Keguruan
Disusun Oleh :
NIM: 1908103066
KELAS TBI 4E
2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Konsep Dasar Etika Profesi
Keguruan dengan tepat waktu. penulis mengucapkan terimakasih kepada ibu Dr. Hj. Septi
Gumiandari, M.Ag yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan penulis. penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua orang yang terlibat
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari
kesempurnaan, baik dari cara penulisan, maupun isinya. Oleh karena itu penulis mengharapkan
kritik dan saran yang dapat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................1
A. Latar belakang...............................................................................................................1
B. Rumusan masalah..........................................................................................................2
C. Tujuan penulisan...........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................3
A. Kesimpulan....................................................................................................................12
B. Saran.............................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan berperan mengantarkan suatu bangsa pada satu tujuan mulia untuk
mencerdaskan anak bangsa dan meningkatkan taraf kebudayaan bangsa tersebut. Salah
satu pernyataan mengatakan bahwa “semakin tinggi dan maju tingkat pendidikan suatu
Negara, maka semakin tinggi budaya dan kehidupan sosial warga Negara tersebut”.
Terlepas dari benar tidaknya pernyataan ini, dapat diambil satu premis bahwa pentingnya
pendidikan akan menentukan nasib suatu bangsa pada suatu waktu yang akan datang.
Dengan demikian, tidak ada lagi tawar-menawar bahwa pendidikan merupakan satu
prioritas yang harus diutamakan dalam rangka pembangunan danpengembangan suatu
bangsa.(Sanusi, 1990)
Profesi adalah suatu pekerjaan yang dalam melaksanakan tugasnya memerlukan
atau menuntut keahlian, menggunakan teknik-teknik, serta dedikasi yang tinggi. Ciri-ciri
atau kriteria suatu profesi ialah adanya kode etik yang dijadikan sebagai satu pedoman
perilaku anggota berserta sanksi yang jelas dan tegas terhadap pelanggar kode etik
tersebut. Guru memiliki kode etik karena guru merupakan salah satu profesi yang ada di
Indonesia berdasarkan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Pasal 1).
Dengan Kode Etik Guru Indonesia dapat menempatkan guru sebagai profesi
terhormat, mulia, dan bermartabat yang dilindungi undang-undang. Maka dari itu perlu
sikap profesional dalam setiap sasaran. Masyarakat akan melihat bagaimana sikap dan
perbuatan guru itu sehari-hari, apakah memang ada yang patut ditaladani atau tidak. Di
samping itu, bagaimana sikap guru terhadap peraturan perundang-undangan juga menjadi
perhatian masyarakat luas.
Apalagi saat ini pemerintah banyak mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang
berhubungan dengan dunia pendidikan. Kebijakan tersebut menjadi peraturan perundang-
undangan yang wajib ditaati oleh guru, sebab guru merupakan unsur aparatur negara dan
abdi Negara mutlak perlu mematuhi kebijakan-kebijakan pemerintah dalam bidang
pendidikan. Hal ini juga dipertegas dalam kode etik guru butir Sembilan bahwa Guru
melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan (PGRI, 1973).
Maka tugas guru akan efektif jika memiliki derajat profesionalitas tertentu yang tercermin
1
dari kompetensi, kemahiran, kecakapan, atau keterampilan yang memenuhi standar mutu
atau norma etik tertentu.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi guru dan profesi ?
2. Apa definisi kode etik keguruan ?
3. Apa tujuan dan fungsi kode etik guru ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi dari guru dan profesi
2. Untuk mengetahui definisi kode etik keguruan
3. Untuk mengetahui tujuan dan fungsi kode etik guru
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
prinsip mengajar agar ia dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, yaitu
sebagai berikut:
1) Guru harus dapat membangkitkan perhatian perserta didik pada materi
pelajaran yang diberikan serta dapat menggunakan berbagai media
dan sumber belajar yang bervariasi.
2) Guru harus dapat membangkitkan minat peserta didik untuk aktif
dalam bepikir serta mencari dan menemukan sendiri pengetahuan.
3) Guru harus dapat membuat urutan (sequence) dalam pemberian pelajaran
dan penyesuaiannya dengan usia dan tahap tugas perkembangan peseta
didik.
4) Guru perlu menghubungkan pelajaran yang akan diberikan dengan
pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik (kegiatan apersepsi),
agar peserta didik menjadi mudah dalam memahami pelajaran yang
diterimanya.
5) Sesuai dengan prinsip repetisi dalam proses pembelajaran, diharapkan guru
dapat menjelaskan unit pelajaran secara berulang-ulang hingga tanggapan
peserta didik menjadi jelas.
6) Guru wajib memperhatikan dan memikirkan korelasi atau hubungan
antara mata pelajaran dan/atau praktik nyata dalam kehidupan sehari-hari.
7) Guru harus tetap menjaga konsentrasi belajar para peserta didik dengan
cara memberikan kesempatan berupa pengalaman secara langsung,
mengamati/meneliti, dan menyimpulkan pengetahuan yang didapatkanya.
8) Guru harus mengembangkan sikap peserta didik dalam membina hubungan
sosial,baik dalam kelas maupun diluar kelas.
9) Guru harus menyelidiki dan mendalami perbedaan peserta secara
individual agar dapat melayani siswa sesuai dengan perbedaannya tersebut.
(Suryadi, 1992)
Guru dapat melaksanakan evaluasi yang efektif serta menggunakan hasilnya
untuk mengetahui peserta dan kemajuan siswa serta dapat melakukan perbaikan dan
pengembangan. Seiring dengan kemajuan teknologi informasi yang telah demikian
pesat, guru tidak lagi hanya bertindak sebagai penyaji informasi, tetapi juga
harus mampu bertindak sebagai fasilitator, motivator, danpembimbingan yang lebih
banyak memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mencari dan
mengolah sendiri informasi. Dengan demikian, keahlian guru harus terus
dikembangkan dan tidak hanya terbatas pada penguasaan prinsip mengajar
4
seperti telah diuraikan. Menurut National Education Association (NEA), syarat guru
sebagai profesi terpenuhi karena memiliki kriteria:
1) Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual
2) Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus
3) Jabatan yang memerlukan persiapan professional yang lama
(bandingkan dengan pekerjaan yang memerlukan latihan umum belaka).
4) Jabatan yang melibatkan memerlukan latihan dalam jabatan yang
berkesinambungan.
5) Jabatan yang menjanjikan karier hidup dalam keanggo taan yang
permanen.
6) Jabatan yang menentukan baku (standar) sendiri.
7) Jabatan yang lebih mementingkan layanan di atas keu ntungan pribadi.
8) Jabatan yang mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat
5
dewasa yang bertanggung jawab memberi bimbingan atau bantuan kepada anak
didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai
kedewasaannya mampu berdiri dapat melaksanakan tugasnya sebagai makhluk
Allah Khalifah di muka bumi, sebagai makhluk sosial dan individu yang
sanggup berdiri sendiri.
Menurut Drs. Moh. Uzer Usman “1996:15” : Guru merupakan setiap orang
yang bertugas dan berwenang dalam dunia pendidikan dan pengajaran pada
lembaga pendidikan formal.
c. Definisi profesi
Profesi secara etimologi berasal dari kata profession (inggris) yang berasal dari
bahasa Latin profesusyang berarti “mampu atau ahli dalam suatu bentuk pekerjaan”.
Profesi dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut
keahlian, yang didapat melalui pendidikan dan latihan tertentu, menurut
persyaratan khusus memiliki tanggung jawab dan kode etik tertentu. Pekerjaan yang
bersifar profesional berbeda denganpekerjaan lainnya karena suatu profesi.
6
Berdasarkan pengertian di atas, meskipun profesi adalah karir seumur hidup dan
ada konsekuensi ekonomis atas pekerjaan di bidang profesi tersebut, akan tetapi fokus
utamya terletak pada pengabdian dan tanggung jawab moril sesuai bidang keilmuan
profesi. Dengan demikian tanggungjawab insan profesi bukan hanya kepada atasan
atau pemerintah, melainkan juga kepada bidang keilmuan dan kemanusiaan.
Tanggung jawab tersebut juga menjadi pembeda antara profesi dengan bidang
pekerjaan lain yang bukan profesi. Secara umum syarat suatu pekerjaan untuk dapat
digolongkan menjadi suatu profesi yaitu: (Brandt, 1993)
1) Memiliki spesialisasi ilmu; setiap profesi dibangunberdasarkan kekhususan
keilmuan, sehingga orang yang masuk dalam suatu bidang profesi haruslah
orang yang memiliki latar belakang keilmuan yang sesuai. Hal ini
menjelaskan bahwa tidak sembarang orang dapat bekerja di suatu bidang
profesi jika tidak memiliki latar belakang keilmuan yang relevan.
2) Memiliki kode etik dalam menjalankan profesi; kode etik merupakan
pedoman etik/pedoman moral bagi anggota profesi dalam menjalankan
7
tugasnya. Kode etik profesi diperlukan untuk menjaga martabat dan menjadi
pedoman bagi insan profesi dalam menjalankan profesinya.
3) Memiliki organisasi profesi; organisasi merupakan wadah perjuangan dan
perkumpulan insan profesi. Organisasi profesi juga berfungsi sebagai wadah
untuk pengembangan profesi melalui sharing inovasi dan komunikasi suatu
profesi. Melalui organisasi ini insan profesi akan memiliki kesepakatan yang
sama dalam menjalankan profesinya dan memiliki kemampuan untuk
merespon berbagai kebijakan dan tantangan terkait profesi. Organisasi
profesi dapat menjadi simbol kuatnya suatu profesi di tengah masyarakat.
4) Diakui masyarakat; suatu profesi harus mendapat pengakuan masyarakat.
Pengakuan ini diperoleh jika profesi tersebut telahterbukti memiliki peran
sesuai bidangnya. Pengakuan masyarakat merupakan bentuk legimitasi
terhadap keberadaan dan peran suatu profesi.
5) Sebagai panggilan hidup; profesi merupakan karir sepanjang hayat, dengan
demikian profesi akan mendarah daging bagi orang yang menjalankannya.
Bekerja di bidang profesi sangat berbeda dengan bekerja di bidang lain,
bekerja di bidang profesi mengharuskan seseorang untuk mengabdikan diri
secara penuh dan terus mendalami keilmuan bidang profesi tersebut,
sehingga semakin lama seseorang berkecimpung dalam suatu bidang profesi
maka akan semakin ahli dalam bidang tersebut.
6) Dilengkapi kecakapan diagnostik; sebagai bidang pekerjaan yang
memerlukan pengambilan keputusan otonom dari insan profesi, maka orang
yang bekerja di bidang profesi diharuskan memiliki kemampuan diagnostik.
Kemampuan diagnostik adalah kemampuan memperkirakanpenyebab dan atau
akibat berdasarkan gejala atau ciri-ciri tertentu, menganalisis, serta
kemampuan untuk menentukan tindakan yang tepat untu k menangani atau
menyelesaikan permasalahan.
7) Mempunyai klien yang jelas; karena profesi merupakan pekerjaan di bidang
jasa, maka setiap profesi pasti memiliki klien yang jelas. Dokter memiliki
klien pasien, pengacara memiliki klien orang yang berperkara hukum,
guru memiliki klien murid. Kejelasan klien ini yang menunjukkan bahwa
bidang profesi adalah pekerjaan yang sangat spesifik dan berbeda antara satu
profesi dengan profesi lainnya, sehingga seseorang tidak dapat beralih profesi
tanpa latar belakang pendidikan dan keahlian yang relevan .
8
Terdapat puluhan bahkan ratusan profesi di dunia. Setiap profesi memiliki syarat
kompetensi yang berbeda-beda. Selain itu juga terdapat kelengkapan profesi,
antara lain kode etik profesi dan organisasi profesi. Di Indonesia profesi guru
memiliki landasan hukum Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen.(Makmun, 1996)
Menurut A.S. Moenir (2002: 63): Profesi adalah aktivitas intelektual yang dipelajari
termasuk pelatihan yang diselenggarakan secara formal ataupun tidak formal dan
memperoleh sertifikat yang dikeluarkan oleh sekelompok / badan yang bertanggung
jawab pada keilmuan tersebut dalam melayani masyarakat, menggunakan etika
layanan profesi dengan mengimplikasikan kompetensi mencetuskan ide, kewenangan
keterampilan teknis dan moral serta bahwa perawat mengasumsikan adanya tingkatan
dalam masyarakat.
9
nilai-nilai. Karena itu, guru sebagai tenaga Profesional perlu memiliki “kode etik guru”
dan menjadikannya sebagai pedoman yang mengatur pekerjaan guru selama dalam
pengabdian.
Kode etik guru ini merupakan ketentuan yang mengikat semua sikap dan
perbuatan guru. Dapat disimpulkan bahwa kode etik guru ini sangat diperlukan karena
dengan adanya ini dapat menghindari dari tindakan-tindakan yang semena-mena atau
melakukan perbuatan asusila kepada peserta didik yang di ajari. (Arikunto, 1990)
a) Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian.
Pasal 28 Undang-Undang ini dengan jelas menyatakan bahwa “Pegawai
Negeri Sipil mempunyai Kode Etik sebagai pedoman sikap, tingkah laku
dan perbuatan di dalam dan di luar kedinasan”. Dalam penjelasan Undang-
Undang tersebut dinyatakan bahwa dengan adanya Kode Etik ini, pegawai
negeri sipil sebagai aparatur negara, abdi negara, dan abdi masyarakat
mempunyai pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan dalam
melaksanakan tugasnya dan dalam pergaulan hidup sehari-hari.
Selanjutnya, dalam Kode Etik Pegawai Negeri Sipil itu digariskan pula
10
prinsip-prinsip pokok tentang pelaksanaan tugas dan tanggung jawab
pegawai negeri. Dari uraian ini dapat kita simpulkan, bahwa kode etik
merupakan pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan di dalam
melaksanakan tugas dan dalam hidup sehari-hari.
b) Dalam pidato pembukaan Kongres PGRI XIII, Basuni sebagai Ketua
Umum PGRI menyatakan bahwa Kode Etik Guru Indonesia merupakan
landasan moral dan pedoman tingkah laku guru warga PGRI dalam
melaksanakan panggilan pengabdiannya bekerja sebagai guru (PGRI,
1973). Dari pendapat Ketua Umum PGRI ini dapat ditarik kesimpulan
bahwa dalam Kode Etik Guru Indonesia terdapat dua unsur pokok yakni:
1). Sebagai landasan moral, 2). Sebagai pedoman tingkah laku.(Joni, 1992)
Sering juga kita jumpai, bahwa ada kalanya negara mencampuri urusan profesi,
sehinggal hal-hal yang semula hanya merupakan kode etik dari suatu profesi, tertentu
dapat meningkatkan menjadi peraturan hukum atau undang-undang. Apabila halnya
demikian, maka aturan yang mulanya sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku
meningkat menjadi aturan yang memberikan sanksi-sanksi hukuman yang bersifat
memaksa, baik berupa sanksi perdata maupun sanksi pidana. Pada umumnya, karena
kode etik adalah landasan moral dan merupakan pedoman sikap, tingkah laku, dan
perbuatan maka sanksi terhadap pelanggaran kode etik adalah sanksi moral.(Sanusi, 1990)
11
untuk melakukan perbuatan- perbuatan yang merugikan kesejahteraan
para anggotanya. Kode etik juga sering mengandung peraturan-
peraturan yang bertujuan membatasi tingkah laku yang tidak pantas atau
tidak jujur bagi para anggota profesi dalam berinteraksi dengan sesama
rekan anggota profesi.
3) Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi
Tujuan lain kode etik dapat juga berkaitan dengan peningkatan
kegiatan pengabdian profesi, sehingga bagi para anggota profesi dapat
dengan mudah mengetahui tugas dan tanggung jawab pengabdiannya dalam
melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, kode 3 etik merumuskan
ketentuan-ketentuan yang perlu dilakukan para anggota profesi dalam
menjalankan tugasnya.
4) Untuk meningkatkan mutu profesi
Untuk meningkatkan mutu profesi kode etik juga memuat norma-norma dan
anjuran agar para anggota profesi selalu berusaha meningkatkan mutu
pengabdian para anggotanya. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi
Diwajibkan kepada setiap anggota untuk secara aktif berpartisipasi
dalam membina organisasi profesi dan kegiatan-kegiatan yang dirancang
organisasi.
b. Fungsi kode etik
Pada dasarnya kode etik memiliki fungsi ganda yaitu sebagai perlindungan dan
pengembangan bagi profesi. Fungsi seperti itu sama seperti apa yang
dikemukakan oleh:
1) Gibson dan Michel yang lebih mementingkan pada kode etik sebagai
pedoman pelaksanaan tugas professional dan pedoman bagi masyarakat
sebagai seorang professional.
2) Biggs dan Blocher mengemukakan tiga fungsi kode etik yaitu : (1)
Melindungi suatu profesi dari campur tangan pemerintah, (2)
Mencegah terjadinya pertentangan internal dalam suatu profesi, (3)
Melindungi para praktisi dari kesalahan praktik suatu profesi.
3) Oteng Sutisna bahwa pentingnya kode etik guru dengan teman kerjanya
difungsikan sebagai penghubung serta saling mendukung dalam bidang
mensukseskan misi dalam mendidik peserta didik.
12
4) Sutan Zahri dan Syahmiar Syahrun ada empat fungsi kode etik guru bagi
guru itu sendiri, antara lain :
Agar guru terhindar dari penyimpangan tugas yang menjadi
tanggung jawabnya.
Untuk mengatur hubungan guru dengan murid, teman sekerja,
masyarakat dan pemerintah.
Sebagai pegangan dan pedoman tingkah laku guru agar lebih
bertanggung jawab pada profesinya.
Pemberi arah dan petunjuk yang benar kepada mereka yang
menggunakan profesinya dalam melaksanakan tugas. (Syah, 1995)
Ketaatan guru pada kode etik akan mendorong mereka berperilaku sesuai
dengan norma-norma yang dibolehkan dan menghindari norma-norma yang
dilarang oleh etika profesi yang ditetapkan oleh organisasi atau asosiasi profesinya
selama menjalankan tugas-tugas profesional dan kehidupan sebagai warga
negara dan anggota masyarakat. Dengan demikian, aktualisasi diri guru dalam
melaksanakan proses pendidikan dan pembelajaran secara profesional,
bermartabat, dan beretika akan terwujud.
Kode Etik Guru dibuat oleh organisasi atau asosiasi profesi guru.
PGRI misalnya, telah membuat Kode Etik Guru yang disebutdengan Kode Etik
Guru Indonesia (KEGI). KEGI ini merupakan hasil Konferen si Pusat PGRI
Nomor V/Konpus II/XIX/2006 tanggal 25 Maret 2006 di Jakarta yang
disahkan pada Kongres XX PGRI No. 07/Kongres/XX/PGRI/2008 tanggal 3
Juli 2008 di Palembang. KEGI ini dapat menjadi Kode Etik tunggalbagi setiap
orang yang menyandang profesi guru di Indonesia atau menjadi referensi bagi
organisasi atau asosiasi profesi guru selain PGRI untuk merumuskan Kode Etik
bagi anggotanya.
(Suryadi, 1992)
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah.
profesi adalah suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian tertentu.
Artinya suatu pekerjaan atau jabatan yang disebut profesi tidak dapat dipegang oleh
sembarang orang, tetapi memerlukan persiapan melalui pendidikan dan pelatihan secara
khusus.
“kode etik” jika dikaji, maka terdiri dari dua kata, yakni “kode” dan “etik” beradar
dari bahasa Yunani, “Ethos” yang berarti watak, adab atau cara hidup. Dapat diartikan
bahwa etik itu menunjukkan “cara berbuat yang menjadi adat, karena persetujuan dari
kelompok manusia”. Dan etik biasanya dipakai untuk pengkajian sistem nilai-nilai.
Karena itu, guru sebagai tenaga Profesional perlu memiliki “kode etik guru” dan
menjadikannya sebagaipedoman yang mengatur pekerjaan guru selama dalam
pengabdian.
Berikut merupakan tujuan dari kode etik profesi keguruan:
Untuk menjunjung tinggi martabaat profesi
Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan
Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi
Untuk meningkatkan mutu profesi
Berikut merupakan fungsi yang dikeumakan oleh salah satu Biggs and Blocer (1)
Melindungi suatu profesi dari campur tangan pemerintah, (2) Mencegah terjadinya
pertentangan internal dalam suatu profesi, (3) Melindungi para praktisi dari kesalahan
praktik suatu profesi.
B. Saran
Menurut saya, sebagai seorang pendidik atau guru selain kita mengajarkan ilmu
pengetahuuan bagi siswa. Akhlak yang baik pun menjadi kewajiban bagi seorang
pendidik, dapat dikatakan baik jika seorang pendidik mampu menerapkan kode etik dalam
profesi keguruan.
14
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Mahmud Subhi, (2001). Filsafat Etika, Tanggapan Kaum Rasionalis dan
Institusionalis Islam, Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta
Arikunto, S. (1990). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Barnawi & Arifin, M. (2014). Etika dan Profesi Kependidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media.
Brandt, R. (1993). ”What Do You Mean ’Profesional”? Educational Leadership, No. 6,
Vol. 50, March.
Hamalik, O. (2004). Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta:
Bumi Aksara.
Joni, T. Raka (Penyunting), (1992). Pokok-pokok Pikiran Mengenai Pendidikan Guru.
Konsorsium Ilmu Pendidikan. Ditjen Dikti.
Makmun, A.S. (1996). Pengembangan Profesi dan Kinerja Tenaga Kependidikan.
Pedoman dan Intisari Perkuliahan. PPS IKIP Bandung
Sanusi, A., dkk (1990). Studi Pengembangan Model Pendidikan Profesional Tenaga
Kependidikan: Laporan Kemajuan, Bandung: PPS IKIP Bandung
Setjipto, S & Kosasih, R. (2009). Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta
Suryadi, Ace & Mulyana, Wiana, (1992). Kerangka Konseptual Mutu Pendidikan dan
Pembinaan Kemampuan Profesional Guru. Jakarta: PT. Candimas Metropole
Susanto Heri. (2020). Profesi keguruan. Banjarmasin: Universitas Lambung Mangkurat
Syah, Muhibin, (1995). Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, Bandung: Remaja
Rosda Karya.
https://www.kumpulanpengertian.com/2020/03/pengertian-profesi-menurut-para-ahli.html
https://www.dosenpendidikan.co.id/pengertian-guru-menurut-para-ahli/
15