Anda di halaman 1dari 2

Hmm, menarik. Pendidikan.

Mungkin bagi sebagian orang “pendidikan” adalah kata


yang menjemukkan. Bosan mendengarnya. “Jika tidak menempuh pendidikan maka masa
depanmu akan menjadi gelap gulita.” Itu yang dipercaya oleh kebanyakan orang, termasuk aku.
Oleh karena itu, banyak orang tua yang bekerja keras mati-matian untuk bisa menyekolahkan
anak-anak mereka supaya bisa mendapatkan pendidikan yang layak, pendidikan yang cukup
guna menjadikan anak-anak mereka menjadi golongan orang-orang yang memiliki masa depan
cerah.

Namun, siapa sangka, dalam kutipan paragraf dari novel laskar pelangi di atas kita
dapat mengetahui bahwa ternyata disuatu tempat terpelosok yang jarang orang pedulikan masih
ada orangtua-orangtua yang justru berpikir sebaliknya. Mereka merasa bahwa menyekolahkan
anak justru akan menyulitkan masa depan mereka. Dibanding harus menghabiskan biaya untuk
menyekolahkan anak, lebih baik anak bekerja sebagai kuli untuk membantu perekonomian
keluarga yang amat menghawatirkan. Mereka hanyalah orang-orang miskin yang tidak mampu
membiayai sekolah, kalaupun mampu paling tinggi hanya sampai SMP kiranya. Lantas, untuk
apa menghabiskan biaya untuk menyekolahkan anak kalau sudah tau pada akhirnya hanya akan
jadi kuli kopral juga? Sebab, tamatan SMP tak akan berpengaruh banyak pada perubahan masa
depan. Pikir mereka. Disinilah mimpi bekerja. Tidak akan ada yag tahu apa yang akan terjadi
kedepannya, apakah benar hanya mampu bersekolah hingga SMP, atau kah justru akan ada
harapan dan keajaiban untuk bisa bersekolah hingga perguruan tinggi, sehingga bisa mengubah
haluan kehidupan keluarga mereka? Yang tadinya hanya sebatas bisa menjadi kuli kopral,
dengan adanya pendidikan mungkin ada yang bisa menjadi insinyur. Tidak ada yang tahu.
dibanding terbelenggu selamanya dalam kemiskinan dan kebodohan, lebih baik berpegang pada
harapan baru yang disebut “pendidikan.” Dan, inilah langkah awalnya.
Para pengajar dan pemerintah mengambil peran penting dalam proses ini, selain
menyediakan sekolah yang memudahkan masyarakat dalam hal biaya, para cendekiawan juga
membantu menciptakan stigma dalam kehidupan di masyarakat, bahwa menyekolahkan anak
adalah langkah bijak yang harus di ambil oleh orangtua, seperti dalam kutipan teks diatas dapat
dilihat bahwa para orang tua pada akhirnya mau menyekolahkan anak karena didasarkan oleh
rasa terpaksa. Terpaksa untuk “menghindarkan diri dari celaan aparat desa karena tak
menyekolahkan anak atau sebagai orang yang terjebak tuntutan zaman baru, tuntutan
memerdekakan anak dari buta huruf.”

Apakah menurutmu itu buruk? Menurutku tidak. Itulah peran yang harus diambil untuk
bisa membantu mereka. Membantu mencerahkan kehidupan manusia dimanapun mereka berada.
Meskipun di awal terasa sulit, pada akhirnya tidak akan ada pendidikan yang sia-sia. Seperti
nasehat yang diberikan oleh Imam Syafi’i R.A. "Jika kamu tidak
sanggup menahan lelahnya belajar, maka kamu harus sanggup menahan perihnya kebodohan."

Anda mungkin juga menyukai