A. Pengertian
Dalam beberapa buku dan literatur ada beberapa definisi dari Comotio cerebri atau gegar
otak, diantaranya yaitu:
Kamus Kedokteran, 2000
Comotio cerebri atau gegar otak adalah gangguan fungsional sementara tanpa kelainan
organik, disebabkan oleh benturan langsung atau tidak langsung.
Hudak & Gallo 2003
Gegar serebral adalah sindrom yang melibatkan bentuk ringan dari cedera otak menyebar.
ini adalah disfungsi neurologis sementara dan bersifat dapat pulih dengan atau tanpa
kehilangan kesadaran.
Engram B, 2005
Comotio Cerebri adalah suatu keadaan yang ditandai dengan kehilangan kesadaran
sementara tanpa adanya kerusakan jaringan otak.
c. Berdasarkan morfologi
1) Fraktur tengkorak
Kranium : linear/stelatum; depresi/nondepresi; terbuka/ tertutup
Basis : dengan/tanpa kebocoran cairan serebrospinal dengan tanpa kelumpuhan
nervus VII
2) Lesi intrakranial
Fokal : epidural, subdural, intracerebral
Difus : konkusi ringan, konkusi klasik, cedera aksonal difus.
C. Etiologi
Etiologi Comotio Cerebri biasanya berasal dari trauma langsung dan tidak langsung pada
kepala :
1. Trauma tidak langsung disebabkan karena tingginya tahanan atau kekuatan yang merobek
terkena pada kepala akibat menarik leher.
2. Trauma langsung bila kepala langsung terluka.
Yang bisa mengakibatkan trauma langsung maupun tidak langsung diantaranya adalah
kecelakaan bermotor, jatuh, kecelakaan industri, dan olah raga. (Barbara, C.Long, 1996, hal.
203)
D. Patofisiologi
Kranium merupakan struktur kuat yang berisi darah, jaringan otak dan jaringan
serebrospinal. Fungsi cerebral tergantung pada adekuatnya nutrisi seperti oksigen, glukosa.
Berat ringannya cedera kepala tergantung pada trauma kranium atau otak. Cedera yang
dialami dapat gegar otak, memar otak atau laserasi, fraktur dan atau hematoma (injury
vaskuler, epudural ; epiduralatau subdural hematoma).
Cedera kepala yang terjadi dapat berupa percepatan (aselerasi) atau perlambatan
(deselerasi). Trauma dapat primer atau sekunder. Trauma primer adalah trauma yang
langsung mengenai kepala saat kejadian. Sedangkan trauma sekunder merupakan kelanjutan
dari trauma primer. Trauma sekunder dapat terjadi meningkatnya tekanan intrakranial,
kerusakan otak, infeksi dan edema cerebral.
Epidural hematoma merupakan injury pada kepala dengan adanya fraktur pada tulang
tengkorak dan terdapat lesi antara tulang tengkorak dan dura. Perdarahan ini dapat meluas
hingga menekan cerebral oleh karena adanya tekanan arteri yang tinggi. Gejalanya akan
tampak seperti kebingungan atau kesadaran delirium, letargi, sukar untuk dibangunkan dan
akhirnya bisa koma. Nadi dan nafas menjadi lambat, pupil dilatasi dan adanya hemiparese.
Subdural hematoma adalah cedera kepala dimana adanya ruptur pembuluh vena dan
perdarahan terjadi antara dura dan serebrum atau antara duramater dan lapisan arakhnoid.
Terdapat dua tipe yaitu subdural hematoma akut dan kronik. Bila akut dapat dikaitkan
dengan kontusio atau laserasi yang berkembang beberapa menit atau jam. Manifestasi
tergantung pada besarnya kerusakan pada otak dan usia anak, dapat berupa kejang, sakit
kepala, muntah, meningkatnya lingkar kepala, iritabel dan perasaan mengantuk.
Cerebral hematoma adalah merupakan perdarahan yang terjadi akibat adanya memar dan
robekan pada cerebral yang akan berdampak pada perubahan vaskularisasi, anoxia dan
dilatasi dan edema. Kemudian proses tersebut akan terjadilah herniasi otak yang mendesak
ruang disekitarnya dan menyebabkan meningkatnya tekanan intrakranial. Dalam jangka
waktu 24 – 72 jam akan tampak perubahan status neurologi.
Fraktur yang terjadi pada cedera kepala dapat berupa fraktur linear, farktur depresi,
fraktur basiler, fraktur compound (laserasi kulit dan fraktur tulang). Perubahan oksigenisasi
akibat trauma otak dapat dilihat pada bagan berikut :
Gangguan oksigenisasi
Gangguan metabolisme
Comotio Cerebri dengan disertai edema dapat menyumbat sirkulasi CSF baik langsung
atau tidak yang berakibat tekanan intrakranial meningkat. Bersamaan dengan terjadinya
edema otak gangguan sirkulasi lokal maupun sistemik dan dapat disertai anoksia. (Barbara C.
Long, 1996, hal. 204)
Comotio Cerebri dapat menyebabkan perubahan fisiologis sehingga terjadi gangguan faal
berbagai organ :
1) Pola Pernafasan
Karena neurofisiologi pernafasan sangat kompleks, kerusakan neurologis dapat
menimbulkan masalah pada beberapa tingkat. Beberapa lokasi pada hemisfer serebral
mengatur kontrol volunter terhadap otot yang digunakan pada pernafasan pada
sinkronisasi dan koordinasi serebelum pada upaya otot. Nukleus dan area otak tengah
dari batang otak mengatur automatisasi pernafasan.
Pusat ini bisa dicederai oleh peningkatan TIK dan hipoksia serta oleh cedera langsung
atau interupsi aliran darah. Comotio Cerebri yang mengubah tingkat kesadaran biasanya
menimbulkan hipoventilasi alveolar karena nafas dangkal. Faktor ini akhirnya dapat
menimbulkan gagal pernafasan yang mengakibatkan laju mortalitas tinggi pola
pernafasan berbeda dapat diidentifikasi bila terdapat disfungsi intrakranial. (Hudak dan
Gallo, 2005, hal. 229).
3) Keseimbangan Hidrasi
Hampir semua pasien Comotio Cerebri akan mempunyai masalah untuk
mempertahankan status hidrasi yang seimbang. Dalam keadaan stress fisiologis makin
banyak hormon antidiuretik dan makin banyak aldosteron di produksi mengakibatkan
retensi cairan dan natrium. Proses membaik dengan sendirinya dalam sehari atau dua hari
bila diuresis terjadi. (Hudak dan Gallo, 1996, hal. 230-231).
4) Aktivitas Menelan
Suatu keadaan katabolisme dan keseimbangan nitrogen negatif adalah temuan yang
umumnya pada pasien dengan Comotio Cerebri. Gangguan area motorik dan sensorik
dari hemisfer serebral akan merusak kemampuan untuk mendeteksi adaya makanan pada
sisi mulut dipengaruhi dan untuk memanipulasinya dengan gerakan pipi dan lidah. Selain
itu reflek menelan dari batang otak mungkin hiperaktif atau menurun sampai hilang sama
sekali. Hasil fungsional adalah tersedak, batuk tidak efektif atau tidak dan aspirasi
makanan atau cairan. (Hudak dan Gallo, 2005, hal. 231-233).
5) Kemampuan Komunikasi
Pasien dengan Comotio Cerebri disertai gangguan, kemampuan komunikasi bukan
tidak terjadi secara tersendiri. Kerusakan ini akibat dari kombinasi efek-efek
disorganisasi dan kekacauan proses bahasa dan gangguan afasia khusus, bila ada.
Pasien yang telah mengalami cedera pada area hemisfer serebral dominan dapat
menunjukkan disfasia. Kehilangan kemampuan untuk menggunakan bahasa dalam
beberapa hal bahkan mungkin semua bentuk dari bahasa tersebut. (Hudak dan Gallo,
2005 hal. 233).
E. Manifestasi Klinik
Manifestasi Klinis Comotio Cerebri menurut Hudak & Gallo, 2004 :
Penurunan kesadaran beberapa detik, disorientasi dan bingung dalam waktu yang relatif
singkat.
Sakit kepala
Tidak mampu untuk berkonsentrasi
Gangguan memori sementara
Beberapa penderita mengalami amnesia retrograde
F. Penatalaksanaan Medis
Menurut Mansjoer, (2000) penatalaksanaan cedera kepala adalah :
a. Cedera Kepala Ringan
Pasien dengan cedera kepala ini umumnya dapat dipulangkan ke rumah tanpa perlu
dilakukan CT-Scan bila memenuhi kriteria berikut :
1. Hasil pemeriksaan neurologis (terutama status mini mental dan gaya berjalan) dalam
batas normal.
2. Foto servikal jelas normal
3. Adanya orang yang bertanggung jawab untuk mengamati pasien 24 jam pertama,
dengan instruksi untuk segera kembali kebagian gawat darurat jika timbul gejala yang
lebih buruk.
Kriteria perawatan di rumah sakit :
1) Adanya perdarahan intrakranial atau fraktur yang tampak pada CT Scan.
2) Konfusi, agitasi, atau kesadaran menurun
3) Adanya tanda atau gejala neurologis fokal
4) Intoksikasi obat atau alcohol
5) Adanya penyakit medis komorbid yang nyata
6) Tidak adanya orang yang dapat dipercaya untuk mengamati pasien di rumah.
G. Komplikasi
Menurut Mansjoer, (2000) komplikasi yang dapat terjadi pada cedera kepala adalah :
a. Kebocoran cairan serebrospinal dapat disebabkan oleh rusaknyaleptomeningen dan
terjadi pada 2 – 6% pasien dengan cedera kepala tertutup.
b. Fistel karotis-kavernosus ditandai oleh trias gejala : eksolelamos,kemosis,dan bruit
orbita, dapat timbul segera atau beberapa hari setelah cedera.
c. Diabetes insipidus dapat disebabkan oleh kerusakan traumatik pada tangkai hipofisis,
menyebabkan penghentian sekresi hormon antidiuretik
d. Edema pulmonal, komplikasi paru-paru yang serius pada pasien cedera kepala adalah
edema paru. Ini mungkin terutama berasal dari gangguan neurologis atau akibat dari
sindrom distres pernapasan dewasa.
e. Kejang pasca trauma dapat terjadi segera (dalam 24 jam), dan (minggu pertama) atau
lanjut (setelah satu minggu).