definisi Operasional Indikator Layanan Kebersihan Tangan (H)
Proporsi Fasilitas Kesehatan yang memiliki sarana kebersihan tangan (wastafel atau
tempat cuci tangan) atau antiseptik pada ruang pelayanan dan toilet (tidak lebih dari
< 5 meter dari toilet), dalam kondisi baik (air mengalir dan sabun), rapi dan bersih.
Gap SDG: Tidak ada data sarana CTPS di toilet, tidak ada data jarak sarana CTPS dari toilet,
dan hanya menyebutkan sarana di ruang periksa (tidak di seluruh point of care, contoh: ruang
tindakan persalinan, ruang pelayanan umum, ruang gigi dan mulut serta ruang farmasi).
Sarana CTPS adalah sarana apapun yang mampu digunakan staf dan pasien untuk membersihkan tangan secara
efektif, termasuk disinfektan (alcohol based hand rub)
29
2.5.4 Definisi Operasional Indikator Pengelolaan Sampah Layanan Kesehatan
(WM)
Proporsi Fasyankes Kesehatan yang melakukan pemilahan, penampungan dan
pembuangan sampah medis yang aman.
Gap SDG: Tidak menyebutkan kondisi TPS dan kapasitas TPS sampah, baik domestik dan
medis
Pengelolaan sampah Layanan Kesehatan (WM)
Definisi Operasional
PUSKESMAS
Puskesmas yang tidak melakukan salah satu dari pemilahan, penampungan dan
pembuangan sampah medis.
• Hanya melakukan dua pemilahan (sampah umum dan medis) atau tanpa
Layanan terbatas (WM2) pemilahan
• diolah secara tidak aman: contohnya dibakar, atau diolah ke incinerator yang
tidak berizin.
30
2.5.5 Definisi Operasional Indikator Layanan Pembersihan Lingkungan
Tersedianya protokol dasar untuk pembersihan lingkungankebersihan dan semua staff
pembersihan lingkungankebersihan telah mengikuti pelatihan mengenai kebersihan.
Gap SDG: Tidak ada data yang secara langsung menunjukkan protokol pembersihan
lingkungan dan pelatihan petugas pembersihan lingkungan puskesmas, namun terdapat
beberapa indikator yang mengarah seperti penyuluhan kesehatan pada kelompok pekerja
dan ketersediaan pedoman K3.
Pengelolaan Kebersihan (C)
Definisi Operasional
PUSKESMAS
Tersedianya protokol dasar untuk kebersihan (melalui pedoman K3) dan dilakukan
Layanan dasar
penyuluhan kesehatan pada kelompok pekerja
Tersedianya protokol dasar untuk kebersihan (melalui pedoman K3) namun tidak
Layanan terbatas
dilakukan penyuluhan kesehatan pada kelompok pekerja
Tidak ada protokol kebersihan (melalui pedoman K3) dan tidak dilakukan
Tidak ada layanan
penyuluhan kesehatan pada kelompok pekerja
Klasifikasi kawasan perdesaan dan perkotaan di Indonesia mengacu pada definisi kota-
desa yang ditetapkan oleh Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 37 tahun 2010.
Berdasarkan definisi BPS, perkotaan adalah status suatu wilayah administrasi
setingkat
desa/kelurahan yang memenuhi klasifikasi wilayah perkotaan, sedangkan perdesaan adalah
status suatu wilayah administrasi setingkat desa/kelurahan yang belum memenuhi kriteria
klasifikasi wilayah perkotaan. Persyaratan kategori desa-kota ditentukan berdasarkan
kepadatan penduduk, proporsi rumah tangga dengan mata pencaharian di sektor pertanian
serta keberadaan/akses pada fasilitas perkotaan (Badan Pusat Statistik, 2010).
Agar buku profil WASH ini dapat lebih merepresentasikan kebutuhan program, makadisepakati
bahwa definisi karakteristik wilayah yang digunakan pada buku profil ini adalah definisi
desa-kota menurut BPS Metode yang digunakan sebagai berikut : 1) Kode kota - desa
diambil dari data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dengan menggunakan ID kunci kode
provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, dan desa/kelurahan; 2) Untuk sisa wilayah yang bukan
merupakan sampel Riskesdas, maka diisi dengan menggunakan kode dari website yang
dipublikasi oleh BPS.
31
Gambaran
Kondisi WASH
Puskesmas
32
Profil kondisi WASH puskesmas disajikan berdasarkan indikator air, sanitasi, kebersihan
tangan, pengelolaan sampah layanan kesehatan dan pembersihan lingkungan. Indikator ini
akan dipilah berdasarkan wilayah administrasi, jenis puskesmas serta wilayah kota-desa.
3,03%
7,35%
36,83%
16,56%
Gambar 2 Proporsi puskesmas dengan layanan air tahun 2019 di tingkat nasional
Secara nasional, proporsi puskesmas yang memiliki layanan air dasar adalah sebanyak
79,60%, dengan kategori:
1. Puskesmas dengan layanan air paripurna sebanyak 24,60%, yaitu dari sumber air yang
layak, tersedia sepanjang tahun, terjangkau (< 500 meter) serta memenuhi peraturan
baku mutu kualitas air bersih secara fisik, kimia dan mikrobiologi. Hal ini dapat dibuktikan
oleh puskesmas dengan menunjukkan dokumen pemeriksaan kualitas air ketika proses
pengambilan data Rifaskes 2019.
2. Puskesmas dengan layanan air dasar saja tanpa memenuhi kriteria peraturan baku mutu
adalah sebanyak 55%, yaitu dari sumber air yang layak, tersedia sepanjang tahun, dan
terjangkau (< 500 meter).
Perlu digarisbawahi bahwa puskesmas dengan layanan air paripurna termasuk ke dalam
puskesmas layanan dasar, karena seluruh kriteria dasar air layak dan terjangkau terpenuhi,
sehingga, total puskesmas dengan layanan air dasar adalah sebanyak 79,60%.
Masih terdapat puskesmas dengan layanan air terbatas, yaitu sebesar 5,64%. Puskesmas
dengan layanan air terbatas merupakan puskesmas yang memiliki akses sumber air yang
layak, namun tidak selalu tersedia sepanjang tahun.
33
Terdapat 14,77% puskesmas yang tidak memiliki akses sumber air yang layak. Artinya, pusk-
esmas ini tidak memiliki akses air atau mengambil akses air dari sumber yang tidak terlind-
ungi atau dalam kriteria SDG 6 termasuk tidak ada layanan air yaitu di antaranya termasuk
sumber air permukaan seperti mata air tak terlindungi, danau, lahan basah, laut dan sungai
yang belum mengalami proses pengolahan atau pengamanan konstruksi . Dilihat dari jenis
puskesmas, tidak ada perbedaan antara puskesmas rawat inap dan non rawat inap. Kedua
jenis puskesmas tersebut sama-sama memiliki proporsi yang lebih tinggi pada sarana air
dengan layanan dasar, yaitu air dengan sumber air yang layak dan tersedia sepanjang tahun.
Berdasarkan laporan nasional Rifaskes tahun 2019, sebanyak 91,9% puskesmas memiliki
ketersediaan air sepanjang tahun. Jika dilihat dari sumber airnya, sebagian besar puskesmas
di Indonesia menggunakan sumber air PDAM (36,0%) dan sarana air bersumber air tanah
(34,0%) yang diambil dengan sumur bor. Sebanyak 2,0% puskesmas masih menggunakan
akses air dari sumber yang tidak layak seperti air permukaan yang tidak mengalami proses
pengolahan. (Balitbangkes, 2019).
34
Gambar 3 Proporsi puskesmas berdasarkan sumber air di Indonesia,tahun 2019
Sebanyak 6267 Puskesmas (63,8%) di Indonesia memiliki akses sumber air non PDAM,
79,8% di antaranya memiliki jarak 500 meter (Balitbangkes, 2019).
Untuk menjamin kualitas air, puskesmas melakukan pemeriksaan kualitas air secara rutin.
Sebanyak 88,0% puskesmas di Indonesia memiliki air dengan kualitas baik. Kualitas air ini
dapat ditunjukkan melalui dokumen pemeriksaan kualitas air yang diperiksa enumerator saat
pengambilan data Rifaskes 2019. Sebanyak 3.978 Puskesmas (40,5%) memiliki dokumen
pemeriksaan kualitas air (Balitbangkes, 2019).
Provinsi DI Yogyakarta memiliki proporsi puskesmas dengan layanan air paripurna sebanyak
68,60% dan akses layanan air dasar (puskesmas dengan sumber air yang layak, tersedia
sepanjang tahun, terjangkau < 500 meter) sebanyak 22,31%; Provinsi Jawa Tengah dengan
proporsi puskesmas layanan air paripurna sebanyak 54,45% dan layanan dasar sebanyak
32,42%; serta Provinsi DKI Jakarta dengan proporsi puskesmas dengan layanan air paripurna
sebanyak 43,45% dan layanan air dasar sebanyak 45,37%.
Jika dilihat secara nasional, tidak ada ketimpangan yang signifikan untuk ketersediaan air
di Puskesmas antarprovinsi. Namun masih terdapat beberapa provinsi dengan proporsi
puskesmas tanpa layanan air di atas rata-rata nasional (>20%). Masih terdapat puskesmas
tanpa layanan air (sumber yang tidak terlindungi seperti sumber air permukaan) dan tidak
terjangkau (>500 meter), seperti di Provinsi Papua (37,54%); Nusa Tenggara Timur (29,41%);
Papua Barat (28,03%); Kalimantan Utara (27,27%) serta Sulawesi Tengah (23,47%).
Provinsi-provinsi tanpa akses layanan air ini perlu mendapat prioritas pembangunan sarana
air yang layak dan terjangkau.
35
Halaman 34
Tanpa Layanan Air (W3) Layanan Air Terbatas (W2) Layanan Air Dasar (W1) Layanan Air Paripurna (W0)
Gambar 4 Proporsi puskesmas dengan akses layanan air di puskesmas berdasarkan provinsi tahun 2019
Bila dilihat secara lebih rinci dari sumber airnya, beberapa puskesmas di beberapa
provinsi seperti Papua (25 puskesmas), Papua Barat (16 puskesmas), Kalimantan Barat (20
puskesmas), Sumatera Utara (10 puskesmas) masih menggunakan sumber air yang tidak
layak yaitu air permukaan (Gambar 5).
36
Halaman 35
Papua
Papua Barat
Maluku Utara
Maluku
Sulawesi Barat
Gorontalo
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tengah
Sulawesi Utara
Kalimantan Utara
Kalimantan Timur
Kalimantan Selatan
Kalimantan Tengah
Kalimantan Barat
Nusa Tenggara Timur
Nusa Tenggara Barat
Bali
Banten
Jawa Timur
DI Yogyakarta
Jawa Tengah
Jawa Barat
DKI Jakarta
Kepulauan Riau
Kep.Bangka Belitung
Lampung
Bengkulu
Sumatera Selatan
Jambi
Riau
Sumatera Barat
Sumatera Utara
Aceh
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Jumlah Puskesmas
PAM Sumur Bor Sumur Gali Mata Air Penampungan Air Hujan Air Permukaan Lain-lain
Gambar 5 Proporsi puskesmas berdasarkan sumber airnya, tahun 2019 (Balitbangkes, 2019)
Kabupaten/kota dengan proporsi layanan air dasar (W0) dan tanpa layanan sanitasi (W3)
tertinggi ditunjukkan pada Gambar 6 di bawah ini. kabupaten/kota dengan proporsi
puskesmas yang memiliki layanan air paripurna (W0) tertinggi sebagian besar terletak di
ibu kota negara (DKI Jakarta) dan kota-kota besar di Indonesia yaitu Kota Jakarta Selatan,
Kota Jakarta Barat, Kota Jakarta Timur, Kota Surabaya dan Kabupaten Karawang. Kabupaten/
kota dengan proporsi puskesmas tanpa akses air layak (W3) tertinggi adalah kabupaten/kota
yang terletak di timur Indonesia yaitu Kabupaten Pegunungan Bintang dan Kabupaten
Boven Digoel di Provinsi Jayapura; Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Kabupaten Kupang
di Provinsi Nusa Tenggara Timur; serta Kabupaten Garut di Jawa Barat.
37
Halaman 36 (1)
100,00%
5,48% 4% 3,17%
13,89% 10,84%
5,48%
90,00%
20% 1,2%
60% 30%
80,00%
43,33% 40,74%
62,07% 51,81%
60,00%
3,7%
6,67%
50,00%
40,00%
46,15%
15% 66%
30,00%
37,93% 48,15%
50%
45,21% 52,38%
20,00%
43,06%
23,08% 25%
36,14%
10,00%
7,41%
0,00%
g
ur
n
n
ut
ya
l
g
g
t
oe
ra
ta
n
ta
an
an
m
ar
ba
pa
Ba
ig
la
la
w
nt
Ti
ra
Se
D
Se
Ku
ra
Bi
ta
b.
ta
Su
n
Ka
b.
ar
Ka
ta
ah
ar
ve
n
Ka
a
ta
ar
k
g
b.
Bo
ng
Ja
Ja
Ko
en
Ka
Ja
u
ta
ta
T
un
Ko
ta
Ko
or
g
Ko
m
Pe
Ti
b.
b.
Ka
Ka
layanan air paripurna (W0) layanan air dasar (W1) layanan air terbatas (W2) Tanpa layanan air (W3)
Gambar 6 Proporsi puskesmas dengan akses layanan air tertinggi dan terendah di kabupaten/kota tahun 2019
38
Untuk Puskesmas dengan kriteria perdesaan, rata-rata sebanyak 73,24% Puskesmas telah
memiliki akses terhadap layanan air dasar. Beberapa provinsi yang berada di luar Pulau
Jawa, memiliki proporsi Puskesmas dengan layanan air dasar di bawah rata-rata nasional,
yaitu diantaranya seperti di Provinsi Papua (45,20%), Provinsi Papua Barat (57,04%), serta
Halaman 36 (2)Utara (56,52%) (Gambar 7).
Kalimantan
Kota Desa
100,00%
90,00%
80,00%
70,00%
60,00%
50,00%
40,00%
30,00%
20,00%
10,00%
0,00%
SUMATERA UTARA
MALUKU
SUMATERA SELATAN
LAMPUNG
BANTEN
KALIMANTAN TIMUR
SULAWESI BARAT
PAPUA
BENGKULU
KEPULAUAN RIAU
PAPUA BARAT
JAMBI
KALIMANTAN BARAT
KEP.BANGKA BELITUNG
DI YOGYAKARTA
MALUKU UTARA
ACEH
RIAU
SULAWESI UTARA
SULAWESI TENGGARA
SULAWESI TENGAH
SUMATERA BARAT
JAWA TIMUR
KALIMANTAN UTARA
KALIMANTAN TENGAH
DKI JAKARTA
JAWA BARAT
SULAWESI SELATAN
GORONTALO
BALI
KALIMANTAN SELATAN
Gambar 7 Proporsi puskesmas di kawasan perkotaan dan perdesaan yang memiliki layanan dasar air (termasuk
paripurna) berdasarkan klasifikasi kota-desa BPS per provinsi, 2019
39
Halaman 37
3.2 Akses Sanitasi
100,00%
Halaman 37
25,67%
32,56% 31,90%
80,00%
70,00%
Puskesmas(%)
Proporsi Proporsi
70,00%
60,00%
60,00%
50,00%
50,00% 83,73%
40,00%
77,93%
73,50%
67,29% 83,73% 66,79%
40,00%
30,00% 77,93%
73,50%
67,29% 66,79%
30,00%
20,00%
20,00%
10,00%
10,00%
0,00%
Nasional Rawat Inap Non Rawat Inap Kota Desa
0,00%
Nasional Rawat Inap Non Rawat Inap Kota Desa
Gambar 8 Proporsi puskesmas berdasarkan layanan sanitasi di tingkat nasional, tahun 2019
Layanan dasar Layanan Terbatas Tidak ada layanan
Secara nasional, proporsi puskesmas yang memiliki layanan sanitasi dasar (dengan toilet
terpisah antara pasien dan staf serta dalam kondisi bersih dan tersedia air yang cukup) sebesar
73,50%. Sebanyak 25,67% puskesmas memiliki toilet dengan layanan terbatas (memiliki
toilet namun toiletnya tidak terpisah antara pasien dan staf puskesmas, kondisi toilet pada
puskesmas ini pun tidak bersih dan tanpa air yang cukup). Masih terdapat puskesmas yang
tidak memiliki akses toilet sama sekali,yaitu sebanyak 0,82%.
40
Dilihat dari jenisnya, proporsi puskesmas yang memiliki layanan sanitasi dasar (dengan toilet
terpisah antara pasien dan staf serta dalam kondisi bersih dan tersedia air yang cukup) di
puskesmas non rawat inap (77,93%) lebih tinggi dibandingan dengan puskesmas rawat
inap (67,29%) (Gambar 8). Sedangkan jika dilihat dari karakteristik wilayahnya, puskesmas
perkotaan (83,73%) memiliki layanan sanitasi dasar yang lebih tinggi dari puskesmas
perdesaan (66,79%).
Perlu dipertimbangkan bahwa definisi layanan dasar, terbatas dan tidak ada layanan u ntuk
sanitasi telah mengalami modifikasi dengan menggunakan indikator perkiraan (proxy
indicator). Indikator perkiraan tersebut disusun karena indikator yang diminta oleh tangga
layanan JMP tidak semua tersedia dalam data Rifaskes 2019.
Berdasarkan laporan Rifaskes 2019, di tingkat nasional terdapat 8712 puskesmas (88,6%)
memiliki WC khusus pasien yang bersih. Terdapat 5.645 puskesmas (93,3%) yang memiliki
toilet khusus persalinan dengan kondisi bersih. Sebanyak 8.668 puskesmas (95,4%) memiliki
toilet yang bersih khusus untuk petugas di ruang rawat jalan. (Balitbangkes, 2019).
2
Definisi operasional kategori sanitasi yang telah dimodifikasi sesuai ketersediaan data Rifaskes 2019, informasi
lebih rinci dijelaskan di sub bab 2.5.2 41
a. Berdasarkan Wilayah Administrasi
Berdasarkan wilayah administrasi, sebagian besar puskesmas di beberapa provinsi sudah
memiliki akses terhadap sanitasi (jamban). Puskesmas dengan akses sanitasi ini kemudian
dikategorikan menjadi akses layanan sanitasi dasar dan akses layanan sanitasi terbatas.
Provinsi dengan puskesmas terbanyak yang memiliki toilet dengan kriteria layanan dasar
(memiliki toilet khusus untuk pasien dan staf, bersih dan tersedia air yang cukup) adalah
provinsi DI Yogyakarta (96,69%). Provinsi dengan puskesmas terbanyak yang memiliki
toilet dengan kriteria layanan terbatas (tidak terpisah antara staf dan pasien serta kondisinya
kurang bersih dan tanpa air yang cukup) adalah Papua Barat (61,78%) , Papua (53,65%),
Maluku (48,74%) dan Sulawesi Selatan (41,15%). Masih ada beberapa provinsi yang memiliki
puskesmas tanpa akses jamban sama sekali, yaitu Provinsi Papua (13,76%) dan Provinsi
Papua Barat (5,73%) (Gambar 9).
Halaman 38
Tanpa Layanan Sanitasi (S3) Layanan Sanitasi Terbatas (S2) Layanan Sanitasi Dasar (S1)
Gambar 9 Proporsi puskesmas dengan akses layanan sanitasi di puskesmas berdasarkan provinsi tahun 2019
Di tingkat kabupaten/kota, terjadi disparitas yang cukup tinggi untuk pelayanan akses sanitasi,
terutama antarkabupaten yang terletak di luar Pulau Jawa dan kabupaten/kota di Pulau Jawa.
Kabupaten Pegunungan Bintang Provinsi Papua merupakan Kabupaten dengan jumlah
puskesmas tertinggi yang tidak memiliki akses terhadap sarana sanitasi, yaitu sebanyak 12
puskesmas (41,38%) tidak memiliki akses toilet. Di Kabupaten Lanny Jaya, Provinsi Papua,
tidak ada puskesmas yang memiliki layanan sanitasi dasar. Sebanyak 55,56% puskesmas
di Kabupaten Lanny Jaya memiliki layanan akses sanitasi terbatas dan 44,44% tanpa akses
layanan sanitasi sama sekali (Gambar 10).
Sementara itu, lima kabupaten/kota dengan layanan sanitasi dasar tertinggi di Indonesia
seluruhnya terletak di Pulau Jawa. Di Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur, 59 puskesmas
(93,65%) sudah memiliki akses layanan sanitasi dasar. Di Provinsi DKI Jakarta, beberapa
kota menempati urutan tertinggi dalam akses layanan sanitasi dasar yang melebihi rata-rata
nasional, yaitu Kota Jakarta Barat (91,78%); Kota Jakarta Timur (91,57%) serta Kota Jakarta
Selatan (86,11%). Kabupaten Bogor (81,19%) menempati kategori kabupaten dengan
proporsi puskesmas terbanyak di Jawa Barat yang memiliki akses sanitasi dengan kriteria
layanan dasar (Gambar 10).
43
Halaman 39
100,00%
8,43% 6,35% 16,67%
8,22%
18,81% 13,89% 41,38% 40%
44,44%
80,00%
50%
60,00%
91,57% 93,65%
91,78% 72,22%
37,93%
81,19% 86,11% 50%
40,00%
50%
55,56%
20,00%
11,11%
20,69% 10%
0,00%
ur
r
ya
ya
i
ai
k
g
ia
ra
go
ca
ta
an
iy
m
n
ba
Ja
Ba
la
Bo
og
n
Pa
nt
Ti
ra
Pu
Se
ny
Bi
D
ta
ta
Su
b.
b.
n
ar
b.
ta
b.
ar
Ka
Ka
La
a
k
ta
Ka
Ka
ar
k
ng
Ja
Ja
Ko
k
b.
Ja
u
ta
Ka
ta
un
Ko
ta
Ko
g
Ko
Pe
b.
Ka
layanan sanitasi dasar (S1) layanan sanitasi terbatas (S2) tanpa layanan sanitasi (S3)
Gambar 10. Proporsi puskesmas berdasarkan akses layanan sanitasi tertinggi dan terendah di kabupaten/kota, tahun 2019
44
Untuk puskesmas dengan kriteria perdesaan, sebanyak 72,60% puskesmas telah memiliki
akses layanan sanitasi dasar. Beberapa provinsi yang berada di luar Pulau Jawa, memiliki
proporsi puskesmas dengan layanan sanitasi dasar di bawah rata-rata nasional, yaitu
diantaranya seperti di Provinsi Papua Barat (26,06%), Provinsi Papua (30,03%), serta Maluku
sebanyak
Halaman 4043,83%.
Kota Desa
100,00%
90,00%
80,00%
70,00%
60,00%
50,00%
40,00%
30,00%
20,00%
10,00%
0,00%
KALIMANTAN TIMUR
SULAWESI BARAT
KEPULAUAN RIAU
PAPUA BARAT
INDONESIA
JAMBI
KALIMANTAN BARAT
KEP.BANGKA BELITUNG
DI YOGYAKARTA
SULAWESI TENGGARA
MALUKU UTARA
ACEH
RIAU
SULAWESI UTARA
SULAWESI TENGAH
SUMATERA BARAT
JAWA TIMUR
KALIMANTAN UTARA
KALIMANTAN TENGAH
DKI JAKARTA
JAWA BARAT
SULAWESI SELATAN
GORONTALO
SUMATERA UTARA
BALI
KALIMANTAN SELATAN
NUSA TENGGARA BARAT
JAWA TENGAH
MALUKU
SUMATERA SELATAN
LAMPUNG
PAPUA
BANTEN
BENGKULU
Gambar 11 Proporsi puskesmas di kawasan perkotaan dan perdesaan yang memiliki layanan sanitasi dasar berdasarkan
klasifikasi kota-desa BPS per provinsi, 2019
45
3.3 Akses layanan Kebersihan Tangan (Higiene)
Sebelum berbicara lebih lanjut pada hasil analisis, perlu dipertimbangkan bahwa layanan
kebersihan tangan (higiene) yang dianalisis di sini telah mengalami penyesuaian dari tingkat
layanan JMP dan telah disesuaikan dengan kondisi data sarana kebersihan tangan di Indonesia
berdasarkan Rifaskes 2019. Indikator perkiraan yang digunakan dijelaskan secara lebih rinci
di sub bab 2.5.3. Ketersediaan data sarana CTPS secara spesifik hanya bisa ditampilkan
pada puskesmas rawat inap (karena data tersebut tersedia secara spesifik dan jelas pada
pedoman kuesioner Rifaskes 2019). Selain itu, data ketersediaan sarana CTPS yang ada di
Rifaskes 2019 hanya tersedia bagi ruang konsultasi umum dan tidak tersedia data sarana
CTPS di dekat toilet.
Untuk kriteria layanan dasar fasilitas kebersihan tangan, JMP mensyaratkan tersedianya
sarana CTPS baik di dekat toilet (<5 meter) dan di ruang perawatan. Karena data sarana CTPS
di toilet tidak tersedia, sehingga pengolahan data untuk kriteria layanan dasar k ebersihan
tangan tidak dapat dilakukan. Untuk kategori akses kebersihan tangan, klasifikasi layanan
hanya dapat dibuat dalam dua kategori, yaitu kriteria layanan terbatas dan kriteria tanpa
fasilitas kebersihan tangan.
46
Halaman 42
0,24% 0,10%
100,00% 0,71% 1,05% 1,13%
Halaman 42
0,24% 0,10%
100,00% 0,71% 1,05% 1,13%
95,00%
99,9%
99,76%
99,29%
98,95% 98,87%
95,00%
90,00%
Proporsi Puskesmas(%)
90,00%
85,00%
Proporsi Puskesmas(%)
85,00%
80,00%
80,00%
75,00%
75,00%
70,00%
70,00%
65,00%
65,00%
60,00%
60,00%
55,00%
55,00%
50,00%
Nasional Rawat Inap Non Rawat Inap Kota Desa
50,00%
Nasional Rawat Inap Non Rawat Inap Kota Desa
Layanan dasar (tidak ada data) Layanan Terbatas Tidak ada layanan
Gambar 12 Proporsi puskesmas dengan layanan sarana kebersihan tangan di tingkat nasional, tahun 2019
Layanan dasar (tidak ada data) Layanan Terbatas Tidak ada layanan
Gambar 12 menunjukkan kondisi sarana kebersihan tangan pada tingkat nasional dan
berdasarkan jenis puskesmas. Secara nasional, proporsi puskesmas yang memiliki layanan
kebersihan tangan dengan kriteria layanan terbatas (melakukan pencegahan infeksi dengan
CTPS dan air mengalir atau hand rub alcohol di ruang rawat jalan, sarana CTPS tersedia
di ruang rawat inap, serta sarana dalam kondisi baik yaitu selalu tersedia sabun dan air
mengalir di ruang konsultasi umum/point of care) adalah sebesar 99,29%. Hanya 0,71 %
(70 puskesmas) di Indonesia yang tidak memiliki upaya pencegahan infeksi dengan air
mengalir dan sabun/hand rub alcohol serta tidak ada sarana CTPS sama sekali. Proporsi
antara puskesmas rawat inap dan non rawat inap tidak terlalu berbeda, yaitu 99,76% untuk
puskesmas rawat inap dan 98,85% untuk puskesmas non rawat inap.
47
Berdasarkan laporan nasional puskesmas Rifaskes 2019, sebanyak 9568 puskesmas
(97.3%) melakukan cara pencegahan infeksi dengan CTPS dan 9210 puskesmas (93,7%)
melakukan cara pencegaha infeksi dengan hand rub alcohol. Sementara, jika dilihat dari data
sarana (CTPS, pendataan sarana CTPS di Rifaskes 2019 hanya dilakukan pada puskesmas
rawat inap. Sebanyak 3561 puskesmas rawat inap dari 4105 puskesmas rawat inap (86,7%)
menyatakan memiliki sarana CTPS di ruang rawat inap pasien (Balitbangkes, 2019).
Bila dilihat dari wilayah administrasinya, hampir seluruh provinsi memiliki puskesmas
dengan layanan kebersihan tangan terbatas yang tinggi. Provinsi yang seluruh puskesmasnya
memiliki sarana kebersihan tangan dengan kriteria layanan terbatas adalah provinsi Kepulauan
Bangka Belitung. Masih terdapat beberapa Provinsi yang puskesmasnya tidak memiliki akses
terhadap kebersihan tangan di antaranya yaitu Provinsi Papua (7,3%), Maluku (6,53%), Papua
Barat (3,82%)
Halaman 43 , Jambi (1,55%) serta Sulawesi Tenggara (1,78%).
Tanpa Layanan Kebersihan Tangan (H3)
Layanan Kebersihan Tangan Terbatas (H2)
Layanan Kebersihan Tangan Dasar (H1) = tidak ada data
I N D O N E S I A 0,72% 99,28%
DKI JAKARTA
KEPULAUAN RIAU
48 KEP.BANGKA BELITUNG
LAMPUNG
BENGKULU
SUMATERA SELATAN
BANTEN
JAWA TIMUR
DI YOGYAKARTA
JAWA TENGAH
JAWA BARAT
DKI JAKARTA 100%
KEPULAUAN RIAU 100%
KEP.BANGKA BELITUNG 100%
LAMPUNG 100%
BENGKULU 0,56% 99,44%
SUMATERA SELATAN 99,7%
JAMBI 1,55% 98,45%
RIAU 100%
SUMATERA BARAT 100%
SUMATERA UTARA 1,23% 98,77%
ACEH 0,86% 99,14%
80,00%
80,00% 11,11% 10,34%
13,33%
15,15% 15,79%
88,89% 89,66%
100% 100% 100% 100%
80,00%
84,85% 86,67% 84,21%
99,01%
60,00%
60,00%
u
ur
r
ya
n
g
ra
go
ta
Ar
ta
an
g im
h aba
n a
ruela
la
yaBo
60,00%
at nt
ta a B
n
ana T
Se
ua
br Bi
at gaur
ur
hn A S
KoK Kota aeBla gor
an
ba .
ra
uelaart
raKab
nt rt
la
br en S
rtalau a Tim
guaa rta
ias
ay n
at
Ba
Bani ka
o
pu
M ga
ASr ak
ay T ta
ng b. M Sel
.B
ln a ka
N
ugr
yar
Su g
JaKe aka at
ka n
a a
o
Ja tau
t
ur
r
J rn
h
bago
J
rta
Ke
b . un
y
a an
alanatJ
ra
KBoin bra
go
Mluk K
ta
Teu Ja
a la r
Ja ra ga
a
an
b.
ntim
M
J. aN Kab
ka a
rt
aniata
ot Sen A
m
u
t
s
Ba
Kaun
ra o
la
b
Bo
Ka
t
b.
t
Sn eot
ta u en
.uNo
y
Ti
uKepta
r
Su. B
BiT
b.
Se
an a
alab K
t
Ka
a
nsu K
ta
uk. o
rtS
Kota u T
Ka
ta
b. a
nrta
Pe
alab K
taab
Kab. M
ar
ta
ikaas
S
ar
k
kapu
gaa
k
giua
b.
ar
pKu
k
KoK
Koalu
nu a
Ja
ank
K
Ja
P. eN
Ka
k
Ka
MK
Ke
Ja
nJu
M
ta
taab
ta
ba.b
t a b.
gtua
Ko
ta
Ko
KoK
b.
b.
a
gu
b.
PKeo
Ko
KKa
Ka
Ka
Ka
b.
Layanan Kebersihan Tangan Dasar (H1) = tidakTanpa Layanan kebersihan Tangan (H3)
Ka
ada data
Layanan
Layanan Kebersihan Kebersihan
Tangan Tangan
Dasar (H1) = tidakDasar (H1) = tidak
ada data ada⁄
Tanpa Layanan kebersihan Tangan (H3) Layanan Kebersihan Tangan Terbatas (H2)
Tanpa Layanan kebersihan Tangan (H3) Layanan Kebersihan Tangan Terbatas (H2)
Gambar 14 Proporsi puskesmas dengan akses layanan kebersihan tangan tertinggi dan terendah di kabupaten/kota
Layanan Kebersihan Tangan Terbatas (H2) 49
b. Berdasarkan Karakteristik Wilayah
Untuk kategori layanan kebersihan tangan, terdapat lebih banyak proporsi puskesmas
dengan layanan kebersihan tangan terbatas di perdesaan dibandingkan dengan puskesmas
perkotaan. Sebanyak 98,87% Puskesmas Perdesaan di Indonesia sudah memiliki layanan
kebersihan terbatas (sarana keberihan tangan terletak di ruang konsultasi umum dan ruang
rawat inap), sedangkan puskesmas perkotaan mencapai mencapai 94,97% (Gambar
15). Beberapa provinsi seperti Papua dan Papua Barat memiliki akses kebersihan tangan
terbatas yang lebih tinggi di puskesmas perkotaan dibandingkan puskesmas di kawasan
perdesaan. Kategori kebersihan tangan hanya mampu memenuhi layanan terbatas (bukan
layanan dasar), sesuai dengan penjelasan pada sub bab 2.5.3.
Halaman 44 (2)
Kota Desa
100,00%
95,00%
90,00%
85,00%
80,00%
75,00%
70,00%
65,00%
60,00%
55,00%
50,00%
SUMATERA UTARA
BALI
KALIMANTAN SELATAN
NUSA TENGGARA BARAT
JAWA TENGAH
MALUKU
SUMATERA SELATAN
LAMPUNG
BANTEN
PAPUA
KALIMANTAN TIMUR
SULAWESI BARAT
BENGKULU
KEPULAUAN RIAU
PAPUA BARAT
INDONESIA
JAMBI
KALIMANTAN BARAT
KEP.BANGKA BELITUNG
DI YOGYAKARTA
MALUKU UTARA
ACEH
RIAU
SULAWESI UTARA
SULAWESI TENGGARA
SULAWESI TENGAH
KALIMANTAN UTARA
SUMATERA BARAT
JAWA TIMUR
KALIMANTAN TENGAH
DKI JAKARTA
JAWA BARAT
SULAWESI SELATAN
GORONTALO
Gambar 15 Proporsi puskesmas di kawasan perkotaan dan perdesaan yang memiliki layanan kebersihan
tangan Terbatas Berdasarkan Klasifikasi Kota-Desa Bps Per Provinsi, 2019
50
Halaman 45
100,00% 2,90% 1,95% 0,51%
3,57% 4,47%
3.4 Akses Sarana Pengelolaan Sampah
90,00%
80,00% 36,88%
80,00%
40,00% 36,88%
70,00%
30,00% 50,96% 53,15% 49,40% 62,60%
60,20%
Proporsi Puskesmas(%)
40,00%
0,00%
Nasional Rawat Inap Non Rawat Inap Kota Desa
30,00% 62,60%
Proporsi Puskesmas(%)
0,00%
Nasional Rawat Inap Non Rawat Inap Kota Desa
Di tingkat nasional, 46,14% puskesmas di Indonesia telah memiliki akses terhadap s arana
pengelolaan sampah layanan kesehatan dengan kriteria layanan dasar (melakukan pemilahan
sampah serta pengolahan sampah medis yang aman), 50,96% telah memiliki akses terhadap
pengelolaan sampah layanan kesehatan dengan kriteria layanan terbatas (melakukan
pemilahan sampah dua jenis baik limbah umum maupun limbah medis, namun pengelolaan
sampahnya tidak secara aman yaitu contohnya dibakar atau dengan insinerator yang tidak
memiliki izin) (Gambar 16).
51
Dalam konteks data Rifaskes 2019, pemilahan sampah yang aman diidentifikasi sebagai
puskesmas yang melakukan pemilahan minimal tiga atau lebih sesuai jenis sampah:
sampah umum, sampah infeksius, sampah benda tajam dan sampah radioaktif. Sedangkan,
pengolahan sampah medis yang aman adalah puskesmas yang melakukan p engolahan s endiri
dengan kategori pengolahan aman: insinerasi, autoclave, microwave, dikubur atau disinfeksi.
Masih terdapat 2,90% puskesmas di Indonesia yang tidak memiliki akses terhadap layanan
pengelolaan sampah layanan kesehatan, artinya puskesmas tersebut tidak
melakukan
pemilahan sampah dan tidak melakukan pengolahan limbah medis (Gambar 16).
Dilihat dari jenis puskesmasnya, proporsi puskesmas yang memiliki akses terhadap sarana
pengelolaan sampah layanan kesehatan dengan kriteria layanan dasar maupun terbatas untuk
rawat inap tidak berbeda jauh dengan puskesmas non rawat inap. Artinya implementasi
pengolahan sampah medis yang aman di puskesmas rawat inap dan non rawat Inap hampir
sama.
Berdasarkan data Rifaskes tahun 2019, sebanyak 91,8% puskesmas melakukan pemilahan
sampah. Sebagian besar puskesmas di Indonesia (50%) melakukan pemilahan sampah
ke dalam tiga jenis yaitu sampah umum, sampah medis dan sampah benda tajam. S
ebanyak
35% puskesmas hanya melakukan 2 pemilahan sampah saja yaitu sampah medis dan
sampah umum. (Balitbangkes, 2019).
Gambar 17 Proporsi puskesmas berdasarkan jumlah kategori pemilahan sampah layanan kesehatan
52
Beberapa provinsi sudah menunjukkan kinerja layanan dasar pengelolaan sampah layanan
kesehatan dengan kriteria layanan dasar yang baik yaitu di atas 80%, di antaranya untuk
Provinsi DKI Jakarta (81,47%), DI Yogyakarta (80,17%) dan Bali (80,83%). Artinya,
puskesmas ini sudah melakukan lebih dari tiga jenis pemilahan sampah umum dan medis
Halaman
serta 47
melakukan pengolahan sampah medis secara aman; di antaranya termasuk insinerasi,
autoclave, microwave , dikubur atau disinfeksi (Gambar 18).
A K S E S L AYA N A N P E N G E L O L A A N S A M PA H M E D I S
Di sisi lain, beberapa Bprovinsi
ERDASA R K A Ntidak
masih P R Omemiliki
V I N S I TApuskesmas
H U N 2 0 1 9dengan akses layanan
pengelolaan sampah layanan Tanpakesehatan seperti
Layanan pengelolaan di medis
sampah Papua(WM3)(21,91%), Sulawesi Tengah
(11,73%), Sulawesi Tenggara (11,03%), Papua barat (9,55%) serta Sumatera Utara (5,25%).
Layanan pengelolaan sampah medis terbatas (WM2)
Dari informasi ini dapat disimpulkan bahwa terdapat kesenjangan yang cukup signifikan untuk
layanan pengelolaan sampahLayananlayanan kesehatan
Pengelolaan SampahdiMedis
Indonesia. (Gambar 18).
Dasar (WM1)
Papua
Papua Barat
Maluku Utara
Maluku
Sulawesi Barat
Gorontalo
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tengah
Sulawesi Utara
Kalimantan Utara
Kalimantan Timur
Kalimantan Selatan
Kalimantan Tengah
Kalimantan Barat
Nusa Tenggara Timur
Nusa Tenggara Barat
Bali
Banten
Jawa Timur
DI Yogyakarta
Jawa Tengah
Jawa Barat
DKI Jakarta
Kepulauan Riau
Kep.Bangka Belitung
Lampung
Bengkulu
Sumatera Selatan
Jambi
Riau
Sumatera Barat
Sumatera Utara
Aceh
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Gambar 19 Proporsi puskesmas yang melakukan pengolahan sampah medis sendiri berdasarkan
metode pengolahan sampah medis, Tahun 2019
54
Berdasarkan kabupaten/kota, terdapat kesenjangan yang cukup tinggi antara kabupaten/kota
di Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa. Lima kabupaten/kota dengan puskesmas terbanyak yang
melakukan pemilahan sampah layanan kesehatan di atas tiga kategori (medis, infeksius, dan
benda tajam) serta melakukan pengolahan sampah medis yang aman di antaranya adalah Kota
Jakarta Selatan (90,28%), Kota Jakarta Timur (78,31%) dan Kota Jakarta Barat (89,04%) di
Provinsi DKI Jakarta. Kabupaten Bandung, Kota Bandung dan Kabupaten Bogor merupakan
kabupaten/kota dengan proporsi puskesmas tertinggi di Provinsi Jawa Barat yang melakukan
pengolahan sampah medis aman serta pemilahan sampah layanan k esehatan lebih dari 3
kategori:
Halaman 49umum, infeksius, benda tajam dan radioaktif.
100,00%
9,72% 10,96% 9,26%
26,32%
21,69% 34,29%
38,46%
80,00%
49,5% 38,36%
79,31%
77,78%
60,00%
65,71%
50,5%
61,54%
20,00%
22,22%
20,69%
10,53%
0,00%
or
ng
ya
ur
an
ng
na
ur
an
g
ra
un
og
m
m
Ja
t
t
-u
du
a
Ba
la
la
nt
nd
Ti
Ti
na
B
Se
Se
an
y
Bi
rta
nn
Ba
rta
an
b.
U
B
rta
as
n
Ka
ka
La
gi
jo
ka
b.
ta
ga
Ni
Ba
ka
To
Ja
Ja
Ka
Ko
b.
un
Ja
b.
ta
Ka
m
b.
ta
un
Ka
Ko
Ka
ta
a
Ko
eg
er
Ko
S
P
b.
b.
Ka
Ka
Layanan Pengelolaan Sampah Dasar (WM1) Layanan Pengelolaan Sampah Terbatas (WM2)
Tanpa Layanan Pengelolaan Sampah Medis (WM3)
Gambar 20 Proporsi puskesmas dengan akses layanan pengelolaan sampah medis tertinggi dan terendah di kabupaten/kota tahun 2019
55
56
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
50,00%
60,00%
70,00%
80,00%
90,00%
ACEH 100,00%
SUMATERA UTARA
Halaman 50 (1)
SUMATERA BARAT
RIAU
JAMBI
SUMATERA SELATAN
BENGKULU
LAMPUNG
KEP.BANGKA BELITUNG
KEPULAUAN RIAU
DKI JAKARTA
JAWA BARAT
JAWA TENGAH
DI YOGYAKARTA
JAWA TIMUR
BANTEN
Kota
BALI
NUSA TENGGARA BARAT
NUSA TENGGARA TIMUR
Desa
KALIMANTAN BARAT
KALIMANTAN TENGAH
KALIMANTAN SELATAN
KALIMANTAN TIMUR
KALIMANTAN UTARA
SULAWESI UTARA
SULAWESI TENGAH
SULAWESI SELATAN
Gambar 21 Proporsi puskesmas di kawasan perkotaan dan perdesaan yang memiliki layanan pengelolaan sampah
INDONESIA
3.5 Akses Layanan Pembersihan Lingkungan
Dalam analisis, layanan pembersihan lingkungan yang dianalisis di sini telah mengalami
penyesuaian dari tangga layanan JMP dan telah disesuaikan dengan kondisi data Rifaskes
2019 (sesuai dengan definisi operasional pada subbab 2.5.5.).
Halaman 50 (2)
100,00%
13,09%
90,00% 18,81%
21,45% 23,34%
26,94%
80,00%
Proporsi Puskesmas(%)
25,00%
70,00%
26,92%
27,36%
27,68%
60,00%
28,91%
50,00%
40,00%
30,00% 61,91%
54,27%
51,19% 48,98%
44,14%
20,00%
10,00%
0,00%
Nasional Rawat Inap Non Rawat Inap Kota Desa
Gambar 22 Proporsi puskesmas berdasarkan layanan pembersihan lingkungan di Indonesia Tahun 2019
57
Berdasarkan data Rifaskes 2019, 51,19% puskesmas di Indonesia sudah memiliki a kses
terhadap pembersihan lingkungan dengan layanan dasar (puskesmas yang memiliki
pedoman K3 termasuk di dalamnya pedoman mengenai aspek kebersihan puskesmas serta
melakukan penyuluhan kesehatan dan kebersihan). Sebanyak 27,36% puskesmas memiliki
akses layanan pembersihan lingkungan dengan kriteria layanan terbatas (Puskesmas dengan
ketersediaan pedoman K3 namun tidak melakukan kegiatan penyuluhan). Masih terdapat
21,45% puskesmas yang tidak memiliki pedoman/protokol kebersihan dan tidak melakukan
pelatihan kebersihan kepada petugas kebersihan Puskesmas (Gambar 22).
Berdasarkan jenis puskesmas, proporsi puskesmas yang telah memiliki akses layanan
pembersihan lingkungan dasar maupun terbatas di puskesmas rawat inap dan non rawat
inap, tidak jauh berbeda.
Walaupun demikian, masih banyak provinsi yang tidak memiliki layanan pembersihan
lingkungan dasar, yaitu Papua Barat (68,15%), Papua (66,29%) dan Maluku (35,68%)
(Gambar 23). Hal ini berarti masih terdapat kesenjangan yang signifikan antara provinsi untuk
kriteria layanan pembersihan lingkungan puskesmas. Di tingkat kabupaten/kota, Kabupaten
Sukabumi memiliki proporsi puskesmas dengan layanan pembersihan lingkungan t erbanyak
di Indonesia, 50 Puskesmas di Kabupaten Sukabumi sudah melakukan pembersihan
lingkungan dengan kriteria layanan dasar, yaitu puskemasn memiliki pedoman kebersihan
melalui pedoman K3 dan melakukan penyuluhan kebersihan.
58
Halaman 52
Tanpa Layanan Pengelolaan Kebersihan (C3) Layanan Pengelolaan Kebersihan Terbatas (C2)
Layanan Pengelolaan Kebersihan Dasar (C1)
Gambar 23 Proporsi Puskesmas Dengan Akses Layanan Pembersihan Lingkungan Berdasarkan Provinsi Tahun 2019
INDONESIA 51,19%
Kabupaten Banyuwangi juga menempati di atas rata-rata nasional yaitu 42 puskesmas
(93,3%) telah melakukan
P A P U A pembersihan lingkungan dengan SOP kebersihan melalui pedoman
13,20%
K3 serta penyuluhan
P A P U A B A Rkepada
AT pegawai dan masyarakat sekitar. 9,55%
MALUKU UTARA 34,88%
Akan tetapi beberapa kabupaten seperti Kabupaten Nias Selatan dan Kabupaten Kutai
MALUKU 28,64%
Kertanegara baru memiliki layanan pembersihan lingkungan dasar di bawah rata-rata nasional.
SULAWESI BARAT 41,49%
Bahkan, 96,5 % puskesmas di Kabupaten Pegunungan Bintang tidak memiliki pedoman
kebersihan dan
G O Rmelakukan
ONTALO penyuluhan kebersihan. 67,74%
SULAWESI TENGGARA 36,30%
SULAWESI SELATAN 69,03%
59
SULAWESI TENGAH 52,55%
SULAWESI UTARA 30,05%
KALIMANTAN UTARA 54,55%
KALIMANTAN TIMUR
Halaman 53 (1)
100,00%
3,45% 3,33% 3,17% 6,67%
10,34% 21,67%
25,40% 33,66%
80,00%
65,71%
65,63%
60,00%
25,74%
40,00%
96,55%
40,59% 25%
20,00%
11,43%
9,38%
3,45%
0,00%
Kab. Kab. Cirebon Kota Kab. Kab. Bogor Kab. Kab. Nias Kab. Kutai
Sukabumi Surabaya Banyuwangi Pegunungan Selatan Kertanegara
Bintang
Gambar 24 Proporsi puskesmas dengan akses layananan pembersihan lingkungan tertinggi dan terendah di kabupaten/kota,
tahun 2019
60
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
50,00%
60,00%
70,00%
80,00%
90,00%
100,00%
ACEH
SUMATERA UTARA
Halaman 53 (2)
SUMATERA BARAT
RIAU
JAMBI
SUMATERA SELATAN
BENGKULU
LAMPUNG
KEP.BANGKA BELITUNG
KEPULAUAN RIAU
DKI JAKARTA
JAWA BARAT
JAWA TENGAH
DI YOGYAKARTA
JAWA TIMUR
BANTEN
Kota
BALI
NUSA TENGGARA BARAT
NUSA TENGGARA TIMUR
Desa
KALIMANTAN BARAT
KALIMANTAN TENGAH
KALIMANTAN SELATAN
KALIMANTAN TIMUR
KALIMANTAN UTARA
SULAWESI UTARA
SULAWESI TENGAH
SULAWESI SELATAN
SULAWESI TENGGARA
Gambar 25 Proporsi puskesmas di kawasan perkotaan Dan perdesaan yang memiliki layanan pembersihan
PAPUA BARAT
PAPUA
INDONESIA
61
Simpulan dan
Rekomendasi
62
4.1 Simpulan
Secara umum, data nasional Rifaskes 2019 cukup memadai untuk mengukur pencapaian
layanan WASH dalam target SDG 6. walaupun kuesionernya belum sepenuhnya d idesain
untuk mengakomodasi kebutuhan variabel-variabel untuk menyusun indikator sesuai lima
indikator SDG 6. Beberapa indikator untuk mengukur kondisi WASH puskesmas yang
ditampilkan di buku profil ini tidak seluruhnya menjawab indikator tingkat layanan SDG 6 yang
dibuat olehJMP (2018). Kategori sanitasi (S), cuci tangan (H) dan pembersihan lingkungan
(C) menggunakan indikator-indikator perkiraan (proxy indicators). Beberapa indikator yang
disesuaikan di antaranya:
Kriteria
Sanitasi Kebersihan tangan
Layanan
WHO/UNICEF JMP Publikasi ini WHO/UNICEF JMP Publikasi ini
Target global WASH di fasyankes sesuai SDG 6 adalah bahwa pada tahun 2022, sebanyak
60% dari seluruh fasyankes secara global dan di setiap region SDGs memiliki paling tidak
fasilitas WASH dengan skala layanan dasar. Target ini sudah dapat dicapai di tingkat nasional
untuk kategori akses layanan air (W) yaitu sebesar 79,6% serta sanitasi (S) 73,50%. Namun,
masih diperlukan akselerasi pembangunan untuk beberapa kategori yang dinilai masih
63
jauh dari pencapaian target di antaranya layanan pengelolaan sampah layanan kesehatan
(WM) yang masih 46,14%, layanan pembersihan lingkungan (C) yang masih 51,19%. Untuk
kategori kebersihan tangan, perlu dilengkapi data sarana CTPS di toilet puskesmas sehingga
data layanan dasar kebersihan tangan dapat diidentifikasi dengan lebih baik sesuai dengan
indikator SDG 6.
Dilihat dari sisi karakteristik wilayahnya, secara nasional puskesmas yang terletak di kawasan
perdesaan memiliki akses layanan WASH yang lebih rendah daripada puskesmas di p erkotaan,
terutama untuk akses layanan pengelolaan sampah layanan kesehatan dan pembersihan
lingkungan (Gambar 26).
Halaman 56
1,31% 1,13% 0,51%
100,00% 7,7% 4,47% layanan dasar
19,41% 13,09% air
90,00% layanan dasar
3,03% 16,2%
26,94% sanitasi
80,00% layanan dasar
7,35% 36,88% kebersihan
70,00% 31,9%
25% tangan
layanan dasar
60,00% pengelolaan
28,91%
60,2% sampah
50,00% Tanpa Layanan
89,27%
40,00% 83,73% 99,9%
73,24% Layanan
66,79% Terbatas
30,00% 62,60% 61,91%
98,87%
20,00% 44,14%
35,33%
10,00%
0,00%
kota desa kota desa kota desa kota desa kota desa
Gambar 26 Proporsi Puskesmas dengan Layanan WASH di Indonesia Berdasarkan Kriteria Kota-Desa BPS
4.2 Rekomendasi
Beberapa data sesuai kategori WASH puskesmas yang sudah dianalisis memerlukan
penambahan variabel sehingga dapat memenuhi definisi operasional dan menjawab lima
indikator dalam SDG 6 di antaranya:
• Kategori sanitasi: jenis toilet, sarana kebersihan menstruasi, ketersediaan toilet difabel
dan toilet yang terpisah berdasarkan gender)
• Kategori higiene: ketersediaan sarana CTPS yang terletak < 5m dari toilet
• Kategori pembersihan lingkungan: pelatihan pegawai yang bertanggung jawab dalam
pembersihan lingkungan puskesmas.
64
Penambahan variabel-variabel untuk memenuhi lima indikator WASH sesuai SDG 6
direkomendasikan untuk dilakukan pada Rifaskes selanjutnya. Daftar indikator JMP yang
dibutuhkan dan belum tersedia variabelnya di Rifaskes 2019 ditunjukkan secara lebih lengkap
dan rinci pada Tabel 3. Selain itu, direkomendasikan juga untuk mengintegrasikan indikator
WASH Puskesmas ke dalam sistem pendataan puskesmas seperti Aplikasi Sarana, Prasarana
dan Alat Kesehatan (ASPAK) yang dikelola oleh Direktorat Fasilitas Pelayanan Kesehatan
dan e-money Inspeksi Kesehatan Lingkungan (IKL) puskesmas yang dikelola oleh Direktorat
Kesehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan. Kedua sistem informasi tersebut diperbarui
datanya secara berkala (setiap tahun) berbasis daring.
Permenkes No. 43 tahun 2019 menyatakan bahwa pemerintah daerah harus mengupayakan
utilitas selalu tersedia untuk kebutuhan pelayanan di puskesmas dengan mempertimbangkan
berbagai sumber daya yang ada pada daerahnya. Permenkes ini juga mengatur bahwa
Pemerintah dapat menerapkan prinsip teknologi tepat guna dengan memberdayakan kearifan
lokal. Sebagai contoh di daerah yang sulit mendapatkan akses air bersih, puskesmas dapat
menggunakan tawas atau metode penyaringan sederhana dengan ijuk, batu dan pasir untuk
mendapatan air bersih tersebut.
Berdasarkan hasil analisis WASH puskesmas, kategori pengelolaan sampah layanan kesehatan
(46,14%) dan pembersihan lingkungan Puskesmas (51,19%) masih belum memenuhi target
pencapaian SDG 6 (60%) sehingga diperlukan akselerasi peemenuhan layanan WASH
sampai dengan tahun 2030. Terdapat 21 provinsi di Indonesia yang masih berada di bawah
rata-rata nasional untuk kategori pengelolaan sampah layanan kesehatan. Tiga provinsi utama
yang perlu mendapatkan prioritas dalam pembangunan sarana pengolahan sampah medis di
Puskesmas diantaranya Provinsi Papua (5,34%); Provinsi Papua Barat (8,92%) dan Provinsi
Sulawesi Tengah (9,69%). Pemerataan sarana pengolahan sampah medisyang aman perlu
dilakukan, terutama untuk puskesmas-puskesmas dengan tingkat layanan pasien yang tinggi
karena memiliki potensi untuk menghasilkan sampah layanan kesehatan harian yang tinggi.
65
Selanjutnya untuk pemenuhan indikator layanan pembersihan lingkungan puskesmas,
diperlukan penyediaan pedoman/protokol pembersihan lingkungan dan pelatihan petugas
pembersihan lingkungan dan petugas puskesmas lainnya yang diberikan secara berkala.
yang dintegrasikan dalam program pencegahan dan pengendalian infeksi Hal ini sangat
diperlukan terutama di masa pandemi penyebaran penyakit melalui virus dan bakteri yang
sangat berisiko dapat terjadi di puskesmas. Sebanyak 18 provinsi di Indonesia masih b
erada
di bawah rata-rata nasional (51,19%) untuk indikator pembersihan lingkungan. Artinya
sebagian besar puskesmas di provinsi-provinsi tersebut masih belum mampu melakukan
pembersihan lingkungannya sesuai pedoman K3 dan belum melakukan pelatihan tenaganya
(Gambar 23).
Dilihat dari sisi karakteristik wilayahnya, secara nasional puskesmas perdesaan perlu
mendapatkan prioritas pembangunan terutama untuk akses layanan pengelolaan sampah
layanan kesehatan dan pembersihan lingkungan (Gambar 26).
Hasil analisis situasi WASH di Puskesmas ini juga diharapkan mampu ditindaklanjuti sebagai
rekomendasi untuk perencanaan dan implementasi program kesehatan dan lingkungan.
Tindaklanjut yang dapat dilakukan adalah dengan menyusun usulan kebijakan (policy brief)
yang berisi rekomendasi dari hasil analisis situasi WASH di Puskesmas. Beberapa t ahapan lain
yang direkomendasikan sebagai tindaklanjut yaitu dengan penyusunan peta jalan (road map)
pemenuhan layanan WASH di Puskesmas. Pada peta jalan tersebut, juga dapat dilengkapi
dengan sistem pembiayaan WASH yang berkelanjutan dengan m empertimbangkan hasil
analisis investasi pemenuhan ketersediaan sarana WASH di Puskesmas. Dengan demikian
kebutuhan pembiayaan tersebut dapat dipenuhi dengan berbagai sumber pendanaan
termasuk bantuan dari berbagai mitra.
Daftar Pusaka
66
Lampiran
LAMPIRAN
Lampiran 1 Rumus Analisa Indikator
Lampiran 1 Rumus Analisis Indikator
Indikator Rumusan Jenis
puskesmas
W0 % puskesmas dengan Rawat inap,
sumber air layak, Jumlah Puskesmas memiliki Sumber Air Paripurna non rawat
terjangkau (di dalam W0 = --------------------------------------------------- x 100% inap,
puskesmas atau <500 Jumlah Puskesmas seluruhnya perkotaan dan
meter dari puskesmas) dan perdesaan
tersedia sepanjang tahun, Catatan: pemenuhan standar kualtas air ditunjukan dengan melampirkan
memenuhi standar kualitas dokumen kualitas air yang ditunjukan kepada enumerator pada saat
pengisian kuesioner RIFASKES 2019.
dilingkungan puskesmas
W1 % puskesmas dengan Rawat inap,
sumber air layak, Jumlah Puskesmas memiliki Sumber Air Dasar non rawat
terjangkau (di dalam W1 = --------------------------------------------------- x 100% inap,
puskesmas atau <500 Jumlah Puskesmas seluruhnya perkotaan dan
meter dari puskesmas) dan perdesaan
tersedia sepanjang tahun
dilingkungan puskesmas Catatan:
Sumber air layak = air perpipaan, PDAM, sumur bor dan sumur gali
terlindungi, penampung air hujan,mata air terlindungi.
67
Indikator Rumusan Jenis
puskesmas
air mengalir dan perkotaan dan
sabun,atau hand rub perdesaan
alcohol pada ruang
konsultasi umum dan dalam
kondisi baik atau tidak baik
(air mengalir dan sabun),
Serta ketersediaan sarana
CTPS di ruang rawat inap.
H3 % Puskesmas tanpa Jumlah Puskesmas tanpa sarana kebersihan tangan Rawat inap,
sarana cuci tangan H3 = ------------------------------------------------------------ x 100% non rawat
Jumlah Puskesmas seluruhnya inap,
perkotaan dan
perdesaan
WM 1 % Puskesmas yang Jumlah Puskesmas memiliki pengelolaan sampah medis dasar Rawat inap,
melakukan pemilahan, WM1 = --------------------------------------------------- x 100% non rawat
penampungan, pengelolaan Jumlah Puskesmas seluruhnya inap,
dan pembuangan sampah perkotaan dan
medis yang aman Catatan: perdesaan
• Puskesmas yang memiliah sampah setidaknya 3 jenis atau
lebih: sampah umum, infeksius dan benda tajam, radioaktif,
dan lainnya.
• Puskesmas yang melakukan pengolahan/pembuangan
sampah medis yang aman (tidak dibakar)
WM 2 % Puskesmas yang Rawat inap,
tidak melakukan salah satu Jumlah Puskesmas memiliki pengelolaan sampah medis terbatas non rawat
dari pemilahan, inap,
penampungan dan WM2 = --------------------------------------------------- x 100% perkotaan dan
pembuangan sampah medis. Jumlah Puskesmas seluruhnya perdesaan
Catatan:
• Hanya melakuka dua pemilahan (sampah umum dan medis)
atau tanpa pemilahan
• diolah secara tidak aman: contohnya dibakar, atau diolah ke
incinerator yang tidak berizin.
WM 3 % Puskesmas yang Jumlah Puskesmas tanpa pengelolaan sampah medis Rawat inap,
tidak melakukan non rawat
pemilahan, penampungan WM3 = --------------------------------------------------- x 100% inap,
dan pembuangan sampah Jumlah Puskesmas seluruhnya perkotaan dan
medis Catatan: perdesaan
• tidak melakukan pemilahan sampah medis
• tidak diolah atau diolah secara tidak aman..
C1 % Puskesmas dengan Jumlah Puskesmas memiliki pengelolaan kebersihan dasar Rawat inap,
protokol dasar untuk C1 = --------------------------------------------------- x 100% non rawat
kebersihan (melalui Jumlah Puskesmas seluruhnya inap,
pedoman K3) dan dilakukan perkotaan dan
penyuluhan kesehatan perdesaan
pada kelompok pekerja
C2 % Puskesmas dengan Jumlah Puskesmas memiliki pengelolaan kebersihan terbatas Rawat inap,
protokol dasar untuk C2 = --------------------------------------------------- x 100% non rawat
kebersihan (melalui pedoman Jumlah Puskesmas seluruhnya inap,
K3) namun tidak dilakukan perkotaan dan
penyuluhan kesehatan perdesaan
pada kelompok pekerja
C3% Puskesmas yang tidak Jumlah Puskesmas yang tidak memiliki pengelolaan kebersihan Rawat inap,
memiliki protokol C3 = --------------------------------------------------- x 100% non rawat
kebersihan (melalui Jumlah Puskesmas seluruhnya inap,
pedoman K3) dan tidak perkotaan dan
dilakukan penyuluhan perdesaan
kesehatan pada kelompok
pekerja
68
Lampiran 2 Indikator Akses Air per Provinsi
Lampiran 2 Indikator Akses Air per Provinsi
A.A.
Berdasarkan Karakteristik
Berdasarkan Wilayah
Karakteristik Kota-Desa
Wilayah (definisi
Kota-Desa sesuai
(definisi Perka
sesuai BPSBPS
Perka no 37
no tahun 2010
37 tahun
2010
69
Puskesmas Perkotaan Puskesmas Perdesaan
(n puskesmas) (n puskesmas)
Provinsi Air Dasar Air Dasar
Air non Air Tidak Air non Air Tidak
Paripurna paripurna Terbatas Ada Air Paripurna paripurna Terbatas Ada Air
(W0) (W1) (W2) (W3) (W0) (W1) (W2) (W3)
Papua Barat 3 14 0 1 5 81 18 43
Papua
0 23 3 4 0 141 47 130
B.B.
Berdasarkan Jenis Puskesmas Rawat Inap dan Non Rawat Inap
Berdasarkan Jenis Puskesmas Rawat Inap dan Non Rawat Inap
70
Puskesmas Rawat Inap Puskesmas Non Rawat Inap
(n puskesmas) (n puskesmas)
Air
Provinsi Dasar Air Dasar
Air non Air Tidak Air non Air Tidak
Paripurna parpurna Terbatas Ada Air Paripurna paripurna Terbatas Ada Air
(W0) (W1) (W2) (W3) (W0) (W1) (W2) (W3)
Kalimantan Utara
3 6 2 10 10 15 4 5
Sulawesi Utara 8 62 8 16 5 74 10 10
Sulawesi Tengah
7 67 3 23 10 55 8 23
Sulawesi Selatan
55 200 9 38 26 95 6 23
Sulawesi Tenggara
10 71 1 14 8 127 10 40
Gorontalo
8 17 0 4 9 41 4 10
Sulawesi Barat
5 46 4 8 3 18 2 8
Maluku
4 39 3 17 5 90 12 29
Maluku Utara 2 33 1 10 8 60 7 8
Papua Barat
4 24 5 10 4 71 13 34
Papua 0 52 21 31 0 112 29 103
71
Lampiran 3 Indikator Akses Sanitasi per Provinsi
Lampiran 3 Indikator Akses Sanitasi per Provinsi
A. Berdasarkan Karakteristik Wilayah Kota-Desa (definisi sesuai Perka BPS no 37 tahun 2010
A. Berdasarkan Karakteristik Wilayah Kota-Desa (definisi sesuai Perka BPS no 37 tahun
2010
72
Puskesmas Perkotaan Puskesmas Perdesaan
Provinsi Sanitasi Sanitasi Tidak Ada Sanitasi Sanitasi Tidak Ada
Dasar Terbatas Sanitasi Dasar Terbatas Sanitasi
(S1) (S2) (S3) (S1) (S2) (S3)
Papua 19 14 0 97 177 49
73
Puskesmas Rawat Inap Puskesmas Non Rawat Inap
Provinsi Sanitasi Sanitasi Tidak Ada Sanitasi Sanitasi Tidak Ada
Dasar Terbatas Sanitasi Dasar Terbatas Sanitasi
(S1) (S2) (S3) (S1) (S2) (S3)
Sulawesi Tenggara 54 42 0 124 58 3
Gorontalo
23 6 0 51 13 0
Sulawesi Barat 33 30 0 16 13 2
Maluku 34 29 0 65 68 3
Maluku Utara 26 20 0 55 24 4
Papua Barat
12 26 1 39 71 8
Papua
42 62 4 74 129 45
74
Lampiran 4 Indikator Akses Kebersihan Tangan per
Lampiran 4 Indikator Akses Kebersihan Tangan per Provinsi
Provinsi
A. Berdasarkan Karakteristik Wilayah Kota-Desa (definisi sesuai Perka BPS no 37 tahun 2010
A. Berdasarkan Karakteristik Wilayah Kota-Desa (definisi sesuai Perka BPS no 37 tahun
2010
Puskesmas Perkotaan Puskesmas Perdesaan
(n puskesmas) (n puskesmas)
Sarana Sarana Tidak Ada Sarana Sarana Tidak Ada
Kebersihan Kebersihan Sarana Kebersihan Kebersihan Sarana
Tangan Tangan Kebersihan Tangan Tangan Kebersihan
Provinsi Dasar Terbatas Tangan Dasar Terbatas Tangan
Aceh 87 257
- 0 - 3
Sumatera Utara 194 370
- 1 - 6
Sumatera Barat 87 184
- 0 - 0
Riau - 64 0 - 152 0
Jambi 49 141
- 1 - 2
Sumatera Selatan 89 238
- 0 - 1
Bengkulu 38 140
- 0 - 1
Lampung - 81 0 - 218 0
Kep.Bangka Belitung - 30 0 - 33 0
Kepulauan Riau 46 34
- 0 - 0
DKI Jakarta 313 0
- 0 - 0
Jawa Barat 722 346
- 0 - 1
Jawa Tengah 494 382
- 0 - 0
DI Yogyakarta 71 50
- 0 - 0
Jawa Timur 533 431
- 0 - 0
Banten 144 89
- 0 - 0
Bali 68 52
- 0 - 0
Nusa Tenggara Barat 62 99
- 0 - 0
Nusa Tenggara Timur 34 338
- 0 - 2
Kalimantan Barat 65 176
- 0 - 0
Kalimantan Tengah - 45 0 - 152 0
Kalimantan Selatan 73 159
- 0 - 0
Kalimantan Timur - 83 0 - 95 0
Kalimantan Utara 9 46
- 0 - 0
Sulawesi Utara 59 134
- 0 - 0
Sulawesi Tengah - 30 0 - 166 0
Sulawesi Selatan 132 319
- 0 - 1
Sulawesi Tenggara - 45 0 - 231 5
Gorontalo 28 64
- 0 - 1
Sulawesi Barat - 17 0 - 77 0
Maluku - 35 2 - 151 11
75
Puskesmas Perkotaan Puskesmas Perdesaan
(n puskesmas) (n puskesmas)
Sarana Sarana Tidak Ada Sarana Sarana Tidak Ada
Kebersihan Kebersihan Sarana Kebersihan Kebersihan Sarana
Tangan Tangan Kebersihan Tangan Tangan Kebersihan
Provinsi Dasar Terbatas Tangan Dasar Terbatas Tangan
Maluku Utara - 17 0 - 111 1
Papua Barat 15 136
- 0 - 6
Papua 33 298
- 0 - 25
76
Puskesmas Rawat Inap Puskesmas Non Rawat Inap
(n puskesmas) (n puskesmas)
10
77
Lampiran 5 Indikator
Lampiran 5 Indikator AksesAkses Pengelolaan
Pengelolaan Sampah
Sampah Medis per
Medis
Provinsiper Provinsi
(Jenis (Jenis
Puskesmas, Puskesmas, Kota-Desa)
Kota-Desa)
A. Berdasarkan Karakteristik Wilayah Kota-Desa (definisi sesuai Perka BPS no 37 tahun 2010
A. Berdasarkan Karakteristik Wilayah Kota-Desa (definisi sesuai Perka BPS no 37 tahun
2010
11
78
Puskesmas Perkotaan (n puskesmas) Puskesmas Perdesaan (n puskesmas)
B.
B.Berdasarkan
BerdasarkanJenis Puskesmas
Jenis Rawat
Puskesmas Inap Inap
Rawat dan Non
danRawat Inap Inap
Non Rawat
12
79
Puskesmas Non Rawat Inap (n
Puskesmas Rawat Inap (n puskesmas)
puskesmas)
Pengelolaan Tidak Ada Pengelolaan Tidak Ada
Provinsi Pengelolaan Sampah Pengelolaan Pengelolaan Sampah Pengelolaan
Sampah Medis Sampah Sampah Medis Sampah
Medis Dasar Terbatas Medis Medis Dasar Terbatas Medis
(WM1) (WM2) (WM3) (WM1) (WM2) (WM3)
Kalimantan Tengah 13 70 3 29 78 4
Kalimantan Selatan 30 26 0 99 77 0
Kalimantan Timur
55 38 0 57 28 0
Kalimantan Utara
0 20 1 10 24 0
Sulawesi Utara
25 65 4 25 65 9
Sulawesi Tengah 12 75 13 7 79 10
Sulawesi Selatan 143 157 2 78 71 1
Sulawesi Tenggara
18 72 6 38 122 25
Gorontalo
13 16 0 24 38 2
Sulawesi Barat
16 46 1 5 24 2
Maluku
3 58 2 20 101 15
Maluku Utara
11 35 0 18 61 4
Papua Barat 6 31 2 8 97 13
Papua
5 91 12 14 168 66
13
80
Lampiran 6 Indikator
Lampiran 6 Indikator AksesAkses Pengelolaan
Pengelolaan KebersihanKebersihan
per Provinsi
per Provinsi
(Jenis (Jenis
Puskesmas, Puskesmas, Kota-Desa)
Kota-Desa)
A. Berdasarkan Karakteristik Wilayah Kota-Desa (definisi sesuai Perka BPS no 37 tahun 2010
A. Berdasarkan Karakteristik Wilayah Kota-Desa (definisi sesuai Perka BPS no 37 tahun
2010
81
Puskesmas Perkotaan (n puskesmas) Puskesmas Perdesaan (n puskesmas)
B.Berdasarkan
B. Berdasarkan Jenis
Jenis Puskesmas
Puskesmas Rawat
Rawat InapNon
Inap dan danRawat
Non Rawat
Inap Inap
15
82
Puskesmas Non Rawat Inap (n
Puskesmas Rawat Inap (n puskesmas)
puskesmas)
Provinsi Pengelolaan Tidak Ada Pengelolaan Tidak Ada
Pengelolaan Kebersihan Pengelolaan Pengelolaan Kebersihan Pengelolaan
Kebersihan Terbatas Kebersihan Kebersihan Terbatas Kebersihan
Dasar (C1) (C2) (C3) Dasar (C1) (C2) (C3)
Kalimantan Selatan 35 15 6 106 54 16
Kalimantan Timur
32 31 30 28 31 26
Kalimantan Utara 12 6 3 18 8 8
Sulawesi Utara 29 30 35 29 33 37
Sulawesi Tengah
51 37 12 52 24 20
Sulawesi Selatan
208 80 14 104 37 9
Sulawesi Tenggara
33 33 30 69 70 46
Gorontalo 19 8 2 44 13 7
Sulawesi Barat 33 19 11 6 12 13
Maluku
18 25 20 39 46 51
Maluku Utara
10 19 17 35 26 22
Papua Barat
2 9 28 13 26 79
Papua 19 22 67 28 51 169
16
83