Anda di halaman 1dari 5

“SUBYEK DAKWAH DAN KRETERIA SEORANG DAI’”

1. PENGERTIAN SUBYEK DAKWAH

1. Secara Etimologi
Pada umumnya masayarakat cenderung mengartikan kata da’I atau mubalig
dengan pengertian yang sempit , yakni orang yang menyampaikan ajaran islam
memalui lisan atau dengan kata lain di atas mimbar, seperti penceramah agama ,
khatib, dan sebagainya. Namun sebenarnya pengertian da’I tidaklah sesempit itu.
Seseorang da’I bisa saja berdakwah melalui lisan , namun orang yang berdakwah
melalui media tulisn, seperti buku, koran, majalah, tabloid, artikel, dan sebagainya
juga bisa di sebut da’i
Secara Etimologi
Subyek dakwah berasal dari dua kata, yakni subyek dan dakwah. Subyek
yang berarti pelaku dan Dakwah (Bahasa Arab = ‫ )الدعوة‬yang berarti do’a, seruan,
panggilan, ajakan, undangan, dorongan, dan permintaan berakar dari kata kerja “‫”دعا‬
yang berarti berdo'a, menyeru, memanggil, mengajak, mengundang, mendorong, dan
meminta. Jadi jika ditinjau dari segi etimologi (bahasa) Subyek Dakwah dapat
diartikan sebagai pelaku atau orang yang menyeru atau mengajak.
2. Secara Terminologi
Ditinjau dari segi terminologi, subyek dakwah adalah orang yang melakukan
dakwah (yang dalam Bahasa Arab disebut da’i) baik dalam bentuk lisan, tulisan,
maupun dalam bentuk perbuatan yang dilakukan secara individu, maupun kelompok
(jama’ah).
Dalam konteks keindonesiaan, orang yang berdakwah (da’i) memiliki banyak
sebutan, diantaranya: muballig, ustas, kiyai, gurutta (Bugis), ajengan (Sunda),
teungku (Aceh), dan lain sebagainya. Hal ini didasarkan pada tugas dan eksistensinya
yang sama dengan da’i. Meskipun pada hakekatnya tiap-tiap sebutan tersebut
memiliki kadar karisma dan keilmuan yang berbeda-beda dalam pemahaman
masyarakat Islam di Indonesia.
Pada umumnya masyarakat cenderung mengartikan kata da’i atau muballig
dengan pengertian yang sempit, yakni orang yang menyampaikan ajaran Islam melalui
lisan atau dengan kata lain di atas mimbar, seperti penceramah agama, khatib, dan
sebagainya. Namun sebenanya pengertian da’i tidaklah sesempit itu. Seorang da’i bisa
saja berdakwah melalui lisan, namun orang yang berdakwah melalui media tulisan,
seperti buku, koran, majalah, tabloid, artikel, dan sebagainya juga bisa disebut da’i.
2. MACAM MACAM SUBYEK DAKWAH
Subyek dakwah dalam pengertian yang luas tidak hanya terletak di pundak
para ustaz, kiyai, atau ulama, tetapi terletak di pundak kita semua (sebagai umat
islam). Setiap umat Islam memikul tanggung jawab untuk melaksanakan tugas
dakwah sesuai dengan ruang lingkup dan kemampuannya masing-masing.
Di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits begitu banyak dalil-dalil yang
menginformasikan tentang wajibnya berdakwah. Di antara ayat-ayat yang
menerangkan hal tersebut yakni:
Q.S. Al-Imran : 104

Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar,
merekalah orang-orang yang beruntung”.
Q.S. An Nahl : 125

Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan


pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan
Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.
Q.S. Al’Ashr : 1-3

Artinya: “1) demi masa. 2) Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam


kerugian. 3) kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan
nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya
menetapi kesabaran”.
Dalam sabdanya, Rasulullah SAW juga telah menginformasikan tentang
kewajiban berdakwah, di antaranya yaitu:
H.R. Muslim

َ ِ‫َم ْن دَعا ِإلَى هُدًى كانَ لَهُ ِمنَ اَأْلجْ ِر ِم ْث َل ُأجُوْ ِر َم ْن تَبِ َعهُ الَ يَ ْنقُصُ َذل‬
‫ا إلى‬DD‫ ومن دع‬،ً‫يْئا‬D‫ك ِم ْن أجور ِه ْم َش‬
ً ‫آثام من تبعه ال ينقص ذلك ِم ْن آثا ِم ِه ْم شيئا‬ ِ ‫ضاللَ ٍة كان َعلَ ْي ِه ِمنَ اِإْل ْث ِم مث َل‬ َ

“Siapa yang mengajak kepada hidayah maka dia mendapatkan pahala seperti
pahala orang-orang yang mengikutinya dan hal itu tidak mengurangi pahala mereka
sedikitpun. Siapa yang mengajak kepada kesesatan maka dia mendapatkan dosa
seperti dosa orang-orang yang mengikutinya dan hal itu tidak mengurani dosa mereka
sedikitpun”.
H.R. Muslim
‫ك َأضْ َعفُ اِإْل ي َما ِن‬
َ ِ‫َم ْن َرَأى ِم ْن ُك ْم ُم ْن َكرًا فَ ْليُ َغيِّرْ هُ بِيَ ِد ِه فَِإ ْن لَ ْم يَ ْستَ ِط ْع فَبِلِ َسانِ ِه فَِإ ْن لَ ْم يَ ْست َِط ْع فَبِقَ ْلبِ ِه َو َذل‬

“Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran, maka rubahlah dengan


tangannya, jika dia tidak mampu, maka dengan lidahnya, jika dia tidak mampu, maka
dengan hatinya, dan itu selemah-lemah iman”.
H.R. At-Tirmizi

ِ ْ‫ت َواَألر‬
‫ض َحتَّى النَّ ْملَةَ فِي جُحْ ِرهَا‬ ِ ‫اس ْال َخ ْي َر ِإ َّن هللاَ َو َمالَِئ َكتَهُ َوَأ ْه َل ال َّس َما َوا‬
ِ َّ‫ُصلُّوْ نَ َعلَى ُم َعلِّ ِمي الن‬
َ ‫لَي‬

“Sesungguhnya para malaikat, serta semua penduduk langit-langit dan bumi,


sampai semut-semut di sarangnya, mereka semua bershalawat atas orang yang
mengajarkan kebaikan kepada manusia”.
Dari beberapa dalil di atas, maka jelaslah bahwa kewajiban dakwah bukan
hanya untuk ustaz, kiyai, ulama atau para santri dan lembaga-lembaga baik yang
beridentitas lembaga dakwah atau yang ada di bawah naungan Kementerian Agama,
tetapi di luar itu semua wajib untuk melaksanakan dakwah. Pelukis dapat berdakwah
lewat ekspresi lukisannya, penulis dapat berdakwah lewat karya tulisnya, aktor dan
aktris dapat berdakwah lewat aktingnya, sutradara dapat berdakwah lewat karya film
atau dramanya, penyanyi dapat berdakwah melalui lagunya dan profesi lainnya.
Namun secara khusus, orang yang seharusnya berperan lebih intensif sebagai
da’i adalah mereka yang memang mempunyai profesi ataupun memang secara sengaja
mengkonsentrasikan dirinya dalam tugas menggali mutiara-mutiara ilmu serta ajaran
agama Islam untuk disampaikan kepada orang lain sehingga ilmu dan ajaran
agamanya tersebut dapat mempengaruhi sikap dan tingkah laku orang lain tersebut.
Karena yang kita harapkan adalah dakwah yang sempurna dan membawa hasil
maksimal, maka yang menjadi acuan subyek dakwah tersebut diharapkan lahir dari
]1[ َ‫ َذرُون‬DDْ‫وا ِإلَ ْي ِه ْم لَ َعلَّهُ ْم يَح‬DDُ‫وْ َمهُ ْم ِإ َذا َر َجع‬DDَ‫ ِذرُوا ق‬DD‫دِّي ِن َولِيُ ْن‬DD‫وا فِي ال‬DDُ‫ةٌ لِيَتَفَقَّه‬DDَ‫طاِئف‬
َ ‫( ِم ْنهُ ْم‬di antara mereka
beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk
memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya,
supaya mereka itu dapat menjaga dirinya).
Golongan yang dimaksudkan oleh ayat tersebut adalah mereka yang
mengambil spesialisasi (takhassus) di dalam bidang agama Islam untuk kemudian
menyampaikan ilmunya dengan iujuan agar orang yang menerimanya (mad'u) dapat
berbuat atau bertingkah laku sesuai dengan petunjuk-petunjuk yang diharapkan oleh
Al-Qur’an dan Al-Sunnah.
Dapat disimpulkan bahwa da’i (subyek dakwah) dapat dibedakan menjadi
dua macam: Pertama, da’i menurut kriteria umum yaitu setiap muslim/muslimat yang
berdakwah sebagai kewajiban yang melekat tak terpisahkan dari misinya sebagai
penganut Islam (khairu ummah) yang harus senantiasa beramar ma’ruf nahi munkar
(menyeru kepada kebaikan dan mencegah dari kemunkaran) sesuai dengan
kemampuan dan kapasitas masing-masing. Kedua,da’i menurut kriteria khusus yaitu
setiap muslim/muslimat yang mengambil keahlian khusus (takhassus) dalam bidang
agama Islam dan secara profesional melakukan tugas-tugas dakwah.
KERETERIA SEORANG DAI

A. Pengertian Dai

Kata da’i berasal dari bahasa Arab bentuk mudzakkar (laki-laki) yang berarti
orang yang mengajak, kalau muannats (perempuan) disebut da’iyah.

Da’i adalah orang yang melaksanakan dakwah baik secara lisan ataupun
tulisan ataupun perbuatan dan baik secara individu, kelompok atau bentuk organisasi
lembaga.

B. Kriteria Dai

Kriteria adalah ciri-ciri yang dimiliki seseorang atau watak yang ada di dalam
seseorang. Kriteria seseorang manusia biasanya ada sejak lahir dan boleh dibentuk
dengan pengalaman. Kriteria adalah sama arti dengan istilah sifat atau ciri-ciri.

Seorang da’i mestilah gigih menuntut ilmu yang bermanfaat yang diwarisi
dari guru besar kebaikan, agar ia dapat berdakwah di atas jalan yang jelas dan terang.

Para da’i dituntut untuk memperlihatkan akhlak baiknya kepada orang lain
dan menerapkannya pada diri mereka dalam segala bidang demi tercapainya hasil
yang baik bagi kehidupan masyarakatnya, sebagaimana keberhasilan yang pernah
dicapai pada masa awal-awal Islam.

Ia harus mampu bertindak dan bertingkah laku semestinya dilakukan oleh


seorang pemimpin. Ia harus mampu berbicara dengan masyarakatnya dengan bahasa
yang dimengerti. Oleh karena itu, seorang da’i juga harus mengetahui dengan pasti
tentang latar belakang dan kondisi masyarakat yang dihadapinya:

C. Tugas dan Fungsi Dai

Pada dasarnya tugas pokok seorang da’i adalah meneruskan tugas Nabi
Muhammad, yakni menyampaikan ajaran-ajaran Allah seperti termuat dalam al-Quran
dan sunnah Rasulullah. Tugas da’i adalah merealisasikan ajaran- ajaran al-Quran dan
sunnah di tengah masyarakat sehingga al-Quran dan Sunnah dijadikan sebagai
pedoman dan penuntun hidupnya.

Fungsi da’i diantaranya ialah meluruskan akidah, memotivasi umat untuk


beribadah dengan baik dan benar, menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, dan
menolak kebudayaan yang destruktif.
D. Sifat-Sifat Dai

Sifat da’i dalam Islam, diantaranya.


1. Keikhlasan

Keikhlasan merupakan sifat yang wajib yang dimiliki oleh seorang da’i.
Kemudian ia beramal karena ingin mendapatkan ridha Allah dan surga di akhirat. Sifat
ini penting bagi mereka yang ingin memperbaiki kondisi manusia dan mengeluarkan
mereka dari kegelapan menuju cahaya kebenaran)
2. Kesabaran yang Tinggi

Seorang da’i sangat membutuhkan sifat sabar, karena sunatullah telah


menetapkan bahwa para da’i akan berhadapan dengan musuh- musuh yang selalu
membuat rekayasa dan makar terhadapnya
3. Berlaku Jujur (Shiddiq)

Adapun shidq yang berarti kejujuran dan kebenaran, lawan kata dari
kedustaan adalah termasuk antara sifat-sifat dasar yang menjelaskan potensi dasar
seorang pelopor perjuangan.

SEKIAN PERSENTASI DARI SAYA

MAAF JIKA ADA KEKURANGAN

KARNA KE SEMPURNAAN ITU

SAAT AKU BERSAMA KAMU

Anda mungkin juga menyukai