Model Intervensi Budhy Santoso, Kris 1. DAS Bedadung sebagai Mengetahui secara Kondisi air
Pengelolaan Daerah Aliran Hendrijanto, Atik DAS terbesar di mendalam peran serta Hasil wawancara
Sungai (DAS) Rahmawati, Raudlatul kabupaten Jember masyarakat dalam dengan BPSDAWS,
(Community Based Action Jannah mempunyai fungsi pengembangan diperoleh informasi
Research Pada Masyarakat strategis sebagai selain masyarakat khususnya bahwa kualitas air
Di Daerah Aliran Sungai sebagai sumber dalam intervensi sungai Bedadung
Bedadung Kabupaten pasokan air bersih bagi model pengelolaan secara fisik sudah
Jember) Universitas masyarakat juga sebagai Sungai secara tercemar dan tidak
Jember salah satu sumber baku partisipatif dengan layak digunakan
air bagi PDAM menggunakan sebagai sumber air
Kabupaten Jember. Community Based bersih.
2. Pemenuhan kebutuhan Action. Pengelolaan Terdapat 3 masalah inti
air bersih kota Jember sungai secara yakni masalah
masih sangat kurang. partisipatif berawal berkurangnya sumber
Dari perhitungan dari proses air di Hulu Sungai
Judul Penulis Masalah penelitian Metode penelitian Hasil Penelitian
kapasitas produksi, assessment terhadap Bedadung. Hal ini
dihasilkan angka pemanfaatan sungai terkait dengan perilaku
1.555.200 liter/hari. yaitu pada sungai petani yang berada di
Asumsi kebutuhan total Bedadung Kabupaten sekitar hulu Sungai
kota Jember sebesar Jember. Bedadung. Perilaku
24.434.100 liter/hari. ladang berpindah dan
Sehingga masih terdapat penebangan liar serta
selisih produksi yang perubahan/alih fungsi
harus diusahakan lahan mau tidak mau
sebesar 22.878.900 mengakibatkan sumber
liter/hari. air di hulu/daerah
3. Sungai terbesar adalah konservasi menjadi
sungai Bedadung yang berkurang. Masalah
berada pada DAS sampah dan
Bedadung Hilir, pencemaran
melintasi ibu kota lingkungan di sekitar
Kabupaten dengan tengah Sungai
panjang 46.875 meter Bedadung dan
dan mampu mengairi masalah penyempitan
lahan sawah seluas dan pendangkalan
93.000 hektar. Sungai Bedadung di
4. Pemanfaatan aliran sekitar tengah dan hilir
Sungai yang buruk Sungai Bedadung
kurang disertai dengan Permasalahan lain
pengelolaan yang baik. yakni kurang
Analisis dari Ciptakarya terkoordinasi
dinas PU Jember sebagaimana
menunjukkan bahwa diungkapkan oleh
pengelolaan air Sekretaris Forum DAS
limbah/air buangan di Jember yang
kota Jember dilakukan mengatakan bahwa
secara on-site, “koordinasi dengan
stakeholder DAS
Judul Penulis Masalah penelitian Metode penelitian Hasil Penelitian
Bedadung ini masih
dipenuhi ego
sektoral”. Dalam
konteks pengelolaan
sungai di Indonesia
sendiri, pengelolaan
sungai dikenal adanya
suatu lembaga
BPSDAWS (Badan
Pengelola Sumber Daya
Air Wilayah Sungai)
yang memiliki wilyah
kerja pada tingkat
provinsi. UPT BPSDAWS
Kepedulian yang
kurang serius dari
pemerintah daerah
khususnya pemerintah
Daerah Kabupaten
Jember terkait dengan
pengelolaan DAS salah
satunya ditunjukkan
dengan belum adanya
PERDA DAS sebagai
payung hukum yang
memberikan
penegasan mengikat
kepada stakeholders
terkait pengelolaan
DAS
Identifikasi perubahan Adelia Nur Isnani 1. Adanya alihfungsi lahan Menggunakan citra 1. Luas hutan
penggunaan lahan DAS DAS dari hutan menjadi landsat-8 dan mengalami
Bedadung menggunakan perkebunan dan dari menggunakan metode penurunan 24,3 km2
Judul Penulis Masalah penelitian Metode penelitian Hasil Penelitian
Citra satelit landst-8 kawasan tangkapan air overlay peta dan analisis dari tahun 2001-
(Universitas Jember, 2018) berubah menjadi kesesuaian interpretasi 2008 dan 23,6 km2
pertanian. serta analisis deskriptif dari tahun 2008-
2. Dampak dari penurunan 2017
luas hutan ini adalah 2. Luas tutupan
berupa banjir di perkebunan
kawasan DAS Bedadung meningkat 89km2
menurut BPBD terdapat dari tahun 2001-
17 Kecamatan dari 33 2008 dan 2km2 dari
Kecamatan Kabupaten tahun 2008-2017
Jember yang masih 3. Kaliwates dengan
rawan terjadi banjir. pertumbuhan
3. Das Bedadung permukiman
merupakan das terbesar 20,06%
terbesar yang melalui dari luas 20,8 km2
kawasan permukiman dalam rentang 16
Kabupate Jember tahun
Evaluasi Kinerja Daerah Desy lainufarsari Kusuma 1. Tataguna lahan di sekitar Metode kuantitatif. 1. Berdasarkan hasil
Aliran Sungai Bedadung DAS Bedadung Dengan tahapan perhitungan kinerja
Kabupaten Jember mengalami banyak penelitian menggunakan DAS tahun 2001
( Universitas Jember, 2018) perubahan yang di data : Penggunaan lahan, sebesar 1,8143
akibat meningkatnya laju Tata air, Kesesuaian termasuk kinerja
pertumbuhan penduduk penggunaan lahan, DAS Baik
di sekitar DAS Bedadung Tatair, sosial, Ekonomi 2. Akan tetapi kinerja
2. Sungai bedadung DAS, Kelembagaan DAS DAS Pada tahun
merupaka sungai 2017 sebesar 1,6915
terbesar dengan termasuk kondisi
melintas 46,875 meter agak baik. Jika di
dan mengaliri pertanan bandingkan pada
93.040 ha. tahun 2001 dan
3. Bagaimana evaluasi 2017 adanya
kinerja DAS Bedadung penurunan Kinerja
Judul Penulis Masalah penelitian Metode penelitian Hasil Penelitian
Jember DAS Bedadung
1. DAS Bedadung menjadi DAS paling besar di Kabupaten Jember yang fungsi dari DAS tersebut dari fungsi ekonomi, sosial dan teknologi.
2. Adanya alihfungsi lahan dari hutan menjadi perkebunan dan dari kawasan resapan air berubah menjadi kawasan pertanian
3. Peningkatan kawasan permukiman
4. Adanya penuruanan kinerja DAS dari tahun 2001-2017
5. Adanya petani yang belum memanfatkan lahan pertanian di kawasan lindung
6. Belum adanya manajemen antar stakeholders terkait terkait penanganan DAS Bedadung
7. Belum ada perdas terkait penaganan DAS Bedadung Jember
Pertanyaan penelitian bagaimana peran antar stakeholders terkait penaganan DAS Bedadung Kabupaten Jember?. Bagaimana permasalahan
penataan ruang di DAS Bedadung Kabupaten Jember?
Teori Kebijakan
Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannnya dalam mengimplementasikan
kebijakan publik, dengan langsung mengimplementasikan dalam bentuk program atau turunan dari kebijakan publik tersebut. (Dwijowijoto,
2004). Hakikat utama implementasi adalah pemahaman atas apa yang harus dilakukan setelah kebijakan diputuskan (Ali, 2017). Kajian ini
menggunakan Model implementasi top down yakni Model Direct and Indirect Impact On Implementation yang dikembangkan oleh George C.
Edward III (1980). Menurut Edward ada empat variabel yang sangat menentukan keberhasilan implementasi suatu kebijakan, yaitu ;
Komunikasi, Sumberdaya, Disposisi dan Struktur Birokrasi. Keempat variabel ini menjadi bagian dari materi wawancara mendalam terhadap
stakeholders