Anda di halaman 1dari 5

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pancasila
Pancasila memilki pengertian yang luas, baik kedudukannya sebagai
dasar negara, sebagai pandangan hidup bangsa, sebagai ideologi bangsa
dan negara, dan sebagai kepribadian bangsa. Oleh karena itu, pengertian
Pancasila meliputi lingkup pengertian:
a. Secara etimologis
Istilah “Pancasila” berasal dari bahasa Sansekerta India. Menurut
Muhammad Yamin, “Pancasila” memiliki dua macam arti yaitu:
“panca” artinya “lima”, “syila” (vokal i pendek) artinya “batu sendi,
alas, atau dasar”.”syiila” (vokal i panjang) artinya “peraturan tingkah
laku yang baik, yang penting, atau yang senonoh”. Kata-kata tersebut
kemudian dalam bahasa Indonesia terutama bahasa Jawa diartikan
“susila” yang memiliki hubungan degan moralitas. Oleh karena itu,
secara etimologis “Pancasila” yang dimaksudkan adalah istilah
“PancaSyila” dengan (vokal i pendek) yang memiliki makna leksikal
“berbatu sendi lima” atau secara harfiah “dasar yang memiliki lima
unsur”. Adapun istilah “PancaSyiila” bermakna “lima aturan tingkah
laku yang penting.”
b. Secara historis
Proses rumusan Pancasila diawali ketika dalam sidang BPUPKI
pertama dr. Radjiman Widyodiningrat, mengajukan suatu masalah,
khususnya akan dibahas dalam sidang tersebut. Masalah tersebut
adalah tentang suatu calon rumusan dasar negara Indonesia yang akan
dibentuk. Kemudian tampillah pada sidang tersebut tiga orang
pembicara, yaitu Muhammad Yamin, Soepomo, dan Soekarno. Pada
tanggal 1 Juni 1945 di dalam sidang tersebut, Ir. Soekarno berpidato
secara lisan mengenai calon rumusan dasar negara Indonesia.
Kemudian untuk memberi nama istilah dasar negara tersebut Soekarno
memberikan nama “Pancasila” yang artinya “lima dasar”, hal ini
menurut Soekarno atas saran dari seorang temannya yaitu seorang ahli
bahasa yang tidak disebutkan namanya.

B. Asal Mula Piagam Jakarta


Piagam Jakarta adalah hasil kompromi tentang dasar negara
Indonesia yang dirumuskan oleh Panitia Sembilan dan disetujui pada
tanggal 22 Juni 1945 antara pihak Islam dan kaum kebangsaan (nasionalis)
dalam sidang I BPUPKI.
BPUPKI adalah Badan Penyelidik Untuk Persiapan Kemerdekaan
Indonesia. Dalam sidang I BPUPKI dibentuk panitia yang beranggotakan
delapan orang, yaitu Ir. Sooekarno sebagai ketua dan anggota-anggotanya :
Drs. Moh. Hatta, Sutardjo, Kartohadikusumo, Wahid Hasyim, Ki Bagus
Hadi Kusumo, Otto Iskandardinata, Mr. Muh. Yamin, dan Mr. A.A.
Maramis. Kemudian delapan orang ini ditunjuk sebagai panitia kecil yang
bertugas untuk menampung dan menyelaraskan usul-usul anggota
BPUPKI yang telah masuk. Pada 22 Juni 1945 panitia kecil tersebut
mengadakan pertemuan dengan 38 anggota BPUPKI dalam rapat informal.
Rapat tersebut memutuskan membentuk suatu panitia kecil berbeda
(kemudian dikenal dengan sebutan "Panitia Sembilan") yang bertugas
untuk menyelaraskan mengenai hubungan Negara dan Agama. Dalam
menentukan hubungan negara dan agama anggota BPUPKI terbelah antara
golongan Islam yang menghendaki bentuk teokrasi Islam dengan golongan
Kebangsaan yang menghendaki bentuk negara sekuler dimana negara
sama sekali tidak diperbolehkan bergerak di bidang agama. Persetujuan di
antara dua golongan yang dilakukan oleh Panitia Sembilan tercantum
dalam sebuah dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar”.
Dokumen ini pula yang disebut Piagam Jakarta (Jakarta Charter) oleh Mr.
Muh. Yamin.
Piagam Jakarta berbunyi sebagai berikut:
“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan
oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena
tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah
kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan
rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang negara Indonesia yang merdeka,
bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan dengan
didorongkan oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang
bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,
maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
Hukum Dasar Negara Indonesia yang berbentuk dalam suatu susunan
negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar
kepada: Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta dengan
mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Jakarta, 22 Juni 1945

Adapun rumusan rancangan dasar negara terdapat di akhir paragraf


keempat dari dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” (paragraf
1-3 berisi rancangan pernyataan kemerdekaan/proklamasi/declaration of
independence). Rumusan ini merupakan rumusan pertama sebagai hasil
kesepakatan para "Pendiri Bangsa".
Pada sesi kedua persidangan BPUPKI yang berlangsung pada 10-17
Juli 1945, dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” (Piagam
Jakarta) dibahas kembali secara resmi dalam rapat pleno tanggal 10 dan 14
Juli 1945. Dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” tersebut
dipecah dan diperluas menjadi dua buah dokumen berbeda yaitu
Declaration of Independence (berasal dari paragraf 1-3 yang diperluas
menjadi 12 paragraf) dan Pembukaan (berasal dari paragraf 4 tanpa
perluasan sedikitpun). Rumusan yang diterima oleh Rapat Pleno BPUPKI
tanggal 14 Juli 1945 hanya sedikit berbeda dengan rumusan Piagam
Jakarta yaitu dengan menghilangkan kata “serta” dalam sub anak kalimat
terakhir.
Kesepakatan ini ternyata tidak berjalan mulus seperti yang diharapkan
semua pihak. Tanggal 18 Agustus 1945 mulai terjadi riak-riak
kekecewaan. Bagian akhir dari Piagam Jakarta diubah oleh panitia yang
dibentuk kemudian yang hanya beranggotakan sembilan orang. Panitia ad
hoc ini dinamai Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang
juga dibentuk Jepang. Poin penting yang diubah oleh panitia ini adalah
tujuh kata setelah Ke-Tuhanan, diubah menjadi Ketuhanan Yang Maha
Esa. Juga diubah klausul pasal pada batang tubuh UUD.

C. Hubungan Pancasila dan Piagam Jakarta


Dalam pidatonya tanggal 9 Juli 1945, Soekarno menyebut Piagam
Jakarta sebagai gentlemen’s agreement antara kelompok nasionalis dan
kelompok Islam. Pernyataan ini diamini oleh hampir semua pihak.
Kelompok Islam yang dengan gigih ingin tetap memperjuangkan Islam
sebagai dasar negara di negeri yang mayoritas Muslim inipun sepakat
dengan Piagam Jakarta ini. Masing-masing pihak sudah merasa cukup
terwakili kepentingannya. Tanda tangan yang dibubuhkan oleh Soekarno,
M. Hatta, A.A. Maramis, Abikusno Tjokrosujoso, A.K. Muzakkir, Agus
Salim, A. Subardjo, A. Wahid Hasyim, dan Moch. Yamin sebagai wakil-
wakil dari semua golongan menjadi bukti akan kesepakatan luhur itu.
Titik kesepakatan yang disebut gentlemen’s agreement itu terletak
pada berhasil disepakatinya dasar dan falsafah penyelenggaraan negera ini
yang tercantum pada paragraf terakhir Piagam itu. Bagian inilah yang
kemudian lebih dikenal sebagai “Pancasila”.
Di dalam Piagam Jakarta terdapat lima butir yang kelak menjadi
Pancasila dari lima butir, sebagai berikut:
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, dalam upaya bangsa
Indonesia mempertahankan Proklamasi dan eksistensi negara dan bangsa
Indonesia maka terdapat rumusan-rumusan Pancasila. Rumusan-rumusan
tersebut terdapat dalam konstitusi RIS dan UUDS 1945.Dalam konstitusi
RIS yang berlaku tanggal 29 Desember 1949 smapai 17 Agustus 1950,
tercantum rumusan Pancasila:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Peri Kemanusiaan
3. Kebangsaan
4. Kerakyatan
5. Keadilan sosial
Dalam UUDS 1950 yang berlaku tanggal 17 Agustus 1950 sampai 5
Juli 1959 tercantum rumusan Pancasila seperti yang tercantum dalam
konstitusi RIS. Selain itu, terdapat juga rumusan Pancasila Dasar Negara
yang beredar di kalangan masyarakat luas, yang rumusannya sangat
beraneka ragam, antara lain:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Peri Kemanusiaan
3. Kebangsaan
4. Kedaulatan Rakyat
5. Keadilan sosial

Anda mungkin juga menyukai