0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
11 tayangan3 halaman
Teks tersebut membahas pengaruh jarak tanam dan pola tanam terhadap agroekosistem. Jarak tanam dan pola tanam polikultur pada tanaman sawi dan bunga di lahan Cangar menghasilkan produksi yang optimal karena mengurangi hama, sedangkan pola monokultur pada pepaya dan jagung di lahan lain menyebabkan kerentanan terhadap hama dan gangguan ekosistem.
Teks tersebut membahas pengaruh jarak tanam dan pola tanam terhadap agroekosistem. Jarak tanam dan pola tanam polikultur pada tanaman sawi dan bunga di lahan Cangar menghasilkan produksi yang optimal karena mengurangi hama, sedangkan pola monokultur pada pepaya dan jagung di lahan lain menyebabkan kerentanan terhadap hama dan gangguan ekosistem.
Teks tersebut membahas pengaruh jarak tanam dan pola tanam terhadap agroekosistem. Jarak tanam dan pola tanam polikultur pada tanaman sawi dan bunga di lahan Cangar menghasilkan produksi yang optimal karena mengurangi hama, sedangkan pola monokultur pada pepaya dan jagung di lahan lain menyebabkan kerentanan terhadap hama dan gangguan ekosistem.
3 Pengaruh Penggunaan Jarak Tanam Terhadap Agroekosistem
Jarak tanam merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
tanaman. Jarak tanam adalah pola pengaturan jarak antar tanaman yang meliputi jarak baris dan deret yang digunakan pada saat bercocok tanam (Karokaro et al., 2015). Variasi jarak tanam perlu untuk diperhatikan karena jarak tanam dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas tanaman (Yusticha dan Nurul, 2017). Pada pengamatan yang telah dilakukan di lahan Cangar, diperoleh data bahwa pola tanam yang digunakan yaitu polikultur dengan 2 jenis tanaman yang berbeda yakni tanaman utama (sawi) dan tanaman border (bunga). Polikultur merupakan jenis budidaya dimana pada satu lahan digunakan untuk lebih dari satu jenis komoditas (Yustiati, 2018). Sistem penanaman polikultur akan mempengaruhi keragaman spesies pada ekosistem suatu lahan sehingga ekosistem pada lahan tersebut menjadi lebih seimbang. Ketidakseimbangan ekosistem di suatu pertanaman, menyebabkan hama menjadi lebih tahan dan lebih mendominasi. Sistem pertanaman polikultur memiliki keragaman hama dan musuh alami yang lebih tinggi dibandingkan dengan monokultur dan pertanaman polikultur cenderung memiliki ekosistem yang lebih stabil (Hidayah dan Haryadi, 2021). Penggunaan border berupa tanaman bunga pada tepi petak tanaman sawi berfungsi untuk menarik serangga agar tidak menjadi hama yang berarti untuk tanaman sawi. Pemanfaatan bunga pada pertanian adalah salah satu upaya untuk mengurangi serangan hama pada tanaman budidaya (Hidayah dan Haryadi, 2021). Selain untuk mengurangi intensitas serangan hama, pemanfaatan bunga juga berfungsi sebagai habitat musuh alami untuk hidup dan berkembang. Penanaman sawi umumnya pada petak dengan ukuran 1x3 m dengan jarak tanam yang digunakan yaitu 40x20 cm (Anggraini, et al., 2017). Hal tersebut dapat mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas tanaman sawi. Tanaman yang memiliki struktur perakaran dangkal akan menghendaki jarak tanam yang lebar sedang tanaman yang memiliki struktur perakaran yang dalam dapat mengunakan jarak tanam yang lebih sempit (Yusticha dan Nurul, 2017). Tanaman sawi sendiri merupakan jenis tanaman yang memiliki perakaran yang dangkal. Apabila jarak tanam yang digunakan pada tanaman sawi terlalu pendek, maka akan tidak sesuai dengan kehendak dari tanaman sawi dan akan menurunkan produktivitasnya. Penanaman sawi pada lahan Cangar dengan sistem polikultur dan jarak yang tepat akan menghasilkan produksi yang optimal. Pengamatan yang dilakukan pada lahan Jatikerto menunjukkan hasil bahwa jenis tanaman yang ditanam adalah pepaya dengan jarak tanam 1x1 m dengan pola tanam monokultur. Sistem pertanian monokultur merupakan sistem budidaya dengan cara menanam hanya dengan satu jenis tanaman pada suatu lahan, namun pada sistem ini memiliki kekurangan yaitu mudah terjadi ledakan hama maupun penyakit (Gulton, et al., 2019). Hal tersebut mengartikan bahwa tanaman pepaya yang ditanam pada lahan Jatikerto dengan sistem monokultur mudah terserang hama dan penyakit. Pola penanaman monokultur juga menyebabkan ketidakstabilan pada suatu ekosistem. Menurunnya keanekaragaman hayati yang disebabkan oleh pertanaman monokultur menyebabkan ketidakstabilan ekosistem dan juga menjadi penyebab permasalahan hama yang mendominasi dan resisten (Hidayah dan Haryadi, 2021). Jarak tanam pepaya 1x1 m pada lahan Jatikerto yang tergolong terlalu rekat menyebabkan pertumbuhan dan pembuahan pepaya tidak maksimal. Jarak tanam tersebut juga menyebabkan tingginya pertumbuhan gulma pada luasan yang tidak tertanami pepaya. Jarak tanam yang cocok untuk meningkatkan produktivitas pepaya secara optimal yaitu dengan jarak 2,5x2,5 m pada ketinggian 200-500 m dpl (Susanti dan Ratini, 2014). Pada pengamatan yang dilakukan tim asisten di lahan Jatimulyo, didapatkan data bahwa jenis tanaman yang ditanam adalah jagung dengan pola tanam monokultur dan jarak tanam 0,4x1 m. Gulma yang tumbuh cukup banyak dikarenakan jarak tanam dan perawatan yang kurang optimal. Penggunaan jarak tanam 75x20 cm pada tanaman jagung diketahui efektif untuk menurunkan populasi gulma dan meningkatkan produksi jagung (Probowati, et al., 2014). Meski jarak tanam yang lebih renggang akan lebih banyak ditumbuhi gulma, jarak tanam yang lebih renggang juga akan menyebabkan persaingan antar tanaman jagung untuk mendapat nutrisi menjadi rendah. Jarak tanam menimbulkan adanya persaingan pada pertumbuhan tanaman jagung dimana semakin tinggi kerapatan antar tanaman (jarak tanam pendek) menyebabkan tingkat persaingan antar tanaman juga semakin tinggi, Adanya kompetisi diwujudkan dalam bentuk hambatan pertumbuhan tanaman terhadap tanaman lain (Fadhilah, et al., 2018). Selain jarak tanam, pola tanam monokultur juga berpengaruh terhadap agroekosistem. Pola tanam monokultur pada tanaman jagung akan menyebabkan tanaman tersebut mudah terkena serangan hama dan penyakit. Ekosistem juga menjadi tidak stabil karena hanya ada satu jenis tanaman pada satu luasan lahan. Karokaro, S., Rogi, J. E., Runtunuwu, S. D., & Tumewu, P. (2015, October). Pengaturan Jarak Tanam Padi (Oryza Sativa L.) Pada Sistem Tanam Jajar Legowo. In Cocos (Vol. 6, No. 16). Anggraini, N. F. D. R., Nuraini, Y., & Prayogo, C. (2017). EFEK RESIDU PEMUPUKAN NPK BERBASIS AMONIUM DAN NITRAT TERHADAP KETERSEDIAAN HARA, KELIMPAHAN BAKTERI SERTA PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN SAWI. Jurnal Tanah Dan Sumberdaya Lahan, 4(1), 481–492. Yusticha, I., dan Nurul, A. 2017. PENGARUH JARAK TANAM DAN VARIETAS PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN SAWI PUTIH (Brassica chinensis L.) SECARA HIDROPONIK. PLANTROPICA Journal of Agricultural Science. 2017. 2(1): 39-46 Yustiati, A. (2018). Budididaya polikultur ikan gurame (Osphronemus gouramy) dengan udang galah (Macrobrachium rosenbergii). Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 2(1), 44-46. Hidayah, L., dan Haryadi, N. T. (2021). Pengaruh Beberapa Tanaman Berbunga terhadap Keragaman dan Populasi Hama serta Musuh Alami pada Pertanaman Cabai Rawit (Capsicum Frutescens). Jurnal Pertanian Tropik, 8(3, Dec), 222-227. Susanti, T., dan Ratini, R. (2014). Analisis Pendapatan dan Pemasaran Usahatani Pepaya Mini (Carica papaya L.) di Kelurahan Teritip Kecamatan Balikpapan Timur Kota Balikpapan. Agrifor: Jurnal Ilmu Pertanian dan Kehutanan, 13(1), 113-124. Gultom, R. C., Dirgayusaa, I. G. N. P., dan Puspithaa, N. L. P. R. (2019). Perbandingan Laju Pertumbuhan Rumput Laut (Eucheuma cottonii) Dengan Menggunakan Sistem Budidaya Ko-kultur dan Monokultur di Perairan Pantai Geger, Nusa Dua, Bali. Bali. Journal of Marine Research and Technology, 2(1), 8-16. Probowati, R. A., Guritno, B., & Suminarti, T. (2014). Pengaruh tanaman penutup tanah dan jarak tanam pada gulma dan hasil tanaman jagung (Zea mays L.) (Doctoral dissertation, Brawijaya University). Fadhillah, G. I., Baskara, M., & Sebayang, T. (2018). Pengaruh waktu pengendalian gulma pada monokultur dan tumpang sari tanaman jagung (Zea mays L.) dan kacang tanah (Arachis hypogea L.). Jurnal Produksi Tanaman, 6(1), 38-46.