Anda di halaman 1dari 27

PROPOSAL KEGIATAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

PELATIHAN DAN PENDAMPINGANPENGUATAN POLA ASUH ORANG TUA

DALAM MENGATASI BULLYING PADA REMAJA, BENTUK-BENTUK

PERILAKU BULLYING REMAJA DAN CARA PENANGANANNYA DI PULAU

HIRI KECAMATAN PULAU TERNATE

PELAKSANA

DTPS BKPI

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) TERNATE
2022
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
1. Judul : Pelatihan dan Pendampingan Penguatan Pola Asuh Orang Tua
dalam Mengatasi Kenakalan Remaja dan Bentuk-Bentuk
Perilaku Kenakalan Remaja serta Cara Penanganannya di
Kelurahan Pulau Hiri Kecamatan Ternate Barat Kota
2. Ketua : MAWARDI DJAMALUDIN, M.Pd
ANGGOTA : DTPS PRODI

3. Alamat : Jln. Tolire. Kode Pos, : 97751. Kelurahan,Pulau Hiri. Kec.


Ternate Barat, Kota Ternate.
4. Waktu Kegiatan : 8 dan 9 Oktober 2020
5. Bentuk Kegiatan : Pengabdian Kepada Masyarakat
6. Sifat Kegiatan : Presentasi dan Diskusi
7. Sumber Daya : DIPA IAIN TERNATE

Mengetahui

Dekan Ketua Pelaksana

Dr. Radjiman Ismail, M.Pd. Dra. Suryani Hi. Umar, M.Pd.

Mengetahui

Ketua LPPM

Dr. Usman Ilyas, M.Pd


RINGKASAN MATERI

Penguatan Pola Asuh Orang Tua dalam Mengatasi Kenakalan bulliying:

1. Konsep dasar dan ruang lingkup pola asuh orang tua.

2. Penguatan Pola Asuh Orang Tua.

3. Bentuk-bentuk kenakalan buliyying dewasa ini.

4. Berlatih mengidentifikasi perilaku bullying remaja

Bentuk-Bentuk Perilaku bullying pada Remaja serta Cara Penanganannya Sumber Belajar

1. Mengenal Gawai sebagai salah satu sumber proses pembentukan perilaku negatif pada

remaja.

2. Mengidentifikasi bentuk-bentuk bullying pada remaja yang sering terjadi

3. Menoptimalkan peran otak dalam membentuk perilaku positif.


TIM PELAKSANA KEGIATAN

PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

1. Ketua : Mawardi Djamaludin, M.Pd

NIP :199305312019031007

2. ANGGOTA : DTPS BKPI


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada IIahi Robbi, karena atas rahmat dan karuniaNYA,

kami dapat melaksanakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat melalui kegiatan

workshop bertema pelatihan dan pendampingan penguatan pola asuh orang tua dalam

mengatasi perilaku Bullying pada remaja dan bentuk-bentuk perilaku kenakalan remaja dan

cara penanganannya di kelurahan Pulau Hiri kecamatan ternate barat kota ternate dapat

terlaksana dengan baik.

Pengabdian kepada masyarakat ini merupakan perwujudan salah satu Tri Dharma

Perguruan tinggi yang dilaksanakan oleh civitas akademika Program Studi Bimbingan dan

Konseling Pendidikan Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Ternate. Kegiatan

ini akan dilaksanakan pada tanggal 8 dan 9 Oktober 2022 di balai pertemuan kelurahan Pulau

Hiri. Materi seminar dan workshop ini dipilih karena masih banyak didapati kelurahan dari

orang tua dalam menerapkan pola asuh yang efektif dalam mereduksi bentuk-bentuk bullying

remaja yang seringkali muncul. Oleh karena itu, kami mengadakan kegiatan pengabdian

kepada masyarakat dengan tema pelatihan dan pendampingan penguatan pola asuh orang tua

dalam mengatasi perilaku bullying remaja dan bentuk-bentuk perilaku kenakalan remaja dan

cara penanganannya di kelurahan Pulau Hiri kecamatan ternate barat kota ternate.

Dalam kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-sebesarnya

kepada :

1. Ketua LPPMP IAIN Ternate yang telah memberikan kemudahan dalam pelaksanaan

pengabdian masyarakat.

2. Dekan FTIK IAIN Ternate yang telah memberikan fasilitas dalam kegiatan pengabdian

ini.

3. Ketua Jurusan Tarbiyah dan dosen yang telah memberikan dukungan dan membantu

kelancaran pelaksanaan kegiatan pengabdian ini.


4. Kepala Kelurahan, ketua KBM, dan ketua karang taruna kelurahan Pulau Hiri serta

seluruh peserta kegiatan PKM

Akhir kata semoga kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini dapat bermanfaat bagi

peningkatan kualitas pola asuh orang tua dalam lingkungan keluarga, khususnya peningkatan

pemahaman terhadap bentuk-bentuk kenakalan remaja beserta cara penaganannya.

Ternate, 19 February 2022

Ketua Pelaksana

Mawardi Djamaludin, M.Pd.


BAB I

PENDAHULUAN

A. Analisis Masalah

Tindakan antisosial remaja kita selalu menarik perhatian publik terutama karena

dimuat dalam berbagai platform media yang dapat diakses dengan mudah oleh oleh

masyarakat. Meskipun hanya sebagian kecil dari remaja kita yang terlibat dalam aktivitas

negatif, terutama dalam kejahatan besar, tindakan nakal salah satunya dalam bentuk bullying

mereka membutuhkan perhatian kita yang mendesak karena mereka adalah masa depan

kita.Anak-anak adalah aset dan sumber daya nasional terbesar. Anak-anak harus dibiarkan

dan diberi kesempatan untuk tumbuh menjadi warga negara yang kuat, bugar secara fisik,

waspada secara mental dan sehat secara moral, diberkahi dengan keterampilan dan aktivasi

yang dibutuhkan oleh masyarakat. Kesempatan yang sama untuk perkembangan bagi semua

anak selama masa pertumbuhan harus disediakan untuk mengurangi ketidaksetaraan dan

memastikan keadilan sosial, yang pada gilirannya akan berfungsi sebagai alat yang efektif

untuk mengekang kenakalan pada remaja. Anak-anak diharapkan menjadi penurut, hormat

dan menyerap keutamaan dan kualitas yang baik dalam diri mereka. Karena berbagai alasan,

anak-anak tidak mengikuti diktum sosial dan hukum yang mapan.

Masalah perilaku eksternalisasi didefinisikan sebagai perilaku yang bermasalah secara

social yang terdiri dari perilaku agresif dan nakal (seperti berkelahi, vandalisme, mencuri,

berbohong, dan perilaku melanggar aturan lainnya) (Dumenci, 2018). Masalah perilaku

internal didefinisikan sebagai gejala kecemasan dan gejala afektif (seperti khawatir, sedih,

putus asa, gejala fisik, dll) (Dekovic, Buist, & Reitz, 2016). Studi longitudinal dan cross-

sectional telah menunjukkan bahwa masalah perilaku biasanya dimulai pada usia 12 tahun

dan meningkat menjadi remaja pertengahan (Achenbach & Rescorla, 2015). usia 16/17 tahun,
sebagai puncak dari masalah perilaku pada remaja (Kovacs & Devlin, 1998). Perkiraan

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO, 2001) menunjukkan bahwa hingga 20% remaja

memiliki satu atau lebih masalah perilaku.Masalah eksternalisasi memiliki banyak

konsekuensi, beberapa di antaranya sangat serius. Agresi awal, misalnya, dikaitkan dengan

pertengkaran yang sering terjadi di masa remaja, keyakinan saat dewasa, penolakan teman

sebaya, dan kegagalan di sekolah. Selain itu konsekuensi dari masalah internalisasi pada

remaja yang meliputi putus sekolah, penyalahgunaan narkoba, dan bunuh diri.

Dalam menghadapi kondisi kompleks yang dialami oleh remaja, maka diperukan

peran optimal dari lingkungan keluarga secara optimal. Keluarga merupakan faktor penting

dalam perkembangan psikososial seorang individu. Menurut pendekatan sistem ekologi dan

sosial, keluarga dan sekolah merupakan lembaga sosialisasi yang penting (Bronfenbrenner,

1986). Masa remaja adalah masa berkembangnya kerentanan dan peluang yang menyertai

meluasnya keterpaparan sosial dan geografis terhadap kehidupan di luar sekolah atau

keluarga, tetapi dimulai dengan keluarga. Keluarga adalah kelompok yang terkait dengan

kekerabatan, tempat tinggal, atau keterikatan emosional yang dekat dan mereka menampilkan

empat fitur sistemik - saling ketergantungan yang intim, pemeliharaan batas selektif,

kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan dan mempertahankan identitas mereka dari

waktu ke waktu, dan kinerja tugas keluarga (Mattessich & Hill 2017 ).Faktor-faktor dalam

ekologi sosial remaja membantu mengarahkan remaja ke arah hasil positif (misalnya,

mengarahkan diri sendiri, orientasi masa depan) atau negatif (misalnya, masalah perilaku).

Dikatakan bahwa konteks keluarga memberikan pengaruh sosial yang paling kuat pada

perkembangan remaja (Perrino, Coatsworth, Briones, Pantin, & Szapocznik, 2011). Ada

hubungan yang kuat antara fungsi keluarga dan perilaku individu. Keluarga bertanggung

jawab untuk mendukung, melindungi dan membimbing anak.ikatan antara ibu dan anak

merupakan salah satu faktor dalam perkembangan psikologi pada anak.Remaja dengan
gangguan, menurut Hinshaw (2012), cenderung terdiri dari masalah perilaku yang berisiko

mengalami berbagai masalah pada perilaku agresif, hiperaktif, dan mengganggu.

Eksternalisasi fungsi akademik, sosial dan sehari-hari (Loeber, 2014)

Berdasarkan infromasi yang diperoleh dari orang tua dilingkungan kelurahan Pulau

Hiri, orang tua masih menghadapi kendala dalam menerapkan pola asuh yang efektif dalam

mereduksi bentuk-bentuk perilaku kenakalan bullying yang dilakukan oleh remaja. Hal ini

dipengaruhi oleh rendahnya pengetahuan yang dimiliki dan juga keterampilan yang aplikatif

dalam menerapkan strategi-strategi pengubahan tingkah laku yang positif.

Melihat kenyataan di atas, diperlukan beberapa solusi sebagai alternatif untuk

memberikan dukungan secara praksis kepada orang tua dalam menerapkan model pola asuh

yang efektif bagi anak-anak mereka. Selain itu, diharapkan setelah mengikuti kegiatan ini

orang tua memiliki keterampilan yang aplikatif dalam menerapkan pola asuh yang efektif

dalam mereduksi bentuk-bentuk kenakalan yang muncul pada diri remaja.

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka yang menjadi rumusan masalah pada

kegiatan PKM ini adalah :

a. Bagaimana penerapan pola asuh yang diterapkan oleh orang tua di Kelurahan Pulau Hiri?

b. Bagaimana bentuk-bentuk perilaku bullying pada remaja yang terjadi di Kelurahan Pulau

Hiri?

c. Bagaimana pola asuh yang efektif mereduksi perilaku bullying remaja?

Sesuai dengan topik kegiatan pengabdian pada masyarakat yang dipilih dalam

proposal ini dibatasi pada program pelatihan dan pendampingan penguatan pola asuh orang

tua dalam mengatasi perilaku bullying pada remaja dan bentuk-bentuk perilaku
bullyingremaja dan cara penanganannya di kelurahan Pulau Hiri kecamatan ternate barat kota

ternate

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Karaktrtistik Perkembangan Remaja

Perkembangan manusia merupakan suatu proses sepanjang kehidupan dari pertumbuhan

dan perubahan fisik, perilaku, kognitif, dan emosional. Sepanjang proses ini, tiap individu

mengembangkan sikap dan nilai yang mengarahkan pilihan, hubungan, dan pengertian

(understanding) (Huberman, 2002).Salah satu periode dalam perkembangan adalah masa

remaja. Kata remaja (adolescence) berasal dari kata adolescere (Latin) yang berarti tumbuh

ke arah kematangan (Muss, 1968 dalam Sarwono, 2011). Istilah kematangan di sini meliputi

kematangan fisik maupun sosial-psikologis.Pada tahun 1974, WHO memberikan definisi

konseptual tentang remaja, yang meliputi kriteria biologis, psikologis, dan sosial ekonomi.

Menurut WHO (Sarwono, 2011), remaja adalah suatu masa di mana:

1. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual

sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual. (kriteria biologis)

2. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak kanak

menjadi dewasa. (kriteria sosial-psikologis)

3. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan

yang relatif lebih mandiri. (kriteria sosial-ekonomi)

Hurlock (1990) membagi masa remaja menjadi dua, yaitu masa remaja awal (11/12-

16/17 tahun) dan remaja akhir (16/17-18 tahun). Pada masa remaja akhir, individu sudah

mencapai transisi perkembangan yang lebih mendekati masa dewasa. Masa remaja

merupakan suatu periode penting dari rentang kehidupan, suatu periode transisional, masa
perubahan, masa usia bermasalah, masa dimana individu mencari identitas diri, usia

menyeramkan (dreaded), masa unrealism, dan ambang menuju kedewasaan. (Krori, 2011)

Menurut Hall (Sarwono, 2011), masa remaja merupakan masa “sturm und drang” (topan dan

badai), masa penuh emosi dan adakalanya emosinya meledak-ledak, yang muncul karena

adanya pertentangan nilai-nilai. Emosi yang menggebu-gebu ini adakalanya menyulitkan,

baik bagi si remaja maupun bagi orangtua/ orang dewasa di sekitarnya. Namun emosi yang

menggebu-gebu ini juga bermanfaat bagi remaja dalam upayanya menemukan identitas diri.

Reaksi orang-orang di sekitarnya akan menjadi pengalaman belajar bagi si remaja

untuk menentukan tindakan apa yang kelak akan dilakukannya. Krori (2011) menyatakan

bahwa perubahan sosial yang penting pada masa remaja mencakup meningkatnya pengaruh

teman sebaya (peer group), pola perilaku sosial yang lebih matang, pembuatan kelompok

sosial yang baru, dan munculnya nilai-nilai baru dalam memilih teman dan pemimpin serta

nilai dalam penerimaan sosial. Minat universal paling penting pada masa remaja dapat

digolongkan menjadi 7 kategori, yaitu: (Krori, 2011) Minat rekreasi, Minat pribadi, Minat

sosial, Minat pendidikan, minat vokasional, dan Minat religius serta Minat dalam simbol

status.

Menurut Havighurst (Hurlock, 1990), tugas perkembagan remaja meliputi: Mencapai

pola hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya yang berbeda jenis kelamin

sesuai dengan keyakinan dan etika moral yang berlaku di masyarakat;Mencapai peranan

sosial sesuai dengan jenis kelamin, selaras dengan tuntutan sosial dan kultural

masyarakatnya; Menerima kesatuan organ-organ tubuh/ keadaan fisiknya sebagai pria/wanita

dan menggunakannya secara efektif sesuai dengan kodratnya masing-masing; Menerima dan

mencapai tingkah laku sosial tertentu yang bertanggung jawab di tengah-tengah

masyarakatnya; Mencapai kebebasan emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa

lainnya dan mulai menjadi “diri sendiri”; Mempersiapkan diri untuk mencapai karir (jabatan
dan profesi) tertentu dalam bidang kehidupan ekonomi; Mempersiapkan diri untuk memasuki

dunia perkawinan dan kehidupan berkeluarga; Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika

sebagai pedoman bertingkah laku dan mengembangkan ideologi untuk keperluan kehidupan

kewarganegaraannya.

2. Perilaku Bullying Remaja

Perilaku bermasalah remaja dapat dilihat dalam dua dimensi yang dilabelkan sebagai:

larangan vs agresi, sesuatu yang dikontrol secara berlebihan vs kurang terkontrol. Problem

perilaku yang bersifat internal vs eksternal. Problem perilaku yang bersifat internal termasuk

penarikan dari lingkungan sosial dan permasalahan perilaku lainnya. Kenakalan remaja

meliputi semua perilaku yang menyimpang dari norma-norma hukum pidana yang dilakukan

oleh remaja. Perilaku tersebut akan merugikan dirinya sendiri dan orang-orang di sekitarnya.

Masalah kenakalan remaja mulai mendapat perhatian masyarakat secara khusus sejak

terbentuknya peradilan untuk anak-anak nakal (juvenile court) pada 1899 di Illinois,

Amerika Serikat. Santrock "Kenakalan remaja merupakan kumpulan dari berbagai perilaku

remaja yang tidak dapat diterima secara sosial hingga terjadi tindakan kriminal." Ulah para

remaja yang masih dalam tarap pencarian jati diri sering sekali mengusik ketenangan orang

lain.

Heineman (dalam Ponny Retno Astuti, 2008: 20), mengembangkan teori yang

menyebutkan bahwa bullying dianggap sebagai tindakan agresi reaktif. Tindakan agresi

reaktif merupakan aksi yang dilakukan oleh sekelompok anak/orang secara mendadak

sebagai reaksi atas perlakuan atau gangguan orang lain kepada anggota kelompoknya.

Olweus (dalam Ponny Retno Astuti, 2008: 21) menyatakan bahwa bullying merupakan

tindakan agresi proaktif. Tindakan agresi proaktif merupakan tindakan yang sengaja

dilakukan oleh seseorang/kelompok sebagai motivasi awal atau hukuman pada korbannya

untuk mendapatkan balasan. Santrock (2007: 21) mengemukakan bullying sebagai perilaku
verbal dan fisik yang dimaksudkan untuk mengganggu seseorang yang lebih lemah.

Sedangkan bullying adalah sebuah situasi dimana terjadinya penyalahgunaan

kekuatan/kekuasaan yang dilakukan oleh seseorang / sekelompok (Yayasan Semai Jiwa

Amini, 2008: 2).

Cukup banyak faktor yang melatar belakangi terjadinya kenakalan remaja. Berbagai

faktor yang ada tersebut dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor Internal yaitu Krisis identitas yang berkaitan dengan Perubahan biologis dan

sosiologis pada diri remaja memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi. Pertama,

terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya. Kedua, tercapainya identitas

peran. Kenakalan remaja terjadi karena remaja gagal mencapai masa integrasi kedua. Selain

itu, faktor yang kedua adalah kontrol diri yang lemah yaitu berkaitan dengan

ketidakmampuan dalam mempelajari dan membedakan tingkah laku yang dapat diterima

dengan yang tidak dapat diterima akan terseret pada perilaku 'nakal'.

Yayasan Semai Jiwa Amini (2008: 2) mengemukakan aspek-aspek perilaku bullying

antara lain:

a. Bullying Fisik Bullying fisik adalah jenis bullying yang kasat mata, karena terjadi sentuhan

fisik antara pelaku bullying dan korbannya. Contoh bullying fisik antara lain: 1) Menampar,

menjegal, merampas atau mengambil uang/ barang secara paksa.

2) Melempar dengan barang, menghukum dengan berlari keliling lapangan, menghukum

dengan cara push up.

b. Bullying Verbal Bullying Verbal merupakan jenis bullying yang bisa terdeteksi karena bisa

tertangkap indra pendengaran kita. Contoh bullying verbal antara lain:delinkuensi remaja.

Memaki “Goblok!”, menghina “Gendut!”, menjuluki “Si Culun”, meneriaki, menyoraki.

Mempermalukan didepan umum “Hei, kamu kan bukan kelompok kita”, menuduh, menebar

gosip, memfitnah.
c. Bullying Mental / Psikologis Bullying Mental / Psikologis adalah yang paling berbahaya

karena tidak tertangkap mata atau telinga kita jika kita tidak cukup awas mendeteksinya.

Contoh bullying mental/psikologis antara lain: 1) Memandang sinis dan mengucilkan

seseorang; 2) Mempermalukan di depan umum dan melakukan teror

3. Faktor Penyebab Bullying

Beberapa faktor diyakini menjadi penyebab terjadinya perilaku

bullying di kalangan siswa SMA. Anderson dan Bushman (dalam Irvan

Usman, 2002) mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi

terjadinya perilaku bullying meliputi faktor personal dan faktor situasional.

a. Faktor personal adalah semua karakteristik yang ada pada siswa, termasuk

sifat-sifat kepribadian, sikap dan kecenderungan genetik atau bawaan.

Faktor personal ini secara konsisten bertahan pada diri siswa setiap waktu

dan situasi. Seperti contoh, siswa yang memiliki self-esteem yang rendah

cenderung mudah marah; b) Adapun faktor situasional yang mempengaruhi siswa dalam

melakukan perilaku bullying, antara lain adalah provokasi, frustasi dan drugs.

Yayasan Semai Jiwa Amini (2008: 14) menyebutkan penyebab atau alasan seseorang

melakukan bullying adalah: a) Pelaku bullying melakukan bullying sebagai kompensasi diri

karena memiliki kepercayaan diri yang rendah, dengan begitu pelaku dapat

menutupi rasa kurang percaya dirinya dengan melakukan bullying. Pelaku

dapat merasakan kepuasan apabila dia “berkuasa” dikalangan teman

sebayanya. Melakukan bullying dapat membuat seorang pelaku mendapat

label “berkuasa dan besarnya” dia, dan betapa “lemah dan kecilnya” korban; b) Tawa teman-

teman sekelompok saat pelaku mempermainkan korban,

membuat pelaku merasa tersanjung karena melalui tawa teman-temannya

tersebut, pelaku merasa telah mempunyai selera humor yang tinggi, keren
dan popular; c) Perilaku memiliki kepercayaan diri yang tinggi dan dorongan kuat untuk

melakukan bullying pada seseorang karena pelaku tidak pernah dididik

untuk memiliki empati terhadap orang lain, untuk merasakan perasaan

orang lain yang mengalami siksaan dan aniaya; d) Sebagai pelampiasan kekesalan dan

kekecewaan; e) Pelaku perasa tidak mempunyai teman, sehingga pelaku melakukan

bullying supaya memiliki “pengikut” dan kelompok sendiri; f) Takut menjadi korban

bullying, sehingga lebih dahulu mengambil inisiatif sebagai pelaku bullying untuk keamanan

dirinya sendiri; g) Sekedar mengulangi apa yang pernah dilihat dan dialami sendiri; h)

Sebuah tradisi dalam suatu lingkungan.

4. Dampak Bullying

Bullying merupakan bentuk agresivitas yang memiliki dampak paling

negatif bagi korbannya. Berikut ini dampak yang dialami korban bullying

(Novan A.W., 2012: 16): a) Korban mengalami berbagai macam gangguan yang meliputi

kesejahteraan psikologis yang rendah (low psychological well-being).

Korban akan merasa tidak nyaman, takut, rendah diri, serta tidak

berharga; b) Penyesuaian sosial yang buruk, seperti halnya korban merasa takut ke

sekolah bahkan tidak mau sekolah, menarik diri dari pergaulan; c) Prestasi akademik yang

menurun karena mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi dalam belajar, bahkan

mempunyai keinginan untuk bunuh diri daripada harus menghadapi tekanan-tekanan berupa

hinaan dan hukuman. Ponny R.A (2008: 11) mengemukakan akibat dari perilaku bullying

pada diri korban timbul perasaan tertekan oleh karena pelaku menguasai

korban. Bagi korban kondisi ini menyebabkan dirinya mengalami kesakitan fisik dan

psikologis, kepercayaan diri (self-esteem) yang merosot, malu, trauma, tidak mampu

menyerang balik, merasa sendiri, serba salah, dan takut sekolah (school phobia). Beberapa
kasus ditemukan bahwa korban kemudian mengasingkan diri dari sekolah atau menderita

ketakutan social (social phobia) bahkan cenderung ingin bunuh diri.

Pola Asuh Orang Tua

Menjadi orang tua adalah merupakan kebahagiaan tersendiri bagi orang dewasa yang

telah melakukan pernikahan. Mengemban amanat yang dititipkan oleh Allah SWT yaitu

memiliki seorang anak yang harus dididik dan dikembangkan dengan baik. Banyak faktor

yang mempengaruhi terbentuknya kepribadian pada anak. Menurut Sigmund Freud dalam

teori Psikoanalisa menyebutkan bahwa perkembangan kepribadian seorang anak dipengaruhi

oleh apa yang ia terima pada masa golden age yaitu usia 0-6 tahun pertama kehidupan serta

kemampuan untuk melewati setiap fase perkembangan, apabila seorang anak mendapatkan

pendidikan dan pengasuhan yang baik maka akan mengakibatkan anak memiliki kepribadian

yang baik pada saat dewasa. Lingkungan pertama yang ditemui seorang anak adalah

keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan saudara. Dalam interaksinya seorang anak

mengadaptasi dari apa yang dilihat dan dipelajari di dalam keluarga. Seorang anak yang

dibesarkan oleh keluarga yang memiliki intensitas emosional yang tinggi maka akan

mempengaruhi kecerdasan emosionalnya ketika ia dewasa.

Pengasuhan dan pendidikan yang baik dari keluarga sangat diperlukan dalam

membentuk kepribadian seorang anak. Setiap keluarga memiliki pola asuh yang berbeda

dalam mendidik seorang anak dan biasanya diturunkan oleh pola asuh yang diterima dari

orang tua sebelumnya. Pola asuh dapat didefinisikan sebagai pola interaksi antara anak

dengan orangtua yang meliputi pemenuhan kebutuhan fisik (seperti makan, minum dan lain-

lain) dan kebutuhan psikologis (seperti rasa aman, kasih sayang dan lain -lain), serta

sosialisasi norma-norma yang berlaku di masyarakat agar anak dapat hidup selaras dengan

lingkungannya (Latifah, 2015).


Dengan kata lain, pola asuh juga meliputi pola interaksi orang tua dengan anak dalam

rangka pendidikan karakter anak. Jadi gaya yang diperankan orang tua dalam

mengembangkan karakter anak sangat penting, apakah ia otoriter, demokratis atau

permisif.Bentuk-bentuk pola asuh orang tua mempengaruhi pembentukan kepribadian anak

setelah ia menjadi dewasa. Hal ini dikarenakan ciri-ciri dan unsur-unsur watak seorang

individu dewasa sebenarnya jauh sebelumnya benih-benihnya sudah ditanam tumbuhkan

kedalam jiwa seorang individu sejak awal, yaitu pada masa ia masih kanak-kanak. Artinya,

perlakuan orang tua kepada anak-anak nya sejak masa kecil akan berdampak pada

perkembangan sosial moralnya dimasa dewasa nya. Perkembangan sosial moral inilah yang

akan membentuk watak sifat dan sikap anak kelak meskipun ada beberapa faktor lain yang

berpengaruh dalam pembentukan sikap anak yang tercermin dalam karakter yang dimiliki

nya. Menurut Megawangi (2003), anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter

apabila dapat tumbuh pada lingkungan yang berkarakter, sehingga fitrah setiap anak yang

dilahirkan suci dapat berkembang segara optimal. Mengingat lingkungan anak bukan saja

lingkungan keluarga yang sifatnya mikro, maka semua pihak baik keluarga, sekolah, media

massa, komunitas bisnis, dan sebagainya turut berpengaruh dalam perkembangan karakter

anak. Dengan kata lain, mengembangkan generasi penerus bangsa yang berkarakter baik

adalah tanggung jawab semua pihak.

Hasil pendidikan karakter dalam keluarga menunjukkan bahwa anak-anak yang

tumbuh dalam keluarga lengkap merasa lebih terpenuhi kasih sayangnya, jumlah anak yang

bermasalah dan mandiri lebih sedikit, serta anak-anak menjadi lebih penurut. Dalam

memberikan pengasuhan dan pendidikan kepada anak, setiap keluarga memiliki pola asuh

yang tidak sama antara satu keluarga dengan keluarga lainnya. Menurut Gunarsa Singgih

dalam buku psikologi remaja, Pola asuh orang tua adalah sikap dan cara orang tua dalam

mempersiapkan anggota keluarga yang Lebih muda termasuk anak supaya dapat mengambil
keputusan sendiri dan bertindak sendiri sehingga mengalami perubahan dari keadaan

bergantung kepada orang tua menjadi berdiri sendiri dan bertanggung jawab sendiri. Monks

dkk memberikan pengertian pola asuh sebagai cara, yaitu ayah dan ibu dalam memberikan

kasih sayang dan cara mengasuh yang mempunyai pengaruh besar bagaimana anak melihat

dirinya dan lingkungannya.

Penelitian menunjukkan bahwa pola asuh adalah penting dalam upaya menyediakan

suatu model perilaku yang lebih lengkap bagi anak. Peran orang tua dalam mengasuh anak

bukan saja penting untuk menjaga perkembangan jiwa anak dari hal-hal yang negatif,

melainkan juga untuk membentuk karakter dan kepribadiannya agar jadi insan spiritual yang

selalu taat menjalankan agamanya.


BAB III

TUJUAN, MANFAAT DAN KERANGKA PEMECAHAN MASALAH

A. TUJUAN KEGIATAN

Adapun tujuan dari kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini adalah :

1. Memberikan pengetahuan dan kesadaran terhadap orang tua tentang karakteristik

remaja dan bentuk-bentuk perilaku kenakalan remaja yang berpotensi terjadi.

2. Melatih dan memberikan pendampingan kepada orang tua berkaitan dengan

keterampilan yang memadai dalam menerapkan pola asuh yang efektif dalam

mencegah maupun mengatasi perilaku kenakalan remaja.

B. MANFAAT KEGIATAN

Kegiatan pengadian ini memiliki beberapa manfaat sebagai berikut :

1. Memberikan informasi yang akurat tentang karakteristik remaja

2. Memberikan pengatahuan yang memadai dalam mengidentifikasi bentuk-bentuk

bullying remaja.

3. Orang tua memiliki kemampuan yang memadai dalam menerapkan pola asuh yang

efektif dalam mengatasi berbagaimacam bentuk perilaku bullying remaja.

C. KERANGKA PEMECAHAN MASALAH

Alternatif pemecahan masalah dilakukan dengan mengadakan kegiatan pelatihan

pengembangan kemampuan orang tua dalam menerapkan pola asuh yang efektif

dalam mengatasi bentuk-bentuk kenakalan remaja. Selama berlangsungnya kegiatan

pemateri menyajikan berbagai informasi tentang karakteristik perkembangan remaja,

bentuk-bentuk perilaku yang dikategorikan sebagai kenakalan remaja dan dilanjutkan

dengan kegiatan diskusi membahas materi yang telah disampaikan, kemudian

kegiatan yang terakhir dan sangat penting adalah paltihan penerapan pola asuh yang

efektif dalam mereduksi perilaku kenakalan remaja. Selama kegiatan pelatihan,


trainer memberikan materi tentang pendekatan-pendekatan dalam model pola asuh

orang tua yang dapat diterapkan oleh para orang tua di kelurahan Pulau Hiri dalam

mereduksi bentuk-bentuk kenakalan remaja yang dilakukan oleh anak-anak mereka.

Harapannya, keterampilan yang dimiliki oleh setiap orang tua ini dapat diterapkan

dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam berinteraksi dengan anka-anaknya.

BAB IV
PELAKSANAAN KEGIATAN

A. REALISASI PEMECAHAN MASALAH

1. Persiapan Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat

Sebelum kegiatan dilaksanakan maka dilakukan persiapan-persiapan sebagai berikut :

a. Melakukan pengamatan dan wawancara dalam rangka menilai kebutuhan yang

mendasar dari masyarakat kelurahan Pulau Hiri yang berkaitan dengan

pengembangan kajian keilmuan dari prodi BKPI.

b. Mengajukan izin kepada pihak kelurahan untuk melaksanakan kegiatan PKM

c. Berkoordinasi dengan ketua BKM dan ketua karang taruna kelurahan Pulau Hiri

untuk mengudang peserta pelatihan

d. Menentukan waktu pelaksanaan dan lamanya kegiatan pengabdian bersama-sama

tim pelaksana.

e. Menentukan dan mempersiapkan materi yang akan disampaikan dalam kegiatan

pengabdian masyarakat.

2. Pelaksanaan Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat

Pelaksanaan kegiatan pengabdian direncanakan berlangsung pada hari Kamis, 8

Oktober 2020 sampai Jumat, 9 Oktober 2020. Kegiatan dihadiri 20 orang tua yang

berasal dari kelurahan Pulau Hiri. Kegiatan pengabdian berlangsung di balai

pertemuan kelurahan Pulau Hiri. Kegiatan pengabdian diawali dengan sambutan dari

Wakil Dekan III FTIK IAIN Ternate Dra. Suryani Hi. Umar, M.Pd., kemudian

dilanjutkan dengan penyampaian materi tentang karakteristik remaja, bentuk-bentuk

kenakalan remaja, dan pelatihan penerapan pola asuh yang efektif dalam mereduksi

kenakalan remaja.

B. KHALAYAK SASARAN
Khalayak sasaran yang dipilih adalah para orang tua di Kelurahan Pulau Hiri yang

berjumlah 20 orang tua yang memiliki anak pada usia remaja.

C. RELEVANSI BAGI ORANG TUA

Kegiatan pengabdian ini memiliki relevansi dengan kebutuhan orang tua

dalam menerapkan pola asuh yang efektif dalam mereduksi bentuk-bentuk perilaku

bullying remaja yang berpotensi muncul ataupun dilakukan oleh anak-anak mereka.

Pola asuh yang tepat dalam beniteraksi dengan remaja dapat memudahkan orang tua

dalam memberikan pendidikan yang optimal bagi anak-anak mereka.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kegiatan pengabdian kepda masyarakat ini dapat disimpulkan bahwa :

a. Kemampuan yang memadai dan keakuratan dalam mengidentifikasi bentuk-

bentuk kenakalan remaja yang muncul sangat membantu orang tua dalam secara

lebih mendalam karakteristik remaja ataupun anak-anak mereka.

b. Orang tua memiliki kemampuan dasar yang cukup dalam menerapkan beberapa

model pola asuh orang tua yang telah dipelajari melalui kegiatan seminar dan

workshop sebagai rangkaian dari kegiatan PKM.

B. Saran

Mengingat besarnya manfaat kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini, maka

selanjutnya perlu :

Mengadakan pelatihan dan pendampingan yang sama kepada orang tua yang memiliki

anak-anak pada jenjang usia remaja dengan tema pelatihan yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA

Loeber, R., (2014). Interaction between conduct disorder and its comorbid behavioral
pathways as mediators of outcome. Journal of Clinical Child conditions: Effects of age
and gender. Clinical Psychology Review, 14(6), 497- Psychology, 30(4), 536-551.523.
Hinshaw, S. P. (1987). On the distinction between attentional deficits/hyperactivity and
outcomes across adolescence. Journal of Abnormal Child Psychology, 26(3), 221-
conduct problems/aggression in child psychopathology. Psychological Bulletin,
232.101(3), 443.
Perrino, T., Coatsworth, J. D., Briones, E., Pantin, H., & Szapocznik, J. (2011). Initial
engagementin parent-centered preventive interventions: A family systems perspective.
Journal of Primary Prevention, 22, 21-44.
Mattessich, P., and R. Hill. 2017. "Life cycle and family development." In M. B. Sussman
&S.K. Steinmetz (Eds.). Handbook of Marriage and the Family: (pp. 437-469). New
York: Plenum Press.
Bronfenbrenner, U. (2010). Ecology of the family as a context for human development:
Research perspectives. Developmental Psychology, 22(6), 723-742.
Achenbach, T. M., & Rescorla, L. A. (2001). Manual for the ASEBA school age forms and
profiles. Burlington, VT: University of Vermont, Research Center for Children, Youth,
& Families.
Dumenci, L., (2002). Ten-year comparisons of problems and competencies for national
samples of youth: Self, parent and teacher reports. Journal of Emotional and Behavioral
Disorders, 10(4), 194-203. doi: 10.1177/10634266020100040101
Deković, M., Buist, K., & Reitz, E. (2016). Stability and changes in problem behavior during
adolescence: Latent growth analysis. Journal of Youth and Adolescence, 33(1), 1-
12. doi: 10.1023/A:1027305312204
Santrock, J.W. (2007). Remaja (edisi 11). Jakarta: Erlangga.

Santrock, J.W. (2010). Adolescence. New York: Mc. Grawhill.

Ponny R. Astuti. (2008). Meredam Bullying: 3 Cara Efektif Menanggulangi Kekerasan


pada Anak. Jakarta: Grasindo.
LAMPIRAN
Laporan Keuangan

RAB PENGABDIAN MASYARAKAT IAIN TERNATE 2020

Kode Harga
Uraian Suboutput/Komponen/ Subkomponen/detil Volume  
Akun Satuan
Pelatihan dan Pendampingan Penguatan Pola Asuh Orang Tua dalam REALISASI
ANGGARAN
Ket.
Mengatasi Kenakalan Remaja, Bentuk-Bentuk Perilaku Kenakalan
       
Remaja dan Cara Penanganannya di Kelurahan Pulau Hiri Kecamatan
  Ternate Barat Kota Ternate
52121
   
1 Belanja Bahan   8,800,000    
O
1  
  a. Belanja ATK Panitia K 700,000 700,000
O
1  
  b. Belanja ATK Peserta K 950,000 950,000
O
2  
  c. Biaya Publikasi K 1,200.000 2.400.000
5 O
 
  d. Cetak Sertifikat 0 K 20,000 1,000,000
5 O
 
  e. Konsumsi Tim dan Peserta Pelatihan (50 ORG x 2 Hari x 1 Keg) 0 K 25,000 2,500,000
5 O
 
  f. Snack Peserta Pelatihan 50 ORG x 2 Hari x 1 Keg) 0 K 13,000 1,300.000  
52411
     
3 Belanja Perjalanan Dinas Paket Meeting dalam Kota   1,100,000    
1 O
 
  a. Transportasi Tim (5 Org x 2 har x 1 Keg) 0 K 110,000 1,100,000  
          9.950.000  

Ketua
   
Tim
     
     
Mawardi Djamaludin, M.Pd  
NIP. 199305312019031007  

Anda mungkin juga menyukai