Anda di halaman 1dari 2

Makna sham atau shiyam secara bahasa adalah al-imsak, yang berarti menahan atau mencegah.

sejarah
Kata shaum atau shiyam dalam al-Qur’an disebutkan 13 kali dalam surat yang berbeda-beda,
dengan rincian al-Baqarah ayat 183, 184, 185, 187 dan 196 (dua kali), an-Nisa ayat 92, al-
Maidah ayat 89 dan 95, Maryam ayat 26, al-ahzab ayat 35 (disebut dua kali) dan al-Mujadilah
ayat 4.
Umat Yahudi berpuasa pada hari Asyura (10 Muharram), 6 hari dalam setahun, sedangkan di
kalangan para rahibnya, mereka berpuasa 30 hari.
Umat Nasrani berpuasa selama 40 hari dalam setahun, dan mereka berbuka setelah berpuasa
selama 24 jam. Dan juga mereka berpuasa (berpantang) tidak memakan binatang yang bernyawa.
Nabi Nuh berpuasa 3 hari di setiap bulannya, yang dikenal dengan ayyamul bidh.

Perbedaan kata sham dan shiyam


‫ فقد جاء يف آية واحدة وكان يعين الصمت عن‬umum ‫ والصوم‬.‫ مبعىن اإلمساك عن املفطرات من وقت الفجر حىت غروب الشمس‬khusus ‫الصيام‬
.‫الكالم‬

Lafadz “Shaum” disebutkan satu kali, yaitu dalam surah Maryam ayat 26. “Fa kuli wasyrabi waqarri
‘aina, fa imma tarayinna min al-basyari ahadan fa quuli inni nadzartu li al-rahmani shauma, fa lan
ukallima al-yauma insiyya” Dalam ayat tersebut, para mufassir mengartikan shaum dengan al-
shamt yang bermakna diam; tidak berkata dan menahan diri dari berkata. Hal tersebut dipertegas
dengan kalimat setelahnya, fa lan ukallima al-yauma insiyya, Aku tidak akan berbicara dengan seorang
manusiapun hari ini.
Dari sini kita tahu berpuasa tak hanya secara fikih, tak hanya menahan diri dari makan, minum,
seks, dan hal-hal lain yang membatalkan puasa secara fikih, tapi juga berpuasa dari segala hal dan
sifat buruk. Menahan diri dari makan-minum-seks hanyalah bagian kecil dari shaum yang kita
niatkan dalam setiap berpuasa. Dari sini kita juga tahu hikmah lain: kenapa yang diwajibkan oleh
Allah adalah shiyam, bukan shaum (ya ayyuhalladzina amanu kutiba ‘alaikum al-shiyam), yaitu
karena shaum lebih berat daripada shiyam. Jika shiyam diwajibkan hanya pada siang hari
Ramadan, shaum diwajibkan pada setiap saat di sepanjang hayat. Proses ataupun ketentuan dalam
perintah puasa disebut dalam Al-Qur’an dengan kata Shiyam sebanyak 9 kali dalam 7
ayat sedangkan Shaum hanya 1 kali ini bermakna bahwa Shaum adalah capaian (nilai) dari
Shiyam.

Dari sisi tata bahasa


Ayat ini dibuka dengan kalimat “iman”, setiap ada kata yang dibuka dengan kalimat iman, maka
informasinya menentukan kadar keimanan dan pembuktian di hadapan Allah + ada tiket yang
diberikan untuk meraihnya yaitu surga.
Pada ayat 183 surat al-Baqarah dimulai dengan ya’ nida (panggilan, seruan) “wahai orang-orang
yang memiliki keimanan”. Diperdebatkan di kalangan ulama. Ibnu Malik berpendapat, bahwa ya’
itu digunakan untuk memanggil yang jauh. Sedangkan Abu Hayan, ya’ digunakan untuk
memanggil yang jauh maupun yang dekat.
‫ الذين‬tanpa batasan keimanan

‫ آمنوا‬yang telah beriman

Sedangkan Ibn Hisyam berusaha mengambil jalan tengah, Ya’ digunakan dekat, sedang dan jauh.
- dekat : ditujukan bagi yang dekat dengan Allah sehingga menguatkan kadar keimanannya akan
semakin menguat
- menengah : ditujukan bagi yang sedang dengan Allah sehingga jaraknya standar-standar saja
akan semakin mendekat
- Jauh : ditujukan bagi yang merasa jauh dengan Allah, keimanannya masih lemah hingga akan
mendekatkan kepada Allah
Kenapa pensyariatan puasa dimulai dengan ya’ nida? Ibn ‘Asyur dalam kitabnya menjawab;
karena ayat ini mengandung penyampaian berita penting yang diharapkan menjadi perhatian yang
menyentuh dan menyadarkan hati yang diseru untuk mau menerima kewajiban tersebut.
Orang-orang beriman diposisikan jauh seolah-olah “jauh” padahal dekat dengan Allah, dengan
panggilan tersebut, karena isi berita (perintah, kewajiban berpuasa) itu sangat penting, sehingga
perlu diberi perhatian khusus dan dibangkitkan kesadaran hatinya agar memandang penting ibadah
puasa.
Panggilan tersebut juga dikuatkan dengan penggunaan “ayyuha”, karena “ha” pada ayyu itu
bermakna tanbih (memberi peringatan, perhatian), sehigga orang-orang beriman semakin yakin
dan ikhlas menerima perintah puasa.
Dalam kitab tafsir ibu Katsir, dalam ayat tersebut menggunakan uslub al-amr (gaya bahasa
perintah, imperatif) tidak langsung (seperti: berpuasalah), melainkan dengan kalimat deklaratif
(pernyataan). Puasa memang telah ditetapkan kewajibannya kepada umat terdahulu, sehingga bagi
umat Muhamad, kewajiban puasa Ramadhan mendapatkan referensi historis sekaligus teladan
kebaikan dari umat terdahulu.
Secara ilmu Balaghah, penggunaan Tasybih: “kama kutiba …..”, menunjukkan adanya kesetaraan
perintah (kewajiban). Jika umat terdahulu berpuasa, lalu umat Muhammad juga diwajibkan
berpuasa, maka nilai kebaikan dan manfaat yang diperoleh dari puasa itu penting dilestarikan,
sehingga puasa ini menjadi amalan lintas agama, suku bangsa dan berlaku universal.
‫ لعلكم تتقون‬at-taraji wal isyfaq yang berarti harapan yang sangat ingin diraih tapi mustahil diwujudkan
kecuali dengan kesungguhan. =} Adab-adab puasa.
.‫من صام رمضان إمياان واحتسااب غفر له ما تقدم من ذنبه‬

“Siapa yang berpuasa karena iman dan mengharapkan pahala (ridha) dari Allah, maka dosa masa
lalunya akan diampuni.” Jadi, ibadah Ramadhan memang harus dilaksanakan berbasis iman yang
kuat dan ilmu; agar dapat meraih tujuan berpuasa yaitu menjadi orang bertaqwa.
.‫السهر ورب صائم حظه من صيامه اجلوع والعطش‬ ُّ
ُ ‫رب قائم حظه من قيامه‬
Niat puasa =} Ramadhana / Ramadhani

Anda mungkin juga menyukai