Anda di halaman 1dari 9

LITERATUR REVIEW

OLEH :
(Direview pada tanggal 18 Februari 2023)

1. Judul Jurnal:
PERBANDINGAN TINGKAT KESETARAAN HEMOGLOBIN RETIKULOSIT
ANTARA BAYI BARU LAHIR DENGAN BERAT BADAN RENDAN DAN
NORMAL
2. Jurnal
Indonesian Journal Of Chlinical Pathology and Medical Laboratory
3. Kata Kunci:
Bayi baru lahir, berat badan lahir rendah, prematur, Ret-He
4. Tahun Publikasi:
November 2022
5. Penulis Jurnal:
Resvi Livia, Fajar Wasilah, Leni Lismayanti
6. Latar Belakang Masalah:
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) didefinisikan sebagai bayi yang berat
lahirnya kurang dari 2500 gram. Bayi-bayi ini memiliki tingkat morbiditas dan
mortalitas yang lebih tinggi dan memiliki risiko lebih besar untuk
mengembangkan masalah kesehatan sepserti kekurangan zat besi dan anemia.
Secara global, diperkirakan 7-15% bayi baru lahir memiliki berat badan
lahir rendah dan prevalensi ini bahkan lebih tinggi di negara berkembang.
Berdasarkan data yang diperoleh Kementerian Kesehatan RI tahun 2018 (Riset
Kesehatan Dasar), proporsi berat badan lahir rendah di Indonesia adalah 6,2%.
Tingkat zat besi yang disimpan dalam janin sebanding dengan berat lahirnya.
Bayi berat lahir rendah memiliki risiko lebih besar untuk mengalami kekurangan
zat besi atau anemia defisiensi besi, sehingga bayi BBLR dan premature
membutuhkan zat besi yang lebih tinggi dibandingkan bayi aterm. Perpindahan
besi dari ibu ke janin selama kehamilan dihentikan saat bayi prematur lahir.
Anemia Defisiensi Besi (IDA) adalah penyebab paling umum dari anemia.
Anemia ini dapat menghambat pertumbuhan, motorik, dan perkembangan
kognitif, meningkatkan kerentanan terhadap infeksi, dan meningkatkan risiko
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD). Deteksi IDA pada masa emas
tumbuh kembang anak sangat penting untuk mengevaluasi secara dini indikasi
dan upaya pencegahan terapi besi. Namun, menemukan parameter yang baik
untuk menilai status besi pada bayi baru lahir masih menjadi tantangan,
terutama pada bayi yang membutuhkan perawatan intensif (pasien NICU). Saat
ini belum ada baku emas untuk pemeriksaan defisiensi besi pada bayi baru lahir.
Ekuivalen hemoglobin retikulosit (Ret-He) atau kandungan hemoglobin
retikulosit (CHr) telah muncul sebagai pemeriksaan status besi yang potensial.
Ret-He mengukur jumlah hemoglobin yang terkandung dalam retikulosit. Oleh
karena itu pemeriksaan Ret-He secara tidak langsung mengukur jumlah zat besi
fungsional dalam pembentukan sel darah merah. Penurunan kadar Ret-He pada
defisiensi besi tampak lebih awal dibandingkan penurunan Hb, MCV, dan MCH.
Selain itu, pemeriksaan Ret-He dapat dilakukan bersamaan dengan
pemeriksaan hematologi lengkap dengan menggunakan alat hematologi
otomatis tertentu, sehingga tidak memerlukan tambahan sampel atau tabung
tidak seperti pemeriksaan status besi dengan menggunakan parameter lain
seperti serum besi, Total Iron Binding Capacity (Kapasitas Pengikatan Besi
Total). TIBC), dan transferrin serum. Tidak seperti ferritin, pengukuran Ret-He
tidak dipengaruhi oleh kondisi inflamasi. Ada tidak ada faktor perancu yang
signifikan kecuali untuk thalassemia alfa atau beta dan makrositosis, menjadikan
Ret-He atau CHr sebagai indikator defisiensi besi yang berpotensi lebih baik
dibandingkan dengan parameter biokimia yang dipengaruhi oleh peradangan.
Studi sebelumnya di Indonesia tentang Ret-He dan anemia pada penyakit ginjal
kronis mengungkapkan bahwa Ret-He memiliki korelasi sedang dengan serum
besi dan saturasi transferin. Parameter CHr yang dirilis oleh ADVIA 120 telah
disetujui untuk aplikasi klinis oleh Food and Drug Administration (FDA) pada
Agustus 1997 di Amerika.
Penilaian kadar Ret He pada bayi baru lahir dapat menjadi penanda yang
menjanjikan untuk diagnosis dan pemantauan defisiensi besi pada bayi baru
lahir, yang memiliki periode emas pertumbuhan dan perkembangan. Selain itu,
suplemen zat besi pada bayi baru lahir telah direkomendasikan oleh Ikatan
Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Oleh
karena itu, tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan
kadar Ret-He antara bayi baru lahir dengan berat badan lahir rendah dan normal
di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin, Bandung, Jawa Barat.
7. Tujuan Penelitian :
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui perbedaan kadar Ret-He
antara bayi baru lahir dengan BBLR ( berat badan lahir rendah) dengan bayi
dengan berat badan lahir normal.
8. Metodologi Penelitian:
Penelitian ini menggunakan desai penelitian observasional komparatif
tidak berpasangan. Pengumpulan data responden menggunakan retrospektif
dan cross sectional selama bulan November – Desember 2019 melalui Sistem
Informasi Laboratorium dan rekam Medis
9. Hasil penelitian dan pembahasan:
Terdapat 94 hitung darah lengkap dan data bayi baru lahir dalam waktu
48 jam setelah lahir di RS Dr Hasan Sadikin. Data dari 70 bayi diperoleh untuk
penelitian ini (Tabel 1). Bayi baru lahir ini terdiri dari 26 (37,1%) bayi dengan
berat lahir normal (>2500 gram) dan 44 (62,9%) dengan BBLR (<2500 gram).
Terdapat perbedaan bermakna pada usia kehamilan, kondisi anemia, dan
jumlah leukosit antara kelompok BBLR dan berat lahir normal, sedangkan kadar
Ret-He, anemia maternal, jumlah trombosit, dan kadar CRP tidak terdapat
perbedaan yang bermakna. Sebanyak 88,6% bayi BBLR lahir prematur (< 37
minggu), berbeda nyata dengan bayi berat lahir normal yang mayoritas lahir
aterm (> 37 minggu). Anemia pada BBLR lebih banyak ditemukan dibandingkan
anemia pada berat badan lahir normal (p=0,03). Hampir semua pasien dengan
bayi berat lahir normal jumlah leukositnya normal, sedangkan pada bayi BBLR
sepertiganya leukopenia (p=<0,01).
Nilai median kadar Ret-He pada bayi baru lahir dengan berbagai
karakteristik (jenis kelamin, berat badan lahir, maturitas, status anemia, dan
anemia maternal) dapat dilihat pada Tabel 2. Terlihat bahwa terdapat perbedaan
yang bermakna pada kadar Ret-He Ia berada di antara kelompok usia
kehamilan. Sedangkan antara jenis kelamin, berat badan lahir, dan kondisi
anemia pada ibu dan bayi baru lahir tidak terdapat perbedaan yang bermakna
antara kedua kelompok. Bayi baru lahir dengan berat lahir normal memiliki kadar
Ret-He yang lebih tinggi dibandingkan BBLR, namun perbedaan ini tidak
bermakna (p=0,09). Bayi dari ibu yang anemia memiliki tingkat Ret-He yang
lebih rendah tetapi tidak berbeda secara signifikan dengan bayi dengan ibu yang
tidak anemia. Bayi baru lahir dengan anemia juga memiliki Ret-He yang lebih
rendah, tetapi mereka tidak berbeda secara signifikan dengan bayi baru lahir
yang tidak anemia. Persentase bayi baru lahir yang memiliki hasil Ret-He di
bawah nilai referensi (27,4-36 pg) pada penelitian ini adalah 5/70 (7,14%).
Proporsi bayi BBLR dalam penelitian ini lebih tinggi dibandingkan bayi
BBLR di Indonesia, (62,9% vs 6,2%). Tingginya proporsi BBLR di RS Dr Hasan
Sadikin kemungkinan karena RS tersebut merupakan RS rujukan. Pemeriksaan
hematologi lengkap yang mengandung Ret-He hanya tersedia untuk bayi
prematur dan / atau bayi dengan kemungkinan infeksi atau sepsis. Dalam
penelitian ini, bayi prematur menyumbang 90% kasus BBLR. Hasil ini konsisten
dengan studi Anil et al. bahwa prematuritas merupakan salah satu faktor risiko
BBLR. Penurunan kadar hemoglobin pada bayi premature terjadi lebih cepat
dibandingkan bayi aterm
Hal ini dapat menjelaskan mengapa lebih banyak bayi anemia pada BBLR
daripada bayi berat lahir normal, meskipun perbedaan kadar Ret-He tidak
signifikan. Penelitian ini tidak menemukan korelasi antara kadar Hb dan Ret-He
(r=0,14, p=0,26; Gambar 1). Dari temuan ini, dapat disimpulkan bahwa anemia
pada bayi prematur kemungkinan besar bukan disebabkan oleh kekurangan zat
besi. Tampaknya anemia karena prematur tidak berkorelasi dengan tingkat Ret-
He dan defisiensi besi tetapi lebih faktor fisiologis di alam atau dari faktor
eksternal. Beberapa penyebab fisiologis anemia pada bayi prematur antara lain
adalah pertumbuhan tubuh yang cepat, memperpendek umur sel darah merah,
dan kadar eritropoietin plasma yang rendah. Kontributor non-fisiologis antara lain
kehilangan darah laboratorium, asupan nutrisi yang tidak memadai, dan sepsis.
Median Ret-He pada berat lahir normal lebih tinggi daripada BBLR (33,3
vs 32,6 pg, p=0,09). Yang normal
Tingkat Ret-He dari Lofving et al. digunakan sebagai rentang referensi
(27,4-36,0 pg). Pada penelitian ini ditemukan 5 bayi dengan Ret-He rendah yang
semuanya BBLR. Ditemukan korelasi moderat antara Ret-He dan berat lahir
(Gambar 2). Seperti disebutkan sebelumnya, durasi kehamilan berkontribusi
pada jumlah zat besi yang disimpan pada bayi baru lahir. Dengan demikian, usia
kehamilan yang lebih pendek juga terkait dengan berat lahir bayi prematur yang
rendah sehingga menurunkan kadar zat besi bayi dan menyebabkan anemia.

Empat puluh persen di antara tingkat Ret-He yang rendah disertai dengan
hasil CRP yang meningkat (> 1,58 mg/dL). Tingkat CRP yang lebih tinggi
sebagai penanda peradangan tidak menyebabkan peningkatan palsu pada hasil
Ret-He. Hasil Ret-He dalam penelitian ini didukung oleh penelitian oleh Al-
Ghananim et al. Bayi Berat Lahir Rendah memiliki median Ret-He 31,8 pg.
Lorenz dkk. menemukan bahwa rata-rata tingkat Ret-He di bayi prematur yang
lahir pada usia kehamilan 30-36 minggu adalah 31,2 pg, sesuai dengan
penelitian ini.
Persentase bayi anemia pada bayi baru lahir dari penelitian ini adalah
21,4%, yang terdiri dari 86,7% bayi dengan BBLR dan 13,3% dengan berat lahir
normal. Anemia ibu pada penelitian ini sebesar 41,4% yang terdiri dari 48,3%
bayi dari kelompok BBLR dan 51,7% dari berat badan lahir normal. Pada
penelitian ini, kadar Ret-He bayi baru lahir dari ibu anemia lebih rendah
dibandingkan bayi dari ibu tanpa anemia (32,6 vs 32,9 pg), namun kedua
kelompok tidak berbeda bermakna (p=0,47). Penelitian ini menganalisis korelasi
antara kadar Hb ibu dan Ret-He bayi yang baru lahir, dan tidak ditemukan
korelasi antara kadar Hb ibu dan kadar Ret-He (r=0,002, p=0,86) (Gambar 3).
Anemia selama kehamilan akan meningkatkan risiko kekurangan zat besi pada
bayi pada penelitian sebelumnya. Namun, dalam penelitian ini, anemia pada
bayi baru lahir kemungkinan besar tidak disebabkan oleh anemia ibu.

10. Kelebihan dan Kekurangan Penelitian:


Kelebihan dari penelitian ini adalah efisien dalam segi biaya dan waktu
karena menggunakan penelitian observasional dengan menggunakan data
retrospektif sehingga data yang ada merupakan data sekunder yang sudah ada
di dalam data Sistem Informasi Laboratorium dan catatan Rekam Medis pasien.
Kelebihan lainnya dapat menjadi studi awal untuk penelitian selanjutnya yang
lebih spesifik terkait bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah, data yang didapat
dari penelitian ini dapat menjadi data pendukung masalah yang terjadi untuk
dijadikan penelitian kuantitatif dengan menggunakan data primer tergantung
variabel apa yang akan diteliti.
Kekurangan dari penelitian ini adalah karena data yang digunakan adalah
data sekunder dan yang tersedia pada Sistem Informasi Laboratorium dan data
Rekam Medis pasien, dapat menjadi bias dikarenakan penelitian ini tidak
mempertimbangkan variabel lain seperti riwayat penyakit bayi BBLR dimana
hasil penelitian menjelaskan bahwa ada hubungan moderat antara variabel usia
kehamilan dan kadar leukosit pada bayi dengan BBLR dan lahir normal, namun
tidak dijelaskan apakah ada kondisi penyakit tertentu yang menyebabkan
terjadinya peningkatan leukosit pada bayi BBLR dan kondisi terkait yang
menyebabkan usia kehamilan BBLR prematur. Kekurangan berikutnya adalah
data retrospektif yang digunakan berasal dari data Sistem informasi
Laboratorium dan Rekam medis dari tahun 2019 sedangkan penelitian
dilaksanakan pada tahun 2022, sehingga penelitian ini tidak mendeskripsikan
permasalahan yang aktual terjadi dan dapat menyajikan data yang bias dan
tidak sesua kejadian di lapangan saat ini.
11. Manfaat Penelitian di Bidang Kesehatan:
Manfaat penelitian ini dapat menggambarkan bahwa ada hubungan
kejadian Re-Het pada Bayi Berat Lahir Rendah dengan usia kelahiran prematur
sehingga dapat disimpulkan bahwa faktor resiko kelahiran premature
meningkatkan resiko bayi lahir dengan resiko anemia, sehingga peneliti dapat
melakukan penelitian lanjutan terkait dengan tingkat pengetahuan dan faktor –
faktor terkait kejadian lahir prematur pada Pasien Ibu dan bayi di RS Dr. Hasan
Sadikin Bandung.
12. Kesimpulan
Tidak ada perbedaan bermakna kadar Ret-He pada bayi BBLR dan
berat lahir normal pada penelitian ini. Temuan ini menunjukkan bahwa anemia
pada bayi BBLR tidak disebabkan oleh kekurangan zat besi. Anemia karena
prematuritas tidak berkorelasi dengan tingkat Ret-He tetapi faktor fisiologis yang
lebih alami seperti pertumbuhan tubuh yang cepat, umur sel darah merah yang
lebih pendek, dan tingkat eritropoietin plasma yang rendah. Penelitian lebih
lanjut diperlukan dengan ukuran sampel yang lebih besar untuk menilai
hubungan Ret-He dan profil besi pada bayi baru lahir dengan lebih baik.
13. Penerapan Hasil Penelitian di Indonesia:
Penerapan hasil penelitian ini dapat dilakukan dengan melakukan KIE
terhadap ibu hamil terkait kecukupan nutrisi dan vitamin terutama zat besi
selama kehamilan serta rutin melakukan antenatal care secara rutin agar
kelahiran sesuai dengan HPHT dan melakukan timbang BB setiap bulan untuk
memastikan berat janin sesuai dengan standar tumbuh kembang.
14. Referensi:
1. Chaparro CM, Suchdev PS. Epidemiologi anemia, patofisiologi, dan
etiologi di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Ann NY Acad Sci,
2019; 1450(1): 15-31.
2. Rocha G, Pereira S, Antunes-Sarmento J, Flôr-de-Lima F, Soares H,
Guimarães H. Anemia dini dan morbiditas neonatal pada bayi prematur dengan
berat lahir sangat rendah. Jurnal Kedokteran Ibu-Janin & Neonatal, 2021;
34(22): 3697-703.
3. Figueiredo ACMG, Gomes-Filho IS, Silva RB, Pereira PPS, Mata
FAFD, dkk. Anemia ibu dan berat badan lahir rendah: Tinjauan sistematis dan
meta-analisis. Nutrisi, 2018; 10(5): 601.
4. Khan JR, Islam MM, Awan N, Muurlink O. Analisis berat badan lahir
rendah dan co-varian di Bangladesh berdasarkan subsample dari survei
perwakilan nasional. BMC Pediatr, 2018; 18(1): 100.
5. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS). 2018. Tersedia dari: https:// www.litbang.kemkes.go.id/laporan-
riset-kesehatan-dasarriskesdas/ (diakses 9 Jan 2020).
6. Moreno-Fernandez J, Ochoa JJ, Latunde-Dada GO, Diaz- Castro J.
Defisiensi besi dan homeostasis besi pada bayi prematur dengan berat badan
lahir rendah: Tinjauan sistematis. Nutrisi, 2019; 11(5): 1090.
7. Menyehatkan DM. Hematologi klinis dan dasar-dasar hemostasis.
Philadelphia, PA: Davis, 2009; 117-28.
8.Warner MJ, Kamran MT. Anemia defisiensi besi. StatPearls. Treasure
Island (FL), Penerbitan StatPearls, 2021; 1-8.
9. Syed S, Kugathasan S, Kumar A, Pangeran J, Schoen BT, dkk.
Penggunaan kandungan hemoglobin retikulosit dalam penilaian defisiensi besi
pada anak dengan penyakit radang usus. Jurnal Gastroenterologi dan Nutrisi
Anak, 2017; 64(5): 713-20.
10. Finkelstein JL, Herman HS, Guetterman HM, Peña?Rosas JP, Mehta
S. Suplemen zat besi harian untuk pencegahan atau pengobatan anemia
defisiensi besi pada bayi, anakanak dan remaja. Cochrane Database Syst Rev,
2018; 2018(12): CD013227.
11. Sundararajan S, Rabe H. Pencegahan anemia defisiensi besi pada
bayi dan balita. Penelitian Anak, 2021; 89(1): 63-73.
12. K Jerman, Vu PT, Irvine JD, Juul SE. Tren nilai ekuivalen hemoglobin
retikulosit pada neonatus yang sakit kritis, dikelompokkan berdasarkan usia
kehamilan. J Perinatol, 2019; 39(9): 1268-74.
13. Kandungan hemoglobin Ogawa C, Tsuchiya K, Maeda K. Retikulosit.
Clinica Chimica Acta, 2020; 504: 138-45.
14. Buttarello M. Diagnosis laboratorium anemia: Apakah parameter sel
darah merah lama dan baru berguna dalam klasifikasi dan pengobatannya,
bagaimana?. Int Jnl Lab Hem, 2016; 38(S1): 123-32.

Anda mungkin juga menyukai