Anda di halaman 1dari 4

Diskusi Tema ke-9

Format: nama_pertanyaan

Pertanyaan
1. Bagaimana menyikapi trend pinjaman online legal dan illegal dan kaitannya dgn
perspektif islam

2. Alvin_Bagaimana prinsip ekonomi syariah dapat meningkatkan ekonomi di suatu negara?

3. Khafidhotul masykuro_Bagaimana hukum dari menjadi nasabah bank umum yg


terdapat riba didalamnya menurut eknomi islam.?

4. D Nabilah Arifah_Apakah bank syariah sudah memenuhi syarat prinsip ekonomi syariah?

5. Adhitya_apakah tujuan ekonomi islam hanya mendorong kesejahteraan manusia yg


terletak pada perlindungan terhadap agama yg terdiri dari. Diri,akal,keturunan dan harta
benda? Atau masih ada lagi tujuan utama ekonomi syariah?

Jawaban

1. Andini Meidiana K_Trend pinjaman online yg sedang marak terjadi kini bisa memiliki
sistem plus minus alias sisi negatif dan positifnya tersendiri. Seperti bila pinjaman online
itu sendiri legal, seperti dari pihak (OJK) yg diawasi langsung oleh pemerintah ini bisa jadi
opsi yang 'cukup membantu' bila mana seseorang dalam keadaan terdesak dan butuh dana
pinjaman, karena selain bunga yang rendah, data peminjam juga terjamin aman. Sedangkan
pada pinjaman online yang ilegal justru sebaliknya, bunga pinjaman yang tinggi, dan
terkadang ada yang terus naik, bahkan data peminjam jg terancam bisa tersebar dan
disalahgunakan.

Selain itu, pinjaman online menurut perspektif Islam sendiri, Menurut Wakil Sekretaris
Komisi Fatwa MUI Abdul Muiz Ali, meminjam uang dengan cara online hukumnya boleh.
Hal ini dijelaskan dalam kajian fikih muamalah kontemporer yang dikutip dari laman resmi
MUI.

Pembolehan pada pinjol didasari teori dalam kitab Al-Ma'ayir As-Syar'iyah An-Nasshul
Kamil lil Ma'ayiri As-Syar'iyah. Teori menyatakan, serah terima secara hukmiy (legal-
formal/non-fisik) dianggap telah terjadi baik secara i'tibâran (adat) maupun secara
hukman (syariah).

"Serah terima dilakukan dengan cara takhliyah (pelepasan hak kepemilikan) dan
kewenangan untuk tasharruf(mengelola). Serah terima dianggap sudah terjadi dan sah,
meski belum terjadi secara fisik (hissan)," tulis Abdul Muiz.

Fikih lain menjelaskan, yang dipertimbangkan dalam akad piutang adalah substansinya.
Kegiatan jual beli melalui telepon dan media online lainnya menjadi salah satu pilihan,
berikut haditsnya,

‫األل فاظ ل صىر ال ل م عاو يها ال ع قىد ف ي وال ع بزة‬.... ‫وال ت ل كس ال ت ل ي فىن ب ىا سطت ال شزاء و ال ب يع وعه‬
‫وال بزق ياث‬, ‫ال عمل وع ل يها ال يىم مع تمدة وأم ثال ها ال ى سائ ل هذه ك ل‬.

"Yang dipertimbangkan dalam akad-akad adalah subtansinya bukan bentuk lafadznya, dan
jual beli via telpon, telegram dan sejenisnya telah menjadi alternatif yang utama dan
dipraktekkan." (Syaikh Ahmad bin Umar Asy-Syathiri, Syarh al-Yaqut an-Nafiis, II/22)

2. (*) Ekonomi islam mendorong pembangunan infrastruktur yang memberi


manfaat luas bagi masyarakat (pro-poor infrastructure). Islam mendorong
pembangunan infrastruktur yang memiliki dampak eksternalitas positif dalam
rangka meningkatkan kapasitas dan efisiensi perekonomian.
(*) Ekonomi Islam mendorong penyediaan pelayanan publik dasar yang
berpihak pada masyarakat luas (pro-poor public services). Terdapat tiga bidang
pelayanan publik yang mendapat perhatian Islam secara serius: birokrasi,
pendidikan dan kesehatan. Di dalam Islam, birokrasi adalah amanah untuk
melayani publik, bukan untuk kepentingan diri sendiri atau golongan.
(*) Ekonomi Islam mendorong kebijakan pemerataan dan distribusi pendapatan
yang memihak rakyat miskin. Terdapat tiga instrument utama dalam Islam terkait
distribusi pendapatan yaitu aturan kepemilikan tanah, penerapan zakat, serta
menganjurkan qardul hasan, infak dan wakaf.

3. Abu zahrah, Abu 'ala al-Maududi Abdullah al-'Arabi dan Yusuf Qardhawi mengatakan
bahwa bunga bank itu termasuk riba nasiah yang dilarang oleh Islam. Karena itu umat
Islam tidak boleh bermuamalah dengan bank yang memakai system bunga, kecuali dalam
keadaan darurat atau terpaksa. Bahkan menurut Yusuf Qardhawi tidak mengenal istilah
darurat atau terpaksa, tetapi secara mutlak beliau mengharamkannya. Pendapat ini
dikuatkan oleh Al-Syirbashi, menurutnya bahwa bunga bank yang diperoleh seseorang
yang menyimpan uang di bank termasuk jenis riba, baik sedikit maupun banyak. Namun
yang terpaksa, maka agama itu membolehkan meminjam uang di bank itu dengan bunga.

4. Konsep produk bank syariah sudah sesuai syariah berdasarkan regulasi terkait yang
telah mengadopsi fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI. Salah satunya produk giro iB
(Islamic banking) yang mengacu pada fatwa DSN MUI Nomor 01/DSN-MUI/IV/2000
tentang giro.
Peran pengawasan otoritas (yang memastikan regulasi terkait diimplementasikan oleh
bank syariah), dewan pengawas syariah (memastikan fatwa DSN MUI diterapkan oleh bank
syariah) menjadi penting. Di samping itu, produk iB menjadi sistem dan aturan internal
bank syariah. Dengan adanya kontrol ini, bank syariah bisa terawasi dan berbenah diri agar
mendekati kesempurnaan.Dengan demikian, konsep produk bank syariah sudah sesuai
syariah.

5. Menurut As-Shatibi tujuan utama syariat Islam adalah mencapai kesejahteraan manusia
yang terletak pada perlindungan terhadap lima kemashlahah-an, yaitu keimanan (ad-dien),
ilmu (al-‘ilm), kehidupan (an-nafs), harta (al-maal), dan kelangsungan keturunan (an-nasl).
Secara umum tujuan ekonomi dalam Islam adalah untuk menciptakan al-falah atau
kemenangan, keselamatan dan kebahagian dunia dan akhirat. Untuk mencapai hal
demikian maka manusia harus bekerja keras mencari rezeki dalam rangka memenuhi
kebutuhan-kebutuhan hidupnya baik yang bersifat materi maupun non material (rohaniah),
serta berbuat baik dengan harta yang dimilikinya dengan memperhatikan nilai-nilai dan
norma-norma ajaran Islam, berupa pelaksanaan perintahnya dan menjauhkan larangannya
agar tercipta kemashlahatan yang sesungguhnya baik untuk dirinya sendiri dan orang lain.

Maka dapat dirumuskan bahwa tujuan ekonomi Islam itu sebagai berikut:
a. Kesejahteraan ekonomi dalam kerangka norma moral Islam (dasar
pemikiran yaitu: QS. al-Baqarah ayat 2 & 168, al-Maidah ayat 87-88, al-
Jumu’ah ayat 10).
b. Membentuk masyarakat dengan tatanan sosial yang solid, berdasarkan
keadilan dan persaudaraan yang universal (dasar pemikiran yaitu: QS. al-
Hujurāt ayat 13, al-Maidah ayat 8, al-Shu’arā’ ayat 183).
c. Mencapai distribusi pendapatan dan kekayaan yang adil dan merata (dasar
pemikiran yaitu: QS. al-An’am ayat 165, al-Nahl ayat 71, al-Zukhruf ayat
32).
d. Menciptakan kebebasan individu dalam konteks kesejahteraan sosial
(dasar pemikiran yaitu: QS. al-Ra’du ayat 36, Luqman ayat 22).
Teruskan
���

�Hasil diskusi di pdfkan kemudian di upload pada laman resume sipejar pertemuan 21
oleh semua peserta.

Screenshoot G-Meet:

Link video presentasi:


https://drive.google.com/file/d/1PZCdE_wkgZo6slchUte7zsEmZ_Z_ejVk/view?usp=drives
dk

Anda mungkin juga menyukai