Anda di halaman 1dari 22

MODUL 5

STRATEGI PEMBELAJARAN MI

A. PETA KONSEP

Model dan Strategi


Pembelajaran Aktif

Pembelajaran Pendekatan Problem Project Pembelajaran Discovery Inquiry


Tematik Saintifik Based- Based- Kontekstual Learning Learning
Integratif Learning Learning

B. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari modul ini, peserta mampu:
a. Menjelaskan konsep dan prosedur pembelajaran tematik integrative serta trampil
mempraktekkannya .
b. Menjelaskan konsep dan prosedur pembelajaran dengan pendekatan saintifik dan
trampil mempraktekkannya.
c. Menjelaskan konsep dan prosedur problem-based learning trampil
mempraktekkannya.
d. Menjelaskan konsep dan prosedur project-based learning trampil mempraktekkannya.
e. Menjelaskan konsep dan prosedur pembelajaran kontekstual trampil
mempraktekkannya.
f. Menjelaskan konsep dan prosedur discovery learning trampil mempraktekkannya.
g. Menjelaskan konsep dan prosedur inquiry learning trampil mempraktekkannya.

C. STRATEGI DAN MEDIA PEMBELAJARAN


Pendekatan yang digunakan dalam mempelajari mudul ini adalah andragogi
dan active learning dengan metode ceramah interaktif, tanya jawab, diskusi
kelompok, gallery walk dengan Lembaran Kerja (LK) sebagai basis pembelajaran
setiap akhir kegiatan pembelajaran . Media dan alat yang digunakan berupa Kertas
plano untuk aktifitas kelompok, spidol, selotip, penghapus, LCD, soft copy/file
dokumen kurikulum 2013.

D. URAIAN MATERI
1. Pengertian model, pendekatan, strategi, metode, tehnik dan taktik pembelajaran
Strategi pembelajaran adalah suatu set materi dan prosedur pembelajran yang
digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar pada siswa (Dick and
Carey, 1985). Sementara, pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau
sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang
terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi,
menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis
tertentu.
Di dunia pendidikan dikenal dua jenis pendekatan pembelajaran, yaitu: (1)
pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered
approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru
(teacher centered approach). Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan
selanjutnya diturunkan ke dalam strategi pembelajaran, metode pembelajaran, serta teknik
dan taktik dalam pembelajaran.
Perbedaan pengertian model, pendekatan, strategi, metode, tehnik, dan taktik
pembelajaran dapat dilihat dari tabel di bawah ini :

Model Pembelajaran Bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal


sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.
Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan
bungkus atau bingkai dari penerapan suatu
pendekatan, strategi, metode, dan tehnik
pembelajaran.
Pendekatan Titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses
Pembelajaran pembelajaran, yang merujuk pada pandangan
tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih
sangat umum, di dalamnya mewadahi,
menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode
pembelajaran dengan cakupan teoritis tertentu.
Metode Pembelajaran Cara yang digunakan untuk mengimplementasikan
rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan
nyata dan praktis untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Terdapat beberapa metode
pembelajaran yang dapat digunakan untuk
mengimplementasikan strategi pembelajaran,
diantaranya: (1) ceramah; (2) demonstrasi; (3)
diskusi; (4) simulasi; (5) laboratorium; (6)
pengalaman lapangan; (7) brainstorming; (8) debat,
(9) simposium, dan sebagainya.

Tehnik Pembelajaran Cara yang dilakukan seseorang dalam


mengimplementasikan suatu metode secara
spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah
pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak
membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya
secara teknis akan berbeda dengan penggunaan
metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya
terbatas.

Taktik Pembelajaran Gaya seseorang dalam melaksanakan metode atau


teknik pembelajaran tertentu yang sifatnya
individual. Misalkan, terdapat dua orang sama-
sama menggunakan metode ceramah, tetapi
mungkin akan sangat berbeda dalam taktik yang
digunakannya. Dalam penyajiannya, yang satu
cenderung banyak diselingi dengan humor karena
memang dia memiliki sense of humor yang tinggi,
sementara yang satunya lagi kurang memiliki sense
of humor, tetapi lebih banyak menggunakan alat
bantu elektronik karena dia memang sangat
menguasai bidang itu. Dalam gaya pembelajaran
akan tampak keunikan atau kekhasan dari masing-
masing guru, sesuai dengan kemampuan,
pengalaman dan tipe kepribadian dari guru yang
bersangkutan. Dalam taktik ini, pembelajaran akan
menjadi sebuah ilmu sekalkigus juga seni (kiat)

Berdasarkan uraian perbedaan istilah-istilah pembelajaran di atas, hubungan antara


pendekatan, strategi, metode, serta tehnik dan taktik dalam pembelajaran dapat
divisualisasikan seperti pada gambar di bawah ini :
2. Karakteristik Pembelajaran

Karakteristik pembelajaran pada setiap satuan pendidikan terkait erat pada Standar
Kompetensi Lulusan dan Standar Isi. Standar Kompetensi Lulusan memberikan kerangka
konseptual tentang sasaran pembelajaran yang harus dicapai. Standar Isi memberikan
kerangka konseptual tentang kegiatan belajar dan pembelajaran yang diturunkan dari tingkat
kompetensi dan ruang lingkup materi.
Sasaran pembelajaran mencakup pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan
keterampilan yang dielaborasi untuk setiap satuan pendidikan.
a. Sikap diperoleh melalui aktivitas“ menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan
mengamalkan”.
b. Pengetahuan diperoleh melalui aktivitas“ mengingat, memahami, menerapkan,
menganalisis, mengevaluasi, mencipta.
c. Keterampilan diperoleh melaluiaktivitas“ mengamati, menanya, mencoba, menalar,
menyaji, dan mencipta.”
d. Pendekatan ilmiah (scientific), tematik terpadu (tematik antarmata pelajaran), dan tematik
(dalam suatu mata pelajaran)
Pendekatan saintifik/ilmiah menjadi karakteristik penerapan kurikulum 2013. Penerapan
pendekatan saintifik/ilmiah dalam pembelajaran menuntut adanya perubahan setting dan
bentuk pembelajaran tersendiri yang berbeda dengan pembelajaran konvensional.
Tampaknya pendekatan saintifik/ilmiah dalam pembelajaran sangat mungkin untuk
diberikan mulai pada usia MI/SD ini. Tentu saja, harus dilakukan secara bertahap, dimulai
dari penggunaan hipotesis dan berfikir abstrak yang sederhana, kemudian seiring dengan
perkembangan kemampuan berfikirnya dapat ditingkatkan dengan menggunakan hipotesis
dan berfikir abstrak yang lebih kompleks.
Sementara itu, Kemendikbud (2013) memberikan konsepsi dan penekanan tersendiri 
bahwa proes pebelajaran di MI menggunakan pendekatan ilmiah (scientific appoach) dengan
tahapan mencakup komponen: mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan,
menyimpulkan, dan mencipta.
Beberapa model pembelajaran yang dipandang sejalan dengan prinsip-prinsip
pendekatan saintifik/ilmiah, antara lain model: (1) Pembelajaran Tematik Integratif; (2).
Problem Based Learning; (3) Project Based Learning; (3) Pembelajatan Kontektual; (4)
Discovery; dan (5)/Inkuiry learning. Model-model ini berusaha membelajarkan siswa untuk
mengenal masalah, merumuskan masalah, mencari solusi  atau menguji  jawaban sementara
atas suatu masalah/pertanyaan dengan melakukan penyelidikan (menemukan fakta-fakta
melalui penginderaan), pada akhirnya dapat menarik kesimpulan dan menyajikannya secara
lisan maupun tulisan.

3. Model dan Pendekatan Pembelajaran MI


3.1. Pendekatan Saintifik
Pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa
agar peserta didik secara aktif mengkonstruksi pengetahuan, ketrampilan, dan lainnya
melalui tahapan mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan membentuk jejaring untuk
semua mapel (Pusat Pengembangan Tenaga Kependidikan). Adapun tujuan dasar dari
pendekatan ini adalah:
1. Untuk meningkatkan kemampuan intelek, khususnya kemampuan berpikir tingkat
tinggi siswa.
2. Untuk membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah secara
sistematik.
3. Terciptanya kondisi pembelajaran di mana siswa merasa bahwa belajar itu merupakan
suatu kebutuhan.
4. Diperolehnya hasil belajar yang tinggi.
5. Untuk melatih siswa dalam mengkomunikasikan ide-ide, khususnya dalam menulis
artikel ilmiah.
6. Untuk mengembangkan karakter siswa.

3.1.1. Prinsip-prinsip pembelajaran dengan pendekatan Saintifik (Pusat


Pengembangan Tenaga kependidikan)
1. Pembelajaran berpusat pada siswa
2. Pembelajaran membentuk students’ self concept.
3. Pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa untuk mempelajari, menganalisis,
menyimpulkan konsep, pengetahuan, dan prinsip.
4. Pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan kemampuan berpikir siswa.
5. Pembelajaran meningkatkan motivasi belajar siswa dan motivasi mengajar guru.
6. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih kemampuan dalam komunikasi.

3.1.2. Langkah-langkah Pendekatan Saintifik


Dikenal ada 5 (lima) langkah pendekatan pembelajaran menggunakan pendekatan
saintifik, yaitu: Observing (mengamati); Questioning (Menanya); Associating (menalar);
Experimenting (mencoba); Networking (membentuk jejaring). Kelima langkah tersebut
kemudian oleh pemerintah (PERMENDIKBUD 81A) diadopt menjadi lima pengalaman
belajar pokok berikut, yaitu: Mengamati; Menanya; Mengumpulkan informasi;
Mengasosiasi, dan Mengkomunikasikan.
a. Mengamati; Kegiatan belajar: membaca, mendengar, menyimak, melihat (tanpa atau
dengan alat). Kompetensi yang dikembangkan: melatih kesungguhan, ketelitian,
mencari informasi.
b. Menanya; Kegiatan belajar: mengajukan pertanyaan tetang informasi yang tidak
dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi
tambahan tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke
pertanyaan yang bersifat hipotik). Kompetensi yang dikembangkan: mengembangkan
kreatifitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk
pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat.
c. Mengumpulkan informasi; Kegiatan belajar: melakukan eksperimen, membaca
sumber lain selain buku teks, mengamati objek/kejadian/aktifitas, wawancara.
Kompetensi yang dikembangkan: mengembangkan sikap teliti, jujur, sopan,
menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan
kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari,
mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat.
d. Mengasosiasi/menalar; Kegiatan belajar: (1) Mengolah informasi yang sudah
dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/eksperimen maupun
hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi. (2).
Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan
kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari
berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang
bertentangan. Kompetensi yang dikembangkan: mengembangkan sikap jujur, teliti,
disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerpakan prosedur dan kemampuan
berpikir dalam menyimpulkan.
e. Mengkomunikasikan; Kegiatan belajar: Menyampaikan hasil pengamatan,
kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau median lainnya.
Kompetensi yang dikembangkan: mengembangkan sikap jujur, toleransi, kemampuan
berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan
mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar.

3.2 Pembelajaran Tematik Integratif


Pembelajaan tematik adalah pembelajaran tepadu yang menggunakan tema untuk
mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna
kepada siswa. Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok
pembicaraan (Poerwadarminta, 1983).
Pembelajaran ini memberikan banyak keuntungan, di antaranya:
1. Siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu,
2. Siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi
dasar antar matapelajaran dalam tema yang sama;
3. Pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan;
4. Kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengkaitkan matapelajaran
lain dengan pengalaman pribadi siswa;
5. Siswa mampu lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan
dalam konteks tema yang jelas;
6. Siswa lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk
mengembangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari
matapelajaran lain;
7. Guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara tematik
dapat dipersiapkaan sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan, waktu
selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan.
3.2. 1. Tahapan Pembelajaran Tematik
Tahap Persiapan
Dalam pelaksanaan pembelajaran tematik, perlu dilakukan beberapa hal yang meliputi tahap
perencanaan yang mencakup kegiatan pemetaan kompetensi dasar, pengembangan jaringan
tema, pengembangan silabus dan penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran.
a. Pemetaan Kompetensi Dasar
Kegiatan pemetaan ini dilakukan untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh dan
utuh semua standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator dari berbagai mata
pelajaran yang dipadukan dalam tema yang dipilih. Kegiatan yang dilakukan adalah:
1) Penjabaran Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar ke dalam indikator
Melakukan kegiatan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar dari setiap
mata pelajaran ke dalam indikator. Dalam mengembangkan indikator perlu
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
 Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik
 Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik mata pelajaran
 Dirumuskan dalam kata kerja oprasional yang terukur dan/atau dapat diamati
2) Menentukan tema
a. Cara penentuan tema
Dalam menentukan tema dapat dilakukan dengan dua cara yakni:
Cara pertama, mempelajari standar kompetensi dan kompetensi dasar yang terdapat
dalam masing-masing mata pelajaran, dilanjutkan dengan menentukan tema yang
sesuai.
Cara kedua, menetapkan terlebih dahulu tema-tema pengikat keterpaduan, untuk
menentukan tema tersebut, guru dapat bekerjasama dengan peserta didik sehingga
sesuai dengan minat dan kebutuhan anak.
b. Prinsip Penentuan tema
Dalam menetapkan tema perlu memperhatikan beberapa prinsip yaitu:
memperhatikan lingkungan yang terdekat dengan siswa; dari yang termudah menuju
yang sulit; dari yang sederhana menuju yang kompleks; dari yang konkret menuju
ke yang abstrak; tema yang dipilih harus memungkinkan terjadinya proses berpikir
pada diri siswa; Ruang lingkup tema disesuaikan dengan usia dan perkembangan
siswa, termasuk minat, kebutuhan, dan kemampuannya
3) Identifikasi dan Analisis Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar dan Indikator
Lakukan identifikasi dan analisis untuk setiap Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar
dan indikator yang cocok untuk setiap tema sehingga semua standar kompetensi,
kompetensi dasar dan indikator terbagi habis.
a. Menetapkan Jaringan Tema
Buatlah jaringan tema yaitu menghubungkan kompetensi dasar dan indikator dengan
tema pemersatu. Dengan jaringan tema tersebut akan terlihat kaitan antara tema,
kompetensi dasar dan indikator dari setiap mata pelajaran. Jaringan tema ini dapat
dikembangkan sesuai dengan alokasi waktu setiap tema.
b. Penyusunan Silabus
Hasil seluruh proses yang telah dilakukan pada tahap-tahap sebelumnya dijadikan
dasar dalam penyusunan silabus. Komponen silabus terdiri dari standar kompetensi,
kompetensi dasar, indikator, pengalaman belajar, alat/sumber, dan penilaian.
c. Penyusunan Rencana Pembelajaran
Untuk keperluan pelaksanaan pembelajaran guru perlu menyusun rencana
pelaksanaan pembelajaran. Rencana pembelajaran ini merupakan realisasi dari
pengalaman belajar siswa yang telah ditetapkan dalam silabus pembelajaran.
Komponen rencana pembelajaran tematik meliputi:
1. Identitas mata pelajaran (nama mata pelajaran yang akan dipadukan, kelas,
semester, dan waktu/banyaknya jam pertemuan yang dialokasikan).
2. Kompetensi dasar dan indikator yang akan dilaksanakan.
3. Materi pokok beserta uraiannya yang perlu dipelajari siswa dalam rangka
mencapai kompetensi dasar dan indikator.
4. Strategi pembelajaran (kegiatan pembelajaran secara konkret yang harus
dilakukan siswa dalam berinteraksi dengan materi pembelajaran dan sumber
belajar untuk menguasai kompetensi dasar dan indikator, kegiatan ini tertuang
dalam kegiatan pembukaan, inti dan penutup).
5. Alat dan media yang digunakan untuk memperlancar pencapaian kompetensi
dasar, serta sumber bahan yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran tematik
sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai.
6. Penilaian dan tindak lanjut (prosedur dan instrumen yang akan digunakan untuk
menilai pencapaian belajar peserta didik serta tindak lanjut hasil penilaian).

3.3. Konsep Problem Based Learning


Problem based learning adalah pembelajaran yang menggunakan berbagai
macam kecerdasan yang diperlukan untuk melakukan konfrontasi terhadap tantangan
dunia nyata, kemampuan untuk menghadapi segala sesuatu yang baru dan
kompleksitas yang ada (Tan, 2003). Sementara Moffit (Depdiknas, 2002: 12)
mendefinisikan Problem based learning sebagai suatu pendekatan pembelajaran yang
menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar
tentang berfikir kritis dan ketrampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh
pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran. Di Indonesia,
pembelajaran ini dikenal dengan istital Pembelajaran berbasis masalah. Model
pembelajaran ini pertama kali diperkenalkan pada awal tahun 1970-an di Universitas
McMaster Fakultas Kedokteran Kanada, sebagai satu upaya menemukan solusi dalam
diagnosa dengan membuat pertanyaan-pertanyaan sesuai dengan situasi yang ada.
Pengajaran berbasis masalah digunakan untuk merangsang berpikir tingkat
tinggi, termasuk di dalamnya belajar bagaimana belajar. Pengajaran berbasis masalah,
menurut Ibrahim dan Nur (2002) dikenal dengan nama lain seperti Project-Based
Teaching (Pembelajaran berbasis Project), Experience-Based Education (Pendidikan
berdasarkan pengalaman), Authentic Learning (Pembelajaran Autentic), dan
Anchored instruction (Pembelajaran berakar pada kehidupan nyata). Peranan guru
dalam pembelajaran berbasis masalah adalah menyajikan masalah, mengajukan
pertanyaan dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog.

3.3.1. Karakteristik Poblem-Based Learning


Problem-based learning memiliki karakteristik berikut:
1. Permasalahan menjadi starting point dalam belajar.
2. Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang
tidak terstruktur.
3. Permasalahan membutuhkan perspektif beragam (multiple perspective).
4. Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan
kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan
bidang baru dalam belajar.
5. Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama.
6. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan evaluasi
sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam PBM.
7. Belajar adalah kolaboratif, komunikatif, dan kooperatif.
8. Pengembangan ketrampilan inkuiri dan pemecahan masalah sama pentingnya
dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah
permasalahan.
9. Keterbukaan proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah
proses belajar, dan
10. PBM melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar.
3.3. 2 Langkah-Langkah Problem Based Learning
Fase Indikator Tingkah Laku Guru
1. Orientasi siswa pada Menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan
masalah logistik yang diperlukan, dan memotivasi siswa
terlibat pada aktifitas pemevahan masalah.
2. Mengorganisai Membantu siswa mendefinisikan dan
siswa untuk belajar mengorganisasikan tugasm belajar yang
berhubungan dengan masalah tersebut.
3. Membimbing Mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi
pengalaman yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk
individual/kelompok mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
4. Mengembangkan Membantu siswa dalam merencanakan dan
dan menyajikan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, dna
hasil karya membantu mereka untuk berbagai tugas dengan
temannya.
5. Menganalisis dan Membantu siswa untuk melakukan refleksi atau
mengevaluasi proses evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses
pemecahan masalah yang mereka gunakan.

3.4. Project-Based Learning


Project based learning adalah salah satu model pembelajaran yang menekankan
pada peningkatan kemampuan analytical and critical thinking siswa/mahasiswa.
Pembelajaran ini menggunakan proyek/kegiatan sebagai media. Peserta didik melakukan
eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintesis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai
bentuk hasil belajar. Metode belajar ini menggunakan masalah sebagai langkah awal
dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan
pengalamannya dalam beraktifitas secara nyata.

3.4.1. Ciri-ciri Project Based Learning


BIE (dalam Susanti, 2008) menyebutkan ciri-ciri Project Based Learning
diantaranya adalah: isi, kondisi, aktivitas dan hasil. Keempat ciri-ciri itu adalah sebagai
berikut:
1. Isi; Difokuskan pada ide-ide siswa yaitu dalam membentuk gambaran sendiri bekerja
atas topik-topik yang relevan dan minat siswa yang seimbang dengan pengalaman
siswa sehari-hari. Pada materi koloid masalah nyata yang diangkat haruslah
difokuskan pada pengalaman siswa sehari-hari.
2. Kondisi; Maksudnya adalah kondisi untuk mendorong siswa mandiri, yaitu dalam
mengelola tugas dan waktu belajar. Sehingga dalam belajar materi koloid siswa
mencari sumber informasi secara mandiri dari berbagai referensi seperti buku maupun
intenet.
3. Aktivitas; Adalah suatu strategi yang efektif dan menarik, yaitu dalam mencari
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dan memecahkan masalah-masalah
menggunakan kecakapan. Aktivitas juga merupakan bangunan dalam menggagas
pengetahuan siswa dalam mentransfer dan menyimpan informasi dengan mudah. Pada
materi koloid, siswa dituntut untuk aktif, menggunakan kecakapan untuk
memecahkan masalah dan berbagai tujuan belajar yang ingin dicapai. Dilihat dari
kegiatan pembelajaran dalam silabus, materi koloid sangat menekankan aktifitas
siswa.
4. Hasil; Hasil disini adalah penerapan hasil yang produktif dalam membantu siswa
mengembangkan kecakapan belajar dan mengintegrasikan dalam belajar yang
sempurna, termasuk strategi dan kemampuan untuk mempergunakan kognitif strategi
pemecahan masalah. Juga termasuk kecakapan tertentu, disposisi, sikap dan
kepercayaan yang dihubungkan dengan pekerjaan produktif, sehingga secara efektif
dapat menyempurnakan tujuan yang sulit untuk dicapai dengan model-model
pengajaran yang lain.

3.4.2. Komponen-komponen Project Based Learning


Komponen-komponen Project Based Learning meliputi beberapa hal:
1. Isi kurikulum. Guru dan siswa bertanggung jawab atas dasar standar dan tujuan yang
jelas serta mendukung proses belajar.
2. Komponen multimedia. Siswa diberi kesempatan untuk menggunakan teknologi
secara efektif sebagai alat dalam perencanaan, perkembangan atau penyajian proyek.
3. Komponen petunjuk siswa. Dirancang untuk siswa dalam membuat keputusan,
berinisiatif dan memberi materi untuk mengembangkan dan menilai pekerjaannya.
4. Bekerja sama. Memberi siswa kesempatan bekerjasama diantara siswa maupun
dengan guru serta anggota kelompok yang lain.
5. Komponen hubungan dengan dunia nyata. Project Based Learning dihubungkan
dengan dunia nyata menuju persoalan yang relevan untuk kehidupan siswa atau
kelompok dan juga komunikasi dengan dunia luar kelas melalui internet, serta
bekerjasama dengan anggota kelompok.
6. Kerangka waktu. Memberi siswa kesempatan merencanakan, merevisi,
membayangkan pembelajarannya dalam kerangka waktu berpikir untuk materi dan
waktu yang mendukung pembelajaran tersebut.
7. Penilaian. Proses penilaian dilakukan secara terus menerus dalam setiap
pembelajaran, seperti menilai guru, teman, menilai dan merefleksi diri.

3.5. Konsep Pembelajaran Kontekstual


Pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang dapat membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
(Nurhadi: 2002).Untuk memperkuat pengalaman belajar siswa diperlukan pembelajaran
yang lebih banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan, mencoba,
dan mengalami sendiri, dan bahkan sekedar sebagai pendengar yang pasif sebagaimana
penerima terhadap semua informasi yang disampaikan guru. Oleh karena itu melalui
pendekatan CTL, mengajar bukan transformasi pengetahuan dari guru kepada sisawa
dengan menghafal sejumlah konsep-konsep yang sepertinya terlepas dari kehidupan
nyata, akan tetapi lebih ditekankan pada upaya memfasilitasi siswa untuk mencari
kemampuan untuk bisa hidup dari apa yang dipelajarinya.
3.5.1. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
1. Melakukan hubungan yang bermakna.
Siswa dapat mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar secara aktif dalam
mengembangkan minatnya secara individual, orang yang dapat bekerja sendiri
atau bekerja dalam kelompok, dan orang yang dapat belajar sambil berbuat.
2. Melakukan kegiatan-kegiatan yang
signifikan.
Siswa membuat hubungan-hubungan antara sekolah dan berbagai konteks yang
ada dalam kehidupan nyata sebagai pelaku bisnis dan sebagai anggota
masyarakat.
3. Belajar yang diatur sendiri.
Siswa melakukan pekerjaan yang signifikan: ada tujuannya, ada urusannya
dengan orang lain, ada hubungannya dengan penentuan pilihan, dan ada
produknya/hasilnya yang sifatnya nyata.
4. Bekerja sama.
Siswa dapat bekerja sama. Guru membantu siswa bekerja secara efektif dalam
kelompok, membantu mereka memahami bagaimana mereka saling
mempengaruhi dan saling berkomunikasi.
5. Berpikir kritis dan kreatif.
Siswa dapat menggunakan tingkat berfikir yang lebih tinggi secara kritis dan
kreatif, dapat menganalisis, membuat sintesis, memecahkan masalah, membuat
keputusan, dan menggunakan logika dan bukti-bukti.
6. Mengasuh atau memelihara pribadi siswa.
Siswa memelihara pribadinya: mengetahui, memberi perhatian, memiliki
harapan-harapan yanng tinggi, memotivasi dan memperkuat diri sendiri. Siswa
tidak dapat berhasil tanda dukungan orang dewasa. Siswa menghormati
temannya dan juga orang dewasa.
7. Mencapai standar yang tinggi.
Siswa mengenal dan mencapai standar yang tinggi: mengidentifikasi tujuan dan
motivasi siswa untuk mencapainya. Guru memperlihatkan kepada siswa cara
mencapai apa yang disebut “excellence”.
8. Menggunakan penilaian autentik.
Siswa menggunakan pengetahuan akademis dalam konteks dunia nyata untuk
suatu tujuan yang bermakna (Johnson: 2002)
3.5.2. Lima Strategi Umum Pembelajaran Kontekstual
Center Of Occupational Reseach And Development (CORD) menyampaikan
lima strategi bagi pendidik dalam rangka penerapan pembelajaran kontekstual, yang
disingkat react, yaitu:
1. Relating; Belajar dikaitkan dengan konteks pengalaman kehidupan nyata.
2. Experiencing; Belajar ditekankan kepada penggalian (eksplorasi), penemuan
(discovery), dan penciptaan (invention).
3. Applying; Belajar bilamana pengetahuan dipresentasikan didalam konteks
pemanfaatannya.
4. Cooperating; Belajar melalui konteks komunikasi interpersonal, pemakaian
bersama dan sebagainya.
5. Transferring; Belajar melalui pemanfaatan pengetahuan didalam situasi atau
konteks baru. (Nurhadi: 2002)

3.6. Discovery Learning


Secara sederhana, metode discovery learning dapat diartikan sebagai cara
penyajian pelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan
informasi dengan atau tanpa bantuan guru. Metode discovery learning lebih dikenal
dengan metode penemuan terbimbing, para siswa diberi bimbingan singkat untuk
menemukan jawabannya. Harus diusahakan agar jawaban atau hasil akhir itu tetap
ditemukan sendiri oleh siswa.
Metode penemuan merupakan komponen dari suatu bagian praktik pendidikan
yang seringkali diterjemahkan sebagai mengajar heuristik, yakni suatu jenis mengajar
yang meliputi metode-metode yang dirancang untuk meningkatkan rentangan keaktifan
siswa yang lebih besar, berorientasi kepada proses, mengarahkan pada diri sendiri,
mencari sendiri, dan refleksi yang sering muncul sebagai kegiatan belajar. Metode
penemuan adalah poses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan sesuatu konsep
atau prinsip.
Proses mental yang dimaksud adalah mengamati, mencerna, menggolong-
golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur dan membuat kesimpulan. Metode
discovery learning adalah metode mengajar mempergunakan teknik penemuan. Metode
discovery learning adalah proses mental dimana siswa mengasimilasi sesuatu konsep atau
sesuatu prinsip. Proses mental tersebut misalnya mengamati, menggolong-golongkan,
membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan, dan sebagainya. Dalam
teknik ini siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental itu sendiri,
guru hanya membimbing dan memberikan instruksi.
Metode discovery learning diartikan sebagai suatu prosedur mengajar yang
mementingkan pengajaran perseorangan, manipulasi obyek dan lain-lain, sebelum sampai
kepada generalisasi. Metode discovery learning merupakan komponen dari praktek
pendidikan yang meliputi metode mengajar yang memajukan cara belajar aktif,
berorientasi pada proses, mengarahkan sendiri, mencari sendiri dan reflektif. Menurut
Encyclopedia of Educational Research, penemuan merupakan suatu strategi yang unik
dapat diberi bentuk oleh guru dalam berbagai cara, termasuk mengajarkan ketrampilan
menyelidiki dan memecahkan masalah sebagai alat bagi siswa untuk mencapai tujuan
pendidikannya.
Berdasarkan uraian di atas, secara garis besar dapat dikatakan bahwa metode
discovery learning ini: (a) Merupakan suatu cara untuk mengembangkan cara belajar
siswa aktif, (b) Dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang
diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan, tidak akan mudah dilupakan siswa, (c)
Pengertian yang ditemukan sendiri merupakan pengertian yang betul-betul dikuasai dan
mudah digunakan atau ditransfer dalam situasi lain, (d) Dengan menggunakan strategi
penemuan, anak belajar menguasai salah satu metode ilmiah yang akan dapat
dikembangkannya sendiri, (e) dengan metode penemuan ini juga, anak belajar berfikir
analisis dan mencoba memecahkan problema yang dihadapi sendiri, kebiasaan ini akan
ditransfer dalam kehidupan bermasyarakat.
3.6.1. Tujuan Penerapan Metode Discovery learning
Metode penemuan sebagai metode belajar mengajar digunakan dalam kegiatan
belajar mengajar dengan tujuan sebagai berikut: (a) Meningkatkan keterlibatan siswa
secara aktif dalam memperoleh dan memproses perolehan belajar; (b) Mengarahkan
para siswa sebagai pelajar seumur hidup; (c) Mengurangi ketergantungan kepada guru
sebagai satu-satunya sumber; (d) informasi yang diperlukan oleh para siswa; (e) Melatih
para siswa mengeksplorasi atau memanfaatkan lingkungan sebagai sumber informasi
yang tidak pernah tuntas digali.
Penggunaan metode discovery learning ini guru berusaha untuk meningkatkan
aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar. Sehingga metode discovery learning
memiliki tujuan sebagai berikut: (a) Teknik ini mampu membantu siswa untuk
mengembangkan, memperbanyak kesiapan, serta panguasaan ketrampilan dalam proses
kognitif/pengenalan siswa, (b) Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat
pribadi/individual sehingga dapat kokoh atau mendalam tertinggal dalam jiwa siswa
tersebut, (c) Dapat meningkatkan kegairahan belajar para siswa.

3.7. Inquiry Learning


Inquiry adalah metode yang mampu menggiring mahasiswa untuk menyadari
apa yang telah didapatkan selama belajar. Inquiry menempatkan peserta didik sebagai
subyek belajar yang aktif (Mulyasa, 2003:234). Sedangkan metode inquiry menurut
Roestiyah (2001:75) merupakan suatu teknik atau cara yang dipergunakan dosen
untuk mengajar di depan kelas, dimana dosen membagi tugas meneliti suatu masalah
ke kelas. Mahasiswa dibagi menjadi beberapa kelompok, dan masing-masing
kelompok mendapat tugas tertentu yang harus dikerjakan, kemudian mereka
mempelajari, meneliti, atau membahas tugasnya di dalam kelompok. Setelah hasil
kerja mereka di dalam kelompok didiskusikan, kemudian dibuat laporan yang
tersusun dengan baik. Akhirnya hasil laporan dilaporkan ke sidang pleno, dan
terjadilah diskusi secara luas. Dari sidang pleno kesimpulan akan dirumuskan sebagai
kelanjutan hasil kerja kelompok. Dan kesimpulan yang terakhir bila masih ada tindak
lanjut yang harus dilaksanakan, hal itu perlu diperhatikan. Sedangkan Metode inquiry
menurut Suryosubroto (2002:192) adalah perluasan proses discovery yang digunakan
lebih mendalam. Artinya proses inqury mengandung proses-proses mental yang lebih
tinggi tingkatannya, misalnya merumuskan problema, merancang eksperimen,
melakukan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisa data, menarik kesimpulan,
dan sebagainya.
Kesuma, (2010:62) yang menyatakan bahwa, inquiry yaitu proses
pembelajaran yang didasarkan pada pencapaian dan penemuan melalui proses berpikir
secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan
tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Dengan demikian dalam proses
perencanaan, dosen bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal,
akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan mahasiswa dapat
menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya.

3.7.1. Karakteristik pembelajaran inkuiri


Pertama, strategi inkuiri menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal
untuk mencari dan menemukan, artinya strategi inkuiri menempatkan siswa sebagai
subjek belajar. Dalam proses pembelajaran, siswa tidak hanya berperan sebagai
penerima pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka berperan
untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri.
Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan
menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan
dapat menumbuhkan sikap percaya diri {self belief). Dengan demikian, strategi
pembelajaran inkuiri menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, akan tetapi
sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa. Aktivitas pembelajaran biasanya
dilakukan melalui proses tanya jawab antara guru dan siswa. Oleh sebab itu
kemampuan guru dalam menggunakan teknik bertanya merupakan syarat utama
dalam melakukan inkuiri.
Ketiga, tujuan dari penggunaan strategi pembelajaran inkuiri adalah
mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis, dan kritis, atau
mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental.
Dengan demikian, dalam metode pembelajaran inkuiri siswa tak hanya dituntut
agar menguasai materi pelajaran, akan tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan
potensi yang dimilikinya. Manusia yang hanya menguasai pelajaran belum tentu dapat
mengembangkan kemampuan berpikir secara optimal; namun sebaliknya, siswa akan
dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya manakala ia bisa menguasai materi
pelajaran.

3.7.2. Prinsip-prinsip penggunaan strategi pembelajaran inkuiri.


Pembelajaran inkuiri mengacu pada prinsip-prinsip berikut ini:
1. Berorientasi pada Pengembangan Intelektual. Tujuan utama dari pembelajaran
inkuiri adalah pengembangan kemampuan berpikir. Dengan demikian,
pembelajaran ini selain berorientasi kepada hasil belajar juga berorientasi pada
proses belajar.
2. Prinsip Interaksi. Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi,
baik interaksi antara siswa maupun interaksi siswa dengan guru, bahkan interaksi
antara siswa dengan lingkungan. Pembelajaran sebagai proses interaksi berarti
menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, tetapi sebagai pengatur
lingkungan atau pengatur interaksi itu sendiri.
3. Prinsip Bertanya. Peran guru yang harus dilakukan dalam menggunakan
pembelajaran ini adalah guru sebagai penanya. Sebab, kemampuan siswa untuk
menjawab setiap pertanyaan pada dasarnya sudah merupakan sebagian dari proses
berpikir. Dalam hal ini, kemampuan guru untuk bertanya dalam setiap langkah
inkuiri sangat diperlukan. Di samping itu, pada pembelajaran  ini juga perlu
dikembangkan sikap kritis siswa dengan selalu bertanya dan mempertanyakan
berbagai fenomena yang sedang  dipelajarinya.
4. Prinsip Belajar untuk Berpikir. Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta,
akan tetapi belajar adalah proses berpikir (learning how to think), yakni proses
mengembangkan potensi seluruh otak. Pembelajaran berpikir adalah
pemanfaatan dan penggunaan otak secara maksimal.
5. Prinsip Keterbukaan. Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang
menyediakan berbagai kemungkinan sebagai hipotesis yang harus dibuktikan
kebenarannya. Tugas guru adalah menyediakan ruang untuk memberikan
kesempatan kepada siswa mengembangkan hipotesis dan secara terbuka
membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukannya.
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/12 September 2011)
3.7.3. Tahapan Pembelajaran Inkuiri
Proses pembelajaran inkuiri dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai
berikut:
1. Merumuskan masalah; kemampuan yang dituntut adalah: (a) kesadaran terhadap
masalah; (b) melihat pentingnya masalah dan (c) merumuskan masalah.
2. Mengembangkan hipotesis; kemampuan yang dituntut dalam mengembangkan
hipotesis ini adalah : (a) menguji dan menggolongkan data yang dapat diperoleh;
(b) melihat dan merumuskan hubungan yang ada secara logis; dan merumuskan
hipotesis.
3. Menguji jawaban tentatif; kemampuan yang dituntut adalah: (a) merakit peristiwa,
terdiri dari: mengidentifikasi peristiwa yang dibutuhkan, mengumpulkan data, dan
mengevaluasi data; (b) menyusun data, terdiri dari: mentranslasikan data,
menginterpretasikan data dan mengkasifikasikan data.; (c) analisis data, terdiri
dari: melihat hubungan, mencatat persamaan dan perbedaan, dan
mengidentifikasikan trend, sekuensi, dan keteraturan.
4. Menarik kesimpulan; kemampuan yang dituntut adalah: (a) mencari pola dan
makna hubungan; dan (b) merumuskan kesimpulan
5. Menerapkan kesimpulan dan generalisasi

Penerapan setiap langkah-langkah pendekatan saintifik dan model-model


pembelajaranya di atas dapat menggunakan strategi pembelajaran yang bervariasi
serta berorientasi pada aktivitas, kreativitas, inovasi dan produktivitas serta
kolaboratif antara peserta didik diantaranya sebagai berikut (Sumber Kemendikbud
tentang Implementasi pendenkatan saintifik dalam Kurikulum 2013): Diantara strategi
tersebut adalah:
1. JP = Jigsaw Procedure.
Pembelajaran dilakukan dengan cara peserta didik sebagai anggota suatu kelompok
diberi tugas yang berbeda-beda mengenai suatu pokok bahasan. Agar masing-masing
peserta didik anggota dapat memahami keseluruhan pokok bahasan, tes diberikan
dengan materi yang menyeluruh. Penilaian didasari pada rata-rata skor tes
kelompok.
2. STAD = Student Team Achievement Divisions.
Peserta didik dalam suatu kelas dibagi menjadi beberapa kelompok kecil. Anggota-
anggota dalam setiap kelompok bertindak saling membelajarkan. Fokusnya adalah
keberhasilan seorang akan berpengaruh terhadap keberhasilan kelompok dan
demikian pula keberhasilan kelompok akan berpengaruh terhadap keberhasilan
individu peserta didik lainnya. Penilaian didasari pada pencapaian hasil belajar
individual maupun kelompok peserta didik.
3. CI = Complex Instruction.
Titik tekan kegiatan ini adalam pelaksanaan suatu proyek yang berorientasi pada
penemuan, khususnya dalam bidang sains, matematika, dan ilmu pengetahuan sosial.
Fokusnya adalah menumbuhkembangkan ketertarikan semua peserta didiksebagai
anggota kelompok terhadap pokok bahasan. Metodeini umumnya digunakan dalam
pembelajaran yang bersifat bilingual (menggunakan dua bahasa) dan di antara para
peserta didik yang sangat heterogen. Penilaian didasari pada proses dan hasil kerja
kelompok.
4. TAI = Team Accelerated Instruction.
Strategi ini merupakan kombinasi antara pembelajaran kooperatif/kolaboratif dengan
pembelajaran individual. Secara bertahap, setiap peserta didik sebagai anggota
kelompok diberi soal-soal yang harus mereka kerjakan sendiri terlebih dulu. Setelah
itu dilaksanakan penilaian bersama-sama dalam kelompok. Jika soal tahap pertama
telah diselesaikan dengan benar, setiap peserta didik mengerjakan soal-soal
berikutnya. Namun jika seorang peserta didik belum dapat menyelesaikan soal tahap
pertama dengan benar, ia harus menyelesaikan soal lain pada tahap yang sama.
Setiap tahapan soal disusun berdasarkan tingkat kesukaran soal. Penilaian didasari
pada hasil belajar individual maupun kelompok.
5. CLS = Cooperative Learning Stuctures.
Pada penerapan strategi pembelajaran ini setiap kelompok dibentuk dengan anggota
dua peserta didik (berpasangan). Seorang peserta didik bertindak sebagai tutor dan
yang lain menjadi tutee. Tutor mengajukan pertanyaan yang harus dijawab oleh
tutee. Bila jawaban tutee benar, ia memperoleh poin atau skor yang telah ditetapkan
terlebih dulu. Dalam selang waktu yang juga telah ditetapkan sebelumnya, kedua
peserta didik yang saling berpasangan itu berganti peran.
6. LT = Learning Together
Pada strategi ini kelompok-kelompok sekelas beranggotakan peserta didik yang
beragam kemampuannya. Tiap kelompok bekerjasama untuk menyelesaikan tugas
yang diberikan oleh guru. Satu kelompok hanya menerima dan mengerjakan satu set
lembar tugas. Penilaian didasarkan pada hasil kerja kelompok.
7. TGT = Teams-Games-Tournament.
Pada strategi ini, setelah belajar bersama kelompoknya sendiri, para anggota suatu
kelompok akan berlomba dengan anggota kelompok lain sesuai dengan tingkat
kemampuan masing-masing. Penilaian didasari pada jumlah nilai yang diperoleh
kelompok peserta didik.
8. AC = Academic-Constructive Controversy.
Pada startegi ini setiap anggota kelompok dituntut kemampuannya untuk berada
dalam situasi konflik intelektual yang dikembangkan berdasarkan hasil belajar
masing-masing, baik bersama anggota sekelompok maupun dengan anggota
kelompok lain. Kegiatan pembelajaran ini mengutamakan pencapaian dan
pengembangan kualitas pemecahan masalah, pemikiran kritis, pertimbangan,
hubungan antarpribadi, kesehatan psikis dan keselarasan. Penilaian didasarkan pada
kemampuan setiap anggota maupun kelompok mempertahankan posisi yang
dipilihnya.
9. CIRC = Cooperative Integrated Reading and Composition.
Pada strategi pembelajaran ini mirip dengan TAI. Metode pembelajaran ini
menekankan pembelajaran membaca, menulis dan tata bahasa. Dalam pembelajaran
ini, para peserta didik saling menilai kemampuan membaca, menulis dan tata bahasa,
baik secara tertulis maupun lisan di dalam kelompoknya.

Pendekatan saintifik dan model pembelajarannya di atas dikembangkan


supaya mencapai kompentesi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Rincian gradasi
sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang menjadi acuan pencapaian penerapkan
pendekatan saintifik dalam pembelajaran sebagai berikut:

Sikap Pengetahuan Keterampilan


Menerima Mengingat Mengamati
Menjalankan Memahami Menanya
Menghargai Menerapkan Mencoba
Menghayati, Menganalisis Menalar
Mengamalkan Mengevaluasi Menyaji
- Mencipta Mencipta

Gradasi dari sikap di atas dikembangkan dalam proses pembelajaran pada setiap jenjang
pendidikan sesuai dengan karakteristik peserta didik. Karakteristik proses pembelajaran
disesuaikan dengan karakteristik kompetensi peserta didik. Pembelajaran tematik terpadu di
SD/MI/SDLB/Paket A disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik.

E. RANGKUMAN
A. Pembelajaran Tematik
1. Pembelajaan tematik adalah pembelajaran tepadu yang menggunakan tema untuk
mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman
bermakna kepada siswa.
2. Landasan filosofis dalam pembelajaran tematik sangat dipengaruhi oleh tiga
aliran filsafat yaitu: (1) progresivisme, (2) konstruktivisme, dan (3) humanisme.
3. Landasan psikologis dalam pembelajaran tematik terutama berkaitan dengan
psikologi perkembangan peserta didik dan psikologi belajar.
4. Ciri khas dari pembelajaran tematik antara lain: 1) Pengalaman dan kegiatan
belajar sangat relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak usia
sekolah dasar; 2) Kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam pelaksanaan
pembelajaran tematik bertolak dari minat dan kebutuhan siswa; 3) Kegiatan
belajar akan lebih bermakna dan berkesan bagi siswa sehingga hasil belajar dapat
bertahan lebih lama; 4) Membantu mengembangkan keterampilan berpikir siswa;
5) Menyajikan kegiatan belajar yang bersifat pragmatis sesuai dengan
permasalahan yang sering ditemui siswa dalam lingkungannya; dan 6)
Mengembangkan keterampilan sosial siswa, seperti kerjasama, toleransi,
komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain.
5. Karakteristik pembelajaran tematik : berpusat pada siswa, memberikan
pengalaman langsung, pemisahan matapelajaran tidak begitu jelas, menyajikan
konsep dari berbagai matapelajaran, bersifat fleksibel, hasil pembelajaran sesuai
dengan minat dan kebutuhan siswa, dan menggunakan prinsip belajar sambil
bermain dan menyenangkan

B. Pendekatan Saintifik
3.7.3.1. Pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang
sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengkonstruksi pengetahuan,
ketrampilan, dan lainnya melalui tahapan mengamati, menanya, menalar,
mencoba, dan membentuk jejaring untuk semua mapel (Pusat Pengembangan
Tenaga Kependidikan).
3.7.3.2. Prinsip-prinsip pembelajaran dengan pendekatan Saintifik (Pusat
Pengembangan Tenaga kependidikan), yaitu: (1) berpusat pada siswa, (2)
membentuk students’ self concept, (3) memberikan kesempatan pada siswa untuk
mempelajari, menganalisis, menyimpulkan konsep, pengetahuan, dan prinsip, (4)
mendorong terjadinya peningkatan kemampuan berpikir siswa, (5) meningkatkan
motivasi belajar siswa dan motivasi mengajar guru, (6) emberikan kesempatan
kepada siswa untuk melatih kemampuan dalam komunikasi.
3.7.3.3. Langkah-langkah Pendekatan Saintifik ada lima, yaitu: (1) Observing
(mengamati), (2) Questioning (Menanya), (3) Associating (menalar), (4)
Experimenting (mencoba), dan (5) Networking (membentuk jejaring).
3.7.3.4. Penilaian pada pembelajaran dengan pendekatan saintifik meliputi: (a)
Penilaian proses, (b) Penilaian produk, dan (c) Penilaian sikap
3.7.3.5. Karakteristik Pembelajaran dengan menggunakan metode saintifik
(Pusat Pengembangan Tenaga kependidikan): (1) Berpusat pada siswa, (2)
Melibatkan ketrampilan proses sains dalam mengkonstruksi konsep, hukum
atau prinsip, (3) Melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam
merangsang perkembangan intelek, khususnya ketrampilan berpikir tingkat
tinggi siswa, (4) Dapat mengembangkan karakter siswa.
C. Problem-Based Learning
1. Problem based learning adalah pembelajaran yang menggunakan berbagai
macam kecerdasan yang diperlukan untuk melakukan konfrontasi terhadap
tantangan dunia nyata, kemampuan untuk menghadapi segala sesuatu yang
baru dan kompleksitas yang ada.
2. Karakteristik Poblem-Based Learning adalah sebagai berikut: (1) Permasalahan
menjadi starting point dalam belajar; (2) Permasalahan yang diangkat adalah
permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstruktur; (3) Permasalahan
membutuhkan perspektif beragam (multiple perspective); (4) Permasalahan,
menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan kompetensi yang
kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam
belajar; (5) Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama; (6) Pemanfaatan
sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan evaluasi sumber
informasi merupakan proses yang esensial dalam PBM; (7) Belajar adalah
kolaboratif, komunikatif, dan kooperatif; (8) Pengembangan ketrampilan
inkuiri dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan penguasaan isi
pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan; (9) Keterbukaan
proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar,
dan (10) PBM melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses
belajar.
3. Kebanyakan teknik asesmen dan evaluasi yang digunakan untuk Problem-
based Learning adalah menilai pekerjaan yang dihasilkan oleh pebelajar
sebagai hasil penyelidikan/hasil kerja mereka.

D. PROJECT-BASED LEARNING
1. Project based learning adalah salah satu model pembelajaran yang menekankan
pada peningkatan kemampuan analytical and critical thinking mahasiswa.
Pembelajaran ini menggunakan proyek/kegiatan sebagai media. Peserta didik
melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintesis, dan informasi untuk
menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar. Metode belajar ini menggunakan
masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan
pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam beraktifitas secara nyata.
2. Ciri-ciri Project Based Learning, diantaranya adalah: isi, kondisi, aktivitas dan
hasil.
3. Komponen-komponen Project Based Learning meliputi: (1) Isi kurikulum, (2)
Komponen multimedia, (3) Komponen petunjuk siswa, (4) Bekerja sama, (5)
Komponen hubungan dengan dunia nyata, (6) Kerangka waktu, (7) Penilaian.
4. Kelebihan Project Based Learning diantaranya: (1) Meningkatkan motivasi,
dimana siswa tekun dan berusaha keras dalam mencapai proyek dan merasa bahwa
belajar dalam proyek lebih menyenangkan daripada komponen kurikulum yang
lain; (2) Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, dari berbagai sumber
yang mendeskripsikan lingkungan belajar berbasis proyek membuat siswa menjadi
lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-problem yang kompleks; (3)
Meningkatkan kolaborasi, pentingnya kerja kelompok dalam proyek memerlukan
siswa mengembangkan dan mempraktikan keterampilan komunikasi; (4)
Meningkatkan keterampilan mengelola sumber, bila diimplementasikan secara baik
maka siswa akan belajar dan praktik dalam mengorganisasi proyek, membuat
alokasi waktu dan sumber-sumber lain seperti perlengkapan untuk menyelesaikan
tugas.
5. Kekurangan Project Based Learning diantaranya: (1) Kondisi kelas agak sulit
dikontrol dan mudah menjadi ribut saat pelaksanaan proyek karena adanya
kebebasan pada siswa sehingga memberi peluang untuk ribut dan untuk itu
diperlukannya kecakapan guru dalam penguasaan dan pengelolaan kelas yang baik;
(2) Walaupun sudah mengatur alokasi waktu yang cukup masih saja memerlukan
waktu yang lebih banyak untuk pencapaian hasil yang maksimal.

E. Pembelajaran Kontekstual

1. Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia


nyata kedalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sehari-hari, sementara siswa memperoleh pengetahuan dan ketrampilan dari
konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit, dan dari proses mengkonstruksi
sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai
anggota masyarakat.
2. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual adalah Melakukan hubungan yang
bermakna.
a. Melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan.
b. Belajar yang diatur sendiri.
c. Bekerja sama.
d. Berpikir kritis dan kreatif.
e. Mengasuh atau memelihara pribadi siswa.
f. Mencapai standar yang tinggi.
g. Menggunakan penilaian autentik.
3. Lima strategi umum pembelajaran kontekstual : relating, experiencing, applying,
cooperating, dan transferring.
4. Komponen pokok pembelajaran kontekstual : kontruktivisme, Inquiry, bertanya
(questioning), masyarakat Belajar (learning community), pemodelan (modeling),
refleksi (reflection), penilaian nyata (authentic assessment)

F. Discovery Learning
1. Secara sederhana, metode discovery learning dapat diartikan sebagai cara
penyajian pelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
menemukan informasi dengan atau tanpa bantuan guru. Metode discovery learning
lebih dikenal dengan metode penemuan terbimbing, para siswa diberi bimbingan
singkat untuk menemukan jawabannya. Harus diusahakan agar jawaban atau hasil
akhir itu tetap ditemukan sendiri oleh siswa.
2. Tujuan Penerapan Metode Discovery learning adalah: (a) Meningkatkan
keterlibatan siswa secara aktif dalam memperoleh dan memproses perolehan
belajar; (b) Mengarahkan para siswa sebagai pelajar seumur hidup; (c)
Mengurangi ketergantungan kepada guru sebagai satu-satunya sumber; (d)
informasi yang diperlukan oleh para siswa; (e) Melatih para siswa mengeksplorasi
atau memanfaatkan lingkungan sebagai sumber informasi yang tidak pernah tuntas
digali.
3. Kelebihan Penerapan Metode Discovery learning yaitu: siswa dapat mengerti
konsep dasar lebih baik, membantu dalam menggunakan ingatan, pengetahuan
mudah ditransfer pada situasi proses belajar yang baru, mendorong siswa berpikir
dan bekerja atas inisatif sendiri, memberi kepuasan instrinsik, serta pembelajaran
lebih baik.
4. Sementara kelemahan metode discovery learning adalah sebagai berikut: (a)
Dipersyaratkan keharusan adanya persiapan mental untuk cara belajar ini. (b)
Metode ini kurang berhasil untuk mengajar kelas besar. (c) Harapan yang
ditumpahkan pada strategi ini mungkin mengecewakan guru dan siswa yang sudah
biasa dengan perencanaan dan pengajaran secara tradisional, (d) Mengajar dengan
penemuan mungkin akan dipandang sebagai terlalu mementingkan memperoleh
pengertian dan kurang memperhatikan diperolehnya sikap dan ketrampilan. (e)
dalam beberapa ilmu, fasilitas yang dibutuhkan untuk mencoba ide-ide, mungkin
tidak ada, (f) Strategi ini mungkin tidak akan memberi kesempatan untuk berpikir
kreatif, kalau pengertian-pengertian yang akan ditemukan telah diseleksi terlebih
dahulu oleh guru, demikian pula proses-proses di bawah pembinaannya.
G. Inquiry Learning
1. Inquiry adalah metode yang mampu menggiring mahasiswa untuk menyadari
apa yang telah didapatkan selama belajar. Inquiry menempatkan peserta didik
sebagai subyek belajar yang aktif.
2. Karakteristik pembelajaran inkuiri: (1) menekankan kepada aktivitas siswa
secara maksimal untuk mencari dan menemukan, (2) seluruh aktivitas
diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang
dipertanyakan; (3) bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir
secara sistematis, logis, dan kritis, atau mengembangkan kemampuan
intelektual sebagai bagian dari proses mental.
3. Prinsip-prinsip penggunaan strategi pembelajaran inkuiri: (1) Berorientasi pada
Pengembangan Intelektual, (2) Prinsip Interaksi, (3) Prinsip Bertanya, (4)
Prinsip Belajar untuk Berpikir, (5) Prinsip Keterbukaan.
4. Keunggulan Strategi Pembelajaran Inkuiri: (1) Menekankan kepada
pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang,
sehingga pembelajaran melalui strategi ini dianggap lebih bermakna; (2)
Memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar
mereka, (3) Sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern yang
menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya
pengalaman, (4) Melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan di atas
rata-rata. Artinya, siswa yang memiliki kemampuan belajar bagus tidak akan
terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar.
5. Kelemahan Strategi Pembelajaran Inkuiri: (1) Sulit mengontrol kegiatan dan
keberhasilan siswa, (2) Sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena
terbentur dengan kebiasaan siswa dalam belajar, (3) Memerlukan waktu yang
panjang sehingga sering guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah
ditentukan, (4) Sulit diimplementasikan oleh setiap guru.

F. DAFTAR PUSTAKA

Elain, B. Johnson, (2002) contextual Teaching and Learning, Corwin Press, Inc. Asage
Publication Company Thousand Oaks, California.
Moedjiono, (1993) Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti, Proyek
Pembinaan Tenaga Kependidikan.
Lie, Anita 2007 cooperative Learning Memperaktekkan Cooperative Learning di Ruang
Kelas. Grasindo Jakarta
Sanjaya Wina (2006), Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Pendidikan, Jakarta
Kencana Prenada Media.
Winataputra, Udin, S. (1997), materi Pokok: Strategi Belajar Mengajar, Jakarta Depdikbud.
UT
Silberman, Mel, Active Learning: 101 Strategies to Teach Any Subject, Massachusetts: Allyn
and Bacon, 1996.
Barbara Prashing, The Power of Learning Styles, Bandung: Kifa, 2007
Bahrissalim & Abdul Haris, Modul Strategi dan Model-Model Paikem, Jakarta:
Direktorat Pendidikan Agama Islam Direktorat Jenderal Pendidikan Islam,2011

Donald C. Orhich, Robert J. Hardner, Teaching Strategies: a Guide to Better Instruction,


Boston : Hongtiton Mifflin Company, 2001
Hisyam Zaini, dkk., Desain Pembelajaran di Perguruan Tinggi, Jogjakarta: CTSD IAIN
Sunan Kalijaga Jogjakarta, 2002
Kesuma, Dharma.2010. Contextual Teaching and Learning. Yogyakarta : Rahayasa.
M. Aguston dan Dewi Suliantini, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Pasca Sarjana UNJ,
2006
Nurhadi dkk, Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK, Malang: UNM,
2004
Rusman, Model-Model Pembelajaran, Bandung: Mulia Mandiri Pers, 2010
Roestiyah. 2008. Strategi belajar mengajar, Jakarta: Rineka Cipta
Syaiful Bahri Djamrah, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka Cipta, 2002

Anda mungkin juga menyukai