Anda di halaman 1dari 25

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

RUMAH SAKIT BHAYANGKARA

PEDOMAN
PELAYANAN STUNTING DAN WASTING

Jakarta, September 2022


DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI.............................................................................................................. i

KEP PEMBERLAKUAN PEDOMAN PELAYANAN STUNTING DAN WASTING............... ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1

BAB II STRUKTUR ORGANISASI ........................................................................ 4

BAB III FASILITAS................................................................................................. 6

BAB IV TATALAKSANA PELAYANAN................................................................... 7

BAB V LOGISTIK .................................................................................................. 8

BAB VI KESELAMATAN PASIEN .......................................................................... 9

BAB VII KESELAMATAN KERJA............................................................................ 11

BAB VIII PENGENDALIAN MUTU ........................................................................... 12

BAB X PENUTUP.................................................................................................. 13

i
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
RUMAH SAKIT BHAYANGKARA

KEPUTUSAN KARUMKIT BHAYANGKARA LEMDIKLAT POLRI


NOMOR : KEP / / IX / 2022

TENTANG

PEMBERLAKUAN PEDOMAN PELAYANAN STUNTING DAN WASTING


RUMAH SAKIT BHAYANGKARA LEMDIKLAT POLRI

KARUMKIT BHAYANGKARA LEMDIKLAT POLRI

Menimbang : Bahwa dalam rangka kelancaran program Pelayanan Stunting


dan Wasting Rumah Sakit Bhayangkara Lemdiklat Polri, maka
dipandang perlu menetapkan keputusan.

Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009


tentang Kesehatan;

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009


tentang Rumah Sakit;

3. Peraturan Kapolri Nomor 11 Tahun 2011 tanggal 30 Juni 2011


tentang Susunan Organisasi dan tata Kerja Rumah Sakit
Bhayangkara Kepolisian Negara Republik Indonesia;

4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga


Kesehatan;

5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2


Tahun 2020 tentang Standar Antropometri Anak;

6. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2021


tentang Percepatan Penurunan Stunting.

Memperhatikan : Peraturan Kapolri Nomor 11 Tahun 2011 tanggal 30 Juni 2011


1. tentang Susunan Organisasi dan tata Kerja Rumah Sakit
Bhayangkara Kepolisian Negara Republik Indonesia;

Saran dan pertimbangan staf Rumah Sakit Bhayangkara


2.
Lemdiklat Polri.
KEPUTUSAN
KARUMKIT BHAYANGKARA LEMDIKLAT
POLRI NOMOR : KEP / / IX / 2022 /
RUMKIT TANGGAL : SEPTEMBER
2022

MEMUTUSKAN

Menetapkan :1. Keputusan Karumkit Bhayangkara Lemdiklat Polri tentang


pemberlakuan Pedoman Pelayanan Stunting dan Wasting

2. Pedoman Pelayanan Stunting dan Wasting di Rumah Sakit


Bhayangkara Lemdiklat Polri, sebagaimana tercantum dalam
lampiran peraturan diatas

3. Pedoman Pengorganisasian ini harus dibahas sekurang –


kurangnya, setiap 3 (Tiga ) tahun sekali dan apabila
diberlakukan sewaktu – waktu dapat dilakukan perubahan
sesuai dengan perkembangan yang ada

4. Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : September 2022

KARUMKIT BHAYANGKARA LEMDIKLAT POLRI

dr. RINI AFRIANTI, MKK


PEMBINA TK.I NIP. 197304172002122003
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Stunting atau pendek adalah kondisi gagal tumbuh pada usia dibawah 5 tahun
(balita) akibat kekurangan gizi kronis, infeksi berulang dan stimulasi psikososial yang
tidak memadai (terutama dalam 1.000 hari Pertama Kehidupan, yaitu dari janin hingga
anak berusia 2 tahun). Anak tergolong stunting apabila panjang/tinggi badannya
berada di bawah minus dua standar deviasi panjang/tinggi anak seumurnya.
Wasting atau gizi kurang ialah kurangnya berat badan menurut panjang/tinggi
badan anak (BB/TB), disebabkan karena kekurangan makan/terkena penyakit infeksi
yang terjadi dalam waktu yang singkat (permasalahan gizi akut).
Stunting dan wasting berisiko menghambat pertumbuhan fisik (gagal tumbuh)
dan rentan terhadap penyakit infeksi, juga menghambat perkembangan kognitif dan
motorik yang akan berpengaruh pada tingkat kecerdasan dan produktivitas anak di
masa depan.
Penanggulangan stunting dan wasting penting dilakukan sedini mungkin untuk
menghindari dampak jangka panjang yang merugikan seperti terhambatnya tumbuh
kembang anak. Stunting dan wasting mempengaruhi perkembangan otak sehingga
tingkat kecerdasan anak tidak maksimal. Hal ini berisiko menurunkan produktivitas
pada saat dewasa. Stunting dan wasting juga menjadikan anak lebih rentan terhadap
penyakit. Anak stunting dan wasting berisiko lebih tinggi menderita penyakit kronis di
masa dewasanya. Bahkan, stunting dan wasting dan berbagai bentuk masalah gizi
diperkirakan berkontribusi pada hilangnya 2-3% Produk Domestik Bruto ( PDB) setiap
tahunnya.
Percepatan penurunan stunting dilakukan dengan berbagai upaya, untuk
mencapai prevalensi stunting sebesar 14% pada tahun 2024, pemerintah telah
menetapkan strategi nasional pencegahan stunting dalam 5 pilar yaitu:1) Komitmen
dan visi kepemimpinan, 2) Kampanye nasional dan perubahan prilaku, 3) Konvergensi
program pusat, daerah dan desa, 4) Ketahanan pangan dan gizi, dan 5) Pemantauan
dan evaluasi. Melalui program nasional ini diharapkan program pencegahan dan
penanggulangan stunting dan wasting antar kementerian/ lembaga lebih terkoordinasi.
Upaya penanggulangan stunting dan wasting dilakukan melalui penguatan

5
intervensi gizi spesifik dan sensitif. Lancet (2013) menyatakan bila intervensi gizi
spesifik adekuat 90% akan berkontribusi dalam penurunan stunting sebesar 20%.
Penanggulangan stunting dan wasting tidak dapat hanya menjadi tanggung jawab
pemerintah, tetapi perlu melibatkan berbagai pemangku kepentingan terutama di
tingkat daerah. Kolaborasi dengan puskesmas, dinas kesehatan, pemerintah daerah,
serta tokoh daerah dan pemangku kepentingan lainnya sangat penting dalam upaya
menekan angka prevalensi stunting dan wasting.
Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2021
tentang Percepatan Penurunan Stunting maka RS Bhayangkara Lemdiklat Polri telah
melakukan berbagi upaya terutama pelayanan bagi pasien dengan stunting dan
wasting di RS Bhayangkara Lemdiklat Polri.

B. Tujuan Pedoman
1. Tujuan Umum adalah menurunkan angka prevalensi stunting dan
wasting melalui peningkatan mutu pelayanan.

2. Tujuan Khusus :
a. Menyelenggarakan intervensi dalam tatalaksana stunting dan wasting sedini
mungkin.
b. Menyelenggaran pelayanan rujukan kasus stunting dan wasting dengan
komplikasi berat.

C. Ruang Lingkup Pelayanan


Pedoman Pelayanan Stunting dan Wasting di Rumah Sakit Bhayangkara
Lemdiklat Polri, diperuntukan bagi seluruh unit kerja yang terkait yaitu :
1. Instalasi Gawat Darurat
2. Instalasi Rawat Jalan (Poli Anak)
3. Instalasi Rawat Inap
4. Instalasi Perinatologi
5. Instalasi Kebidanan
6. Instalasi Gizi

D. Batasan Operasional
1. Informed Concent
2. Skrining antropometri
3. Rujukan
6
E. Landasan Hukum

- Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan


- Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu
Eksklusif
- Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 184, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5570);
- Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal
- Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan
Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 193);
- Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2013 tentang Gerakan Nasional
Percepatan Perbaikan Gizi
- Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2013 tentang Pengembangan Anak Usia
Dini Holistik-Integratif
- Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
- Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2017 tentang Kebijakan Strategis Pangan
dan Gizi
- Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional 2020-2024.
- Peraturan Menteri Kesehatan No. 15 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penyediaan
Fasilitas Khusus Menyusui Dan/Atau Memerah ASI
- Peraturan Menteri Kesehatan No. 26 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan
Pekerjaan dan Praktek Tenaga Gizi
- Peraturan Menteri Kesehatan No.23 Tahun 2014 tentang Upaya Perbaikan Gizi
- Peraturan Menteri Kesehatan No. 25 Tahun 2014 tentang Upaya Kesehatan Anak
- Peraturan Menteri Kesehatan No. 41 Tahun 2014 tentang Pedoman Gizi
Seimbang
- Peraturan Menteri Kesehatan No. 66 Tahun 2014 tentang Pemantauan
Pertumbuhan, Perkembangan dan Gangguan Tumbuh Kembang Anak
- Peraturan Menteri Kesehatan No. 88 Tahun 2014 tentang Standar Tablet Tambah
Darah Bagi Wanita Subur dan Ibu Hamil
7
- Peraturan Menteri Kesehatan No. 97 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan
Massa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan dan Masa Sesudah Melahirkan,
Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, Serta Pelayanan Kesehatan Seksual
- Peraturan Menteri Kesehatan No. 21 Tahun 2015 tentang Standar Kapsul Vitamin
A Bagi Bayi, Balita dan Ibu Nifas
- Peraturan Menteri Kesehatan No. 39 Tahun 2016 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga
- Peraturan Menteri Kesehatan No. 51 Tahun 2016 tentang Standar Produk
Suplementasi Gizi
- Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 12 Tahun 2017 tentang Penyenggaraan
Imunisasi
- Peraturan Menteri PPN/ Kepala Bappernas No. 1 Tahun 2018 tentang Rencana
Aksi Pangan dan Gizi
- Peraturan Menteri Kesehatan No. 14 tahun 2019 tentang Teknik Surveilans Gizi
- Peraturan Menteri Kesehatan No. 28 Tahun 2019 tentang Angka Kecakupan Gizi

- Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2020


tentang Standar Antropometri Anak

- Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2021 tentang


Percepatan Penurunan Stunting.

8
BAB II
STUKTUR
ORGANISASI

A. Struktur organisasi TIM STUNTING DAN WASTING

Penanggung Jawab
dr. Rini Afrianti, MKK

Ketua Tim Wakil Ketua Tim


dr. Puti Naindra Sp. A dr. Esa Sp. OG

Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota


Anggota Anggota
Fitria Roza Annisa Istiqomah Yulita Irawanti Intan Nopianti Suha Nabella
Ipda dr. Shinta Siti,A.Md.Kep
A.Md.Gz A.Md.Kep A.Md.Kep A.Md.Keb A.Md.Kep

B. Uraian Tugas
1. Karumkit (Penanggung Jawab)
a. Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan program Stunting dan
Wasting di Rumah Sakit Bhayangkara Lemdiklat Polri
b. Memastikan kegiatan yang berhubungan dengan program Stunting
dan Wasting
c. Memastikan keberlanjutan program Stunting dan Wasting di Rumah
Sakit Bhayangkara Lemdiklat Polri

2. Ketua Tim/Konsulen seorang Dokter Spesialis Anak


a. Bertanggung jawab kepada Karumkit
b. Memastikan pelaksanaan program Stunting dan Wasting berjalan dengan
baik
c. Memantau proses skrining antropometri terhadap pasien anak
d. Melakukan pemeriksaan dan memberikan advice tatalaksana pasien
Stunting dan Wasting
e. Memberikan advice rujuk untuk pasien Stunting dan Wasting dengan
komplikasi berat
f. Mengadakan pertemuan rutin triwulan
g. Berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya

3. Wakil Ketua Tim/Konsulen seorang Dokter Spesialis Obsgyn


a. Bertanggung jawab kepada Karumkit
9
b. Memastikan pelaksanaan program Stunting dan Wasting berjalan dengan
baik
c. Memantau proses skrining antropometri terhadap pasien ibu hamil
d. Melakukan pemeriksaan dan memberikan advice pada Ibu Hamil dalam
pencegahan Stunting dan Wasting
e. Memberikan advice rujuk untuk pasien Ibu Hamil dengan pertumbuhan janin
terhambat disertai komplikasi berat
f. Mengadakan pertemuan rutin triwulan
g. Berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya

4. Petugas Gizi
a. Melakukan skrining gizi awal pasien anak dan ibu hamil
b. Memberikan edukasi terkait gizi seimbang untuk ibu hamil dan anak dalam
upaya mencegah stunting dan wasting
c. Melakukan asuhan gizi ibu hamil dengan anemia dan kekurangan energi
kronik yang dirawat di Rumah Sakit Bhayangkara Lemdiklat Polri
d. Melakukan asuhan gizi anak dengan Stunting dan Wasting yang dirawat
inap di Rumah Sakit Bhayangkara Lemdiklat Polri
e. Melakukan kolaborasi dengan profesi lainnya.

5. Anggota
a. Melaksanakan program penurunan prevalensi Stunting dan Wasting
b. Merujuk pasien ke fasilitas tingkat lanjut
c. Berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya

10
BAB III
FASILITAS

A. FASILITAS
Rumah Sakit Bhayangkara Lemdiklat Polri saat ini belum memiliki
fasilitas ruang konseling sesuai kriteria.

Kriteria :
1. Tersedianya ruangan yang representative/memadai untuk
menyelenggarakan pelayanan Stunting dan Wasting baik ruangan
konseling, ruangan administrasi, ruangan logistik dan ruangan pertemuan
2. Tersedianya ruangan yang representative/memadai untuk
menyelenggarakan pelayanan konseling
3. Tersedianya ruangan yang representative/memadai untuk administrasi
klien dan penyimpanan fasilitas pendukung seperti rekam medik, grafik
pertumbuhan, tumbuh kembang anak dan ATK
4. Tersedianya ruangan yang representative/memadai untuk penyimpanan
stok obat sementara
5. Tersedianya tempat pertemuan untuk menyelenggarakan konseling
dukungan keluarga klien termasuk kegiatan penyuluhan gizi apabila ada
klien yang dipandang perlu untuk diberikan konseling tentang kebutuhan
nutrisinya, itu semua kita lakukan atas peretujuan klien.

11
BAB IV
TATALAKSANA PELAYANAN

A. TAHAPAN PELAKSANAAN
1. Penerimaan klien
2. Informed consent
3. Pemeriksaan antropometri
a. Penyampaian hasil pemeriksaan antropometri bukan stunting dan wasting :
 Memberikan apresiasi kepada keluarga telah menjaga status gizi dan
tumbuh kembang anak
 Memberikan dukungan kepada keluarga untuk selalu rutin melakukan
pemeriksaan antropometri anak
b. Penyampaian hasil pemeriksaan antropometri stunting/wasting :
 Perhatikan komunikasi non verbal saat memanggil keluarga pasien
 Pastikan keluarga pasien memahami pengertian stunting/wasting
 Lakukan secara jelas dan langsung dalam menyampaikan hasil
pemeriksaan dan rencana tatalaksana yang dibutuhkan
4. Rujukan
a. Bila hasil pemeriksaan antropometri pasien termasuk stunting/wasting
maka dilakukan pemeriksaan komprehensif untuk skrining komplikasi
yang ada pada pasien dan melaporkan hasil pemeriksaan kepada
DPJP
b. Pengobatan pasien stunting/wasting dengan komplikasi berat (penyakit
jantung bawaan, kelainan kongenital) di rujuk ke RS Bhayangkara TK I
Raden Said Soekanto
5. Manajemen komprehensif Stunting dan Wasting

Rumah Sakit memiliki tugas pokok dan fungsi utama yaitu membina
kesehatan wilayah, melaksanakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya
kesehatan perorangan,serta manajemen Rumah Sakit sendiri.Penanganan
stunting merupakan upaya kesehatan yang melibatkan kesehatan perorangan,
masyarakat dan juga pentingnya kolaborasi lintas sektoral, sehingga sangat
tepat Rumah Sakit menjadi ujung tombak penanganan stunting.

Upaya penurunan stunting dilakukan melalui 2 (dua) pendekatan upaya


promotif dan preventif, yaitu intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif

12
yang harus dilakukan oleh sektor kesehatan bekerjasama dengan sektor-sektor
lain.Stunting disebabkan oleh masalah multifaktorial, sehingga penanganannya
pun sangat membutuhkan kerjasama intersektoral.

A. Intervensi Spesifik Dalam Pencegahan Stunting

Intervensi spesifik adalah intervensi yang ditujukan pada determinan


langsung stunting (immediate determinants) yaitu asupan gizi,pengasuhan dan
parenting, serta penyakit infeksi. Intervensi spesifik perlu dilakukan pada seluruh
siklus kehidupan dengan prioritas pada seribu Hari Pertama Kehidupan (1000
HPK) mulai dari remaja puteri,calon pengantin, ibu hamil, ibu menyusui, bayi,
balita, dan anak usia sekolah.(Lihat Tabel 4.1)

Intervensi spesifik perlu didukung oleh intervensi sensitif yang ditujukan pada
penyebab tidak langsung stunting (underlying determinants) yaitu kerawanan
pangan,sumberdaya pengasuhan, akses terhadap pelayanan kesehatan serta
higiene dan sanitasi lingkungan. Intervensi sensitif dapat menjadi platform untuk
meningkatkan skala, cakupan serta efektivitas intervensi spesifik (Bhutta
et.al,2013).

Diantara intervensi spesifik, promosi makanan pendamping ASI (MP ASI)


merupakan intervensi yang paling efektif untuk menurunkan prevalensi stunting.
Studi kajian dari 36 negara menunjukkan bahwa jika MP ASI dilaksanakan
dengan baik dan mencapai cakupan yang baik (99%) maka akan terjadi
penurunan prevalensi stunting sebesar 19,8% pada anak usia 12 bulan, 17,2%
pada usia 24 bulan dan 15,0% pada usia 3 tahun. Sebagai perbandingan
persentase penurunan stunting dari intervensi higiene hanya menurunkan
stunting sebesar 1,9% pada anak usia 12 bulan, 2,4% pada usia 24 bulan dan
2,4% pada usia 3 tahun (Bhutta et.al,2008).

Menurut Permenkes Nomor 41 tahun 2014 Pedoman Gizi Seimbang (PGS)


bertujuan untuk memberikan panduan konsumsi makanan sehari-hari dan
berperilaku sehat berdasarkan prinsip konsumsi anekaragam pangan, perilaku
hidup bersih, aktivitas fisik, dan memantau berat badan secara teratur dalam
rangka mempertahankan berat badan normal. Pedoman Pemberian Makan Bayi
dan Anak (PMBA) menyebutkan bahwa makanan pendamping ASI (MP ASI)
harus mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral dalam
jumlah yang cukup. Untuk menerjemahkan PGS dan PMBA agar sesuai dengan
13
konteks lokal baik permasalahan asupan zat gizi, pola konsumsi masyarakat
serta ketersediaan pangan, Panduan Gizi Seimbang berbasis Pangan Lokal
(PGS-PL) Dapat dirujuk. yang dapat menjadi rujukan edukasi PMBA agar lebih
sesuai dengan konteks lokal serta permasalahan gizi spesifik di setiap wilayah
dan kelompok usia.

Adapun pelaksanaan intervensi spesifik ini memerlukan koordinasi lintas


sektoral yang baik. Pada tabel 4.1, digambarkan bagaimana setiap tahap dalam
intervensi spesifik melibatkan unsur atau dinas terkait.

Tabel 4.1.Konvergensi intervensi spesifik berdasarkan sasaran (Kelompok


Umur)

No Intervensi Tahapan Kegiatan Unsur/Dinas

Sasaran: Kelompok Ibu Hamil dan Ibu Nifas


Pengadaan TTD dan distribusi ke semua
sarana pelayanan kesehatan
Orientasi kepada tenaga kesehatan

1 Tambah Darah (TTD) KIE bagi ibu hamil untuk mengonsumsi TTD Kesehatan
dan gizi seimbang
Supervisi terstruktur dan berkala

Pencatatan dan pelaporan


Pengadaan MT Ibu Hamil sesuai dengan
Kesehatan
target dan sasaran
Distribusi MT Ibu Hamil ke semua sarana
Kesehatan
pelayanan kesehatan
Pemberian MT selama 90 hari Kesehatan
Pemberian Makanan
Tambahan (MT) untuk Kesehatan,
KIE bagi ibu hamil untuk mengonsumsi MT
2 lbu Hamil dengan LSM,
selama 90 hari dan gizi seimbang
Kekurangan Akademisi
Energi Kronik (KEK) Supervisi terstruktur dan berkala Kesehatan
Pengembangan MT Ibu Hamil berbahan Litbangkes/
lokal Akademisi
Pembakuan standar MT Ibu Hamil KEK Kesehatan,
berbahan lokal pabrikan BPOM
3 Pemeriksaan Melakukan kunjungan pemeriksaan Kesehatan
Kehamilan/ kehamilan minimal 6 kali selama hamilan,
dengan 2 kali pemeriksaan oleh dokter pada

14
trimester 1 dan 3
Melakukan rujukan terencana bagi ibu hamil
dengan penyakit penyerta penyebab
IUGR,seperti ibu KEK, anemia, hipertensi,
Antenatal Care(ANC) obesitas dan diabetes.
terpadu
Skrining dan pencegahan Malaria pada ibu
hamil di daerah endemis
Skrining dan konseling HIV pada ibu hamil
dengan risiko tinggi HIV
Pemberian Vitamin A Ibu nifas diberikan 2 kapsul vitamin A dosis
4 Kesehatan
pada ibu nifas tinggi
Promosi Inisiasi Kesehatan,
Promosi tentang pengertian,pentingnya IMD
5 menyusui Media
serta bagaimana melakukan IMD
Dini(IMD) Massa
Pemeriksaan kecacingan, pemberian obat
Penanggulangan
6 cacing pada ibu hamil yang positif Kesehatan
Kecacingan
kecacingan pada trimester 2 atau 3
Advokasi dan
Kesehatan,
Sosialisasi
tenaga kerja,
Mensosialisasikan penerapan GP2SP pada
7 Gerakan Pekerja Pemda/
Perempuan /Buruh dunia usaha dan lintas sektor
Pemkot
Sehar Produktif
/Pemprov
(GP2SP)
Sasaran Kelompok Umur 0- bulan
Inisiasi Menyusu Dini Melakukan IMD di semua sarana pelayanan
8 Kesehatan
(IMD) kesehatan
Kesehatan,
Konseling ASI dan pemberian MPASI
LSM, PKK
Kesehatan,
KIE ASI Eksklusif
LSM, PKK
Kesehatan,
Sosialisasi dan advokasi PP ASI
ASI Eksklusif dan MP- LSM, PKK
9
ASI Supervisi terstruktur dan berkala untuk
Kesehatan,
memastikan seluruh bayi mendapatkan ASI
LSM, PKK
Eksklusif sampai usia 6 bulan
Advokasi lintas sektor pentingnya
Kesehatan,
penyediaan sarana menyusui di tempat kerja
LSM, PKK
dan fasilitas umum
Kesehatan,
Pemantauan Melakukan pemantauan pertumbuhan
10 Pendididkan
Pertumbuhan secara teratur, antara lain melalui Posyandu
(PAUD)
Kesehatan,
Melakukan pemantauan perkembangan
Pemantauan Pendidikan
11 anak sesuai dengan tahapan
Perkembangan (PAUD),
perkembangannya
BKB

15
Memastikan bayi usia 0- 6 bulan
12 Imunisasi dasar mendapatkan imunisasi dasar sesuai jadwal Kesehatan
yang ditetapkan
Pemberian kapsul
13 vitamin A Pengadaan dan distribusi kapsul vitamin A Kesehatan
untuk usia 6 bulan
Peningkatan pelaksanaan pemberian kapsul
Kesehatan
vitamin A
Kesehatan,
Mengoptimalkan media KIE
Media, LSM
Sweeping untuk memastikan seluruh sasarn
Kesehatan
mendapatkan Kapsul Vitamin A
Manajemen Terpadu Memastikan bayi yang sakit mendapatkan
14 Balita perawatan sesuai dengan Manajamen Kesehatan
Sakit Terpadu Balita Sakit (MTBS)
Pencegahan dan Tata
Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Kesehatan,
15 Laksana Gizi Buruk
Gizi Buruk pada Balita LSM
pada Balita
Kesehatan,
Sosialisasi dan advokasi Pengelolaan Gizi LSM,tokoh
Buruk Terintegrasi (PGBT) masyarakat
lintas sektor
Supervisi terstruktur dan berkala Kesehatan

Sasaran Kelompok Umur 7-23 Bulan


Pemberian ASI sampai
KIE melanjutkan pemberian ASI sampai usia
16 usia Kesehatan
2 tahun
2 tahun
KIE pemberian MP-ASI
Pemberian Makanan
17 Kesehatan
Pendamping ASI Konseling ASI disertai konseling MP-ASI
berbahan lokal
Uji efikasi produk suplementasi Zink untuk
pengobatan diare serta pencegahan diare Kesehatan
berulang dan zat gizi mikro untuk mencegah (Litbangkes)
stunting
18 Suplementasi Zink Implementasi suplementasi Zink dan zat gizi
mikro berdasarkan hasil penelitian
Monitoring dan evaluasi suplementasi Zink Kesehatan
untuk pengobatan diare serta pencegahan
diare berulang dan zat gizi mikro
19 Pemberian kapsul Pengadaan dan distribusi kapsul vitamin A Kesehatan
vitamin A
Peningkatan pelaksanaan pemberian kapsul
vitamin A

16
Mengoptimalkan media KIE
Memastikan bayi dan anak mendapatkan
20 Imunisasi imunisasi dasar dan lanjutan sesuai dengan Kesehatan
usianya
Pemantauan Tumbuh
Kembang - SDIDTK Kesehatan,
Memastikan tumbuh kembang anak telah Pendididkan
21 (Stimulasi, Deteksi, dan sesuai dengan tahapan pertumbuhan dan
(PAUD),
Intervensi Dini Tumbuh perkembangannya
BKB
Kembang)
Pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Kesehatan,
Gizi Buruk pada Balita LSM
Kesehatan,
Pencegahan dan Tata
Sosialisasi dan advokasi Pengelolaan Gizi LSM, tokoh
22 Laksana Gizi Buruk
pada Balita Buruk Terintegrasi (PGBT) masyarakat,
lintas sektor
Supervisi terstruktur dan berkala Kesehatan
Melakukan pemberian obat pencegahan
masal (POPM) di Posyandu pada anak
23 Pemberian obat cacing usia>12 bulan minimal 1 kali/tahun POPM Kesehatan
dilakukan pada anak usia 1 tahun hingga 12
tahun minimal 1 kali /tahun
Manajemen Terpadu
Memastikan anak yang sakit mendapatkan
24 Balita Kesehatan
tata laksana yang sesuai dengan MTBS
Sakit (MTBS)
Sasaran Remaja Puteri dan WUS
Pengadaan TTD dan distribusi ke semua
sarana pelayanan kesehatan dan institusi Kesehatan
Pendidikan
Suplementasi Tablet Kesehatan,
25 Pemberian TTD bagi remaja putri melalui Pendidikan,
Tambah Darah (TTD)
institusi pendidikan (UKS), dan WUS Agama,
(pekerja wanita) melalui klinik kesehatan di Pemda,
perusahaan Sektor
Swasta
Supervisi terstruktur dan berkala Kesehatan

Pencatatan dan pelaporan Kesehatan


Sosialisasi pedoman Pencegahan dan
Penanggulangan Anemia Pada remaja Putri Kesehatan
dan Wanita Usia Subur(WUS)
KIE bagi remaja puteri dan WUS tentang Kesehatan,
pentingnya TTD melalui berbagai media Mediamassa
dan

17
sosial
KIE bagi remaja putri dan WUS untuk
menerapkan 4 pilar gizi seimbang,yaitu:
1) mengonsumsi beraneka ragam makanan;
Penerapan Pedoman Kesehatan,
2) membiasakan berperilaku hidup bersih
26 Gizi Media
dan sehat;
Seimbang(PGS) Massa
3) melakukan aktivitas fisik secara teratur;
4) memantau berat badan normal secara
teratur
Sasaran Semua Umur

Pengadaan iodina test Kesehatan


27 Garam beriodium
Survei rumah tangga yang menggunakan
Kesehatan
garam beriodium
Imunisasi lanjutan anak Memastikan anak Kelas 1,2,dan 5
28
sekolah mendapatkan imunisasi lanjutan

6. Tatalaksana Stunting dan Wasting

Layanan rawat inap untuk semua bayi berusia kurang dari 6 bulan dengan gizi buruk
(dengan/tanpa komplikasi) dan balita 6-59 bulan dengan komplikasi: rawat inap dapat
dilakukan di rumah sakit atau puskesmas rawat inap untuk terapi fase stabilisasi.
Pelayanan Rawat Inap
Ada dua jenis protokol dalam rawat inap balita dengan gizi buruk sebagai berikut:
1. Balita gizi buruk usia 6-59 bulan dengan tanda berikut:
- Edema pada seluruh tubuh (edema derajat +3)
- Skor Z BB/PB atau BB/TB<-3 SD
- berat kurang dari 4 kg
- LiLA < 11,5 Cm
- ada komplikasi
Komplikasi yang dimaksud
- anoreksia
- dehidrasi berat (muntah terus menerus, diare)
- letargi atau penuruan kesadaran
- demam tinggi
- pneumonia berat (sulit bernafas atau bernafas cepat)
- anemia berat

Rawat Inap pada Balita 6-59 Bulan Gizi Buruk


Tujuan rawat inap bagi balita gizi buruk dengan komplikasi dan bayi di atas 6 bulan
dengan berat badan kurang dari 4 kg sebagai berikut.
a. Mengupayakan stabilisasi kondisi balita dengan mengembalikan metabolisme
untuk keseimbangan elektrolit, normalisasi metabolisme dan mengembalikan fungsi
organ.
b. Menangani komplikasi, yaitu penyakit infeksi dan komplikasi lainnya.
18
c. Memberikan makanan bergizi untuk mengejar pertumbuhan, yang dilakukan secara
perlahan dan ditingkatkan dengan hati-hati agar tidak membebani sistem.
d. Memberikan layanan rehabilitasi gizi lengkap.
e. Memberikan layanan rujukan rawat inap kepada balita gizi buruk yang semula
menjalani rawat jalan.

Penilaian ketika masuk ke layanan rawat inap


Penilaian awal difokuskan pada hal-hal berikut:
a. Penegakan diagnosis komplikasi/penyakit penyerta yang mengancam jiwa dan
segera lakukan layanan darurat untuk mengatasinya
b. Konfirmasi status gizi buruk dengan pengukuran BB, PB atau TB, dan LiLA sebagai
data awal untuk pemantauan selanjutnya. Setelah itu dilakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik lengkap serta tindakan lainnya berdasarkan 10 langkah tatalaksana
gizi buruk.
c. Hasil pemeriksaan dicatat pada rekam medis pasien (Lampiran 5 a) dan bagan rawat
inap.

Tiga fase dalam terapi rawat inap


Terdapat tiga fase dalam tatalaksana rawat inap, yaitu:
a. Fase Stabilisasi;
b. Fase Transisi;
c. Fase Rehabilitasi.

Dalam ketiga fase itu terdapat 10 tindakan pelayanan rawat inap untuk balita gizi
buruk yang perlu dilakukan

19
BAB V
LOGISTIK

A. LOGISTIK
Kebutuhan anggaran kegiatan pelayanan penganggulangan Stunting
dan Wasting di dukung dari anggaran BLU Rumah Sakit Bhayangkara
Lemdiklat Polri.

20
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

A. KESELAMATAN PASIEN
Kewaspadaan merupakan upaya pencegahan infeksi yang mengalami
perjalanan panjang. Mulai dari infeksi nosokomial yang menjadi ancaman bagi
petugas kesehatan dan pasien. Seperangkat prosedur dan pedoman yang
dirancang untuk mencegah terjadinya infeksi pada tenaga kesehatan dan juga
memutus rantai penularan ke pasien. Terutama untuk mencegah penularan
melalui darah dan cairan tubuh,seperti: HIV dan HBV → juga patogen lain.
Prinsip Kewaspadaan Umum dijabarkan dalam kegiatan pokok yaitu :

1. Cuci tangan guna mencegah infeksi silang

Cuci tangan dilakukan :

a. Setelah menyentuh darah, cairan tubuh, sekresi dan bahan


terkontaminasi lain.

b. Segera setelah melepas sarung tangan.

c. Diantara kontak dengan pasien


d. Tidak direkomendasikan mencuci tangan saat masih memakai sarung
tangan

e. Cuci tangan 6 langkah.

f. Prosedur terpenting untuk mencegah tranmisi penyebab infeksi

g. Antiseptik dan air mengalir atau handrub

2. Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD)

a. Sarung Tangan

b. Masker

c. Kaca Mata/ Goggle

d. Gaun/Jubah/Apron

e. Pelindung Kaki (Sendal tertutup)

21
3. Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai (Dekontaminasi, Sterilisasi,
Disinfeksi)
a. Dekontaminasi : Suatu proses menghilangkan mikroorganisme
patogen dan kotoran dari suatu benda sehingga aman untuk
pengelolaan alkes bekas pakai
b. Pencucian : Proses secara fisik untuk menghilangkan kotoran
terutama bekas darah, cairan tubuh dan benda asing lainnya seperti
debu, kotoran yang menempel di kulit atau alat kesehatan
c. Disinfeksi : Suatu proses untuk menghilangan sebagian
mikroorganisme
d. Disinfeksi Tingkat Tinggi = DTT

1) Suatu proses untuk menghilangan mikroorganisme dari alat


kesehatan kecuali beberapa endospora bakteri
2) Alternatif penanganan alkes apabila tdk tersedia

sterilisator atau tdk mungkin dilaksanakan.


3) Dapat membunuh Mikroorganisme (hep B, HIV), namun tdk
membunuh endospora dengan sempurna seperti tetanus.
e. Sterilisasi

Suatu proses untuk menghilangkan seluruh mikroorganisme termasuk


endospora bakteri dari alat kesehatan. Cara yang paling aman utk
pengolaan alkes yang berhubungan langsung dengandarah.

22
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

A. KESELAMATAN KERJA
Seluruh petugas wajib mentaati semua prosedur kerja (termasuk
optimalisasi penerapan Kewaspadaan Universal Precaution) yang sudah
ditetapkan oleh rumah sakit bila terjadi kecelakaan kerja maka akan dilakukan
tindak lanjut sesuai prosedur terpapar pajanan oleh Tim PPI dan K3.

23
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

A. PENGENDALIAN MUTU
Melakukan pengkajian SDM. Hasil / capaian yang didapat dilakukan
analisis tindak lanjut untuk mendapatkan capaian yang maksimal; dengan
melakukan pembahasan bersama semua pelaksana unit kerja terkait / staf
untuk mendapatkan solusi / jalan keluar terkait dengan mutu pelayanan
rumah sakit.

24
BAB X
PENUTUP

Demikian pedoman ini disusun agar dapat dipergunakan sebagai


acuan dalam memberikan pelayanan terkait penanggulangan Stunting dan
Wasting di RS Bhayangkara Lemdiklat Polri dan senantiasa akan dilakukan
revisi sebagai bentuk penyesuaian dengan perkembangan yang ada.

Jakarta,
September 2022
Mengetahui,
KARUMKIT BHAYANGKARA LEMDIKLAT POLRI

dr. RINI AFRIANTI, MKK


PEMBINA TK. I NIP. 197304172002122003

25

Anda mungkin juga menyukai