Anda di halaman 1dari 7

A. Bagaimana cara memperoleh SKA, STRA, SIPA?

a) SKA (sertifikasi kompetensi apoteker) surat keterangan yang diberikan kepada


seorang apoteker oleh IAI yang menyatakan bahwa apoteker yang bersangkutan kompeten
untuk menjalankan praktek kefarmasian. Penyelenggara SKA adalah PD IAI dan dapat
bekerjasama dengan Perguruan Tinggi Farmasi yang terakreditasi A dan B.

b) Persyaratan peserta:

1. Mengisi form pendaftaran

2. Foto kopi identitas diri (KTP/SIM/Pasport/dll) yang masih berlaku.

3. Foto kopi ijazah apoteker yang telah dilegalisir 1 lembar.

4. Pas foto berwarna 3x4 dan 4x6 masing-masing sebanyak 2 lembar (terbaru)

5. Membayar biaya penyelenggaraan yang besarnya ditentukan oleh masing-masing


penyelenggaran.

6. Pernyataan bersedia mengikuti SKA dengan sungguh-sungguh dan melaksanakan


praktek profesi apoteker sesuai standar profesi.

c) Peserta akan di berikan SKA setelah melaksanakan serangkaian kegiatan yakni, praktek kerja
lapangan serta UKAI (Ujian kompetensi Apoteker Indonesia) yang di bagi menjadi 2 metode:
CBT (Computer Based Test) dan ujian praktek dengan metode OSCE (Objective Structured
Clinical Examination). Untuk tahun ini, 2020 UKAI metode CBT menjadi sumatif atau wajib
bagi mahasiswa Profesi Apoteker, sedang metode OSCE tes formatif.

Untuk Re-sertifikasi kembali maka, peserta akan mengikuti pedoman yang telah di perbaruhi
oleh KFN (komite Farmasi nasional) dalam Pedoman Re-Sertifikasi Apoteker dan
Penentuan Nilai (SKP) tahun 2015.

 STRA (Surat Tanda Registrasi Apoteker)

Dimana surat ini diperoleh setelah SKA selesai dengan mengajukan permohonan kepada KFN
(Komite Farmasi Indonesia) dengan melampirkan:
a. Fotokopi ijazah apoteker
b. Fotokopi surat sumpah/janji apoteker
c. Fotokopi sertifikat kompetensi profesi (SKA) yang masih berlaku
d. Surat Keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktek.
e. Surat Pernyataan yang akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi
f. Pas foto terbaru berwarna 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan ukuran 2 x 3 cm sebanyak
2 (dua) lembar
Permohonan STRA dapat diajukan dengan menggunakan teknologi informatika secara
online melalui website KFN http://stra.kemkes.go.id/ . KFN harus menerbitkan STRA
paling lama 10 hari kerja sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap. Masa
berlaku 5 tahun. (sumber: PP 51 tahun 2016)

 SIPA (Surat Izin Praktek Apoteker) tercantum dalam PMK no 889 tahun 2011 pasal 21.

a. Permohonan SIPA harus melampirkan:


i. fotokopi STRA dengan menunjukkan STRA asli;
ii. surat pernyataan mempunyai tempat praktik profesi
iii. surat persetujuan dari atasan langsung bagi apoteker yang akan melaksanakan
pekerjaan kefarmasian di fasilitas kefarmasian
iv. surat rekomendasi dari IAI
v. pas foto berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 3 (tiga) lembar.
vi. Dalam hal apoteker mengajukan permohonan SIPA di fasilitas pelayanan
kefarmasian, untuk: 1) SIPA Kedua harus melampirkan fotokopi SIPA Kesatu;
atau 2) SIPA Ketiga harus melampirkan fotokopi SIPA Kesatu dan SIPA Kedua.
Dalam mengajukan permohonan SIPA harus dinyatakan secara tegas permintaan
SIPA untuk tempat pekerjaan kefarmasian. Kepala dinas kesehatan atau
penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) kabupaten/kota harus
menerbitkan SIPA paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak surat
permohonan diterima dan dinyatakan lengkap dengan menggunakan contoh
sebagaimana tercantum dalam Formulir 7, Formulir 8, atau Formulir 9 terlampir.

B. Apa yang dimaksud dengan OWA? Bagaimana kriteria obat OWA dan
bagaimana cara pemberiannnya?

Obat wajib apotek merupakan obat keras yang dapat diberikan oleh Apoteker Pengelola
Apotek (APA) kepada pasien tanpa resep dokter. Dalam ketentuannya OWA di atur oleh
mentri keehatan dan untuk sekarang OWA di bagi menjadi 3, tercantum dalam:

1) Keputusan Menteri Kesehatan nomor 347/MenKes/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib


Apotek, berisi Daftar Obat Wajib Apotek No.1.

2) Keputusan Menteri Kesehatan nomor 924/Menkes/Per/X/1993 tentang Daftar Obat


Wajib Apotek No. 2. Unduh: 73_1993_924-Menkes-SK-X-1993_obat

3) Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1176/Menkes/SK/X/1999 tentang Daftar Obat


Wajib Apotek No. 3. Unduh: 69_1999_1176-Menkes-SK-X-1999_obat

Peraturan ini di maksudkan agar masyarakat dapat melakukan swamedikasi (pengobatan sendiri)
secara aman, tepat dan rasional. Oleh karena itu, peran apoteker di apotek sangat diperlukan
dalam pemberian OWA untuk pelayanan obat serta KIE (komunikasi informasi dan edukasi)
kepada masyarakat. Walaupun APA boleh memberikan obat keras tanpa resep, namun ada
persyaratan yang harus dilakukan dalam penyerawan OWA.

1. Apoteker wajib melakukan pencatatan data pasien (nama, alamat, umur)


2. Apoteker wajib memenuhi ketentuan jenis dan jumlah yang boleh diberikan kepada pasien.
Contohnya hanya jenis oksitetrasiklin salep saja yang termasuk OWA, dan hanya boleh
diberikan 1 tube.
3. Apoteker wajib memberikan informasi obat secara benar mencakup: indikasi, kontra-indikasi,
cara pemakain, cara penyimpanan dan efek samping obat yang mungkin timbul serta tindakan
yang disarankan bila efek tidak dikehendaki tersebut timbul.
C. Bagaimana cara menerapkan MESO di apotek?

Monitoring Efek Samping Obat merupakan kegiatan pemantauan setiap respon obat terhadap
tubuh yang merugikan atau tidak diharapkan terjadi pada dosis normal.

a) Tujuan dari MESO adalah:


i. menemukan Efek Samping Obat (ESO) sedini mungkin terutama yang berat,
tidak dikenal, frekuensinya jarang;
ii. menentukan frekuensi dan insidensi ESO yang sudah dikenal dan yang baru saja
ditemukan;
iii. mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/ mempengaruhi
angka kejadian dan hebatnya ESO;
iv. meminimalkan risiko kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki; dan
mencegah terulangnya kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki.

b) Manfaat pelaksanaan MESO agar tercipta data base ESO sebagai dasar penatalaksanaan
ESO dan mendukung pola insidensi ESO nasional.

c) Pelaksana MESO adalah Apoteker.

d) Persiapan dalam pelaksanaan MESO ialah:


i. Data ESO Apotek;
ii. referensi ESO;
iii. resep;
iv. obat pasien;
v. formulir efek samping obat (form kuning)

e) Pelaksanaan MESO dengan cara:


i. mengidentifikasi obat dan pasien yang mempunyai risiko tinggi mengalami efek
samping obat;
ii. melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional dengan
menggunakan formulir efek samping (form kuning).

D. Skrining resep meliputi apa saja?


Skrining administrasi meliputi : pediatri, geriatri, kemoterapi, gangguan ginjal,
i. Nama, alamat, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, epilepsi, gangguan hati dan pasien bedah) dan
berat badan (harus diketahui untuk pasien tinggi badan pasien (harus diketahui untuk
pasien pediatri, kemoterapi). iii. Aturan dan cara penggunaan.
ii. Nama, No.SIP/SIPK dokter (khusus resep iv. Tidak menuliskan singkatan yang tidak baku.
narkotika), alamat, serta paraf, kewenangan Jika ditemukan singkatan yang tidak baku
klinis dokter, serta akses lain. dan tidak dimengerti, klarifikasikan
iii. Tanggal resep atau copy resep dengan dokter penulis resep.
iv. Ada tidaknya alergi.
Skrining Klinis meliputi :
Skrining Farmasetik meliput : i. Ketepatan indikasi, obat, dosis dan
i. Nama obat, bentuk dan kekuatan sediaan dan waktu/jam penggunaan obat.
jumlah obat. ii. Duplikasi pengobatan.
ii. Stabilitas dan OTT. iii. Alergi dan Reaksi Obat yang Tidak
Dikehendaki (ROTD).
iv. Kontraindikasi.
v. Interaksi obat.

Berikan 1 contoh resep yang komplit dan artinya! Serta perhitungan harganya!

Administrasi :
Nama dokter: nur Dwi Esthi (SIP: 503/73.22/1/2012)
Alamat dokter: jl brgjen katamso no 44, bantul
Ttd dokter : tidak
Keterangan pasien lengkap
Nama obat, potensi, dosis serta jumlah yang di minta sesuai
Tercantum tanggal penulisan resep, akan tetapi dokter tidak
memberikan paraf atau tanda tangan pada resep

farmasetik :
nama obat :

Halperidol 5 mg no LX (60tab) S 2dd I 


THP (triheksipinidil) 2 mg no LX (60tab) s 2ddI 
Sediaan tablet tidak ada penyimpanan khusu, cukup di suhu
ruang
Cukup jelas.

Klinis :
Indikasi pemberian obat tersebut sudah tepat. Pasien schizo
dimana efek sampingnya adalah extrapiramidal (gangguan
perderakan karena penghambatan Dopamin (D2) sehingga
pemberian THP 2 mg yang dapat di tingkatkan hingga 5 mg
sebagai terapi maintenan.
Tidak ada komtrainidkasi dan interasi antara obat dengan pasien.
Obat akan di pantau anticholinergic side-effects.

Perhitungan harga dari resep di atas :


1. Haloperidol = Rp. 373/tab x 60 tablet + Rp. 1000 tuslah + Rp. 500 embalanse

= Rp. 23.880 ~ Rp. 23.900,-

2. Triheksipenidil = Rp. 951/tab x 60 tablet + Rp. 1000 tuslah + Rp. 500 embalanse

= Rp. 58.560 ~ Rp. 58.600,-


TOTAL = Rp. 82.500,-

Anda mungkin juga menyukai