HARDENABILITY HARDENABILITY
M. K METALLURGI
PHYSIC
Dosen Pengampu : Dr. Ir. Erma Yulia, M. T.
Skor Nilai :
Disusun Oleh
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang maha esa yang telah memberikan kita
rahmat kesehatan dan kesempatan, sehingga bisa menyusun atau menyelesaikan penyusunan
makalah yang berjudul Hardenability
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini banyak terdapat kelemahan baik dalam
kemampuan berpikir, tetapi dengan dorongan rasa keyakinan tidak ada jalan yang tidak dapat
ditempuh, akhirnya penulisan ini dapat terselesaikan seperti yang diharapkan. Untuk itu penulis
menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun demi untuk perbaikan penulisan
selanjutnya.
Makalah ini dibuat bukan hanya untuk menyelesaikan dan melengkapi tugas mata kuliah
Metallurgi Physic tapi juga diharapkan dapat memberi wawasan yang lebih luas guna
meningkatkan pengetahuan yang mendalam bagi para mahasiswa dalam bidang Pendidikan dan
pembelajaran.
Kelompok
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Hardenability pada dasarnya tergantung pada diagram transformasi, karena itu akan
tergantung pada 2 faktor utama yaitu komposisi kimia austenit dan grain size austenit. Untuk
mengukur Hardenability suatu baja ada dua cara yaitu dengan Grossman dan dengan Jominy.
Pada percobaan kali ini (dengan pembahasan pada bab selanjutnya) akan dilakukan
pengujian spesimen 1040 dengan cara Jominy yang kemudian hasilnya akan di bandingan
dengan perhitungan manual (tanpa pengujian) sesuai standar yang ada. Dari metode tersebut kita
akan mendapatkan kurva antara harga kekerasan dengan jarak quenching dari pusat quench.
BAB II
PEMBAHASAN
Dari kurava tersebut dapat duhubungkan dengan CCT untuk jenis material tersebut sehingga
dapat mengetahui laju pendinginan pada lokasi tertentu dari batang
Kekerasan suatu bahan pada umumnya, menyatakan terhadap deformasi dan untuk logam
dengan sifat tersebut merupakan ukuran ketahanannya terhadap deformasi plastik atau deformasi
permanen. apabila yang menyatakan kekerasan sebagai ukuran terhadap lekukan dan ada pula
yang mengartikan kekerasan sebagai ukuran kemudahan dan kuantitas khusus yang
menunjukkan sesuatu mengenai kekuatan dan perlakuan panas dari suatu logam.
1. Kekerasan goresan ( Stracht Hardness ), adalah kekerasan yang diukur dari hasil goresan
yang terdapat pada benda kerja. misalnya cara pengujian MOHS.
2. Kekerasan Lekukan ( Identation Hardness ), adalah harga kekerasan yang diukur dari
hasil lekukan yang terdapat pada benda kerja.
3. Kekerasan Pantulan ( Rebound ) atau kekerasan dinamik ( Dinamic Hardness ), adalah
harga kekerasan yang diukur dari hasil pantulan yang lakukan pada saat pengujian.
Jominy Test.
Pengujian Jominy disebut juga dengan End quench Hardenability test karena pengujian
ini menggunakan spesimen silindrik yang dipanaskan sampai temperatur austenitnya, lalu
didinginkan cepat pada salah satu ujungnya. Setiap titik pada suatu spesimen Jominy mengalami
pendinginan dengan laju tertentu, semakin jauh dari ujung maka laju pendinginannya akan
semakin lambat.
Penentuan temperatur austenit untuk baja karbon sudah ditetapkan pada SAE Handbook
edisi tahun 1964, dan untuk baja karbon 1040 adalah sebesar 1475 oF – 1550 oF atau sebesar 860
o
C – 900 oC. Pada beberapa percobaan, lamanya waktu atau laju pemanasan yang dibutuhkan
spesimen untuk mencapai temperatur austenit tidaklah begitu penting bila dibandingkan dengan
faktor lainnya seperti Holding time, keseragaman temperatur pada spesimen, dan laju
pendinginannya.
Konduktivitas termal baja, atmosphere furnace (scalling atau non scalling) dan tebal
spesimen semuanya berpengaruh pada perlakuan spesimen uji nantinya pada hubungannya
dengan laju pemanasan spesimen. Untuk mendapatkan keseragaman temperatur pada spesimen,
alangkah baiknya bila spesimen itu dipanaskan lambat daripada dipanaskan secara cepat.
Atmosfer furnace menentukan terjadinya scaling, decarburization dan reaksi pada jenis
permukaan lainnya. Bila reaksi-reaksi ini ingin dihindari, pemanasan pada permukaan harus
dikondisikan pada protective atmosphere.
Pengujian Jominy memenuhi teori dari quenching. Baja di-Quench bertujuan untuk
mengontrol transformasi austenit ke bentuk strukturmikro yang diinginkan.
Temperatur pendingin.
Temperatur media pendingin memberikan efek pada media pendingin tersebut untuk
mengekstrak panas. Makin tinggi temperatur media pendingin dapat menurunkan temperatur
karakteristik sampel dan memperlama laju pendinginannya. Tingginya temperatur media
pendingin juga mempengaruhi viskositas dan mempengaruhi perpindahan panas pada proses
liquid cooling stage.
Temperatur Work piece (spesimen).
Sebagai media pendingin, air memiliki laju pendinginan maksimum bila berbentuk liquid.
Keuntungan menggunakan air sebagai media pendingin antara lain murah, bisa didapat kapan
saja, bebas polusi dan tidak mengganggu kesehatan penggunanya. Kerugian menggunakan air
sebagai media pendingin adalah memungkinkan terjadinya cracking dan distorsi pada test piece
dikarenakan temperatur air tidak sesuai dengan jarak yang telah ditentukan. Untuk mendapatkan
hasil yang maksimal dalam penggunaa air sebagai media pendinginan harus memperhatikan
temperatur, agitasi dan water contamination.
Temperatur.
Komposisi Kimia.
Komposisi kimia AISI 1040 yang digunakan dengan syarat sebagai berikut :
Syarat batang uji Jominy menggunakan Carbon (C) < 0.6 %, Chromium (Cr) < 2 %, Mangan
(Mn) < 2 %, Nikel (Ni) < 4 %, Molibdenum (Mo) < 0.5 %, dan Vanadium (V) < 0,2 %.
2.2.2 Pengaruh Proses Perlakuan Panas Terhadap Kekerasan
1. Thermal Treatments.
2. Thermochemical Treatment.
3. Inovatif Surface Treatment.
Pada tiap perlakuan panas diatas mempunyai pengaruh yang berbeda – beda pada
kekerasan misalnya thermochemical treatments, pengaruhnya terhadap kekerasan hanya pada
kedalaman tertentu dari benda kerja, sesuai dengan yang diinginkan pada pengujian kekerasan
yang dilakukan, perlakuan panas yang digunakan adalah thermal treatment yang meliputi :
annealing ( full annealing, recrystalization annealing, stress relief annealing), normalizing,
hardening, tempering.
Tiap-tiap perlakuan panas memberikan efek yang berbeda pada bahan yang dikenai,
sedangkan pada thermal treatment prosesnya meliputi:
1. Hardening
Adalah proses pemanasan logam ( baja ) diatas temperature kritis untuk beberapa waktu,
lalu dicelupkan kedalam media pendingin, dengan cara seperti ini tingkat kekerasan akan
meningkat. Hardening juga dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang bertujuan untuk
mendapatkan struktur martensite yang keras dengan sifat kekerasan yang tinggi dan kekenyalan
yang rendah.
2. Tempering
Adalah memanaskan kembali baja yang telah dikeraskan untuk menghilangkan tegangan
dalam. Pada proses tempering baja yang telah diheat treatments dipanasi kembali pada suhu
150 oC - 650 oC.
3. Anealing
Adalah proses heat treatment dimana pemanasannya dilakukan sampai mencapai
temperature tertentu, dan ditahan pada temperature tertentu yang diinginkan, kemudian
didinginkan perlahan. Tujuan anealing adalah untuk menghilangkan tegangan dalam. Pada
peristiwa ini dilakukan pemanasan sampai diatas suhu kritis ( ±60 oC ), kemudian setelah suhu
rata didinginkan diudara.
Pada baja hypoutektoid dipanaskan dengan range temperatur 30 oC - 60 oC diatas A1 pada
dapur pemanas, ditahan pada temperatur itu dan didinginkan secara lambat ( dengan media udara
), sedangkan pada baja hypotektoid perbedaannya hanya pada pemanasan pada range 30 oC -
60oC diatas garis A1.
Pembentukan martensit terjadi karena baja yang telah dipanaskan sampai suhu austenitnya
didinginkan secara cepat/ diquench, sehingga atom karbon tidak sempat berdifusi dan hanya
sempat bergeser mengisi rongga-rongga tetrahedral dan oktahedral pada struktur FCC austenit.
Karena terisinya rongga-rongga tersebut sehingga mengakibatkan tidak teraturnya bentuk
struktur FCC (laticce site lebih panjang) sehingga terjadi distorsi latis menjadi BCT. Efek ini
disebut dengan “Efek Tetragonalitas”.
4. Normalizing
Adalah suatu proses heat treatments yang dilakukan untuk mendapatkan struktur butiran
yang halus dan seragam. Pada proses ini dilakukan pemanasan diatas suhu kritis 721 oC
( ±60 oC ), kemudian setelah merata didinginkan diudara.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Semakin landai jarak antara puncak dengan lembahnya pada kurva yang didapat, maka
martensit yang terbentuk akan lebih sempurna atau dapat dikatakan pembentukannya merata.
Semakin landai kurvanya, maka mampu kerasnya semakin baik jika dibandingkan dengan kurva
yang jarak puncak dengan lembahnya cukup curam.
SARAN
1. Dalam mengunakan alat sebaiknya harus sesuai prosedur pemakaian agar tidak terjadi hal
yang tidak di inginkan.
2. Bahan uji untuk alat jominy test harus sesuai dengan diameter tumpuan spesimen.