Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

HARDENABILITY HARDENABILITY
M. K METALLURGI
PHYSIC
Dosen Pengampu : Dr. Ir. Erma Yulia, M. T.
Skor Nilai :

Disusun Oleh

APRI RIZKY KARO KARO


GERY FERNANDO SINUKABAN
ANDRE SIANTURI
ARIAN NATAN IMANUEL SIHOMBING

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MARET 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang maha esa yang telah memberikan kita
rahmat kesehatan dan kesempatan, sehingga bisa menyusun atau menyelesaikan penyusunan
makalah yang berjudul Hardenability
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini banyak terdapat kelemahan baik dalam
kemampuan berpikir, tetapi dengan dorongan rasa keyakinan tidak ada jalan yang tidak dapat
ditempuh, akhirnya penulisan ini dapat terselesaikan seperti yang diharapkan. Untuk itu penulis
menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun demi untuk perbaikan penulisan
selanjutnya.
Makalah ini dibuat bukan hanya untuk menyelesaikan dan melengkapi tugas mata kuliah
Metallurgi Physic tapi juga diharapkan dapat memberi wawasan yang lebih luas guna
meningkatkan pengetahuan yang mendalam bagi para mahasiswa dalam bidang Pendidikan dan
pembelajaran.

Medan, 08 Maret 2023

Kelompok
BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Hardenability adalah kemampuan baja untuk dapat dikeraskan dengan membentuk


martensit hingga keseluruhan bagiannya. Pengerasan baja itu sendiri tergantung pada banyaknya
martensit yang terjadi dan kekerasan martensitnya sendiri. Banyaknya martensit tergantung pada
kadar karbon dalam martensit dan kadar karbon dalam martensit ini bergantung pada kadar
karbon yang larut dalam austenit.

Hardenability menggambarkan dalamnya pengerasan yang diperoleh dengan perlakuan


pengerasan, biasanya dinyatakan dengan jarak suatu titik di bawah permukaan dimana
strukturnya terdiri dari 50 % martensit. Suatu baja dinyatakan mempunyai Hardenability tinggi
bila baja itu memperlihatkan tebal pengerasan (depth of hardening) yang besar atau dapat
mengeras pada seluruh penampang dari suatu benda yang cukup besar.

Hardenability pada dasarnya tergantung pada diagram transformasi, karena itu akan
tergantung pada 2 faktor utama yaitu komposisi kimia austenit dan grain size austenit. Untuk
mengukur Hardenability suatu baja ada dua cara yaitu dengan Grossman dan dengan Jominy.

Pada percobaan kali ini (dengan pembahasan pada bab selanjutnya) akan dilakukan
pengujian spesimen 1040 dengan cara Jominy yang kemudian hasilnya akan di bandingan
dengan perhitungan manual (tanpa pengujian) sesuai standar yang ada. Dari metode tersebut kita
akan mendapatkan kurva antara harga kekerasan dengan jarak quenching dari pusat quench.
BAB II
PEMBAHASAN

Sifat mampu keras atau Hardenability adalah:


 Kepekaan pengerasan melalui proses Quenching (Pendinginan cepat).
 Sifat logam besi paduan (baja), yang mentukan kedalaman dan distribusi kekerasan yang
ditimbulkan oleh pendinginan cepat.
 Kapasitas logam besi paduan (baja) untuk bertransformasi sebagian atau seluruhnya
menjadi martensit.
Pengujian sifat mampu keras suatu logam besi paduan (baja) dapat ditentukan dengan 2
metoda, yaitu metoda Grossman & Bain dan Jominy end-quench test.

A. Metoda Grossman & Bain


Benda uji (spesimen) berbentuk batang silinder dengan diameter yang bervariasi,
parameter pada pengujian Hardenability metoda Grossman & Bain ini adalah diameter
kritis dan diameter kritis ideal.
Diameter kritis (D) adalah diameter maksimum dari suatu batang silinder yang
dicelup (quench) dalam media quench tertentu tanpa batas pemisah yang tidak mengalami
pengerasan (daerah inti), seperti terlihat pada gambar 1.
Batas pemisah tersebut adalah batas dimana struktur mikro mengandung 50%
martensit (gambar 2).
Diameter kritis suatu material sebanding dengan severty of quench dari media
quench (H) dimana bila H sangat tinggi, maka D akan tinggi pula.
B. Metoda Jominy
Benda uji (spesimen) berbentuk batang silinder dengan diameter 1” (25,5 mm) dan
panjang 4” (101,6 mm). Setelah mengalami austenisasi diletakan diatas suatu penyangga
dan salah satu ujungnya disemprotkan air dengan jarak ½” (12,7mm) dari suatu kran
dengan diameter ½” (12,7 mm).
Setelah quenching tersebut dilakukan pengujian kekerasan pada sisi yang dibuat
sejajar dengan jarak tertentu 1/16” dari ujung quench dan akan menghasilkan kurva
hardenability yang menyatakan hubungan antara kekerasan terhadap jarak dari ujung
quench.
Tiap jenis material akan memiliki kurva hardenability yang berbeda tergantung
paduan.

Dari kurava tersebut dapat duhubungkan dengan CCT untuk jenis material tersebut sehingga
dapat mengetahui laju pendinginan pada lokasi tertentu dari batang

Kekerasan suatu bahan pada umumnya, menyatakan terhadap deformasi dan untuk logam
dengan sifat tersebut merupakan ukuran ketahanannya terhadap deformasi plastik atau deformasi
permanen. apabila yang menyatakan kekerasan sebagai ukuran terhadap lekukan dan ada pula
yang mengartikan kekerasan sebagai ukuran kemudahan dan kuantitas khusus yang
menunjukkan sesuatu mengenai kekuatan dan perlakuan panas dari  suatu logam.

Gambar 2.1 Grafik Hardenability


Terdapat 3 jenis ukuran kekerasan secara umum, yang bergantung pada cara pengujian
ketiga jenis tersebut adalah:

1. Kekerasan goresan ( Stracht Hardness ), adalah kekerasan yang diukur dari hasil goresan
yang terdapat pada benda kerja. misalnya cara pengujian MOHS.
2. Kekerasan Lekukan ( Identation Hardness ), adalah harga kekerasan yang diukur dari
hasil lekukan yang terdapat pada benda kerja.
3. Kekerasan Pantulan ( Rebound ) atau kekerasan dinamik ( Dinamic Hardness ), adalah
harga kekerasan yang diukur dari hasil pantulan yang lakukan pada saat pengujian.

Misalnya cara penekanan : BRINELL,  MEYER, VICKERS, ROCKWELL, dan      lain-lain.

     

Penentuan kekerasan untuk keperluan industri biasanya digunakan metode. Pengukuran


ketahanan penetrasi bola kecil, kerucut atau piramida. Pengujian kekerasan adalah salah satu dari
sekian banyak pengujian yang dipakai. Karena dapat dilaksanakan pada benda uji yang kecil
tanpa kesukaran mengenai spesifikasinya.

Pengukuran kekerasan digolongkan dalam kelompok pengujian tak merusak. dan


diterapkan untuk inspeksi sebagai suku cadang karena kekerasan dengan kekuatan tarik sedang
ketahanan aus berbanding terbalik dengan kekerasan.

Jominy Test.

Pengujian Jominy disebut juga dengan End quench Hardenability test karena pengujian
ini menggunakan spesimen silindrik yang dipanaskan sampai temperatur austenitnya, lalu
didinginkan cepat pada salah satu ujungnya. Setiap titik pada suatu spesimen Jominy mengalami
pendinginan dengan laju tertentu, semakin jauh dari ujung maka laju pendinginannya akan
semakin lambat.

Penentuan temperatur austenit untuk baja karbon sudah ditetapkan pada SAE Handbook
edisi tahun 1964, dan untuk baja karbon 1040 adalah sebesar 1475 oF – 1550 oF atau sebesar 860
o
C – 900 oC. Pada beberapa percobaan, lamanya waktu atau laju pemanasan yang dibutuhkan
spesimen untuk mencapai temperatur austenit tidaklah begitu penting bila dibandingkan dengan
faktor lainnya seperti Holding time, keseragaman temperatur pada spesimen, dan laju
pendinginannya.

Konduktivitas termal baja, atmosphere furnace (scalling atau non scalling) dan tebal
spesimen semuanya berpengaruh pada perlakuan spesimen uji nantinya pada hubungannya
dengan laju pemanasan spesimen. Untuk mendapatkan keseragaman temperatur pada spesimen,
alangkah baiknya bila spesimen itu dipanaskan lambat daripada dipanaskan secara cepat.
Atmosfer furnace menentukan terjadinya scaling, decarburization dan reaksi pada jenis
permukaan lainnya. Bila reaksi-reaksi ini ingin dihindari, pemanasan pada permukaan harus
dikondisikan pada protective atmosphere.

Pengujian Jominy memenuhi teori dari quenching. Baja di-Quench bertujuan untuk
mengontrol transformasi austenit ke bentuk strukturmikro yang diinginkan.

Dalam proses quenching, biasanya bertujuan untuk mendapatkan martensit. Untuk


mendapatkan kekerasan maksimum pada baja yang di quenching dengan laju tertentu agar tidak
menyentuh nose dalam diagram Time-Temperature Transformation (TTT) yang diinginkan
bergantung pada kandungan karbonnya. Laju pendingnan juga penting untuk mendapatkan
struktur martensit pada baja. Bila diinginkan terdapat paling tidak 90 % struktur martensit pada
baja, laju pendinginan juga harus cepat.

Faktor lainnya yang mempengaruhi hasil quench adalah sebagai berikut :

Temperatur pendingin.

Temperatur media pendingin memberikan efek pada media pendingin tersebut untuk
mengekstrak panas. Makin tinggi temperatur media pendingin dapat menurunkan temperatur
karakteristik sampel dan memperlama laju pendinginannya. Tingginya temperatur media
pendingin juga mempengaruhi viskositas dan mempengaruhi perpindahan panas pada proses
liquid cooling stage.
Temperatur Work piece (spesimen).

Menaikkan temperatur spesimen umumnya memberikan efek perpindahan panas pada


media pendinginnya. Laju perpindahan bisa bertambah karena adanya perbedaan temperatur
yang signifikan. Kemampuan perpindahan panas pada sampel bergantung pasa banyaknya reaksi
oksidasi yang terjadi pada permukaan benda kerja.

Media pendingin air.

Sebagai media pendingin, air memiliki laju pendinginan maksimum bila berbentuk liquid.
Keuntungan menggunakan air sebagai media pendingin antara lain murah, bisa didapat kapan
saja, bebas polusi dan tidak mengganggu kesehatan penggunanya. Kerugian menggunakan air
sebagai media pendingin adalah memungkinkan terjadinya cracking dan distorsi pada test piece
dikarenakan temperatur air tidak sesuai dengan jarak yang telah ditentukan. Untuk mendapatkan
hasil yang maksimal dalam penggunaa air sebagai media pendinginan harus memperhatikan
temperatur, agitasi dan water contamination.

Temperatur.

Air pada T = 55 oF – 75 oF memberikan laju quench yang seragam. Kemampuan air


sebagai media pendingin akan berkurang seiring dengan kenaikan temperatur air.

Komposisi Kimia.

Komposisi kimia AISI 1040 yang digunakan dengan syarat sebagai berikut :

Syarat batang uji Jominy menggunakan Carbon (C) < 0.6 %, Chromium (Cr) < 2 %, Mangan
(Mn) < 2 %, Nikel (Ni) < 4 %, Molibdenum (Mo) < 0.5 %, dan Vanadium (V) < 0,2 %.
2.2.2 Pengaruh Proses Perlakuan Panas Terhadap Kekerasan
           

Macam-masam proses perlakuan panas

1. Thermal Treatments.

Gambar 2.2 Thermal Treatments

2. Thermochemical Treatment.
3. Inovatif Surface Treatment.

Pada tiap perlakuan panas diatas mempunyai pengaruh yang berbeda – beda pada
kekerasan misalnya thermochemical treatments, pengaruhnya terhadap kekerasan hanya pada
kedalaman tertentu dari benda kerja, sesuai dengan yang diinginkan pada pengujian kekerasan
yang dilakukan, perlakuan panas yang digunakan adalah thermal treatment yang meliputi :
annealing ( full annealing, recrystalization annealing, stress relief annealing), normalizing,
hardening, tempering.
Tiap-tiap perlakuan panas memberikan efek yang berbeda pada bahan yang dikenai,
sedangkan pada thermal treatment prosesnya meliputi:

1. Hardening
Adalah proses pemanasan logam ( baja ) diatas temperature kritis untuk beberapa waktu,
lalu dicelupkan kedalam media pendingin, dengan cara seperti ini tingkat kekerasan akan
meningkat. Hardening juga dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang bertujuan untuk
mendapatkan struktur martensite yang keras dengan sifat kekerasan yang tinggi dan kekenyalan
yang rendah.

2. Tempering
Adalah memanaskan kembali baja yang telah dikeraskan untuk menghilangkan tegangan
dalam. Pada proses tempering baja yang telah diheat treatments dipanasi kembali pada suhu
150 oC - 650 oC.

Gambar 2.3 Grafik tempering

3. Anealing
Adalah proses heat treatment dimana pemanasannya dilakukan sampai mencapai
temperature tertentu, dan ditahan pada temperature tertentu yang diinginkan, kemudian
didinginkan perlahan. Tujuan anealing adalah untuk menghilangkan tegangan dalam. Pada
peristiwa ini dilakukan pemanasan sampai diatas suhu kritis ( ±60 oC ), kemudian setelah suhu
rata didinginkan diudara.

 Proses annealing bertujuan :

 Melunakkan regangan sisa


 Menghaluskan ukuran butir
 Memperbaiki sifat kelistrikan
 Melunakkan dan memperbaiki keuletan

Secara khusus jenis annealing yang dipergunakan adalah full annealing. Full annealing


digunakan untuk membuat baja yang lebih lunak, menghaluskan butir dan dalam beberapa hal
dapat memperbaiki machineability. Baja dalam proses pengerjaan mengalami pemanasan sampai
temperatur yang tinggi. Biasanya butir kristalnya akan terlalu besar, sehingga sifat mekaniknya
kurang baik. Maka butiran kristal tersebut perlu dihaluskan dengan full annealing.

 Pada baja hypoutektoid dipanaskan dengan range temperatur 30 oC - 60 oC diatas A1 pada
dapur pemanas, ditahan pada temperatur itu dan didinginkan secara lambat ( dengan media udara
), sedangkan pada baja hypotektoid perbedaannya hanya pada pemanasan pada range 30 oC -
60oC diatas garis A1.

Pembentukan martensit terjadi karena baja yang telah dipanaskan sampai suhu austenitnya
didinginkan secara cepat/ diquench, sehingga atom karbon tidak sempat berdifusi dan hanya
sempat bergeser mengisi rongga-rongga tetrahedral dan oktahedral pada struktur FCC austenit.
Karena terisinya rongga-rongga tersebut sehingga mengakibatkan tidak teraturnya bentuk
struktur FCC (laticce site lebih panjang) sehingga terjadi distorsi latis menjadi BCT. Efek ini
disebut dengan “Efek Tetragonalitas”.
4. Normalizing
Adalah suatu proses heat treatments yang dilakukan untuk mendapatkan struktur butiran
yang halus dan seragam. Pada proses ini dilakukan pemanasan diatas suhu kritis 721 oC
( ±60 oC ), kemudian setelah merata didinginkan diudara.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Hardenability adalah ukuran kemampuan suatu material untuk membentuk fasa


martensite. Hardenability dapat diukur dengan beberapa metode. Diantaranya metode jominy dan
metode grossman. Dari metode tersebut kita akan mendapatkan kurva antara harga kekerasan
dengan jarak quenching dari pusat quench. Hardenability dari specimen hasil uji jominy dapat
diketahui melalui kurva hardenabilitynya.

Semakin landai jarak antara puncak dengan lembahnya pada kurva yang didapat, maka
martensit yang terbentuk akan lebih sempurna atau dapat dikatakan pembentukannya merata.
Semakin landai kurvanya, maka mampu kerasnya semakin baik jika dibandingkan dengan kurva
yang jarak puncak dengan lembahnya cukup curam.

SARAN

1. Dalam mengunakan alat sebaiknya harus sesuai prosedur pemakaian agar tidak terjadi hal
yang tidak di inginkan.
2. Bahan uji untuk alat jominy test harus sesuai dengan diameter tumpuan spesimen.

Anda mungkin juga menyukai