GEOKIMIA
I. Teori
Besi merupakan logam sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini
karena besi mempunyai berbagai macam kegunaan. Selain itu, besi merupakan
logam terbanyak di dalam perut bumi setelah aluminium. Hal ini menyebabkan
industri produksi besi berkembang cukup pesat. Logam besi memiliki sifat antara
lain, memiliki kemampuan yang baik sebagai penghantar listrik (konduktor),
penghantar panas, dapat membentuk alloy dengan logam lain, dapat ditempa dan
dibentuk. Karena sifat-sifatnya yang khas ini maka logam ini cukup populer di
dalam bidang industri.
Penentuan kadar besi ada berbagai macam, salah satunya adalah dengan
metode titrimetri. Permanganometri merupakan salah satu metode titrasi yang
menggunakan prinsip reaksi reduksi dan oksidasi. Metode ini merupakan suatu
metode yang sering digunakan karena permanganometri memiliki kelebihan
antara lain Permanganometri merupakan oksidator kuat, tidak memerlukan
indikator, mudah diperoleh dan terjangkau.
Permanganometri adalah salah satu metode titrasi yang didasarkan atas reaksi
reduksi-oksidasi dengan menggunakan larutan baku kalium permanganat KMnO 4.
Sampel yang berupa zat reduktor dapat ditentukan dengan menggunakan metode
ini, karena ion permanganat merupakan suatu oksidator kuat. KMnO 4 merupakan
zat pengoksida yang digunakan pada larutan asam dimana senyawa tersebut
direduksi menjadi Mn2+(aq). Pada analisis besi dengan MnO4-, contoh disiapkan
dengan cara yang sama untuk reaksi dan dititrasi dengan MnO 4-. Mn2+ mempunyai
warna merah muda dan MnO4- berwarna ungu. Pada titik akhir titrasi larutan yang
dititrasi menjadi warna merah muda dengan diberikan satu tetes selanjutnya
MnO4.
Permanganometri dilakukan berdasarkan reaksi oleh kalium permanganat
(KMnO4). Reaksi ini difokuskan pada reaksi oksidasi dan reduksi yang terjadi
antara KMnO4 dengan bahan baku tertentu. Titrasi dengan KMnO4 sudah dikenal
lebih dari seratus tahun. Kebanyakan titrasi dilakukan dengan cara langsung
dengan alat yang dapat dioksidasi seperti Fe 2+, asam atau garam oksalat yang dapat
larut dan sebagainya.
V. PROSEDUR PERCOBAAN
A. Standarisasi Larutan KMnO4
Larutan KMnO4 distandarisasi dengan larutan H2C2O4 5 mL. Sebelumnya larutan
H2C2O4 ditambahkan dengan H2SO4 6N sebanyak 5 tetes kemudian
dipanaskan hingga temperatur 70-80oC. Titrasi dilakukan secara cepat dan suhu
selama titrasi tidak boleh kurang dari 60oC. Prosedur tersebut diulangi sebanyak
dua kali.
B. Penentuan kadar sampel Fe2+
Larutan sampel Fe2+ dipipet sebanyak 5 mL dan dimasukkan dalam erlenmeyer
kemudian ditambahkan H2SO4 6N sebanyak 5 tetes, larutan tersebut kemudian
dititrasi dengan menggunakan larutan MnO4- yang telah distandarisasi. Prosedur
diulang sebanyak dua kali dan dicatat volume yang dibutuhkan hingga titik akhir
titrasi tercapai, lalu dihitung berapa kadar besi yang terukur.
B. PERHITUNGAN
1. Standarisasi Larutan KMnO4
(V H2C2O4) x ( N H2C2O4)
N KMnO4 =
V KMnO4
2. Kadar Fe2+
I. Teori
Dalam analisis suatu zat kimia digunakan berbagai macam metode.
Salah satu metode yang di pakai untuk penetapan kadar logam adalah
Kompleksometri. Metode ini didasarkan atas pembentukan senyawa komplek
antara logam dengan zat pembentuk komplek. Sebagai zat pembentuk kompleks
yang banyak digunakan dalam titrasi kompleksometri adalah garam dinatrium
etilen diamina tetra asetat (dinatrium EDTA). Kestabilan dari senyawa komplek
yang terbentuk tergantung dari sifat kation dan pH dari larutan, sehingga titrasi
harus dilakukan pada pH tertentu. Untuk menetapkan titik akhir titrasi (TAT)
digunakan indikator logam, yaitu indikator yang dapat membentuk senyawa
kompleks dengan ion logam.
(V CaCO3) x ( N CaCO3)
N EDTA =
V EDTA
2. Kadar Ca2+
I. Teori
Titrasi iodometri adalah salah satu titrasi redoks yang melibatkan iodium.
Titrasi iodometri disebut juga titrasi tidak langsung yang dapat digunakan untuk
menetapkan senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi yang lebih
besar daripada sistem iodium-iodida atau senyawa-senyawa yang bersifat
oksidator seperti CuSO4.5H2O. Pada iodometri, sampel yang bersifat oksidator
direduksi dengan kalium iodida berlebihan dan akan menghasilkan iodium yang
selanjutnya dititrasi dengan larutan baku natrium thiosulfat. Banyaknya volume
Natrium Thiosulfat yang digunakan sebagai titran setara dengan banyaknya
sampel.
Pada titrasi iodometri perlu diawasi pHnya. Larutan harus dijaga supaya pH
nya lebih kecil dari 8 karena dalam lingkungan yang alkalis iodium bereaksi
dengan hidroksida membentuk iodida dan hipoyodit dan selanjutnya terurai
menjadi iodida dan iodat yang akan mengoksidasi tiosulfat menjadi sulfat,
sehingga reaksi berjalan tidak kuantitatif. Adanya konsentrasi asam yang kuat
dapat menaikkan oksidasi potensial anion yang mempunyai oksidasi potensial
yang lemah sehingga direduksi sempurna oleh iodida. Dengan pengaturan pH
yang tepat dari larutan maka dapat diatur jalannya reaksi dalam oksidasi atau
reduksi dari senyawa.
Indikator yang digunakan dalam titrasi ini adalah amillum. Amillum tidak
udah larut dalam air serta tidak stabil dalam suspensi dengan air, membentuk
kompleks yang sukar larut dalam air bila bereaksi dengan iodium, sehingga tidak
boleh ditambahkan pada awal titrasi. Penambahan amylum ditambahkan pada saat
larutan berwarna kuning pucat dan dapat menimbulkan titik akhir titrasi yang
tiba-
tiba. Titik akhir titrasi ditandai dengan terjadinya hilangnya warna biru dari
larutan menjadi bening
II. TUJUAN PERCOBAAN
Menetukan Kadar Tembaga (Cu2+) dalam sampel dengan menggunakan
metode Iodometri.
V. PROSEDUR PERCOBAAN
A. Standarisasi Larutan Natrium Tiosulfat (Na2S2O3)
Pipet 10 mL KIO3, masukkan ke dalam erlenmeyer. Tambahkan 2 mL H2SO4
2N dan 1 gr kalium Iodida, titrasi cepat-cepat dengan Na 2S2O3 sampai larutan
berwarna kuning, tambahkan 2 mL amillum dan titrasi dilanjutkan sampai
terjadi perubahan warna dari biru menjadi tidak berwarna. Ulangi standarisasi
sebanyak dua kali.
B. Penentuan kadar sampel Cu2+
Pipet 10 mL larutan sampel Cu2+, masukkan ke dalam labu erlemeyer.
Tambahkan 2mL H2SO4 2N dan 1 gr kalium Iodida, titrasi cepat-cepat dengan
Na2S2O3 sampai larutan berwarna kuning, tambahkan 2 mL amillum dan titrasi
dilanjutkan sampai terjadi perubahan warna dari biru menjadi tidak berwarna.
Ulangi standarisasi sebanyak dua kali.
B. PERHITUNGAN
1. Standarisasi Larutan Na2S2O3
(V KIO3) x ( N KIO3)
N Na2S2O3 =
V Na2S2O3
2. Kadar Cu2+