Anda di halaman 1dari 38

Poin 1 Persyaratan Pendirian Apotek

Syarat mendirikan apotek hal 6 PMK NO 9 TAHUN 2017

Lokasi :
1. Lokasi jangan berdekatan dengan apotek lain (ada batas minimal 300 m)
2. Lokasi di daerah pertokoan (peluang bisnis), atau dekat dg sarana pelayanan
kesehatan
Bangunan :
1. Bangunan harus aman dan nyaman, dapat memberikan perlindungan ke pasien,
khususnya org lansia, anak2 maupun penyandang cacat
2. Bangunan bersifat permanen
3. Dapat terpisah atau bergabung dengan bangunan rumah susun, rumah toko, mall,
apartemen, (yg penting kokoh)
Sarana, prasarana, dan peralatan :
Sarana
a. penerimaan Resep;
b. pelayanan Resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas);
c. penyerahan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan;
d. konseling;
e. penyimpanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan; dan
f. arsip. (buku, literatur, faktur, resep2)
Prasarana
Listrik, air, kipas/ac, APAR
Peralatan

Peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain meliputi rak obat,
alat peracikan, bahan pengemas obat, lemari pendingin, meja, kursi, komputer,
sistem pencatatan mutasi obat, formulir catatan pengobatan pasien dan
peralatan lain sesuai dengan kebutuhan.
(3) Formulir catatan pengobatan pasien

Poin 2 Alur dan Tata Cara pendirian Apotek


STRA
Untuk memperoleh STRA, Apoteker mengajukan permohonan kepada KFN dengan
melampirkan:
a. Fotokopi ijazah apoteker
b. Fotokopi surat sumpah/janji apoteker
c. Fotokopi sertifikat kompetensi profesi yang masih berlaku (UKAI)
d. Surat Keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktek.
e. Surat Pernyataan yang akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi
f. Pas foto terbaru berwarna 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan ukuran 2 x 3 cm
sebanyak 2 (dua) lembar
Permohonan STRA dapat diajukan dengan menggunakan teknologi informatika ata secara
online melalui website KFN. KFN (Komite Farmasi Nasional) harus menerbitkan STRA
paling lama 10 hari kerja sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap.
STRA BERLAKU 5 TAHUN
PMK NO 9 TAHUN 2017 PASAL 13
Sesuai dengan Peraturan Menteri kesehatan Nomor 9 Tahun 2017 tentang Apotek
disebutkan bahwa setiap pendirian Apotek wajib memiliki izin dari Menteri kesehatan.
Menteri melimpahkan kewenangan pemberian izin kepada pemerintah daerah kabupaten atau
kota. Surat ijin Apotek ini dapat berlaku selama 5 tahun sejak tanggal ditetapkannya.
Sedangkan Alur untuk memperoleh Surat Izin Apotek sesuai dengan pasal 13 dan pasal 15
adalah sebagi berikut:
1. Apoteker mengajukan permohonan tertulis kepada pemerintah daerah kabupaten atau
kota dengan formulir yang sudah ditetapkan, yang formulir tersebut sudah
ditandatangani oleh Apoteker disertai kelengkapan dokumen sebagai berikut:
a. fotokopi STRA dengan menunjukan STRA asli
b. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)
c. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak Apoteker
d. fotokopi peta lokasi dan denah bangunan
e. daftar prasarana, sarana, dan peralatan
2. Paling lama dalam waktu 6 hari kerja sejak berkas diterima dan dinyatakan telah memenuhi
kelengkapan dokumen administratif sehingga pemerintah daerah kabupaten atau kota
menugaskan tim pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan
Apotek. Tim pemeriksa akan melibatkan unsur dinas kesehatan kabupaten/ kota yang
tediri dari: tenaga kefarmasian dan tenaga lainnya yang menangani bidang sarana dan
prasarana dan akan membuat berita acara kepada pemerintah daerah kabupaten atau kota.
3. Paling lama dalam waktu 12 hari kerja sejak pemerintah daerah kabupaten/kota menerima
laporan dari tim penilaian dan dinyatakan memenuhi persyaratan maka pemerintah daerah
kabupatan/kota menerbitkan SIA dengan tembusan kepada Direktur Jenderal, Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Balai POM, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
dan organisasi profesi.
4. Apabila ternyata pada saat pemeriksaan belum memenuhi persyaratan maka pemerintah
daerah kabupaten/kota akan mengeluarkan surat penundaan paling lama dalam waktu 12
hari kerja dan melengkapi syarat paling lama 1 bulan sejak surat penundaan di terima, dan
apabila pihak pemohon SIA tidak dapat menyelesaikan persyaratan dalam waktu 1 bulan
maka akan ditolak permohonan izinnya.
5. Apabila pemerintah daerah dalam menerbitkan SIA melebihi jangka waktu 12 hari sejak hari
kerja maka Apoteker pemohon SIA dapat menyelenggarakan Apotek dengan
menggunakan BAP sebagai pengganti SIA.
6. SIA Apotek mengalami pergantian dan Apoteker wajib mengajukan permohonann SIA baru
apabila terdapat hal-hal sebagai berikut:
a. Perubahan alamat Apotek dilokasi yang sama atau pindah lokasi
b. Perubahan nama Apoteker penanggung jawab Apotek
c. Perubahan nama Apotek.
Setelah Sistem OSS Berlaku

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 26 Tahun 2018 tentang Pelayanan


Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik Sektor Kesehatan, Apotek
diselenggarakan oleh pelaku usaha perseorangan yaitu Apoteker. Apoteker dapat
menyelenggarakan Apotek apabila telah memiliki Surat Izin Apotek. Surak Izin Apotek
merupakan bukti tertulis sebagai izin kepada Apoteker untuk menyelenggarakan Apotek. Izin
Apotek diterbitkan oleh Lembaga OSS atas nama bupati/ walikota. Dalam memperoleh izin
Apotek terdapat persyaratan yang perlu dilengkapi, antara lain :
1. STRA (Surat Tanda Registrasi Apoteker);
2. Surat Izin Praktik Apoteker;
3. Denah bangunan;
4. Daftar sarana dan prasarana; dan
5. Berita acara pemeriksaan.
Berikut Alur Perizinan Apotek berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 26 Tahun
2018 pasal 76 :
1. Pelaku usaha wajib mengajukan permohonan Izin usaha dan Izin Komersial atau
Operasional melalui OSS (Online Single Submission).
2. Lembaga OSS menerbitkan NIB setelah pelaku usaha melakukan Pendaftaran melalui
pengisian data secara lengkap dan mendapatkan NPWP.
a. NPWP didapat apabila pelaku usaha yang melakukan Pendaftaran belum memiliki
NPWP.
b. NIB merupakan identitas berusaha dan digunakan oleh pelaku usaha untuk
mendapatkan Izin usaha dan Izin Komersial atau Operasional termasuk untuk
pemenuhan persyaratan Izin usaha dan Izin Komersial atau Operasional.
3. Pelaku usaha yang telah mendapatkan NIB dapat diterbitkan Izin Usaha oleh Lembaga
OSS berdasarkan Komitmen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang mengatur mengenai pelayanan perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik dan
Komitmen Izin Usaha sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 26
Tahun 2018.
4. Pelaku usaha yang telah mendapatkan Izin Usaha dapat melakukan kegiatan:
a. Pengadaan tanah;
b. Perubahan luas lahan;
c. Pembangunan bangunan gedung dan pengoperasiannya;
d. Pengadaan peralatan atau sarana;
e. Pengadaan sumber daya manusia;
f. Penyelesaian sertifikasi atau kelayakan;
g. Pelaksanaan uji coba produksi (commisioning); dan/atau
h. Pelaksanaan produksi.
5. Pelaku usaha yang telah mendapatkan Izin usaha namun belum menyelesaikan Amdal
dan Rencana Teknis Bangunan Gedung belum dapat melakukan kegiatan pembangunan
bangunan gedung.
6. Pelaku usaha yang akan mendapatkan Izin Komersial atau Operasional yang diterbitkan
oleh Lembaga OSS wajib memiliki izin usaha dan Komitmen untuk pemenuhan:
a. Standar, sertifikat, dan/atau lisensi; dan/atau
b. Pendaftaran barang/jasa, sesuai dengan jenis produk dan/atau jasa yang
dikomersialkan oleh pelaku usaha melalui sistem OSS.
7. Izin usaha dan/atau Izin Komersial atau Operasional berlaku efektif setelah pelaku
usaha menyelesaikan Komitmen dan melakukan pembayaran biaya Perizinan Berusaha
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
8. Lembaga OSS membatalkan Izin usaha dan/atau Izin Komersial atau Operasional yang
sudah diterbitkan apabila pelaku usaha tidak menyelesaikan pemenuhan Komitmen Izin
usaha dan/atau Izin Komersial atau Operasional.
9. Pelaku Usaha yang telah memiliki NIB dan memenuhi Komitmen sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pelayanan perizinan terintegrasi
secara elektronik, wajib memenuhi Komitmen Izin Apotek. Pemenuhan Komitmen oleh
pelaku usaha paling lama 6 (enam) bulan.
10. Untuk pemenuhan Komitmen, pelaku usaha menyampaikan dokumen pemenuhan
komitmen melalui www.elic.binfar.kemkes.go.id yang terintegrasi dengan sistem OSS.
11. Pemerintah Daerah kabupaten/kota melakukan pemeriksaan lapangan paling lama 6
(enam) hari sejak pelaku usaha memenuhi Komitmen sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan mengenai pelayanan perizinan terintegrasi secara
elektronik.
12. Pemerintah Daerah kabupaten/kota dalam melakukan Pemeriksaan lapangan dengan
melibatkan pihak Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota yang terdiri atas Tenaga
Kefarmasian dan tenaga lainnya yang menangani Bidang Sarana dan Prasarana.
13. Dalam pemeriksaan lapangan, Pemerintah Daerah kabupaten/kota membuat berita acara
pemeriksaan.
14. Berdasarkan hasil evaluasi dan berita acara pemeriksaan, dinyatakan tidak terdapat
perbaikan, Pemerintah Daerah kabupaten/kota menyampaikan notifikasi pemenuhan
Komitmen Izin Apotek paling lama 3 (tiga) Hari melalui sistem OSS.
15. Apabila berdasarkan berita acara pemeriksaan diperlukan perbaikan, Pemerintah
Daerah kabupaten/kota menyampaikan hasil evaluasi kepada Pelaku Usaha melalui
sistem OSS.
16. Pelaku Usaha wajib melakukan perbaikan dan menyampaikan kepada Pemerintah
Daerah kabupaten/kota melalui sistem OSS paling lama 1 (satu) bulan sejak
diterimanya hasil evaluasi.
17. Berdasarkan perbaikan yang disampaikan oleh Pelaku Usaha, dinyatakan tidak terdapat
perbaikan, Pemerintah Daerah kabupaten/kota menyampaikan notifikasi pemenuhan
Komitmen Izin Apotek/Izin Toko Obat paling lama 3 (tiga) Hari melalui sistem OSS.
18. Penyampaian notifikasi pemenuhan Komitmen Izin Apotek merupakan pemenuhan
Komitmen Izin Apotek.
19. Apabila berdasarkan hasil evaluasi dan verifikasi menyatakan Pelaku Usaha tidak
memenuhi Komitmen, maka Pemerintah Daerah kabupaten/kota menyampaikan
notifikasi penolakan melalui sistem OSS.
Selain Surat Izin Apotek yang diperoleh melalui sistem OSS, Apoteker Pengelola
Apotek masih perlu membuat SIA Manual di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan
Perizinan Terpadu Kota/ Kabupaten. SIA manual digunakan untuk pelaksanaan pengadaan
Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai di Apotek. Persyaratan pengajuan SIA
manual yaitu Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA), Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA),
Daftar Sarana dan Prasarana, Denah Bangunan, Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan
(SPPL), Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Berita Acara Pemeriksaan.
Setelah berkas diterima oleh Dinas Permodalan dan Pelayanan Perizinan Terpadu, terbit
Nomor Izin Berusaha. Kemudian Dinas Kesehatan dan Dinas Perizinan melakukan survei/
pemeriksaan dan menerbitkan Berita Acara Pemeriksaan. Pemohon izin Apotek mendapatkan
password dan ID number untuk mencetak izin komersial dan operasional. Selanjutnya Dinas
Permodalan dan Pelayanan Perizinan Terpadu menerbitkan Surat Izin Apotek (SIA).

*Jika Yang berubah : alamat berubah tapi lokasinya sama atau nama apotek berbeda : tidak
perlu diperiksa lagi
Jika alamat dan lokasi berubah, atau APA berubah wajib diperiksa dan harus memenuhi
persyaratan. PMK 9 thun 2017 pasal 15

SIA (PMK No 9 tahun 2017 PASAL 15)


(1) Setiap perubahan alamat di lokasi yang sama atau perubahan alamat dan pindah lokasi,
perubahan Apoteker pemegang SIA, atau nama Apotek harus dilakukan perubahan izin.
(2) Apotek yang melakukan perubahan alamat di lokasi yang sama atau perubahan alamat
dan pindah lokasi, perubahan Apoteker pemegang SIA, atau nama Apotek, wajib mengajukan
permohonan perubahan izin kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
(3) Terhadap Apotek yang melakukan perubahan alamat di lokasi yang sama atau perubahan
nama Apotek sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak perlu dilakukan pemeriksaan
setempat oleh tim pemeriksa.
(4) Tata cara permohonan perubahan izin bagi Apotek yang melakukan perubahan alamat dan
pindah lokasi atau perubahan Apoteker pemegang SIA sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13. (MENGULANG DARI AWAL)
POIN 3 STRUKTUR ORGANISASI APOTEK

Poi
n 4 SIPA
ALUR SIPA pmk no 889 tahun 2011 pasal 21

SURAT EDARAN
NOMOR HK.02.02/MENKES/24/2017
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR
31 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI
KESEHATAN NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI,
IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN
Tata Cara Pemberian Surat Izin Praktik

1. Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA)

a. Apoteker mengajukan permohonan SIPA kepada kepala dinas kesehatan atau


penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) kabupaten/kota tempat pekerjaan
kefarmasian dilaksanakan.

b. Apoteker mengajukan permohonan SIPA sebagaimana dimaksud pada butir a


menggunakan formulir sebagai berikut: 1) Formulir 1 untuk SIPA di fasilitas pelayanan
kefarmasian (terlampir); 2) Formulir 2 untuk SIPA di fasilitas produksi (terlampir); atau 3)
Formulir 3 untuk SIPA di fasilitas distribusi/penyaluran (terlampir).

c. Permohonan SIPA harus melampirkan:

1) fotokopi STRA dengan menunjukkan STRA asli;

2) surat pernyataan mempunyai tempat praktik profesi dengan menggunakan contoh


sebagaimana tercantum dalam Formulir 4 terlampir atau surat keterangan dari pimpinan
fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas produksi atau
distribusi/penyaluran dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam
Formulir 5 terlampir;

3) surat persetujuan dari atasan langsung bagi apoteker yang akan melaksanakan pekerjaan
kefarmasian di fasilitas kefarmasian dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum
dalam Formulir 6 terlampir;

4) surat rekomendasi dari organisasi profesi; dan

5) pas foto berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 3 (tiga) lembar.

d. Dalam hal apoteker mengajukan permohonan SIPA di fasilitas pelayanan kefarmasian,


untuk: 1) SIPA Kedua harus melampirkan fotokopi SIPA Kesatu; atau 2) SIPA Ketiga
harus melampirkan fotokopi SIPA Kesatu dan SIPA Kedua.

e. Dalam mengajukan permohonan SIPA harus dinyatakan secara tegas permintaan SIPA
untuk tempat pekerjaan kefarmasian.

f. Kepala dinas kesehatan atau penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP)
kabupaten/kota harus menerbitkan SIPA paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak
surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap dengan menggunakan contoh
sebagaimana tercantum dalam Formulir 7, Formulir 8, atau Formulir 9 terlampir.
POIN 5 Definisi apoteker pengelola apotek, apoteker pendamping,
Kemenkes no 1332/menkes/ 2002 personil apotek terdiri
a. Apoteker Pengelola Apotek (APA) adalah seorang apoteker yang telah diberikan Surat
Izin Apotek (SIA) untuk melakukan pekerjaannya dan bertanggung jawab penuh di
Apotek tersebut. APA dalam pekerjaannya dapat dibantu oleh Apoteker Pendamping dan
Apoteker Pengganti.
b. Apoteker Pendamping adalah Apoteker yang bekerja di Apotek di samping Apoteker
Pengelola Apotek dan/atau menggantikannya pada jam-jam tertentu pada hari buka
Apotek.
c. Apoteker Pengganti adalah Apoteker yang menggantikan Apoteker pengelola Apotek
selama Apoteker Pengelola Apotek tersebut tidak berada ditempat lebih dari 3 (tiga)
bulan secara terus-menerus, telah memiliki Surat Ijin Kerja dan tidak bertindak sebagai
Apoteker Pengelola Apotek di Apotek lain.
Poin 6 Pasal 5 PP 51 tahun 2009
Pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian meliputi:
a. Pekerjaan Kefarmasian dalam Pengadaan Sediaan Farmasi;
b. Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan Farmasi;
c. Pekerjaan Kefarmasian dalam Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi; dan
d. Pekerjaan Kefarmasian dalam Pelayanan Sediaan Farmasi. (mulai pasal 19)

Pasal 21
(1) Dalam menjalankan praktek kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker
harus menerapkan standar pelayanan kefarmasian. (PMK NO 73 THUN 2016)
(2) Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter dilaksanakan oleh Apoteker.
(3) Dalam hal di daerah terpencil tidak terdapat Apoteker, Menteri dapat menempatkan
Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah memiliki STRTTK pada sarana pelayanan kesehatan
dasar yang diberi wewenang untuk meracik dan menyerahkan obat kepada pasien.

Pasal 24
Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker
dapat:
a. mengangkat seorang Apoteker pendamping yang memiliki SIPA;
b. mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama komponen aktifnya atau
obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien; dan
c. menyerahkan obat keras, narkotika dan psikotropika kepada masyarakat atas resep dari
dokter sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 25
(1) Apoteker dapat mendirikan Apotek dengan modal sendiri dan/atau modal dari pemilik
modal baik perorangan maupun perusahaan.
(2) Dalam hal Apoteker yang mendirikan Apotek bekerja sama dengan pemilik modal maka
pekerjaan kefarmasian harus tetap dilakukan sepenuhnya oleh Apoteker yang bersangkutan.
(3) Ketentuan mengenai kepemilikan Apotek sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

POIN 7 Format SP

Sp regular

Sp narkotika
SP narkotika 4 rangkap (putih, pink, biru, kuning). Rangkap 1,2,3 diserahkan ke pbf.
4 untuk arsip apotek
Sp psikotropika
SP psikotropika 3 rangkap rangkap 1 asli untuk PBF. - format SP tiap PBF berbeda,
untuk psikotropika misal PBF enseval SP psikotropika hanya untuk satu jenis
psikotropika dan satu kekuatan. Untuk PBF Bina San Prima SP psikotropika boleh
diisi beberapa jenis dan kekuatan obat asalkan SP cukup

Sp oot
Sp precursor
Sp bpjs

Keterangan :
-sp precursor 2 rangkap, sp narkotika 4 rangkap (putih, pink, biru, kuning). Rangkap
1,2,3 diserahkan ke pbf tembusan ke dinkes kab/kota, bpom. Order narkotika tidak
melalui lelang tertulis seperti sp regular, jika stok habis maka langsung order sesuai
kebutuhan. Sp psikotropika 2 rangkap rangkap 1 asli untuk pbf. Sp oot 2 rangkap
-sp tindasan ditempel dengan faktur ketika barang datang, untuk memudahkan telusur
dan mencocokkan kesesuaian barang yang dipesan
- format sp tiap pbf berbeda, untuk psikotropika misal pbf enseval sp psikotropika
hanya untuk satu jenis psikotropika dan satu kekuatan. Untuk pbf bina san prima sp
psikotropika boleh diisi beberapa jenis dan kekuatan obat asalkan sp cukup
- sp bpjs, pertama mengajukan kebutuhan obat yang dibutuhkan di apotek dan
mengisi form 2 ( daftar pengadaan obat berdasarkan e catalogue obat) jika disetujui
oleh bpjs maka distempel dan ttd. Jika tidak disetujui maka dicoret oleh pihak bpjk
dan diparaf lalu dituliskan oleh bpjs.
Keterangan BPJS
- Order narkotika tidak melalui lelang tertulis seperti sp regular, jika stok habis
maka langsung order sesuai kebutuhan.
-SP tindasan ditempel dengan faktur ketika barang datang, untuk memudahkan
telusur dan mencocokkan kesesuaian barang yang dipesan
PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 4
TAHUN 2018 TENTANG PENGAWASAN PENGELOLAAN OBAT, BAHAN
OBAT, NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN PREKURSOR FARMASI DI
FASILITAS PELAYANAN KEFARMASIAN
Poin 8 Format buku pengelolaan obat (penerimaan barang, buku ed, buku defecta,
buku inkaso, kartu stock, kartu stelling, buku gudang)
 Buku inkaso : buku untuk mencatat faktur yang telah dibayar apotek ke pbf setelah
dilunasi apotek akan menerima faktur asli disertai faktur pajak, pelunasan ini dicatat
dalam buku kas yang isinya buku kas : tanggal, nama pbf, nomor faktur, jumlah
pelunasan. Buku inkaso ini baru digunakan apabila barang yang terhutang sudah jatuh
tempo.
 Kartu stock : untuk mencatat keluar masuknya barang dari dan ke gudang
 Buku defecta : untuk mencatat barang atau obat yang harus dipesan untuk memenuhi
kebutuhan ketersediaan obat
 Buku penerimaan : untuk mencatat barang yang diterima dari PBF
 Kartu stelling : terletak melekat pada wadah obat di sirkulasi

Buku gudang

Buku penerimaan

Buku defecta

Buku ED

Kartu stok narkotika dan psikotropika


Poin 9 Pelaporan NARKO PSIKO PMK 73 tahun 2016  Formulir 3&4
Format pelaporan OWA

POIN 9 Pelaporan SIPNAP (Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika)


Website yang digunakan: sipnap.kemenkes.go.id
- Setiap apotek akan mendapatkan username dan password dari Dinkes
- Setiap apotek wajib melaporkan penggunaan narkotika dan psikotropika selama 1
bulan disetiap maksimal tanggal 10 bulan berikutnya
- Sebelum melaporkan penggunaan narkotika dan psikotropika di SIPNAP, maka
merekap penggunaan di lembar laporan penggunaan narkotika dan psikotropika setiap
bulan dengan kolom : nomor, kode, nama barang, satuan, stok awal (dapat dari stok
akhir bulan sebelumnya), penerima (dari pbf/sarana, jika dari sarana missal dari
apotek lain maka narkotika dan psikotropika hanya digunakan untuk keperluan resep
bukan untuk stok, dan harus mengisi form), jumlah, pengeluaran (untuk resep/ sarana,
jika untuk sarana maka sarana yang meminta wajib mengisi form permintaan ke
apotek lain yang telah ditentukan bpom), stok akhir.
- Alur pelaporan SIPNAP : masuk ke web -> masukkan id username dan password
apotek -> pilih menu (pelaporan narkotika/psikotropika)-> jenis entry ( web form) ->
produk (muncul nama dan kekuatan obat narkotika/ psikotropika)-> klik satu persatu -
> status transaksi (ada/tidak ada transaksi) –> jika ada transaksi -> jumlah pemasukan
(dari pbf/sarana) -> status pemusnahan (ada/tidak ada pemusnahan) -> status transaksi
(pengeluaran obat : untuk resep/sarana)-> cocokkan stok awal dan stok akhir ->
simpan ( sampai ada kotak dialog berhasil) -> setelah semua diinput -> kirim email
hasil transaksi (dikirim ke email KEMENKES dan tembusan ke BPOM setempat
(Misal Jatim : BPOM SBY) -> cetak bukti pelaporan sipnap sebagai bukti yang sah
telah melakukan pelaporan
- Pelaporan narkotika dan psikotropika : melalui SIPNAP.kemkes.go.id dapat
melalui fomat web form atau upload file excel yang dapat di download di website
tersebut

- Pelaporan OWA (buku catatan OWA ttg identitas px dan obat yg diberikan):

-
Poin 10 Definisi Resep PMK 73 tahun 2016
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada apoteker, baik dalam
bentuk paper maupun electronic untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien
sesuai peraturan yang berlaku.
Skrining Resep
Poin 11 Memahami Tahap-tahap pelayanan Resep PMK 73 tahun 2016

Pemeriksaan
Penerimaan
ketersediaan

Penyiapan sediaan
termasuk Pemeriksaan
peracikan

Penyerahan
disertai pemberian
informasi

Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka Apoteker harus
menghubungi dokter penulis Resep.
Praktek : penerimaan resep -> skrining resep-> cek ketersediaan obat -> memberi harga ->
persetujuan pasien -> racik -> kie

Poin 12 & 13 Memahami Tata Cara dan Ketentuan Penyimpanan Resep dan
Pemusnahan Resep
Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat dimusnahkan.
Pemusnahan Resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh sekurang-kurangnya petugas
lain di Apotek dengan cara dibakar atau cara pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita
Acara Pemusnahan Resep menggunakan Formulir 2 sebagaimana terlampir dan selanjutnya
dilaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.
• Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standard/ketentuan peraturan
perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah
penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh
pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala
BPOM.
• Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan terhadap
produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri.

Poin 14 Memahami Prinsip Dasar Drug Manajemen Supply


PMK No 73 Pasal 3
Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. perencanaan;
b. pengadaan;
c. penerimaan;
d. penyimpanan;
e. pemusnahan;
f. pengendalian; dan
g. pencatatan dan pelaporan
Poin 15 Memahami Hal hal yang diperhatikan dalam seleksi dan perencanaan obat
PMK No 73 tahun 2016 BAB II Hal 12
Dalam membuat perencanaan pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai perlu diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan
masyarakat.
Pola 16 Memahami Pertimbangan dalam penentuan waktu dan metode
pengadaan/pembelian  PRAKTEK
Melihat jarak dengan pbf dan waktu pemesanan , kebanyakan dari sales sudah terjadwal jadi
di apotek praktek bagaimana
Kriteria pemilihan pbf , contoh di apotek arjasa : diskon yang diberikan besar, waktu
pengiriman cepat, pembayaran dengan jangka waktu yang lama.
Strategi perencanaan di apotek arjasa : Just in time.
Poin 17 Memahami Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penerimaan barang
PMK No 73 Tahun 2016
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis spesifikasi, jumlah, mutu,
waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam surat pesanan dengan kondisi fisik yang
diterima
Di praktek : barang datang -> cocokkan barang, jenis barang, jumlah, exp date, no batch pada
faktur -> stempel. Faktur rangkap 4, 2 untuk pbf dan 2 untuk arsip.
Faktur ada yang rangkap 3 : 1 diserahkan ke pbf, 2 ke apotek

PBOM NO 4 Th 2018
Pada saat penerimaan, Fasilitas Pelayanan Kefarmasian harus melakukan pemeriksaan:
a. kondisi kemasan termasuk segel, label/penandaan dalam keadaan baik;
b. kesesuaian nama, bentuk, kekuatan sediaan Obat, isi kemasan antara arsip Surat Pesanan
(SP) / Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) dengan Obat/Bahan Obat
yang diterima;
c. kesesuaian antara fisik Obat/Bahan Obat dengan Faktur pembelian /Laporan Pemakaian
dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) dan/atau Surat Pengiriman Barang (SPB) yang
meliputi:
1) Kebenaran nama produsen, nama pemasok, nama Obat/Bahan Obat, jumlah, bentuk,
kekuatan sediaan Obat, dan isi kemasan;
2) Nomor bets dan tanggal kedaluwarsa.
2.8. Apabila hasil pemeriksaan ditemukan Obat dan Bahan Obat yang diterima tidak sesuai
dengan pesanan seperti nama, kekuatan sediaan Obat, jumlah atau kondisi kemasan tidak
baik, maka Obat dan Bahan Obat harus segera dikembalikan pada saat penerimaan. Apabila
pengembalian tidak dapat dilaksanakan pada saat penerimaan misalnya pengiriman melalui
ekspedisi maka dibuatkan Berita Acara yang menyatakan penerimaan tidak sesuai dan
disampaikan ke pemasok untuk dikembalikan.
2.9. Jika pada hasil pemeriksaan ditemukan ketidaksesuaian nomor bets atau tanggal
kedaluwarsa antara fisik dengan faktur pembelian / Laporan Pemakaian dan Lembar
Permintaan Obat (LPLPO) dan/atau Surat Pengiriman Barang (SPB) harus dibuat koreksi dan
dikonfirmasi ketidaksesuaian dimaksud kepada pihak pemasok.
2.10. Jika pada hasil pemeriksaan dinyatakan sesuai dan kondisi kemasan baik maka
Apoteker/Tenaga Teknis Kefarmasian Penanggung Jawab atau Tenaga Kefarmasian yang
mendapat delegasi wajib menandatangani Faktur Pembelian / Laporan Pemakaian dan
Lembar Permintaan Obat (LPLPO) dan/atau Surat Pengiriman Barang (SPB) dengan
mencantumkan nama lengkap, nomor SIPA/SIPTTK dan stempel sarana.
Poin 18 Memahami kaidah dalam display penyimpanan / penjualan barang
URUTAN
1. Keamanan dan stabilitas
2. Bentuk Sediaan
3. Kelas Terapi serta disusun alfabetis
4. Pengeluaran Obat memakai system FEFO (First Expire First Out) dan FIFO (First In
First Out)
PMK No 73 BAB II HAL 12
Penyimpanan
1. Obat/bahan Obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal pengecualian
atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya
kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru. Wadah sekurang-
kurangnya memuat nama Obat, nomor batch dan tanggal kadaluwarsa.
2. Semua Obat/bahan Obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga terjamin
keamanan dan stabilitasnya.
3. Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan barang lainnya yang
menyebabkan kontaminasi
4. Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi
Obat serta disusun secara alfabetis.
5. Pengeluaran Obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out) dan FIFO (First In First
Out)
PBOM NO 4 Th 2018
Poin 19 Ketentuan dan Tata Cara Pemusnahan Obat
Obat Kadaluwarsa/ Rusak selain NPP
- Mengupayakan pengembalian ke produsen terutama obat-obatan antibiotik,
sitostatika, disinfektan dll
- Dilakukan dengan tidak mencemari lingkungan
- Dimusnahkan dengan disaksikan karyawan apotek setempat yang memiliki SIP
- Mengisi BAP disertai tandatangan pada Formulir 1
- Mengirimkan kepada Kemenkes RI, BPOM, Dinker Propinsi dan arsip apotek
Pemusnahan obat biasa (PMK NO 73 tahun 2016 Hal 13)
Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan bentuk sediaan.
Pemusnahan Obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan
oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat izin praktik atau surat izin kerja.
Pemusnahan dibuktikan dengan berita acara pemusnahan menggunakan Formulir 1
sebagaimana terlampir.
Berita acara ini dibuat rangkap 4 (empat) dan dikirim kepada :
1.Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota
2.Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan
3.Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
4.Arsip di Apotek

*Provinsi atau kota : Balai POM


Pusat : Badan POM
Kota-Kota besar : Balai Besar POM (Misal Surabaya)
Pemusnahan Obat Narkotika
Obat yang mengandung NPP (PMK No. 3 tahun 2015)
- Dilakukan dengan tidak mencemari lingkungan
- Dilakukan dengan tidak membahayakan masyarakat
- Dimusnahkan dengan disaksikan oleh Dinkes Kabupaten/Kota dan/atau Balai
Besar POM setempat dengan mengirimkan surat pemberitahuan dan permohonan
saksi. Selanjutnya, instansi terkait yang akan menetapkan petugas sebagai saksi
- Sebelum dilakukan pemusnahan, dilakukan pemastian kebenaran secara
organoleptis oleh saksi
- Apabila membutuhkan pihak ketiga dalam pemusnahan, harus dihadiri pemilik
obat tsb.
- Mengisi BAP (Berita Acara Pemusnahan) yang tersedia di formulir 10 disertai
tanda tangan pihak-pihak terkait
- Mengirimkan kepada Kemenkes RI, BPOM, Dinker Propinsi dan arsip apotek
Pemusnahan Obat kadaluwarsa atau rusak yang mengandung narkotika atau psikotropika
dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota PMK 73
hal 13
Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dilakukan dengan tahapan
sebagai berikut: PMK No 3 Tahun 2015 Pasal 40
a. penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas distribusi/fasilitas pelayanan
kefarmasian/pimpinan lembaga/dokter praktik perorangan menyampaikan surat
pemberitahuan dan permohonan saksi kepada:
1. Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan, bagi Instalasi Farmasi
Pemerintah Pusat;
2. Dinas Kesehatan Provinsi dan/atau Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan
setempat, bagi Importir, Industri Farmasi, PBF, Lembaga Ilmu Pengetahuan, atau Instalasi
Farmasi Pemerintah Provinsi; atau
3. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan
setempat, bagi Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, Instalasi
Farmasi Pemerintah Kabupaten/Kota, Dokter, atau Toko Obat.
b. Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Dinas Kesehatan Provinsi,
Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan setempat, dan Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota menetapkan petugas di lingkungannya menjadi saksi pemusnahan sesuai
dengan surat permohonan sebagai saksi.
c. Pemusnahan disaksikan oleh petugas yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada
huruf b.
d. Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi dalam bentuk bahan baku, produk antara,
dan produk ruahan harus dilakukan sampling untuk kepentingan pengujian oleh petugas yang
berwenang sebelum dilakukan pemusnahan.
e. Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi harus dilakukan
pemastian kebenaran secara organoleptis oleh saksi sebelum dilakukan pemusnahan.
Berita acara ini dibuat rangkap 4 (empat), dan dikirimkan kepada:
1. Kementerian Kesehatan RI c.q. Ditjen Bina Kefarmasisan dan Alat Kesehatan
2. Badan POM RI
3. Dinas Kesehatan Provinsi
4. Pertinggal

Jenis-jenis pemusnahan obat :


a. Penimbunan = ex tablet, kapsul, dll
b. Pengenceran = ex sirup, infus, larutan antisepsik, dll
c. Insenerasi suhu tinggi = 1200 – 1450 ºC
d. Emkapsulasi = sitostatika dan antibiotika

Poin 20 Mengetahui Cara Pengelolaan Sumber Daya Manusia Di Apotek


a. Menentukan jumlah SDM yang dibutuhkan di apotek
b. Memastikan kebutuhan SDM berdasarkan kriteria/ kompetensi
(pendidikan/keahlian/usia/jenis kelamin,dll)
c. Melakukan penerimaan dan screening karyawan berdasarkan kriteria yang dibutuhkan
(pengumuman/iklan selanjutnya dilakukan wawancara dan negosiasi)
d. Memberikan hak yang layak bagi karyawan (kesehatan, gaji, dll)
e. Menerapkan sistem reward and punishmen
f. Membagi/ menentukan tugas dan tanggungjawab kepada SDM lain
g. Menjadi leader dalam tim dan dalam situasi multidisipliner, dengan memberikan
solusi dengan bijak dan keputusan yang tepat dalam penyelesaian masalah
h. Mmpu berkomunikasi dengan baik
i. Memberikan contoh yang baik bagi SDM lain
Poin 21 Mampu melakukan penilaian kelayakan apotek baru melalui studi kelayakan
(perhitungan BEP, PBP, ROI)
a. BEP (Break Event Point) -> titik dimana pendapatan dari usaha tidak terjadi
keuntungan maupun kerugian dari modal awal usaha.
Biaya tetap
BEP (rupiah) = Biaya Variable
1−
Total Penjualan
b. ROI (Return of Investmen) -> untuk mengetahui berapa besar laba yang bisa
didapat dari dana investasi yang telah dikeluarkan untuk mendirikan apotek.
Laba Bersih
ROI = x100%
Total Investasi
c. PBP (Pay Back Period) -> untuk mengetahui berapa lama modal akan kembali
dari usaha yang dilakukan
Total Investasi
PBP =
Laba Bersih

Poin 22 Mengetahui format buku kas harian, buku besar, serta buku penjualan
Poin 23 Mampu melakukan perhitungan indicator keuangan apotek (TOR, evaluasi
rugi laba perbulan ataupun pertahun)
Poin 24
Poin 29 Assesment
Perkenalannama&profesi
Memintawaktu&mempersilahkanpasienduduk
Informasilatarbelakangpenebusresep
Tanggalpergikedokter
Alamat& no telp
Keluhanpasien (lama keluhan, disease looks like,
tindakanygsudahdilakukan)
Informasidaridokter
ASSESSMENT (20)

Polahidup (makanan, pekerjaan)


Riwayatsblmsakit (makanan, liburan, pascaimunisasi, dll)
Penyakit lain ygdiderita
Obatygsedangdipakaisaatini
Alergiygdiderita
Teknik :
1. Sistematika
2. Penyampaianisipesan
3. Interaksi
4. Suara
5. Sikap&geraktubuh
Attitude

Poin 32
Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan pasien/keluarga untuk
meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi
perubahan perilaku dalam penggunaan Obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi
pasien. Untuk mengawali konseling, Apoteker menggunakan three prime questions. Three
Prime Questions, yaitu:
a. Apa yang disampaikan dokter tentang Obat Anda?
b. Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian Obat Anda?
c. Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan setelah Anda menerima
terapi Obat tersebut?

Tambahan
PERKA BPOM No 4 tahun 2018
RESEP NARKOTIKA
4.19. Fasilitas Pelayanan Kefarmasian dilarang mengulangi penyerahan obat atas dasar
resep yang diulang (iter) apabila resep aslinya mengandung Narkotika.
4.22. Resep Narkotika, Psikotropika dan/atau Prekursor Farmasi dengan
permintaan iter dilarang diserahkan sekaligus.
4.23. Apotek hanya dapat menyerahkan Narkotika berdasarkan resep yang ditulis
oleh dokter yang berpraktek di provinsi yang sama dengan Apotek tersebut, kecuali
resep tersebut telah mendapat persetujuan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota
tempat Apotek yang akan melayani resep tersebut.

Anda mungkin juga menyukai