Anda di halaman 1dari 112

Prolog

Ketika mengurai kata-kata tentang guru, kata-kata


yang keluar begitu deras mengalir, dada saya terasa
sesak berisi ribuan kata-kata yang ingin keluar tertuang
dalam kertas, mengalir dan terus mengalir begitu saja,
sampai tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Sosok
guru atau dengan bahasa yang lebih keren Pahlawan
tanpa tanda jasa (begitu jabatan yang diberikan oleh
negara) mempunyai peran dan arti tersendiri untuk
sebuah bangsa. Karena guru merupakan garda
terdepan dalam menyiapkan para penerus cita-cita
bangsa. Namun sebelum membahas lebih jauh tentang
guru terlebih saya akan memperkenalkan diri.
Ah...baru saja mulai kenapa harus di Stop dulu?!?.
He...Saya rasa memperkenalkan diri adalah hal yang
perlu saya lakukan, mengingat apa yang akan saya tulis
ini berkaitan dengan sosok pahlawan yang bernama
guru. Saya sebenarnya bukanlah orang lain untuk
anda, saya hidup di lingkungan guru, ayah dan ibu saya
seorang guru, begitupun dengan paman dan pakde
saya, sehingga darah guru mengalir di sendi-sendi
kehidupan saya, saya sekolah, dan makan dari gaji
seorang guru. Walau terasa sulit membayangkan
ketika saya lahir gaji ayah saya sekitar 21.000 rupiah,
entah bagaimana ayah saya membaginya untuk
keluarga dan untuk hidup di perantauan, maklum ayah

1
saya mengajar di pulau madura hingga usia saya
sekitar 12 tahun, ayah merelakan diri berjauhan
dengan ibu dan saya yang berasa jauh di pesisir selatan
pulau jawa, tepatnya di kabupaten malang atau hanya
sekitar 10 kilometer dari bibir pantai selatan, sebulan
sekali ayah pulang untuk sekedar melepas kangen,
dalam cerita beliau kadang untuk pulang harus
menumpang truk yang lewat untuk menghemat biaya
transportasi. Namun dengan berbagai kenyataan itu
toh nyatanya ayah saya mampu menyekolahkan 2
anaknya lulus sampai sarjana. Ketika saya masuk
sekolah SMA saya mengatakan kepada ayah dan ibu
saya bahwa saya ingin menjadi guru, sebuah impian
sederhana yang selalu direstui oleh ayah dan ibu saya,
walau mereka tau bagaimana kehidupan seorang guru,
apalagi waktu zaman ibu saya muda dulu, guru adalah
sebuah kata yang digunakan untuk menakut-nakuti
anak perawan yang membandel, orang tua zaman dulu
ketika anak perawanya membandel mereka akan
mengancam anaknya dengan kata nanti saya
nikahkan sama guru.., waduh seeremcerita
menyeramkan itu saya dapatkan langsung dari ibuku
sendiri.
Waktu saya mengatakan bahwa saya ingin jadi guru,
mungkin itu adalah pilihan yang idealis dan bukan
pilihan realistis untuk meraih kesuksesan. Dan benar

2
adanya ketika saya lulus SMA pilihan kuliah untuk
menjadi guru bagi teman-teman saya adalah pilihan
alternative, atau dengan kata lain pilihan yang tidak
popular, berbeda sekali dengan Negara-negara maju
seperti Jerman yang menempatkan pilihan kuliah
keguruan menjadi grade atau pilihan utama, bahkan
setelah jurusan ekonomi, teknik, atau bahkan dokter
sekalipun. Namun di Indonesia ini mulai dari zaman
kemerdekaan sampai sekitar tahun 2005-an mayoritas
pilihan menjadi guru adalah pilihan terakhir apabila
pilihan-pilihan jurusan lain sudah tidak memungkinkan
untuk masuk. Namun bagaimanapun keadaanya waktu
itu, saya masih tetap teguh memilih jurusan keguruan
karena saya ingin jadi guru. Dan akhirnya saat ini saya
mampu mewujudkan mimpi sederhana saya untuk
menjadi guru, menjadi teman dan bagian dari jutaan
pendidik lainnya di nusantara ini. Begitulah nostalgia
singkat saya waktu dulu he
Lalu bagaimana dengan guru Sekarang?. Melalui
perjuangan yang teramat panjang, nasib guru saat ini
sudah jauh berbeda, saat ini guru menjadi pilihan
jurusan yang di perhitungkan untuk kulih, walaupun
mungkin belum menandingi kepopuleran jurusan
kedokteran, namun setidaknya para calon mahasiswa
tidak sesulit jaman dahulu untuk merayu orang tua
mengizinkan kuliah jurusan kejuruan. Semua itu terjadi

3
karena saat ini kesejahteraan, martabat dan derajat
guru berangsur-angsur terangkat, dimulai dari gaji
guru yang semakin tinggi dan bahkan sejak tahun
2007 guru seperti mendapatkan kilang minyak
dirumahnya sendiri dengan adanya kebijakan
sertifikasi guru oleh pemerintah, dengan memberikan
tunjangan sebesar satu kali gaji pokok tiap bulannya.
Cukup bergengsi karena saat ini bisa dikatakan seorang
guru bisa mendapatkan gaji 7 juta bahkan lebih
perbulaanya, sesuai dengan pangkat dan golongannya.
Bahkan kini guru yang mendapatkan sertifikasi itu
sudah tak terlihat seperti kisah Guru Oemar Bakri
dalam lagunya iwan fals tahun 80-an, pakai sepeda
buntut, dan memakai sepatu atau tas kulit buaya satu-
satunya yang dimilikinya. Oemar bakri Saat ini sudah
jauh berbeda, banyak diantara mereka yang memiliki
mobil pribadi keluaran terbaru, di kendarai sendiri
dengan baju korpri kebangaan para guru dan di parkir
berjajar di halaman sekolah, belum lagi sepeda
motorahsepeda motor mah bukan barang mewah
lagi, nasibnya masih kalah tragis dengan sepatu
buayanya oemar bakri zaman dulu, yang setiap hari
dipakai terus karena hanya satu-satunya di milikinya,
sepeda motor bagi oemar bakri zaman sekarang bisa
ada 2 atau 3 di bagasi rumah. Alhamdulillah
Alhamdulillah menjadi guru professional seperti yang

4
tertera dalam sertifikat profesi yang telah
diperjuangkan melalui diklat atau portofolio Lulus
Sertifikasi Guru Dalam Jabatan Dan Dinyatakan Sebagai
Guru Profesional.
Namun ada yang ironis dengan kesejahteraan itu, gara-
gara kilang minyak itu (sertifikasi maksudnya), profesi
semulia guru mendadak oleh beberapa orang digugat
untuk tidak disejajarkan dengan sebutan pahlawan
tanpa tanda jasa, begitu ironis sekali profesi semulia
Guru digugat untuk tidak disejajarkan dengan
pahlawan tanpa tanda jasa hanya karena
kesejahteraan guru yang terangkat. Ini bukan hanya
sekedar aneh, tapi seperti dagelan intelektual, lucu
takterkira..yang perlu di pahami adalah tidak semua
guru mendapatkan kilang minyak itu masih ada
ribuan guru yang masih mengabdi dan mengajar di
dalam rimba, di desa-desa perbatasan Negara, di
puncak gunung, atau di kebingungan desa dan kota, ya
jangan di generalisasikan lahapa kata dunia!
(mengutip kata naga bonar dalam filmnya). Namun
yang perlu kita renungkan adalah, mengapa ada
segelintir orang yang mengatakan bahwa guru
bukanlah pahlawan tanpa tanda jasa lagi?. Apa yang
melatar belakangi mereka mengatakan seperti itu?.
Apa karena kesejahteraannya guru yang meningkat
saja, atau karena cerminan dari gaya hidup seorang

5
guru setelah mendapatkan kesejahteraan itu?, atau
mungkin kata professional yang disandang guru yang
dipermasalahkan?. Ah itu tak penting lah Memang
tak bisa di pungkiri ketika pemerintah memiliki niat
yang mulia dengan mengucurkan dana yang besar
untuk membentuk dan menciptakan professional-
profesional baru dalam dunia pendidikan, dengan cara
memberikan gaji dan tunjangan yang besar untuk guru
yang diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan
dan kompetensinya secara professional, semisal untuk
biaya melanjutkan studi atau pelatihan, menyiapkan
media-media pembelajaran yang relevan, untuk
penunjang pengajaran seperti komputer, laptop,
printer, atau bahkan buku. Kenyataannya masih jauh
dari harapan. Setelah kesejahteraan itu datang,
beberapa guru seperti ingin balas dendam pada masa
lampau, lalu memilih untuk melanggar pernyataan
yang mungkin sudah dinasehatkan kepada muridnya
bahwa kesederhanaan adalah perwujudan rasa
syukur, dengan berbelanja, atau membeli apapun
bukan karena atas dasar apa yang dibutuhkan, tetapi
atas dasar apa yang dinginkan. Inalilahi ,apa kata
dunia lagi kalau penyakit kronis itu menjalar ke dalam
sendi para pengabdi dan pahlawan tanpa tanda jasa
Cukup bang adhe!!! jangan pojokkan kamibiarkanlah
kami menikmati buah perjuangan ini dulu, jangan

6
disindir dulu lahatau jangan-jangan bang ade ini iri ya
hetidak salah kan kami menikmati hasil kerja
kami?!?.
Waahmaaf beribu maaf ya, memang tidak salah kok
menikmati hasil kerja sendiri, lagian mengapa saya
harus iri?, sayapun juga menikmati kesejahteraan luar
biasa ini. Cuman bagaimana dengan tanggung jawab
kita sebagai seorang guru, dan tanggungjawab kita
sebagai seorang Profesional sesuai dengan Sertifikat
Profesi itu, dalam pemanfaatan subsidi pemerintah
untuk peningkatan kompetensi melalui tunjangan
profesi itu?. Sulit terbayangkan kalau sebatang ranting
untuk Slilit Sang Kiai saja dalam bukunya Emha Ainun
Najib di pertanggungjawabkan dan membuat masalah
di alam kubur, lalu bagaimana dengan kilang minyak
kita itu?. Memang terasa begitu aneh jika saya
berbicara tentang guru, sedangkan saya sendiri adalah
seorang guru, guru kok menggurui guru. Agar terasa
aman, abaikan dulu profesi saya sebagai seorang Guru
PNS, alangkah baiknya dalam renungan intelektual ini
saya akan menempatkan diri bukan sebagai seorang
guru yang menggurui, tapi saya akan menempatkan
diri sebagai seorang murid yang dari dulu sampai
sekarang tidak lulus-lulus, masih sering remidi
utamanya untuk mata pelajaran keihlasan dan
kebaikan, masih sering remidi karena masih banyak

7
buruknya dari pada baiknya. Saya hanya mencoba
menyampaikan setitik kebaikan dan kebenaran,
kalaupun toh ada yang tersindir tak apalah, karena
tersindir berarti ada bibit kebaikan baru yang akan
tertanam. Saya tidak mau jualan kecap disini, karena
saya yakin andalah yang nomor satu, namun Ali Bin Abi
Tholib pernah mengatakan janganlah melihat siapa
yang mengatakan, tapi dengarkan apa yang
dikatakan, atau dengan bahasa saya keburukan akan
tetap menjadi keburukan walau disampaikan oleh kyai
atau ulama agama sekalipun, dan kebaikan akan tetap
menjadi kebaikan walaupun disampaikan oleh sampah
sekalipun, dan biarkanlah sampah ini menyampaikan
setitik kebenaran dan kebaikan.
Waduh...waduh...waduh... biasa aja kali bang adhe,
ndak perlu nyolot gitusabar bang sabartarik
nafaslalu hembuskankalau sudah tenang silahkan
monggo dilanjut tadi itu Cuma sekedar konfirmasi
saja bang
Astaqfirullahsahabat, saudaraku guru semuannya
sebenarnya saya hanya ingin mengatakan bahwa kita
begitu beruntung memiliki takdir menjadi guru, tidak
semua orang mendapatkan kesempatan mulia ini,
alangkah disayangkan apabila kita tidak memanfaatkan
kesempatan emas itu dengan baik, apalagi bagi kita
yang telah menikmati kesejahteraan sebagai seorang

8
guru. Saat ini memang profesi guru sedikit
tersamarkan oleh kesejahtaraan itu, dahulu bagi
orang-orang yang ingin menjadi guru, harus berfikir
ulang karena kesejahteraannya yang minin, butuh
keihlasan tingkat tinggi untuk menjalaninnya, namun
saat ini dengan kesejahteraan yang tinggi peran guru
terasa tersamarkan keihlasannya, apakah murni
dilandasi pengabdian, atau sekedar cari uang saja.
Semua itu tersamarkan dan hanya dapat dibaca oleh
pribadi masing-masing guru. Namun terlepas dari
semua itu setahu saya profesi guru itu adalah ladang
amal yang tak terputus, seorang guru tak pernah
peduli kalau dunia melupakannya, seorang guru pun
tidak peduli kalau dirinya tak pernah tercatat sebagai
bagian dari sejarah, karena guru akan selalu
bersukacita dan bersyukur atas takdir dan kesempatan
yang tuhan berikan kepadannya untuk senantiasa
mendidik dan melihat keajaiban-keajaiban kecilnya
tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang baik, dan murid-
muridnya adalah keajaiban-keajaiban kecil seorang
guru, guru tak pernah mengharapkan imbalan dari
murid-muridnya ketika mereka berhasil dan sukses,
karena guru sudah cukup bahagia dan bangga ketika
melihat dan mendengar keberhasilan dari muridnya.
Guru hanya ingin menjadi bagian yang baik dari kisah
hidup mereka, guru hanya ingin sedikit saja berguna

9
untuk mereka dari entah berapa sisa waktu yang tuhan
masih berikan padanya.
Sahabat Guruku semuannyaKata- kata ini adalah
Psikoanalisa tentang engkau, kata yang berisi kekuatan
bagi setiap para pengabdi pahlawan tanpa tanda jasa
dimanapun berada. Karena tidak semua guru di negeri
ini mendapatkan kesejahteraan yang layak, masih ada
ratusan ribu para pengabdi yang belum mendapatkan
hak sesuai dengan kewajiban yang di embannya.
Namun mengutip ayat suci alquran Barangsiapa yang
mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia
akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang
mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya
dia akan melihat (balasan)nya pula. {Q.s. Al-
Zalzalah:7-8}, dan tuhan maha adil atas segalanya,
keadilan itu pasti akan datang entah esok, lusa, bulan
depan, tahun depan, atau bahkan dikehidupan setelah
kematian, pasti keadilan itu akan datang karena janji
Allah itu maha benar (setidaknya ada 9 ayat dalam
Al-Quran yang mengatakan bahwa sesungguhnya janji
allah itu maha benar). Bagi semua Guru yang penuh
dedikasi dalam pengabdiannya, teruslah berjuang
untuk keajaiban-keajaiban kecil kalian, jadikanlah buku
ini sebagai teman ketika melihat seorang menyiayiakan
kesempatannya ketika menjadi guru. Yang hadir di
sekolah hanya sebagai wujud saja, dan tidak

10
melibatkan sifat dan hati sebagai seorang guru, atau
mungkin yang memaksakan anak menyelesaikan
semua materi secepatnya agar ia bisa melakukan hal
lain di sisa waktunya, atau sekedar memberikan jam
kosong untuk muridnya. Lalu berbangga dan bersuka
cita menikmati gaji plus tunjangan sertifikasi sebagai
seorang guru, dan mengatakan kesemua orang aku
adalah seorang Guru. Namun seperti yang dikatakan
Cak Nun dalam sebuah acara di televisi berhati-
hatilahkarena tidak semua harta yang kau dapatkan
itu adalah berkah, jangan-jangan itu adalah musibah.
Tetaplah bersemangat para pengabdi, biarlah tuhan
yang mengatur setiap jalan hidup ini dengan
keadilannya, lalu katakan dalam penuh kesungguhan
hati aku bersyukur menjadi Guru, dan aku bangga
menjadi seorang Guru.
Memang butuh sedikit kesabaran untuk menyelami
samudra dalam renungan intelektual ini. Namun saya
yakin setiap lembar demi lembar yang ada akan
menguatkan hati untuk senantiasa menjadi Guru yang
terbaik untuk keajaiban-keajaiban kecilnya. Semoga
tuhan senantiasa memudahkan jalan hidup bagi
siapapun yang mendedikasikan hidupnya untuk
menjadi Pahlawan Tanpa Tanda Jasa, Guru. Amin
Selamat menikmati

11
Mereka (Murid-Muridku)
Adalah

12
Ladang Amalku
Pernahkah kita bertanya pada diri kita, berapa lama
lagi aku hidup didunia ini?, masih lamakah atau sudah
dekat ajal kita?, lalu apakah bekal kita sudah cukup
untuk menghadapinya?, berapa banyak pahala yang
telah kita kumpulkan?, berapa banyak orang yang
mendoakan kita ketika kita sudah tiada?, atau apakah
masih tersisa amal didunia ketika kita suatu saat nanti
sudah tiada?. Itu adalah Pertanyaan-pertanyaan
mendasar sebagai seorang manusia yang memiliki
keterbatasan umur. Rata-rata umur manusia saat ini
adalah 60 tahun , kalaupun ada yang 100 tahun, akan
sangat jarang kita temui, apalagi seperti bait terakhir
dari puisi Aku karya Chairil anwar Aku ingin hidup
1000 tahun lagi, emang kita nabi nuh 1000 tahun?.
Yang menjadi pertanyaan bukanlah sekedar kita hidup
berapa tahun?, tetapi apakah nama kita berlalu begitu
saja setelah kita tiada, atau terus terkenang untuk
beberapa generasi, atau untuk selamanya?. Ya seperti
bait terakhir puisi chairail awar tersebut, sebuah
harapan agar bisa hidup 1000 tahun, ya walaupun raga
tidak bisa hidup 1000 tahun, setidaknya jiwa kita bisa
hidup 1000 tahun, apa bisa?, tentu bisa, toh nyatanya
kita masih terus mengingat dan memuliakan para nabi
yang hidup ratusan atau ribuan tahun yang lalu. Atau
setidaknya sosok pengarang sendiri yang sampai saat

13
ini masih terus kita kenang, walaupun chairil anwar
meninggal di usia yang masih sangat muda yaitu di usia
27 tahun, namun 95 tahun sejak kelahiran beliau kita
masih terus mengingat dan mengenang beliau, bukan
hanya sekedar karya-karyanya yang fenomenal, namun
karena dedikasinya terhadap sastra indonesian dan
ikut memperjuangkan bahasa indonesia sebagai
bahasa pemersatu bangsa. Atau kita mengacu pada
kisah seorang anak di Perancis di sebuah desa kecil
disana, Kira-kira lebih dari 200 tahun yang lampau,
hiduplah sebuah keluarga sederhana di sebuah rumah
batu yang mungil, Seorang kepala keluarga yang
menghidupi istri dan empat orang anaknya dengan
bekerja membuat pelana kuda dan sadelnya bagi para
petani di daerahnya. Pada 4 Januari 1809, lahirlah
seorang anak terakhir dari keluarga tersebut. Seorang
anak yang terlahir sempurna, dan memiliki bakat-bakat
menonjol, seperti cerdik, banyak akal dan mempunyai
rasa penasaran akan sesuatu yang terus menerus dan
seakan tidak ada habisnya, anak tersebut diberi nama
Louis Braile. Saat dirinya masih balita, dia sering sekali
diajak ke bengkel kerja ayahnya, dimana disana ia
bermain dengan berbagai peralatan yang ada dan
memperhatikan proses pembuatan pelana yang
ayahnya kerjakan. Tak disangka suatu hari
keingintahuannya dengan berbagai peralatan yang ada

14
di bengkel ayahnya menimbulkan bencana untuk
dirinya. Saat ia sedang bermain dengan benda tajam
yang biasanya digunakan ayahnya untuk melubangi
bahan dari kulit, benda yang tajam itu tidak sengaja
mengenai salah satu matanya. Luka tersebut kemudian
menjadi infeksi dan menyebar ke mata yang lain,
sehingga dalam waktu satu tahun anak yang terlahir
sempurna tersebut menjadi buta. karena kebutaannya
itu keluarganya bahkan juga ayah dan ibunya menjadi
kuatir dengan masa depannya. Namun pendeta dan
guru sekolah tetap mendorong agar dia tetap diikutkan
ke sekolah seperti halnya murid-murid normal yang
lainnya, walaupun saat belajar Dia hanya bisa
menangkap pelajaran hanya melalui pendengarannya.
Karena dorongan orang tua dan gurunya, serta
kegigihannya dia berhasil menjadi juara kelas dan
mematahkan anggapan bahwa anak difabel tidak bisa
berprestasi. Dengan kemampuannya yaitu daya
tangkap yang luar biasa dan juga daya ingatnya yang
luar biasa, terutama di bidang sains. Ya memang takdir
tuhan tidak pernah ada yang salah. singkat cerita di
usia 10 tahun Louis Braile berhasil meraih beasiswa
dari Royal Institution For Blind Youth di Paris, yang
merupakan satu-satunya sekolah tuna netra yang ada
saat itu di dunia. Buku-buku di sekolah tersebut
dicetak dengan menggunakan sistem emboss, yaitu

15
cetak menonjol sehingga bisa diraba oleh tangan.
Sistem ini diciptakan oleh sang pendiri sekolah,
Valentin Hauy.
Di Royal Institution For Blind Youth itu lagi-lagi dia
berhasil menjadi siswa brilian, walaupun disitu ia
tercatat sebagai siswa termuda. Ia juga ternyata
mempunyai bakat bermusik di dalam dirinya, terutama
pada instrument piano, organ, biola dan cello.
Di sekolah ini Louis berpikir banyak mengenai sistem
emboss yang ada, dia berpikir bagaimana
mengembangkan sistem itu karena pada kenyataannya
sistem emboss itu masih memiliki kelemahan karena
tidak memungkinkan untuk para tuna netra menulis
tulisannya sendiri dengan sistem emboss.
Suatu hari Louis datang ke sebuah ceramah dari
seorang yang bekerja di kemiliteran yang bernama
Charles Barbier. Tentara ini bercerita mengenai apa
yang sedang dikerjakannya yaitu mengembangkan
sistem sonografi, atau metode pertukaran kode
menggunakan sistem emboss. Metode pertukaran
kode ini menggunakan simbol-simbol praktis yang
mewakili kata-kata tertentu dan bukannya
menggunakan alfabet seperti yang ada di sistem
emboss.
Metode yang digunakan oleh Charles Barbier ini pada
jaman perang digunakan oleh para tentara untuk

16
bertukar informasi. Namun sistem yang digunakan
oleh Charles Barbier ini justru diragukan oleh pihak
sekolah. Namun Louis tertarik untuk mempelajari dan
mengembangkannya. Dia meneliti sistem yang
digunakan oleh Charles Barbier ini selama tiga tahun.
Dia kemudian mengembangkan sistem Charles Barbier
ini menjadi sistem yang dapat berguna dan lebih
bermanfaat untuk kaum tuna netra. Setelah melalui
serangkaian ujicoba akhirnya Dia Braille yang saat itu
masih berumur 15 tahun berhasil membuat sebuah
sistem yang memakai enam titik dan disesuaikan untuk
ke dua puluh enam alfabet. Bahkan ia merancang kode
untuk not musik dan matematika. Kala itu yang
menggunakannya baru Dia dan teman-temannya saja,
teman-temannya sangat menyukai menggunakan
sistem buatannya ini karena memudahkan mereka
untuk membaca secepat orang yang bisa melihat.
Sistem rancangan Louis ini juga memungkinkan teman-
teman tuna netranya untuk menulis dengan membuat
lubang-lubang di kertas. Pada usianya yang ke-20
tahun, Louis Braille memperkenalkan rancangannya
kepada publik. Pada 1834, ia melakukan demonstrasi
di Paris Exposition of Industry, dan karyanya dipuji oleh
pemimpin Perancis pada saat itu yaitu Raja Dia
Phillippe. Ironisnya, para guru di sekolah Dia (yang
mayoritas bukan tuna netra) menolak sistem tersebut.

17
Jadilah sistem huruf emboss tetap menjadi satu-
satunya metode yang diterapkan di sekolah tuna netra
itu. Louis Pantang menyerah, pada 1829 Dia
menerbitkan buku untuk memperkenalkan alfabet
ciptaannya yang berjudul Method of Writing Words,
Music and Plain Song by Means of Dots, for Use by the
Blind and Arranged by Them. Setelah lulus, Dia
menjadi pengajar di almamaternya. Ia menjadi guru
kesayangan para siswa, meski alfabetnya masih saja
belum diterima kaum elit akademisi dengan berbagai
alasan. Bahkan, direktur sekolah tempat Dia mengajar
pernah membakar buku yang memakai abjad
ciptaannya. Alat-alat tulis Dia juga disita dari tangan
para siswa. Tak mau kalah, siswa-siswa yang jengkel
meneruskan penggunaan hurus Braille dengan
memakai jarum rajut, garpu, maupun paku.
Popularitas huruf Braille terlalu besar untuk bisa
dibendung. Apalagi, Louis Braille terus memperbaiki
dan menyempurnakan sistem kodenya agar semakin
praktis untuk digunakan oleh kaum tuna netra.
Namun, pada akhirnya setelah bertahun-tahun
larangan penggunaan huruf Braille di Royal Institution
For Blind Youth dicabut. Dia Braille justru harus
mengundurkan diri dan pulang ke desanya di Coupvray
karena ia menderita TBC.

18
Pada suatu saat salah seorang murid tunanetranya
memainkan piano di salah satu gedung besar di paris.
Pertunjukannya sangat memukau, sehingga
mengundang decak kagum semua orang, dan ketika
dia diberi kesempatan berbicara anak tersebut
mengatakan sesungguhnya bukan saya yang berhak
mendapatkan penghargaan ini, tapi seorang lelaki yang
telah mengajarkan saya melalui penemuannya yang
luar biasa. Saat ini, orang itu sedang terbaring sakit,
seorang diri, dan jauh dari apresiasi atas
penemuannya. Lalu sejak saat itulah surat kabar dan
majalah mulai sering membahas tantang Louis Braile,
lalu berusaha keras untuk mengukuhkan dan
mempertahankan metodenya. Lalu kemudian hari
pemerintah perancis pun mengakui hasil
penemuannya. Kemudian sahabat, murid-muridnya
mulai mengapresiasikan karya monumental itu ke
masyarakat luas, bahkan keluar perancis.
Pada suatu saat ketika karena penyakit yang semakin
parah, Louis Braile berkata sambil bergelinang air
mata, Louis Braile mengatakan dalam hidup ini, aku
hanya pernah tiga kali mengangis. Pertama ketika
mataku buta, kedua ketika aku menemukan metode
penulisan huruf untuk orang tuna netra, dan ketiga,
saat ini, walaupun aku terbaring sakit, namun aku tahu
bahwa rupanya hidupku tak akan berlalu sia-sia.

19
Walaupun Louis Braile meninggal di usia 43 tahun,
namun hampir 200 tahun setelah kematiannya,
terutama untuk kaum tuna netra, masih terus
berterima kasih padanya, karena dengan
penemuannya itu, lebih dari 20 juta orang tuna netra
di dunia mampu untuk melihat masa depan, melihat
ilmu pengetahuan, menulis, berhitung, bahkan
membaca kitab suci sekalipun.
Ada pelajaran hidup yang diajarkan oleh Braile...bukan
sekedar tentang penemuannya yang fenomenal
namun tentang pelajaran kebermaknaan hidup, seperti
yang dia katakan bahwa selama dia hidup dia pernah
menangis 3 kali, tangis adalah penanda sebuah
kesedihan yang mendalam, namun tangis pula bisa
dijadikan penanda kebahagiaan yang mendalam pula,
seseorang yang terlalu bahagia akan mengeluarkan
kebahagiaannya dengan menangis haru, ketika kecil
Braile menangis karena kesakitan matanya tertancap
sebagai expresi kesedihan, namun ketika di ujung
hidupnya Braile juga menangis karena sangat bahagia,
bahagia karena rupanya hidupnya tak berlalu sia sia.
Dia tau dengan penemuannya, maka dia akan
membantu banyak orang buta didunia, atau
setidaknya mereka akan berterima kasih untuk Braile
dari bukan dari satu generasi tapi dari generasi ke

20
generasi selanjutnya, namanya akan abadi seiring
dengan terus dipakainya penemuannya.
Kawan, kita tinggakan dulu intermezo kisah louis
Braile, sebenarnya saya mengisahkan Braile sebagai
pengantar dalam pokok bahasan kali ini yaitu ladang
amal yang tak terputus, ya seperti Braile dengan
penemuannya, selama penemuannya masih digunakan
orang maka tentu saja ladang amalnyapun juga tak kan
terputus walaupun Braile telah meninggal hampir 200
tahun yang lalu. Namun permasalahannya tidak
banyak orang-orang seperti Braile, yang dengan
kecerdasannya mampu menciptakan penemuan, lalu
bagaimana dengan orang-orang biasa yang juga ingin
hidupnya bermakna untuk orang lain?. Apakah kita
juga mampu menyimpan ladang amal bahkan ratusan
tahun setelah kita meninggal?. Jawabanya adalah
tentu kita mampu. Saya jadi teringat waktu saya duduk
di bangku SMA dahulu, guru pendidikan agama islam
saya Pak Pri begitu panggilannya, pernah bertanya ke
seluruh siswa dikelas saya, pertanyaannya adalah apa
tujuan kalian hidup?, beberapa diantara kami memang
memiliki tujuan hidupnya masing-masing, ada yang
ingin menjadi pengusaha kaya raya, sampai pada
pemain sepakbola Timnas Indonesia, kemudian yang
agak bijak, atau mungkin berlagak bijak mengatakan
ingin membahagiakan orang tua, atau sekedar

21
jawaban standart anak-anak SMA ingin Sukses,
jawaban itu bersuara keras sekali dan Fals, tapi tetap
gak jelas sukses yang seperti apa?, dan itu adalah suara
saya...haha...semua jawaban itu dibenarkan oleh Pak
Pri, namun beliau dengan bijaksanannya mengatakan
bahwa tujuan yang paling utama manusia hidup adalah
untuk mati, mati dalam kedamaian hati dan
ketentraman jiwa, atau dalam bahasa islam Khusnul
Khotimah, selain menjaga iman, kalian juga harus
seluas-luasnya mengumpulkan amal sebagai bekal
kehidupan kalian setelah mati, ajarkan setitik kebaikan
seperti isi surat didalam alquran Barang siapa yang
mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia
akan melihat (balasan) nya.(Az-Zazalah:7). Sebagai
ladang amal yang tak terhenti bahkan ketika kalian
mati, contohnya seperti mengajarkan tata cara sholat
yang benar kepada seorang murid, lalu murid itu akan
mengajarkannya ke anaknya suatu saat, atau bahkan
ke cucunya, sekalipun guru yang mengajarkan tata
cara sholat itu telah tiada maka barokan amal akan
terus mengalir dari kebaikan yang diajarkanya, dan
kata itulah salah-satu mutiara ilmu yang membuat
saya ingin sekali menjadi guru. Dan bersyukur sekali
keingingan saya menjadi guru saat ini telah tewujud.
Guru memang bukanlah orang istimewa seperti kata
Marva Collin tidak ada keajaiban di dalam profesi

22
guru. guru tidak berjalan di atas air, atau bahkan
membelah lautan, guru layaknya orang biasa seperti
manusia pada umumnya namun jika seorang guru
menjalankan tugasnya sebagai guru dengan penuh
dedikasi tentu akan menjadi profesi yang penuh
dengan ladang amal yang tak terputus, ajaran
kebaikaanya bukan hanya melekat di hati anak, namun
suatu ketika mungkin akan juga di ajarkan ke semua
orang, termasuk suami atau istrinya, keanaknya,
kecucunya, atau seterusnya sepanjang hidupnya,
sebagai ladang amal yang tak terhenti dan
berbahagialah bagi orang biasa seperti kita yang di
berikan amanah sebagai seorang guru. Semoga iktiar
kita selama mengajarkan murid dengan penuh dedikasi
akan menjadikan ladang amal yang tak terputus,
bahkan ketika kita telah tiada, lalu menjadikan hidup
kita menjadi lebih bermakna suatu saat nanti, dan
mungkin diujung usia, kita pun juga bisa menangis
bahagia seperti Braile karena kita melihat anak didik
kita telah berhasil tumbuh menjadi pribadi-pribadi
yang baik, dan kita tau bahwa rupanya hidup kita tidak
berlalu sia-sia. Lalu mengakhiri tujuan utama manusia
hidup yaitu untuk mati dengan seindah-indahnya
amin...

23
Kebaikan Yang Bermuara Pada Kebaikan.
Sore itu sekitar tahun 2012, saya begitu dikejutkan
dengan adanya kabar yang saya terima melalui pesan
singkat (SMS), dalam pesan itu tertulis kalimat
inalilahi wainailaihi rojiun, telah berpulang
kerahmatullah Bpk. H. Kholiq S.Ag guru sman 1
srengat, dan rencananya malam ini juga akan langsung
dikebumikan. Pesan singkat itu, langsung merubah
suasana sore saya, saya masih tidak percaya dengan
berita tersebut, karena kemarin saya masih sempat
menjenguk beliau yang sedang sakit dan beliau masih
terlihat begitu kuat. Namun akhirnya takdir berkata
lain beliau seorang guru agama islam, pendakwah
jenius yang pernah saya temui, sekaligus guru dalam
profesi saya telah berpulang keharibaan yang maha
agung. Alm. H. Kholiq bukan hanya sekedar seorang
guru untuk murid-muridnya, tapi juga guru untuk
semua orang dalam berbagai hal, beliau menenamkan
segala sifat keguruannya kepada semua murid-
muridnya, dengan bahasa yang santun, segar, namun
tak jarang dibalut dengan humor, beliau
menyampaikan kebenaran demi kebenaran untuk
kebaikan semua orang kalau dalam bahasanya
jamaludin el- banjari, dalam bukunya alm. H.Kholiq
adalah inspiring teacher. Dalam urusan mengajar
beliau pernah mengatakan bahwa kebaikan itu akan

24
bermuara pada kebaikan, dan guru dengan penuh
kesyukuran memiliki kesempatan yang luas untuk
menyampaikan kebaikannya itu di sela pelajaran yang
diberikan. Dan masih banyak pelajaran hidup dari
sosok beliau sebagai seorang inspiring teacher.
Dan hari itu saya harus melepas beliau untuk tempat
yang lebih indah tentunya. Sore itu saya langsung
bergegas mempersiapkan diri untuk takziah, sekitar
jam 18.30 saya berangkat. Jarak rumah saya dengan
beliau tidak terlalu jauh hanya sekitar 30 menit
perjalanan, namun perjalanan saya terhenti di
perempatan jalan masuk rumah almarhum, karena
diperempatan itu sudah sesak dengan kendaraan para
pelayat, walaupun rumah almarhum masih jauh dan
tak terlihat dari perempatan itu, dan akhirnya saya pun
memparkir kendaraan saya di perempatan itu. Setelah
saya mulai berjalan kaki saya merasa tak terlalu asing
dengan para pelayat yang datang, mayoritas diantara
mereka adalah para alumni-alumni dari sekolah yang
beliau ajar, gema tahlil, dan tahmit mengiringi
kepergian beliau, dan bisa saya bayangkan andai saja
lautan manusia berjajar satu-persatu, mungkin mereka
tak perlu ada ambulan yang mengantarkan beliau ke
peristirahatan terakhirnya. Mengingat begitu luar
biasa banyaknya para pelayat yang datang bagi ukuran
seorang guru biasa. Jumlah yang sudah cukup

25
menggambarkan bagaimana sosok seorang guru
dimata para muridnya, atau sekedar membuktikan
bahwa memang benar setiap kebaikan akan bermuara
pada kebaikan, dan kebaikan yang beliau tanamkan ke
murid-muridnya saat ini sudah bermuara pada
kebaikan untuk almarhum sendiri, setidaknya
tercermin pada lantunan doa dan tahmid yang
meneduhkan kepergian seorang inspiring Teacher Alm
H.Kholiq.
Waktu itu hati saya begitu terharu dan meletup seperti
uranium, tak tentu arah disisi lain merasa kehilangan
sosok beliau, disisi lain pula rasa haru, bercampur
bahagia mendenganr lantunan tahmid tak henti-
hentinya mengiringi kepergian beliau, lalu
memunculkan pesan rohani disisi lainnya yaitu pesan
bahwa suatu saat nanti aku pasti akan menyusul
beliau, tak berdaya dan hanya membutuhkan bantuan
orang lain untuk mengantarkanku ke peristirahatan
terakhirku, dan seberapa banyak doa yang mengiringi
kepergianku?. Memang dalam hidup ini kita sedang
antri untuk menghadapi kematian itu , namun hal yang
terpenting dari itu semua adalah bagaimana dan
seperti apa kematian itu datang, apakah setelah
kematian itu nama kita hanya akan berlalu begitu saja
di kehidupan ini, ataukan nama kita masih tertanam di
hati banyak orang, doanya dan kebaikan yang kita

26
tanam senantiasa mengalir dan memayungi kita di
alam kubur atau tidak sama sekali?. Itulah pilihan
hidup manusia.
Seperti pilihan hidup yang telah didedikasikan oleh
Alm pak Kholik, beliau mendapatkan kehormatan
sebagai manusia dengan lautan manusia yang
mengantarkan kepergian beliau, beliau bukan tokoh
besar, bukan Kyai atau ulama besar, bukan juga
pahlawan nasional, atau pemimpin negara, beliau
hanya seorang guru biasa, yang hidup dengan cara
guru, namun mendapatkan kehormatan itu, dgn doa
yang ikhlas dari semua pelayat mampu meneduhkan di
peristirahatan terakhirnya, dan saya yakin lautan
manusia tersebut begitu iklas dalam mendoakan dan
mengiringi kepergian beliau. Ada diantara mereka
orang yang saya kenal, setelah kami bergantian
mensholatkan beliau, saya menemuinnya, beliau
adalah langganan saya ketika mencetak baner untuk
keperluan sekolah, beliau adalah pemilik sebuah
percetakan, yang bisa dikategorikan sukses, walaupun
umurnya lebih tua dari saya beliau pernah bercerita
tentang kisahnya dengan Alm Pak Kholik, katanya dulu
ketika SMA beliaulah yang memotivasinya untuk
berubah menjadi lebih baik, beliau sering ngumbah
saya katanya, atau dalam bahasa indonesia
memberikan wejangan hidup untuk menjadi lebih baik,

27
hingga saya menjadi seperti sekarang ini, bahkan
ketika setelah lulus pun dan masalah besar
menghampiriku, beliau tidak riskan untuk memberikan
wejangan lagi untuk saya, hingga saya bisa bertahan
dan menyelesaikannya, saya sudah menganggapnya
seperti ayah saya sendiri. (cerita nyata, yang saya
dengar sendiri). Beliau mengajar bukan sekedar
mengajar, namun mencoba untuk menyentuh hati
murid-muridnya, dia bantu semampu yang dimilikinya,
baik nasehat, pikiran atau bahkan materi sekalipun.
Dan seperti yang bisa ditebak beliau tidak
mengharapkan imbalan berlebih dari murid-murid
tercintannya, beliau hanya ingin menggandeng tangan,
membuka pikiran, menyentuh hati, membentuk masa
depan, dan memuarakan kebaikan kepada murid-
muridnya, yang tanpa disadarinya kebaikan itu
bermuara pada dirinya sendiri.
Kawan Karl Menninger seorang...pernah mengatakan
bahwa Makna guru itu lebih penting daripada apa
yang ia ajarkan. Namun itu tentunya berlaku untuk
guru-guru yang penuh dedikasi dalam profesinya
sebagai guru, dan sekali lagi yang menyentuh hati
murid-muridnya, bukan hanya tentang materi yang
diajarkan tapi tentang memahami siswanya sebagai
pribadi manusia. Maksud dari ungkapan tersebut
adalah ketika seorang guru mengajar jangan terfokus

28
hanya pada materi yang diajarkan saja, namun juga
membagi fokus itu terhadap murid-muridnya,
memberikan kesan, pelajaran hidup dan penuh dengan
kehangatan. Profesi guru memang profesi yang mulia,
karena guru medianya bukanlah kanvas, melainkan
jiwa manusia. Ketika seorang guru mampu menyentuh
jiwa muridnya dengan keiklasan dan kebaikan, maka
suatu saat nanti keiklasan dan kebaikan itu akan
bermuara untuk kebaikan guru itu sendiri, seperti jajni
Allah Barang siapa yang membawa kebaikan, maka ia
memperoleh (balasan) yang lebih baik daripadanya,
sedang mereka itu adalah orang-orang yang aman
tenteram dari kejutan yang dahsyat pada hari itu (Al-
Naml:89). Dan sesungguhnya janji Allah maha benar.
Kawan, selamat menjadi guru dengan pribadi yang
terbaik untuk senantiasa mengajar dan bekerja
dengan hati, dan dengan penuh kebaikan, untuk
membaikkan mereka, atau sebenarnya bermuara
untuk kebaikan kita sendiri.

Tabungan Akhiratku
Saudaraku kawan guru,kali ini kita mulai berbicara
dengan menggunakan kalkulasi, hitung menghitung
sederhana. Rumus yang kita gunakan kali ini adalah
rumus yang tidak bisa kita perdebatkan lagi, rumus,
paten, rumus itu adalah rumus dari kitab suci al-quran

29
surat al-anam [6]:160 barangsiapa membawa amal
kebaikan, maka bagiannya (pahala) sepuluh kali lipat
amalnya. Waw 10 kali lipat, untuk urusan bisnis ini
adalah rumus yang sangat menggiurkan.
Kalau rumus ini dijabarkan akan bertemu angka 1:10,
kalau ditambah satu digit angka maka keuntungan
yang di perolehakan bertambah satu digit pula, semisal
1:100 atau 100:1000 dan seterusnya, koperasi, MLM,
atau sejenisnya lewat sudah, untungnya ngak gini-gini
amat. Cuman masalahnya banyak orang yang tertarik
atau tidak dengan bisnis ini, karena hasil yang
diperoleh bukanlah berupa nominal uang, atau
tambahnya jumlah saldo rekening seperti milik bill
gates, choirul tanjung, atau aburizal bakri, namun
rekening bisnis ini adalah rekening akhirat, yang
akan dipakai sebagai jaminan masuk ketaman rekreasi
seperti yang dijanjikan Allah dalam Al-Quran Dan Dia
memberi balasan kepada mereka karena kesabaran
mereka (dengan) surga dan (pakaian) sutera, di
dalamnya mereka duduk bertelekan di atas dipan,
mereka tidak merasakan di dalamnya (teriknya)
matahari dan tidak pula dingin yang bersangatan. Dan
naungan (pohon-pohon surga itu) dekat di atas mereka
dan buahnya dimudahkan memetiknya semudah-
mudahnya. Dan diedarkan kepada mereka bejana-
bejana dari perak dan piala-piala yang bening laksana

30
kaca, (yaitu) kaca-kaca (yang terbuat) dari perak yang
telah diukur mereka dengan sebaik-baiknya. Di dalam
surga itu mereka diberi minum segelas (minuman)
yang campurannya adalah jahe. (Yang didatangkan
dari) sebuah mata air surga yang dinamakan salsabil.
Dan mereka dikelilingi oleh pelayan-pelayan muda
yang tetap muda. Apabila kamu melihat mereka kamu
akan mengira mereka, mutiara yang bertaburan. Dan
apabila kamu melihat di sana (surga), niscaya kamu
akan melihat berbagai macam kenikmatan dan
kerajaan yang besar. Mereka memakai pakaian sutera
halus yang hijau dan sutera tebal dan dipakaikan
kepada mereka gelang terbuat dari perak, dan Tuhan
memberikan kepada mereka minuman yang bersih.
(QS. Al-Insan : 12-21), taman terindah yang takkan
terbayangkan betapa luar biasanya.
Sebenarnya rumus ini bisa dilakukan dengan cara yang
mudah yaitu menyampaikan kebaikan, yang salah
satunya melalui ilmu, dan orang yang paling dekat
dengan penyampaian ilmu adalah guru, ya anda semua
para pengabdi. Selama ilmu yang kita berikan
bermanfaat, kita tercatat melakukan satu kebaikan.
Nah sekarang mari kita lanjutkan hitung-hitungan ini.
Misalnya anda hari ini menyampaikan satu ilmu dalam
satu hari maka anda sudah mendapatkan 10 amal
kebaikan. Nah itu kalau satu kebaikan, kalau semisal

31
kita mengajar selama dua jam pelajaran atau 90 menit,
dengan mengajar 3 kebaikan, ah masak Cuma 3?, 5
sajalah, maka rumusnya adalah 5:50, 5 kebaikan
mendapatkan 50 pahala, itu kalau 2 jam pelajaran,
padahal menurut Permendiknas Nomor 30 Tahun 2011
tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 39 Tahun 2009 Tentang Pemenuhan
Beban Kerja Guru dan Pengawas Satuan Pendidikan
pada pasal 1 menyebutkan bahwa Beban kerja guru
paling sedikit ditetapkan 24 (dua puluh empat) jam
tatap muka dan paling banyak 40 (empat puluh) jam
tatap muka dalam 1 (satu) minggu pada satu atau lebih
satuan pendidikan yang memiliki izin pendirian dari
Pemerintah atau pemerintah daerah. Kalau kita ambil
minimalnya saja berarti: 24 Jam X 5 kebaikan, maka
diperoleh hitungan 120 kebaikan, lalu kita masukkan
dalam rumus 120 kebaikan X 10, maka akan diperoleh
1200 pahala seminggu, kalau satu bulan 1200x 4 =
4800 pahala, waw sebulan!, kalau kita benar-benar
pakai BANK di dunia, pasti kita akan sering sekali ganti
buku tabungan, karena tiap jam saldo kita akan terus
bertambah. EMPAT RIBU DELAPAN RATUS perbulan!!!,
lalu berapa kalau kita kalkulasikan dalam waktu satu
tahun?, lalu 10 tahun, atau 20 tahun?, kaya raya kita,
padahal hitungan tadi berdasarkan hitungan minimal,
kalau kita lebih rajin menyampaikan kebaikan tiap

32
mengajar, pasti hasilnya lebih waw lagi. Subhanallah ,
yakin buanyaaak sekali. Ini bukan sekedar bisnis
biasa tengkulak, rentenir, lintah darat lewat semua,
gila 1:10 keuntungannya dan berlaku kelipatannya.
Dan rumus tadi berlaku untuk setiap kebaikan yang
disampaikan untuk satu anak, sedangkan satu kelas
kita bisa mengajar mungkin lebih dari 20 atau 30 anak.
Selali lagi sampai 30 anak...ah...menyerah saya, hitung
sendiri sajalah, yang jelas kita berada di zona yang
tepat, untuk rekening akhirat itu, mengumpulkan
sebanyak-banyaknya, lalu mencoba untuk tidak lalai
dengan tidak fitnah, hibah, hasut, iri dan semisalnya,
maka kita akan memanen hasil dari tabungan akhirat
ini.
Tapi perlu diingat untuk bisnis kali ini, ada syarat dan
ketentuan yang berlaku, segala kebaikan dalam rumus
itu akan hilang oleh satu sifat yang sangat mematikan,
dan itu adalah sifat yang kita miliki sendiri, begitu
menyakitkan sekali kalau tabungan kita hilang hanya
karena ulah kita sendiri, ibaratnya kita menanam benih
tanaman, lalu bersusah payah, kita rawat, kita siram
bertahun-tahun, namun setelah sebelum menikmati
hasil buahnya, mati karena kesalahan kita sendiri, dan
matinya sepele saja salah memberi pupuk, menyesal
tak terkira. Begitu juga dengan tabungan akhirat kita,
sudah seumur hidup kita mengumpulkan sebanyak-

33
banyaknya, tau-tau diakhirat kelah tabungan kita
bersaldo O, karena sebuah penyakit hati yang
dinamakan KETIDAK IKHLASAN. Ikhlas adalah syarat
dan ketentuan yang berlaku dalam bisnis ini, atau
sederhana saja, tadi saya katakan bahwa guru
mengajar minimal 24 jam per minggu, lalu kita diberi
jam 34 per minggu misalnya, maka syukuri saja karunia
itu, berarti kita punya tambahan waktu yang lebih
banyak untuk tabungan akhirat dari pada yang 24 jam,
kalau disikapi dengan ketidakikhlasan percuma juga,
seperti plesetan pepatah berikut sekali, dua kali
mendayung, tak ada pulau yang terlampui...he...,
dengan tidak ikhlas sudah tidak dapat tabungan
akhirat , jam kita pun ya tetap 34, ngak ada ngarunya
dengan ketidak ikhlasan kita, rugi-dan sangat merugi,
Naudzubilah
Kawan guru, keikhlasan memang menjadi kunci utama
dalam tabungan akhirat ini, betapa kita akan sangat
menyesal apabila pengabdian kita selama bertahun-
tahun kita landasi dengan ketidak ikhlasan,
ketidakikhlasan dalam mendidik mereka, perlu kita
sadari bahwa mereka murid-murid kita, adalah
ladang amal yang tak terputus, akan terus mengalir,
bahkan bukan hanya sekedar mengalir, tapi ketulusan
kita akan terus mereka kenang sampai kapanpun.
Seperti lirik lagu terima kaihku, gubahan Sri Widodo.

34
Terima Kasihku
Terima kasihku ku ucapkan
Pada guruku yang tulus
Ilmu yang berguna slalu dilimpahkan
Untuk bekalku nanti
Setiap hariku dibimbingnya
Agar tumbuhlah bakatmu
Kan kuingat selalu nasehat guruku
Terima kasihku kuucapkan.

Syair diatas jika dinyanyikan dengan penuh


penghayatan akan membuat haru untuk para guru,
lagunya memang berjudul terima kasih, tapi jika kita
urai lagi ada kata-kata pokok yang lain yaitu
tulus/ikhlas atas semua bekal ilmu yang diberikan.
Lagu itu membuat kedudukan guru menjadi begitu
istimewa dimata murid, dan menyadarkan betapa
profei guru ini menjanjikan banyak kedamaian hati.
Kita bisa bayangkan jika suatu saat nanti, profesi kita
ini akan segera berlalu, kita pasti akan sering kangen
untuk mendidik keajaiban-keajaiban kecil kita murid-
murid. Suatu saat nanti kesempatan itu akan berlalu
dalam hidup kita, bisa kita bayangkan suatu saat nanti
atau mungkin saat ini, kita menjadi guru-yang sudah
tua, dan sebentar lagi memasuki masa pensiun. Umur

35
dan tubuh renta kita tidak bisa kita bohongi, bahkan
berjalan pun sudah tak setegap waktu muda. Saat itu
kita menghadiri wisuda murid terakhir kita, kita
melihat satu generasi lagi lahir dari didikan kita, dan itu
adalah generasi terakhir dari didikan kita, lalu detik-
detik mengharukan itupun datang, murid-murid kita,
secara sepesial memberikan kado perpisahan untuk
kita, mereka menyanyikan lagu terima kasihku
dengan nada sendu secara bersama-sama, ada
beberapa diantara mereka berkaca-kaca dan
meneteskan air mata, mereka menghampirimu,
mencium tanganmu dengan ucapan terima kasih, guru
yang lain melihat anda dengan mata berkaca juga. Dan
hari itu akan menjadi hari yang tak kan terlupakan
selamanya.
Kawan, pada saat itu mungkin perasaan kita akan
sangat mengharukan, dan teringat akan satu hal, lusa
akau akan berpisah dengan mereka, lusa pula aku akan
kehilangan kesempatan untuk mendidik, mengajar,
menyentuh hati mereka lagi, dan lusa aku akan
kehilangan separuh dari hidupku, karena aku sudah
tidak memiliki kesempatan bersama dengan ladang
amalku.
Menjadi guru memang bukan pribadi yang paripurna,
guru bahkan bukan orang yang serba tau tentang ilmu,
tetapi menjadi guru adalah anugerah dan kesempatan

36
yang tidak dimiliki oleh setiap orang. Hanya orang
terpilihlah yang berhak mendapatkanya, bahkan
seorang guru dengan SK gurupun belum tentu mampu
menjadi guru yang baik. Semoga kita mampu
menjalankan amanah menjadi guru yang baik, penuh
dedikasi dan keikhlasan dalan mendidik murid-murid
kita, sebelum SK pensiun ada ditangan kita, karena
menjadi guru adalah perpaduan antara kebahagiaan,
kebaikan, dan ketulusan, yang akan terus mengalir
bersama tiap langkah perjalanan kita bersama dengan
murid-murid istimewa kita, murid yang ditakdirrkan
langung untuk kita yang menjadikan mereka sebagai
tabungan akrirat untuk kehidupan yang jauh lebih
abadi.

Penjaga Hidupku
Kawan kita refresing dulu dengan menyayikan lagu
kebanggan kita Hymne Guru, atau mungkin sekedar
membaca syairnya dan memaknai artinya.
Hymne Guru
Terpujilah wahai engkau ibu-bapak guru
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku
Semua baktimu akan kuukir didalam hatiku
Sebgai prasasti terima kasihku tuk pengabdianmu
Engkau sebagai pelita dalam kegelapan
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan

37
Engkau patriot pahlawan bangsa *pembentuk insan
cendikia
*telah diubah.....
Sebuah syair lagu yang diciptakan oleh...., syair pujian
sekaligus pengingat bahwa guru selalu mendapatkan
tempat istimewa dimata semua orang terlebih murid-
muridnya, sekaligus syair yang bagi saya terlalu mulia
jika itu dinyayikan oleh murid-murid dikelas yang saya
ajar. Di sekolah saya setelah jam istirahat, dan sebelum
guru memulai melanjutkan pelajarannya, diwajibkan
setiap kelas untuk menyanyikan lagu nasional yang
mereka sepakati, dan lagu hymne guru menjadi lagu
favorit bagi siswa untuk dinyanyikan. Namun saya
selalu melarang murid saya untuk menyanyikan lagu
itu ketika jam pelajaran yang saya ajar. Alasanya
simpel sebenarnya, karena di kelas itu posisi saya
sebagai seorang guru dan syair pertama lagu itu sudah
cukup menampar saya sebagai seorang guru syair itu
berbunyi terpujilah wahai engkau ibu-bapak guru,
saya katakan dengan nada sok sweat gitu, tunggu
sampai saya benar-benar menjadi orang terpuji dulu,
baru kalian boleh menyanyikan lagu itu, ketika saya
berdiri didepan kalian sebagai seorang guru, ya walau
mungkin saya ke GR-an karena anak-anak belum tentu
menyanyikan lagu itu untuk saya, tapi tatapan mata
mereka itu lho...ampun menyakitkan...menatap sambil

38
bernyanyi terpujilah wahai engaku ibu-bapak guru,
menjadikan saya jadi salah tingkah, nah...agar aman
lebih baik biarkan mereka menyanyikan itu untuk guru
yang lain saja (haaa..mengalihkan beban)
Kadang sebelum memulai pelajaran saya sering
mengatakan kata-kata sok sweat kepada mereka, ya
lebih banyak mengambil kata-kata mutiara keren dari
internet, bukan untuk apa-apa tapi hanya sekedar
memulai pelajaran dengan hal positif saja. Karena
memang menjadi guru terpuji tak mudah, mengingat
profesi guru bukan sekedar pekerjaan, tapi seorang
seniman pelukis masa depan, seorang guru bukan
hanya sekedar mengajar, memberitahukan,
menjelaskan, atau mendemonstrasikan, tapi seorang
maha guru adalah menginspirasi, dan kata
menginspirasi dalam realisasinya luar biasa sulit untuk
dilakukan. betapa seringnya saya mengatakan kepada
muri-murid bahwa kalian harus disiplin, tapi toh
nyatanya saya masih sering terlambat untuk sekedar
masuk kelas, ya itulah contoh dari kata-kata sok sweat
yang saya berikan kepada anak anak, sok sweat dan
bukan so sweat he...
Kehadiran murid-murid kita memang membuat hidup
guru menjadi bermakna, mereka bukan hanya sekedar
anak-anak biasa, tetapi lebih dari sekedar itu mereka
ikut menjaga hidup kita. Mungkin pernah terbesit

39
dalam pikiran kita, kalau seandainya kita pergi ke
tempat judi, atau tempat maksiat lainnya, hal yang
lebih kita takutkan adalah kalau sampai murid-muridku
tau kita kesana?, haduh saya harus katakan apa
kepada mereka?!?,. mereka secara tidak sadar ikut
menjaga gurunya dari apa yang tidak seharusnya guru
lakukan. Dengan bahasa sederhana kalau guru
mengatakan A itu dilarang tentu dalam hidupnya harus
menjauhkan diri dari A, untuk mempertanggung
jawabkan apa yang dikatakan. Hal-hal semacam itu
sering sekali saya jumpai tentang kesederhanaan,
kejujuran kebaikan atau apapun itu sering berbalik
malah menjaga dan menasehati diriku sendiri, semisal
pada pelajaran yang saya namakan ujian tersulit, ini
kisah nyata yang sebenarnya saya berikan kepada
murid-murid saya namun toh nyatanya saya sendiri
juga terkena dampak dari ke sok sweatan saya henah
intermezzo lagi, berikut kisah singkatnya.
Pagi itu, masih teringat dalam ingatanku, cuaca begitu
cerah, kicauan burung mengiringi detik demi detik
waktu yang berlalu. Udara pagi begitu sejuk hingga
embun embun enggan menguap untuk menghilang
dari rerumputan. Suasana pagi yang begitu indah itu
berbanding terbalik dengan kegundahan hati yang
dirasakan oleh murid murid saya kelas XI di sebuah
SMA Negeri di pinggir kota SMAN 1 Srengat. Ya, hari ini

40
murid saya di kelas itu akan mendapatkan sesuatu
yang mengerikan, setidaknya itulah yang saya katakan
minggu lalu, dan saya yakin kata-kata saya masih
terngiang jelas dalam ingatan mereka, minggu lalu
saya mengatakan Anak-anak Minggu depan kalian
akan ulangan, ulangan yang mungkin menjadi ulangan
tersulit yang pernah kalian hadapi, tak ada ampun
untuk kalian!!! dengan wajak berlagak galak he
Dan hari ini tibalah saatnya mereka menghadapi ujian
itu.
Selamat pagi anak-anak!
saya memulai menyapa mereka,
selamat pagi juga pak
mereka menjawab dengan serius.
Selanjutnya tanpa berbasa-basi saya mengatakan,
Siapkan 1 lembar kertas ulangan!.
WaduhSeketika itu murid murid saya langsung riuh
sejenak, lalu bersiap siap sembari berdoa agar dapat
mengerjakan ulangan dengan baik dan berharap
soalnya tidak terlalu mengerikan. Setelah itu saya
mendiktekan soal ulangan. Satu demi satu soal ujian
kudektekan kepada mereka, dan soal yang saya
berikan itu tidak terlalu sulit. Yah bisa dikatakan
sebagian besar mereka bisa mengerjakannya. Murid-
murid saya merasa lega karena rupanya ujiannya tak
sesulit yang dibayangkan berbanding terbalik dengan

41
yang saya katakan, namun mereka belum tahu apa
maksud dari ujian tersulit yang saya maksud.
Nahkembali lagi jurus sok sweat saya muncul saya
mengatakan kepada mereka
tolong kalian isi kertas ulangan kalian di pojok kiri atas
dengan tulisan jujur/tidak jujur
bergegas mereka menulisnya bersamaan dengan
menulis identitas diri pada kertas ulangan, lalu saya
melanjutkan berkata
kalau sudah, balik kertas ulangan kalian, kalau sudah
beri saya waktu sesat untuk menjelaskan sesuatu
mereka terbengong dan ada juga yang mengangguk
tanda setuju, lalu saya melanjutkan berbicara
hari ini saya ingin memberikan kalian pelajaran
tentang ujian tersulit, didunia ini ada hal yang paling
sulit yang akan kalian lawan dan hadapi, yaitu
melawan dirimu sendiri, bukankah itu yang di katakan
nabi Muhammad SAW setelah perang badar bahwa
perang yang terbesar bukanlah perang badar ini, tapi
perang melawan hawa nafsu yang dimiliki manusia
sendiri, yaitu perang untuk melawan hatimu untuk
tetap di jalan yang baik atau sebaliknya. Jadi setelah
saya selesai berbicara dengan kalian, saya akan
meninggalkan ruangan ini, jadi kalian bebas tanpa ada
yang mengawasi, kalian bisa mencontek ataupun
bekerja sama dengan teman kalian, karena yang ada di

42
ruangan ini hanya tinggal kalian dan Tuhan Yang Maha
Melihat. Di sinilah kalian akan berjuang keras untuk
mengalahkan diri kalian sendiri. Apakah kebaikan
kalian yang menang dengan mempertahankan
kejujuran, atau sebaliknya kalian menghalalkan segala
cara untuk mengerjakan ujian ini. Hanya hati kalianlah
yang akan menentukan di sisi mana kalian akan
menang, namun jangan lupa Tuhan tidak pernah tidur,
dan saya yakin hari ini tuhan melihat kalian, lalu tuhan
akan memutuskan diantara kalian menjadi orang yang
sukses atau bermartabat salah satunya adalah dari
bagaimana cara kalian memperlakukan ulangan ini.
Banyak contoh, orang yang mendapatkan nilai tinggi
pada waktu ujian dengan cara tidak jujur, dan tuhan
tetap memberikan nilai tinggi padanya, tapi takdir
tuhan pasti akan berbicara, suatu saat nanti ketika dia
benar-benar membutuhkan tuhan, tuhan akan
memberikan balasannya melalui takdirnya, seperti
sulit sekali mendapatkan pekerjaan yang layak, berkali-
kali mencoba tes tidak lolos, dan hal lain yang
kalaupun bergelimang harta hidupnya pun tak akan
bahagia, dan hukuman itu ada entah esok, atau waktu
yang akan datang, entah didunia atau kehidupan
setelah didunia. Jadi, hari ini adalah ujian tersulit untuk
kalian bukan sekedar ujian biasa namun ujian untuk
mengalahkan dirimu sendiri, kalau kalian jujur coret

43
tulisan tidak jujur yang kalian tulis, kalau sebaliknya
entah kalian akan menutupi ketidakjujuran kalian
dengan cara apa, waktu kalian hanya 2 jam pelajaran,
saya tunggu di perpustakaan, kalian bisa memakai
semua waktu yang saya berikan atau selesai 15
menitpun silahkan dikumpulkan disana, dan jika kalian
merasa tidak bisa, jadilah orang yang yang gentle
katakan maaf pada diri kalian sendiri, lalu bilang
kesaya pak saya belum belajar, saya akan siap belajar
untuk ulangan remidi, kesempatan untuk memperbaki
diri itu jauh lebih baik dari pada kalian menghalalkan
segala cara untuk mendapatkan nilai. Sekarang balik
kertas kalian, silahkan putuskan langkah kalian, dan
selamat mengerjakan dan menikmati ujian tersulit ini,
Ingat Tuhan Selalu melihat dengan keadilannya, saya
tunggu di perpustakaan. Lega rasanya hari itu,
setidaknya saya mengatakan hal yang positif untuk
mereka, entah mereka mau mendengarkannya atau
tidak. Dah hasilnya sangat variatif, ada anak yang 20
menit sudah mengumpulkan ulangannya dan hanya
mengerjakan separuhny soal lalu di bagian bawah dia
tulis maaf pak saya akan belajar lagi dan siap remidi,
namun ada pula yang mengerjakan semuannya. Dan
yang membahagiakan saya, tidak ada pola jawaban
yang sama diantara mereka. Ketika menunggu mereka
di perpustakaan, saya pun berlaku agak curang, saya

44
minta tolong teman guru yang waktu itu tidak
mengajar untuk sekedar pura-pura melewati kelas itu
lalu melihat keadaan mereka, dan alangkah harunya
saya mendengar laporan dari teman saya yang
mengatakan bahwa mereka semua tenang, tak ada
yang membuka buku dan berusaha dengan sendirinya,
dan hal itu dilakukanya dua kali. Waktu itu saya
terilhami untuk melakukan ulangan itu dari perkataan
mantan ketua KPK Abraham Samad di salah satu
stasiun televisi, waktu itu beliau mengatakan bahwa
untuk menghancurkan sebuah Negara, tidak perlu
bersusah payah perang, tidak perlu memakai di bom
nuklir, cukup dengan membiarkan ketidakjujuran
didalam pendidikan, utamanya membiarkan
ketidakjujuran waktu ujian. KETIDAKJUJURAN
WAKTU UJIAN, hal yang mungkin bagi sebagian orang
sepele namun, begitu menakutkan jika dibiarkan,
tuntutan dari nilai, tuntutan dari kelulusan, yang
membuat mereka takut melebihi ketakutannya pada
Tuhan, menghalalkan segala cara untuk nilai tinggi,
membeli kunci jawaban dengan harga mahal, dan
parahnya lagi orang tua mendukungnya, bahkan
gurunya pun juga menganjurkan, atau malah
mengkoordinir sehingga terjadilah kecurangan masal,
kalau itu dibiarkan terus maka rasa percaya diri dan
kemalasan akan menghinggapinya, dan lambat laun

45
kebiasaan untuk menghalalkan segala cara itu akan
menjadi hal yang biasa yang akan berujung pada
budaya korupsi yang hampir menenggelamkan negeri
iniNauzubilahsemoga perkataan Abraham Samad
itu didengar oleh seluruh guru dan pemerhati
pendidikan di Indonesia. Dan saya yakin sekali
kejujuran sepahit apapun pasti akan berbuah manis
untuk kedamaian hati seseorang, seperti kisah mantan
Kapolri di tahun 1968-1971 Hoegeng Iman Santoso,
Kapolri ke-5 yang mendapat rekor MURI sebagai polisi
paling jujur sedunia. Penghargaan itu langsung
diberikan oleh Direktur MURI Jaya Suprana kepada istri
Hoegeng, Merry Roeslani di Kelapa Gading, Jakarta
Utara, Kamis 5 Maret 2015. Wanita berusia 90 tahun
itu tak kuasa menahan haru atas pemberian rekor
penghargaan yang didapat suaminya meski telah tiada.
Tampak matanya berkaca-kaca sebagai bentuk
tamparan betapa kejujuran masih mempunyai
tempat di negeri ini. Bahkan Presiden ke 4 republik
Indonesia Abdurahman Wahid alias Gus Dur pernah
memberikan anekdot, beliau berkata di Indonesia ini
hanya ada tiga polisi jujur, yakni polisi tidur, patung
polisi, dan Hoegeng. Anekdot mantan presiden RI ini
sekaligus sindiran bahwa sulit mencari polisi jujur di
negeri ini. Kalaupun ada, akan langka dicari.

46
Anekdot Gus Dur pun bukan tanpa alasan, Gus Dur tau
betul bagaimana Hoegeng menjalankan kewajibannya
sebagai polisi, bagaimana sifat Kedisiplinan dan
kejujuran selalu menjadi simbol Hoegeng dalam
menjalankan tugasnya di manapun, sampai pada
bagaimana dia di pensiunkan sebagai seorang kapolri.
Jenderal Hoegeng Iman Santoso, kalau beliau mau
menjual sedikit saja kejujurannya, beliau tettu tidak
akan melewati masa-masa sulit, ketika pensiun
Hoegeng hanya menerima uang pensiun sebesar
Rp.10.000 saja, itu pun hanya diterima sebesar
Rp.7500 hingga tahun 2001, itu dibuktikan dengan SK
tentang perubahan gaji ayahnya pada tahun 2001,
yang menyatakan perubahan gaji pensiunan seorang
Jendral Hoegeng dari Rp. 10.000 menjadi
Rp.1.170.000. Untuk memenuhi kehidupan seorang
Kapolri hoegeng melukis dan menjual hasil lukisannya.
Padahal kalau beliau mau beliau bisa pensiun dengan
memiliki tabungan yang melimpah, rumah beserta
isinya, mobil mewah, karena ketika menjadi polisi
godaan kejujuran datang terus berganti diantarannya,
Hoegeng pernah dirayu seorang pengusaha cantik
keturunan Makassar-Tionghoa yang terlibat kasus
penyelundupan. Wanita itu meminta Hoegeng agar
kasus yang dihadapinya tak dilanjutkan ke pengadilan.
Hoegeng sangat gencar memerangi penyelundupan.

47
Dia tidak peduli siapa beking penyelundup tersebut,
semua pasti disikatnya. Wanita ini pun berusaha
mengajak damai Hoegeng. Berbagai hadiah mewah
dikirim ke alamat Hoegeng. Tentu saja Hoegeng
menolak mentah-mentah. Hadiah ini langsung
dikembalikan oleh Hoegeng. Kemudian pada tahun
1956, Hoegeng diangkat menjadi Kepala Direktorat
Reskrim Kantor Polisi Sumut. Hoegeng pun pindah dari
Surabaya ke Medan. Belum ada rumah dinas untuk
Hoegeng dan keluarganya karena rumah dinas di
Medan masih ditempati pejabat lama.Cerita soal
keuletan para pengusaha judi benar-benar terbukti.
Baru saja Hoegeng mendarat di Pelabuhan Belawan,
utusan seorang bandar judi sudah mendekatinya.
Utusan itu menyampaikan selamat datang untuk
Hoegeng. Tak lupa, dia juga mengatakan sudah ada
mobil dan rumah untuk Hoegeng hadiah dari para
pengusaha. Hoegeng menolak dengan halus. Dia
memilih tinggal di Hotel De Boer menunggu sampai
rumah dinasnya tersedia. Kira-kira dua bulan
kemudian, saat rumah dinas di Jl Rivai siap ditinggali,
bukan main terkejutnya Hoegeng. Rumah dinasnya
sudah penuh barang-barang mewah. Mulai dari kulkas,
piano, tape hingga sofa mahal. Hal yang sangat luar
biasa. Tahun 1956, kulkas dan piano belum tentu ada
di rumah pejabat sekelas menteri sekalipun. Ternyata

48
barang itu lagi-lagi hadiah dari para bandar judi.
Utusan yang menemui Hoegeng di Pelabuhan Belawan
datang lagi. Tapi Hoegeng malah meminta agar
barang-barang mewah itu dikeluarkan dari rumahnya.
Hingga waktu yang ditentukan, utusan itu juga tidak
memindahkan barang-barang mewah tersebut. Lalu
hoegeng memerintahkan polisi pembantunya dan para
kuli angkut mengeluarkan barang-barang itu dari
rumahnya. Diletakkan begitu saja di depan rumah.
Para Bandar judi mati kutu untuk menghadapi
hoegeng, betapa hoegeng menempatkan kejujurannya
menjadi harta yang tak kan ternilai hargannya,
melebihi apapun melebihi rumah mewah, mobil
mewan, perabotan seisi rumah, atau bahkan jika uang
di seluruh dunia ini dikumpulkan untuk membeli
kejujuran hoegeng niscaya beliau tidak akan pernah
menjualnya, sebuah representasi dari kekayaan yang
tak ternilai harganya yaitu prinsip hidup dengan
kejujuran. Bagi Hoegeng hidup sederhana lebih baik
daripada melanggar sumpah jabatan dan sumpah
sebagai polisi Republik Indonesia.
Kemudian kasus penggelapan kendaraan mewah pun
pernah ditangani hoegeng yang melibatkan tokoh
besar. Tapi, Hoegeng tak pernah gentar bahkan
pejabat yg terbukti menerima sogokan pun ditahan.
Kasus inilah yang kemudian santer diduga sebagai

49
penyebab pencopotan Hoegeng pada tanggal 2
Oktober 1971 dari jabatan kapolri. Hoegeng
dipensiunkan pada usia 49 tahun, di saat ia sedang
melakukan pembersihan di jajaran kepolisian. Kabar
pencopotan itu diterima Hoegeng secara mendadak.
Begitu di pensiunkan hal pertama yang hoegeng
lakukan adalah, beliau sungkem ke ibunya roelani, dan
menceritakan apa yang terjadi, hoegeng berkata bu
anakmu sekarang penganguran, sudah tidak punya
pekerjaan lagi, tapi alangkah luarbiasannya hati
seorang ibu , dengan penuh kebanggaan beliau
berkata, tidak mengapa, kalau kamu masih jujur
dalam melangkah, kita masih bias makan nasi sama
garam, Dan kata-kata itulah yang menguatkan hati
hoegeng,. Rupanya Hoegeng mewarisi sifat
orangtuanya dalam hal kejujuran. Itulah bukti kongkrit
dari kejujuran kejujuran hoegeng diantara banyak
kejujuran lainnya yang dimilikinnya. Hoegeng adalah
seorang Kapolri yang memilih kehidupan sederhana,
hidup dengan membawa harta kejujuranya yang
sangat berharga yang tak pernah terbeli dengan uang
berapapun, hingga akhir hidupnya. Orang boleh
mengatakan hidup hoegeng memperihatinkan,
seorang jenderal yang harus menjual lukisanya untuk
sekedar menghidupi keluargannya, tapi dimata
hoegeng hidupnya dia jalani apa adanya, hoegeng

50
begitu bahagia dan bangga dengan hidupnya, orang
bisa membeli semua materi yang ia butuhkan dengan
berbagai cara, tapi orang tidak akan mampu membeli
kedamaian hati, karena salah satu wujud kedamaian
hati adalah nurani yang tidak bisa dibeli. Tangis haru
istri Hoegeng menjadi bukti dari keteladanan kejujuran
dari seorang Hoegeng Iman Santoso. Dan kisah itu
pulalah yang mendasari saya untuk melakukan ujian
tersulit untuk murid-muridku.
Satu minggu kemudian setelah ujian itu, saya
membagikan hasil ulangan mereka, mayoitas diantara
mereka sudah melebihi KKM (kriteria ketuntasan)
hanya beberapa saja yang masih belum tuntas dan
semua anak mencoret tulisan Tidak Jujur dan semoga
itu benar-benar mencerminkan kejujuran mereka.
Setelah saya bagikan hasil ulangan mereka, saya
berkata pada mereka ini hasil ulangan kalian, silahkan
kalian pertanggungjawabkan sendiri, yang nilainya
bagus dan jujur jangan lupa bersyukur, yang nilainya
jelek dan tetap jujur, kalian harus tau bahwa ibarat
perang ketika kalian hanya modal berani saja tanpa
persiapan dan senjata, tentu kalian akan kalah, maka
untuk perang kalian harus membekali diri dengan
latian, strategi, senjata dan tameng, jadi esensinya
jujur saja tidak cukup, kalian harus mempersiapkan diri
kalian dengan belajar sungguh-sungguh agar bisa

51
mendapatkan nilai yang baik, dan bagi siapa saja yang
tidak jujur saya kasian pada kalian, saya yakin ada
ketidaknyaman hidup yang kalian rasakan, dan semoga
usia kalian cukup untuk menyadarinya.
Berlanjut sudah hari itu dengan merelakan hampir 2
jam pelajaran untuk motivasi tentang kejujuran,
mengenai landasan kenapa saya memberlakukan ujian
itu, lalu mengapa kalian harus jujur, sampai akhirnya
saya bercerita tentang tokoh-tokoh yang luar biasa
menjaga kejujurannya, termasuk Hoegeng. Memang
seperti terlihat naif, ketika saya memotivasi murid-
murid tentang kejujuran di zaman sekarang ini, tapi
seorang Guru ibarat pelatih sepak bola, ketika
menghadapi lawan yang sangat berat, pelatihlah orang
yang harusnya paling optimis untuk bisa menang
melebihi manajer, pemilik klub, atau bahkan para
pemainnya sekalipun, begitu juga seorang Guru, guru
adalah orang yang harus paling optimis untuk bisa
membawa perubahan kearah yang lebih baik, walau
dengan kesempatan sekecil apapun.
Hahhari yang menguras emosi itupun berlalu sudah,
dan akhirnya tiba saatnya hukum karma itupun
menghampiriku, berlagak sok sweat kepada mereka
untuk berbicara masalah kejujuran, namun pada
akhirnya saya jugalah yang harus mengalaminnya,
tahun 2016 saya memutuskan untuk kuliah lagi, S2?,

52
BUKAN tapi S1 lagi di salah satu Universitas Negeri
untuk mengambil kuliah kebahasaan, jadi ketika hari
senin-jumat disekolah saya menjadi Guru, namun
ketika sabtu dan minggu giliran saya menjadi murid.
Kuliah saya didominasi kuliah online, baik tugas
maupun tutor, kecuali untuk ujian, sehingga antara
mahasiswa 1 dan yang lainnya mayoritas tidak saling
kenal, kita bertemu hanya waktu ujian saja. Ketika
kulaih saya selalu mengambil SKS penuh agar bisa
cepat lulus, sehingga ujian saya satu hari bisa 5 mata
kuliah dari jam 7 pagi sampai jam 4 sore(sangat
melelahkan, namun menyenangkan he), dan disaat
itulah penerapan ujian tersulit yang saya berikan ke
murid-murid saya akhirnya saya alami sendiri, dan
jujur saya bukan orang yang alim atau manusia
sejenisnya gitu, sehingga godaan untuk tidak jujur
dengan mencontek begitu besar.
Singkat cerita ketika pertama kali saya ujian,
suasanannya diluar prediksi saya, mayoritas diantara
mereka yang seumuran atau bahkan lebih tua dari
saya melakukan hal yang sama seperti halnya anak-
anak muda SMA, ketika pengawas ujian selesai
membacakan peraturan ujian, gerilya ketidak jujuran
itupun melanda hampir seisi kelas, waktu itu sebelah
kiri saya membuka HP, dan kanan saya membuka buku
tebal dan jelas itu sebuah modul, terhentilah

53
sejenaklah saya mengerjakan ujian itu, tergoda juga
bagi saya untuk melakukan hal yang sama, tapi mereka
menyelamatkan ku, ya murid-muridku lah yang
menyelamatkanku, sungguh saya takut, bukan hanya
sekedar karena dosa dan keadilan tuhan, namun takut
kalau diantara mereka adalah mantan muridku, atau
setidaknya teman, atau saudara muridku sendiri, yang
mungkin telah mendapatkan cerita dari murid ku
bahwa guru saya pernah mengadakan ujian tersulit,
yang dilanjutkan dengan 2 jam pelajaran motivasi
kejujuran. Kalau sampai mereka tahu bahwa gurunya
yang mengajarkan kejujuran melakukan hal
ketidakjujuran, betapa kecewanya mereka, dan betapa
harapan kecil yang dulu pernah tumbuh di hati saya,
dan benih kebaikan yang mungkin tertanam pada diri
mereka akan pudar seiring dengan kelakuanku sendiri.
Hari itu, Karena merekalah saya memutuskan untuk
mengerjakan ujian demi ujian bahkan sampai sekarang
hampir lulus dengan penuh kejujuran, bahkan
bertanya ke teman sebelah pun tak pernah sekalipun
kulakukan, bukah hanya demi diriku sendiri, tapi juga
demi mereka, dan toh nyatanya ketika semua
peralatan tempur itu disiapkan (belajar maksudnya),
nilai saya Alhamdulillah memuaskan.
Kawan Guruku seperti awal yang pernah saya katakan
bahwa seorang guru bukan hanya sekedar mengajar,

54
memberitahukan, menjelaskan, atau,
mendemonstrasikan, tapi seorang maha guru adalah
menginspirasi, kadang secara sadar ataupun tidak
sadar apa yang kita berikan kepada murid-murid kita
akan menginspirasi diri kita sendiri, ketika berbicara
tentang kesederhanaan, atau bercerita tentang Bung
Hatta, tentu setelah kita bercerita kepada mereka, kita
akan malu untuk hidup hedonis, ketika bercerita
tentang Buya Hamka dengan kelembutan hatinnya,
tentu kita akan malu jika kita menjadi seorang guru
yang pemarah, begitu juga ketika kita bercerita
tentang Hoegeng, maka kita akan malu pula untuk
melakukan ketidakjujuran. Pada dasarnya semakin
banyak nasehat yang kita berikan pada mereka, maka
semakin banyak pula nasehat untuk diri kita sendiri.
Mereka lebih dari sekedar murid-murid kita, tapi
mereka adalah penjaga hidup kitaberterima kasihlah
kepada mereka, murid-murid kita tercinta.

55
Mereka Para
Inpiring Teacher

56
Kebanggaan Dalam Pengabadian

Pak Hamid duduk termangu di dalam rumahnya.


Dipandanginya benda-benda yang berjajar di
depannya dengan masygul. Bertahun-tahun dimilikinya
dengan penuh kebanggaan. Dirawat dengan baik
hingga selalu bersih dan mengkilap. Jika ada orang
yang bertanya, Pak Hamid akan bercerita dengan
penuh kebanggaan. Siapa yang tidak bangga memiliki
benda-benda itu? Sebuah tanda penghargaan
Berbagai plakat penghar gaan yang diterimanya
selama 35 tahun pengabdiannya sebagai guru di
daerah terpencil. Daerah terisolasi yang tidak diminati
oleh guru-guru yang lain.Namun Pak Hamid ikhlas
menjalaninya, walau dengan gaji yang tersendat dan
minimnya fasilitas sekolah. Cinta Pak Hamid pada
anak-anak kecil yang bertelanjang kaki dan rela
berjalan jauh untuk mencari ilmu, mampu menutup
keinginannya untuk pindah ke daerah lain yang lebih
nyaman.

Dan Kini masa itu sudah lewat. Masa pengabdiannya


usai sudah pada usianya yang keenam puluh tahun.
Meskipun berat hati, Pak Hamid harus meninggalkan
desa itu beserta keluarganya. Mereka tinggal di rumah
peninggalan mertuanya di pinggir kota. Jauh dari anak

57
didik yang dicintainya, jauh dari jalan tanah, sejuknya
udara dan beningnya air yang selama ini menjadi nafas
hidupnya.

Hei, jualan jangan sambil melamun dong ! teriak


pedagang kaos kaki di sebelahnya. Pak Hamid
tergagap.

Tawarkan jualanmu itu pada orang yang lewat. Kalau


kamu diam saja tidak menawarkan, sampek elek ra
bakalan payu! (sampai butut gak akan laku) kata
pedagang akik di sebelahnya.

Jualanmu itu menurutku agak aneh, ujar pedagang


kaos kaki lagi. Apa ada yang mau beli barang-barang
seperti itu ? Mungkin kamu mesti berjualan di tempat
barang antik. Bukan di kaki lima seperti ini.

Pak Hamid tak menjawab. Itu pula yang sedang


dipikirkannya. Siapa yang tertarik untuk membeli
plakat-plakat itu? Bukanlah benda-benda itu tidak ada
gunanya bagi orang lain, sekalipun sangat berarti
baginya ?

Sebenarnya kenapa sampai kau jual tanda

58
penghargaan itu ? tanya pedagang akik. Saya butuh
uang.,

Apa isteri atau anakmu sedang sakit ?

Tidak. Anak bungsuku hendak masuk SMU. Saya


butuh uang untuk membayar uang pangkalnya.
Kenapa tidak ngutang dulu. Siapa tahu ada yang bisa
membantumu.Sudah. Sudah kucoba kesana-kemari,
namun tak kuperoleh juga.

Hei, bukankah kau punya gaji...eh... pensiun


maksudku.

Habis buat nyicil motor untuk ngojek si sulung dan


buat makan sehari-hari. Lalu penjual akik terdiam.
Mungkin merasa maklum, sesama orang kecil yang
mencoba bertahan hidup di kota dengan berjualan di
kaki lima . Kau yakin jualanmu itu akan laku?penjual
kaos kaki bertanya lagi setelah beberapa saat.
Matanya menyiratkan iba. Insya Allah. Jika Allah
menghendaki aku memperoleh rejeki, maka tak ada
yang dapat menghalanginya. Siang itu sangat panas.
Terik matahari tidak mengurangi hilir mudik orang-
orang yang berjalan di kaki lima itu. Beberapa orang
berhenti, melihat-lihat akik dan satu dua orang

59
membelinya. Penjual akik begitu bersemangat merayu
pembeli. Rejeki tampaknya lebih berpihak pada
penjual kaos kaki. Lebih dari dua puluh pasang kaos
kaki terjual. Sedangkan jualan Pak Hamid, tak satupun
yang meliriknya. Air keringat membasahi tubuh Pak
Hamid yang mulai renta dimakan usia. Sekali lagi
dipandanginya plakat-plakat itu. Kegetiran
membuncah dalam dadanya. Berbagai penghargaan
itu ternyata tak menghidupinya. Penghargaan itu
hanya sebatas penghargaan sesaat yang kini hanya
tinggal sebuah benda tak berharga. Sebuah ironi batin
yang sangat pedih. Tak terbayangkan sebelumnya.
Predikatnya sebagai guru teladan bertahun yang lalu,
tak sanggup menghantarkan anaknya memasuki
sekolah SMU. Sekolah untuk menghantarkan anaknya
menggapai cita-cita, yang dulu selalu dipompakan ke
anak-anak didiknya. Saat kegetiran dan keputusasaan
masih meliputinya, Pak Hamid dikejutkan oleh sebuah
suara.

Bapak hendak menjual plakat-plakat ini? seorang


lelaki muda perlente berjongkok sambil mengamati
jualan Pak Hamid. Melihat baju yang dikenakannnya
dan mobil mewah yang ditumpanginya dengan
supirnya, ia sepertinya lelaki berduit yang kaya raya.
Pak Hamid tiba-tiba berharap. Ya...ya..saya memang

60
menjual plakat-plakat ini, jawab Pak Hamid gugup.
Berapa bapak jual setiap satuannya? Pak Hamid
berfikir,Berapa ya? Bodoh benar aku ini. Dari tadi
belum terpikirkan olehku harganya.
Berapa, Pak?, Eee...tiga ratus ribu.
Jadi semuanya satu juta lima ratus. Boleh saya beli
semuanya?
Hah?? Dibeli semua, tanpa ditawar lagi! Kenapa tidak
kutawarkan dengan harga yang lebih tinggi? Pikir Pak
Hamid sedikit menyesal. Tapi ia segera menepis
sesalnya. Sudahlah, sudah untung bisa laku.

Apa bapak punya yang lain. Tanda penghargaan yang


lain misalnya..., Tanda penghargaan yang lain? Pak
Hamid buru-buru mengeluarkan beberapa piagam dari
tasnya yang lusuh. Piagam sebagai peserta penataran
P4 terbaik, piagam guru matematika terbaik se
kabupaten, bahkan piagam sebagai peserta Jambore
dan lain-lain piagam yang sebenarnya tidak begitu
berarti. Semuanya ada sepuluh buah.
Bapak kasih harga berapa satu buahnya ?
Dua ratus ribu. Hanya itu yang terlintas di kepalanya.
Baik. Jadi semuanya seharga tiga juta lima ratus ribu.
Bapak tunggu sebentar, saya akan ambil uang di bank
sana itu. kata lelaki perlente itu sambil menunjuk
sebuah bank yang berdiri megah tak jauh dari situ.

61
Ya...ya..saya tunggu. kata Pak Hamid masih tak
percaya.
Menit-menit yang berlalu sungguh menggelisahkan.
Benarkah lelaki muda itu hendak membeli plakat-
plakat dan berbagai tanda penghargaannya? Atau dia
hanya penipu yang menggoda saja? Pak Hamid pasrah.

Tapi nyatanya, lelaki itu kembali juga akhirnya dengan


sebuah amplop coklat di tangannya. Pak Hamid
menghitung uang dalam amplop, lalu buru-buru
membungkus plakat-plakat dan berbagai tanda
penghargaan miliknya dengan kantong plastik, seakan-
akan takut lelaki muda itu berubah pikiran.

Dipandangnya lelaki muda itu pergi dengan gembira


bercampur sedih. Ada yang hilang dari dirinya.
Kebanggaan atau mungkin juga harga dirinya. Pak
Hamid kini melipat alas dagangannya dan segera
beranjak meninggalkan tempat itu, meninggalkan
pedagang akik dan kaos kaki yang terbengong-
bengong. Entah apa yang mereka pikirkan. Namun, ia
tak sempat berfikir soal mereka, pikirannya sendiri pun
masih kurang dapat mempercayai apa yang baru saja
terjadi.

62
Lebih baik pulang jalan kaki saja. Mungkin sepanjang
jalan aku bisa menata perasaanku. Sebaik mungkin.
Aku tidak ingin istriku melihatku merasa kehilangan
plakat-plakat itu. Aku tidak ingin ia melihatku
menyesal telah menjualnya. Karena aku ingin anakku
sekolah, aku ingin dia sekolah! Pak Hamid bertutur
panjang dalam hati. Ia melangkah gontai menuju
rumah. Separuh hatinya begitu gembira, akhirnya si
bungsu dapat sekolah. Tiga setengah juta cukup untuk
membiayai uang pangkal dan beberapa bulan SPP.
Namun, separuh bagian hatinya yang lain menangis,
kehilangan plakat-plakat itu, yang sekian tahun
lamanya selalu menjadi kebanggaannya. Jarak tiga
kilometer dan waktu yang terbuang tak
dipedulikannya. Sesampainya di rumah, istrinya
menyambutnya dengan wajah khawatir.

Ada apa, Pak? Apa yang terjadi denganmu? Tadi ada


lelaki muda yang mencarimu. Dia memberikan
bungkusan ini dan sebuah surat. Aku khawatir
sampeyan ada masalah. Pak Hamid tertegun.
Dilihatnya kantong plastik hitam di tangan istrinya.
Sepertinya ia mengenali kantong itu. Dibukanya
kantong itu dengan terburu-buru. Dan...plakat- plakat
itu, tanda penghargaan itu ada di dalamnya!
Semuanya! Tak ada yang berkurang satu bijipun! Apa

63
artinya ini? Apakah lelaki itu berubah pikiran? Mungkin
ia bermaksud mengembalikan semuanya. Atau
mungkin harga yang diberikannya terlalu mahal.

Batin Pak Hamid bergejolak riuh. Segera dibukanya


surat yang diangsurkan istrinya ke tangannya. Sehelai
kartu nama terselip di dalam surat pendek itu.

"Pak Hamid yang saya cintai,Saya kembalikan plakat-


plakat ini. Plakat-plakat ini bukan hanya berarti untuk
Bapak, tapi juga buat kami semua, murid-murid Bapak.
Kami bangga menjadi murid Bapak. Terima kasih atas
semua jasa Bapak." Suryo, lulusan tahun 76.
Tak ada kata-kata. Hanya derasnya air mata yang
membasahi pipi Pak Hamid.

Melihat Anak Melalui Hati


Alkisah ada seorang guru sekolah dasar yang bernama
Bunga Sundari. Beliau biasa dipanggil Ibu Bunga oleh
murid-murid dan rekan-rekan gurunya. Ibu Bunga
adalah sosok guru yang berdedikasi tinggi terhadap
pekerjaannya. Sudah 25 tahun ia mengabdikan diri
sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Perawakannya
sedang, wajahnya kalem, tutur katanya lembut.
Sungguh menampakkan sebagai pribadi yang
sederhana namun berwibawa. Ibu Bunga mengajar di

64
kelas lima. Hari itu adalah hari pertama tahun ajaran
baru. Seperti biasa, beliau memperkenalkan dirinya di
depan kelas dengan penuh semangat dan kehangatan.
Namun, kesemangatan dan antusiasme Ibu Bunga
mendadak menurun. Ia merasa sedikit terganggu
dengan pemandangan yang ada persis di hadapannya.
Ya, ia melihat seorang murid yang wajahnya kuyu dan
dekil. Penampilannya sungguh memprihatinkan.
Merasa terganggu, Ibu Bunga pun lantas menanyakan
nama anak itu. Anak berwajah kuyu dan
berpenampilan memprihatinkan itu lantas
memperkenalkan dirinya. Ponco Trianto. Ya, nama
sederhana yang sangat Jawa. Sebenarnya Ibu Bunga
sudah memperhatikan anak itu satu tahun
sebelumnya. Namun, ia tidak cukup peduli dengan
keberadaan anak itu karena pada saat itu Ibu bunga
belum mengajarnya. Kesan yang didapatkan dari
Ponco adalah bahwa dia jarang bermain dengan
teman-temannya. Kesan kuyu dan penampilan
memprihatinkan juga sudah ia temui sejak satu tahun
yang lalu. Waktu berlalu, dan sudah satu semester Ibu
Bunga mengajar kelas lima. Hal yang membuat ia gusar
adalah nilai raport Ponco. Banyak mata pelajaran yang
tidak memenuhi kriteria ketuntasan. Terdorong oleh
rasa penasaran, Ibu Bunga kemudian melihat nilai-nilai
dan catatan-catatan Ponco sebelum kelas lima.

65
Ibu Bunga sangat terkejut melihat catatan Ponco
sebelum berada di kelas lima. Pada saat kelas satu,
prestasi sekolahnya terbilang bagus. Dari catatan guru
kelas satu ditulis bahwa Ponco adalah anak yang
trengginas, cerdas, dan bermasa depan gemilang. Guru
kelas duanya mencatat, Ponco adalah anak
trengginas, cerdas, ceria, namun dia seringkali
kehilangan fokus pada saat di kelas karena ibunya
sakit.
Catatan-catatan positif Ponco pada tahun-tahun
sebelumnya membuat Ibu Bunga semakin penasaran.
Lantas, ia pun melanjutkan melihat catatan Ponco di
kelas tiga. Namun kali ini Ibu Bunga sedikit tertegun
saat melihat catatan guru kelas tiganya. Dituliskan
bahwa kehilangan ibu merupakan pukulan hidup yang
sungguh telak untuk dialami anak sekecil Ponco. Dia
mencoba semampunya untuk urusan sekolahnya.
Namun sepertinya ayahnya tidak banyak membantu, ia
masih larut dalam kesedihan dan sangat frustrasi
sepeninggal isterinya. Prestasi Ponco di sekolah akan
sangat terganggu bila tidak ada tindakan dari rumah
yang menunjang belajarnya di sekolah.
Ibu bunga lantas merasa iba dan berusaha berempati
terhadap apa yang dialami Ponco. Anak kecil dengan
beban hidup yang luar biasa berat untuk anak
seusianya. Tak terasa buliran bening mengalir dari

66
sudut matanya. Kembali Ibu Bunga melanjutkan
catatan Ponco di kelas empat. Catatannya sungguh
memprihatinkan. Ditulis bahwa Ponco sudah tidak lagi
menunjukkan minatnya bersekolah, dijauhi teman-
teman, dan sering tertidur di kelas.
Sejenak tercekat, ia mengingat apa yang telah
dilakukannya terhadap Ponco. Seringkali ia
mengeluarkan kata-kata menyakitkan saat melihat
polah tingkah Ponco yang sangat apatis terhadap
lingkungan kelas. Ini pertama kali dalam perjalanan
kariernya ia mengeluarkan kata-kata yang dianggapnya
berlebihan. Demi menumpahkan kekesalannya, ia juga
sering membandingkan Ponco dengan teman-
temannya secara terang-terangan di depan kelas.
Ia juga masih ingat betul pada saat Ponco menunggu di
depan gerbang sekolah demi menunggunya pulang
hanya untuk mengatakan bahwa dirinya sangatlah
mirip dengan ibunya, gayanya, tutur katanya, gelang
yang dipakainya bahkan bau parfum yang
disemprotkan ke tubuhnya. Dengan cueknya, ia tidak
menanggapi kata-kata tulus yang keluar dari mulut
Ponco dan hanya mengatakan, maaf, Ponco, saya
harus segera pulang. Sungguh Ibu Bunga merasa
malu mengingatnya, buliran-buliran air bening dari
sudut matanya kembali mengalir. Kali ini bertambah
deras. Ibu Bunga kemudian memohon ampun kepada

67
Tuhan atas apa yang telah dilakukannya. Lantas ia
bertekad untuk tidak lagi mengajarkan membaca,
menulis, dan berhitung. Saat itu ia memutuskan untuk
mendidik anak. Ya, Ibu Bunga mendefinisikan kembali
pekerjaannya dan menganggap bahwa anak adalah
subjek, bukan objek dari pekerjaannya.
Ibu Bunga kemudian memutuskan untuk memberi
perhatian yang lebih kepada Ponco. Ia sudah tidak
bernafsu lagi mengeluarkan kata-kata nylekit
kepadanya. Ia juga berhenti membanding-bandingkan
Ponco dengan teman-temannya yang lain. Ibu Bunga
juga memutuskan untuk memberi pelajaran tambahan
untuk Ponco setelah sekolah usai. Dengan penuh
kesabaran dan perhatian yang tulus, Ibu Bunga pelan-
pelan menemukan Ponco yang asli. Ia mulai
menunjukkan jati dirinya sebagai murid yang cerdas.
Ponco bahkan mengungguli semua temannya di bidang
akademis. Perubahan perilaku juga tergambar jelas.
Ponco mulai aktif di kelas, tidak tertidur pada saat
pelajaran, dan mulai bermain kembali secara normal
dengan teman-teman sebayanya di sekolah. Pada saat
penerimaan raport kenaikan kelas, Ibu Bunga
menuliskan sesuatu yang sederhana,Nak,
perjuangkanlah hidupmu. Ibu selalu mendoakanmu.
Satu tahun berselang, Ponco sudah lulus SD. Ibu Bunga
terkejut saat melihat selembar kertas di pintu

68
rumahnya bertuliskan, Ibu Bunga adalah guru
terbaikku.
Enam tahun berselang sejak lulus SD, Ponco sudah
lulus SMA. Kembali Ibu Bunga menerima surat
bertuliskan, Ibu, aku sekarang sudah lulus SMA. Aku
diterima di sekolah dinas kemiliteran. Ibu Bunga, Ibu
adalah guru terbaikku. Empat tahun setelahnya,
kembali Ibu Bunga menerima surat bertuliskan,Ibu,
aku sudah lulus jadi perwira. Aku memperoleh
penghargaan dari pemimpin tertinggi negeri ini
sebagai lulusan terbaik. Ibu Bunga, Ibu adalah guru
terbaikku.
Dua tahun kemudian, datang lagi sepucuk surat dari
pengirim yang sama bertuliskan, Ibu, hari ini aku
ditugaskan negara untuk kuliah di luar negeri, di
perguruan tinggi yang paling bergengsi di negeri Ratu
Elizabeth. Sebelum berangkat, sudikah kiranya Ibu
mendampingiku di pesta pernikahanku? Ibuku sudah
tiada, ayah juga telah meninggal. Tak ada yang
sepantas Ibu menggantikan posisi ibuku yang telah
tiada di pesta pernikahanku. Ibu Bunga membaca
surat tersebut dengan mata berkaca-kaca. Pada hari
pesta pernikahan itu, Ibu Bunga memilih memakai
parfum dan gelang yang sama. Dua benda yang
mengingatkan Ponco pada ibu kandungnya.
Keduanya lantas bertemu pada pesta pernikahan

69
Ponco. Dengan penuh takzim, Ponco mencium tangan
Ibu Bunga sembari berkata lirih, Terima kasih, Ibu
Bunga. Ibu telah membuatku terlahir kembali. Ibu
meyakinkanku bahwa aku dapat membuat hidupku
lebih berarti. Entah apa yang dapat aku perbuat untuk
membalas segala kebaikan Ibu. Semoga Tuhan
memberi balasan yang jauh berlipat-lipat. Dengan
mata berkaca-kaca dan suara tercekat, Ibu Bunga
kemudian membalas, Ponco anakku, kamu salah.
Justru kamulah yang membuat hidup Ibu lebih berarti.
Kamulah yang membuat Ibu menemukan kembali
kesejatian Ibu sebagai seorang hamba Tuhan dan
sebagai seorang guru.

Guru Bijaksana, Merubah Murid Bodoh Menjadi Pintar


Seorang guru bahasa arab pengganti memasuki
ruangan kelas di sebuah Madrasah Ibtidaiyyah. Ia
menggantikan guru pelajaran itu sampai akhir
semester ini. Ia memulai pembelajaran dikelas itu,
ketika ia bertanya pada seorang murid laki-laki yang
duduk di bangku depan, ia bingung karena tiba-tiba
suasana kelas menjadi riuh murid-murid lain tertawa
tanpa sebab.
Karena sudah kenyang dengan pengalaman mengajar,
ia faham betul, pastilah ada sesuatu yang ditertawakan

70
oleh anak-anak dikelas itu pada diri anak laki-laki yang
ditanya olehnya tadi.
Setelah diselidiki ternyata anak laki-laki itu dikenal
sebagai murid yang paling bodoh di kelas itu teman-
teman nya begitu meremehkannya sehingga sering
mengolok-olok dan mentertawakannya.
Suatu hari seusai pelajaran ia memanggil murid yang
dianggap bodoh itu setelah seluruh teman-teman nya
pulang. Ia berkata sambil memberikan secarik kertas :
Hafalkan baik-baik bait-bait syair yang ada di kertas
ini harus hafal betul dan ingat jangan engkau
beritahukan kepada teman-teman mu siapapun !
Murid itu mengangguk patuh. Seminggu kemudian,
guru menyampaikan pelajaran baru dikelas itu, ia
menulis syair di papan tulis menerangkannya dan
membacakannya berulang-ulang, setelah itu ia
berkata;
Nah sekarang siapa yang hafal bait-bait syair ini ??
tanyanya sambil perlahan ia menghapus tulisan syair
itu di papan tulis tak seorang muridpun mengangkat
tangan kecuali murid yang dikenal bodoh oleh
teman-teman nya itu , perlahan malu-malu ia berdiri
dan menghafalkan bait-bait syair itu Hafalan yang
lancar sekali teman-teman nya yang biasa
mengolok-olok dan mentertawakan, semua terkejut
dan terdiam Guru itu memujinya dan menyuruh

71
teman-teman nya untuk bertepuk tangan
menghormatinya
Demikianlah . berulang kali guru bahasa arab ini
memberikan kertas hafalan-hafalan kepada si murid
bodoh itu tertawaan dan cemoohan teman-teman
nya kini berubah menjadi kekaguman padanya.
Hal ini mendorong perubahan besar pada jiwa si murid
itu. Ia mulai percaya diri dan meyakini bahwa dia tidak
lah bodoh Ia merasa mampu untuk bersaing dengan
teman-teman sekelasnya, perubahan ini
mendorongnya untuk semangat dan bersungguh-
sungguh belajar di semua mata pelajaran.
Ketika ujian akhir tiba murid ini berhasil lulus untuk
setiap mata pelajaran dengan nilai yang sangat
memuaskan
Si murid bodoh itu kini sedang mengejar gelar doktor
di sebuah universitas ternama di kotanya.
Kisah ini dia tulis di sebuah koran sebagai pujian untuk
gurunya sebagai doa agar gurunya itu beroleh
pahala dari ALLAH dan kebaikan karena jasa-jasa nya.
Saudaraku, manusia yang berteman dengan kita ada
dua jenis. Yang satu jenis manusia yang membuka jalan
kebaikan menutup jalan keburukan. Manusia jenis ini
akan selalu memberi kita harapan, optimisme,
menolong dan melapangkan.

72
Yang kedua jenis manusia yang membuka jalan
keburukan menutup jalan kebaikan. Manusia jenis ini
akan selalu memutus harapan dan cita-cita dari kita. Ia
selalu menebar duri dan kerikil di jalan yang akan kita
lalui berupa pesimisme, putus asa, curiga, buruk
sangka, dan berbagai hal yang memadamkan
semangat kita berkarya.

Mendidik Siswa Super Nakal


Pada tahun 1994, saya seorang mahasiswa dan calon
guru, di Fakultas Pendidikan, di Brisbane, Australia.
Ada kegiatan magang selama 1 bulan di sekolah negeri
biasa, yang paduan SMP dan SMA. Kami harus masuk
kelas, mengajar seperti guru biasa, dan guru kelas yang
menjadi pembina kami duduk di belakang dan menilai
cara mengajar kami. Di ruang guru, saya dikabari akan
dapat kelas 8-F. Banyak guru langsung teriak, Ya
Ampun! Kamu baru belajar, langsung dapat Luke?
Kata semua guru, Luke sudah dikenal di seluruh
wilayah itu. Pernah ditangkap polisi berkali-kali,
pernah coba membakar gedung sekolah (hanya
merusak sedikit), mencuri mobil, mencuri barang dari
rumah orang, menyerang guru berkali-kai, tidak disukai
semua guru dan siswa, dan setiap hari, dalam setiap
kelas, dia hampir pasti dikeluarkan dan dikirim ke
ruangan kepala sekolah alias tidak pernah selesaikan

73
satu kelas. Saya sangat kaget. Para guru senior mulai
menggambarkan sebuah monster raksasa, dengan
tanduk tajam, mata merah yang melotot, dan api yang
keluar dari mulutnya sampai semua orang bakalan
takut berhadapan dengan dia. Tidak ada siswa yang
lebih buruk di seluruh kota. Dan saya yang masih
awam harus mengajar Luke? Mereka hanya bisa
berharap saya akan selamat. Luke istimewa sendiri
karena punya buku catatan khusus. Setiap kelas, setiap
guru harus berikan tanda tangan dua kali yang menjadi
bukti dia telah masuk dan tinggalkan kelas itu. Tapi di
akhir kelas, yang berikan tanda tangan lebih sering
kepala sekolah, bukan guru, karena dia selalu dikirim
ke kepala sekolah. Setelah ada bel untuk kelas baru,
dia harus pergi ke kelas berikut, dengan harapan tidak
akan kembali ke kepala sekolah lagi. Mahasiswa lain
bertanya apa saya siap menghadapi tantangan seperti
itu? Siswa monster raksasa yang tidak ada duanya?
Mau lakukan apa? Kalau mau jadi guru, harus coba
dihadapi. Saya berusaha meyakinkan diri bisa
berhadapan dengan monster seperti itu dan tetap
mengajar sesuai rencana. Saya akan dapat nilai buruk
kalau tidak bisa. Saya berangkat ke kelas, siap
berhadapan dengan sang monster. Saya panggil nama
siswa satu per satu. Saya sebutkan namanya, Luke?
Dan melihat kiri-kanan. Lalu saya dapat kejutan yang

74
sangat besar. Ada anak yang angkat tangan. Hadir
Pak. Saya melihat dia 10 detik tanpa bicara. Kamu
Luke?
Dia jawab, Iya. Kenapa? Saya menatap dia terus, dan
bingung mau katakan apa. Di depan saya ada salah
satu anak yang paling manis di kelas. Seperti Cover Boy
berusia 14 tahun. Rambut coklat yang lurus dan rapi,
disisir ke samping, mata coklat yang besar dan
kelihatan cerdas, tidak ada jerawat, kulit muka halus,
dan harus dikatakan ganteng. Ini si monster rakasasa
yang ditakuti semua guru? Apa tidak salah? Saya
bingung.
Saya mulai mengajar saja. Lima menit kemudian, Luke
menyerang anak lain di kelas. Ohh, begitu ternyata.
Tapi sebelum dia menyerang anak lain, saya dengar
dari jauh anak itu menghinakan Luke. Jadi dia bereaksi,
bukan menyerang tanpa alasan. Saya tahan Luke dan
suruh dia duduk kembali. Guru senior ada di situ dan
diam, pena di tangan, sedang mencatat nilai dan
komentar tentang saya. Dia sudah berpesan Luke
sebaiknya dikirim ke ruang kepala sekolah kalau nakal.
Tidak usah ditanggapi, keluarkan saja. Saya melihat ke
guru senior. Dia menunggu saya suruh Luke pergi. Tapi
saya hanya suruh dia duduk saja. Saya jalan ke
belakang kelas, dan tegor anak yang tadi menghinakan
Luke. Saya tegaskan ke semua anak bahwa tidak ada

75
yang boleh menghinakan orang lain di kelas saya. Lalu
saya tanyakan semua tugas yang mesti dikerjakan oleh
3 anak itu yang sedang ketawa-ketawa melihat Luke
kena masalah. Apa sudah selesai semua jawaban?
Kenapa belum mulai? Saya berdiri di situ terus, dan
pastikan 3 anak itu harus mulai kerja. Mereka jadi
takut dan mulai fokus pada tugas, melupakan Luke.
Luke sudah duduk dan kerjakan tugas juga.
Jadi saya dapat pelajaran. Luke bereaksi setelah
dihinakan anak lain. Setelah dikaji lebih dalam, dan
ditanyakan ke banyak guru lain, ternyata Luke selalu
begitu. Anehnya, guru senior salahkan Luke karena
menyerang secara fisik, tetapi tidak bertindak
terhadap anak-anak yang menghinakan dia (yang
menjadi pemicu perbuatan dia). Sore itu, saya lihat
Luke berdiri di depan ruang guru. Saya tanya kenapa
dia berada di situ. Katanya sedang menunggu guru,
karena nakal di kelas. Saya melihat dia lama, dan mulai
berpikir. Di dalam kuliah, anak seperti ini dijelaskan
kepada kami. Ada banyak cara di dalam buku teks
psikologi anak untuk bantu dia. Tapi semuanya hanya
teori dan pengertian saya pada psikologi anak masih
baru, belum mahir. Apa bisa saya praktekkan
langsung? Saya melihat dia, ingat pelajaran dari dosen
psikologi anak, dan mulai bicara dengan dia. Tujuan
hidup dia apa? Mau jadi apa? Katanya mau jadi pilot.

76
Apa bisa jadi pilot kalau pernah masuk penjara?
Mungkin tidak, katanya. Saya bilang kalau dia terus
berperilaku seperti sekarang, cepat atau lama akan
masuk penjara, karena tidak dapat hasil apapun dari
sekolah. Apa mau masuk penjara? Dia bilang tidak
peduli. Tapi juga mau menjadi pilot. Jadi saya suruh dia
pilih salah satunya yang lebih utama di hati. Dia pilih
menjadi pilot. Saya tanya apa dia suka nurut dengan
orang lain. Katanya tidak suka. Sukanya independen
dan mandiri. Saya jelaskan, anak-anak lain di kelas itu
memang nakal. Sudah menjadi semacam permainan
bagi mereka untuk menghinakan Luke, menunggu dia
menyerang dan dikeluarkan dari kelas, lalu mereka
ketawa-ketawa. Mereka mungkin bertaruh bisa lewat
berapa menit sebelum bisa membuat Luke
menyerang. Dan kemudian dia selalu dikeluarkan oleh
semua guru. Anak itu sedang mempermainkan Luke.
Ternyata, Luke belum sadar. Penghinaan itu kepada
dia ibaratnya perintah menyerang dan Luke selalu
nurut dengan perintah itu. Saya bilang kalau dia mau
mandiri dan kuat sendiri, saya setuju. Caranya adalah
pada saat mereka menghinakan dia, abaikan saja dan
tidak usah peduli pada pendapat mereka. Yang penting
hanya pendapat dia tentang diri sendiri, bukan
pendapat orang lain. Dia bilang tidak mungkin. Semua
orang pasti marah kalau diejek begitu. Saya keluarkan

77
dompet dan angkat 20 dolar (sektiar 200 ribu). Saya
bilang Coba kamu menghinakan saya, dengan kata-
kata yang paling kasar di dunia, dan kalau saya jadi
emosi sedikit saja, kamu menang uang ini.
Dia bingung dan sedikit takut. Masa boleh
menghinakan guru? Saya jamin dia tidak akan kena
sanksi apapun, karena saya yang suruh. Dia mulai.
Keluar semua kata-kata paling kasar dalam bahasa
Inggris, mungkin seperti yang anda dengar dalam film
barat. Saya diam dan senyum. Saya suruh dia
tambahkan lagi, dan tambahkan lagi, sampai akhirnya
dia kehabisan kata-kata kasar dan saya masih senyum
saja. Dia bingung. Kok bisa? Saya jelaskan, menjadi
marah adalah pilihan. Saya percaya bahwa saya orang
yang baik dan bermanfaat, jadi kalau Luke mau bilang
saya brengsek, saya tidak peduli pada pendapat dia.
Dan saya tegaskan dia juga bisa begitu.
Saya ajak dia coba berdua dengan saya, dengan cara
saling menghinakan. Tetapi dengan syarat kalau salah
satu dari kami jadi marah, harus langsung berhenti.
Saya mulai. Makin lama, makin kasar. Saya hinakan dia,
dia hinakan saya. Dan saya tetap senyum. Dia ikut
senyum dan setelah 5 menit kami kehabisan kata dan
mulai ketawa berdua. Saya bilang, Tuh, sudah
terbukti. Kamu juga bisa menahan diri dan bisa
memilih untuk tidak menjadi marah. Tapi dia bilang di

78
dalam kelas tidak mungkin seperti itu, karena dia tidak
akan tahan. Katanya harus bereaksi untuk membela
diri. Saya bilang kalau ada yang menghinakan dia,
serahkan kepada saya, dan saya akan hentikan
perbuatan mereka, tegor mereka, dan melindungi Luke
dari serangan verbal mereka. Dia kelihatan kaget.
Katanya, mana mungkin ada guru yang mau
melindungi dia? Saya bilang saya akan selalu
melindungi dia karena dia siswa saya. Jadi saya harus
melindungi dia dari semua gangguan. Dia diam, seolah-
olah belum pernah dengar komentar seperti itu dari
seorang guru. Saya bilang cukup dia percaya pada
saya, diam di tempat, tidak menyerang, dan saya akan
melindungi dia. Besok di kelas, saya datang kepada dia
dan berbisik. Apa masih ingat percapakan kami? Dia
harus bisa kendalikan diri, dan percaya pada saya.
Jangan mau nurut dengan perintah menyerang
(penghinaan dari siswa lain). Dia bilang ingat dan siap.
Lima menit kemudian, siswa di belakang menghinakan
Luke. Saya langsung jalan ke belakang dan suruh dia
minta maaf, lalu berdiri di situ dan melihat mereka
kerja. Ke seluruh kelas saya mengatakan tidak ada
yang boleh menghinakan siswa lain, dan kalau terjadi
lagi, yang bicara seperti itu akan dikeluarkan dari kelas.
(Dan Luke akan selalu aman, selama diam di kursi).
Sepanjang kelas itu, tidak ada kejadian lagi. Besok Luke

79
berada di depan ruang guru lagi, nakal di kelas lagi.
Saya bahas sikap dia dan bertanya bagaimana bisa
menjadi pilot kalau gagal di sekolah atau masuk
penjara. Kami diskusi satu jam. Saya bilang kalau mau
jadi pilot, harus dapat nilai A terus. Dia bilang tidak
mungkin dapat A karena selalu dapat D dan E di rapor.
Saya ingat pelajaran dari dosen psikologi anak. Saya
bilang saya akan kasih Luke nilai A pada saat itu juga di
rapornya, dan sesudahnya, dia harus bisa menjaganya.
Lalu saya bahwa dia ke kelas, ambil rapot dia, menulis
A di situ di depan mata dia. Kalau dia berantem di
kelas lagi, nilai turun ke A-, B+, tapi kalau dia kembali
baik, naik lagi menjadi A. Dia bingung. Belum pernah
ada guru yang bersikap begitu kepada dia. Kebanyakan
guru di sekolah itu memang sudah tua, lulus kuliah
pendidikan tahun 1960an sampai 1980an, jadi tidak
belajar psikologi anak dulu (dan malas belajar lagi).
Saya paham sikap mereka, walaupun sudah
ketinggalan zaman, tetapi sebagai guru profesional,
mereka seharusnya mau belajar terus dan berubah
juga.
Saya datangi semua guru Luke, dan bikin kesepakatan
dengan mereka. Kalau Luke nakal di kelas, jangan kirim
ke kepala sekolah. Datang, berbisik kepadanya dan
mengatakan, Kalau kamu tidak berbuat baik, kamu
akan dikirim kepada Mr. Netto dan harus menjelaskan

80
diri. Kebanyakan guru siap mencoba, walaupun ragu-
ragu akan berhasil, dan ada juga 1-2 guru tua yang
bilang percuma karena dia tidak mungkin akan
berubah. Dalam 1 minggu itu, Luke tidak dikeluarkan
dari kelas, tidak ke ruangan kepala sekolah, dan tidak
disuruh ke ruang guru. Semua guru cukup berbisik
kepada dia, dan setelah ditanyakan apa mau dikirim ke
saya sebagai siswa nakal, dia kembali diam. Dan saya
juga minta semua guru itu untuk memperhatikan anak
lain yang menghinakan Luke dan hentikan tindakan
seperti itu di kelas. Dalam rapat guru minggu itu,
kepala sekolah bertanya apakah Luke sakit, karena dia
sudah seminggu tidak ketemu Luke. Padahal biasanya
ketemu setiap jam, setiap hari. Sepuluh guru langsung
tunjuk kepada saya dan suruh kepala sekolah bertanya
ke saya. Kepala sekolah melihat saya, dan mengatakan
Apa yang kamu lakukan pada Luke? (Dan mukanya
kelihatan bingung! hahaha). Saya jelaskan isi dari
diskusi saya dengan Luke, dan teori psikologi anak
yang sedang digunakan, dan bahwa guru lain akan
kirim kepada saya kalau dia nakal, dan saya akan ajak
diskusi lagi tentang masa depan dia, dan kemampuan
dia untuk memilih yang terbaik dari dua pilihan (baik
dan buruk). Kepala sekolah kaget. Lalu dia
mengatakan, Bagus sekali Gene, tolong diteruskan!
Saya juga kaget. Baru ketemu kepala sekolah selama

81
10 menit pas datang di awal magang, dan sekarang
dapat pujian di depan 60 guru senior. Hehehe.
Dalam 2 minggu saya berada di sekolah, Luke sudah
berubah total. Hanya karena diperhatikan dan
ditawarkan bantuan untuk diskusi dan menghadapi
masalah. Total waktu yang habis untuk diskusi dengan
dia mungkin 15 jam saja. Masalah utama dia
sebenarnya ada di rumah. Orang tuanya tidak pernah
ingin punya anak. Bapak sering mabuk dan hajar dia.
Ibu sering menghinakan dia dan bilang bahwa dia tidak
diinginkan. Saat saya tanya kepada Luke apa orang tua
akan bangga kalau dia dapat nilai A, dia bilang mereka
tidak akan peduli. Saya mengatakan bahwa saya tidak
berkuasa untuk mengubah orang tua dia. Tapi
walaupun mereka tidak peduli, saya akan tetap merasa
bangga sebagai gurunya, selama dia masih mau
berusaha menjadi lebih baik. Dia senyum dan janji
akan berusaha terus. Saat saya harus kembali ke
kampus, saya minta tolong pada satu guru lain yang
masih muda untuk teruskan tugas saya dengan Luke,
dan dia berjanji akan melakukan itu. Luke dapat kabar
saya mau berangkat ke Indonesia untuk kuliah di UI.
Dia minta alamat rumah saya dari gurunya, kirim surat,
dan minta saya kirim layang-layang Indonesia
kepadanya. Setelah saya pindah ke Indonesia tahun
1995, di zaman sebelum ada HP, Facebook, email dan

82
internet, saya tidak pernah dapat kabar lagi tentang
dia, jadi tidak tahu kalau apa dia menjadi pilot atau
masuk penjara. Tapi saya masih ingat pada dia.
Mungkin dia merasa dapat pelajaran dari saya, tapi
saya juga dapat pelajaran yang luar biasa dari dia.
Teman-teman, seorang anak bisa berubah. Anak
monster yang paling buruk di seluruh wilayah bisa
berubah. Semuanya terserah kita yang dewasa, yang
menjadi guru dan orang tua. Apa kita mau datang
kepada mereka sebagai teman? Sebagai pembina?
Sebagai pelindung? Sebagai orang bijaksana? Sebagai
orang yang peduli? Kalau kita siap berusaha dengan
sikap yang baik, ramah dan penuh kasih sayang, insya
Allah anak yang paling buruk masih bisa berubah.
Kita yang perlu datang kepada mereka untuk mengajak
diskusi, bukan duduk di tempat terhormat sebagai
guru dan suruh mereka datang kepada kita untuk
minta maaf karena nakal.

Menjadi Guru Untuk Anak Berkebutuhan Khusus


Menjadi guru, bukanlah pekerjaan mudah.
Didalamnya, dituntut pengabdian, dan juga ketekunan.
Harus ada pula kesabaran, dan welas asih dalam
menyampaikan pelajaran. Sebab, sejatinya, guru bukan
hanya mendidik, tapi juga mengajarkan. Hanya orang-
orang tertentu saja yang mampu menjalankannya.

83
Menjadi guru juga bukan sesuatu yang gampang.
Apalagi, menjadi guru bagi anak-anak yang mempunyai
keistimewaan. Dan saya, merasa beruntung sekali
dapat menjadi guru mereka, walau cuma dalam
beberapa jam saja. Ada kenikmatan tersendiri, berada
di tengah anak-anak dengan latar belakang Cerebral
Palsy (sindroma gangguan otak belakang).
Suatu ketika, saya diminta untuk mendampingi
seorang guru, di sebuah kelas khusus bagi penyandang
cacat. Kelas itu, disebut dengan kelas persiapan,
sebuah kelas yang berada dalam tingkatan awal di
YPAC Jakarta. Lazimnya, anak-anak disana berumur
antara 9-12 tahun, tapi kemampuan mereka setara
dengan anak berusia 4-5 tahun, atau kelas 0 kecil.Saat
hadir disana, kelas tampak ramai. Mereka rupanya
sedang bermain susun bentuk dan warna. Ada teriak-
teriakan ganjil yang parau, dan hentakan-hentakan
kepala yang konstan dari mereka. Ada pula tangan-
tangan yang kaku, yang sedang menyusun keping-
keping diagram. Disana-sini terserak mainan kayu dan
plastik. Riuh. Bangku-bangku khusus berderak-derak,
bergesek dengan kursi roda sebagian anak yang
beradu dengan lantai. Saya merasa canggung dengan
semua itu. Namun, perasaan itu hilang, saat melihat
seorang guru yang tampak begitu telaten menemani
anak-anak disana. Mari masuk, duduk sini dekat Si

84
Abang, dia makin pinter lho bikin huruf, begitu
panggilnya kepada saya. Saya berjalan, melewati anak-
anak yang masih sibuk dengan tugas mereka. Ah benar
saja, si Abang, anak berusia 11 tahun yang mengalami
Cerebral Palsy dengan pembesaran kepala itu, tampak
tersenyum kepada saya. Badannya melonjak-lonjak,
tangannya memanggil-manggil seakan ingin pamer
dengan kepandaiannya menyusun huruf.
Subhanallah, si Abang kembali melonjak-lonjak. Saya
kaget. Saya tersenyum. Dia tergelak tertawa. Tak lama,
kami pun mulai akrab. Dia tak malu lagi dibantu
menyusun angka dan huruf. Susun-tempel-susun-
tempel, begitu yang kami lakukan. Ah, saya mulai
menikmati pekerjaan ini. Dia pun kini tampak bergayut
di tangan saya. Tanpa terasa, saya mengelus kepalanya
dan mendekatkannya ke dada. Terasa damai dan
hangat.
Sementara di sudut lain, sang Ibu guru tetap sabar
sekali menemani semua anak disana. Dituntunnya
tangan anak-anak itu untuk meniti susunan-susunan
gambar. Dibimbingnya setiap jemari dengan tekun,
sambil sesekali mengajak mereka tersenyum.
Tangannya tak henti mengusap lembut ujung-ujung
jemari lemah itu. Namun, tak pernah ada keluh, dan
marah yang saya dengar.Waktu berjalan begitu cepat.
Dan kini, waktunya untuk pulang. Setelah

85
membereskan beberapa permainan, anak-anak pun
bersiap di bangku masing-masing. Aduh, damai sekali
melihat anak-anak itu bersiap dengan posisi serapih-
rapihnya. Tangan yang bersedekap diatas meja, dan
tatapan polos kearah depan, saya yakin, membuat
setiap orang tersenyum. Ibu guru pun mulai memimpin
doa, memimpin setiap anak untuk mengatupkan mata
dan memanjatkan harap kepada Tuhan.Damai. Damai
sekali mata-mata yang mengatup itu. Teduh. Teduh
sekali melihat mata mereka semua terpejam. Empat
jam sudah saya bersama malaikat-malaikat kecil itu.
Lelah dan penat yang saya rasakan, tampak tak berarti
dibanding dengan pengalaman batin yang saya alami.
Kini, mereka bergerak, berbaris menuju pintu keluar.
Tampak satu persatu kursi roda bergerak menuju ke
arah saya. Ddduh, ada apa ini?Lagi-lagi saya terharu.
Setibanya di depan saya, mereka semua terdiam,
mengisyaratkan untuk mencium tangan. Ya, mereka
mencium tangan saya, sambil berkata, Selamat siang
Pak Guru.. Ah, perkataan yang tulus yang membuat
saya melambung. Pak guruPak Guru, begitu ucap
mereka satu persatu. Kursi roda mereka berderak-
derak setiap kali mereka mengayuhnya menuju ke
arah saya. Derak-derak itu kembali membuat saya
terharu, membayangkan usaha mereka untuk sekedar
mencium tangan saya. Anak yang terakhir telah

86
mencium tangan saya. Kini, tatapan saya bergerak ke
samping, ke arah punggung anak-anak yang berjalan
ke pintu keluar. Dalam diam saya berucap, ..selamat
jalan anak-anak, selamat jalan malaikat-malaikat
kecilku Saya membiarkan airmata yang menetes di
sela-sela kelopak. Saya biarkan bulir itu jatuh, untuk
melukiskan perasaan haru dan bangga saya. Bangga
kepada perjuangan mereka, dan juga haru pada
semangat yang mereka punya.

Pengabdian Hingga Akhir Hayat


Tinggalah seorang pria yang hidup di sebuah
pemukiman terpencil di sebuah desa yang penuh
dengan suasana suram. Dia adalah sosok seorang guru
teladan yang memiliki banyak murid di sebuah sekolah
dasar yang di bangun sejak zaman penjajahan belanda.
Setiap orang segan jika bertemu dengannya, rasa
hormat, cinta dan kasih sayang yang terpancar di raut
wajahnya sungguh memberikan efek kasih sayang
kepada setiap orang yang menemuinya termasuk
kepada para murid yang ia didiknya di sekolah.
Ia mengajar di sebuah gedung sekolah tua setiap hari
untuk menyampaikan ilmu kepada muridnya. Kadang
sering terlihat sosok keriput wajahnya yang mulai
memberikan tanda penuaan, langkahnya yang semakin
gontay, dan ucapannya yang kadang terengah-engah.

87
Guru itu bernama Pak Tarno, rupa-rupanya pak Tarno
adalah guru paling senior disana. Ia sudah mengajar
selama puluhan tahun dan banyak pula anak didiknya
yang sukses. Walaupun keterbatasan usia dan
kemampuan namun pak Tarno masih terlihat selalu
semangat menjalani hari-harinya sebagai seorang
guru. Ia adalah sosok guru yang dinilai paling dekat
dengan murid. Murid dibebaskan secara leluasa
menyampaikan segala pendapat, kritikan, maupan
aspirasi untuk suksesnya proses belajar mengajar.
Kedekatannya tidak membuat murid-murid berlaku
senonoh terhadap dirinya, namun sebaliknya karena
kejujuran, keikhlasan, dan ketulusan cinta kasih
kepada muridnya itu, membuat setiap murid segan
kepada dirinya. Pada suatu malam Pak Tarno
mengalami demam yang begitu luar biasa, tubuhnya
dingin disertai batuk yang kadang melemaskan
tubuhnya yang sudah gontay. Namun ia masih teringat
peristiwa kemarin siang yaitu ia pernah berkata
kepada muridnya bahwa ia harus menemani muridnya
menyelesaikan sebuah tugas sekolah walaupun
kenyataannya besok hari adalah hari minggu. Ia selalu
berdoa kepada Tuhan agar diberikan kesembuhan dan
diberikan kekuatan agar besok hari ia bisa menemui
murid-muridnya. Baginya kebahagiaan adalah ketika ia
melihat muridnya sukses di kelak hari. Ia berjuang

88
melawan rasa sakitnya dan satu jam, dua jam, tida jam
kondisi mulai membaik. Rupanya Tuhan mengabulkan
doa Pak Tarno. Pagi hari ia bersiap-siap untuk pergi
dengan membawa tas hitam berwarna agak
kecoklatan dan terlihat beberapa bagian telah sobek di
bagian sisinya. Ia pun mengayuh sepeda tua dan
menuju ke arah barat daya ke alah sebuah bangunan
tua, ya Sekolah, rupanya ia sudah berjanji dengan
muridnya untuk belajar di sekolah walaupun hari libur.
Ia pun datang ke lokasi belajar dan terbesit senyuman
tulus dari raut wajahnya yang dengan seketika
memberikan sebuah pesona indah kepada para murid
yang memandangnya. Ia mulai membahas pelajaran
demi pelajaran.Terlihat banyak siswa yang antusias
mengikuti proses belajarnya yang sangat hangat,
canda tawa dan riang gembira. Suatu waktu pak Tarno
merasakan sebuah rasa sakit yang amat sangat dari
dalam dadanya. Sesekali ia batuk namun ia tetap
melanjutkan belajarnya. Dua, kali, tiga kali, dan sampai
berikutnya pak Tarno tergeletak di lantai tepat berada
di hadapan para murid. Terlihat helaian nafas yang
terengah-engah, dan terlihat pula aliran darah yang
keluar dari hentakan batuknya yang tak henti.
Beberapa muridnya mulai menangis dan meminta
bergegas keluar meminta pertolongan. Sesekali
batuknya terhenti, pak Tarno mengucapkan kata

89
terahirnya dari susahnya ia berkata karena nafas yang
menyesakan dada, ia mengucapkan kata-kata terahir
untuk murid-muridnya dan semua murid di seluruh
jagat raya, "Wahai muridku, lakukanlah terbaik untuk
masa depanmu dan jangan siasiakan masa mudamu.
Hormatilah gurumu, dia selalu tulus mencintaimu.
Raihlah cita-citamu setinggi langit dan
belajarlah" Tak lama kemudian setelah selesai
mengucapkan kalimat tersebut, pak Tarno meninggal
dunia menuju sang pencipta. Innalilahi wa'inailahi
roji'un.
Pengabdian Tak Bertepi
Cerita ini berkisah tentang sebuah pengabdian.
Pengabdian sejati akan sebuah keyakinan pada masa
depan yang lebih baik. Kisah ini tidak terjadi di kota
besar yang dekat dengan kemajuan, melainkan di
sebuah sekolah sederhana di desa kecil di Pulau Bacan.
Hanya ratusan orang yang tinggal di desa itu. Namun,
cahaya pengabdian terpancar jelas dari institusi
pendidikan satu-satunya di sana, sebuah sekolah
dasar.
Cerita ini berkisah tentang bagaimana seorang guru
benar-benar menjadi pelita bagi anak didiknya.
Seorang guru yang bisa menjadi contoh dan teladan
serta pantas untuk digugu dan ditiru.

90
Sesampainya di dermaga kecil Desa Wayatim, saya
tertegun betapa sepinya desa ini. Tidak terlihat satu
orang pun yang lalu lalang. Tercatat memang hanya
tiga ratusan orang penduduk desa Wayatim di pesisir
Pulau Bacan, Halmahera Selatan ini. Tak lama, muncul
satu orang yang penasaran dengan kedatangan kami
dan kemudian menunggu di ujung dermaga. Dari sana,
tinggal menunggu waktu untuk bertemu seorang
pejuang pendidikan hebat di sini.
Seorang guru mulia itu bernama Asri Ishak. Pertama
kali bertemu Pak Asri atau biasa disapa Acil, tak ada
kesan berlebih sama sekali. Beliau memakai kaos dan
celana pendek. Penampilannya sangat bisa menipu.
Dari perawakannya, saya kira Acil hanyalah seorang
pemuda setempat yang membantu mengajarkan anak-
anak.
Ternyata, Acil sedang melatih anak-anak untuk
upacara bendera hari Senin keesokan hari. Dengan
mempraktikkan gerak jalan sebagai pengibar bendera,
Acil mengajarkan anak-anaknya untuk berjalan tegap
seperti dirinya.
Acil boleh dibilang masih termasuk guru muda. Dari
penampilannya, umur Acil mungkin baru mendekati
30. Beliau baru menikah. Meskipun begitu, pasangan
baru ini pun harus menghadapi tantangan terpisah
samudra karena tuntutan tugas. Istrinya mengajar SMP

91
di Halmahera Tengah sedang Acil, dengan segala
kerendahan hati, tidak mengeluh mengajarkan sekitar
85 orang anak SD di desa kecil ini.
Beliau hanya satu-satunya guru yang mengajar di Desa
Wayatim. Sebenarnya, berdua dengan kepala sekolah.
Namun, kepala sekolah sering kali keluar desa karena
harus menyelesaikan kuliah sarjana-nya di Ternate.
Oleh karena itu, Acil-lah yang menjadi tumpuan anak-
anak untuk bisa belajar di sekolah. Acil sebenarnya
juga sedang menyelesaikan kuliah. Akan tetapi, dia rela
menundanya sampai kepala sekolah terlebih dahulu
selesai dan kembali bisa mengajar.
Acil bukanlah seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang
rutin mendapatkan gaji lebih dari 1,5 juta per bulan
plus bermacam-macam tunjangan. Status beliau hanya
guru Pegawai Tidak Tetap (PTT) yang juga tidak digaji
Pemda seperti yang seharusnya. Gaji beliau didapatkan
dari sumbangan masyarakat desa. Masyarakat sepakat
untuk menggaji Acil 650 ribu per bulan agar beliau
tetap mengajar di desa mereka.
Dulu, Acil dibantu oleh dua orang guru bantu. Akan
tetapi, mereka tidak betah dengan sepi dan terlalu
terpencilnya desa ini sehingga memutuskan pergi dan
mengajar di tempat yang lebih nyaman. Meski
demikian, Acil tak pernah kecil hati. Dengan sumber

92
daya yang sangat terbatas, beliau dengan senang hati
mengajar enam kelas sekaligus setiap hari.
Kekaguman saya akan Acil tak berhenti sampai di sana.
Beliau mulai menunjukkan satu per satu kelas yang
diajarnya. Kami masuk ke bangunan yang sudah agak
tua. Gedung sekolah ini dibangun dari swadaya
masyarakat. Karena sudah dibangun sejak lama, catnya
pun sudah mulai usang dan temboknya terlihat agak
rapuh.
Kelas 1 dan kelas 2 digabung karena keterbatasan
ruang. Di dalam ruangan itu, Acil membuat gambar-
gambar dengan huruf alfabet kemudian ditempel di
satu sisi ruang kelas. Saya buat sendiri gambarnya.
Biar gambarnya kurang bagus, yang penting anak-anak
bisa tahu huruf dan bendanya, ujar Acil.
Di kelas III, ada Sudut Baca di pojok ruangan. Buku-
buku disusun pada sebuah meja kecil. Meskipun buku-
buku sudah tua, bahkan beberapa ada yang amat tua,
anak-anak tetap bisa menambah pengetahuannya
dengan membaca. Jujur, untuk kelas 1, 2, dan 3, saya
masih fokus agar mereka bisa membaca, menulis, dan
berhitung dengan benar. Saya belum masuk ke
kurikulum. Di kelas 4, baru saya mulai sesuai panduan
silabus, Acil menambahkan. Saya mulai sering
merinding merasakan apa yang sudah Acil lakukan.

93
Apa yang ada di kelas IV membuat saya sangat
tertegun. Beliau membuat Pojok Kreativitas Anak
yang berisi dokumentasi kegiatan siswa. Acil
menambahkan muatan lokal Laut dan Terumbu
Karang di SD ini. Acil berujar, Ini sesuai dengan
kondisi desa. Desa dekat dengan pantai yang punya
terumbu karang. Anak-anak harus tahu bagaimana
melestarikan terumbu karang. Tak berhenti saya
melihat dokumentasi foto itu satu per satu. Bagaimana
anak-anak itu dengan ceria menanam, mempelajari,
dan menjaga terumbu karang di desa mereka.
Dari tiga ruangan yang saya lihat, tidak ada satu sisi
kelas pun yang kosong tanpa ornamen. Ada pantun,
puisi, foto-foto pahlawan, karya-karya anak, gambar-
gambar, dan apa pun yang bisa menambah atmosfer
pembelajaran.
Belum lagi saya berhenti kagum, Acil kembali
menunjukkan karyanya di kelas V dan VI. Beliau
membawa saya ke gedung baru hasil bantuan
pemerintah. Gedung kecil ini hanya berisi dua kelas.
Kondisinya jauh lebih baik dari gedung sebelumnya
karena sudah memakai beton dan lantai keramik
sehingga terlihat kokoh dan bersih.
Di dalam kelas V, beliau membuat dua puluh poin
peraturan kelas. Salah satunya tertulis, Dilarang
memakai bahasa daerah di kelas. Jika ada anak yang

94
melanggar, maka anak itu harus mengerjakan dua
puluh soal yang dia pilih sendiri mata pelajarannya. Hal
yang luar biasa mengingat kebanyakan guru di
pedalaman Halmahera, lebih senang memukul anak
jika mereka melanggar peraturan.
Ada juga jam mandiri. Anak-anak dilatih untuk inisiatif
belajar sendiri jika Acil sedang mengajar kelas yang
lain. Anak-anak juga dilatih untuk jujur ketika masuk
kelas dan memutar sendiri jam masuknya pada
minatur jam yang dibuat dari CD bekas. Ada lagi kartu
absensi kelas untuk kehadiran setiap hari di kelas. Jika
masuk ke sekolah, dia memutar kartu itu menjadi
Hadir. Jika tidak, dibiarkan tetap Alpa.
Belum lagi ada portofolio anak-anak yang dipajang di
sudut kelas. Dengan map plastik, setiap anak
memasukkan karya-karyanya ke map itu. Gambar,
puisi, kerajinan tangan, apa saja. Dokumentasi
praktikum di luar kelas juga diletakkan bersisian
dengan portofolio. Ada foto praktikum cahaya yang
kembali membuat saya tak bisa berkata-kata.
Puas berkeliling sekolah, kami beranjak keluar kelas.
Terlihat anak-anak duduk di bawah pohon dengan
setia menunggu Acil. Saya mengajak Acil untuk minum
teh bersama sambil mengobrol lebih lanjut di rumah
kepala desa. Jawaban beliau tidak saya duga. Maaf

95
Pak, saya hanya bisa temani sampai sini saja. Saya
harus melatih anak-anak upacara lagi.
Asri Ishak adalah potret guru teladan di sebuah negara
yang masih kekurangan figur untuk diteladani. Anak-
anak Desa Wayatim sangat beruntung memiliki contoh
teladan itu pada guru mereka. Seorang yang amat
mencintai pekerjaan dan anak-anak didiknya.
Berdedikasi luar biasa dengan kondisi yang amat sulit
dan mau mengabdikan diri untuk mimpi murid-
muridnya. Tidak banyak, sama sekali tidak banyak guru
seperti beliau ini.
Mengajar enam kelas sendirian dan menjalankan
pembelajaran kreatif di setiap kelasnya merupakan
sebuah pekerjaan teramat berat. Akan tetapi dengan
ketulusan hati, beribu-ribu pekerjaan pun tak akan
pernah menjadi beban. Baginya mengajar bukanlah
semata-mata pekerjaan, Acil butuh untuk terus
bertemu dan mengajar murid-muridnya.
Dari Asri Ishak, kita belajar tentang arti ketulusan yang
sebenarnya. Kita jadi semakin sadar bahwa di luar
sana, masih banyak harapan untuk digenggam. Obor
harapan itu dipegang erat-erat oleh orang-orang
seperti Asri Ishak. Pada beliau, kita memandang sosok
dengan pengabdian tak bertepi.

96
Pesan Terakhir Dari Seorang Guru
Ini adalah sebuah kisah nyata yang baru-baru ini
terjadi di Jepang. Kematian kadang disertai insting dari
orang tersebut. Sehingga orang itu bisa merasakan
bahwa sebenarnya waktu yang ia miliki tak banyak lagi.
Itulah yang terjadi pada seorang guru di Jepang.
Sebelum ia menghembuskan nafas terakhir, ia masih
sempat menuliskan PR untuk para siswanya. Bila
biasanya PR itu membuat para murid malas
mengerjakannya, ada yang berbeda dengan PR yang
satu ini. Tugas rumah yang diberikan oleh guru ini
justru membuat para siswanya menangis.
Guru itu menuliskan sebuah PR di papan tulis. Dengan
sebuah kapur, ia mulai memberikan tugas terakhirnya
pada murid-muridnya.

PR terakhir dari sang guru sebelum meninggal.


rocketnews24.com

97
PR Terakhir Tidak ada batas waktu. Jadilah orang
yang bahagia. Saat kalian mulai mengerjakan tugas
ini, mungkin aku sudah ada di surga. Tidak usah buru-
buru mengerjakannya. Kalian bebas menggunakan
waktu yang dimiliki. Tapi suatu hari, tolong
kumpulkan padaku dan katakan, "Aku sudah
melakukannya. Aku sudah bahagia." Aku akan
menunggu.
Tulisan di papan hitam itu menjadi salah satu PR paling
mengharukan di dunia. Bahkan salah satu akun Twitter
membagikan foto terakhir dari papan tersebut. Guru
yang menuliskan tugas ini baru saja meninggal.
Namun apa yang ia sempat lakukan di nafas-nafas
terakhirnya sungguh mengesankan. Ia benar-benar
melakukan tugasnya sebagai seorang guru, yaitu
memastikan bahwa anak didiknya bukan hanya belajar
atas tuntutan akademis. Namun juga untuk menjadi
seorang yang bahagia.
Guru memang merupakan salah satu sosok yang
berjasa bagi kehidupan seseorang. Masih ingatkah
Anda dengan guru yang paling Anda sayangi dan
sudahkah kita menjadi sosok yang baik, seperti yang
dia ajarkan? Semoga dedikasi guru kita tak menguap
dimakan usia, namun benar-benar bisa menjadikan
kita sosok yang belajar dan bahagia.

98
Guru Teladan dalam Cerita Laskar Pelangi
HarianBernas.com - Wow, pengajar teladan? Kok
bisa? Memang apa yang beliau lakukan buat
muridnya? Apa bayangan Anda tentang guru teladan,
sobat?
Nama lengkap dia adalah Muslimah Hafsari, lahir pada
Dusun Rasau, Desa Gantung, Kecamatan Gantung,
Belitung Timur, 27 Februari 1952. Perempuan lembut
ini adalah pengajar pengajar pertama Laskar Pelangi
dan guru yang paling berharga bagi mereka.
Bu Muslimah merupakan salah satu tokoh yang pada
angkat pada novel paling fenomenal pada Indonesia
"Laskar Pelangi" karya Andrea Hirata.
Lulus dari Sekolah akal budi Putri (SKP)
Muhammadiyah pada usia 16 tahun serta
mengabdikan dirinya buat mendidik anak didik-anak
didik pada SD Muhammadiyah Gantung, sekolah yang
dirintis pendiriannya oleh kakeknya.
Sejak diangkat menjadi PNS lebih kurang tahun 1986,
bunda Muslimah kemudian mengajar pada SD Negeri 1
Desa Lintang Kecamatan Gantung hingga tahun 1989,
kemudian mengajar pada Sekolah Dasar Negeri 6
Kecamatan Gantung dari tahun 1989 sampai kini . Bu
Muslimah adalah figur pengajar yang pada akhirnya
menginspirasi Indonesia,

99
Pada waktu awal mengajar dulu beliau mendapatkan
honor hanya sebesar Rp 7000,- per bulan atau bahkan
kadang-kadang tidak menerima sama sekali. Tahun
2008, Bu Muslimah masih mengajar pada Sekolah
Dasar Negeri 6 Gantung, Belitung. Muslimah muda
ketika itu masih berusia 17 tahun.
Beliau terus berjalan membelah derasnya tetesan air
hujan. Tujuannya ke SD Muhammadyah, di sebuah
kampung di Belitung. Beliau mendapati beberapa
siswa berkumpul pada sudut ruangan, menggigil
dengan rasa khawatir gedung sekolah yang akan
ambruk.
Perempuan itu lantas menghampiri dan berusaha
membuat mereka merasa nyaman. Saat hujan
mereda, pelajaran pun dimulai. Perempuan itu
mengajari banyak, termasuk bagaimana
memperjuangkan kebahagian. Kemiskinan dan segala
keterbatasan fasilitas belajar bukanlah halangan buat
maju serta berprestasi.
Rasa cinta yg begitu besar agar anak anak kampung
menjadi pandai , berbuah berkah yang melimpah.
Murid-muridnya yang ketika itu masih Sekolah Dasar,
kini banyak yg berhasil meraih pendidikan sarjana
dan master.
Banyak pula yang meraih posisi diperusahaan yang
hebat. Berkah yang tidak pernah dibayangkan

100
sebelumnya. Andrea Hirata yang mengisahkan
perempuan itu pada buku Laskar Pelangi, kini
sebagai penulis handal.
Baginya, menjadi pengajar ialah panggilan jiwa.
Menurut Bu Muslimah, pengajar yang berhasil ialah
guru yang bisa menyampaikan pelajaran dan nilai
kehidupan pada siswanya.
Pengajar yang mengajarkan nilai kehidupan tidak harus
pintar. Kata beliau, seseorang guru juga harus memiliki
sikap bijaksana. Murid dengan karakter, pendiam, usil,
pandai , lambat mengerti adalah tantangan bagi
seorang guru. Pengajar yang bijak mampu memahami
hasrat murid-muridnya.
Muslimah tidak pernah menduga kisah hidupnya akan
menginspirasi jutaan orang. Tidak pernah pula dia
menganggap, figurnya akan diangkat ke layar lebar
sampai menerima apresiasi dari pemerintah.
Baginya, tidak terdapat hal yang dapat lebih
membanggakan selain melihat siswa-muridnya
berhasil mengejar pelanginya.
Pengabdian Bu Muslimah telah sebagai inspirasi bagi
kaum guru. Bahkan pemerintah terkesan serta
menggajarnya dengan penghargaan Satya Lencana
Pembangunan serta Satya Lencana Pendidikan.

101
Muslimah sebuah nama yang tercetak tak pernah mati
disalah satu buku best seller di negeri ini "Laskar
Pelangi" karya Andrea Hirata.
Tapi Muslimah tidak pernah meminta apapun. Bahkan
dia lebih memilih meninggalkan pesan, Kalau kita
sudah tinggi, tidak usah disanjung-sanjung, nanti jatuh
ke buminya lebih tinggi lagi.
Jadi, pesan apa yang bisa Anda terima dari cerita Bu
Muslimah ini, sobat?

102
Mereka Berkata
Tentang Guru

103
Guru Adalah
Saya percaya bahwa guru terhebat adalah seniman
terhebat dan saya percaya hanya sedikit sekali
seniman hebat. Mengajar mungkin adalah seni
terhebat karena mediannya adalah jiwa dan akal
manus.ia
~john stainback~
A teacher affects eternity; he can never tell where
his influence stops. (Seorang guru mempengaruhi
keabadian; ia tidak pernah bisa mengungkapkan
dimana pengaruhnya berhenti).
~Henry Brooks Adams ~
A good teacher is like a candle - it consumes itself to
light the way for others. (Guru yang baik itu ibarat
lilin membakar dirinya sendiri demi menerangi
jalan orang lain).
~Mustafa Kemal Atatrk~
Good teachers are costly, but bad teachers cost
more. (Guru yang baik itu mahal, tapi guru yang
buruk itu lebih mahal).
~Bob Talbert~
What the teacher is, is more important than what
he teaches. (Makna guru itu lebih penting daripada
apa yang ia ajarkan).
~Karl Menninger~

104
surely the student is a bank where you can deposit
your most precious treasures. (Siswa adalah
sebuah bank dimana kau dapat mendepositokan
harta paling berhargamu).
~Eugene P. Bertin~
Teach is Touch lives Ever. (Mengajar itu menyentuh
kehidupan selama-lamanya).
~Author Unknown~
A teacher's job is to take a bunch of live wires and
see that they are well-grounded. (Pekerjaan guru
itu mengambil rangkaian kawat hidup dan
mengetahui bahwa mereka sedang tertimbun di
bawah bumi).
~D. Martin~
What a teacher writes on the blackboard of life can
never be erased. (Apa yang guru tulis di atas papan
kehidupan tidak dapat dihapus).
~Author Unknown~
Don't try to fix the students, fix ourselves first. The
good teacher makes the poor student good and the
good student superior. When our students fail, we,
as teachers, too, have failed. (Jangan coba
memperbaiki siswa, perbaiki diri sendiri dulu. Guru
yang baik membuat siswa bodoh menjadi cerdas,
dan membuat siswa cerdas menjadi lebih cerdas.

105
Saat siswa kita gagal, kita, sebagai guru, juga gagal).
~Marva Collins~
The object of teaching a child is to enable him to get
along without his teacher. (Tujuan mengajar anak
kecil itu membuatnya dewasa tanpa guru).
~Elbert Hubbard~
Discover wildlife: be a teacher! . (Untuk
menemukan kehidupan rimba: Jadilah seorang
guru)!.
~Author Unknown~
The art of teaching is the art of assisting discovery.
(Seni mengajar itu adalah seni membantu
penemuan).
~Mark Van Doren~
Aku seorang guru. Guru adalah seorang yang
memimpin. Tidak ada keajaiban di dalam
pekerjaanku. Aku tidak berjalan di atas air, aku tidak
membelah lautan. Aku hanya mencintai anak-anak.
~Marva Collin~
Salah satu hal terpenting yang bisa dilakukan
seorang guru adalah mengirim pulang seorang
murid di siang hari dalam keadaan sedikit lebih
menyukai dirinya sendiri daripada ketika ia datang
di pagi hari.
~Ernest Melby~

106
Teachers touch the future. (Guru menyentuh masa
depan).
~Author Unknown~
Hatiku menyanyikan sukacita pagi hari. Sebuah
mukjizat telah terjadi! Cahaya pemahaman telah
menyinari pikiran murid kecilku, dan lihatlah, semua
berubah.
~Anne Sulivan~
Teknologi hanya sebuah alat. Dalam hal membuat
siswa bekerja sama dan menjadikan mereka
termotivasi, gurulah yang paling utama.
~Bill Gates~
Yang paling hebat bagi seorang guru adalah
mendidik, dan rekreasi yang paling indah adalah
mengajar.
~KH maimoen Zubair~
The dream begins with a teacher who believes in
you, who tugs and pushes and leads you to the next
plateau, sometimes poking you with a sharp stick
called "truth." (Mimpi berawal dari seorang guru
yang mempercayaimu, yang menarik, mendorong,
membawamu ke dataran tinggi, kadang ia
menusukmu dengan tombak tajam bernama,
Kebenaran.)
~Dan Rather~

107
Seorang guru akan selamanya menjadi guru,
meskipun Anda telah melupakan ilmu yang Anda
pelajari dari mereka. Bahkan meskipun Anda telah
melupakan wajah mereka.
Orang hebat bisa melahirkan beberapa karya
bermutu, tapi guru yang bermutu dapat melahirkan
ribuan orang-orang hebat
Jika Anda bisa membaca ini, maka berterima
kasihlah kepada guru
Jika didunia ini tidak ada seorang guru. Maka kita
tetap akan menjadi pribadi yang cerdas, tapi hanya
secerdas manusia priminitif.
Guru adalah pahlawan, dan tanda-tanda
kepahlawanannya terukir pada keberhasilan semua
orang-orang besar yang Anda kenal.
Jika di dunia ini tidak ada seorang guru. Maka kita
tetap akan menjadi pribadi yang cerdas, tapi hanya
secerdas manusia primitif.
"Guru yang baik tidak pernah bilang muridnya
bodoh; tapi guru yang baik selalu bilang, 'Muridku
belum bisa'".
terimah kasih untuk semua Guru yang pernah
memberi pelajaran. Karena dengan upaya keras
mereka, dunia menjadi tempat yang menakjubkan.

108
Tidak ada profesi yang lebih mulia dibanding guru.
Guru yang hebat adalah artis, tepi medianya
bukanlah kanvas, melainkan jiwa manusia.
Seorang guru menggandeng tangan, membuka
pikiran, menyentuh hati, membentuk masa depan.
Menjadi guru bukan sekedr pekerjan melainkan
pelukis masa depan.
Guru dapat mengubah hidup dengan campuran
yang tepat dari kapur dan tantangan.

Mendidik Mereka
In teaching you cannot see the fruit of a day's work.
It is invisible and remains so, maybe for twenty
years. (Dalam mengajar, kau tidak bisa mengetahui
buah hasilnya dalam sehari. Tidak bisa dilihat dan
tetap begitu, mungkin (terlihat hasilnya) dua puluh
tahun lagi).
~Jacques Barzun~
Teachers who inspire realize there will always be
rocks in the road ahead of us. They will be
stumbling blocks or stepping stones; it all depends
on how we use them. (Guru yang menginspirasi
tahu bahwa selalu ada bebatuan di jalan yang
menghadang. Bebatuan tersebut bisa berupa batu
penghalang atau batu bertingkat; tergantung

109
bagaimana kita memanfaatkan batu tersebut).
~Author Unknown~
A teacher who is attempting to teach without
inspiring the pupil with a desire to learn is
hammering on cold iron. Seorang guru yang
berusaha mengajarkan tanpa menginspirasi
muridnya dengan keinginan untuk belajar adalah
seperti memalu besi dingin.
~Horace Mann~
The mediocre teacher tells. The good teacher
explains. The superior teacher demonstrates. The
great teacher inspires. G(uru yang sedang-sedang
saja memberitahukan. Guru yang baik menjelaskan.
Guru yang ulung mendemonstrasikan. Dan Maha
guru itu menginspirasi).
~William Arthur Ward~
A teacher's purpose is not to create students in his
own image, but to develop students who can create
their own image. (Tujuan seorang guru bukanlah
menciptakan siswa-siswanya menurut
pandangannya, tapi mengembangkan siswanya
yang mampu menciptakan pandangan mereka
sendiri).
~Author Unknown~
The average teacher explains complexity; the gifted
teacher reveals simplicity. (Rata-rata guru

110
menjelaskan kerumitan, guru yang berbakat
mengajarkan kemudahan).
~Robert Brault~
Anak-anak yang di dalam kelas kita mutlak lebih
penting daripada pelajaran yang kita ajarkan kepada
mereka.
~Meladee McCarty~
The best teachers teach from the heart, not from
the book. (Guru paling baik mengajarkan dari hari,
bukan dari buku).
~Author Unknown~

Guru Itu Belajar


Who dares to teach must never cease to learn.
(Orang yang berani mengajar tidak bararti berhenti
belajar).
~John Cotton~
To teach is to learn twice. (Mengajar itu belajar
dua kali).
~Joseph Joubert, Penses~
Siapa pun yang berhenti belajar berarti sudah tua,
entah usia dua puluh atau delapan puluh. Siapa
pun yang terus belajar akan tetap muda. Hal paling
menyenangkan dalam hidup adalah membuat
pikiranmu tetap muda.
~Henry Ford~

111
Pendidikan bukanlah sesuatu yang diperoleh
seseorang, tapi pendidikan adalah sebuah proses
seumur hidup.
~Gloria Steinem~
Apa yang ingin dipelajari murid sama pentingnya
dengan apa yang ingin diajarkan guru.
~Lois E. LeBar~
Banyak yang telah kupelajari dari guru-guruku,
lebih banyak dari rekan-rekanku, tapi yang paling
banyak adalah dari murid-muridku.
~Talmud~

112

Anda mungkin juga menyukai