PELAKSANA
DTPS BKPI
Mengetahui
Mengetahui
Ketua LPPM
Bentuk-Bentuk Perilaku bullying pada Remaja serta Cara Penanganannya Sumber Belajar
1. Mengenal Gawai sebagai salah satu sumber proses pembentukan perilaku negatif pada
remaja.
NIP :199305312019031007
Puji syukur penulis ucapkan kepada IIahi Robbi, karena atas rahmat dan karuniaNYA,
workshop bertema pelatihan dan pendampingan penguatan pola asuh orang tua dalam
mengatasi perilaku Bullying pada remaja dan bentuk-bentuk perilaku kenakalan remaja dan
cara penanganannya di kelurahan Pulau Hiri kecamatan ternate barat kota ternate dapat
Pengabdian kepada masyarakat ini merupakan perwujudan salah satu Tri Dharma
Perguruan tinggi yang dilaksanakan oleh civitas akademika Program Studi Bimbingan dan
Konseling Pendidikan Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Ternate. Kegiatan
ini akan dilaksanakan pada tanggal 8 dan 9 Oktober 2022 di balai pertemuan kelurahan Pulau
Hiri. Materi seminar dan workshop ini dipilih karena masih banyak didapati kelurahan dari
orang tua dalam menerapkan pola asuh yang efektif dalam mereduksi bentuk-bentuk bullying
remaja yang seringkali muncul. Oleh karena itu, kami mengadakan kegiatan pengabdian
kepada masyarakat dengan tema pelatihan dan pendampingan penguatan pola asuh orang tua
dalam mengatasi perilaku bullying remaja dan bentuk-bentuk perilaku kenakalan remaja dan
cara penanganannya di kelurahan Pulau Hiri kecamatan ternate barat kota ternate.
kepada :
1. Ketua LPPMP IAIN Ternate yang telah memberikan kemudahan dalam pelaksanaan
pengabdian masyarakat.
2. Dekan FTIK IAIN Ternate yang telah memberikan fasilitas dalam kegiatan pengabdian
ini.
3. Ketua Jurusan Tarbiyah dan dosen yang telah memberikan dukungan dan membantu
Akhir kata semoga kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini dapat bermanfaat bagi
peningkatan kualitas pola asuh orang tua dalam lingkungan keluarga, khususnya peningkatan
Ketua Pelaksana
PENDAHULUAN
A. Analisis Masalah
Tindakan antisosial remaja kita selalu menarik perhatian publik terutama karena
dimuat dalam berbagai platform media yang dapat diakses dengan mudah oleh oleh
masyarakat. Meskipun hanya sebagian kecil dari remaja kita yang terlibat dalam aktivitas
negatif, terutama dalam kejahatan besar, tindakan nakal salah satunya dalam bentuk bullying
mereka membutuhkan perhatian kita yang mendesak karena mereka adalah masa depan
kita.Anak-anak adalah aset dan sumber daya nasional terbesar. Anak-anak harus dibiarkan
dan diberi kesempatan untuk tumbuh menjadi warga negara yang kuat, bugar secara fisik,
waspada secara mental dan sehat secara moral, diberkahi dengan keterampilan dan aktivasi
yang dibutuhkan oleh masyarakat. Kesempatan yang sama untuk perkembangan bagi semua
anak selama masa pertumbuhan harus disediakan untuk mengurangi ketidaksetaraan dan
memastikan keadilan sosial, yang pada gilirannya akan berfungsi sebagai alat yang efektif
untuk mengekang kenakalan pada remaja. Anak-anak diharapkan menjadi penurut, hormat
dan menyerap keutamaan dan kualitas yang baik dalam diri mereka. Karena berbagai alasan,
social yang terdiri dari perilaku agresif dan nakal (seperti berkelahi, vandalisme, mencuri,
berbohong, dan perilaku melanggar aturan lainnya) (Dumenci, 2018). Masalah perilaku
internal didefinisikan sebagai gejala kecemasan dan gejala afektif (seperti khawatir, sedih,
putus asa, gejala fisik, dll) (Dekovic, Buist, & Reitz, 2016). Studi longitudinal dan cross-
sectional telah menunjukkan bahwa masalah perilaku biasanya dimulai pada usia 12 tahun
dan meningkat menjadi remaja pertengahan (Achenbach & Rescorla, 2015). usia 16/17 tahun,
sebagai puncak dari masalah perilaku pada remaja (Kovacs & Devlin, 1998). Perkiraan
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO, 2001) menunjukkan bahwa hingga 20% remaja
konsekuensi, beberapa di antaranya sangat serius. Agresi awal, misalnya, dikaitkan dengan
pertengkaran yang sering terjadi di masa remaja, keyakinan saat dewasa, penolakan teman
sebaya, dan kegagalan di sekolah. Selain itu konsekuensi dari masalah internalisasi pada
remaja yang meliputi putus sekolah, penyalahgunaan narkoba, dan bunuh diri.
Dalam menghadapi kondisi kompleks yang dialami oleh remaja, maka diperukan
peran optimal dari lingkungan keluarga secara optimal. Keluarga merupakan faktor penting
dalam perkembangan psikososial seorang individu. Menurut pendekatan sistem ekologi dan
sosial, keluarga dan sekolah merupakan lembaga sosialisasi yang penting (Bronfenbrenner,
1986). Masa remaja adalah masa berkembangnya kerentanan dan peluang yang menyertai
meluasnya keterpaparan sosial dan geografis terhadap kehidupan di luar sekolah atau
keluarga, tetapi dimulai dengan keluarga. Keluarga adalah kelompok yang terkait dengan
kekerabatan, tempat tinggal, atau keterikatan emosional yang dekat dan mereka menampilkan
empat fitur sistemik - saling ketergantungan yang intim, pemeliharaan batas selektif,
kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan dan mempertahankan identitas mereka dari
waktu ke waktu, dan kinerja tugas keluarga (Mattessich & Hill 2017 ).Faktor-faktor dalam
ekologi sosial remaja membantu mengarahkan remaja ke arah hasil positif (misalnya,
mengarahkan diri sendiri, orientasi masa depan) atau negatif (misalnya, masalah perilaku).
Dikatakan bahwa konteks keluarga memberikan pengaruh sosial yang paling kuat pada
perkembangan remaja (Perrino, Coatsworth, Briones, Pantin, & Szapocznik, 2011). Ada
hubungan yang kuat antara fungsi keluarga dan perilaku individu. Keluarga bertanggung
jawab untuk mendukung, melindungi dan membimbing anak.ikatan antara ibu dan anak
merupakan salah satu faktor dalam perkembangan psikologi pada anak.Remaja dengan
gangguan, menurut Hinshaw (2012), cenderung terdiri dari masalah perilaku yang berisiko
Berdasarkan infromasi yang diperoleh dari orang tua dilingkungan kelurahan Pulau
Hiri, orang tua masih menghadapi kendala dalam menerapkan pola asuh yang efektif dalam
mereduksi bentuk-bentuk perilaku kenakalan bullying yang dilakukan oleh remaja. Hal ini
dipengaruhi oleh rendahnya pengetahuan yang dimiliki dan juga keterampilan yang aplikatif
memberikan dukungan secara praksis kepada orang tua dalam menerapkan model pola asuh
yang efektif bagi anak-anak mereka. Selain itu, diharapkan setelah mengikuti kegiatan ini
orang tua memiliki keterampilan yang aplikatif dalam menerapkan pola asuh yang efektif
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka yang menjadi rumusan masalah pada
a. Bagaimana penerapan pola asuh yang diterapkan oleh orang tua di Kelurahan Pulau Hiri?
b. Bagaimana bentuk-bentuk perilaku bullying pada remaja yang terjadi di Kelurahan Pulau
Hiri?
Sesuai dengan topik kegiatan pengabdian pada masyarakat yang dipilih dalam
proposal ini dibatasi pada program pelatihan dan pendampingan penguatan pola asuh orang
tua dalam mengatasi perilaku bullying pada remaja dan bentuk-bentuk perilaku
bullyingremaja dan cara penanganannya di kelurahan Pulau Hiri kecamatan ternate barat kota
ternate
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
dan perubahan fisik, perilaku, kognitif, dan emosional. Sepanjang proses ini, tiap individu
mengembangkan sikap dan nilai yang mengarahkan pilihan, hubungan, dan pengertian
remaja. Kata remaja (adolescence) berasal dari kata adolescere (Latin) yang berarti tumbuh
ke arah kematangan (Muss, 1968 dalam Sarwono, 2011). Istilah kematangan di sini meliputi
konseptual tentang remaja, yang meliputi kriteria biologis, psikologis, dan sosial ekonomi.
2. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak kanak
Hurlock (1990) membagi masa remaja menjadi dua, yaitu masa remaja awal (11/12-
16/17 tahun) dan remaja akhir (16/17-18 tahun). Pada masa remaja akhir, individu sudah
mencapai transisi perkembangan yang lebih mendekati masa dewasa. Masa remaja
merupakan suatu periode penting dari rentang kehidupan, suatu periode transisional, masa
perubahan, masa usia bermasalah, masa dimana individu mencari identitas diri, usia
menyeramkan (dreaded), masa unrealism, dan ambang menuju kedewasaan. (Krori, 2011)
Menurut Hall (Sarwono, 2011), masa remaja merupakan masa “sturm und drang” (topan dan
badai), masa penuh emosi dan adakalanya emosinya meledak-ledak, yang muncul karena
baik bagi si remaja maupun bagi orangtua/ orang dewasa di sekitarnya. Namun emosi yang
menggebu-gebu ini juga bermanfaat bagi remaja dalam upayanya menemukan identitas diri.
untuk menentukan tindakan apa yang kelak akan dilakukannya. Krori (2011) menyatakan
bahwa perubahan sosial yang penting pada masa remaja mencakup meningkatnya pengaruh
teman sebaya (peer group), pola perilaku sosial yang lebih matang, pembuatan kelompok
sosial yang baru, dan munculnya nilai-nilai baru dalam memilih teman dan pemimpin serta
nilai dalam penerimaan sosial. Minat universal paling penting pada masa remaja dapat
digolongkan menjadi 7 kategori, yaitu: (Krori, 2011) Minat rekreasi, Minat pribadi, Minat
sosial, Minat pendidikan, minat vokasional, dan Minat religius serta Minat dalam simbol
status.
pola hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya yang berbeda jenis kelamin
sesuai dengan keyakinan dan etika moral yang berlaku di masyarakat;Mencapai peranan
sosial sesuai dengan jenis kelamin, selaras dengan tuntutan sosial dan kultural
dan menggunakannya secara efektif sesuai dengan kodratnya masing-masing; Menerima dan
masyarakatnya; Mencapai kebebasan emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa
lainnya dan mulai menjadi “diri sendiri”; Mempersiapkan diri untuk mencapai karir (jabatan
dan profesi) tertentu dalam bidang kehidupan ekonomi; Mempersiapkan diri untuk memasuki
dunia perkawinan dan kehidupan berkeluarga; Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika
sebagai pedoman bertingkah laku dan mengembangkan ideologi untuk keperluan kehidupan
kewarganegaraannya.
Perilaku bermasalah remaja dapat dilihat dalam dua dimensi yang dilabelkan sebagai:
larangan vs agresi, sesuatu yang dikontrol secara berlebihan vs kurang terkontrol. Problem
perilaku yang bersifat internal vs eksternal. Problem perilaku yang bersifat internal termasuk
penarikan dari lingkungan sosial dan permasalahan perilaku lainnya. Kenakalan remaja
meliputi semua perilaku yang menyimpang dari norma-norma hukum pidana yang dilakukan
oleh remaja. Perilaku tersebut akan merugikan dirinya sendiri dan orang-orang di sekitarnya.
Masalah kenakalan remaja mulai mendapat perhatian masyarakat secara khusus sejak
terbentuknya peradilan untuk anak-anak nakal (juvenile court) pada 1899 di Illinois,
Amerika Serikat. Santrock "Kenakalan remaja merupakan kumpulan dari berbagai perilaku
remaja yang tidak dapat diterima secara sosial hingga terjadi tindakan kriminal." Ulah para
remaja yang masih dalam tarap pencarian jati diri sering sekali mengusik ketenangan orang
lain.
Heineman (dalam Ponny Retno Astuti, 2008: 20), mengembangkan teori yang
menyebutkan bahwa bullying dianggap sebagai tindakan agresi reaktif. Tindakan agresi
reaktif merupakan aksi yang dilakukan oleh sekelompok anak/orang secara mendadak
sebagai reaksi atas perlakuan atau gangguan orang lain kepada anggota kelompoknya.
Olweus (dalam Ponny Retno Astuti, 2008: 21) menyatakan bahwa bullying merupakan
tindakan agresi proaktif. Tindakan agresi proaktif merupakan tindakan yang sengaja
dilakukan oleh seseorang/kelompok sebagai motivasi awal atau hukuman pada korbannya
untuk mendapatkan balasan. Santrock (2007: 21) mengemukakan bullying sebagai perilaku
verbal dan fisik yang dimaksudkan untuk mengganggu seseorang yang lebih lemah.
Cukup banyak faktor yang melatar belakangi terjadinya kenakalan remaja. Berbagai
faktor yang ada tersebut dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor Internal yaitu Krisis identitas yang berkaitan dengan Perubahan biologis dan
sosiologis pada diri remaja memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi. Pertama,
peran. Kenakalan remaja terjadi karena remaja gagal mencapai masa integrasi kedua. Selain
itu, faktor yang kedua adalah kontrol diri yang lemah yaitu berkaitan dengan
ketidakmampuan dalam mempelajari dan membedakan tingkah laku yang dapat diterima
dengan yang tidak dapat diterima akan terseret pada perilaku 'nakal'.
antara lain:
a. Bullying Fisik Bullying fisik adalah jenis bullying yang kasat mata, karena terjadi sentuhan
fisik antara pelaku bullying dan korbannya. Contoh bullying fisik antara lain: 1) Menampar,
b. Bullying Verbal Bullying Verbal merupakan jenis bullying yang bisa terdeteksi karena bisa
tertangkap indra pendengaran kita. Contoh bullying verbal antara lain:delinkuensi remaja.
Mempermalukan didepan umum “Hei, kamu kan bukan kelompok kita”, menuduh, menebar
gosip, memfitnah.
c. Bullying Mental / Psikologis Bullying Mental / Psikologis adalah yang paling berbahaya
karena tidak tertangkap mata atau telinga kita jika kita tidak cukup awas mendeteksinya.
a. Faktor personal adalah semua karakteristik yang ada pada siswa, termasuk
Faktor personal ini secara konsisten bertahan pada diri siswa setiap waktu
dan situasi. Seperti contoh, siswa yang memiliki self-esteem yang rendah
cenderung mudah marah; b) Adapun faktor situasional yang mempengaruhi siswa dalam
melakukan perilaku bullying, antara lain adalah provokasi, frustasi dan drugs.
Yayasan Semai Jiwa Amini (2008: 14) menyebutkan penyebab atau alasan seseorang
melakukan bullying adalah: a) Pelaku bullying melakukan bullying sebagai kompensasi diri
karena memiliki kepercayaan diri yang rendah, dengan begitu pelaku dapat
label “berkuasa dan besarnya” dia, dan betapa “lemah dan kecilnya” korban; b) Tawa teman-
tersebut, pelaku merasa telah mempunyai selera humor yang tinggi, keren
dan popular; c) Perilaku memiliki kepercayaan diri yang tinggi dan dorongan kuat untuk
orang lain yang mengalami siksaan dan aniaya; d) Sebagai pelampiasan kekesalan dan
bullying supaya memiliki “pengikut” dan kelompok sendiri; f) Takut menjadi korban
bullying, sehingga lebih dahulu mengambil inisiatif sebagai pelaku bullying untuk keamanan
dirinya sendiri; g) Sekedar mengulangi apa yang pernah dilihat dan dialami sendiri; h)
4. Dampak Bullying
negatif bagi korbannya. Berikut ini dampak yang dialami korban bullying
(Novan A.W., 2012: 16): a) Korban mengalami berbagai macam gangguan yang meliputi
Korban akan merasa tidak nyaman, takut, rendah diri, serta tidak
berharga; b) Penyesuaian sosial yang buruk, seperti halnya korban merasa takut ke
sekolah bahkan tidak mau sekolah, menarik diri dari pergaulan; c) Prestasi akademik yang
mempunyai keinginan untuk bunuh diri daripada harus menghadapi tekanan-tekanan berupa
hinaan dan hukuman. Ponny R.A (2008: 11) mengemukakan akibat dari perilaku bullying
pada diri korban timbul perasaan tertekan oleh karena pelaku menguasai
korban. Bagi korban kondisi ini menyebabkan dirinya mengalami kesakitan fisik dan
psikologis, kepercayaan diri (self-esteem) yang merosot, malu, trauma, tidak mampu
menyerang balik, merasa sendiri, serba salah, dan takut sekolah (school phobia). Beberapa
kasus ditemukan bahwa korban kemudian mengasingkan diri dari sekolah atau menderita
Menjadi orang tua adalah merupakan kebahagiaan tersendiri bagi orang dewasa yang
telah melakukan pernikahan. Mengemban amanat yang dititipkan oleh Allah SWT yaitu
memiliki seorang anak yang harus dididik dan dikembangkan dengan baik. Banyak faktor
yang mempengaruhi terbentuknya kepribadian pada anak. Menurut Sigmund Freud dalam
oleh apa yang ia terima pada masa golden age yaitu usia 0-6 tahun pertama kehidupan serta
kemampuan untuk melewati setiap fase perkembangan, apabila seorang anak mendapatkan
pendidikan dan pengasuhan yang baik maka akan mengakibatkan anak memiliki kepribadian
yang baik pada saat dewasa. Lingkungan pertama yang ditemui seorang anak adalah
keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan saudara. Dalam interaksinya seorang anak
mengadaptasi dari apa yang dilihat dan dipelajari di dalam keluarga. Seorang anak yang
dibesarkan oleh keluarga yang memiliki intensitas emosional yang tinggi maka akan
Pengasuhan dan pendidikan yang baik dari keluarga sangat diperlukan dalam
membentuk kepribadian seorang anak. Setiap keluarga memiliki pola asuh yang berbeda
dalam mendidik seorang anak dan biasanya diturunkan oleh pola asuh yang diterima dari
orang tua sebelumnya. Pola asuh dapat didefinisikan sebagai pola interaksi antara anak
dengan orangtua yang meliputi pemenuhan kebutuhan fisik (seperti makan, minum dan lain-
lain) dan kebutuhan psikologis (seperti rasa aman, kasih sayang dan lain -lain), serta
sosialisasi norma-norma yang berlaku di masyarakat agar anak dapat hidup selaras dengan
rangka pendidikan karakter anak. Jadi gaya yang diperankan orang tua dalam
setelah ia menjadi dewasa. Hal ini dikarenakan ciri-ciri dan unsur-unsur watak seorang
kedalam jiwa seorang individu sejak awal, yaitu pada masa ia masih kanak-kanak. Artinya,
perlakuan orang tua kepada anak-anak nya sejak masa kecil akan berdampak pada
perkembangan sosial moralnya dimasa dewasa nya. Perkembangan sosial moral inilah yang
akan membentuk watak sifat dan sikap anak kelak meskipun ada beberapa faktor lain yang
berpengaruh dalam pembentukan sikap anak yang tercermin dalam karakter yang dimiliki
nya. Menurut Megawangi (2003), anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter
apabila dapat tumbuh pada lingkungan yang berkarakter, sehingga fitrah setiap anak yang
dilahirkan suci dapat berkembang segara optimal. Mengingat lingkungan anak bukan saja
lingkungan keluarga yang sifatnya mikro, maka semua pihak baik keluarga, sekolah, media
massa, komunitas bisnis, dan sebagainya turut berpengaruh dalam perkembangan karakter
anak. Dengan kata lain, mengembangkan generasi penerus bangsa yang berkarakter baik
tumbuh dalam keluarga lengkap merasa lebih terpenuhi kasih sayangnya, jumlah anak yang
bermasalah dan mandiri lebih sedikit, serta anak-anak menjadi lebih penurut. Dalam
memberikan pengasuhan dan pendidikan kepada anak, setiap keluarga memiliki pola asuh
yang tidak sama antara satu keluarga dengan keluarga lainnya. Menurut Gunarsa Singgih
dalam buku psikologi remaja, Pola asuh orang tua adalah sikap dan cara orang tua dalam
mempersiapkan anggota keluarga yang Lebih muda termasuk anak supaya dapat mengambil
keputusan sendiri dan bertindak sendiri sehingga mengalami perubahan dari keadaan
bergantung kepada orang tua menjadi berdiri sendiri dan bertanggung jawab sendiri. Monks
dkk memberikan pengertian pola asuh sebagai cara, yaitu ayah dan ibu dalam memberikan
kasih sayang dan cara mengasuh yang mempunyai pengaruh besar bagaimana anak melihat
Penelitian menunjukkan bahwa pola asuh adalah penting dalam upaya menyediakan
suatu model perilaku yang lebih lengkap bagi anak. Peran orang tua dalam mengasuh anak
bukan saja penting untuk menjaga perkembangan jiwa anak dari hal-hal yang negatif,
melainkan juga untuk membentuk karakter dan kepribadiannya agar jadi insan spiritual yang
A. TUJUAN KEGIATAN
keterampilan yang memadai dalam menerapkan pola asuh yang efektif dalam
B. MANFAAT KEGIATAN
bullying remaja.
3. Orang tua memiliki kemampuan yang memadai dalam menerapkan pola asuh yang
pengembangan kemampuan orang tua dalam menerapkan pola asuh yang efektif
kegiatan yang terakhir dan sangat penting adalah paltihan penerapan pola asuh yang
orang tua yang dapat diterapkan oleh para orang tua di kelurahan Pulau Hiri dalam
Harapannya, keterampilan yang dimiliki oleh setiap orang tua ini dapat diterapkan
BAB IV
PELAKSANAAN KEGIATAN
c. Berkoordinasi dengan ketua BKM dan ketua karang taruna kelurahan Pulau Hiri
tim pelaksana.
pengabdian masyarakat.
Oktober 2020 sampai Jumat, 9 Oktober 2020. Kegiatan dihadiri 20 orang tua yang
pertemuan kelurahan Pulau Hiri. Kegiatan pengabdian diawali dengan sambutan dari
Wakil Dekan III FTIK IAIN Ternate Dra. Suryani Hi. Umar, M.Pd., kemudian
kenakalan remaja, dan pelatihan penerapan pola asuh yang efektif dalam mereduksi
kenakalan remaja.
B. KHALAYAK SASARAN
Khalayak sasaran yang dipilih adalah para orang tua di Kelurahan Pulau Hiri yang
dalam menerapkan pola asuh yang efektif dalam mereduksi bentuk-bentuk perilaku
bullying remaja yang berpotensi muncul ataupun dilakukan oleh anak-anak mereka.
Pola asuh yang tepat dalam beniteraksi dengan remaja dapat memudahkan orang tua
A. Kesimpulan
bentuk kenakalan remaja yang muncul sangat membantu orang tua dalam secara
b. Orang tua memiliki kemampuan dasar yang cukup dalam menerapkan beberapa
model pola asuh orang tua yang telah dipelajari melalui kegiatan seminar dan
B. Saran
selanjutnya perlu :
Mengadakan pelatihan dan pendampingan yang sama kepada orang tua yang memiliki
anak-anak pada jenjang usia remaja dengan tema pelatihan yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Loeber, R., (2014). Interaction between conduct disorder and its comorbid behavioral
pathways as mediators of outcome. Journal of Clinical Child conditions: Effects of age
and gender. Clinical Psychology Review, 14(6), 497- Psychology, 30(4), 536-551.523.
Hinshaw, S. P. (1987). On the distinction between attentional deficits/hyperactivity and
outcomes across adolescence. Journal of Abnormal Child Psychology, 26(3), 221-
conduct problems/aggression in child psychopathology. Psychological Bulletin,
232.101(3), 443.
Perrino, T., Coatsworth, J. D., Briones, E., Pantin, H., & Szapocznik, J. (2011). Initial
engagementin parent-centered preventive interventions: A family systems perspective.
Journal of Primary Prevention, 22, 21-44.
Mattessich, P., and R. Hill. 2017. "Life cycle and family development." In M. B. Sussman
&S.K. Steinmetz (Eds.). Handbook of Marriage and the Family: (pp. 437-469). New
York: Plenum Press.
Bronfenbrenner, U. (2010). Ecology of the family as a context for human development:
Research perspectives. Developmental Psychology, 22(6), 723-742.
Achenbach, T. M., & Rescorla, L. A. (2001). Manual for the ASEBA school age forms and
profiles. Burlington, VT: University of Vermont, Research Center for Children, Youth,
& Families.
Dumenci, L., (2002). Ten-year comparisons of problems and competencies for national
samples of youth: Self, parent and teacher reports. Journal of Emotional and Behavioral
Disorders, 10(4), 194-203. doi: 10.1177/10634266020100040101
Deković, M., Buist, K., & Reitz, E. (2016). Stability and changes in problem behavior during
adolescence: Latent growth analysis. Journal of Youth and Adolescence, 33(1), 1-
12. doi: 10.1023/A:1027305312204
Santrock, J.W. (2007). Remaja (edisi 11). Jakarta: Erlangga.
Kode Harga
Uraian Suboutput/Komponen/ Subkomponen/detil Volume
Akun Satuan
Pelatihan dan Pendampingan Penguatan Pola Asuh Orang Tua dalam REALISASI
ANGGARAN
Ket.
Mengatasi Kenakalan Remaja, Bentuk-Bentuk Perilaku Kenakalan
Remaja dan Cara Penanganannya di Kelurahan Pulau Hiri Kecamatan
Ternate Barat Kota Ternate
52121
1 Belanja Bahan 8,800,000
O
1
a. Belanja ATK Panitia K 700,000 700,000
O
1
b. Belanja ATK Peserta K 950,000 950,000
O
2
c. Biaya Publikasi K 1,200.000 2.400.000
5 O
d. Cetak Sertifikat 0 K 20,000 1,000,000
5 O
e. Konsumsi Tim dan Peserta Pelatihan (50 ORG x 2 Hari x 1 Keg) 0 K 25,000 2,500,000
5 O
f. Snack Peserta Pelatihan 50 ORG x 2 Hari x 1 Keg) 0 K 13,000 1,300.000
52411
3 Belanja Perjalanan Dinas Paket Meeting dalam Kota 1,100,000
1 O
a. Transportasi Tim (5 Org x 2 har x 1 Keg) 0 K 110,000 1,100,000
9.950.000
Ketua
Tim
Mawardi Djamaludin, M.Pd
NIP. 199305312019031007