Anda di halaman 1dari 38

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

RUMAH SAKIT BHAYANGKARA

PEDOMAN
PELAYANAN GIZI STUNTING DAN WASTING

Jakarta, September 2022


DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI.............................................................................................................. i

KEP PEMBERLAKUAN PEDOMAN PELAYANAN GIZI STUNTING DAN WASTING............... ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1

BAB II STRUKTUR ORGANISASI ........................................................................ 4

BAB III FASILITAS................................................................................................. 6

BAB IV TATALAKSANA PELAYANAN................................................................... 7

BAB V LOGISTIK .................................................................................................. 8

BAB VI KESELAMATAN PASIEN .......................................................................... 9

BAB VII KESELAMATAN KERJA............................................................................ 11

BAB VIII PENGENDALIAN MUTU ........................................................................... 12

BAB X PENUTUP.................................................................................................. 13

i
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
RUMAH SAKIT BHAYANGKARA

KEPUTUSAN KARUMKIT BHAYANGKARA LEMDIKLAT POLRI


NOMOR : KEP / / IX / 2022

TENTANG

PEMBERLAKUAN PEDOMAN PELAYANAN GIZI STUNTING DAN WASTING


RUMAH SAKIT BHAYANGKARA LEMDIKLAT POLRI

KARUMKIT BHAYANGKARA LEMDIKLAT POLRI

Menimbang : Bahwa dalam rangka kelancaran program Pelayanan Gizi Stunting


dan Wasting Rumah Sakit Bhayangkara Lemdiklat Polri, maka dipandang
perlu menetapkan keputusan.

Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009


tentang Kesehatan;

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009


tentang Rumah Sakit;

3. Peraturan Kapolri Nomor 11 Tahun 2011 tanggal 30 Juni 2011


tentang Susunan Organisasi dan tata Kerja Rumah Sakit
Bhayangkara Kepolisian Negara Republik Indonesia;

4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga


Kesehatan;

5. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


no 26 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pekerjaan dan
Praktek Tenaga Gizi

6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2


Tahun 2020 tentang Standar Antropometri Anak;

7. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2021


tentang Percepatan Penurunan Stunting.
KEPUTUSAN
KARUMKIT BHAYANGKARA LEMDIKLAT POLRI
NOMOR : KEP / / IX / 2022 / RUMKIT
TANGGAL : SEPTEMBER 2022

Memperhatikan : Peraturan Kapolri Nomor 11 Tahun 2011 tanggal 30 Juni 2011


1. tentang Susunan Organisasi dan tata Kerja Rumah Sakit
Bhayangkara Kepolisian Negara Republik Indonesia;

Saran dan pertimbangan staf Rumah Sakit Bhayangkara


2.
Lemdiklat Polri.

MEMUTUSKAN

Menetapkan :1. Keputusan Karumkit Bhayangkara Lemdiklat Polri tentang


pemberlakuan Pedoman Pelayanan Gizi Stunting dan Wasting

2. Pedoman Pelayanan Gizi Stunting dan Wasting di Rumah Sakit


Bhayangkara Lemdiklat Polri, sebagaimana tercantum dalam
lampiran peraturan diatas

3. Pedoman Pengorganisasian ini harus dibahas sekurang –


kurangnya, setiap 3 (Tiga ) tahun sekali dan apabila
diberlakukan sewaktu – waktu dapat dilakukan perubahan
sesuai dengan perkembangan yang ada

4. Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : September 2022

KARUMKIT BHAYANGKARA LEMDIKLAT POLRI

dr. RINI AFRIANTI, MKK


PEMBINA TK.I NIP. 197304172002122003
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Stunting atau pendek adalah kondisi gagal tumbuh pada usia dibawah 5 tahun
(balita) akibat kekurangan gizi kronis, infeksi berulang dan stimulasi psikososial yang
tidak memadai (terutama dalam 1.000 hari Pertama Kehidupan, yaitu dari janin hingga
anak berusia 2 tahun). Anak tergolong stunting apabila panjang/tinggi badannya
berada di bawah minus dua standar deviasi panjang/tinggi anak seumurnya.
Wasting atau gizi kurang ialah kurangnya berat badan menurut panjang/tinggi
badan anak (BB/TB), disebabkan karena kekurangan makan/terkena penyakit infeksi
yang terjadi dalam waktu yang singkat (permasalahan gizi akut).
Stunting dan wasting berisiko menghambat pertumbuhan fisik (gagal tumbuh)
dan rentan terhadap penyakit infeksi, juga menghambat perkembangan kognitif dan
motorik yang akan berpengaruh pada tingkat kecerdasan dan produktivitas anak di
masa depan.
Penanggulangan stunting dan wasting penting dilakukan sedini mungkin untuk
menghindari dampak jangka panjang yang merugikan seperti terhambatnya tumbuh
kembang anak. Stunting dan wasting mempengaruhi perkembangan otak sehingga
tingkat kecerdasan anak tidak maksimal. Hal ini berisiko menurunkan produktivitas
pada saat dewasa. Stunting dan wasting juga menjadikan anak lebih rentan terhadap
penyakit. Anak stunting dan wasting berisiko lebih tinggi menderita penyakit kronis di
masa dewasanya. Bahkan, stunting dan wasting dan berbagai bentuk masalah gizi
diperkirakan berkontribusi pada hilangnya 2-3% Produk Domestik Bruto ( PDB) setiap
tahunnya.
Percepatan penurunan stunting dilakukan dengan berbagai upaya, untuk
mencapai prevalensi stunting sebesar 14% pada tahun 2024, pemerintah telah
menetapkan strategi nasional pencegahan stunting dalam 5 pilar yaitu:1) Komitmen
dan visi kepemimpinan, 2) Kampanye nasional dan perubahan prilaku, 3) Konvergensi
program pusat, daerah dan desa, 4) Ketahanan pangan dan gizi, dan 5) Pemantauan
dan evaluasi. Melalui program nasional ini diharapkan program pencegahan dan
penanggulangan stunting dan wasting antar kementerian/ lembaga lebih terkoordinasi.
Upaya penanggulangan stunting dan wasting dilakukan melalui penguatan

5
intervensi gizi spesifik dan sensitif. Lancet (2013) menyatakan bila intervensi gizi
spesifik adekuat 90% akan berkontribusi dalam penurunan stunting sebesar 20%.
Pelayanan Gizi Rumah Sakit merupakan suatu usaha untuk memenuhi
kebutuhan gizi masyarakat di rumah sakit baik rawat inap maupun rawat jalan melalui
tindakan preventif, kuratif, promotif, dan rehabilitatif dalam rangka meningkatkan
kesehatan pasien. Ruang lingkup kegiatan pokok pelayanan gizi di rumah sakit terdiri
dari asuhan gizi pasien rawat inap, asuhan gizi pasien rawat jalan, penyelenggaraan
makanan, penelitian, dan pengembangan gizi.
Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2021
tentang Percepatan Penurunan Stunting maka RS Bhayangkara Lemdiklat Polri telah
melakukan berbagi upaya terutama pelayanan gizi dalam menurunkan prevalensi
stunting dan wasting di RS Bhayangkara Lemdiklat Polri.

B. Tujuan Pedoman
1. Tujuan Umum adalah menurunkan angka prevalensi stunting dan wasting melalui
peningkatan mutu pelayanan instalasi gizi.

2. Tujuan Khusus :

a. Terlaksananya kegiatan Pelayanan Gizi Stunting dan Wasting sesuai


perencanaan dan anggaran kebutuhan bahan makanan, sarana, dan prasarana
di Instalasi Gizi;
b. Penyelenggaraan makanan yang berorientasi pada kebutuhan dan kepuasan
pasien maupun konsumen untuk menunjang pelayanan stunting dan wasting
sesuai standard dan kebijakan Karumkit;
c. Terlaksananya pelayanan Asuhan Gizi Stunting dan Wasting di Ruang Rawat
Inap;
d. Terlaksananya kegiatan penyuluhan gizi dan promosi kesehatan stunting dan
wasting Rumah Sakit;
e. Terlaksananya evaluasi dan pelaporan semua kegiatan;

i. Meningkatkan mutu, cakupan dan efisiensi pelayanan gizi stunting dan wasting
di rumah sakit;

j. Terlaksananya higiene sanitasi, keamanan pangan dan keselamatan kerja

6
C. Ruang Lingkup Pelayanan

Ruang lingkup kegiatan pokok pelayanan gizi di Rumah Sakit Bhayangkara


Lemdiklat Polri ini terdiri dari :
1. Penyelenggaraan Makanan Pasien Rawat Inap
2. Asuhan Gizi Pasien Anak Rawat Inap dengan gangguan gizi
3. Asuhan Gizi Pasien Kebidanan dengan anemia dan kekurangan gizi kronik
4. Asuhan Gizi Pasien Perinatologi dengan gangguan gizi (berat badan dan panjang
badan kurang)
5. Promosi Kesehatan dalam upaya pencegahan stunting dan wasting (Makanan gizi
seimbang bagi Ibu hamil dan menyusui, ASI Eksklusif, Pemberian Makanan bayi
dan anak)

Untuk meningkatkan pelayanan paripurna kepada pasien, maka perlu dibentuk


Tim Asuhan Gizi yang bertugas menyelenggarakan pelayanan rawat inap dan rawat
jalan, termasuk pelayanan klinik gizi yang merupakan bagian dari instalasi rawat
jalan, namun untuk sementara waktu Klinik Gizi di Rumah Sakit Bhayangkara
Lemdiklat Polri belum dapat berjalan dan masih dalam proses.

D. Batasan Operasional
Batasan operasional yang dimaksud merupakan batasan istilah, yang dipandang
sesuai dengan konsep pelayanan gizi.
1. Pelayanan Gizi
Suatu upaya memperbaiki, meningkatan gizi, makanan, dietetik masyarakat,
kelompok dan individu atau klien yang merupakan suatu rangkaian kegiatan
meliputi pengumpulan, pengolahan, analisis, simpulan, anjuran, implementasi, dan
evaluasi gizi, makanan dan dietetik dalam rangka mencapai status kesehatan
optimal dalam kondisi sehat atau sakit.
2. Pelayanan Gizi Rawat Inap
Pelayanan gizi yang dimulai dari proses pengkajian gizi, diagnosis gizi, intervensi
gizi meliputi perencanaan, penyediaan makanan, penyuluhan/edukasi, dan
konseling gizi, serta monitoring dan evaluasi.
3. Pelayanan Gizi Rawat Jalan
Serangkaian proses kegiatan asuhan gizi yang berkesinambungan dimulai dari
assessment/pengkajian gizi, menetapkan diagnosa gizi, melakukan intervensi gizi
dan monitoring evaluasi kepada pasien rawat jalan, dengan implementasi kegiatan
7
berupa konseling/penyuluhan gizi.
4. Terapi Gizi
Pelayanan gizi yang diberikan kepada klien berdasarkan pengkajian gizi, yang
meliputi terapi diet, konseling gizi dan atau pemberian makanan khusus dalam
rangka penyembuhan penyakit pasien. (Nutrition an Diet Theraphy Dictionary,
2004)
5. Asuhan Gizi
Serangkaian kegiatan yang terorganisir/terstruktur yang memungkinkan untuk
identifikasi kebutuhan gizi dan penyediaan asuhan untuk memenuhi kebutuhan
tersebut.
6. Skrining Gizi
Proses dari identifikasi klinik dan penapisan Gizi yang bertujuan untuk
mengidentifikasi pasien/klien yang berisiko, tidak berisiko malnutrisi atau kondisi
khusus.
7. Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT)
Pendekatan sistematik dalam memberikan pelayanan asuhan gizi yang berkualitas
melalui serangkaian aktivitas yang terorganisir meliputi pengkajian data (Nutrition
Assesmen), diagnosa gizi (Nutrition Diagnosis), intervensi (Nutrition Intervention),
dan monitoring evaluasi (Nutrition Monitoring and Evaluation).
8. Dietetik
Integrasi, aplikasi dan komunikasi dari prinsip prinsip keilmuan makanan, gizi
sosial, bisnis dan keilmuan dasar untuk mencapai dan mempertahankan status gizi
yang optimal secara individual, melalui pengembangan, penyediaan dan
pengelolaan pelayanan gizi dan makanan di berbagai area/lingkungan/latar
belakang praktek pelayanan.
9. Gizi Klinik
Suatu ilmu yang mempelajari tentang hubungan antara makanan dan kesehatan
tubuh manusia termasuk mempelajari zat-zat gizi dan bagaimana dicerna, diserap,
digunakan, dimetabolisme, disimpan dan dikeluarkan dari tubuh.
10. Konseling Gizi
Serangkaian kegiatan sebagai proses komunikasi dua arah yang dilasanakan oleh
ahli gizi/dietesienuntuk menanamkan dan meningkatkan pengertian, sikap,dan
perilaku pasien dalam mengenali dan mengatasi masalah gizi sehingga pasien
dapat memutuskan apa yang dilakukannya.

8
11. Penyuluhan Gizi
Serangkaian kegiatan penyampaian pesan-pesan gizi dan kesehatan yang
direncanakandan dilaksanakan untuk menanamkan dan meningkatkan
pengertian, sikap serta perilaku positif pasien/klien dan lingkungannya terhadap
upaya peningkatan status gizi dan kesehatan. Penyuluhan gizi ditujukan untuk
kelompok atau golongan masyarakat masal, dan target yang diharapkan adalah
pemahaman perilau aspek kesehatan dalam kehidupan sehari-hari.
12. Rujukan Gizi
Wewenang yang timbal balik atas pasien dengan masalah gizi, baik secara
vertikal maupun horisontal.
13. Profesi Gizi
Suatu pekerjaan dibidang gizi yang dilaksanakan berdasarkan suatu ilmu (body of
knowledge), memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan yang
berjenjang, memiliki kode etik dan bersifat melayani masyarakat.
14. Standar Profesi Tenaga Gizi
Batasan kemampuan minimal yang harus dimiliki.dikuasai oleh tenaga gizi untuk
dapat melaksanakan pekerjaan dan praktik pelayanan gizi secara professional
yang diatur oleh organisasi profesi.
15. Tenaga Gizi
Setiap orang yang telah lulus pendidikan dibidang gizi sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
16. Sarjana Gizi
Seorang yang gtelah mengikuti dan menyelesaikan minimal pendidikan formal
sarjana gizi (S1) yang diakui pemerintah Republik Indonesia.
17. Nutrisionis/Dietisien
Seorang yang diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang secara penuh untuk
melakukan kegiatan teknis fungsional di bidang pelayanan gizi, makanan dan
dietetik, baik dimasyarakat maupun dirumah sakit dan unit kesehatan lain.
18. Nutrisionis Registered
Tenaga gizi, Sarjana Terapan Gizi dan Sarjana Gizi yang telah lulus uji
kompetensi dan terintregasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
19. Registered Dietisien
Tenaga gizi, Sarjana Terapan Gizi atau Sarjana Gizi yang telah mengikuti

9
pendidikan profesi (internship) dan telah lulus kompetensi serta teregistrasi sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan berhak mengurus ijin memberikan
pelayanan gizi, makanan dan dietetik dan menyelenggarakan praktik gizi mandiri.
20. Teknikal Registered Dietisien
Seorang yang telah mengikuti dan menyelesaikan program diploma tiga gizi
sesuai aturan yang berlaku atau ahli madya gizi yang telah lulus uji kompetensi
dan teregistrasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
21. Tim Asuhan Gizi / Nutrition Suport Tim (Nst) Tim Terapi Gizi (Ttg) / Panitia
Asuhan Nutrisi
Sekelompok tenaga profesi dirumah sakit yang terkait dengan pelayanan gizi
beresiko tinggi/malnutrisi, terdiri dari dokter/dokter spesialis, ahli gizi/dietesien,
perawat, farmasi dan unit pelayanan penunjang yang lain, bertugas bersama
memberikan pelayanan paripurna yang bermutu.
22. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP)
Dokter yang bertanggung jawab dalam penatalaksanaan medis sesuai bidang
spesialisnya. Dalam penatalaksanaan tersebut DPJP memberikan pengobatan
medikamentosa untuk penyakitnya, dan menentukan preskripsi diet awal.
23. Dietetik
Kombinasi penerapan ilmu dan seni pengaturan macam dan jumlah makanan
berdasarkan kondisi kesehatan, kebutuhan gizi dan sosial ekonomi pasien. ilmu
yang dimaksud adalah pengetahuan menganai gizi, kehidupan, dan kondisi
penyakit. Sedangakan seni adalah pengetahuan dari prktek merencanakan dan
menyiapkan/mengolah dan menyajikan makanan yang enak dan menarik untuk
berbagai tingkat ekonomi sehingga orang sehat maupun sakit mau menyantap
makanan dan patuh terhadap diet.
24. Pasien Kondisi Khusus
Pasien yang membutuhkan terapi dietetik untuk memenuhi kebutuhan gizi,
mengontrol kadar biokimia darah/urine terkait penyakitnya dan memperbaiki
status gizi seperti pasien dengan penyakit ginjal kronik/hemodealisis, geriatri,
anak, pasien dengan penurunan imunitas, pasien dengan kemoterapi, pasien
dengan sakit berat, pasien dengan gangguan metbolisme Diabetes Militus,
gangguan fungsi hati, sirosis hepatis, jantung, paru, hiperlipid, dll.
25. Promosi Kesehatan Rumah Sakit
Upaya membudayakan individu, kelompok dan masyarakat untuk memelihara,

10
meningkatkan dan melindungi kesehatan melalui peningkatan pengetahuan,
kemauan dan kemampuan, serta mengambangkan iklim yang mendukung dalam
melakukan perilaku bersih dan sehat yang dilakukan dari, oleh dan masyarakat,
sesuai dengan sosial budaya dan kondisi setempat.
26. Masyarakat Rumah Sakit
Sekelompok orang yang berada di dalam lingungan RS dan terkait dengan
aktifitas RS, terdiri dari pegawai atau karyawan, pasien rawat inap dan
pengunjung poliklinik.
27. Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit
Suatu rangakaian kegiatan mulai perencanaan menu, penerimaan bahan
makanan, penyimpanan, persiapan, produksi/pengolahan bahan makanan,
sampai dengan pendistribusian makanan kepada pasien, serta monitoring dan
evaluasi.
28. Diet
Pengaturan pola dan konsumsi makanan dan minuman yang dibatasi jumlahnya,
dilarang, atau perlu ditambah/diperbolehkan dengan jumlah tertentu disesuaikan
dengan kebutuhan gizi untuk tujuan terapi penyakit yang diderita.
29. Bentuk Makanan
Konsistensi makanan yang berupa makanan cair, makanan saring, makanan
lunak dan makanan biasa.
30. Jenis Diet
Macam diet berdasarkan kelompok penyakit atau zat gizinya seperti Diabetes
Militus, Diet Jantung, Diet Rendah Garam, Diet Rendah Protein, dll.
31. Penerimaan Bahan Makanan
Pemeriksaan, pencatatan dan pelaporan tentang macam, kualitas bahan
makanan sesuai dengan spesifikasi dan pesanan yang ditetapkan.
32. Penyimpanan Bahan Makanan
Tata cara menata, menyimpan, menjaga keamanan bahan makanan kering dan
segar di gudang penyimpanan bahan.
33. Persiapan Bahan Makanan
Kegiatan prapengolahan bahan, meliputi membersihkan, mengupas, memotong,
merendam, mencuci, dll.
34. Pengolahan Makanan
Kegiatan memproses bahan makanan mentah menjadi makanan yang siap

11
dikonsumsi, berkualitas (bergizi dan bercitarasa tingg ) dan aman.

35. Distribusi Makanan


Kegiatan penyaluran makanan sesuai dengan jumlah porsi dan jenis makanan
secara sentralisasi dan desentralisasi di unit produksi makanan dan pantri
selanjutnya dibagikan kepada pasien diruang rawat inap.
36. Makanan Cair
Makanan dalam bentuk cair yang diproduksi oleh unit produksi makanan, dibuat
dari campuran beberapa bahan makanan dengan bahan dasar susu ( untuk
makanan cair biasa/standar ), kacang kedele (untuk pasien tidak tahan susu),
ditambah dengan bahan lain seperti gula, minyak dan lain-lain, untuk mencapai
kandungan gizi yang sesuai standar. Makanan cair yang dibuat sedemikian rupa
sehingga mampu melewati pipa nasogratik
37. Makanan Saring
Makanan semi padat dengan tekstur halus. Makanan pokoknya terbuat dari
tepung beras atau havermut, lauk dan sayurnya dihaluskan dengan blender.
38. Makanan Lunak
Makanan yang memiliki testur yang mudah di kunyah, ditelan dan dicerna
dibanding makanan biasa. Makanan pokoknya beras bisa dibuat bubur atau nasi
tim, lauk dan sayur dimasak sedemikian rupa sehingga tidak keras dan tidak
merangsang, pemasakan tidak digoreng dan tidak pedas.
39. Makanan Biasa
Makanan yang dapat dan biasa dimakan oleh orang sehat pada umumnya.
Bentuk makanan pokoknya berupa nasi, lauk dan sayur beraneka ragam,
bervariasi dengan bentuk, tekstur dan aroma yang normal.
40. Hiegene Makanan
Kondisi dan perlakuan yang diperlukan untuk menjamin kebersihan dan
keamanan makanan.
41. Sanitasi Makanan
Upaya untuk mengendalikan fator kebersihan makanan, meliputi : orang, tempat,
dan perlengkapan masak dan bahan makanan yang dapat atau mungkin dapat
menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan.
42. Mutu Pangan
Nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan, kandungan gizi dan

12
standar terhadap bahan makanan dan minuman.

43. Higiene Sanitasi


Usaha kesehatan preventif yang menitikberatkan kegiatannya pada kesehatan
individu dan upaya pencegahan untuk membebaskan makanan dari bahaya yang
menggangu /merusak kesehatan, mulai dari persiapan sampai makanan
dikonsumsi oleh konsumen.
44. Penelitian Dan Pengembangan Gizi Terapan
Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan guna menghadapi
tantangan dan masalah gizi terapan yang kompleks, dengan tujuan untuk
mencapai kualitas pelayanan gizi rumah sakit secara berdaya guna dan berhasil
guna di bidang pelayanan gizi, penyelenggaraan makanan rumah sakit,
penyuluhan, konsultasi, konseling dan rujukan gizi sesuai kemampuan institusi.
45. Keamanan Pangan
Kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah makanan dari kemungkinan
cemaran biologis, kimiawi, dan benda lain yang dapat menggangu, merugikan dan
membahayakan kesehatan.
46. Stunting
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak berusia dibawah lima tahun
(balita) akibat kekurangan asupan gizi kronis dan infeksi berulang terutama pada
periode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu dari janin hingga anak
berusia 23 bulan. Stunting ditentukan oleh indeks antropometri yang
menggunakan data panjang badan berdasarkan umur (PB/U) untuk anak usia
dibawah 2 tahun dan menggunakan data tinggi badan berdasarkan umur (TB/U)
untuk anak usia 2 tahun ke atas.
47. Gizi kurang (wasting)
Keadaan gizi balita yang ditandai oleh satu atau lebih tanda berikut: i) BB/PB atau
BB/TB berada pada -3 sampai dengan kurang dari -2 standar deviasi (-3 SD sd <-
2 SD); ii) lingkar lengan atas (LiLA) kurang dari 12,5 cm sampai dengan 11,5 cm
pada balita usia 6-59 bulan.
48. Gizi buruk (severe wasting)
Keadaan gizi balita yang ditandai oleh satu atau lebih tanda berikut: i) pitting
edema bilateral, minimal pada kedua punggung kaki; ii) BB/PB atau BB/TB kurang
dari -3 standar deviasi (< -3 SD); iii) lingkar lengan atas (LiLA) < 11,5 cm pada

13
balita usia 6-59 bulan.

49. Formula 75 (F75)


Formula makanan cair terbuat dari susu, gula, minyak dan mineral mix, yang
mengandung 75 kkal (kilo kalori) setiap 100 ml, diberikan kepada balita gizi buruk
pada fase stabilisasi.
50. Formula 100 (F100)
Formula makanan cair terbuat dari susu, gula, minyak dan mineral mix, yang
mengandung 100 kkal setiap 100 ml, diberikan kepada balita gizi buruk pada fase
transisi dan rehabilitasi.
51. RUTF (Ready to Use Therapeutic Food)
RUTF adalah makanan padat gizi yang diperkaya dengan zat gizi mikro untuk
terapi balita gizi buruk sesuai standar WHO.

E. Landasan Hukum

- Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan


- Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu
Eksklusif
- Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 184, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5570);
- Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal
- Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan
Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 193);
- Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2013 tentang Gerakan Nasional
Percepatan Perbaikan Gizi
- Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2013 tentang Pengembangan Anak Usia
Dini Holistik-Integratif
- Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
- Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2017 tentang Kebijakan Strategis Pangan
dan Gizi
- Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional 2020-2024.
14
- Peraturan Menteri Kesehatan No. 15 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penyediaan
Fasilitas Khusus Menyusui Dan/Atau Memerah ASI
- Peraturan Menteri Kesehatan No. 26 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan
Pekerjaan dan Praktek Tenaga Gizi
- Peraturan Menteri Kesehatan No.23 Tahun 2014 tentang Upaya Perbaikan Gizi
- Peraturan Menteri Kesehatan No. 25 Tahun 2014 tentang Upaya Kesehatan Anak
- Peraturan Menteri Kesehatan No. 41 Tahun 2014 tentang Pedoman Gizi
Seimbang
- Peraturan Menteri Kesehatan No. 66 Tahun 2014 tentang Pemantauan
Pertumbuhan, Perkembangan dan Gangguan Tumbuh Kembang Anak
- Peraturan Menteri Kesehatan No. 88 Tahun 2014 tentang Standar Tablet Tambah
Darah Bagi Wanita Subur dan Ibu Hamil
- Peraturan Menteri Kesehatan No. 97 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan
Massa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan dan Masa Sesudah Melahirkan,
Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, Serta Pelayanan Kesehatan Seksual
- Peraturan Menteri Kesehatan No. 21 Tahun 2015 tentang Standar Kapsul Vitamin
A Bagi Bayi, Balita dan Ibu Nifas
- Peraturan Menteri Kesehatan No. 39 Tahun 2016 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga
- Peraturan Menteri Kesehatan No. 51 Tahun 2016 tentang Standar Produk
Suplementasi Gizi
- Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 12 Tahun 2017 tentang Penyenggaraan
Imunisasi
- Peraturan Menteri PPN/ Kepala Bappernas No. 1 Tahun 2018 tentang Rencana
Aksi Pangan dan Gizi
- Peraturan Menteri Kesehatan No. 14 tahun 2019 tentang Teknik Surveilans Gizi
- Peraturan Menteri Kesehatan No. 28 Tahun 2019 tentang Angka Kecakupan Gizi

- Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2020


tentang Standar Antropometri Anak

- Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2021 tentang


Percepatan Penurunan Stunting.

15
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

Pelayanan gizi yang baik menjadi salah satu penunjang rumah sakit dalam
penilaian standar akreditasi untuk menjamin keselamatan paisen yang mengacu pada
The Joint Comission Internasional (JCI) for Hospital Accreditation. Semakin baik
pelayanan gizi yang diberikan oleh rumah sakit, maka semakin baik pula standar
akreditasi rumah sakit tersebut. Hal ini dapat terlaksana bila tersedia tenaga gizi yang
profesional dalam memberikan pelayanan gizi.
Manajemen penyelenggaraan makanan pada suatu institusi yang khususnya pada
pengolahan makanan bertujuan untuk memberikan dan menyediakan makanan bagi
konsumen/pasien dengan sebaik-baiknya dari segi kualitas atau kuantitas sesuai dengan
kebutuhan konsumen/pasien. Untuk menciptakan suatu kondisi pengolahan makanan
institusi yang berkualitas maka perlu disusun pengorganisasian seluruh unsur dalam
penyelnggaraan makanan. Dalam upaya menjamin pelaksanaan pelayanan gizi yang
optimal dirumah sakit diperlukan adanya standar kebutuhan tenaga gizi secara lebih rinci
yang memuat jenis dan jumlah tenaga.
Tenaga merupakan salah satu sumber daya penting karena menjadi kunci dalam
keberhasilan kegiatan penyelenggaraan makanan di Rumah Sakit. Berbagai fungsi
dalam manajemen Sumber Daya Manusia meliputi fungsi perencanaan, dan penentuan
kebutuhan staff (Staffing), Rekruitmen, Seleksi, pengembangan dan pembinaan karir,
penilaian kinerja serta sistem imbal jasa.
Suatu organisasi dalam Instalasi Gizi di Rumah Sakit seyogyanya menjamin bahwa
pembagian tugas didalamnya baik secara vertikal ataupun horizontal terjamin dan tetap,
dan untuk menjamin tujuan yang sama maka diperlukan kerjasama yang baik dalam
organisasi tersebut. Instalasi Gizi RS Bhayangkara Lemdiklat Polri dimanajeri oleh
seorang kepala Instalasi yang mempunyai tugas mengatur agar sistem penyelenggaraan
makanan di RS Bhayangkara Lemdiklat Polri berjalan lancar. Kepala Instalasi Gizi
mengepalai seluruh tenaga yang ada di Instalasi Gizi RS Bhayangkara Lemdiklat Polri.
A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia
Agar pelayanan gizi dapat terselenggarakan dengan mutu yang dapat
dipertanggungjawabkan, maka pelayanan Gizi harus dilakukan oleh tenaga
yang profesional.

16
Tabel Kualifikasi Sumber Daya Manusia
No Nama Jabatan Pendidikan Sertifikasi
1 Kepala Instalasi D3-Gizi - Ijazah D3 Gizi
Gizi - STR, SIP
- Sertifikat seminar, workshop
gizi
2 Pelaksana D3-Gizi - Ijazah D3 Gizi
Asuhan Gizi - STR, SIP
Ruang Rawat - Sertifikat pelatihan, seminar,
Inap workshop gizi
3 Juru Masak SMA/SMK Tata Ijazah SMA/SMK Tata Boga
Boga

Distribusi Ketenagaan

Nama Jabatan Jumlah Kebutuhan Tenaga yang ada Keterangan

Kepala Instalasi 1 1 Cukup


Ahli gizi 4 1 Kurang
Juru masak 3 2 Kurang
Persiapan 2 1 Kurang
Penyaji 2 x 2 shift = 4 1 Kurang
TOTAL 14 6 Kurang

B. Pengaturan Jaga
NO. NAMA JABATAN WAKTU KERJA JUMLAH SDM
1. Kepala Instalasi Senin – Sabtu
Pagi : Pkl 07.00 - 15.00 1
Sore : Pkl 13.00 – 21.00

2. Ahli gizi rawat inap Senin - Sabtu


Pagi : Pkl 07.00 - 15.00 1
Sore : Pkl 13.00 – 21.00
3. Petugas Produksi Shift pagi
05.30 – 14.00
2
Shift siang
14.00 – 21.00

17
NO. NAMA JABATAN WAKTU KERJA JUMLAH SDM
4. Petugas Persiapan Shift pagi
1
Pkl 05.30 - 14.00
5. Petugas Distribusi Shift pagi
1
Makanan Pasien Pkl 05.30 - 14.00
C. Pengaturan Jaga Karyawan Gizi
a. Pengaturan jadwal dinas karyawan gizi dibuat dan dipertanggungjawabkan oleh
Kepala Instalasi Gizi.
b. Jadwal dinas dibuat untuk jangka waktu satu bulan dan langsung di realisasikan
ke karyawan gizi setiap satu bulan sekali.
c. Untuk karyawan gizi yang memiliki keperluan penting pada hari tertentu, maka
karyawan tersebut dapat mengajukan permintaan dinas. Dan apabila tenaga
cukup dan berimbang serta tidak menganggu pelayanan, maka permintaan akan
di setujui dan di sesuaikan dengan kebutuhan tenaga yang ada.
d. Jadwal dinas terbagi atas : Dinas pagi, Dinas Siang, Libur, dan Cuti.
e. Apabila ada karyawan gizi karena sesuatu hal sehingga tidak dapat jaga sesuai
jadwal yang telah di tetapkan, maka karyawan yang bersangkutan harus
memberitahukan sebelumnya kepada Kepala Instalasi Gizi minimal 1 hari
sebelum jadwal dinas.
D. Pembinaan Karyawan Gizi
a. Evaluasi
Evaluasi karyawan gizi instalasi RS. Bhayangkara Lemdiklat Polri ini
menggunakan Formulir Penilaian kinerja berkala setiap 1 tahun sekali. Tujuan
evaluasi ini adalah sebagai salah satu bagian dalam promosi pegawai, rotasi
tugas, mutasi karyawan atau sebagai pemberian sanksi.
b. Pendidikan dan Pelatihan
Tujuan pendidkan dan pelatihan bagi karyawan gizi adalah untuk:
1) Peningkatan Kinerja.
2) Peningkatan pengetahuan dan wawasan ilmiah.
3) Peningkatan keterampilan.
4) Perubahan sikap dan perilaku yang positif terhadap pekerjaan.
Jenis pendidikan dan pelatihan di Instalasi Gizi RS Bhayangkara Lemdiklat
Polri ini mencakup pendidikan dan pelatihan non formal (Internal maupun
Eksternal), yaitu :
18
1) Orientasi Karyawan Baru
Tujuan:
Mempersiapkan calon karyawan gizi dalam mengenal lingkungan tempat
bekerja, sistem yang ada di pelayanan gizi, serta tugas yang akan di lakukan
sehingga diharapkan calon karyawan gizi dapat menghayati hal-hal yang akan di
hadapi termasuk yang berkaitan dengan tugasnya dan tujuan unit pelayanan
gizi.
2) Seminar
Tujuan:
Meningkatkan kapasitas dan wawasan keilmuan karyawan gizi agar menjadi
tenaga yang lebih profesional sehingga mampu meningkatkan kinerja pelayanan
gizi di tempatnya bekerja. Selain itu, juga akan mempengaruhi jenjang karier
yang sesuai dengan keprofesiannya.
3) Pelatihan
Pelatihan dalam rangka meningkatkan kompetensi tenaga gizi yang
dilaksanakan melalui pelatihan internal dan eksternal bagi karyawan gizi RS
Bhayangkara Lemdiklat Polri.
Pelatihan bagi karyawan gizi bertujuan untuk:
1) Peningkatan kinerja karyawan gizi baik mengenai tanggung jawab maupun
hak dan kewajibannya dalam penyelenggaraan makan pasien di Instalasi
Gizi RS Bhayangkara Lemdiklat Polri
2) Mempersiapkan karyawan gizi untuk menjadi tenaga professional yang
handal sehingga dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan
lingkungannya
3) Diharapkan dapat merubah prilaku positif yang dapat meningkatkan citra
pelayanan gizi di unit kerja masing masing.

19
BAB III
STANDAR FASILITAS

A. DENAH RUANGAN (Denah Terlampir)


B. STANDAR FASILITAS
Agar kegiatan penyelenggaraan makanan di Instalasi Gizi RS Bhayangkara
Lemdiklat Polri dapat berjalan optimal, maka perlu di dukung dengan sarana,
peralatan, dan perlengkapan yang memadai untuk Ruang Penyelengaraan Makanan
di Instalasi Gizi.
1. Fasilitas di Ruang Penyelenggaraan Makanan
Agar penyelenggaraan makanan dapat berjalan optimal maka ruangan,
peralatan, dan perlengkapannya perlu di rencanakan dengan baik dan benar.
Dalam merencanakan sarana bangunan untuk instalasi gizi rumah sakit di
perlukan Tim Perencana yang bertanggungjawab dalam mewujudkan hasil
perencanaan instalasi gizi yang semaksimal mungkin sehingga memenuhi
kegunaan yang tinggi.
Pembuatan Instalasi Gizi RS Bhayangkara Lemdiklat Polri pada awalnya hanya
meggunakan bangunan yang ada di bantu oleh tim Design dan tim Proyek dari
pihak rumah sakit sehingga menjadi dapur gizi seperti sekarang ini.
a. Fasilitas Ruang Penyelengaraan Makanan Yang Ada di Instalasi Gizi RS
Bhayangkara Lemdiklat Polri
Terdiri dari :
1) Ruang Penerimaan Bahan Makanan
Ruangan ini digunakan untuk penerumaan bahan makanan dan
mengecek kualitas serta kuantitas bahan makanan. Letak ruangan ini
berada di ujung lorong rumah sakit, sehingga mudah untuk dicapai.
Terdapat Trolley dan timbangan di ruangan ini.
2) Ruang Penyimpanan Bahan Makanan
Di instalasi gizi RS Bhayangkara Lemdiklat Polri ini terdapat 2 jenis
penyimpanan bahan makanan, yaitu penyimpanan bahan makanan
segar yang terdiri dari 3 lemari es, 1 Freezer serta penyimpanan bahan
makanan kering.
Macam peralatan dan perlengkapan :
 Rak Bahan Makanan

20
 Lemari Es
 Freezer
 Rice Box
3) Tempat Persiapan Bahan Makanan
Tempat ini dipergunakan untuk mempersiapkan bahan makanan dan
bumbu meliputi kegiatan membersihkan, mencuci, mengupas,
menumbuk, menggiling, memotong, mengiris, sebelum bahan makanan
di masak. Di tempat persiapan bahan makanan Instalasi RS
Bhayangkara Lemdiklat Polri ini dilengkapi dengan tempat pencucian
bahan makanan dari stainless stell sebelum bahan makanan dimasak
atau di simpan di tempat penyimpanan.
Macam persalatan dan perlengkapan:
 Talenan
 Lemari Kayu
 Blender
 Mixer
 Timbangan
 Bak cuci
 Pisau
 Baskom
 Cobek
 Tempat Sampah
4) Tempat Pemasakan
Tempat pemasakan di instalasi gizi RS Bhayangkara Lemdiklat Polri ini
menggunakan kompor gas biasa 2 tungku sebanyak 2 buah.
Macam peralatan dan perlengkapan
 Oven
 Magic Com
 Kompor Gas 2 Tungku
 Gas besar
 Edhousevan
 Toaster
 Penggorengan
21
 Panci
 Cetakan Agar
 Lemari Alat
 Spatula
 Bak Cuci
5) Tempat Penyajian Makanan
Tempat penyajian makanan di Instalasi Gizi RS Bhayangkara Lemdiklat
Polri ini dilengkapi dengan 2 meja Kayu Besar..
Macam peralatan dan perlengkapan :
 Meja Kayu
 Lemari Kayu
 Plastik pembungkus makanan
 Nampan
 Peralatan makan
 Trolley dorong
6) Pendistribusian Makanan
Pendistribusian makanan pasien menggunakan 1 troli bersih dan untuk
penarikan peralatan makan pasien menggunakan 1 troli kotor.
7) Tempat Pencucian dan Peyimpanan Alat
Macam peralatan dan perlengkapan:
 Bak Cuci
 Rak Peralatan
 Tempat Sampah
 Sabun cuci piring
8) Tempat Pencucian Peralatan
Tempat pencucian peralatan makan pasien di Instalasi Gizi RS
Bhayangkara Lemdiklat Polri ini
 Terdapat 2 bak pencucian dari stainless steel
 Air yang mengalir cukup banyak
 Terletak terpisah dengan ruang pencucian bahan makanan serta
peralatan
 Adanya sabun serta sikat
 Adanya rak atau penyimpanan sementara yang bersih
22
9) Tempat Pembuangan Sampah
Di Instalasi Gizi RS Bhayangkara Lemdiklat Polri terdapat tempat
pembuangan sampah sebanyak 3 buah dimana sampah yang terkumpul
akan segera di buang 3 kali sehari ke 2 tempat pembuangan sampah
besar yang di bedakan antara sampah medis dan non-medis yang
berada di luar bangunan rumah sakit.
 Sampah dari dapur gizi di ikat dan dibuang menggunakan kantong
plastik besar berwarna hitam ke tempat pembuangan sampah non-
medis.
 Sampah sisa makanan pasien di ikat dan di buang menggunakan
plastik sedang berwarna hitam ke tempat pembuangan sampah non-
medis.
Macam peralatan dan perlengkapan:
 Sapu
 Pel
 Plastik
 Bak sampah
 Locker
10) Dapur Susu
Ruangan ini berfungsi untuk membuat makanan cair untuk pasien di RS
Bhayangkara Lemdiklat Polri Polri
Macam peralatan dan perlengkapan:
 Meja Kerja
 Blender
 Dispenser
 Termos Air Panas
 Freezer
 Bak Cuci

b. Sarana Fisik Instalasi Gizi RS Bhayangkara Lemdiklat Polri


Hingga saat ini, instalasi gizi RS Bhayangkara Lemdiklat Polri merupakan
lokasi atau ruangan yang tersisa, walaupun demikian kami tetap merancang
secara keseluruhan sehingga fasilitas atau ruangan yang di butuhkan ada di

23
instalasi gizi. Selain itu, di tambah dengan sarana fisik dapur gizi yang
lengkap sehingga tidak mempengaruhi efisiensi kerja pelayanan makanan di
RS Bhayangkara Lemdiklat Polri ini.
Sarana Fisik Instalasi Gizi RS Bhayangkara Lemdiklat Polri:
1) Berada di dalam rumah sakit dan memiliki akses sendiri sehingga mudah
dicapai untuk pengiriman bahan makanan.
2) Letaknya berada di lantai 1 (satu) bersebelahan dengan tangga
perawatan sehingga mudah di capai dari semua ruang perawatan,
mengingat bangunan ini di buat bertingkat.
3) Selain itu jauh dari kamar perawatan, sehingga kebisingan dan keributan
di tempat pengolahan tidak menganggu ruangan lainnya.
4) Letaknya tidak berdekatan dengan tempat pembuangan sampah, ruang
cuci laundry, kamar jenazah maupun lingkungan yang tidak memenuhi
syarat kesehatan.
5) Pintu masuk instalasi gizi di bedakan menjadi 2. Yaitu pintu bersih dan
kotor.
6) Penerangan dalam instalasi gizi RS Bhayangkara Lemdiklat Polri
menggunakan lampu di bantu dengan 2 blower besar di lengkapi dengan
exhouse fan yang cukup untuk menyedot asap , bau makanan, uap
lemak, hawa panas, keluar sehingga ruangannya tidak terlalu panas dan
terdapatnya sirkulasi udara yang baik.
7) Langit-langit tertutup. Dinding mempergunakan porselen sehingga
mudah di bersihkan, tahan terhadap cairan, dan memantulkan cahaya
yang cukup bagi ruangan.
8) Lantai mempergunakan keramik sehingga mudah di bersihkan, tidak
membahayakan, tidak licin, tidak menyerap air.
9) Kran pencucian yang ada di ruang instalasi gizi RS Bhayangkara
Lemdiklat Polri terdapat 4 buah dimana 2 buah berada di tempat
persiapan bahan makan, 1 buah di tempat pengolahan, dan 1 buah di
dapur susu.

c. Arus Kerja Instalasi Gizi RS Bhayangkara Lemdiklat Polri


1) Bahan makanan basah maupun kering yang datang, di terima dan di
periksa dari segi kualitas dan kuantitas barangnya apakah sudah sesuai

24
dengan pesanan bahan makanan yang telah di tentukan.
2) Kemudian di lanjutkan ke ruang persiapan untuk di bersihkan dan di
simpan ke tempat penyimpanan sesuai dengan jenis masing masing
barang.
3) Bahan makanan yang sudah di bersihkan di lanjutkan ke ruang
pemasakan. Masakan yang sudah matang di simpan terlebih dahulu di
tempat penyimpanan makanan tertutup sampai waktunya untuk
penyajian makanan. Setelah penyajian makanan sesuai dengan etiket
makan masing masing pasien yang di buat yang berisi nama pasien,
tanggal lahir pasien dan diet yang sesuai dengan kebutuhan dan pola
kebiasaan makan, maka langsung dimasukkan ke dalam trolly bersih
stainless steel tertutup untuk di distribusikan langsung ke pasien.
Arus Kerja Penyelenggaraan Makanan di Instalasi Gizi RS Bhayangkara Lemdiklat Polri

Penerimaan

Penyimpanan Bahan Penyimpanan Bahan


Makanan Segar Makanan Kering

Persiapan

Pemasakan

Pembuangan
Sampah Sementara
Penyajian Makanan

Distribusi Makanan

Pembuangan
Sampah Akhir
Pencucian Alat

25
BAB IV

TATALAKSANA PELAYANAN

A. TAHAPAN PELAKSANAAN
1. Penerimaan klien

2. Informed consent

3. Pemeriksaan antropometri

a. Penyampaian hasil pemeriksaan antropometri bukan stunting dan wasting :


 Memberikan apresiasi kepada keluarga telah menjaga status gizi dan
tumbuh kembang anak
 Memberikan dukungan kepada keluarga untuk selalu rutin melakukan
pemeriksaan antropometri anak

b. Penyampaian hasil pemeriksaan antropometri stunting/wasting :

 Perhatikan komunikasi non verbal saat memanggil keluarga pasien

 Pastikan keluarga pasien memahami pengertian stunting/wasting


 Lakukan secara jelas dan langsung dalam menyampaikan hasil
pemeriksaan dan rencana tatalaksana yang dibutuhkan
4. Rujukan

a. Bila hasil pemeriksaan antropometri pasien termasuk stunting/wasting


maka dilakukan pemeriksaan komprehensif untuk skrining komplikasi
yang ada pada pasien dan melaporkan hasil pemeriksaan kepada
DPJP
b. Pengobatan pasien stunting/wasting dengan komplikasi berat (penyakit
jantung bawaan, kelainan kongenital) di rujuk ke RS Bhayangkara TK I
Raden Said Soekanto
5. Manajemen Komprehensif Stunting dan Wasting

Rumah Sakit memiliki tugas pokok dan fungsi utama yaitu membina
kesehatan wilayah, melaksanakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya
kesehatan perorangan,serta manajemen Rumah Sakit sendiri.Penanganan
stunting merupakan upaya kesehatan yang melibatkan kesehatan perorangan,
masyarakat dan juga pentingnya kolaborasi lintas sektoral, sehingga sangat
26
tepat Rumah Sakit menjadi ujung tombak penanganan stunting.

Upaya penurunan stunting dilakukan melalui 2 (dua) pendekatan upaya


promotif dan preventif, yaitu intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif
yang harus dilakukan oleh sektor kesehatan bekerjasama dengan sektor-sektor
lain.Stunting disebabkan oleh masalah multifaktorial, sehingga penanganannya
pun sangat membutuhkan kerjasama intersektoral.

a. Pencegahan Gizi Buruk


1. Prinsip umum pencegahan gizi buruk:
1) Penyiapan kesehatan dan status gizi ibu hamil dilakukan sejak masa
remaja dan selanjutnya saat usia subur.
 Menerapkan pola hidup sehat bergizi seimbang untuk memenuhi
kebutuhan gizi dan mencegah terjadinya Kekurangan Energi
Kronis (KEK).
 Konsumsi Tablet Tambah Darah (TTD).
 Mendapatkan konseling pranikah.
 Mencegah pernikahan dini dan kehamilan pada remaja.
 Meningkatkan kepesertaan Keluarga Berencana (KB).
 Menerapkan praktik higiene dan sanitasi personal serta
lingkungan.
2) Ibu hamil mendapat pelayanan antenatal care (ANC) terpadu
berkualitas sesuai standar, penerapan standar pelayanan minimal,
deteksi dini dan penanganan adekuat, pola hidup sehat dan gizi
seimbang termasuk konseling.
3) Peningkatan status gizi dan kesehatan, tumbuh kembang serta
kelangsungan hidup anak melalui strategi Pemberian Makan Bayi dan
Anak (PMBA) yang dilakukan dengan praktik “Standar Emas Makanan
Bayi dan Anak”.
 Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
 ASI Eksklusif (0-6 Bulan)
 Pemberian MP ASI mulai usia 6 bulan
 Pemberian ASI diteruskan sampai usia 2 tahun atau lebih
Selain itu, dilanjutkan dengan pemberian makan anak usia 24–59
bulan yang bergizi seimbang untuk memenuhi kebutuhan gizi bagi
27
tumbuh dan kembang anak. Balita harus dipantau pertumbuhan dan
perkembangannya secara rutin serta diberikan pola asuh yang tepat.
Balita juga harus mendapatkan stimulasi perkembangan dan
imunisasi lengkap sesuai dengan usianya seperti yang tercantum
dalam buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).
4) Penapisan massal untuk menemukan hambatan pertumbuhan dan
perkembangan pada balita di tingkat masyarakat, dilakukan secara
berkala melalui bulan penimbangan dengan target cakupan penapisan
100%.
5) Perhatian khusus diberikan kepada bayi dan balita dengan faktor
risiko akan mengalami kekurangan gizi, misalnya:
 Bayi yang dilahirkan dari ibu dengan kurang energi kronis (KEK)
dan/ atau ibu usia remaja, bayi yang lahir prematur, bayi berat
lahir rendah (BBLR), kembar, lahir dengan kelainan bawaan.
 Balita dengan infeksi kronis atau infeksi akut berulang dan adanya
sumber penularan penyakit dari dalam/ luar rumah atau gangguan
kekebalan tubuh.
 Balita yang berasal dari keluarga dengan status sosio-ekonomi
kurang.
 Balita berkebutuhan khusus.
 Balita yang berada di lingkungan yang terkendala akses air
bersih, dan/ atau higiene dan sanitasi yang buruk.
6) Dukungan program terkait
7) Dukungan lintas sektor
b. Pencegahan Gizi Buruk pada Bayi < 6 Bulan
Proses terjadinya gizi buruk pada bayi di bawah usia 6 (enam) bulan dapat
dialami sejak dalam kandungan. Pencegahan gizi buruk pada kelompok ini
dimulai sejak kehamilan sampai pada masa menyusui serta faktor lainnya.
Pencegahan jangka pendek adalah dengan melakukan IMD dan
memberikan ASI Eksklusif serta pemantauan pertumbuhan dan
perkembangan sejak awal kehidupan, pemeriksaan neonatal esensial
dengan pendekatan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) menggunakan
formulir pencatatan bayi muda umur < 2 bulan. Apabila ditemukan gangguan
pertumbuhan dan atau perkembangan, penyakit/ kelainan bawaan, maka
28
bayi perlu segera dirujuk untuk mendapatkan pelayanan yang adekuat dan
tepat.

c. Pencegahan Gizi Buruk pada Balita 6 - 59 Bulan


1. PMBA sesuai rekomendasi
Kapasitas lambung balita usia 6-23 bulan masih kecil yaitu 25-30 ml/kg
(Bergman, 2013) sehingga belum dapat menampung makanan dalam
jumlah besar. MP ASI yang diberikan harus berupa makanan padat gizi
sesuai dengan kebutuhan anak dengan volume yang tidak terlalu besar.
Minyak/ lemak merupakan sumber energi yang efisien yang dapat
memberi tambahan energi bagi MP ASI tanpa memperbesar jumlah/
volume makanan. Berbagai jenis minyak/ lemak antara lain, minyak
kelapa, minyak wijen, margarin, mentega, dan santan. Proporsi lemak
yang dianjurkan agar MP ASI menjadi makanan padat gizi adalah sebesar
30-45% dari total kebutuhan energi per hari (Ann Nutr Metab 2018;73
(suppl 1): 27–36).
Berikut ini kebutuhan energi pada balita usia 6-59 bulan:
 Balita usia 6-8 bulan: 600 kkal/hari dengan porsi ASI 60-70%, MP ASI
200 kkal dan kandungan lemak 30-45% dari kebutuhan energi.
 Balita usia 9-11 bulan: 800 kkal/hari dengan porsi ASI 60-70%, MP
ASI 300 kkal dan kandungan lemak 30-45% dari kebutuhan energi.
 Balita usia 12-23 bulan: 1100 kkal/hari dengan porsi ASI 30-40%, MP
ASI 550 kkal dan kandungan lemak 30-45% dari kebutuhan energi.
 Balita usia 24-59 bulan: kebutuhan energinya adalah 90 kkal/kg BB,
porsi lemak 30-35% dari kebutuhan energi dan sisanya dipenuhi dari
protein dan karbohidrat.

29
2. Pencegahan Penyakit
Upaya pencegahan penyakit, antara lain dilakukan dengan pemberian
imunisasi dasar lengkap, menyediakan jamban keluarga, sumber air
bersih serta menjaga kondisi lingkungan dari polusi termasuk polusi
industri, asap kendaraan bermotor dan asap rokok.
d. Alur Penapisan Balita Gizi Buruk/Kurang
Alur Penapisan Balita Gizi Buruk/Kurang dan Jenis Layanan yang
diperlukan;
1. Rawat jalan untuk: balita usia 6-59 bulan dengan gizi buruk tanpa
komplikasi. Layanan ini dilakukan di fasilitas kesehatan tingkat pertama/
Puskesmas.
2. Rawat inap untuk:
a. Bayi < 6 bulan dengan gizi buruk (dengan atau tanpa komplikasi);
b. Balita gizi buruk usia 6-59 bulan dengan komplikasi dan/ atau
penyakit penyerta yang memerlukan rawat inap;
c. Semua balita diatas 6 bulan dengan berat badan < 4 kg. Rawat
inap dilakukan di Puskesmas perawatan yang mampu memberi
pelayanan balita gizi buruk dengan komplikasi (kecuali pada bayi <
6 bulan harus di rumah sakit), Therapeutic Feeding Centre, RS
pratama, serta RS tipe C, B dan A. Pada rawat inap, keluarga tetap
berperan mendampingi balita yang dirawat.
e. Tatalaksana Stunting dan Wasting
30
Layanan rawat inap untuk semua bayi berusia kurang dari 6 bulan dengan gizi
buruk (dengan/tanpa komplikasi) dan balita 6-59 bulan dengan komplikasi: rawat
inap dapat dilakukan di rumah sakit atau puskesmas rawat inap untuk terapi fase
stabilisasi.
Pelayanan Rawat Inap
Ada dua jenis protokol dalam rawat inap balita dengan gizi buruk sebagai
berikut:
1. Balita gizi buruk usia 6-59 bulan dengan tanda berikut:
- Edema pada seluruh tubuh (edema derajat +3)
- Skor Z BB/PB atau BB/TB<-3 SD
- berat kurang dari 4 kg
- LiLA < 11,5 Cm
- ada komplikasi
Komplikasi yang dimaksud
- anoreksia
- dehidrasi berat (muntah terus menerus, diare)
- letargi atau penuruan kesadaran
- demam tinggi
- pneumonia berat (sulit bernafas atau bernafas cepat)
- anemia berat

Rawat Inap pada Balita 6-59 Bulan Gizi Buruk


Tujuan rawat inap bagi balita gizi buruk dengan komplikasi dan bayi di atas 6
bulan dengan berat badan kurang dari 4 kg sebagai berikut.
a. Mengupayakan stabilisasi kondisi balita dengan mengembalikan
metabolisme untuk keseimbangan elektrolit, normalisasi metabolisme dan
mengembalikan fungsi organ.
b. Menangani komplikasi, yaitu penyakit infeksi dan komplikasi lainnya.
c. Memberikan makanan bergizi untuk mengejar pertumbuhan, yang
dilakukan secara perlahan dan ditingkatkan dengan hati-hati agar tidak
membebani sistem.
d. Memberikan layanan rehabilitasi gizi lengkap.
e. Memberikan layanan rujukan rawat inap kepada balita gizi buruk yang
semula menjalani rawat jalan.

Penilaian ketika masuk ke layanan rawat inap


Penilaian awal difokuskan pada hal-hal berikut:
a. Penegakan diagnosis komplikasi/penyakit penyerta yang mengancam jiwa
dan segera lakukan layanan darurat untuk mengatasinya
b. Konfirmasi status gizi buruk dengan pengukuran BB, PB atau TB, dan LiLA
sebagai data awal untuk pemantauan selanjutnya. Setelah itu dilakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik lengkap serta tindakan lainnya
berdasarkan 10 langkah tatalaksana gizi buruk.
c. Hasil pemeriksaan dicatat pada rekam medis pasien (Lampiran 5 a) dan
bagan rawat inap.

Tiga fase dalam terapi rawat inap

31
Terdapat tiga fase dalam tatalaksana rawat inap, yaitu:
a. Fase Stabilisasi;
b. Fase Transisi;
c. Fase Rehabilitasi.

Dalam ketiga fase itu terdapat 10 tindakan pelayanan rawat inap untuk balita
gizi buruk yang perlu dilakukan

32
BAB V
LOGISTIK

A. LOGISTIK
Kebutuhan anggaran kegiatan pelayanan penganggulangan Stunting
dan Wasting di dukung dari anggaran BLU Rumah Sakit Bhayangkara
Lemdiklat Polri.

33
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

A. KESELAMATAN PASIEN
Kewaspadaan merupakan upaya pencegahan infeksi yang mengalami
perjalanan panjang. Mulai dari infeksi nosokomial yang menjadi ancaman bagi
petugas kesehatan dan pasien. Seperangkat prosedur dan pedoman yang
dirancang untuk mencegah terjadinya infeksi pada tenaga kesehatan dan juga
memutus rantai penularan ke pasien. Terutama untuk mencegah penularan
melalui darah dan cairan tubuh,seperti: HIV dan HBV → juga patogen lain.
Prinsip Kewaspadaan Umum dijabarkan dalam kegiatan pokok yaitu :

1. Cuci tangan guna mencegah infeksi silang

Cuci tangan dilakukan :

a. Setelah menyentuh darah, cairan tubuh, sekresi dan bahan


terkontaminasi lain.

b. Segera setelah melepas sarung tangan.

c. Diantara kontak dengan pasien


d. Tidak direkomendasikan mencuci tangan saat masih memakai sarung
tangan

e. Cuci tangan 6 langkah.

f. Prosedur terpenting untuk mencegah tranmisi penyebab infeksi

g. Antiseptik dan air mengalir atau handrub

2. Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD)

a. Sarung Tangan

b. Masker

c. Kaca Mata/ Goggle

d. Gaun/Jubah/Apron

e. Pelindung Kaki (Sendal tertutup)

34
3. Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai (Dekontaminasi, Sterilisasi,
Disinfeksi)
a. Dekontaminasi : Suatu proses menghilangkan mikroorganisme
patogen dan kotoran dari suatu benda sehingga aman untuk
pengelolaan alkes bekas pakai
b. Pencucian : Proses secara fisik untuk menghilangkan kotoran
terutama bekas darah, cairan tubuh dan benda asing lainnya seperti
debu, kotoran yang menempel di kulit atau alat kesehatan
c. Disinfeksi : Suatu proses untuk menghilangan sebagian
mikroorganisme
d. Disinfeksi Tingkat Tinggi = DTT

1) Suatu proses untuk menghilangan mikroorganisme dari alat


kesehatan kecuali beberapa endospora bakteri
2) Alternatif penanganan alkes apabila tdk tersedia
sterilisator atau tdk mungkin dilaksanakan.
3) Dapat membunuh Mikroorganisme (hep B, HIV), namun tdk
membunuh endospora dengan sempurna seperti tetanus.
e. Sterilisasi

Suatu proses untuk menghilangkan seluruh mikroorganisme termasuk


endospora bakteri dari alat kesehatan. Cara yang paling aman utk
pengolaan alkes yang berhubungan langsung dengandarah.

35
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

A. KESELAMATAN KERJA
Seluruh petugas wajib mentaati semua prosedur kerja (termasuk
optimalisasi penerapan Kewaspadaan Universal Precaution) yang sudah
ditetapkan oleh rumah sakit bila terjadi kecelakaan kerja maka akan dilakukan
tindak lanjut sesuai prosedur terpapar pajanan oleh Tim PPI dan K3.

36
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

A. PENGENDALIAN MUTU
Melakukan pengkajian SDM. Hasil / capaian yang didapat dilakukan
analisis tindak lanjut untuk mendapatkan capaian yang maksimal; dengan
melakukan pembahasan bersama semua pelaksana unit kerja terkait / staf
untuk mendapatkan solusi / jalan keluar terkait dengan mutu pelayanan
rumah sakit.

37
BAB X
PENUTUP

Demikian pedoman ini disusun agar dapat dipergunakan sebagai


acuan dalam memberikan pelayanan terkait penanggulangan Stunting dan
Wasting di RS Bhayangkara Lemdiklat Polri dan senantiasa akan dilakukan
revisi sebagai bentuk penyesuaian dengan perkembangan yang ada.

Jakarta, September 2022


Mengetahui,
KARUMKIT BHAYANGKARA LEMDIKLAT POLRI

dr. RINI AFRIANTI, MKK


PEMBINA TK. I NIP. 197304172002122003

38

Anda mungkin juga menyukai