Anda di halaman 1dari 48

i

ARIF SETIAWAN
MASYHUD

PROFESI & ETIKA KEGURUAN

Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang


ii

PROFESI & ETIKA KEGURUAN


Hak Cipta  Arif Setiawan, Masyhud, 2021
Hak Terbit pada UMMPress

Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang


Jl. Raya Tlogomas No. 246 Malang 65144
Telepon: 0812 1612 6067, (0341) 464318 Psw. 140
Fax. (0341) 460435
E-mail: ummpress@gmail.com
http://ummpress.umm.ac.id
Anggota APPTI (Afiliasi Penerbit Perguruan Tinggi Indonesia)
Anggota IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia)

Cetakan Pertama, Maret 2021

ISBN 978-979-796-591-4
e-ISBN 978-979-796-592-1

viii; 152 hlm.; 16 x 23 cm

Design Cover & Layout : Ahmad Andi Firmansah

Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak


karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun, terma-
suk fotokopi, tanpa izin tertulis dari penerbit. Pengutipan harap
menyebutkan sumbernya.
iii

Sanksi Pelanggaran Pasal 113


Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014
tentang Hak Cipta

(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan
pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000
(seratus juta rupiah).
(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta
melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta
melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana
dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan
dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
iv
v

PRAKATA

Berkat Rahmat Allah SWT perlu disyukuri bahwa Buku/Diktat Etika


dan Profesi Keguruan Tahun 2018 dapat terselesaikan. Buku/Diktat
Etika dan Profesi Keguruan ini digunakan sebagai referensi tambahan
bagi mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Universitas Muhammadiyah Malang agar perkuliahan Profesi Keguruan
dapat berjalan dengan baik. Buku ini memuat (1) konsep dasar profesi
keguruan, (2) kode etik guru, (3) layanan bimbingan dan konseling di
sekolah, (4) administrasi di lingkup sekolah, dan (5) prinsip dan tahapan
pengembangan karier guru. Setiap bab akan dibahas tentang definisi,
macam-macam, manfaat, dan contoh.
Terimakasih disampaikan kepada DPPM selaku pihak yang
membantu terwujudnya publikasi buku diktat ini secara internal di
lingkungan UMM dan seluruh kolega yang juga memotivasi selama
buku ini dibuat.
Saran dan kritik diperlukan untuk menyempurnakan adanya
kekeliruan dan ketidaksesuaian yang termuat pada buku. Penulis
berharap adanya komentar dan berbagai saran untuk kesempurnaan
buku ini. Buku Media Pembelajaran Matematika ini diharapkan dapat
digunakan sebagai acuan perkuliahan bagi mahasiswa Program Studi
Pendidikan Matematika dan pembaca lainnya.

Malang, Februari 2021



Penyusun

v
vi
vii

DAFTAR ISI

Prakata ~ v
Daftar Isi ~ vii

Bab 1 Konsep Dasar Guru Profesional ~ 1


A Konsep Dasar Profesi Keguruan ~ 1
B. Konsep Dasar Profesi Keguruan ~ 6
C. Tugas dan Peran Profesi Keguruan ~ 11
D. Sikap Profesional Keguruan ~ 18

Bab 2 Kode Etik Profesi Keguruan ~ 27


A. Konsep Kode Etik Profesi Keguruan ~ 33
B. Fungsi dan Tujuan Kode Etik Keguruan ~ 37
C. Penetapan Kode Etik Keguruan ~ 41
D. Sanksi Pelanggaran Kode Etik ~ 42
E. Kode Etik Keguruan Di Indonesia ~ 43

Bab 3 Layanan Bimbingan dan Konseling ~ 49


A. Pengertian Bimbingan dan Konseling ~ 50
B. Tujuan Bimbingan dan Konseling ~ 54
C. Peranan Bimbingan dan Konseling dalam Pembelajaran
Siswa ~ 55
D. Landasan Bimbingan dan Konseling ~ 58
E. Asas-Asas Bimbingan dan Konseling ~ 64

vii
viii

Bab 4 Administrasi Pendidikan di Sekolah ~ 73


A. Pengertian Administrasi Pedidikan ~ 73
B. Pengembangan Kurikulum ~ 78
C. Pelaksanaan Kurikulum ~ 81
D. Administrasi Kesiswaan ~ 87
E. Administrasi Sarana dan Prasarana ~ 91
F. Administrasi Personal ~ 95
G. Administrasi Keungan Sekolah menengah ~ 196
H. Administrasi Hubungan Sekolah dengan Masyarakat
(Husemas) ~ 109
I. Administrasi Layanan Khusus ~ 114

Bab 5 Prinsip dan Tahapan Pengembangan Karier Guru ~ 119


A. Kebijakan Umum Pembinaan Dan Pengembangan Karier
Guru ~ 119
B. Peningkatan Kompetensi Guru ~ 126
C. Penilaian Kinerja Guru ~ 128
D. Pengembangan Karier Guru ~ 139
E. Perlindungan dan Penghargaann Guru ~ 141

Daftar Pustaka ~ 145


Indeks ~ 147
Glosarium ~ 149
Biodata Singkat Penulis ~ 151
1

Bab 1

KONSEP DASAR PROFESI KEGURUAN

K eberadaan dunia pendidikan tidak dapat dilepaskan dari posisi dan


peran seorang guru. Realitas tersebut tidak dapat dipungkiri karena
semua program pendidikan yang ada membutuhkan peran seorang
guru. Melalui peran guru, program pendidikan dapat direalisasikan.
Tanpa guru, siapa yang akan mengajar anak-anak di sekolah. Meskipun
demikian, bukan berarti kita dapat dengan mudahnya menjadi seorang
guru. Menjadi seorang guru bukanlah profesi yang mudah. Masih
banyak ilmu pengetahuan yang sekiranya perlu digali dan dieksplorasi
tentang bagaimana menjadi seorang guru yang profesional.
Menjadi calon seorang guru, sudah semestinya kalau kita harus
mengetahui tentang tugas, peran, syarat dan sikap seorang guru.
Demikian juga menjadi seorang guru yang benar-benar ingin profesional
kita harus memiliki sikap yang profesional agar nantinya kita menjadi
guru yang benar-benar menggunakan profesi tersebut secara baik
sesuai dengan aturan yang berlaku. Sebelum kita memahami, tugas,
peran, syarat dan sikap seorang guru profesional sudah semestinya
kalau kita harus tahu tentang pengertian profesi keguruan. Pemahaman
yang detail tentang profesi keguruan, melalui Bab I ini, secara sistematis
akan diuraikan pengertian profesi keguruan, tugas dan peran profesi
keguruan, syarat-syarat profesi keguruan, serta sikap profesional
keguruan.

1
2

A. Konsep Dasar Profesi Keguruan


Sebelum kita menjelaskan pengertian profesi keguruan, tidak ada
salahnya jika kita menjelaskan satu per satu dari dua kata tersebut,
yakni kata profesi dan keguruan. Hal tersebut perlu kita lakukan supaya
mendapatkan pemahaman atau pengertian yang detail mengenai
profesi keguruan. Berikut pendalaman materi yang akan kita kaji.
Pertama; pengertian profesi. Kedua; pengertian keguruan.

1. Pengertian Profesi
Istilah profesi secara etimologis berasal dari bahasa Inggris yaitu
profession atau bahasa latin, profecus, yang artinya mengakui, adanya
pengakuan, menyatakan mampu, atau ahli dalam melakukan suatu
pekerjaan,(Sudarwan Danim,2010:103). Selain itu, kata profesi berasal
dari kata “profesion” yang berarti mampu atau ahli dalam suatu bentuk
pekerjaan. Menurut Horby (dalam Ramayulis, 2013: 27), secara leksikal
profesi mengandung 2 (dua) makna.
Pertama, profesi menunjukkan dan mengungkapkan suatu
kepercayaan (to profess means to trust) bahkan suatu keyakinan (to belief
in) atas suatu kebenaran (ajaran agama) atau kredibilitas seseorang
Kedua, profesi menunjuk pada suatu pelayanan atau jabatan yang
menuntut keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan terhadapnya. Suatu
profesi secara teori tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang tanpa
melalui pendidikan atau latihan dalam keahlian tertentu dan kurun
waktu tertentu.
Webster’s New World Dictionary menjelaskan bahwa profesi
merupakan suatu pekerjaan yang menuntut pendidikan tinggi (kepada
pengembannya) dalam liberal art atau science dan biasanya meliputi
pekerjaan mental dan bukan pekerjaan manual, seperti mengajar,
keinsinyuran, mengarang, dan sebagainya terutama kedokteran,
hukum dan teknologi. Selain itu, Good’s Dictionary of Education
menjelaskan bahwa profesi merupakan suatu pekerjaan yang meminta
persiapan spesialisasi yang relatif lama di perguruan tinggi (kepada
pengembannya) dan diatur oleh suatu kode etika khusus, (Ramayulis,
2013: 28).
Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian
(expertise) dari para anggotanya. Artinya, pekerjaan tersebut tidak dapat
dilakukan oleh sembarang orang yang tidak terlatih dan tidak disiapkan
3

secara khusus untuk melakukan pekerjaan itu (Danim, 2010: 14). Oleh
karena itu, dapat disimpulkan bahwa profesi itu merupakan suatu
pekerjaan tertentu yang menuntut persyaratan khusus dan istimewa
sehingga memperoleh kepercayaan pihak yang membutuhkan.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan profesi
sebagai bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (seperti
ketrampilan, kejuruan dan sebagainya) tertentu. Profesi bukan sekadar
pekerjaan, tetapi vokasi khusus yang memiliki expertise, responsibility,
dan corporatness. Expertise adalah keahlian yang diperoleh melalui
pendidikan dan latihan dalam waktu yang lama. Responsibility adalah
tanggung jawab. Seseorang dikatakan bertanggung jawab bila ia berani
melakukan sesuatu dan bertanggungjawab atas segala konsekuensi
yang dikerjakan. Corporatness dapat diartikan sebagai kesejawatan.
Oleh karena itu, profesi adalah suatu pekerjaan khusus yang dilandasi
dengan keahlian, tanggung jawab, dan kesejawatan (Rugaiyah, Atiek
Sismiati, 2011:6).
Pengertian tersebut mengandung implikasi bahwa profesi hanya
dapat dilakukan oleh orang-orang secara khusus di persiapkan untuk
itu. Kata lainnya, profesi bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka
yang karena tidak memperoleh pekerjaan lain. Secara substansinya,
profesi dituntut adanya keahlian dan etika khusus serta standar layanan.
Supaya lebih detailnya berikut beberapa pengertian dan definisi profesi
dari para ahli, yang dirujuk dari Suparlan (2008:34):
a. Peter Jarvis (1983: 21), profesi merupakan suatu pekerjaan yang
didasarkan pada studi intelektual dan latihaan yang khusus,
tujuannya iyalah untuk menyediakan pelayanan ketrampilan
terhadap yang lain dengan bayaran maupun upah tertentu.
b. Cogan (1983: 27), profesi merupakan suatu ketrampilan yang
terdapat dalam prakteknya didasarkan atas suatu struktur teoritis
tertentu dari beberapa bagian pelajaran ataupun ilmu pengetahuan.
c. Dedi Supriyadi (1998: 95), profesi merupakan pekerjaan atau
jabatan yang menuntut suatu keahlian, tanggung jawab serta
kesetiaan terhadap profesi.
d. Siti Nafsiah (2003:23), profesi adalah suatu pekerjaan yang
dikerjakan sebagai sarana untuk mencari nafkah hidup sekaligus
sebagai sarana untuk mengabdi kepada kepentingan orang
4

lain (orang banyak) yang harus diiringi pula dengan keahlian,


ketrampilan, profesionalisme, dan tanggung jawab.
e. Doni Koesoema, (2001:27), profesi merupakan pekerjaan, dapat
juga berwujud sebagai jabatan di dalam suatu hierarki birokrasi,
yang menuntut keahlian tertentu serta memiliki etika khusus untuk
jabatan tersebut serta pelayanan baku terhadap masyarakat.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan


bahwa profesi merupakan pekerjaan yang harus dikerjakan dengan
bermodal keahlian, ketrampilan dan spesialisasi tertentu. Singkat kata
profesi menuntut persyaratan khusus dan memiliki tanggung jawab
serta kode etik tertentu. Dapat dikatakan ada persyaratan dibalik
predikat profesi ini. Jadi, jika selama ini profesi hanya dimaknai
sekadar “pekerjaan” rupanya itu salah, karena substansi dibalik profesi
terpaut dengan persyaratan. Sedangkan “pekerjaan” substansi dibalik
maknanya tidak terpaut dengan persyaratan. Maka dengan demikian,
profesi tidak bisa disebutkan di dalam semua pekerjaan.
Lugasnya lagi pekerjaan tidak sama dengan profesi. Istilah yang
paling mudah bisa dimengerti oleh masyarakat awam adalah sebuah
profesi sudah pasti menjadi sebuah pekerjaan, namun sebuah pekerjaan
belum tentu menjadi sebuah profesi. Profesi memiliki mekanisme serta
aturan yang harus dipenuhi sebagai suatu ketentuan, sedangkan
kebalikannya, pekerjaan tidak memiliki aturan yang rumit.
Hal inilah yang sekiranya perlu kita luruskan di tengah-tengah
masyarakat, karena selama ini hampir bisa dibilang semua orang
menganggap bahwa pekerjaan dan profesi adalah sama. Padahal,
setelah kita mempelajari secara detail ternyata berbeda. Besar harapan,
semoga, setelah kita mempelajari buku ini, kita bisa meluruskan
kesalahpahaman yang terjadi di tengah-tengah masyarakat tentang
perbedaan antara profesi dan pekerjaan.

2. Pengertian Keguruan
Keguruan berasal dari kata dasar guru. Pengertian dan definisi
keguruan berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki
arti dalam kelas nomina atau kata benda sehingga keguruan dapat
menyatakan nama dari seseorang, tempat, atau semua benda dan
segala yang dibendakan. Keguruan dapat dikatakan sebagai perihal
pembahasan yang menyangkut tentang pengajaran, pendidikan, dan
5

metode pengajaran. Contoh: pada pendidikan tinggi diberikan latihan


tentang masalah keguruan.
Dalam UU Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, profesi
keguruan adalah pendidikan profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada
usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan
menengah.

3. Pengertian Profesi Keguruan


Setelah kita memahami pengertian profesi keguruan yang secara
sistematis terkaji secara terpisah, kini sekiranya kita semakin bisa
memahami bahwa profesi keguruan adalah segala aktifitas guru
sebagai aktor pedidik di lingkungan pendidikan yang terikat oleh suatu
keteraturan dan peraturan. Merujuk Undang-Undang Nomor 14 tahun
2005 tentang guru dan dosen, profesi keguruan adalah pendidikan
profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, melatih, menilai
dan mengevaluasi peserta didik pada usia dini, jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Guru adalah
sebuah profesi atau pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian,
tanggung jawab, dan kesetiaan. Suatu profesi tidak dapat dilakukan
oleh sembarang orang yang tidak dilatih atau dipersiapkan untuk itu.
Berdasarkan pemahaman tersebut, dapat dikatakan bahwa profesi
guru merupakan suatu bidang pekerjaan khusus yang memerlukan
keahlian, kemampuan, ketelatenan, dan pengetahuan yang digunakan
untuk melaksanakan tugas pokok mendidik, mengajar, membimbing,
melatih, serta mengevaluasi peserta didiknya agar memiliki sikap dan
perilaku yang diharapkan.
Menurut Usman (2002: 34), profesi guru adalah orang yang
memiliki latar belakang pendidikan keguruan yang memadai. Keahlian
guru dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan diperoleh setelah
menempuh pendidikan keguruan tertentu, dan kemampuan tersebut
tidak dimiliki oleh warga masyarakat pada umumnya, yang tidak
pernah mengikuti pendidikan keguruan. Profesi guru merupakan suatu
bidang pekerjaan khusus yang memerlukan keahlian, kemampuan,
ketelatenan, dan pengetahuan yang digunakan untuk melaksanakan
tugas pokok seperti mendidik, mengajar, membimbing, melatih, serta
mengevaluasi peserta didiknya agar memiliki sikap dan prilaku yang
6

diharapkan. Profesi pendidikan adalah satu kegiatan atau pekerjaan


sesuai keahliannya yang diberikan atau diajarkan kepada peserta didik
agar bisa berperan aktif dalam hidupnya sekarang dan masa datang.
Suatu profesi umumnya berkembang dari pekerjaan (vocational)
yang kemudian berkembang semakin matang serta ditunjang oleh tiga
hal keahlian, komitmen, dan keterampilan yang membentuk sebuah
segi tiga sama sisi yang di tengahnya terletak profesionalisme. Sejalan
dengan pemikiran tersebut, secara implisit dalam Undang-Undang
Nomor 20 tahun 2003 (pasal 39 ayat 1). tentang Sistem Pendidikan
Nasional dinyatakan bahwa guru adalah tenaga profesional yang
bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran,
menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan,
serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat,
terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
Menurut Rugaiyah (2011:6), profesi keguruan adalah pengkajian
yang berkaitan dengan pekerjaan khusus yang membutuhkan keahlian,
tanggung jawab dan kesejawatan dalam rangka memengaruhi anak
untuk mencapai manusia dewasa yang selamat dan bahagia.
Saat ini profesi keguruan dapat disebut sebagai profesi yang sedang
tumbuh (emerging profession) yang tingkat kematangannya belum sampai
pada apa yang telah dicapai oleh profesi-profesi tua (old profession)
seperti: kedokteran, hukum, notaris, farmakologi, dan arsitektur (Dedi,
1999:43).
Selama ini di Indonesia, seorang sarjana pendidikan atau sarjana
lainnya yang bertugas di institusi pendidikan dapat mengajar mata
pelajaran apa saja, sesuai kebutuhan/kekosongan/ kekurangan guru
mata pelajaran di sekolah tersebut, melalui kelengkapan rekomendari
tertentu, misalnya cukup dengan surat tugas dari kepala sekolah.

B. Syarat-Syarat Profesi Keguruan


Kata “syarat” merujuk dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
diartikan sebagai janji (sebagai tuntutan atau permintaan yang harus
dipenuhi). Kata syarat jika digabungkan dengan kata profesi keguruan,
maka mengandung makna ada tuntutan yang harus terpenuhi dari
profesi keguruan. Supaya mendapatkan pemahaman yang detail,
koheren, dan sistematis tentang syarat profesi keguruan, berikut
dijabarkan satu per satu kata tersebut.
7

1. Syarat Profesi
Sebelum syarat-syarat profesi keguruan dijabarkan lebih mendalam,
mari kita ulas dijelaskan beberapa syarat-syarat profesi. Berikut ini
beberapa syarat profesi menurut Robert W. Richey (dalam Ramayulis,
2013: 34-35) :
a. Lebih mementingkan pelayanan kemanusiaan yang ideal
dibandingkan dengan kepentingan pribadi.
b. Seorang pekerja profesional, secara relatif memerlukan waktu yang
panjang untuk mempelajari konsep-konsep serta prinsip-prinsip
pengetahuan khusus yang mendukung keahliannya.
c. Memiliki kualifikasi tertentu untuk memasuki profesi tersebut
serta mampu mengikuti perkembangan dalam perkembangan dan
pertumbuhan jabatan.
d. Memiliki kode etik yang mengatur keanggotaan, tingkah laku,
sikap dan cara kerja.
e. Membutuhkan suatu kegiatan intelektual yang tinggi.
f. Adanya organisasi yang dapat meningkatkan standart pelayanan,
disiplin diri dalam profesi, serta kesejahteraan anggotanya.
g. Memberikan kesempatan untuk kemajuan, spesialisai dan
kemandirian.
h. Memandang profesi sebagai suatu karier hidup dan menjadi
seorang anggota yang permanen.

Sementara itu Tafsir (dalam Ali Mudlofir, 2012:7), mengemukakan


sepuluh kriteria/syarat untuk sebuah pekerjaan yang biasa disebut
profesi, yaitu:
a. Profesi harus memiliki suatu keahlian yang khusus.
b. Profesi harus diambil sebagai pemenuhan panggilan hidup.
c. Profesi memiliki teori-teori yang baku secara universal.
d. Profesi adalah diperuntukkan bagi masyarakat.
e. Profesi harus dilengkapi dengan kecakapan diagnostik dan
kompetensi aplikatif.
f. Pemegang profesi memegang otonomi dalam melakukan profesiya
g. Profesi memiliki kode etik
8

h. Profesi memiliki klien yang jelas


i. profesi mmeiliki organissai profesi
j. Profesi mengenali hubungan profesinya dengan bidang-bidang
lainnya.

Liberman (dalam Ramayulis, 2013: 29–30), syarat sebuah pekerjaan


dapat disebut profesi jika mencakup hal-hal sebagai berikut:
a. Memiliki cakupan ranah kawasan pekerjaan atau pelayanan khas,
definitif dan sangat penting dan dibutuhkan masyarakat.
b. Para pengemban tugas pekerjaan atau pelayanan tersebut memiliki
wawasan, pemahaman dan penguasaan pengetahuan serta perangkat
teoritis yang relevan secara luas dan mendalam; menguasai perangkat
kemahiran teknis kinerja pelayanan memadai persyaratan standarnya;
memiliki sikap profesi dan semangat pengabdian yang positif dan tinggi;
serta kepribadian yang mantap dan mandiri dalam menunaikan tugas
yang diembannya dengan selalu memedomani dan mengindahkan
kode etik yang digariskan institusi (organisasi) profesinya.
c. Memiliki sistem pendidikan yang mantap dan mapan berdasarkan
ketentuan persyaratan standarnya bagi penyiapan (pra service)
maupun pengembangan (in service, continuing, development) tenaga
pengemban tugas pekerjaan profesional yang bersangkutan yang
lazimnya diselenggarakan pada jenjang pendidikan tinggi berikut
lembaga lain dan organisasi profesinya yang bersangkutan.
d. Memiliki perangkat kode etik profesional yang telah disepakati
dan selalu dipatuhi serta dipedomani para anggota pengemban
tugas pekerjaan atau pelayanan profesional yang bersangkutan.
Kode etik profesional dikembangkan ditetapkan dan diberdayakan
keefektifannya oleh organisasi profesional yang bersangkutan.
e. Memiliki organisasi profesi yang menghimpun, membina,
dan mengembangkan kemampuan profesional, melindungi
kepentingan profesional serta memajukan kesejahteraan
anggotanya dengan senantiasa mengindahkan kode etiknya dan
ketentuan organisasinya.
f. Memiliki jurnal dan sarana publikasi profesional lainnya yang
menyajikan berbagai karya penelitian dan kegiatan ilmiah sebagai
media pembinaan dan pengembangan para anggotanya serta
9

pengabdian kepada masyarakat dan khaszanah ilmu pengetahuan


yang menopang profesinya.
g. Memperoleh pengakuan dan penghargaan yang selayaknya baik
secara sosial (dan masyarakat) dan secara legal (dan penerimah
yang bersangkutan atas keberadaan dan kebermanfaatan profesi
termaksud).

Sedangkan Natawidjaja (dalam Soetjipto dan Kosasi, 1994: 16-


17) mengemukan pekerjaan dapat dikatakan profesi jika memenuhi
beberapa poin, seperti berikut:
a. Ada standar untuk kerja yang baku dan jelas.
b. Ada lembaga pendidikan khusus yang menghasilkan pelakunya
dengan program dengan program dan jenjang pendidikan yang
baku serta memiliki standar akademik yang memadai dan yang
bertanggungjawab tentang pengembangan ilmu pengetahuan yang
melandasi profesi itu.
c. Ada organisasi profesi yang mewadahi para pelakunya
untuk mempertahankan dan memperjuangkan eksistensi dan
kesejahteraannya.
d. Ada etika dan kode etik yang mengatur periaku etik para pelakunya
dalam memperlakukan kliennya.
e. Ada sistem imbalan terhadap jasa layanannya yang adil dan baku.
f. Ada pengakuan masyarakat (profesional, penguasa, dan awam)
terhadap pekerjaan itu sebagai suatu profesi (Natawidjaja dalam
Soetjipto dan Kosasi,1994:27).

2. Syarat-Syarat Profesi Keguruan


Tenaga kependidikan adalah tenaga profesi yang berkecimpung
di tingkat keguruan atau persekolahan yang terdiri dari guru, kepala
sekolah, konselor, tenaaga administrasi sekolah, laboran, pustakawan,
dan pengawas sekolah. Mengingat akan hal tersebut tenaga profesi
yang berkecimpung di tingkat keguruan atau persekolahan dalam hal
ini guru, dituntut bisa menjadi pendidik yang profesional dengan tugas
utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini
jalar pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
10

Guru Indonesia menyadari bahwa pendidikan adalah bidang


pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa, bangsa dan negara serta
kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila
dan setia pada Undang-Undang Dasar 1945, turut bertanggung
jawab atas terwujudnya cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik
Indonesia. Khusus untuk jabatan guru, syarat profesi kependidikan
yang dimaksudkan oleh National Education Association (NEA) tahun
1948, profesi guru memerlukan persyaratan/kriteria khusus yaitu:
a. Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual. Jabatan guru
memenuhi kriteria ini, karena mengajar melibatkan upaya yang
sifatnya sangat didominasi kegiatan intelektual. Selanjutnya,
kegiatan yang dilakukan anggota profesi adalah dasar bagi
persiapan dari semua kegiatan profesional lainnya.
b. Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus
Anggota suatu profesi menguasai bidang ilmu yang membangun
keahlian mereka dan melindungi masyarakat dari penyalahgunaan,
amatiran yang tidak terdidik, dan kelompok tertentu yang ingin
mencari keuntungan. Namun, belum ada kesepakatan tentang
bidang ilmu khusus yang melatari pendidikan atau keguruan
(Ornstein dan Levine (dalam Soetjipto dan Kosasi, 1994:19).
c. Jabatan yang memerlukan persiapan profesional yang lama
(dibandingkan dengan pekerjaan yang memerlukan latihan
umum belaka). Terdapat perselisihan pendapat mengenai hal
yang membedakan jabatan profesional dan non-profesional yaitu
dalam penyelesaian pendidikan melalui kurikulum. Pertama, yakni
pendidikan melalui perguruan tinggi disediakan untuk jabatan
profesional, sedangkan yang kedua yakni pendidikan melalui
pengalaman praktek bagi jabatan non-profesional (Usman, 2002:23)
d. Jabatan yang memerlukan latihan dalam jabatan yang
berkesinambungan. Jabatan guru cenderung menunjukkan bukti
yang kuat sebagai jabatan profesional, sebab hampir tiap tahun guru
melakukan kegiatan latihan profesional, baik yang mendapatkan
penghargaan kredit maupun tidak. Sekarang ini bermacam-macam
pendidikan profesional tambahan diikuti guru dalam rangka
menyetarakan dirinya dengan kualifikasi yang ditetapkan.
11

e. Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang


permanen. Di luar negeri barangkali syarat jabatan guru sebagai
karier permanen merupakan titik yang paling lemah dalam
menuntut bahwa mengajar adalah jabatan profesional. Banyak
guru baru yang hanya bertahan selama satu atau dua tahun saja
pada profesi mengajar, setelah itu mereka pindah kerja kebidang
lain yang lebih menjanjikan bayaran yang lebih tinggi.
f. Jabatan yang menentukan baku (standarnya) sendiri . Karena jabatan
guru menyangkut hajat orang banyak, maka baku untuk jabatan
guru ini sering tidak diciptakan oleh anggota profesi sendiri. Baku
jabatan guru masih sangat banyak diatur oleh pihak pemerintah
atau pihak lain yang menggunakan tenaga guru tersebut seperti
yayasan pendidikan swasta.
g. Jabatan yang lebih mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi.
Jabatan mengajar adalah jabatan yang mempunyai nilai sosial yang
tinggi. Guru yang baik akan sangat berperan dalam memengaruhi
kehidupan yang lebih baik dari warga negara masa depan. Jabatan
guru telah terkenal secara universal sebagai suatu jabatan yang
anggotanya termotivasi oleh keinginan untuk membantu orang lain,
bukan disebabkan oleh keuntungan ekonomi ataupun keuangan.
h. Jabatan yang mempunyai organisasi profesional yang kuat dan
terjalin erat. Semua profesi yang dikenal mempunyai organisasi
profesional yang kuat untuk dapat mewadahi tujuan bersama dan
melindungi anggotanya. Melalui beberapa hal, jabatan guru telah
memenuhi kriteria ini dan dalam hal lain belum dapat dicapai.
Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGRI) yang ada di Indonesia
merupakan wadah seluruh guru mulai dari guru taman kanak-
kanak sampai guru sekolah lanjutan tingkat atas, dan ada pula
Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) yang mewadahi seluruh
sarjana pendidikan.

C. Tugas dan Peran Profesi Keguruan


Profesi sebagai seorang pendidik, guru khususnya sudah
semestinya dituntut untuk memahami tugas dan fungsinya. Mengingat
akan hal tersebut, guru dibekali dengan berbagai ilmu keguruan sebagai
dasar dengan seperangkat latihan keterampilan keguruan yang akan
ditransformasikan kepada anak didik atau siswanya.
12

Guru yang memahami tugas dan perannya tidak hanya sebatas


dinding sekolah saja, tetapi juga sebagai penghubung sekolah dengan
masyarakat yang juga memiliki beberapa tugas. Rostiyah (dalam Syaiful
Bahri Djamarah, 2000:36) mengemukakan bahwa tugas dan peran
guru profesional adalah menyerahkan kebudayaan kepada anak didik
berupa kepandaian, kecakapan dan pengalaman-pengalaman supaya
membentuk kepribadian anak yang harmonis sesuai cita-cita dan dasar
negara kita Pancasila.

1. Tugas Profesi Keguruan


Mengingat guru merupakan salah satu komponen terpenting dalam
pendidikan, dimana guru memegang peranan yang sangat vital dalam
penyelengaraan pendidikan. Ada tiga macam tugas profesi guru yang
tidak bisa dielakkan, yaitu tugas profesional, tugas sosial, dan tugas
personal.
a. Tugas profesional
Tugas profesional guru meliputi mendidik, mengajar dan melatih
atau membimbing, serta meneliti (riset). Mendidik berarti meneruskan
dan mengembangkan nilai-nilai hidup. Mengajar berarti meneruskan
dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Melatih atau
membimbing berarti mengembangkan ketrampilan-ketrampilan
peserta didik. Sedangkan meneliti untuk pengembangan kependidikan.
b. Tugas Sosial
Misi yang diemban guru adalah misi kemanusiaan, yaitu
“kemanusiaan manusia”, dalam artian transformasi diri dan auto-
identifikasi peserta didik sebagai manusia dewasa yang utuh. Maka dari
itu, guru di sekolah harus dapat menjadikan dirinya sebagai “orang tua
kedua” bagi peserta didik, dan di masyarakat sebagai figur panutan
“digugu dan ditiru”. Masyarakat menempatkan guru pada tempat yang
lebih terhormat di lingkungannya karena dari seorang guru diharapkan
masyarakat dapat memperoleh pengetahuan (Usman, 2002:43). Hal
itu berarti bahwa guru memiliki kewajiban untuk mencerdaskan
masyarakat dan bangsa menuju pembentukan manusia seutuhnya.
Mengingat akan posisi guru yang demikian pantaslah Bung Karno
(dalam Sihertian, A. Piet, 2000:41) menyebut pentingnya guru dalam
masa pembangunan adalah sebagai “pengabdi masyarakat”.
13

c. Tugas Personal
Tugas personal menyangkut pribadi dan kepribadian guru. Itulah
sebabnya setiap guru perlu menatap dirinya dan memahami konsep
dirinya. Wiggens (dalam Sihertian, 2000:74) mengemukakan tentang
potret diri guru sebagai pendidik. Menurutnya, seorang guru harus
mampu berkaca pada dirinya sendiri. Bila ia berkaca pada dirinya, ia
akan melihat bukan satu pribadi, tetapi ada tiga pribadi, yaitu: (1) Saya
dengan konsep diri saya (self concept); (2) Saya dengan ide diri saya (self
idea); dan (3) Saya dengan realita diri saya (self reality).
Melalui refleksi dirinya, idealnya guru bisa mengenal dirinya
(autoidentifikasi) dan selanjutnya haruslah mengubah (tranformasi)
dirinya, karena guru itu “digugu dan ditiru” dan haruslah “ing ngarso
asung tuladha”. Oleh karena itu, sebelum ia mengemban misinya
haruslah “membangun jati dirinya”. Misalnya dalam penampilan, guru
harus mampu menarik simpati para siswanya karena bila seorang guru
dalam penampilannya sudah tidak menarik, maka kegagalan pertama
adalah ia tidak akan dapat menanamkan benih pengajarannya kepada
para siswanya. Maka guru harus memahami hal ini dan berusaha
mengubah dirinya menjadi simpatik. Demikian juga dalam hal
kepribadian lainya.
Selain ke tiga poin di atas, demi terselenggaranya pendidikan
yang baik, guru sebagai bagian di dalamnya dituntut untuk memiliki
kualifikasi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan pemerintah
serta menguasai kompetensi pedagogik, profesionalisme, kepribadian
dan sosial seperti yang diatur dalam Permendiknas No. 16 Tahun 2007
tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Selain
tuntutan tersebut, lebih jauh guru berkewajiban untuk menjalankan
tugas dan perannya sebagai pelaksana pendidikan tersebut. Tugas
dan fungsi guru ini didasari oleh beberapa pedoman dan peraturan
perundangan yang berlaku, diantaranya : tugas guru ini dijelaskan
dalam Bab XI Pasal 39 Ayat (2) Undang-Undang No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 20 Undang-Undnag No. 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta Pasal 52 Peraturan Pemerintah
No. 74 Tahun 2008 tentang guru,yakni :
1. Merencanakan pembelajaran;
2. Melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu;
14

3. Menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;


4. Membimbing dan melatih peserta didik/siswa;
5. Melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat;
6. Melaksanakan tugas tambahan yang melekat pada kegiatan pokok
yang sesuai; dan
7. Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan
kompetensi secara berkelanjutan.

Pedoman dan peraturan perundangan tentang tugas guru yang


berlaku saat ini, setidaknya mempertegas tugas dan fungsinya dalam
proses belajar mengajar. Guru mempunyai tugas untuk mendorong,
membimbing, dan memberi fasilitas, belajar bagi siswa untuk mencapai
tujuan, guru mempunyai tanggung jawab untuk melihat segala sesuatu
yang terjadi di dalam kelas untuk membantu proses perkembangan
siswa. Penyampaian materi pelajaran hanyalah merupakan salah satu
dari berbagai kegiatan dalam belajar sebagai suatu proses yang dinamis
dalam segala fase dan perkembangan siswa.
Lebih lanjut, tugas guru secara lebih terperinci dijelaskan dalam
Permendiknas No. 35 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Jabatan
Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, diantaranya :
1. Menyusun kurikulum pembelajaran pada satuan pendidikan;
2. Menyusun silabus pembelajaran;
3. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP);
4. Melaksanakan kegiatan pembelajaran;
5. Menyusun alat ukur/soal sesuai mata pelajaran;
6. Menilai dan mengevaluasi proses dan hasil belajar pada mata
pelajaaran di kelasnya;
7. Menganalisis hasil penilaian pembelajaran;
8. Melaksanakan pembelajaran/perbaikan dan pengayaan dengan
memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi;
9. Melaksanakan bimbingan dan konseling di kelas yang menjadi
tanggungjawabnya (khusus guru kelas);
10. Menjadi pengawas penilaian dan evaluasi terhadap proses dan
hasil belajar tingkat sekolah/madrasah dan nasional;
11. Membimbing guru pemula dalam program induksi;
15

12. Membimbing siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler proses


pembelajaran;
13. Melaksanakan pengembangan diri
14. Melaksanakan publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif; dan
15. Melakukan presentasi ilmiah.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dijelaskan bahwa untuk menjadi


seorang guru haruslah mempunyai persyaratan tersendiri. Apabila dari
kegiatan komponen tersebut salah satunya tidak ada maka ia belum
bisa dikatakan guru professional. Guru harus membina hubungan baik
dengan satu siswa maupun siswa lainnya, begitu pula sebaliknya.

2. Peran Profesi Keguruan


Merujuk dari tugas-tugas profesi keguruan di atas, mewajibkan
guru untuk melakukan berbagai peran yang menggambarkan pola
tingkah laku yang diharapkan dalam berbagai interaksinya dengan
siswa, sesama guru, dan staf yang lain. Peranan guru selalu berkembang
seiring dengan paradigma pendidikan mutakhir yang sedang
berkembang. Tugas dan fungsi guru menurut Undang Undang No. 20
Tahun 2003 dan Undang Undang No. 14 Tahun 2005 bahwa peran guru
adalah sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pengarah, pelatih,
penilai dan pengevaluasi dari peserta didik, berikut akan diuraikan
satu persatu.
a. Guru sebagai Pendidik
Guru sebagai pendidik adalah “mereka yang terlibat langsung
dalam membina dalam membina, mengarahkan dan mendidik
peserta didik, waktu dan kesempatannya dicurahkan dalam rangka
mentransformasikan ilmu dan menginternalisasikan nilai termasuk
pembinaan akhlak mulia dalam kehidupan peserta didik (Ramayulis,
2013 :34)
Guru harus mempunyai standar kualitas pribadi tertentu, yang
mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri dan disiplin. Guru
harus memahami nilai-nilai, norma moral dan sosial, serta berusaha
berperilaku dan berbuat sesuai dengan nilai dan norma tersebut.
Guru juga harus bertanggung jawab terhadap tindakannya dalam
proses pembelajaran di sekolah. Guru sebagai pendidik harus berani
mengambil keputusan secara mandiri berkaitan dengan pembelajaran
16

dan pembentukan kompetensi, serta bertindak sesuai dengan kondisi


peserta didik dan lingkungan.
b. Guru sebagai Pengajar
Guru membantu peserta didik yang sedang berkembang untuk
mempelajari sesuatu yang belum diketahuinya, membentuk kompetensi
dan memahami materi standar yang dipelajari. Guru sebagai pengajar,
harus terus mengikuti perkembangan teknologi, sehinga apa yang
disampaikan kepada peserta didik merupakan hal-hal yang up to date
dan tidak ketinggalan zaman.
Guru sebagai pengajar adalah “mereka yang terlibat langsung
dalam membina dalam membina, mengarahkan dan mendidik
peserta didik, waktu dan kesempatannya dicurahkan dalam rangka
mentransformasikan ilmu dan menginternalisasikan nilai termasuk
pembinaan akhlak mulia dalam kehidupan peserta didik”, (Ramayulis,
2013: 65).
Perkembangan teknologi mengubah peran guru dari pengajar
yang bertugas menyampaikan materi pembelajaran menjadi fasilitator
yang bertugas memberikan kemudahan belajar. Hal itu dimungkinkan
karena perkembangan teknologi menimbulkan banyak buku dengan
harga relatif murah dan peserta didik dapat belajar melalui internet
dengan tanpa batasan waktu dan ruang, belajar melalui televisi, radio
dan surat kabar yang setiap saat hadir di hadapan kita.
Derasnya arus informasi serta cepatnya perkembangan teknologi
dan ilmu pengetahuan telah memunculkan pertanyaan terhadap
tugas guru sebagai pengajar. Oleh sebab itu, guru harus senantiasa
mengembangkan profesinya secara profesional, sehingga tugas dan
peran guru sebagai pengajar masih tetap diperlukan sepanjang hayat.
c. Guru sebagai Pembimbing
Guru sebagai pembimbing dapat diibaratkan sebagai pembimbing
perjalanan yang berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya yang
bertanggung jawab. Sebagai pembimbing, guru harus merumuskan
tujuan secara jelas, menetapkan waktu perjalanan, menetapkan jalan
yang harus ditempuh, menggunakan petunjuk perjalanan serta menilai
kelancarannya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan peserta
didik.
17

Guru sebagai pembimbing semua kegiatan yang dilakukan oleh


guru harus berdasarkan kerjasama yang baik antara guru dengan peserta
didik. Guru memiliki hak dan tanggung jawab dalam setiap perjalanan
yang direncanakan dan dilaksanakannya. Hal itu berarti apabila guru
mampu menyajikan kegiatan pembelajaran yang menarik, menantang
dan menyenangkan maka anak akan ramai sendiri. Anak akan tertarik
dan memusatkan perhatian pada kegiatan pembelajarannya.
d. Guru sebagai Pengarah dan Sumber Informasi
Guru adalah seorang pengarah bagi peserta didik, bahkan bagi
orang tua. Sebagai pengarah, guru harus mampu mengarahkan peserta
didik dalam memecahkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi,
mengarahkan peserta didik dalam mengambil suatu keputusan dan
menemukan jati dirinya.
Selain itu, guru juga dituntut untuk mengarahkan peserta didik
dalam mengembangkan potensi dirinya, sehingga peserta didik dapat
membangun karakter yang baik bagi dirinya dalam menghadapi
kehidupan nyata di masyarakat.
Guru sebagai sumber informasi yang memiliki posisi yang sangat
dominan untuk tujuan informasi, media pembelajaran dapat digunakan
dalam rangka penyajian informasi dihadapan anak-anak. Menurut
Azhar Arsyad (2009:20), kemampuan pembelajaran adalah usaha untuk
menguasai informasi, dalam hubungan ini, strategi belajar mengajar
dipusatkan pada materi pelajaran, kemampuan seperti ini menghasilkan
apa yang disebut dengan pembelajaran yang berpusat pada materi yang
menjadi pedoman dalam mengajar.
e. Guru sebagai Pelatih
Proses pendidikan dan pembelajaran memerlukan latihan
ketrampilan, baik intelektual maupun motorik, sehingga menuntut
guru untuk bertindak sebagai pelatih yang bertugas melatih peserta
didik dalam pembentukan kompetensi dasar sesuai dengan potensi
masing-masing peserta didik. Pelatihan yang dilakukan di samping
harus memperhatikan kompetensi dasar dan materi standar juga
harus mampu memperhatikan perbedaan individual peserta didik dan
lingkungannya. Untuk itu guru harus banyak tahu, meskipun tidak
mencakup semua hal dan tidak setiap hal secara sempurna karena hal
itu tidaklah mungkin.
18

f. Guru sebagai Penilai


Penilaian atau evalusi merupakan aspek pembelajaran yang paling
kompleks, karena melibatkan banyak latar belakang dan hubungan,
serta variabel lain yang mempunyai arti apabila berhubungan dengan
konteks yang hampir tidak mungkin dapat dipisahkan dengan setiap
segi penilaian. Artinya, tidak ada pembelajaran tanpa penilaian, karena
penilaian merupakan proses menetapkan kualitas hasil belajar, atau proses
untuk menentukan tingkat pencapaian tujuan pembelajaran peserta didik.
Penilaian perlu dilakukan karena dalam penilaian guru dapat
mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan, penguasaan anak
terhadap materi pelajaran, serta ketepatan metode yang digunakan,
serta untuk mengetahui kedudukan anak didalam kelompok atau
kelasnya. Penilaian sebagai suatu proses, dilaksanakan dengan prinsip-
prinsip dan dengan teknik yang sesuai, mungkin tes atau non tes. Teknik
apapun yang dipilih, penilaian harus dilakukan dengan prosedur yang
jelas, yang meliputi tiga tahap, yaitu persiapan, pelaksanaan dan tindak
lanjut (Rusman, 2012:65).
Mengingat kompleksnya proses penilaian, maka guru perlu
memiliki pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang memadai. Guru
harus memahami teknik evaluasi, baik tes maupun non tes yang meliputi
jenis masing-masing teknik, karakteristik, prosedur pengembangan,
serta cara menentukan baik atau tidaknya ditinjau dari berbagai segi,
validitas, reliabilitas, daya beda dan tingkat kesukaran soal. Guru
profesional adalah guru yang bekerja melaksanakan fungsi dan tujuan
sekolah yang memiliki kompotensi-kompetensi yang di tuntut agar
guru mampu melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya.

D. Sikap Profesional Keguruan


Supaya mendapatkan pemahaman yang luas tentang sikap
profesional keguruan, tidak ada salahnya jika kita menjelaskan terlebih
dahulu untuk mengetahui apa sebenarnya definisi dari ketiga kata
tersebut. Berikut kajian dari ketiga kata tersebut yang akan diuraikan
hingga menjadi sebuah konsep.

1. Sikap
Arti sikap memiliki makna yan luas dan tetap digunakan oleh banyak
psikolog sosial. Selain itu, sikap atau yang dikenal sebagai attitude
19

merupakan hal utama yang paling terlihat berbeda di setiap masing-


masing individu ataupun negara. Tak jarang setiap negara memiliki
ciri khas sikapnya masing-masing, sebagai negara yang mengadopsi
budaya timur Indonesia dikenal sebagai warga negara yang memiliki
sikap ramah serta sopan dan juga santun. Berikut beberapa definisi
sikap dari beberapa ahli.
a. Sri Utami (2008: 56)
Sikap ataupun attitude memiliki beberapa poin penting yang harus
dijabarkan. Di antaranya adalah :
1) Sikap berorientasi pada respon, di mana sikap merupakan bentuk
dari sebuah perasaan yakni perasaan yang mendukung atau
memihak (favourable) maupun perasaan yang tidak mendukung
pada sebuah objek.
2) Sikap berorientasi kepada kesiapan respon seperti sikap merupakan
kesiapan untuk bereaksi pada suatu objek dengan menggunakan
cara tertentu. Namun bila dihadapkan pada suat stimulus yang
mungkin menginginkan adanya respon suatu pola perilaku, atapun
kesiapan antisipasi untuk bisa menyesuaikan diri dari situasi sosial
yang sudah dikondisikan.
3) Sikap adalah konstelasi atau bagian komponen-komponen
konitif, konatif ataupun afektif yan saling bersinggungan dan
juga berinteraksi untuk bisa saling merasakan, memahami serta
memiliki perilaku yang bijak pada suat objek di lingkungan. Hal ini
mungkin yang dikatakan oleh orang awam mencoba menempatkan
diri di posisi orang lain baik dalam definis baik ataupun buruk.
b. Jalaludin Rahmad (1994:39)
Ada lima pengertian sikap diantaranya adalah :
1) Sikap adalah kecenderungan seseorang untuk bisa bertindak,
berpikir dan juga merasa bahwa dirinya paling baik dalam
menghadapi objek, ide dan juga situasi ataupun nilai. Sikap
bukanlah perilaku menurut Jalaluddin, namun kecenderungan
untuk berperilaku dengan menggunakan metode tertentu saja
terhadap objek sikap. Objek tersebut dapat berbentuk apa saja
yakni orang, tempat, gagasan, ataupun situasi dalam kelompok.
20

2) Sikap memiliki daya penolong atau motivasi yang bisa dianggap


sesuai ataupun tepat. Sikap bukan hanya sekadar rekaman dari
kejadian yang sudah dilewati atau sudah berlalu. Akan tetapi,
sikap dapat menentukan apakah orang harus berpihak pada suatu
hal ataupun menjadi seseorang yang memiliki sisi minus atau
plus dalam diri. Selain itu, sikap menentukan apa yang disukai,
diharapkan, dan diinginkan, serta lebih sering mengesampingkan
apa yang tidak diinginkan, dan apa yang harus mereka hindari atau
tidak disukai.
3) Sikap cenderung lebih menetap. Berbagai studi menunjukkan sikap
politik kelompok cenderung dipertahankan dan jarang mengalami
pembahan karena itulah sikap jarang berubah.
4) Sikap dapat dijadikan bahan evaluatif untuk seseorang, di mana
sikap mungkin dapat menjadi hal yang menyenangkan ataupun
tidak menyenangkan. Karena itulah sikap seringkali membuat
seseorang menjadi defensif atau lebih terbuka.
5) Sikap seringkali berasal dari pemikiran yang salah paham di mana
sikap tidak dibawa sejak lahir, namun sikap berasal dari lingkungan
dan juga pengalaman seseorang. Bukan hanya dari lahir atau
dibawa berdasarkan genetik.
c. Sarnoff (dalam Ali Mudlofir, 2012: 47)
Menurut Sarnoff, sikap mengidentifikasikan sebagai ketersediaan
untuk dapat bereaksi ataupun disebut disposition to react yang dapat
dilihat secara positif. Di samping itu, sikap juga dapat dilihat secara
negatif atau untavorably terhadap objek tertentu, dalam hal ini Sarnoff
mengemukakan pandangan yang dianggap luas.
d. D.Krech dan R.S Crutchfield (dalam Danim, 2010:56)
D. Kreach berpendapat bahwa sikap merupakan sebuah organisasi
yang mungkin sifatnya bisa saja menetap dari proses yang dilihat
berdasarkan keinginan sendiri ataupun dari luar. Biasanya pengaruh
ini berasal dari luar di mana emosional dan motivasional merupakan
hal mendasar. Selain itu, ada dua hal seperti perseptual serta kognitif
yang ikut mempengaruhi sikap individu.
21

e. La Pierre (dalam Kunandar, 2007:78)


La Pierre yang dikutip dalam Kunandar tahun 2007 berpendapat
bahwa sikap adalah suatu pola atau perilaku tendensi ataupun kesiapan
untuk seseoran agar bisa menyesuaikan diri atau mungkin disebut
sebagai adaptasi. Dimana adaptasi itu bisa dilakukan dengan cara rumit
ataupun sederhana. Sikap juga bentuk respon dari stimulan sosial yang
sudah terkondisikan.
f. Newcomb (dalam Jalaludin Rahmad, 1994:97)
Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan
bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Fungsi sikap belum
merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, tetapi merupakan
predisposisi prilaku (tindakan) atau reaksi terbuka.
g. Thursthoen (dalam Danim, Sudarwan, 2010:87)
Menjelaskan bahwa sikap adalah gambaran kepribadian seseorang
yang terlahir melalui gerakan fisik dan tanggapan pikiran terhadap suatu
keadaan atau suatu objek. Selain itu,, dijelaskan bahwa sikap seseorang
pada suatu objek adalah perasaan atau emosi, dan faktor kedua adalah
reaksi/respon atau kecenderungan untuk bereaksi. Sebagai reaksi maka
sikap selalu berhubungan dengan dua alternatif, yaitu senang (like)
atau tidak senang (dislike), menurut dan melaksanakan atau menjauhi/
menghindari sesuatu.

2. Profesional
Suatu aktivitas dalam segala hal membutuhkan suatu keahlian
yang sesuai dengan bidangnya dan mempunyai sebuah kompetensi
standard dalam suatu bidang yang dikerjakan tersebut. Apabila orang
melakukan suatu pekerjaan yang tidak sesuai dengan kompetensinya,
maka suatu hal buruk akan menimpanya. Hal itu dikarenakan sebuah
pekerjaan memerlukan sebuah kempetensi ahli dalam bidang pekerjaan
tersebut.
Sebuah pekerjaan tetap bidang tertentu berdasarkan keahlian
khusus yang dilakukan secara bertanggung jawab dengan tujuan
memperoleh penghasilan disebut profesi. Profesi memerlukan seorang
yang menjalankannya maka itu disebut professional, dalam artian sempit
dapat disimpulkan seperti itu. Sebuah keprofessionalan tidak dapat
tumbuh hanya dengan sebuah rangsangan dari seseorang atau sebuah
22

saran yang diberikan seseorang untuk melakukan sebuah pekerjaan,


melainkan keprofessionalan harus ditempuh dengan beberapa tahapan
dan aksi praktik dalam sebuah pekerjaan.
Profesional menunjuk kepada penampilan seseorang yang sesuai
dengan tuntutan yang seharusnya dan menunjuk pada orangnya
sendiri. Profesional menunjuk pada dua hal. Pertama, orang yang
menyandang suatu profesi, misalnya “Dia seorang profesional”. Kedua,
penampilan seseorang dalam melakukan pekerjaannya yang sesuai
dengan profesinya (Ramayulis, 2013: 28-29).
Profesionalitas menunjuk pada kualitas atau sikap pribadi individu
terhadap suatu pekerjaan. Profesionalitas menunjuk pada ukuran
tingkatan atau jenjang kualifikasi suatu profesi. Profesionalitas mengacu
kepada sikap para anggota profesi terhadap profesinya serta derajat
pengetahuan dan keahlian yang mereka miliki dalam rangka melakukan
pekerjaannya (Ramayulis, 2013: 28). Profesionalitas mengacu kepada
sikap para anggota profesi terhadap profesinya serta derajat pengetahuan
dan keahlian yang mereka miliki dalam rangka melakukan pekerjaannya.
Jadi, seorang profesional tidak akan mau mengerjakan sesuatu yang
memang bukan bidangnya. Profesionalisme menunjuk pada derajat
(a) derajat penampilan seseorang sebagai personal tinggi, rendah,
dan sedang, (b) sikap dan komitmen anggota profesi untuk bekerja
berdasarkan standar yang paling ideal dari kode etik profesinya. Dalam
pemahaman yang berbeda, profesionalisme dapat dimaknai sebagai
pandangan atau paham tentang keprofesian. Profesionalisme mengacu
kepada komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan
kemampuan profesionalnya dan terus-menerus mengembangkan
strategi-strategi yang digunakan-nya dalam melakukan pekerjaan yang
sesuai dengan profesinya (Ramayulis, 2013: 28).
Oleh karena itu, mereka memiliki tanggung jawab yang tinggi,
mencakup banyak hal dari konsekuensi profesi yang dijalaninya. Para
profesional menemukan diri mereka dalam hubungan profesionalnya
dengan orang lain, mencakup pekerja dan pekerjaan, klien dan
profesional, profesional dengan profesional lain, serta masyarakat
dengan profesional.
Profesionalisme dapat diartikan sebagai komitmen para anggota
suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan
terus menerus mengembangkan strategi yang digunakannya dalam
23

melakukan pekerjaan sesuai dengan profesinya itu. Sedangkan


profesionalisasi merupakan proses peningkatan kualifikasi atau
kemampuan para anggota penyandang suatu profesi untuk mencapai
kriteria standar ideal dari penampilan atau perbuatan yang diinginkan
oleh profesinya itu.

3. Konsep Sikap Profesional Keguruan


Menurut para ahli, profesionalisme menekankan kepada
penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta
strategi penerapannya. Maister (dalam Ali Mudlofir, 2012:62)
mengemukakan bahwa profesionalisme bukan sekadar pengetahuan,
teknologi dan manajemen, tetapi lebih merupakan sikap pengembangan
profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki
keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang
dipersyaratkan.
Profesional juga dapat diartikan sebagai pekerjaan atau kegiatan
yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan
kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan
yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan
pendidikan profesi (UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen). Jadi profesional menunjuk pada dua hal yakni orang yang
melakukan pekerjaan dan penampilan atau kinerja orang tersebut
dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya. Jadi dengan demikian
dapat dikatakan bahwa guru profesional adalah guru yang menyadari
bahwa dirinya adalah pribadi yang dipanggil untuk mendampingi
peserta didik dalam belajar. Mengingat hal tersebut, sudah sudah
semestinya jika guru perlu terus melakukan pengembangan
terhadap keilmuannya, sehingga guru secara terus-menerus perlu
mengembangkan pengetahuannya tentang bagaimana seharusnya
peserta didik itu belajar. Perwujudannya, jika terjadi kegagalan pada
peserta didik, guru terpanggil untuk menemukan akar penyebabnya
dan mencari solusi bersama peserta didik, bukan mendiamkannya atau
malahan menyalahkannya.
Sikap yang harus senantiasa dipupuk adalah kesediaan untuk
mengenali diri dan kehendak untuk memurnikan keguruannya serta
mau belajar dengan meluangkan waktu untuk menjadi guru. Seorang
guru yang tidak bersedia belajar, tidak mungkin kerasan dan bangga
24

menjadi guru. Kerasan dan kebanggan atas keguruannya adalah


langkah untuk menjadi guru yang professional. Menurut Kunandar
(2010 :12), kualitas profesionalisme guru ditunjukkan oleh lima sikap
yakni :
a. Keinginan untuk selalu menampilkan perilaku yang mendekati
standar ideal;
b. Meningkatkan dan memelihara citra profesi;
c. Keinginan untuk senantiasa mengejar kesempatan pengembangan
profesional yang dapat meningkatkan dan memperbaiki kualitas
pengetahuan dan ketrampilannya
d. Mengejar kualitas dan cita-cita dalam profesi;

Intinya dapat disimpulkan bahwa guru profesional adalah guru yang


melaksanakan tugas keguruan dengan kemampuan tinggi (profesiensi)
sebagai sumber kehidupan. Tentu saja, hal tersebut teraplikasikan dalam
menjalankan kewenangan profesionalnya. Termasuk dalam profesi
guru yang professional dituntut memiliki keanekaragaman kecakapan
(competencies) psikologis yang meliputi:
a. Kompetensi kognitif (kecakapan ranah cipta);
b. Kompetensi afektif (kecakapan ranah rasa);
c. Kecakapan psikomotor (kecakapan ranah karsa).

Di samping itu, ada satu kompetensi yang diperlukan guru,


yakni kompetensi kepribadian. Menurut Usman, (2002:63), predikat
guru profesional dapat dicapai dengan memiliki empat karakteristik
profesional, yaitu:
a. Kemampuan profesional (professional capacity), yaitu kemampuan
intelegensi sikap, nilai, dan keterampilan serta prestasi dalam
pekerjaannya. Secara sederhana, guru harus menguasai materi
yang diajarkan.
b. Kompetensi upaya profesional (professional effort), yaitu kompetensi
untuk membelajarkan siswanya.
c. Profesional dalam pengelolaan waktu (time devotion).
d. Imbalan profesional (professional rent) yang dapat menyejahterakan
diri dan keluarganya.
25

Rugaiyah, Atiek Sismiati, (2011:85) mengemukakan guru Indonesia


yang profesional dipersyaratkan mempunyai:
a. Dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan terhadap
masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan di abad
21;
b. Penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan praksis
pendidikan yaitu ilmu pendidikan sebagai ilmu praksis bukan
hanya merupakan konsep-konsep belaka. Pendidikan merupakan
proses yang terjadi di lapangan dan bersifat ilmiah, serta riset
pendidikan hendaknya diarahkan pada praksis pendidikan
masyarakat Indonesia;
c. Pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan.
Profesi guru merupakan profesi yang berkembang terus
menerus dan berkesinambungan antara LPTK dengan praktek
pendidikan. Kekerdilan profesi guru dan ilmu pendidikan
disebabkan terputusnya program pre-service dan in-service karena
pertimbangan birokratis yang kaku atau manajemen pendidikan
yang lemah.

Merujuk pada UU Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan


Dosen, profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan
oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang
memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memiliki
standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan
profesi.
Menurut PP No. 74 Tahun 2008 pasal 1.1 Tentang Guru. Dikatakan
guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalar
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Merujuk dari pengertian di atas, dapat disimpulankan bahwa
sikap guru profesional adalah suatu kepribadian atau respon yang
menggambarkan kecenderungan untuk bereaksi sebagai seorang guru
yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk melakukan
tugas pendidikan dan pengajaran yang alhi dalam menyampaikannya.
Kompetensi di sini meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan
profesional, baik yang bersifat pribadi, sosial, dan akademis. Melalui
26

kata lain, guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan


dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu
melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan
maksimal.

4. Sasaran Sikap Profesional Keguruan


Sikap dan Pola tingkah laku seorang guru yang berhubungan
dengan profesionalisme haruslah sesuai dengan sasarannya. Adapun
yang menjadi sasaran dan sikap profesional guru diantaranya, sebagai
berikut:
a. Sikap terhadap Peraturan Perundang-Undangan
Pada butir sembilan kode etik guru Indonesia disebutkan bahwa:
“guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang
pendidikan”, (PGRI, 1973). Kebijaksanaan pendidikan di negara kita
dipegang oleh pemerintah, dalam hal ini oleh departemen pendidikan
dan kebudayaan. Dalam rangka pembangunan di bidang pendidikan
di Indonesia, departemen pendidikan dan kebudayaan mengeluarkan
ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan yang merupakan
kebijaksanaan yang akan dilaksanakan oleh aparatnya yang meliputi:
pembangunan gedung-gedung pendidikan, pemerataan kesempatan
belajar antara lain dengan melalui kewajiban belajar, peningkatan mutu
pendidikan, pembinaan generasi muda dengan menggiatkan kegiatan
karang taruna, dan lain-lain.
Guru merupakan unsur aparatur negara dan abdi negara. Oleh
sebab itu, guru mutlak perlu mengetahui kebijaksanaan-kebijaksanaan
pemerintah dalam bidang pendidikan, sehingga dapat melaksanakan
ketentuan-ketentuan yang merupakan kebijasanaan. Kebijakan
pemerintah dalam bidang pendidikan ialah segala peraturan-peraturan
pelaksanaan baik yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, di pusat maupun di daerah, maupun departemen lainnya
dalam rangka pembinaan pendidikan di negara. Contoh, peraturan
tentang (berlakunya) kurikulum sekolah tertentu, pembebasan
uang sumbangan pembiayaan pendidikan (SPP), ketentuan yentang
penerimaan murid baru, dan lain sebagainya.
Supaya menjaga agar guru Indonesia tetap melaksanakan
ketentuan-ketentuan yang merupakan kebijakan pemerintah dalam
bidang pendidikan, maka dihadirkan suatu kode etik terhadap
27

guru di Indonesia. Melalui kode etik keguruan diharapkan guru


Indonesia harus tunduk dan taat kepada pemerintah Indonesia dalam
menjalankan tugas pengabdiannya, sehingga guru Indonesia ketika
melaksanakan ide-idenya melalui dunia pendidikan diharapkan tidak
mudah terpengaruh oleh hal-hal negatif dari pihak luar.
Jadi dengan demikian, setiap guru Indonesia wajib tunduk dan
taat kepada segala ketentuan-ketentuan pemerintah. Termasuk dalam
bidang pendidikan ia harus taat kepada kebijakan dan peraturan,
baik yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
maupun departemen lain yang berwenang mengatur pendidikan, di
pusat dan di daerah dalam rangka melaksanakan kebijakan-kebijakan
pendidikan di Indonesia.
b. Sikap terhadap Organisasi Profesi
Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu
organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian. Dasar ini
menunjukan kepada kita betapa pentingnya peranan organisasi profesi
sebagai wadah dan sarana pengabdian. PGRI sebagai organisasi profesi
memerlukan pembinaan, agar lebih berdayaguna dan berhasil guna
sebagai wadah usaha untuk membawakan misi dan memantapkan
profesi guru. Keberhasilan usaha tersebut sangat bergantung kepada
kesadaran para anggotanya, rasa tanggung jawab dan kewajiban
para anggotanya. Organisasi PGRI merupakan suatu sistem, di mana
unsur pembentuknya adalah guru-guru. Oleh karena itu, guru harus
bertindak sesuai dengan tujuan sistem. Ada hubungan timbal balik
antara anggota profesi dengan organisasi, baik dalam melaksanakan
kewajiban maupun dalam mendapatkan hak.
Organisasi profesional harus membina dan mengawasi para
anggotanya, yang dimaksud dengan organisasi adalah semua
anggota dengan seluruh pengurus dan segala perangkat dan alat-
alat perlengkapannya. Setiap anggota harus memberikan sebagian
waktunya untuk kepentingan pembinaan profesinya, dan semua waktu
dan tenaga yang diberikan oeh para anggota ini dikoordinasikan oleh
para pejabat organisasi tersebut, sehingga permanfaatanya menjadi
efektif dan efisien.
Melalui dasar keenam kode etik itu dengan gamblang juga dituliskan
bahwa guru secara pribadi dan bersama-sama, mengembangkan
28

dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya. Sedangkan untuk


meningkatkan mutu suatu profesi, khususnya profesi keguruan,
dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan melakukan
penataran, lokakarya, pendidikan lanjutan, pendidikan dalam jabatan,
studi perbandingan, dan berbagai bidang akademik lainya. Peningkatan
mutu profesi keguruan dapat telah direncanakan dan dilakukan secara
bersamaan atau berkelompok. Kalau sekararang kita lihat kebanyakan
dari usaha peningkatan mutu profesi diprakarsai dan dilakukan
oleh yang dilakukan oleh pemerintah, maka di waktu mendatang
diharapkan organisasi profesionallah yang seharusnya merencanakan
dan melaksanakannya, sesuai dengan fungsi dan peran organisasi itu
sendiri.
c. Sikap terhadap Teman Sejawat
Merujuk dalam ayat 7 kode etik guru disebutkan bahwa “Guru
memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, kekeluargaan
dan kesetikawanan sosial”. Ini berarti bahwa :
1) Guru hendaknya menciptakan dan memelihara hubungan sesama
guru dalam lingkungan kerjanya.
2) Guru hendaknya menciptakan dan memelihara semangat
kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial di dalam dan di luar
lingkungan kerjanya.

Melalui kode etik guru Indonesia tersebut menunjukan betapa


pentingnya hubungan yang harmonis perlu diciptakan dengan
mewujudkan perasaan bersaudara yang mendalam antara sesama
anggota profesi. Hubungan sesama anggota profesi dapat dilihat dari
dua segi, yakni hubungan formal dan hubungan kekeluargaan.
1) Pertama, Hubungan Guru Berdasarkan Lingkungan Kerja
Supaya setiap personel sekolah dapat berfungsi sebagaimana
mestinya, mutlak adanya hubungan yang baik dan harmonis
diantara sesama personal yaitu hubungan baik anatara kepala
sekolah dengan guru, guru dengan guru, dan kepala sekolah
ataupun guru dengan semua personal sekolah lainya. Semua
personal sekolah ini harus dapat menciptakan hubungan baik
dengan anak didik d isekolah tersebut.
29

2) Kedua, Hubungan Guru Berdasarkan Lingkungan Keseluruhan


Sikap profesional lain yang perlu ditumbuhkan oleh guru adalah
sikap ingin bekerja sama, saling harga menghargai, saling
pengertian, dan rasa tanggung jawab. Jika ini sudah berkembang,
akan tumbuh rasa senasib sepenanggungan serta menyadari akan
kepentingan bersama, tidak mementingkan kepentingan diri
sendiri dengan mengorbanakan kepentingan orang lain

Merujuk dari dua hal tersebut, harus kita akui dengan jujur
bahwa sejauh ini profesi keguruan masih memerlukan pembinaan
yang sungguh-sungguh. Rasa persaudaraan seperti tersebut, bagi kita
masih perlu di tumbuhkan sehingga kelak akan dapat kita lihat bahwa
hubungan guru dengan teman sejawatnya.
d. Sikap terhadap Anak Didik
Merujuk kode etik guru Indonesia dengan jelas dituliskan bahwa :
guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia
seutuhnya yang berjiwa Pancasila, dasar ini mengandung beberapa
prinsip yang harus dipahami oleh seorang guru dalam menjalankan
tugasnya sehari-hari, yakni : tujuan pendidikan nasional, prinsip
membimbing, dan prinsip pembentukan manusia Indonesia seutuhnya.
Tujuan pendidikan nasional dengan jelas bertujuan membentuk
manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila. Prinsip yang lain
adalah membimbing peserta didik, bukan mengajar, atau mendidik
saja. Pengertian seperti yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara
dalam sistem amongnya. Tiga kalimat padat yang terkenal dari sistem
itu adalah “ing angarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, dan tut
wuri handayani”.
Ketiga kalimat itu mempunyai arti bahwa pendidikan harus
dapat memberi contoh, harus dapat memberikan pengaruh dan harus
dapat mengendalikan peserta didik. Dalam “Tut Wuri” terkandung
maksud membiarkan peserta didik menuruti bakat dan kodratnya
dan guru memperhatikannya. Melalui kata “Handayani” berarti
guru mempengaruhi peserta didik, dalam arti membimbing atau
mengajarnya. Dengan demikian, membimbing mengandung arti
bersikap menentukan kearah pembentukan manusia yang seutuhnya
yang berjiwa pancasila, dan bukanlah mendikte peserta didik, apalagi
memaksanya menurut kehendak sang pendidik. Motto “Tut Wuri
30

Handayani” sekarang telah diambil menjadi motto dari departemen


pendidikan dan kebudayaan RI.
Prinsip manusia seutuhnya dalam kode etik ini memandang
manusia sebagai kesatuan yang bulat, utuh, baik jasmani maupun
rohani tidak hanya berilu tinggi tetapi juga bermoral tinggi pula.
Oleh karenanya, guru dalam mendidik seharusnya tidak hanya
mengutamakan pengetahuan atau perkembangan intelektual saja.
Namun, harus memperhatikan perkembangan seluruh pribadi peserta
didik, baik jasmani, rohani dan sosial sesuai dengan dimaksudkan agar
peserta didik pada akhirnya akan dapat menjadi manusia yang mampu
menghadapi tantangan tantangan dalam kehidupannya sebagi insan
dewasa. Peserta didik tidak dapat dipandang sebagai objek semata
yang harus patuh kepada kehendak dan kemauan guru.

e. Sikap terhadap Tempat Kerja


Sudah menjadi perkembangan umum bahwa suasana yang baik di
tempat kerja akan meningkatkan produktivitas. Hal ini disadari dengan
sebaik-baiknya oleh setiap guru, dan guru berkewajiban menciptakan
suasana yang demikian dalam lingkungannya. Untuk menciptakan
suasana kerja yang baik ini ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu:
1) Guru sendiri
2) Hubungan guru dengan orang tua dan masyarakat sekeliling
Terhadap guru sendiri dengan jelas juga dituliskan dalam salah satu
butir dari kode etik yang berbunyi : “Guru menciptakan suasana
sekolah sebaik-baiknya yang menunjang keberhasilan proses belajar
mengajar”. Oleh sebab itu, guru harus aktif mengusahakan suasana
yang baik itu dengan berbagai cara, baik dengan penggunaan
metode mengajar sesuai, maupun dengan penyediaan alat belajar
yang cukup, serta pengaturan organisasi kelas yang mantap,
ataupun pendekatan lainnya yang diperlukan.
f. Sikap terhadap Pemimpin
Guru sebagai salah seorang anggota organisasi, baik organisasi yang
lebih besar, guru akan selalu berada dalam bimbingan dan pengawasan
pihak atasan. Berangkat dari organisasi guru, ada strata kepemimpinan
mulai dari pegurus cabang, daerah, sampai kepusat. Begitu juga sebagai
anggota keluarga besar DEPDIKBUD (Departemen Pendidikan dan
31

Kebudayaan), ada pembagian pengawasan mulai dari kepala sekolah


dan seterusnya sampai kementri pendidikan dan kebudayaan.
g. Sikap Terhadap Pekerjaan
Profesi guru berhubungan dengan anak didik, yang secara alami
mempunyai persamaan dan perbedaan. Tugas melayani orang yang
beragam sangat memerlukan kesabaran dan ketelatenan yang tinggi,
terutama bila berhubungan dengan peserta didik yang masih kecil.
Barang kali tidak semua orang dikarunia sifat seperti itu, namun bila
seseorang telah memilih untuk memasuki profesi guru maka ia dituntut
untuk belajar dan berlaku seperti itu.
Supaya dapat meningkatkan mutu profesi secara sendiri-
sendiri, guru dapat melakukannya secara formal maupun informal.
Secara formal artinya guru mengikuti berbagai pendidikan lanjutan
atau kursus yang sesuai dengan bidang tugas, keinginan, waktu,
dan kemmapuannya, Secara informal guru dapat meningkatkan
pengetahuan dan ketrampilannya melalui media masa, maupun media
sosial.
Semua sekiranya sesuai yang esensi yang terdapat dalam kode
etik guru Indonesia butir keenam ditujukan kepada guru, baik secara
pribadi maupun secara kelompok, untuk selalu meningkatkan mutu dan
martabat profesinya. Guru sebagaimana juga dengan profesi lainnya,
tidak mungkin dapat meningkatkan mutu dan martabat profesinya
bila guru itu tidak meningkatkan atau menambah pengetahuan dan
keterampilannya, karena ilmu dan pengetahuan yang menunjang
profesi itu selalu berkembang sesuai dengan kemajuan zaman.

5. Pengembangan Sikap Profesional Keguruan


Pengembangan sikap profesional keguruan sangat perlu untuk
terus dikembangkan sepanjang waktu. Hal itu demi meningkatkan
mutu, baik mutu professional, maupun mutu layanan, guru harus pula
meningkatkan sikap professionalnya. Ini jelas berarti bahwa ketujuh
sasaran penyikapan yang telah dibicarakan harus selalu dipupuk dan
dikembangakan. Pengembangan sikap profesional ini dapat dilakukan
baik selagi dalam pendidikan prajabatan maupun setelah bertugas
(dalam jabatan).
32

a. Pengembangan Sikap Selama Pendidikan Prajabatan


Pendidikan prajabatan seorang guru harus dididik dalam segala
hal (ilmu, pengetahuan, sikap dan keterampilan) karena tugasya
bersifat unik, guru selalu menjadi panutan sekelilingnya. Oleh sebab
itu, bagaimana guru bersikap terhadap pekerjaan dan jabatannya selalu
menjadi perhatian siswa dan masyarakat.
Pembentukan sifat yang baik tidak mungkin muncul begitu saja,
tetapi harus dibina sejak calon guru memulai pendidikannya dilembaga
pendidikan perguruan tinggi. Berbagai usaha dan latihan, contoh-
contoh dan aplikasi penerapan ilmu, keterampilan dan bahkan sikap
profesional di rancang dan dilaksanakan selama calon guru berada
dalam pendidikan prajabatan. Sering juga pembentukan sikap tertentu
terjadi sebagai hasil sampingan (by-product) dari pengetahuan yang di
peroleh calon guru. Sikap teliti dan disiplin, misalnya dapat terbentuk
sebagai hasil sampingan dari hasil belajar matematika yang benar,
karena belajar matematika selalu menuntut ketelitian dan kedisiplinan
penggunaan aturan dan prosedur yang telah di tentukan.
b. Pengembangan Sikap Selama dalam Jabatan
Pengembangan sikap profesional tidak berhenti apabila calon guru
selesai mendapatkan pendidikan prajabatan. Banyak usaha yang dapat
dilakukan dalam rangka peningkatan sikap profesional keguruan dalam
masa pengabdiannya sebagai guru. Seperti telah disebut, peningkatan
ini dapat dilakukan dengan cara formal melalui kegiatan mengikuti
penataran, lokakarya, seminar, atau kegiatan ilmiah lainnya, ataupun
secara informal melalui media massa televisi, radio, koran, dan majalah
maupun publikasi lainnya. Kegiatan ini selain dapat meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan, sekaligus dapat juga meningkatkan
sikap profesional keguruan.
145

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad D Marimba. 1989. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung:


Al-Ma`Arif.
Ahmad, Sabri. 2010. Strategi Belajar Mengajar Micro Teaching. Jakarta: PT
Ciputat Press.
Ali Mudlofir. 2012. Pendidik Profesional. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Asnawir, Usman Basyiruddin, Media Pembelajaran, Ciputat Pers,
Jakarta Selatan, 2002.
Azhar Arsyad. 2009. Media Pembelajaran. Jakarta : PT Grafindo Persada
Danim, Sudarwan. 2010. Pengantar Kependidikan. Bandung : Alfabeta
Daryanto. 2013. Inovasi Pembelajaran Efektif. Bandung: Yrma Widya.
Dedi, Supriyadi. 1999. Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Adicita
Karya Nusa, Yogyakarta.
Hasan, Chalijah, 1994, Dimensi-dimensi Psikologi Pendidikan. Surabaya:
Al Ikhlas.
Jalaludin, Rahmad. 1994. Psikologi Komunikasi Edis Revisi.PT. Remaja
RosdaKarya .Bandung
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Gita Media Press.
Kunandar. 2007. Guru Profesional: Implementasi Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.

145
146

Nawawi, Hadari. (2004). Meningkatkan Mutu Pembelajaran Di Sekolah.


Makalah. Semarang: Depdiknas.
Oteng Sutisna. 1986. Administrasi Pendidikan. Bandung: PT Angkasa.
Purwanto, Ngalim. 2009. Administrasi dan Suvervisi Pendidikan. Bandung.
Rosdakarya.
Ramayulis. 2013. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta:Kalam Mulia
Rugaiyah, Atiek Sismiati. 2011. Profesi Kependidikan. Bogor: Ghalia
Indonesia
Rusman, 2012. Model-Model Pembelajaran. Jakarta : PT.Raja Grasindo
Persada
Sihertian, A. Piet. 2000. Konsep Dasar Dan Supervisi Pendidikan Dalam
Rangka Pengembangan SDM, Jakarta: Rineka Cipta.
Soetjipto dan Kosasi. 1994. Profesi Keguruan. P3MTK Dikti. Jakarta.
Sondang P. Siagian. 1974. “Filsafat Administrasi”, Gunung Agung,
Jakarta.
Suharsaputra, Uhar. 2010. Administrasi Pendidikan. Bandung: PT. Refika
Aditama.
Suparlan, 2008. Menjadi Guru Efektif, Jakarta: Hikayat Publishing.
Syaiful, Bahri Djamarah. 2000. Strategi Pembelajaran. Rajawali, Jakarta.
Syaiful, Sagala. 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : CV.
ALFABETA.
Usman. 2002. Menjadi Guru Profesional. Remaja Rosdakarya, Jakarta.
147

INDEKS

A Emosional, 1, 16
Aplikasi, 1, 25 Ethic, 2, 1
Etika, 1, 6
B Evaluatif, 1, 16
Briefing, 4, 11 Evaluating, 4, 8
Budgeting, 4, 8 Expertise, 1, 3

C G
Coordinating, 4, 11 Guidelines, 2, 2
Coordinating, 4, 8
Corporatness, 1, 3 H
Harmonis, 1, 9
D Honorarium, 2, 6
Definitif, 1, 6
Development, 1, 6 I
Disposition to react, 1, 16 Ikatan sarjana pendidikan
Indonesia (ISPI), 1, 9
E Indeks
Efektifitas, 4, 7 Informasi, 1, 13
Emerging profession, 1,5 Inovatif, 1, 12

147
148

K P
Kode Etik Guru Indonesia (KEGI), Persatuan Guru Indonesia, 1, 9
2, 9
Planning, 4, 8
Kode, 2, 2
Profecus, 1, 1
Kompetensi, 1, 17
Profesiensi, 1, 19
Kongres, 2, 7
Profesional, 1, 2
Konselor, 1, 8
Profesionalisme,1 , 5
Konstelasi, 1, 15
Profesionalitas, 1, 18
Koperasi, 2, 11
Profesi, 1, 19
Kualifikasi, 1, 5
Professional capacity, 1, 19
Professional effort, 1,19
L
Professional rent, 1, 20
Laboran, 1, 8
Pustakawan, 1, 8
Legal, 1, 6

R
M
Responsibiliy, 1, 3
Member, 2, 6
Ministro, 4, 1
S
Motivasional, 1,16
Staffing, 4, 12

N
T
Norma, 1, 12
Time devotion, 1, 20
Tranformasi, 1, 10
O
Old profession, 1, 5
V
Organisasi, 1, 6
Vocational, 1, 4
Organizing, 4, 8
Organizing, 4, 9
Overlapping, 4, 9
150
151

BIODATA SINGKAT PENULIS

Arif Setiawan, M.Pd. Lahir di Pasuruan Jawa


Timur pada tanggal 2 September 1988. Pada
tahun 2010 menyelesaikan pendidikan sarjana
di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Malang. Tahun 2013
menyelesaikan pendidikan magister di Program
Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas
Negeri Malang. Saat ini tercatat sebagai salah
satu dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Malang.
Bidang yang ditekuni dan menjadi fokusnya selama ini adalah sastra
dan pembelajaran. Selain aktif mengelola dan menulis di jurnal ilmiah,
beberapa buku yang pernah ditulis bersama dengan penulis lainnya
antara lain Bahasa Indonesia untuk Karangan Ilmiah (Makalah, Skripsi,
Tesis, Disertasi) (2016), Pemahaman Lingkungan secara Holistik (2016),
Desain Penelitian Kualitatif Ssatra (2019), Etika dan Profesi Guru (2021).

151
152

Masyhud, M.Pd. Lahir di Sumenep Jawa


Timur pada tanggal 05 November 1986. Pada
tahun 2010 menyelesaikan pendidikan sarjana
di Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Malang. Tahun 2012
menyelesaikan pendidikan magister di Program
Studi Kebijakan dan Pengembangan Pendidikan
di Universitas Muhammadiyah Malang. Saat
ini tercatat sebagai salah satu dosen Program Studi Pendidikan
Bahasa Inggris Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Malang. Bidang yang ditekuni dan menjadi fokusnya
selama ini adalah Pendidikan dan Pembelajaran Bahasa Inggris. Selain
aktif mengelola dan menulis di jurnal ilmiah baik nasional ataupun
internasional salah satunya di jurnal terakreditasi scopus dengan judul
”Improving Novice Lecturers’ Teaching Ability on the English for Specific
Purposes (ESP) through the Implementation of Lesson Study” (2019) serta
menulis beberapa buku yang ditulis bersama dengan penulis lainnya
antara lain Berbahasa Inggris dengan Judul “English for Automation and
English Management” (2019), dan berbahasa Indonesia dengan judul
Etika dan Profesi Guru (2021).

Anda mungkin juga menyukai