Anda di halaman 1dari 6

PENGELOLAAN UANG RUPIAH DI INDONESIA

Oleh: Miftahul Janah


PENDAHULUAN
Membahas tentang uang pasti seluruh masyarakat tidak asing lagi mendengar kata “uang”.
Pengertian dasar tentang uang adalah suatu alat pembayaran yang sah pada negara-negara yang
ada di seluruh dunia, uang juga dapat digunakan dalam kegiatan perekonomian nasional, dan
internasional guna mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat. Uang merupakan sesuatu
yang tersedia dan secara umum diterima sebagai alat pembayaran bagi pembelian baik barang
maupun jasa serta kekayaan berharga lainnya juga untuk pembayaran hutang. Beberapa ahli juga
menyebutkan fungsi uang sebagai alat penunda pembayaran. Menurut Mankiw, Uang adalah
persediaan aset yang bisa dengan segera digunakan untuk melakukan transaksi, selain itu uang
merupakan segala sesuatu yang dapat dipakai atau diterima untuk melakukan pembayaran baik
barang, jasa maupun hutang, uang memiliki satu tujuan fundamental dalam sistem ekonomi,
memudahkan pertukaran barang dan jasa, mempersingkat waktu dan usaha yang diperlukan untuk
melakukan perdagangan. Kesimpulannya uang adalah suatu benda yang diterima secara umum
oleh masyarakat untuk mengukur nilai, menukar, dan melakukan pembayaran atas pembelian
barang dan jasa, serta pada waktu yang bersamaan bertindak sebagai alat penimbun kekayaan dan
uang memiliki fungsi sebagai alat tukar, alat penyimpan nilai, satuan hitung dan sebagai ukuran
pembayaran yang tertunda.
Uang merupakan sesuatu yang tidak terlepas dalam kegiatan sehari-hari, khususnya
masyarakat Indonesia. Setiap hari uang tidak pernah putus peredarannya di kalangan masyarakat
di dunia, seperti uang rupiah yang peredarannya sangat banyak, berbagai kalangan mulai dari anak-
anak sampai dengan kalangan orang dewasa pasti memiliki uang. Semua kegiatan seperti kegiatan
produksi baik barang ataupun jasa pasti tidak terlepas dari yang namanya uang.
Wewenang untuk menciptakan dan mengedarkan uang berada pada pemerintah suatu
negara. Di Indonesia sendiri lembaga yang memiliki wewenang untuk menciptakan dan
mengedarkan uang adalah Bank Indonesia yang merupakan satu-satunya lembaga yang berhak
mencetak dan mengedarkan uang karena sesuai dengan peraturan Bank Indonesia Nomor
21/10/PBI/2019 tentang Pengelolaan Uang Rupiah. Pencetak uang rupiah tidak diserahkan kepada
Bank Indonesia melainkan melalui Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia
(Perum Peruri) yang merupakan BUMN yang bertugas untuk mencetak uang rupiah.
Menurut studi Bank Dunia tahun 2015, sekitar 100 juta orang Indonesia memiliki
pendapatan bulanan hanya Rp 330.000 oleh sebab itu dan dengan adanya Bank Indonesia yang
memiliki wewenang untuk menciptakan dan mengedarkan uang, selalu terbesit dibenak atau
bahkan banyak masyarakat yang bertanya mengapa Bank Indonesia tidak mencetak uang
sebanyak-banyaknya saja dan kemudian uangnya dapat diberikan kepada masyarakat yang kurang
mampu denan penghasilan rendah dan guna membantu untuk mensejahterakan kehidupannya.
Namun, pada kenyataannya Bank Sentral atau Bank Indonesia yang memiliki wewenang untuk
mencetak uang rupiah tidak bisa sembarangan untuk meminta kepada Perum Peruri untuk
mencetak uang sebanyak-banyak, terdapat beberapa faktor mengapa hal tersebut tidak dapat
dilakukan. Oleh karena itu, pada pembahasan kali ini akan menjelaskan mengenai pengelolaan
uang rupiah di Indonesia, serta akan membahas mengapa uang khususnya rupiah tidak boleh di
cetak sebanyak-banyaknya.

PEMBAHASAN
Sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, Bank Indonesia
diberikan tugas dan kewenangan Pengelolaan Uang Rupiah mulai dari tahapan Perencanaan,
Pencetakan, Pengeluaran, Pengedaran, Pencabutan dan Penarikan, sampai dengan Pemusnahan.
Bahwa Pengelolaan Uang Rupiah perlu dilakukan dengan baik dalam mendukung terpeliharanya
stabilitas moneter, stabilitas sistem keuangan, dan kelancaran sistem pembayaran. Pengelolaan
Uang Rupiah yang dilakukan oleh Bank Indonesia ditujukan untuk menjamin tersedianya Uang
Rupiah yang layak edar, denominasi sesuai, tepat waktu sesuai kebutuhan masyarakat, serta aman
dari upaya pemalsuan dengan tetap mengedepankan efisiensi dan kepentingan nasional.
Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang independen dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai
rupiah. Bank Indonesia diberikan tugas dan kewenangan pengelolaan uang rupiah mulai dari
tahapan perencanaan, pencetakan, pengeluaran, pengedaran, pencabutan dan penarikan, sampai
dengan pemusnahan. Pengelolaan uang rupiah yang dilakukan oleh Bank Indonesia ditujukan
untuk menjamin tersedianya uang rupiah yang layak edar, denominasi sesuai, tepat waktu sesuai
kebutuhan masyarakat, serta aman dari upaya pemalsuan dengan tetap mengedepankan efisiensi
dan kepentingan nasional.
Di Indonesia memiliki beberapa tahapan dalam pengelolaan uang yaitu pada tahapan
pertama (tahap perencanaan) di tahap ini BI melakukan perencanaan dan penentuan jumlah uang
rupiah yang dicetak dengan memperhatikan antara lain asumsi tingkat inflasi, asumsi pertumbuhan
ekonomi, rencana macam dan pecahan uang Rupiah, serta perkiraan jumlah uang rupiah yang
dimusnahkan. Kemudian, Bank Indonesia menyediakan jumlah uang rupiah yang akan diedarkan.
Tahapan yang kedua yaitu tahap pencetakan. BI melakukan pencetakan uang rupiah di
dalam negeri dengan menunjuk BUMN sebagai pelaksana pencetakan uang rupiah yaitu Perum
Peruri. Penunjukkan BUMN sebagai pelaksana pencetakan uang rupiah tertuang dalam peraturan
yang menjelaskan mekanisme pencetakan uang yang di serahkan oleh Bank Indonesia kepada
Perum Peruri.
Selanjutnya, tahapan yang ketiga yaitu tahap pengeluaran yang dimana BI menetapkan
tanggal, bulan, dan tahun mulai berlakunya uang rupiah yang dikeluarkan sebagai alat pembayaran
yang sah di wilayah NKRI. BI mengeluarkan uang rupiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dengan peraturan BI yang ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia dan
diumumkan melalui media massa. Uang rupiah yang dikeluarkan oleh BI sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dibebaskan dari bea materai.
Kemudian tahap yang keempat yaitu tahap pengedaran yang dimana BI merupakan satu-
satunya lembaga yang berwenang mengedarkan uang rupiah kepada masyarakat. Pengedaran uang
rupiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Bank Indonesia sesuai dengan
kebutuhan jumlah uang beredar. BI menentukan nomor seri uang rupiah kertas dalam rangka
pengedaran uang Rupiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Tahapan selanjutnya yaitu tahapam kelima (tahap pencabutan dan penarikan) yang dimana
BI menetapkan uang rupiah tidak sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah NKRI dengan cara
mencabut dan menarik uang Rupiah dari peredaran. Pencabutan dan penarikan uang rupiah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh BI dengan peraturan bank Indonesia yang
ditempatkan dalam lembaran negara Republik Indonesia dan diumumkan melalui media massa. BI
memberi penggantian atas uang rupiah yang dicabut dan ditarik dari peredaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sebesar nilai nominal yang sama. Hak untuk memperoleh penggantian atas
uang Rupiah yang dicabut dan ditarik dari peredaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak
berlaku setelah 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal pencabutan. Jangka waktu penggantian
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), diatur sebagai berikut: 5 (lima) tahun sejak tanggal
pencabutan, penukaran dilakukan di BI, bank yang beroperasi di wilayah NKRI, dan pihak lain
yang ditunjuk oleh Bank Indonesia.
Dan tahapan yang terakhir yaitu tahap pemusnahan yang dimana BI melaksanakan
pemusnahan terhadap: uang rupiah tidak layak edar; uang rupiah yang masih layak edar yang
dengan pertimbangan tertentu tidak lagi mempunyai manfaat ekonomis dan/atau kurang diminati
oleh masyarakat; dan uang rupiah yang sudah tidak berlaku. Jumlah dan nilai nominal uang rupiah
yang dimusnahkan oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditempatkan dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia secara periodik setiap 1 (satu) tahun sekali.
Selain tahapan pengelolaan uang di Indonesia, terdapat pula tiga pilar yang digunakan
untuk mengoptimalkan peran alat pembayaran tunai dalam mendukung perekonomian Indonesia.
Pilar yang pertama yaitu ketersediaan uang yang berkualitas dan terpercaya yang dimana menjaga
kecukupan uang dan memperluas pengedaran uang rupiah, meningkatkan kualitas uang yang
beredar di masyarakat (clean money policy), mencegah dan menanggulangi peredaran uang rupiah
palsu termasuk melalui kegiatan komunikasi publik dan sosialisasi kepada masyarakat. Pilar
selanjutnya yaitu distribusi dan pengelolaan uang yang aman dan optimal yang dimana Upaya
untuk memperluas jaringan distribusi uang. Melakukan pengaturan terhadap kegiatan pengolahan
uang yang dilakukan perusahaan jasa pengolahan uang rupiah. Dan pilar yang terakhir adalah
layanan kas yang prima yang dimana layanan kas keliling terus dioptimalkan terutama untuk
wilayah yang belum terjangkau layanan kas Bank Indonesia atau tidak memiliki akses atau belum
terlayani oleh perbankan dan juga bekerja sama dengan perbankan dalam memenuhi peningkatan
kebutuhan masyarakat terhadap uang rupiah menjelang hari raya keagamaan.
Berdasarkan video-video yang sudah saya simak, mengapa negara tidak boleh mencetak
uang sebanyak-banyaknya yaitu karena apabila hal tersebut terjadi maka akan menyebabkan
beberapa faktor negatif, seperti adanya kenaikan harga barang yang secara terus menerus dalam
kurun waktu tertentu. Dengan adanya jumlah uang beredar (JUB) di masyarakat dalam jumlah
yang besar maka akan meningkatkan konsumsi masyarakat terhadap barang, jasa, ataupun
kebutuhan lainnya. Hal tersebut memicu adanya sifat konsumtif masyarakat yang berlebih yang
menyebabkan barang ataupun jasa yang tersedia berkurang dan dikarenakan barang yang
dibutuhkan masyarakat berkurang namun permintaan yang terus bertambah maka akan
menyebabkan harga suatu barang tersebut meningkat, sehingga akan menurunkan nilai uang
rupiah. Berikut ini beberapa penjelasan mengapa uang tidak boleh dicetak terlalu banyak.
Menyebabkan Inflasi
Banyaknya uang yang beredar di suatu negara akan memunculkan inflasi. Pengertian
inflasi adalah kenaikan harga barang atau jasa, yang menyebabkan daya beli uang menurun. Jika
pemerintah terlalu banyak mencetak uang maka harga produk akan semakin cepat naik. Kenaikan
harga ini terjadi pada sebagian besar barang dan jasa, secara terus menerus atau dalam kurun waktu
tertentu. Sama halnya dengan uang, peredaran jumlah uang dan barang yang beredar haruslah
seimbang.

Nilai Uang Akan Turun


Ketika Bank Indonesia melalui Perum Peruri mencetak uang dalam jumlah besar, nilai
uang itu sendiri akan turun, demikian dikutip dari buku 'Pengantar Ekonomi' oleh Roeskani Sinaga,
dkk. Banyaknya uang yang beredar, yang tidak diikuti dengan banyaknya barang di pasar, maka
akan membuat harga barang tersebut akan menjadi mahal. Sehingga, barang tersebut akan langka
dicari. Hal ini akan membuat nilai uang yang sudah dicetak banyak, justru malah turun bahkan
jadi tidak bernilai lagi atau (tidak berarti. Seperti contoh kasus pada beberapa negara seperti
Zimbabwe dan Sri Lanka yang mencetak uang sebanyak-banyaknya, namun bukan
mensejahterakan masyarakatnya, justru langkah tersebut semakin memperburuk keadaan
perekonomian di negara tersebut, yang menyebabkan nilai mata uang di negaranya tidak bernilai
lagi.

Muncul Utang Negara


Berapa besar jumlah uang yang dicetak, akan mempertimbangkan jumlah uang yang
beredar (JUB) di masyarakat. Uang yang dicetak tidak ditopang komoditas, maka pertambahan
aset pemerintah justru tidak bertambah. Sebab, pemerintah tidak punya apa-apa untuk membayar
utang tersebut. Begitu pula dengan mencetak uang, mencetak uang tidak boleh untuk kebutuhan
membayar utang negara saja atau hanya sekedar untuk dibagian kepada masyarakat secara luas
saja. Perlu ada pertimbangan dalam pencetakan uang, sesuai dengan kebijakan yang diberlakukan
oleh Bank Sentral atau Bank Indonesia.
Teori yang menyoroti hubungan antara inflasi dan jumlah uang beredar adalah Teori
Kuantitas Uang. Pertama, inflasi hanya bisa terjadi jika terdapat penambahan volume uang yang
beredar, tanpa ada kenaikan jumlah uang beredar hanya akan menaikkan harga-harga untuk
sementara waktu saja. Bila jumlah uang tidak bertambah, inflasi akan berhenti dengan sendirinya,
apapun sebab-musabnya dari awal kenaikan harga tersebut. Kedua, laju inflasi ditentukan oleh laju
pertambahan jumlah uang beredar dan oleh psikologi (harapan) masyarakat mengenai kenaikan
harga-harga di masa depan. Hal ini dapat terjadi karena short market membutuhkan keseimbangan
antara jumlah uang yang beredar dengan jumlah barang yang dibutuhkan. Jika pemerintah
mencetak uang terlalu banyak, kita akan memiliki lebih banyak uang juga, dan tentu saja ini akan
meningkatkan kemampuan kita untuk membeli barang (konsumtif), mengurangi jumlah barang
yang ingin kita beli, dan menyesuaikan harga, tetapi uang tidak ada yang berubah kecuali nilai Itu
mengurangi dirinya sendiri dan menjadi semakin tidak berharga.

KESIMPULAN
Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang independen dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai
rupiah. Bank Indonesia diberikan tugas dan kewenangan pengelolaan uang rupiah mulai dari
tahapan perencanaan, pencetakan, pengeluaran, pengedaran, pencabutan dan penarikan, sampai
dengan pemusnahan. Pengelolaan uang rupiah yang dilakukan oleh Bank Indonesia ditujukan
untuk menjamin tersedianya uang rupiah yang layak edar, denominasi sesuai, tepat waktu sesuai
kebutuhan masyarakat, serta aman dari upaya pemalsuan dengan tetap mengedepankan efisiensi
dan kepentingan nasional. Dengan monitoring yang ketat, Bank Indonesia memastikan bahwa
jumlah uang yang ditarik dan dimusnahkan dari waktu ke waktu tidak pernah lebih dari yang
dicetak dan diedarkan ke masyarakat. Dengan demikian, tidak terdapat tambahan pencetakan dan
pengedaran uang dari jumlah yang ditetapkan Bank Indonesia. Bank Indonesia meyakini bahwa
mereka merupakan satu-satunya lembaga yang melakukan pengedaran dan penarikan uang
Rupiah. Pemusnahan uang diatur dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang,
dan setiap tahunnya tercatat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Dengan adanya ketentuan yang ketat dari Bank Indonesia mengenai pencetakan dan
peredaran uang rupiah, maka permintaan untuk mencetak uang dengan sebanyak-banyaknya tidak
dapat dilakukan. Jika uang dicetak dengan sebanyak-banyaknya maka tidak menutup
kemungkinan Indonesia akan mengalami hal yang sama seperti negara-negara yang pernah
mengalami kemerosotan pada nilai mata uang negaranya, yaitu seperti Zimbabwe dan Sri Lanka
yang sangat terpuruk dari kejadian pada masa itu. Tidak hanya itu, hal tersebut juga dapat
mengakibatkan kenaikan harga barang dan penurunan "nilai uang itu sendiri" atau yang biasa
disebut sebagai inflasi yang dimana akan merusak perekonomian di Indonesia nantinya.

Anda mungkin juga menyukai