Anda di halaman 1dari 5

Tugas UTS

“KEBANKSENTRALAN”
(Dosen Pengampuh : Mrs.Fitri Lapau, S.E.,M.Ec.Dev.)

Disusun Oleh :

YURISKA AFIANA K.
21610224

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KENDARI
TAHUN 2020
UTS
Mata Kuliah Kebanksentralan
Dosen Pengampu Mata Kuliah: Fitri Lapau, S.E., M.Ec.Dev.

1. Buatlah uraian secara singkat mengenai sejarah perkembangan Bank Sentral di


Indonesia!
2. Jelaskan 2 jenis instrumen langsung dan instrumen tidak langsung yang digunakan
oleh Bank Sentral dalam menjalankan kebijakan moneter di Indonesia!
3. Buatlah uraian singkat mengenai evolusi instrumen pembayaran!
4. Saat ini ada 2 instrumen pembayaran yang digunakan oleh masyarakat yaitu
instrumen pembayaran tunai dan non tunai. Pilihlah salah satu instrumen pembayaran
yang menjadi preferensi anda ketika melakukan transaksi pembayaran, dan jelaskan
pula alasan anda memilih instrumen pembayaran tersebut!
1. Sejarah Perkembangan Bank Sentral di Indonesia
De Javasche Bank, Bank Sentral Pertama di Wilayah Indonesia
De Javasche Bank menjadi central bank pertama yang ada di wilayah Indonesia. Lembaga
finansial ini didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda dengan perintah dari Raja Willem I pada
tahun 1828. Lokasi kantornya yang pertama berada di Batavia atau Jakarta. Selanjutnya, De
Javasche Bank mendirikan cabang di Semarang dan Surabaya, serta dilanjutkan cabang-cabang di
Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, dan New York. 

Fungsi utama dari De Javasche Bank adalah berupaya untuk mencetak mengedarkan uang di
wilayah Hindia Belanda. Jenis mata uang yang dikeluarkan oleh De Javasche Bank adalah gulden
Belanda. Selain itu, bank yang berdiri dengan badan hukum Nammlooze Vennotschap atau PT ini
juga memiliki peran dalam menjaga sirkulasi mata uang gulden. Apalagi, saat itu aktivitas
perdagangan internasional sudah cukup tinggi. 

BNI Sebagai Bank Sentral yang Menerbitkan Oeang Republik Indonesia (ORI)
Banyak orang yang beranggapan kalau Bank Indonesia merupakan central bank yang dimiliki
Indonesia setelah merdeka. Informasi ini tentu saja tidak benar. Apalagi, Bank Indonesia baru
berdiri tahun 1953. Lembaga perbankan yang memiliki peran penting dalam menjaga kestabilan
mata uang di wilayah Indonesia pada masa awal kemerdekaan adalah Bank Indonesia (BNI). 

Penetapan BNI sebagai central bank di Indonesia dilakukan melalui Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1946 yang dikeluarkan pada tanggal 5 Juli 1946.
Dalam menjalankan fungsinya, BNI merupakan lembaga yang bertugas mencetak Oeang Republik
Indonesia (ORI) yang dikenal sebagai mata uang pertama milik Indonesia. 

Pencetakan dan peredaran ORI oleh BNI dilakukan sejak tanggal 30 Oktober 1946. Dengan
keberadaan mata uang ini, maka uang yang dikeluarkan oleh Jepang dan De Javasche Bank, tidak
lagi berlaku. ORI dibuat dalam bentuk uang kertas dengan nominal satu sen dan ditandatangani
oleh Menteri Keuangan. 

Hanya saja, peran sebagai bank sentral yang dijalani oleh BNI berjalan sangat singkat. Alasannya
adalah keterbatasan aset yang dimiliki oleh BNI. Apalagi, saat itu peredaran ORI tidak berlangsung
secara maksimal, tak mampu menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Sebagai gantinya, peran
tersebut kemudian diberikan pada De Javasche Bank, tercatat mulai tahun 1949.

Nasionalisasi De Javasche Bank dan Penunjukan BI sebagai Bank Sentral


Pemerintah Indonesia pada Desember 1951 memiliki kebijakan untuk menasionalkan De
Javasche Bank, ditandai dengan UU Nomor 24 Tahun 1951 Tentang Nasionalisasi De Javasche
Bank NV. Tidak cukup sampai di situ, pada tanggal 1 Juli 1953, pemerintah mendirikan Bank
Indonesia dan menunjuknya sebagai bank sentral Indonesia. 

Pada tahapan ini, peran yang dijalankan oleh Bank Indonesia merupakan fungsi yang sebelumnya
dilakukan oleh De Javasche Bank. Ada 3 tugas utama, yaitu sebagai lembaga perbankan, moneter,
dan sistem pembayaran. Sebagai tambahan, Bank Indonesia juga memiliki tugas selayaknya bank
komersial seperti halnya De Javasche Bank. 

Tahun 1968, tugas serta fungsi yang dimiliki oleh Bank Indonesia mulai berkurang. Dengan
diterbitkannya UU Bank Sentral Tahun 1968, Bank Indonesia tidak lagi menjalankan fungsi
sebagai bank komersial. Sebagai gantinya, BI punya tugas menjadi agen pembangunan dalam
upaya meningkatkan taraf hidup rakyat. 
Perubahan tugas Bank Indonesia sebagai bank sentral terjadi kembali pada tahun 1999, ditandai
terbitnya UU Nomor 23 Tahun 1999. Melalui UU ini, BI memiliki peran dalam memelihara serta
menjaga stabilitas nilai rupiah. Selanjutnya, melalui amandemen tahun 2004, BI punya peran
tambahan dalam hal upaya menguatkan governance.  

Peran Bank Indonesia sebagai bank sentral berlangsung sampai sekarang. Dalam menjalankan
tugasnya, BI memiliki 3 pilar utama, yaitu menetapkan sekaligus menjalankan kebijakan moneter,
menjaga kelancaran sistem pembayaran, dan menjaga kestabilan sistem keuangan di wilayah
tanah air.

2. Instrumen kebijakan moneter


Instrumen Langsung
Jenis instrumen langsung ada bermacam-macam, dengan berbagai variasi,
antara lain:
1. Penetapan Suku Bunga
2. Pagu Kredit
3. Rasio Likuiditas (Statutory Liquidity Ratios)
4. Kredit Langsung (‘Directed’, ‘Selected’, Prioritas, dan yang sejenisnya)
5. Kuota Rediskonto
6. Instrumen Lain
 Pengguntingan Uang

 Pembersihan Uang (Monetary Purge)


 Penetapan Uang Muka Impor

 Instrumen Tidak Langsung


Jenis instrumen tidak langsung juga bermacam-macam dan bervariasi,
antara lain:
1. Cadangan Wajib Minimum (CWM)
 Cadangan Primer (Primary Reserves)
 Cadangan Sekunder (Secondary Reserves)
2. Fasilitas Diskonto
3. Fasilitas Rediskonto
4. Operasi Pasar Terbuka
 Lelang Surat Berharga Bank Sentral
 Lelang Surat Berharga Pemerintah
 Operasi Pasar Sekunder
5. Fasilitas Simpanan Bank Sentral
6. Intervensi Valuta Asing
7. Fasilitas Overdraft
8. Simpanan Sektor Pemerintah
9. Lelang Kredit
10. Imbauan
11. Instrumen Lain

3. Evolusi alat pembayaran

Alat pembayaran boleh dibilang berkembang sangat pesat dan maju. Kalau kita menengok
kebelakang yakni awal mula alat pembayaran itu dikenal, sistem barter antarbarang yang
diperjualbelikan adalah kelaziman di era pra moderen. Dalam perkembangannya, mulai dikenal
satuan tertentu yang memiliki nilai pembayaran yang lebih dikenal dengan uang.  Hingga saat ini
uang masih menjadi salah satu alat pembayaran utama yang berlaku di masyarakat. Selanjutnya
alat pembayaran terus berkembang dari alat pembayaran tunai (cash based) ke alat pembayaran
nontunai (non cash) seperti alat pembayaran berbasis kertas (paper based), misalnya, cek dan
bilyet giro. Selain itu dikenal juga alat pembayaran paperless seperti transfer dana elektronik dan
alat pembayaran memakai kartu (card-based) (ATM, Kartu Kredit, Kartu Debit dan Kartu
Prabayar).

4. Alat pembayaran nontunai sudah berkembang dan semakin lazim dipakai masyarakat. Kenyataan
ini memperlihatkan kepada kita bahwa jasa pembayaran nontunai yang dilakukan bank maupun
lembaga selain bank (LSB), baik dalam proses pengiriman dana, penyelenggara kliring maupun
sistem penyelesaian akhir (settlement) sudah tersedia dan dapat berlangsung di Indonesia.
Transaksi pembayaran nontunai dengan nilai besar diselenggarakan Bank Indonesia melalui
sistem BI-RTGS (Real Time Gross Settlement) dan Sistem Kliring. Sebagai informasi, sistem BI-
RTGS adalah muara seluruh penyelesaian transaksi keuangan di Indonesia.

Bisa dibayangkan, hampir 95 persen transaksi keuangan nasional bernilai besar dan bersifat
mendesak (urgent) seperti transaksi di Pasar Uang AntarBank (PUAB), transaksi di bursa saham,
transaksi pemerintah, transaksi valuta asing (valas) serta settlement hasil kliring dilakukan melalui
sistem BI-RTGS. Pada tahun 2010, BI-RTGS melakukan transaksi sedikitnya Rp174,3 triliun per
hari. Sedangkan transaksi nontunai dengan alat pembayaran menggunakan kartu (APMK) dan
uang elektronik masing-masing nilai transak

Melihat pentingnya peran BI-RTGS dalam sistem pembayaran nasional, sudah barang tentu
harus dijaga kontinuitas dan stabilitasnya. Bila sesaat saja sistem BI-RTGS ini ngadat atau
mengalami gangguan jelas akan sangat menganggu kelancaran dan stabilitas sistem keuangan di
dalam negeri. Hal itu belum memperhitungkan dampak material dan nonmaterial dari macetnya
sistem BI-RTGS tadi. Untuk itulah BI sangat peduli menjaga stabilitas BI-RTGS yang dikategorikan
sebagai Systemically Important Payment System (SIPS). SIPS  adalah sistem yang memproses
transaksi pembayaran bernilai besar dan bersifat mendesak (urgent).Adalah wajar saja apabila
Bank Indonesia sangat peduli menjaga kestabilan SIPS dengan mengelola risiko, desain,
kehandalan teknologi, jaringan pendukung dan aturan main dalam SIPS. Selain SIPS dikenal pula
System Wide Important Payment System (SWIPS), yaitu sistem yang digunakan oleh masyarakat
luas. Sistem Kliring dan APMK termasuk dalam kategori SWIPS ini. BI  juga peduli dengan SWIPS
karena sifat sistem yang digunakan secara luas oleh masyarakat. Apabila  terjadi gangguan maka
kepentingan masyarakat untuk melakukan pembayaran akan terganggu pula, termasuk
kepercayaan terhadap sistem dan alat-alat pembayaran yang diproses dalam sistem.

Anda mungkin juga menyukai