Anda di halaman 1dari 11

PENUNTUN PRAKTIKUM

GEOKIMIA

Dosen Mata kuliah:


Dr. Adi Toggiroh, ST., MT
Dr. Ulva Ria Irfan, ST., MT

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI


DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
GOWA
2022
Percobaan 1
Analisis Kadar Logam Fe2+ dengan Metode
Permanganometri

I. Teori

Besi merupakan logam sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini
karena besi mempunyai berbagai macam kegunaan. Selain itu, besi merupakan
logam terbanyak di dalam perut bumi setelah aluminium. Hal ini menyebabkan
industri produksi besi berkembang cukup pesat. Logam besi memiliki sifat antara
lain, memiliki kemampuan yang baik sebagai penghantar listrik (konduktor),
penghantar panas, dapat membentuk alloy dengan logam lain, dapat ditempa dan
dibentuk. Karena sifat-sifatnya yang khas ini maka logam ini cukup populer di
dalam bidang industri.
Penentuan kadar besi ada berbagai macam, salah satunya adalah dengan
metode titrimetri. Permanganometri merupakan salah satu metode titrasi yang
menggunakan prinsip reaksi reduksi dan oksidasi. Metode ini merupakan suatu
metode yang sering digunakan karena permanganometri memiliki kelebihan
antara lain Permanganometri merupakan oksidator kuat, tidak memerlukan
indikator, mudah diperoleh dan terjangkau.
Permanganometri adalah salah satu metode titrasi yang didasarkan atas reaksi
reduksi-oksidasi dengan menggunakan larutan baku kalium permanganat KMnO 4.
Sampel yang berupa zat reduktor dapat ditentukan dengan menggunakan metode
ini, karena ion permanganat merupakan suatu oksidator kuat. KMnO 4 merupakan
zat pengoksida yang digunakan pada larutan asam dimana senyawa tersebut
direduksi menjadi Mn2+(aq). Pada analisis besi dengan MnO4-, contoh disiapkan
dengan cara yang sama untuk reaksi dan dititrasi dengan MnO 4-. Mn2+ mempunyai
warna merah muda dan MnO4- berwarna ungu. Pada titik akhir titrasi larutan yang
dititrasi menjadi warna merah muda dengan diberikan satu tetes selanjutnya
MnO4.
Permanganometri dilakukan berdasarkan reaksi oleh kalium permanganat
(KMnO4). Reaksi ini difokuskan pada reaksi oksidasi dan reduksi yang terjadi
antara KMnO4 dengan bahan baku tertentu. Titrasi dengan KMnO4 sudah dikenal
lebih dari seratus tahun. Kebanyakan titrasi dilakukan dengan cara langsung
dengan alat yang dapat dioksidasi seperti Fe 2+, asam atau garam oksalat yang dapat
larut dan sebagainya.

II. TUJUAN PERCOBAAN


Menetukan Kadar Besi (Fe2+) dalam sampel dengan menggunakan metode
permanganometri

III. PRINSIP PERCOBAAN


Penentuan kadar Besi (Fe2+) dalam sampel yang di titrasi dengan larutan
KMnO4 dalam suasana asam sehingga diperoleh titik akhir titrasi yang ditandai
dengan terbentuknya larutan merah muda.

IV. ALAT DAN BAHAN


A. ALAT
- Gelas Kimia - Sendok Tanduk - Corong
- Labu Ukur - Batang Pengaduk - Hotplate
- Buret - Erlenmeyer - Pipet Skala
- Statif dan Klem - Labu Semprot - Bulb
- Termometer - Pipet Tetes
B. BAHAN
- Aquades - Asam Sulfat (H2SO4)
- Asam Oksalat (H2C2O4) - Sampel Fe2+
- Kalium Permanganat (KMnO4)

V. PROSEDUR PERCOBAAN
A. Standarisasi Larutan KMnO4
Larutan KMnO4 distandarisasi dengan larutan H2C2O4 5 mL. Sebelumnya larutan
H2C2O4 ditambahkan dengan H2SO4 6N sebanyak 5 tetes kemudian
dipanaskan hingga temperatur 70-80oC. Titrasi dilakukan secara cepat dan suhu
selama titrasi tidak boleh kurang dari 60oC. Prosedur tersebut diulangi sebanyak
dua kali.
B. Penentuan kadar sampel Fe2+
Larutan sampel Fe2+ dipipet sebanyak 5 mL dan dimasukkan dalam erlenmeyer
kemudian ditambahkan H2SO4 6N sebanyak 5 tetes, larutan tersebut kemudian
dititrasi dengan menggunakan larutan MnO4- yang telah distandarisasi. Prosedur
diulang sebanyak dua kali dan dicatat volume yang dibutuhkan hingga titik akhir
titrasi tercapai, lalu dihitung berapa kadar besi yang terukur.

VI. HASIL PERCOBAAN


A. TABEL HASIL PENGAMATAN
1. Tabel Hasil Standarisasi Larutan KMnO4
No Standarisasi Volume KMnO4 (mL)
1 Standarisasi 1
2 Standarisasi 2
3 Standarisasi Rata-Rata

2. Tabel Hasil Penentuan Kadar sampel Fe2+


No Sampel Volume KMnO4 (mL)
1 Sampel 1
2 Sampel 2
3 Sampel Rata-rata

B. PERHITUNGAN
1. Standarisasi Larutan KMnO4

(V H2C2O4) x ( N H2C2O4)
N KMnO4 =
V KMnO4

2. Kadar Fe2+

V KMnO4 x N KMnO4 x BE Fe2+


% Fe =
2+ X 100%
mL sampel
Percobaan 2
Analisis Kadar Logam Ca2+ dengan Metode
Kompleksometri

I. Teori
Dalam analisis suatu zat kimia digunakan berbagai macam metode.
Salah satu metode yang di pakai untuk penetapan kadar logam adalah
Kompleksometri. Metode ini didasarkan atas pembentukan senyawa komplek
antara logam dengan zat pembentuk komplek. Sebagai zat pembentuk kompleks
yang banyak digunakan dalam titrasi kompleksometri adalah garam dinatrium
etilen diamina tetra asetat (dinatrium EDTA). Kestabilan dari senyawa komplek
yang terbentuk tergantung dari sifat kation dan pH dari larutan, sehingga titrasi
harus dilakukan pada pH tertentu. Untuk menetapkan titik akhir titrasi (TAT)
digunakan indikator logam, yaitu indikator yang dapat membentuk senyawa
kompleks dengan ion logam.

Metode ini atas pembentukan kompleks antara logam bervalensi


banyak dan pembentuk khelat organik yang larut dalam air dan praktis tidak
terdiosiasi. Pembentukan khelat adalah anion organik yang pada jarak tertentu
mempunyai beberapa gugus dengan fungsi dasar elektron atau
senyawa organik dengan dua atau lebih gugus donor elektron pada jarak tertentu.
Setiap molekul akan membentuk satu atau lebih cincin dengan ion logam
bervalensi dua atau lebih. Kompleks yang terjadi dengan cara ini disebut khelat
karena berbentuk seperti gunting.

Titrasi kompleksometri yang menggunakan dinatrium edetat memerlukan pH


basa dan suatu penyangga untuk memastikan bahwa proton yang dibebaskan
tidak menurunan pH. Penyangga yang bisa digunakan adalah larutan amonia yang
menyangga hingga pH sekitar 10. Dinatrium edetat merupakan senyawa yang
stabil dan terlarutkan air, yang memberikan titik akhir yang tajam dan yang
terbaik dari semuanya, bereaksi dengan sebagian besar ion logam dalam
perbandingan 1 : 1 dengan mengabaikan valensi ionnya. Dengan cara ini, ion- ion
logam seperti Zn2+, Ca2+, dan Al3+ dapat ditentukan kadarnya di dalam sampel-
sampel.

Larutan yang mengandung ion logam yang akan ditetapkan, dibufferkan


sampai pH yang dikehendaki dan titrasi langsung dengan larutan baku EDTA.
Untuk mencegah pengendapan hidroksida logam (garam basa) dengan
menambahkan sedikit zat pengkompleks pembantu seperti tartratatau sitrat atau
trietanolamin. Pada titik equivalen, besarnya konsentrasi ion logam yang sedang
ditetapkan turun mendadak. Ini umumnya ditetapkan dari perubahan warna dari
indikator logam yang berespons.

II. TUJUAN PERCOBAAN


Menetukan Kadar Besi (Ca2+) dalam sampel dengan menggunakan metode
Kompleksometri

III. PRINSIP PERCOBAAN


Penentuan kadar Kalsium (Ca2+) dalam sampel yang di titrasi langsung dengan
larutan EDTA. Larutan sampel ditambahkan larutan kompleks Mg-EDTA dengan
10 mL larutan buffer pH 10 menghasilkan warna ungu. Kemudian dititrasi dengan
larutan EDTA sampai berubah warna menjadi biru.

IV. ALAT DAN BAHAN


A. ALAT
- Gelas Kimia - Sendok Tanduk - Corong
- Labu Ukur - Batang Pengaduk - Pipet Skala
- Buret - Erlenmeyer - Bulb
- Statif dan Klem - Labu Semprot - Pipet Tetes
B. BAHAN
- Aquades - Indikator EBT
- EDTA 0,01 N - Larutan Mg-EDTA
- Kalsium Karbonat (CaCO3) 0,01N - Sampel Ca2+
- Buffer pH 10
V. PROSEDUR PERCOBAAN
A. Standarisasi Larutan EDTA
Larutan EDTA distandarisasi dengan larutan CaCO3 10 mL. Sebelumnya larutan
CaCO3 ditambahkan dengan buffer pH 10 sebanyak 3 mL dan sedikit indiktor EBT.
Titrasi di tandai dengan titik akhir terbentuknya larutan berwarna biru. Prosedur
tersebut diulangi sebanyak dua kali.

B. Penentuan kadar sampel Ca2+


Larutan sampel Ca2+ dipipet sebanyak 10 mL dan dimasukkan dalam
erlenmeyer kemudian ditambahkan 10 mL buffer pH 10, ditambahkan 1 mL Mg-
EDTA dan sedikit indikator EBT, larutan tersebut kemudian dititrasi dengan
menggunakan larutan EDTA yang telah distandarisasi. Prosedur diulang sebanyak
dua kali dan dicatat volume yang dibutuhkan hingga titik akhir titrasi tercapai, lalu
dihitung berapa kadar kalsium yang terukur.

VI. HASIL PERCOBAAN


A. TABEL HASIL PENGAMATAN
1. Tabel Hasil Standarisasi Larutan EDTA
No Standarisasi Volume EDTA (mL)
1 Standarisasi 1
2 Standarisasi 2
3 Standarisasi Rata-Rata

2. Tabel Hasil Penentuan Kadar sampel Ca2+


No Sampel Volume EDTA (mL)
1 Sampel 1
2 Sampel 2
3 Sampel Rata-rata
B. PERHITUNGAN
1. Standarisasi Larutan EDTA

(V CaCO3) x ( N CaCO3)
N EDTA =
V EDTA

2. Kadar Ca2+

V EDTA x N EDTA x BE Ca2+


% Ca =
2+ X 100%
mL sampel
Percobaan 3
Analisis Kadar Logam Cu2+ dengan Metode
Iodometri

I. Teori
Titrasi iodometri adalah salah satu titrasi redoks yang melibatkan iodium.
Titrasi iodometri disebut juga titrasi tidak langsung yang dapat digunakan untuk
menetapkan senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi yang lebih
besar daripada sistem iodium-iodida atau senyawa-senyawa yang bersifat
oksidator seperti CuSO4.5H2O. Pada iodometri, sampel yang bersifat oksidator
direduksi dengan kalium iodida berlebihan dan akan menghasilkan iodium yang
selanjutnya dititrasi dengan larutan baku natrium thiosulfat. Banyaknya volume
Natrium Thiosulfat yang digunakan sebagai titran setara dengan banyaknya
sampel.
Pada titrasi iodometri perlu diawasi pHnya. Larutan harus dijaga supaya pH
nya lebih kecil dari 8 karena dalam lingkungan yang alkalis iodium bereaksi
dengan hidroksida membentuk iodida dan hipoyodit dan selanjutnya terurai
menjadi iodida dan iodat yang akan mengoksidasi tiosulfat menjadi sulfat,
sehingga reaksi berjalan tidak kuantitatif. Adanya konsentrasi asam yang kuat
dapat menaikkan oksidasi potensial anion yang mempunyai oksidasi potensial
yang lemah sehingga direduksi sempurna oleh iodida. Dengan pengaturan pH
yang tepat dari larutan maka dapat diatur jalannya reaksi dalam oksidasi atau
reduksi dari senyawa.
Indikator yang digunakan dalam titrasi ini adalah amillum. Amillum tidak
udah larut dalam air serta tidak stabil dalam suspensi dengan air, membentuk
kompleks yang sukar larut dalam air bila bereaksi dengan iodium, sehingga tidak
boleh ditambahkan pada awal titrasi. Penambahan amylum ditambahkan pada saat
larutan berwarna kuning pucat dan dapat menimbulkan titik akhir titrasi yang
tiba-
tiba. Titik akhir titrasi ditandai dengan terjadinya hilangnya warna biru dari
larutan menjadi bening
II. TUJUAN PERCOBAAN
Menetukan Kadar Tembaga (Cu2+) dalam sampel dengan menggunakan
metode Iodometri.

III. PRINSIP PERCOBAAN


Penentuan Kadar Tembaga (Cu2+) dalam sampel dilakukan dengan
penambahan kalium iodida yang nantinya akan membebaskan I 2. Kemudian I2 inii
yang akan dititrasi dengan larutan Natrium Tiosulfat

IV. ALAT DAN BAHAN


A. ALAT
- Gelas Kimia - Sendok Tanduk - Corong
- Labu Ukur - Batang Pengaduk - Pipet Skala
- Buret - Erlenmeyer - Bulb
- Statif dan Klem - Labu Semprot
B. BAHAN
- Aquades
- Natrium Tiosulfat (Na2S2O3)
- Asam Sulfat (H2SO4)
- Sampel Cu2+
- Amillum
- Kalium Iodat (KIO3)

V. PROSEDUR PERCOBAAN
A. Standarisasi Larutan Natrium Tiosulfat (Na2S2O3)
Pipet 10 mL KIO3, masukkan ke dalam erlenmeyer. Tambahkan 2 mL H2SO4
2N dan 1 gr kalium Iodida, titrasi cepat-cepat dengan Na 2S2O3 sampai larutan
berwarna kuning, tambahkan 2 mL amillum dan titrasi dilanjutkan sampai
terjadi perubahan warna dari biru menjadi tidak berwarna. Ulangi standarisasi
sebanyak dua kali.
B. Penentuan kadar sampel Cu2+
Pipet 10 mL larutan sampel Cu2+, masukkan ke dalam labu erlemeyer.
Tambahkan 2mL H2SO4 2N dan 1 gr kalium Iodida, titrasi cepat-cepat dengan
Na2S2O3 sampai larutan berwarna kuning, tambahkan 2 mL amillum dan titrasi
dilanjutkan sampai terjadi perubahan warna dari biru menjadi tidak berwarna.
Ulangi standarisasi sebanyak dua kali.

VI. HASIL PERCOBAAN


A. TABEL HASIL PENGAMATAN
1. Tabel Hasil Standarisasi Larutan Na2S2O3
No Standarisasi Volume Na2S2O3 (mL)
1 Standarisasi 1
2 Standarisasi 2
3 Standarisasi Rata-Rata

2. Tabel Hasil Penentuan Kadar sampel Cu2+


No Sampel Volume Na2S2O3 (mL)
1 Sampel 1
2 Sampel 2
3 Sampel Rata-rata

B. PERHITUNGAN
1. Standarisasi Larutan Na2S2O3

(V KIO3) x ( N KIO3)
N Na2S2O3 =
V Na2S2O3

2. Kadar Cu2+

V Na2S2O3 x N Na2S2O3 x BE Cu2+


% Cu = 2+ X 100%
mL sampel

Anda mungkin juga menyukai