Anda di halaman 1dari 71

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Saat ini perkembangan keperawatan di Indonesia masih berada pada
tahap awal perkembangan profesi dan masih belum memuaskan. Seiring
dengan era globalisasi dimana perkembangan ilmu dan teknologi yang begitu
pesat ditambah dengan adanya jalur komunikasi yang terbuka menyebabkan
pola piker masyarakat yang kritis dalam memandang segala hal dan
mengharapkan suatu perubahan yang lebih baik, (S. Suarli dan Yahyan, 2009).
Rumah sakit sebagai unit pelayanan kesehatan, dituntut untuk dapat
memberikan pelayanan yang bermutu, efektif dan efesien. Yang berkaitan
dengan manajemen sumber daya manusia, terutama sumber daya perawat
sebagai ujung tombak terbesar dari jumlah tenaga kesehatan dari rumah sakit.
Ini merupakan suatu tantangan yang besar bagi perawat, perawat hendaknya
dapat menentukan suatu kerangka konsep, keyakinan dasar, filosofi, dan
tujuan dari manajemen keperawatan.
Manajemen merupakan suatu pendekatan yang dinamis dan proaktif
dalam menjalankan suatu kegiatan di organisasi. Di dalam manajemen
tersebut mencakup kegiatan POAC (planning, organizing, actuating,
controlling) terhadap staf, sarana dan prasarana dalam mencapai tujuan
organisasi (Nursalam, 2007).
Manajemen didefenisikan sebagai proses menyelesaikan pekerjaan
melalui orang lain untuk mencapai tujuan organisasi dalam suatu lingkungan
yang berubah. Manajemen juga merupakan proses pengumpulan dan
mengorganisasi sumber-sumber dalam mencapai tujuan (melalui kerja orang
lain) yang mencerminkan dinamika suatu organisasi. Tujuan ditetapkan
berdasarkan misi, filosofi dan tujuan organisasi. Proses organisasi, pengarahan
dan pengendalian sumber daya manusia, fisik dan teknologi. Semua perawat
yang terlibat dalam manajemen keperawatan dianggap perlu memahami misi,
Filosofi dan tujuan pelayanan keperawatan serta kerangka konsep kerjanya
(Anonim, 2011). Manajemen keperawatan mempunyai lingkup manajemen

1
operasional untuk merencanakan, mengatur dan menggerakkan karyawan
dalam memberikan pelayanan keperawatan sebaik-baiknya pada pasien
melalui manajemen asuhan keperawatan. Agar dapat memberikan pelayanan
keperawatan sebaik-baiknya kepada pasien, diperlukan suatu standar yang
akan digunakan baik sebagai target maupun alat pengontrol pelayanan tersebut
(Anonim, 2011).
Untuk mengantisipasi perkembangan dan perubahan tersebut,
manajemen keperawatan merupakan sebuah solusi yang bermanfaat melalui
perencanaan yang tepat, pengorganisasian yang baik, pengarahan yang lebih
terarah dan pengawasan yang intensif.
Sehubungan dengan permasalahan diatas, praktek manajemen
keperawatan mahasiswa STIKes Piala Sakti Pariaman bermaksud ingin
bersama-sama dengan perawat ruangan mengembangkan model praktek
keperawatan yang professional dengan menampilkan performance yang sesuai
dengan profesionalisme keperawatan di masa yang akan datang. Hal ini akan
sangat membantu dalam meningkatkan asuhan keperawatan yang sesuai
dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat terhadap pelayanan keperawatan.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui manajemen keperawatan diruangan Bangsal Bedah
RSUD Pariaman dan meningkatkan mutu pelayanan asuhan
keperawatan pada pasien.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Perawat dapat melaksanakan tindakan keperawatan sesuai SOP
b. Perawat dapat menjalankan metode tim dengan optimal
c. Perawat dapat melakukan pendokumentasian yang lengkap
d. Perawat mampu melakukan komunikasi dengan teknik terapeutik
serta menerapkan teknik SBAR (Situation Background Assesment
Recommendation)

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Dasar Manajemen


2.1.1 Pengertian
Manajemen adalah proses ilmu atau seni tentang bagaimana
menggunakan sumber daya secara efisien, efektif dan rasional untuk
mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya
(Swanburg, 2000).
Manajemen merupakan suatu pendekatan yang dinamis dan
proaktif dalam menjalankan suatu kegiatan di organisasi. Di dalam
manajemen tersebut mencakup kegiatan POAC (planning, organizing,
actuating, controlling) terhadap staf, sarana dan prasarana dalam
mencapai tujuan organisasi (Nursalam, 2007).
Manajemen keperawatan adalah koordinasi dan integrasi sumber
daya melalui perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian,
pengarahan dan pengawasan untuk mencapai tujuan institusional yang
spesifik dan obyektif (Huber, 2000).
Manajemen asuhan keperawatan merupakan pengaturan sumber
daya dalam menjalankan kegiatan keperawatan dengan menggunakan
metode proses keperawatan untuk memenuhi kebutuhan klien atau
menyelesaikan masalah klien dengan mengaitkan pada fungsi
manajemen yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan
pengendalian. Setiap fungsi ini tidak dapat dipisah-pisahkan antara yang
satu dengan yang lainnya. Implementasi menerapkan fungsi
pengorganisasian dan pengarahan dan evaluasi menerapkan fungsi
pengendalian (Keliat, 2000).
Salah satu usaha untuk memberikan pelayanan yang berkualitas
dan professional adalah sistem pemberian pelayanan keperawatan
melalui pengembangan model praktik keperawatan yang ilmiah yang
disebut Modal Praktik Keperawatan Profesional (MPKP).

3
2.2 Manajemen Keperawatan
2.1.1 Fungsi Manajemen Keperawatan
Dalam keperawatan, manajemen berhubungan dengan perencanaan
(planning), pengorganisasian (organizing), pengaturan staf (staffing),
kepemimpinan (leading), pengendalian (controling) aktifitas-aktifitas
keperawatan (Swanburg, 2000). Pada dasarnya manajemen keperawatan
adalah proses dimana seorang perawat menjalankan profesi
keperawatannya. Segala bentuk dari organisasi perawatan kesehatan
memerlukan manajemen keperawatan untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Berikut ini adalah pembahasan fungsi-fungsi manajemen
secara lebih mendalam.
1. Fungsi Perencanaan
Perencanaan adalah keseluruhan proses pemikiran dan penentuan
secara matang hal-hal yang akan dikerjakan dimasa mendatang
dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan (Siagian,
1990). Sedangkan menurut Fayol didalam Swansburg (2000)
mendefinisikan bahwa yang dimaksud dengan manajemen adalah
membuat suatu rencana untuk memberikan pandangan kedepan.
Perencanaan merupakan fungsi manajemen yang penting karena
mengurangi risiko pembuatan keputusan yang kurang tepat atau
membantu mengantisipasi jika suatu proses tidak berjalan
sebagaimana mestinya. Perencanaan juga dapat menolong pekerja-
pekerja mencapai kepuasan dalam bekerja.selain itu perencanaan
juga membantu penggunaan waktu yang efektif.
Dalam suatu perencanaan dibutuhkan suatu pengetahuan yang
mengacu kepada proses, unsur, dan standar dari suatu perencanaan.
Selain hal tersebut juga perlu didalami ilmu pengetahuan dan
keterampilan tentang pelaksanaan perencanaan sehingga
perencanaan yang akan dilakukan dapat berjalan sesuai dengan
tujuan awal. Suatu perencanaan yang baik harus berdasarkan pada
sasaran, bersifat sederhana, mempunyai standar dan bersifat
fleksibel, seimbang, dan menggunakan sumber-sumber yang tersedia

4
lebih dahulu (Swansburg, 2000). Dengan menjalankan prinsip-
prinsip yang ada dalam perencanaan ini, maka diharapkan tujuan
dapat tercapai dengan efektif baik dalam penggunaan sumber daya
manusia maupun sumber daya material. Dalam manajemen
keperawatan, perencanaan dimulai dengan kegiatan menentukan
tujuan, mengumpulkan data, menganalisis dan mengorganisasiukan
data-data yang akan digunakan untuk menentukan kebutuhan asuhan
keperawatan dan menentukan sumber-sumber untuk memenuhi
kebutuhannya.
2. Fungsi Pengorganisasian
Pengorganisasian adalah pengelompokan aktivitas-aktivitas
untuk tujuan mencapai objektif, menentukan cara untuk
pengorganisasian aktivitas yang tepat dengan unit lainnya baik secara
vertikal maupun horisontal yang bertanggungjawab untuk mencapai
objektif organisasi (Swansburg, 2000).
Prinsip-prinsip pengorganisasian diantaranya adalah prinsip
rantai komando, kesatuan komando, rentang kontrol, dan spesialisasi.
Prinsip rantai komando menggunakan hubungan dalam alur yang
hirarkis dalam alur autokratis dari atas kebawah. Komunikasi terjadi
sepanjang rantai komando dan cenderung satu arah. Sedangkan
dalam prinsip kesatuan komando memiliki satu pengawas, satu
pemimpin, dan satu rencana untuk kelompok aktifitas dengan
objektif yang sama. Prinsip spesialisasi menampilkan satu fungsi
kepemimpinan tunggal (Swansburg, 2000).
3. Fungsi Pengarahan
Menurut Douglas didalam Swansburg (2000), pengarahan
adalah pengeluaran penugasan, pesanan dan instruksi yang
memungkinkan pekerja memahami apa yang diharapkan darinya
dan pedoman serta pandangan pekerja sehingga ia dapat bekerja dan
berperan secara efektif dan efisien untuk mencapai objektif
organisasi. Pada pengarahan yang harus dipertimbangkan adalah
komunikasi dalam hubungan interpersonal. Pengarahan itu dapat

5
terjadi apabila seorang pemimpin mendapatkan masukan yang
optimum dari bawahannya untuk kepentingan semua masalah oleh
karena itu seorang pemimpin harus benar-benar mengerti
keterbatasan bawahannya. Di dalam manajemen keperawatan, yang
dimaksud dengan pengarahan adalah tindakan fisik dari manajemen
keperawatan, proses interpersonal dimana personil keperawatan
mencapai objektif keperawatan (Swansburg, 2000). Sebagai seorang
pemimpin dalam manajemen keperawatan, ia harus mempunyai
kemampuan untuk membujuk bawahan bersama-sama bekerja keras
untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam pelayanan
keperawatan.untuk mencapai hal tersebut pimpinan keperawatan
seharusnya telah dibekali ilmu dasar yang kuat tentang
kebijaksanaan organisasi, tujuan, program-program baru dan
rencana untuk perubahan. Selain itu pimpinan keperawatan juga
harus mempunyai perilaku yang dapat diterima secara sosial,
kualitas personal yang dapat diterima bawahan, keterampilan dalam
memimpin, serta kemampuan komunikasi interpersonal yang baik.
Jika semua ini ada pada seorang pimpinan keperawatan maka
pengarahan yang efektif dapat dilaksanakan sehingga dukungan
bawahan untuk mencapai tujuan manajemen keperawatan optimal
(Swansburg, 2000).
4. Fungsi Pengendalian
Pengendalian adalah pemeriksaan untuk melihat apakah segala
sesuatunya terjadi sesuai rencana yang telah disepakati, instruksi
yang telah dikeluarkan, serta prinsip-prinsip yang telah ditentukan,
yang bertujuan untuk menunjukkan kekurangan dan kesalahan agar
dapat diperbaiki dan tidak terjadi lagi (Fayol dalam Swansburg,
2000). Pengontrolan dilakukan sesuai fakta yang ada. Bila isu
muncul sebaiknya satu sama lain bertemu dan menenangkan mereka
melalui kontak langsung. Untuk merangsang kerja sama, perlu
peran serta sejak semula. Proses pengontrolan dapat digambarkan
dengan salah satunya membuat standar bagi semua dasar-dasar

6
manajemen dalam istilah-istilah yang diterima serta hasil yang dapat
diukur yang ukuran ini harus dapat mengukur pencapaian dan
tujuan yang ditentukan. Kontrol termasuk koordinasi sejumlah
kegiatan, pembuatan keputusan yang berhubungan dengan
perencanaan dan kegiatan organisasi, serta informasi dari
pengarahan dan pengevaluasian setiap kinerja petugas. Kron dan
Gray dalam Swansburg (2000) menunjukkan bahwa kontrol
menggunakan pengevaluasian dan keteraturan. Karakteristik suatu
sistem kontrol yang baik adalah harus menunjukkan sifat dari
aktivitas, melaporkan kesalahan-kesalahan dengan segera,
memandang ke depan, menunjukkan penerimaan pada titik-titik
kritis, objektif, fleksibel, menunjukkan pola organisasi, ekonomis,
dapat dimengerti, dan menunjukkan tindakan perbaikan. Manajer
perawat akan merealisasikan cara terbaik dalam menjamin kualitas
pelayanan keperawatan yang diberikan di ruangan-ruangan untuk
menegakkan filosofi, standar pelayanan, dan tujuan-tujuan.

2.1.2 Uraian Tugas Masing-Masing Manejerial


1. Kepala ruangan
Seorang perawat professional yang diberi wewenang dan tanggung
jawab dan mengelola kegiatan pelayanan perawatan disuatu ruang
rawat.
Tugas pokok
Mengawasi dan mengendalikan kegiatamn pelayanan keperawatan di
ruang rawat yang berada diwilayah tanggung jawabnya.
Uraian tugas
a. Melaksanakan fungsi perencanaaan, meliputi :
1) Merencanakan jumlah, kategori dan tenaga perawatan serta
serta tenaga lain sesuai kebutuhan.
2) Merencanakan jumlah jenis peralatan perawatan yang
diperlukan sesuai kebutuhan.

7
3) Merencanakan dan menentukan jenis kegitan/asuhan
keperawatan yang akan diseleggarakan sesuai kebutuhan pasien
b. Melaksanakan fungsi pergerakan dan pelaksanaan, meliputi :
1) Mengatur dan mengkoordinasikan seluruh kegiatan pelayanan
ruang rawat.
2) Menyusun dan menyusun daftar dinas tenaga perawatan dan
tenaga lain sesuai kebutuhan dan ketentuan atau peraturan yang
berlaku.
3) Melaksanakan program orientasi kepada tenaga keperawatan
baru atau tenaga lain yang akan bekerja diruang rawat.
4) Memberi pengarahan dan motivasi kepada tenaga perawatan
untuk melaksanakan asuhan keperawatan sesuai ketentuan atau
standar.
5) Mengkoordinasikan seluruh kegiatan yang ada dengan cara
bekerja sama dengan berbagai pihak yang terlibat dalam
pelayanan diruang rawat.
6) Mengadakan pertemuan berkala dengan pelaksana perawatan
dan tenaga lain yang berada dibawah tanggung jawabnya.
7) Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan perawatan antara
lain melalui pertemuan ilmiah.
8) Mengenal jenis dan kegunaan barang atau peralatan serta
mengusahankan pengadaannya sesuai kebutuhan pasien agar
tercapai pelayaan optimal.
9) Menyusun permintaan rutin meliputi kebutuhan alat, obat dan
bahan lain yang diperlukan diruang rawat.
10) Mengatur dan mengkoordinasikan pemeliharaan peralatan agar
selalu dalam keadaan siap pakai
11) Mempertanggungjawabkan pelaksanaan inventarisasi peralatan
12) Melaksanakan program orientasi kepada pasien dan
keluarganya, meliputi penjelasan tentang peraturan rumah
sakit, tata tertib ruangan, fasilitas yang ada cara penggunaannya
serta kegiatan rutin sehari-hari diruangan.

8
13) Mendampingi dokter selama kunjungan keliling (visite dokter)
untuk pemeriksaan pasien dan mencatat program pengobatan,
serta menyampaikan kepada staf yang melaksanakannya.
14) Mengelompokkan pasien dan mengatur penempatannya
diruang rawat menurut tingkat kegawatannya, infeksi dan non
infeksi untuk memudahkan pemberian asuhan keperawatan.
15) Mengadakan pendekatan kepada setiap pasien yang dirawat
untuk mengetahui keadaannya dan mendampung keluhan serta
membantu memecahkan masalah yang dihadapinya.
16) Menjaga perasaan pasien agar merasa aman dan terlindungi
selama pelaksanaan pelayanan perawatan berlangsung
17) Memberi penyuluhan kesehatan terhadap pasien atau keluarga
dalam batas kewenangan.
18) Menjaga perasaan petugas agar merasa aman dan terlindungi
selama pelaksanaan pelayanan perawatan berlangsung
19) Memelihara dan mengembangakan system pencatatan dan
pelaporan asuhan keperawatan dan kegiatan lain yang
dilakukan secara tepat dan benar. Untuk tindakan perawatan
selanjutnya.
20) Mengadakan kerjasama yang baik dengan kepala ruang yang
lain, seluruh kepala bidang, kepala bagian, kepala instalasi dan
kepala unit di RS.
21) Menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik antara
petugas, pasien dan keluarganya sehingga memberikan
ketenangan.
22) Meneliti pengisian formulir sensus harian pasien ruangan.
23) Memeriksa dan meneliti pengisian daftar permintaan makanan
berdasarkan macam dan jenis makanan pasien, kemudian
memeriksa dan meneliti ulang saat penyajian sesuai diitnya
24) Memelihara buku register dan berkas catatan medik
25) Membuat laporan harian dan bulanan mengenai pelaksanaan
asuhan keperawatan, serta kegiatan lain diruang rawat.

9
c. Melaksanakan fungsi pengawasan, pengendalian dan penilaian
meliputi :
1) Mengawasi dan menilai pelaksanaan asuhan keperawatan yang
telah ditentukan
2) Melaksanakan penilaian terhadap upaya peningkatan pengetahuan
dan keterampilan dibidang perawatan
3) Mengawasi dan mengendalikan perdayagunaan peralatan
perawatan serta obat-obatan secara efektif dan efisien
4) Mengawasi pelaksanaan system pencatatan dan pelaporan kegiatan
asuhan keperawatan serta mencatat kegiatan lain diruang rawat.

2. Ketua TIM
Uraian tugas
a. Menerima pasien dan mengkaji kebutuhan pasien secara
komprehensif
b. Membuat tujuan dan rencana keperawatan
c. Melaksanakan rencana yang telah dibuat selama praktek bila
diperlukan
d. Mengkomunikasikan dan mengkoordinasikan pelayanan yang
diberikan oleh disiplin ilmu lain maupun perawat lain
e. Mengevaluasi keberhasilan asuhan keperawatan
f. Melakukan rujukan kepada pekerja sosial, kontak dengan lembaga
sosial dimasyarakat
g. Membuat jadwal perjanjian klinik
h. Mengadakan kunjungan rumah bila perlu
i. Bertanggung jawab penuh selama 24 jam terhadap asuhan
keperawatan pasien mulai dari pasien masuk sampai keluar rumah
sakit
j. Mengikuti timbang terima

10
k. Menerima pasien dan mengkaji kebutuhan pasien secara
komprehensif
l. Membuat tujuan dan rencana keperawatan
m.Melaksanakan rencana yang telah dibuat secara ia dinas
n. Mengkomunikasikan dan mengkoordinasikan pelayanan yang
diberikan oleh disiplin lain maupun perawat lain
o. Mengevaluasi keberhasilan yang dicapai
p. Menerima dan menyesuaikan rencana
q. Menyiapkan penyuluhan untuk pulang
r. Melakukan rujukan kepada pekerja sosial, kontak dengan lembaga
sosial dimasyarakat
s. Membuat jadwal perjanjian klinik
t. Mengadakan kunjungan rumah
u. Melaksanakan sentralisasi obat
v. Mendampingi visite
w. Melaksanakan ronde keperawatan bersama dengan kepala ruangan
dan perawat associate
x. Melaporkan perkembangan pasien kepada kepala ruangan.

3. Perawat Pelaksana
Seorang perawat yang diberikan wewenang dan ditugaskan untuk
memberikan pelayanan keperawatan lansung kepada klien.
Tugas Pokok
a.Memberikan perawatan secara lansung berdasarkan proses
keperawatan dengan sentuhan kasih sayang.
1) Melaksanakan tindakan perawatan yang telah disusun.
2) Mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah diberikan.
3) Mencatat dan melaporkan semua tindakan perawatan dan
respons klien pada cacatan perawatan.
b. Melaksanakan program medik dengan penuh tanggung jawab.
1) Pemberian obat.
2) Pemeriksaan laboratorium

11
3) Persiapan klien yang akan dioperasi
4) Memperhatikan keseimbangan kebutuhan fisik, mental dan
spiritual dari klien.
5) Memelihara kebersihan klien dan lingkungan.
6) Mengurangi penderitaan klien dengan memberi rasa aman,
nyaman dan ketenangan.
7) Pendekatan dengan komunikasi terapeutik.
8) Mempersiapkan klien secara fisik dan mental untuk
menghadapi tindakan perawatan dan pengobatan serta
diagnostik.
9) Melatih klien untuk menolong dirinya sendiri sesuai
kemampuannya
10) Memberi pertolongan segera pada klien gawat atau sakratul
maut.
11) Membantu kepala ruangan dalam ketatalaksaan ruangan secara
administratif
12) Menyiapkan data klien baru, pulang atau meninggal.
13) Sensus harian dan formulir
14) Rujukan atau penyuluhan PKRMS.
15) Mengatur dan menyiapkan alat-alat yang ada diruangan.
16) Menciptakan dan memelihara kebersihan, keamanan,
kenyamanan dan keindahan ruangan.
17) Melaksanakan tugas dinas pagi/sore/malam secara bergantian.
18) Memberi penyuluhan kesehatan kepada klien sehubungan
dengan penyakitnya.
19) Melaporkan segala sesuatu mengenai keadaan klien baik lisan
maupun tulisan.
20) Membuat laporan harian.
21) Mengikuti timbang terima.
22) Mengikuti kegiatan ronde keperawatan.
23) Melaksankan rancana keperawatan yang dibuat oleh perawat
primer.

12
24) Berkoodinasi dengan perawat associate yang lain dan perawat
primer.
25) Melaksankan evaluasi formatif
26) Pengdokumentasian tindakan dan catatan perkembangan
pasien.
27) Melaporkan segala perubahan yang terjadi atas pasien kepada
perawat primer.

2.1.3 Sistem Model Asuhan Keperawatan


Keberhasilan suatu asuhan keperawatan kepada pasien sangat
ditentukan oleh pemilihan metode pemberian asuhan keperawatan
professional. Ada 5 metode pemberian asuhan keperawatan professional
yang sudah ada dan akan terus dikembangkan di masa depan dalam
menghadapi tren pelayanan keperawatan. Untuk memberikan asuhan
keperawatan yang lazim dipakai meliputi metode fungsional, metode
tim, metode kasus, modifikasi metode tim primer. Jenis-jenis asuhan
keperawatan professional adalah sebagai berikut :
a. Metode Fungsional
Metode fungsional merupakan manajemen klasik yang
menekankan efisiensi, pembagian tugas yang jelas dan pengawasan
yang baik. Metode ini sangat baik untuk rumah sakit yang
kekurangan tenaga. Perawat senior menyibukkan diri dengan tugas
manejerial, sedangkan perawat pasien diserahkan kepada perawat
junior dan atau belum berpengalaman. Kelemahan dari metode ini
adalah pelayanan keperawatan terpisah-pisah, tidak dapat
menerapkan proses keperawatan. Setiap perawat hanya melakukan 1-
2 jenis intervensi (misalnya merawat luka). Metode ini tidak
memberikan kepuasan kepada pasien maupun perawat dan persepsi
perawat cenderung kepada tindakan yang berkaitan dengan
keterampilan saja.

13
b. Metode Tim
Metode ini menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang
berbeda-beda dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap
sekelompok pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2-3 tim/grup
yang terdiri atas tenaga professional, teknikal dan pembantu dalam
satu kelompok kecil yang saling membantu. Metode ini
memungkinkan pemberian pelayanan keperawatan yang menyeluruh,
mendukung pelaksanaan proses keperawatan dan memungkinkan
komunikasi antar tim, sehingga konflik mudah di atasi dan member
kepuasan kepada anggota tim. Namun, komunikasi antar anggota tim
terbentuk terutama dalam bentuk konferensi tim yang biasanya
membutuhkan waktu yang sulit untuk dilaksanakan pada waktu-
waktu sibuk. Hal pokok dalam metode tim adalah ketua tim sebagai
perawat professional harus mampu menggunakan berbagai teknik
kepemimpinan, pentingnya komunikasi yang efektif agar kontunuitas
rencana keperawatan terjamin, anggota tim harus menghargai ketua
tim, model ti akan berhasil bila didukung oleh kepala ruang.
Tujuan metode keperawatan tim adalah untuk memberikan
perawatan yang berpusat pada klien. Perawatan ini memberikan
pengawasan efektif dari memperkenalkan semua personel adalah
media untuk memenuhi upaya kooperatif antara pemimpin dan
anggota tim. Melalui pengawasan ketua tim nantinya dapat
mengidentifikasi tujuan asuhan keperawatan, mengidentifikasi
kebutuhan anggota tim, memfokuskan pada pemenuhan tujuan dan
kebutuhan, membimbing anggota tim untuk membantu menyusun
dan memenuhi standar asuhan keperawatan.Walaupun metode tim
keperawatan ini telah berjalan secara efektif, mungkin pasien masih
menerima fragmentasi pemberian asuhan keperawatan jika ketua tim
tidak dapat menjalin hubungan yang lebih baik dengan pasien,
keterbatasan tenaga dan keahlian dapat menyebabkan kebutuhan
pasien tidak terpenuhi.

14
c. Metode Primer
Metode penugasan dimana satu orang perawat bertanggung
jawab penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien
mulai pasien masuk sampai keluar rumah sakit. Mendorong praktik
kemandirian perawat, ada kejelasan antara pembuat rencana asuhan
dan pelaksana. Metode primer ini ditandai dengan adanya keterkaitan
kuat dan terus menerus antara pasien dan perawat yang ditugaskan
untuk merencanakan, melakukan dan koordinasi asuhan keperawatan
selama pasien dirawat. Konsep dasar metode primer adalah ada
tanggung jawab dan tanggung gugat, ada otonomi dan ketertiban
pasien dan keluarga.
Metode primer membutuhkan pengetahuan keperawatan dan
keterampilan manajemen, bersifat kontunuitas dan komprehensif,
perawat primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap
hasil, dan memungkinkan pengembangan diri sehingga pasien
merasa dimanusiakan karena terpenuhinya kebutuhan secara
individu.Perawat primer mempunyai tugas mengkaji dan membuat
prioritas setiap kebutuhan klien, mengidentifikasi diagnosa
keperawatan, mengembangkan rencana keperawatan dan
mengevaluasi keefektifan keperawatan. Sementara perawat yang lain
memberikan tindakan keperawatan, perawat primer
mengkoordinasikan keperawatan dan menginformasikan tentang
kesehatan klien kepada perawat atau tenaga kesehatan lainnya.
Selain itu, asuhan yang diberikan bermutu tinggi dan tercapai
pelayanan yang efektif terhadap pengobatan, dukungan, proteksi,
informasi dan advokasi.

d. Metode Kasus
Setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan
pasien saat dinas. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda
untuk setiap shift, dan tidak ada jaminan bahwa pasien akan dirawat
oleh orang yang sama pada hari berikutnya. Metode penugasan kasus

15
biasanya diterapkan satu pasien satu perawat, dan hal ini umumnya
dilaksanakan untuk perawat privat atau untuk keperawatan khusus
seperti: isolasi, intensivecare. Kelebihanya adalah perawat lebih
memahami kasus per kasus, sistem evaluasi dari menajerial menjadi
lebih mudah. Kekuranganya adalah belum dapat diidentifikasi
perawat penanggung jawab, perlu tenaga yang cukup banyak dan
mempunyai kemampuan dasar yang sama.

e. Metode modifikasi Tim-primer


Pada model MAKP tim digunakan secara kombinasi dari
kedua system. Menurut Ratna S. Sudarsono (2000) penetapan sistem
model MAKP ini didasarkan pada beberapa alasan:
a. Keperawatan primer tidak digunakan secara murni, karena
perawat primer harus mempunyai latar belakang pendidikan SI
Keperawatan atau setara.
b. Keperawatan tim tidak digunakan secara murni,karena tanggung
jawab asuhan keperawatan pasien terfragmentasi pada berbagai
tim.
c. Melalui kombinasi kedua model tersebut diharapkan komunitas
asuhan keperawatan dan akun stabilitas asuhan keperawatan
terdapat pada primer. Disamping itu, karena saat ini perawat yang
ada di RS sebagian besar adalah lulusan SPK, maka akan
mendapat bimbingan dari perawat primer/ketua tim tentang
asuhan keperawatan.
Contoh untuk ruang model MAKP ini diperlukan 26
perawat.Dengan menggunakan model modifikasi keperawatan
primer ini di perlukan 4 (empat) orang perawat primer (PP)
dengan kualifikasi Ners, di samping seorang kepala ruang rawat
juga Ners. Perawat associate (PA) dengan kualifikasi Ners, di
samping seorang kepala ruangan rawat juga Ners. perawat
associate (PA) 21 orang, kualifikasi pendidikan perawat asossiasi
terdiri atas lulusan D3 keperawatan (3 orang) dan SPK (18 orang).

16
2.1.4 Timbang Terima/Overan
1. Timbang terima
1. Pengertian
Timbang terima adalah suatu cara dalam menyampaikan dan
menerima suatu laporan yang berkaitan dengan keadaan klien.
Timbang terima merupakan kegiatan yang harus dilakukan
sebelum pergantian shift. Selain laporan antar shift, dapat
disampaikan juga imformasi-informasi yang berkaitan dengan
rencana kegiatan yang telah atau sebelum dilaksanakan.
2. Tujuan
1) Menyampaikan kondisi atau keadaan klien secara umum.
2) Menyampaikan hal-hal yang penting yang harus perlu ditindak
lanjuti oleh dinas berikutnya.
3) Tersusun rencana kerja untuk dinas berikutnya.
3. Langkah-langkah
1) Kedua kelompok shift dalam keadaan sudah siap.
2) Shift yang akan menyerahkan perlu mempersiapkan hal-hal apa
yang akan disampaikan.
3) Perawat primer menyampaikan kepada penanggung jawab shift
selanjutnya meliputi :
 Konsidi atau keadaan klien secara umum
 Tindak lanjut atau dinas yang menerima overan
 Rencana kerja untuk dinas yang menerima overan
4) Penyampaian overan diatas harus dilakukan secara jelas dan
tidak terburu-buru.
5) Perawat primer dan anggota kedua shift dinas bersama-sama
secara lansung melihat keadaan klien.
4. Prosedur Timbang Terima
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam prosedur ini meliputi :
1) Persiapan
 Kedua kelompok sudah dalam keadaan siap.
 Kelompok yang akan bertugas menyiapkan buku catatan.

17
2) Pelaksanaan
Timbang terima dilaksanakan oleh perawat primer kepada perawat
primer yang mengganti jaga pada shift berikutnya :
 Timbang terima dilaksanakan setiap pergantian shift.
 Di nurse station perawat brdiskusi untuk melaksanakan timbang
terima dengan mengkaji secara komprehensif yang berkaitan
tentang masalah keperawatan klien, rencana tindakan yang
sudah dan belum dilaksanakan serta hal-hal penting lainnya
yang perlu dilimpahkan.
 Hal-hal yang sifatnya khusus dan memerlukan perincian yang
lengkap sebaiknya dicatat untuk kemudian diserah terimakan
kepada perawat jaga berikutnya.
 Hal-hal yang perlu disampaikan saat timbang terima adalah :
a. Identitas klien dan diagnosa medik.
b. Masalah keperawatan yang masih ada.
c. Data fokus (Keluhan subyektif dan obyektif).
d. Tindakan keperawatan yang sudah dan belum dilaksanakaan.
e. Intervensi kolaboratif dan dependensi.
f. Rencana umum dan persiapan yang perlu dilakukan dalam
kegiatan selanjutnya.
 Perawat yang melakukan timbang terima dapat melakukan
klarifikasi tanya jawab terhadap hal-hal yang ditimbang-
terimakan dan berhak menanyakan mengenai hal-hal yang
kurang jelas.
 Penyampaian saat timbang terima secara jelas dan singkat.
 Lama timbang terima untuk setiap pasien tidak lebih dari 5
menit kecuali pada kondisi khusus dan memerlukan penjelasan
yang lengkap dan rinci.
 Kepala ruangan dan semua perawat keliling ke setiap pasien
dan melakukan validasi data.

18
 Pelaporan untuk timbang terima ditulis secara lansung pada
buku laporan ruangan oleh perawat primer.
2. Komference Keperawatan
1. Pengertian
Konferensi merupakan pertemuan tim yang dilakukan setiap
hari. Konferensi dilakukan sebelum atau setelah melakukan
operan dinas, sore atau malam sesuai dengan jadwal dinas
perawatan pelaksanaan. Konferense sebaiknya dilakukan di
tempat tersendiri sehingga dapat mengurangi gangguan
luar.Konferensi terdiri dari 2 macam, yaitu :
1) Pre Conferenc
Komunikasi kepala tim dan perawat pelaksana setelah
selesai operan untuk rencana kegiatan pada shift tersebut yang
dipinpin oleh katim atau penanggung jawab tim. Jika yang
dinas pada tim tersebut hanya 1 orang, maka pre conference
ditiadakan. Isi pre croference adalah rencana tiap perawat
(rencana harian) dan tambahan rencana dari kepala tim dan
penanggungjawab tim (modul MPKP, 2006).
Waktu : Sebelum operan
Tempat : Meja masing-masing tim
PJ : Kepala tim atau penanggung jawab tim
Kegiatan:
 Kepala tim atau penanggung jawab tim membuka acara
 Kepala tim atau penanggung jawab tim menanyakan
rencana harian masing-masing perawat pelaksana.
 Kepala tim atau penanggung jawab tim memberikan
masukan dan tindakan lanjut terkait dengan asuhan yang
diberikan saat itu
 Kepala tim atau penanggung jawab tim memberikan
reinforcement
 Kepala tim atau penanggung jawab tim menutup acara

19
2) Post Conference
Komunikasi kepala tim dan perawat pelaksana tentang hasil
kegiatan sepanjang shift dan sebelum operan kepada shift
berikutnya. Isinya adalah hasil asuhan keperawatan tiap
perawatan dan hal penting untuk operan (tindak lanjut). Post
conference dipimpin oleh kepala tim atau penanggung jawab tim
(Modul MPKP, 2006).
Waktu : Sebelum operan kedinas berikutnya
Tempat : Meja masing-masing tim
PJ : kepala tim atau penanggung jawab tim
Kegiatan :
 Kepala tim atau penanggung jawab tim membuka acara
 Kepala tim atau penanggung jawab tim menanyakan kendala
dalam asuhan yang telah diberikan
 Kepala tim atau penanggung jawab tim menanyakan tindakan
lanjut asuhan klien yang harus dioperkan kepada perawat shift
berikutnya.
 Kepala tim atau penanggung jawab tim menutup acara
2. Tujuan
Secara umum tujuan konferensi adalah untuk menganalisa
masalah-masalah secara kritis dan menjabarkan alternative
penyelesaian masalah, mendapatkan gambaran berbagai situasi
lapangan yang dapat menjadi masukan untuk menyusun rencana
antisipasi sehingga dapat meningkatkan kesiapan diri dalam
pemberian asuhan keperawatan dan merupakan cara yang efektif
untuk menghasilkan perubahan non kognitif (Mc Keachie,
1962).
Tujuan pre conference adalah :
 Membantu untuk mengidentifikasi masalah-masalah pasien,
merencanakan asuhan dan merencanakan evaluasi hasil

20
 Mempersiapkan hal-hal yang akan di temui di lapangan
 Memberikan kesempatan untuk berdiskusi tentang keadaan
pasien
Tujuan post conference :
Untuk memberikan kesempatan mendiskusikan penyelesaikan
masalah dan membandingkan masalah yang dijumpai.
3. Syarat
 Pre conference dilaksanakan sebelum pemberian asuhan
keperawatan dan post conference dilakukan sesudah
pemberian asuhan keperawatan
 Waktu efektif yang diperlukan 10 atau 15 menit
 Topik yang dibicarakan harus dibatasi, umumnya tentang
keadaan pasien, perencanaan tindakan rencana dan data-data
yang perlu ditambahkan.
 Yang terlibat dalam conference adalah kepala ruangan, ketua
tim dan anggota tim.

2.3 Komunikasi Dalam Manajemen Keperawatan


2.3.1 Komunikasi Terapeutik
a. Pengertian Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan
secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk
kesembuhan pasien (Indrawati, 2003).Komunikasi terapeutik bukan
perkejaan yang bisa dikesampingkan, namun harus direncanakan,
disengaja, dan merupakan tindakan profesional.Akan tetapi, jangan
sampai karena terlalu asyik bekerja, kemudian melupakan pasien
sebagai manusia dengan beragam latar belakang dan masalahnya
(Arwani, 2003 50).
b. Manfaat Komukasi Terapeutik
Manfaat komunikasi terapeutik adlah untuk mendorong dan
mneganjurkan kerja sama antara perawat dan pasien melalui
hubungan perawat dan pasien. Mengidentifikasi, mengungkap

21
perasaan dan mengkaji masalah dan evaluasi tindakan yang
dilakukan oleh perawat (Indrawati, 2003 : 50).

c. Tujuan Komunikasi Terapeutik


Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban
perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan yang efektif
untuk pasien, membantu mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik
dan diri sendiri. Kualitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada
klien sangat dipengaruhi oleh kualitas hubungan perawat-klien, bila
perawat tidak memperhatikan hal ini, hubungan perawat-klien
tersebut bukanlah hubungan yang memberikan dampak terapeutik
yang mempercepat kesembuhan klien, tetapi hubungan sosial biasa.
d. Jenis Komunikasi Terapeutik
Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan prilaku
dan memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain
dan dunia sekitarnya. Menurut Potter dan Perry (1993) dalam Purba
(2003), komunikasi terjadi pada tiga tingkatan yaitu interpersonal,
intrapersonal dan publik.Menurut Swansburg (1990), Szilagyi (1984),
dan Tappen (1995) dalam Purba (2003) ada tiga jenis komunikasi
yaitu verbal, tertulis dan non-verbal yang dimanifestasikan secara
terapeutik.
 Komunikasi Verbal
Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan
keperawatan dirumah sakit adalah pertukaran informasi secara
verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka. Komunikasi
verbal biasanya lebih akurat dan tepat waktu.Keuntungan
komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu memungkinkan tiap
individu untuk berespon secara lansung.
Komunikasi Verbal yang efektif harus :
a. Jelas dan ringkas
b. Pembendaharaan kata (Mudah dipahami)
c. Arti denotatif dan konotatif

22
d. Selaan dan kesempatan berbicara
e. Waktu dan relevansi
f. Humor

 Komunikasi Tertulis
Komunikasi tertulis merupakan salah satu bentuk komunikasi yang
sering digunakan dalam bisnis, seperti komunikasi melalui surat
menyurat, pembuatan memo, laporan, iklan disurat kabar dan lain-
lain.
Prinsip-prinsip komunikasi tertulis terdiri dari :Lengkap, Ringkas,
Pertimbangan, Konkrit, Jelas, Sopan dan Benar
Fungsi komunikasi tertulis adalah :
Sebagai tanda bukti tertulis yang otentik, misalnya : persetujuan
operasi.
1) Alat pengingat/berpikir bilamana diperlukan, misalnya surat
yang telah diarsipkan.
2) Dokumentasi historis, misalnya surat dalam arsip lama yang
digali kembali untuk mengetahui perkembangan masa lampau.
3) Jaminan keamanan, umpamanya surat keterangan jalan.
4) Pedoman atau dasar bertindak, misalnya surat keputusan, surat
perintah, surat pengangkatan.
Keuntungan Komunikasi Tertulis adalah :
1) Adanya dokumen tertulis
2) Sebagai bukti penerimaan dan pengiriman
3) Dapat menyampaikan ide yang rumit
4) Memberikan analisa, evaluasi dan ringkasan
5) Menyebarkan informasi kepada khalayak ramai
6) Dapat menegaskan, menafsirkan dan menjelaskan komunikasi
lisan
7) Membentuk dasar kontrak atau perjanjian
8) Untuk penelitian dan bukti dipengadilan

23
Kerugian komunikasi Tertulis adalah :
1) Memakan waktu lama untuk membuatnya
2) Memakan biaya mahal
3) Komunikasi tertulis cendrung lebih formal
4) Dapat menimbulkan masalah karena salah penafsiran
5) Susah untuk mendapatkan umpan balik segera
6) Bentuk dan isi surat tidak dapat di ubah bila telah dikirimkan
7) Bila penulisan kurang baik maka akan membingungkan si
pembaca

 Komunikasi Non Verbal


Komunikasi non-verbal adalah pemindahan pesan tanpa
menggunakan kata-kata. Merupakan cara yang paling meyakinkan
untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Perawat perlu
menyadari pesan verbal dan non-verbal yang disampaikan klien
mulai dan saat pengkajian sampai evaluasi asuhan keperawatan,
karena isyarat non verbal menambah arti terhadap pesan
verbal.Perawat yang mendeteksi suatu kondisi dan menentukan
kebutuhan asuhan keperawatan.
e. Fase – fase dalam komunikasi terapeutik
1. Orientasi (Orientation)
Pada fase ini hubungan yang terjadi masih dangkal dan komunikasi
yang terjadi bersifat penggalian informasi antara perawat dan
pasien. Fase ini di cirikan oleh lima kegiatan pokok yaitu teting,
building, trust, identification of problems and goals, clarification
of roles dan contract formation.
2. Kerja (Working)
Pada fase ini perawat di tuntut bekerja keras untuk memenuhi
tujuan yang telah di tetapkan pada fase orientasi. Bekerja sama
dengan pasien untuk berdiskusi tentang masalah – masalah yang
merintangi pencapaian tujuan. Fase ini terdiri dari dua kegiatan
pokok yaitu menyatukan proses kounikasi dengan tindakan

24
perawatan dan membangun suasana yang mendukung untuk proses
perubahan.
3. Penyelesaian (Termination)
Pada fase ini perawat mendorong pasien untuk memberikan
penilaian atas tujuan telah di capai, agar tujuan yang tercapai
adalah kondisi yang saling menguntungkan dan memuaskan.
Kegiatan pada fase ini adalah penilaian pencapaian tujuan dan
perpisahan ( Arwani, 2003 61).
Faktor – faktor yang menghambat komunikasi :
Faktor–faktor yang menghambat komunikasi terapeutik adalah
(Indrawati, 2003 ) :
a) Perkembangan
b) Persepsi
c) Nilai
d) Latar belakang sosial budaya
e) Emosi
f) Jenis kelamin
g) Pengetahuan
h) Peran dan hubungan
i) Lingkungan
j) Jarak
k) Citra diri
l) Kondisi fisik

2.3.2 Teknik Komunikasi SBAR


SBAR adalah metode terstruktur untuk mengkomunikasikan informasi
penting yang membutuhkan perhatian segera dan tindakan berkontribusi
terhadap eskalasi yang efektif dan meningkatkan keselamatan pasien
SBAR juga dapat digunakan secara efektif untuk meningkatkan serah
terima antara shift atau antara staf  di daerah klinis yang sama atau
berbeda. Melibatkan semua anggota tim kesehatan untuk memberikan
masukan ke dalam situasi pasien termasuk memberikan rekomendasi.

25
SBAR memberikan kesempatan untuk diskusi antara anggota tim
kesehatan atau tim kesehatan lainnya.
Keuntungan dari penggunaan metode SBAR adalah :
 Kekuatan perawat berkomunikasi secara efektif.
 Dokter percaya pada analisa perawat karena menunjukkan perawat
paham akan kondisi pasien.
 Memperbaiki komunikasi sama dengan memperbaiki keamanan
pasien.
Metode SBAR sama dengan SOAP yaitu  Situation, Background,
Assessment, Recommendation. Komunikasi efektif SBAR dapat diterapkan
oleh semua tenaga kesehatan, diharapkan semua tenaga kesehatan maka
dokumentasi tidak terpecah sendiri-sendiri. Diharapkan dokumentasi
catatan perkembangan pasien terintegrasi dengan baik.sehingga tenaga
kesehatan lain dapat mengetahui perkembangan pasien.
1. Situation : Bagaimana situasi yang akan dibicarakan/ dilaporkan?
o Mengidentifikasi nama diri petugas dan pasien.
o Diagnosa medis
o Apa yang terjadi dengan pasien yang memprihatinkan
2. Background : Apa latar belakang informasi klinis yang berhubungan
dengan situasi?
o Obat saat ini dan alergi
o Tanda-tanda vital terbaru
o Hasil laboratorium : tanggal dan waktu tes dilakukan dan hasil tes
sebelumnya untuk perbandingan
o Riwayat medis
o Temuan klinis terbaru
3. Assessment : berbagai hasil penilaian klinis perawat
o Apa temuan klinis?
o Apa analisis dan pertimbangan perawat
o Apakah masalah ini parah atau mengancam kehidupan?

26
4. Recommendation : apa yang perawat inginkan terjadi dan kapan?
o Apa tindakan / rekomendasi yang diperlukan untuk memperbaiki
masalah?
o Apa solusi yang bisa perawat tawarkan dokter?
o Apa yang perawat butuhkan dari dokter untuk memperbaiki kondisi
pasien?
o Kapan waktu yang perawat harapkan tindakan ini terjadi?
Sebelum serah terima pasien, perawat harus melakukan :
1. Perawat mendapatkan pengkajian kondisi pasien terkini.
2. Perawat mengkumpulkan data-data yang diperlukan yang berhubungan
dengan kondisi pasien yang akan dilaporkan.
3. Perawat memastikan diagnosa medis pasien dan prioritas masalah
keperawatan yang harus dilanjutkan.
4. Perawat membaca dan pahami catatan perkembangan terkini & hasil
pengkajian perawat shift sebelumnya.
5. Perawat menyiapkan medical record pasien termasuk rencana perawat
harian.
Contoh komunikasi efektif SBAR antar shift dinas/ serah terima :
Situation (S) :
Nama : Tn.A umur 35 tahun, tanggal masuk 8 Desember 2013 sudah 3
hariperawatan, DPJP : dr Setyoko, SpPD, diagnosa medis : Gagal ginjal
kronik.
Masalah keperawatan:
 Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit lebih
 Perubahan kebutuhan nutrisi kurang
Background (B) :
 Pasien bedrest total , urine 50 cc/24 jam, balance cairan 1000 cc/
24 jam.
 Mual tetap ada selama dirawat, ureum 300 mg/dl.
 Pasien program HD 2x seminggu Senin dan Kamis.
 Terpasang infuse NaCl 10 tetes/menit

27
 Dokter sudah menjelaskan penyakitnya tentang gagal ginjal
kronik
 Diet : rendah protein 1 gram
Assessment (A) :
 Kesadaran composmentis, TD 150/80 mmHg, Nadi 100x/menit,
suhu 37 0C, RR 20 x/menit, oedema pada ekstremitas bawah,
tidak sesak napas, urine sedikit, eliminasi faeses baik.
 Hasil laboratorium terbaru : Hb 9 mg/dl, albumin 3, ureum 237
mg/dl
 Pasien masil mengeluh mual
Recommendation (R) :
 Awasi balance cairan
 Batasi asupan cairan
 Konsul ke dokter untuk pemasangan dower kateter
 Pertahankan pemberian pemberian deuritik injeksi furosemit 3 x 1
amp
 Bantu pasien memenuhi kebutuhan dasar pasien
 Jaga aseptik dan antiseptic setiap melakukan prosedur.

2.4 Indikator-indikator pelayanan dirumah sakit


Indikator-indikator pelayanan rumah sakit dapat dipakai untuk mengetahui
tingkat pemanfaatan, mutu, dan efisiensi pelayanan rumah sakit. Indikator-
indikator berikut bersumber dari sensus harian rawat inap :
a. BOR (Bed Occupancy Ratio = Angka penggunaan tempat tidur)
BOR menurut Huffman (1994) adalah the ratio of patient service
days to inpatient bed count days in a period under consideration .
Sedangkan menurut Depkes RI (2005), BOR adalah prosentase pemakaian
tempat tidur pada satuan waktu tertentu. Indikator ini memberikan
gambaran tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit.
Nilai parameter BOR yang ideal adalah antara 60-85% (Depkes RI, 2005).

28
Rumus : 
BOR = (Jumlah hari perawatan rumah sakit / (Jumlah tempat tidur X
Jumlah hari dalam satu periode)) X 100%

b. AVLOS (Average Length of Stay = Rata-rata lamanya pasien dirawat)


AVLOS menurut Huffman (1994) adalah the average hospitalization
stay of inpatient discharged during the period under consideration .
AVLOS menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata lama rawat seorang
pasien. Indikator ini disamping memberikan gambaran tingkat efisiensi,
juga dapat memberikan gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan pada
diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang perlu pengamatan yang lebih
lanjut. Secara umum nilai AVLOS yang ideal antara 6-9 hari (Depkes,
2005).
Rumus :
AVLOS = Jumlah lama dirawat / Jumlah pasien keluar (hidup + mati)

c. TOI (Turn Over Interval = Tenggang perputaran)


TOI menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata hari dimana tempat
tidur tidak ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya. Indikator ini
memberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur. Idealnya
tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari.
Rumus :
TOI = ((Jumlah tempat tidur X Periode) – Hari perawatan) / Jumlah pasien
keluar (hidup + mati)

d. BTO (Bed Turn Over = Angka perputaran tempat tidur)


BTO menurut Huffman (1994) adalah the net effect of changed in
occupancy rate and length of stay.  BTO menurut Depkes RI (2005) adalah
frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode, berapa kali tempat
tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu. Idealnya dalam satu tahun,
satu tempat tidur rata-rata dipakai 40-50 kali.

29
Rumus :
BTO = Jumlah pasien keluar (hidup + mati) / Jumlah tempat tidur.

e. NDR (Net Death Rate)


NDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian 48 jam setelah
dirawat untuk tiap-tiap 1000 penderita keluar. Indikator ini memberikan
gambaran mutu pelayanan di rumah sakit.
Rumus :
NDR = (Jumlah pasien mati > 48 jam / Jumlah pasien keluar (hidup +
mati)) X 1000 permil

f. GDR (Gross Death Rate)


GDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian umum untuk setiap
1000 penderita keluar.
Rumus :
GDR = ( Jumlah pasien mati seluruhnya / Jumlah pasien keluar (hidup +
mati)) X 1000 permil

2.5 Dokumentasi Proses Keperawatan


2.5.1 Pengertian
Dokumentasikan keperawatan adalah pengumpulan, penyimpanan
dan desiminasi informasi guna mempertahankan sejumlah fakta yang
penting secara terus-menerus pada suatu waktu, terhadap sejumlah
kejadian (Fisbach, 1991). Pendapat lain menjelaskan bahwa
dokumentasi adalah suatu catatan kegiatan yang dapat dipergunankan
untuk mengungkapkan suatu fakta yang aktual dan dapat dipertanggung
jawabkan (Keliat, 2000). Dan menurut Setyoaty dan Kemala Rita
dijelaskan bahwa dokumentasi keperawatan merupakan bukti pelayanan
keperawatan prefesional, karena dengan dokumentasi semua aspek baik
pengobatan dan perawatan yang dilakukan oleh tim kesehatan tertulis
dengan teratur sehingga dapat membuat gambaran kondisi kesehatan
pasien secara keseluruhan (Jurnal Keperawatan, 2003).

30
2.5.2 Tujuan dokumentasi Keperawatan
Menurut Carpenito (1999), tujuan dari dokumentasi keperawatan secara
administratif adalah sebagai berikut :
 Untuk mendefenisikan fokus keperawatan bagi klien atau
kelompok.
 Untuk membedakan tanggung gugat perawat dari tanggung gugat
tim palayanan kesehatan lain
 Untuk memberikan kriteria klasifikasi pasien
 Untuk memberikan justifikasi terhadap reimbursemen
 Untuk memberikan data untuk tinjauan administratif dan legal
 Untuk memenuhi persyaratan hukum, akreditasi dan prefesional
 Untuk memberikan data penelitian dan tujuan pendidikan

2.5.3 Fungsi Dokumentasi


Dokumentasi bukan hanya syarat untuk akreditasi, tetapi juga
syarat hukum di tatanan perawatan kesehatan. Dari fokus keperawatan,
dokumentasi memberikan catatan tentang proses keperawatan untuk
memberikan perawatan pasien secara individual (Doenges, 1998).
Pendokumentasian dimulai dari pengkajian, identifikasi masalah,
diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi rencana perawatan
dan evaluasi yang semua dicatat dalam catatan
perkembangan/kemajuan.

2.5.4 Dokumentasi Proses Keperawatan


Proses keperawatan merupakan metode dimana suatu konsep
diterapkan dalam praktek keperawatan disebut juga sebagai suatu
pendekatan problem solving. Memerlukan ilmu, teknik, dan
keterampilan interpersonal dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
klien/keluarga. Carpenito (1999), menguraikan sistem dokumentasi
keperawatan mempunyai beberapa komponen. Sebagian besar
komponen terutama memfokuskan pada pendukumentasian sebagai
berikut: a. Pengkajian keperawatan, b. Diagnosa keperawatan, c.

31
Perencanaan keperawatan, d. Pelaksanaan keperawatan, e. Evaluasi
keperawatan.

2.5.5 Standar Dokumentasi


Komponen dan kriteria standar dokumentasi keperawatan yang
mengacu pada standar asuhan keperawatan depertemen kesehatan tahun
1994, sebagai berikut :
1) Standar pengkajian data keperawatan, meliputi :
 Pengumpulan data, dengan kriteria : kelengkapan data, sistematis,
menggunakan format, aktual dan valid.
 Pengelompokan data, dengan kriteria : data biologis, data
psikologis sosial dan spiritual.
 Perumusan masalah, dengan kriteria : kesenjangan antara status
kesehatan dengan norma dan fungsi keluarga.
2) Diagnosa Keperawatan
Kriteria-kriteria yang ada dalam diagnosa keperawatan :
 Status kesehatan dibandingkan dengan norma untuk menentukan
kesenjangan.
 Diagnosa keperawatan dihubungkan dengan penyebab
kesenjangan dan pemenuhan kebutuhan klien.
 Diagnosa keperawatan dibuat sesuai dengan wewenang.
 Komponen diagnosa keperawatan terdiri dari masalah, penyebab
dan tanda/gejala atau terdiri dari masalah dan penyebab.
 Diagnosa keperawatan aktual untuk perumusan status kesehatan
klien yang sudah nyata terjadi.
 Diagnosa keperawatan potensial untuk perumusan status
kesehatan klien yang kemungkinan akan terjadi, apabila
dilakukan upaya pencegahan.
3) Standar Perencanaan Keperawatan
Komponen perencanaan keperawatan meliputi :
 Prioritas masalah, dengan kriteria : masalah yang mengancam
kehidupan merupakan prioritas utama, masalah yang mengancam

32
kesehatan prioritas kedua, masalah yang mempengaruhi perilaku
prioritas ketiga.
 Tujuan asuhan keperawatan, dengan kriteria : tujuan di rumuskan
secara singkat dan jelas, disusun berdasarkan diagnosa
keperaatan, dapat di ukur, realistik, menggunakan komponen
yang terdiri dari subjek, prilaku klien, kondisi klien dan kriteria
tujuan.
 Rencana tindakan, kriteria : disusun berdasarkan tujuan asuhan
keperawatan, merupakan alternatif tindakan secar tepat,
melibatkan klien / keluarga, mempertimbangkan kebijaksanaan
dan peraturan yang berlaku, menjamin rasa aman dan nyaman
bagi klien, disusun dengan mempertimbangkan lingkungan,
sumber daya dan fasilitas yang ada, berupa kalimat instruksi,
ringkas tegas dan menggunakan forulir yang baku.
4) Standar Implementasi Keperawatan
Kriteria standar implementasi keperawatan :
 Dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan.
 Mengamati keadaan bio – psiko – sosio dan spritual klien.
 Menjelaskan setiap tindakan keperawatan kepada klien/
keluarga.
 Sesuai dengan waktu yang telah di tentukan.
 Menggunakan sumber daya yang ada.
 Menunjukan sikap yang sabar dan ramah dalam berinteraksi
dengan klien dan keluarga.
 Mncuci tangan sebelum dan sesudah melaksanakan tindakan
keperawatan.
 Menerapkan prinsip aseptik dan antiseptik.
 Menerapkan etika keperawatan.
 Menerapkan prinsip aman, nyaman, ekonomis, privacy dan
mengutamakan keselamatan klien.
 Mencatat semua tindakan yang dilakukan.

33
 Melaksanakan tindakan keperawatan yang berpedoman pada
prosedur teknis yang telah di tentukan.

5) Standar Evaluasi
Kriteria standar evaluasi :
 Pengkajian ulang diarahkan pada tercapainya tujuan atau tidak
 Prioritas dan tujuan di tetapkan serta pendekatan keperawatan
lebih lanjut dilakukan dengan tepat dan akurat.
 Tindakan keperawatan yang baru di tetapkan dengan cepat dan
tepat.
2.5.6 Prinsip – prinsip pendokumentasian asuhan keperawatan
Poter dan Perry (1989) memberikan panduan sebagai petunjuk cara
pendokumentasian dengan benar yaitu :
 Jangan menghapus menggunakan tipe – x atau mencoret tulisan yang
salah ketika mencatat, cara yang benar menggunakan garis pada
tulisan yang salah kata yang salah lalu di paraf kemudian ditulis
catatan yang benar.
 Jangan menuli komentar yang bersifat mengkritik klien mauun tenaga
kesehatan lain, karena bisa menunjukan prilaku yang tidak profesional
atau asuhan keperawatan yang tidak bermutu.
 Koreksi semua kesalahan sesegera mungkin karena kesalahan menulis
diikuti dengan kesalahan tindakan.
 Catat hanya fakta, catatan harus kuat dan reliable pastikan apa yang
ditulis adalah fakta, jangan berspekulasi atau menulis perkiraan saja.
 Jangan biarkan bagian kosong pada akhir catatan perawat, karena
orang lain dapat menambahkan informasi yang tidak benar pada
bagian yang kosong tadi. Untuk itu buat garis horizontal sepanjang
area yang kosong dan bubuhkan tanda tangan di bawahnya.
 Semua catatan harus bisa di baca, ditulis denagn tinta dan
menggunakan bahasa yang lugas.

34
 Jika perawat menanyakan suatu instruksi, catat bahwa perawat sedang
mengklarifikasi karena jika perawat melakukan tindakan diluar batas
kewenangannya dapat di tuntut.
 Tulis hanya untuk diri sendiri karena perawat bertanggung gugat atas
informasi yang di tulisnya.
 Hindari penggunaan tulisan yang bersifat umum (kurang spesifik)
karena informasi yang spesifik tenang kondisi klien atas kasus bisa
secara tidak sengaja terhapus jika informasi bersifat terlalu umum,
oleh karena itu tulisan harus secara lengkap, singkat, padat dan
objektif.
 Pastikan urutan kejadian dicatat dengan benar dan tanda tangani setiap
selesai menulis dokumentasi. Dengan demikian dokumentasi
keperawatan harus bersifat objektif, komperensif, akurat dan
menggambarkan keadaan klien serta apa yang terjadi pada dirinya.

2.6 Standar Operasional Prosedur


2.6.1Pengertian
Standar diartikan sebagai ukuran atau model terhadap sesuatu yang
hampir sama. Model tersebut mencakup kualitas, karateristik, properties,
dan performen yang diharapkan dalam suatu tindakan, pelayanan dan
seluruh kornponen yang terlibat. Nilai suatu standar ditentukan oleh
adanya pemakaian konsistensi dan evaluasi. Standar keperawatan adalah
suatu pernyataan yang menjelaskan kualitas, karateristik, property, atau
performence yang diharapkan terhadap beberapa aspek praktik keperawatan
(Nursalam, 2007).
Perawat memerfukan suatu standar dokumentasi sebagai petunjuk
dan arah terhadap penyimpanan dan teknik pencatatan yang benar. Oleh
karena itu standar hams dipahami oleh teman sejawat dan tenaga kesehatan
profesional lainya, terrnasuk tim akreditasi. Siapa saja yang membuturkan
catatan keperawatan yang akurat dan informasi yang bertnanfaat
mempunyai hak terhadap dokumentasi tersebut sesuai dengan standar yang

35
berlaku. Jika standar dapat diobsevasi, perawat, pekerja, dan pasien akan
dihargai dan dilindungi dari kesalahan (misconduct) (Nursalam, 2007 ).
2.6.2 Tujuan
Tujuan proses keperawatan secara umum adalah untuk membuat suatu
kerangka konsep berdasarkan kebutuhan individu dari klien, keluarga, dan
masyarakat dapat terpenuhi. (Nursalam, 2007 ).
2.6.3 Penyusunan Standar
Dalam menilai kualitas pelayanan keperawatan kepada pasien,
digunakan standar praktek keperawatan yang merupakan pedoman bagi
perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Standar praktik
keperawatan adalah norma atau penegasan tentang mutu pekaryaan seorang
perawat yang dianggap baik, tepat, dan benar yang dirumuskan sebagai
pedoman pemberian asuhan keperawatan serta merupakan tolak ukur dalam
penilaian penampilan kerja seorang perawat. Standar penilaian praktik
keperawatan merupakan standar penilaian kinerja perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan. Menurut Nursalam (2007), penilaian kinerja perawat baik
apabila memenuhi ≥ 75 % standar praktik keperawatan.Standar praktik
keperawatan telah disahkan oleh Menkes. RI dalam SK No.
660/Menkes/SK/IX/1987 yang kemudian diperbaharui dan disahkan
berdasarkan SK Dirjen. Yanmed. Depkes. RI No. YM.00.03.2.6.7637, tanggal
18 Agustus 1993. Kemudian pada tahun 1996, Dewan Pimpinan Pusat PPNI
menyusun standar praktek keperawatan yang mengacu dalam tahapan proses
keperawatan, yang meliputi: (1) Pengkajian, (2) Diagnosis keperawatan, (3)
Perencanaan, (4) Implementasi dan (5) Evaluasi.
Kelima standar tersebut merupakan standar asuhan keperawatan yang
haras dilaksanakan oleh perawat dalam melaksanakan pelayanan keperawatan.
Pada stancter 4 adalah implementasi atau tindakan keperawatan yang harus di
ikuti" oleh perawat sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh PPNI (Nursalam,
2007). Menurut Depkes RI (1995) Perawat adalah seorang yang telah
menyelesaikan pendidikan formal keperawatan dan diberi wewenang dan
tanggung jawab untuk memberikan pelayananan asuhan keperawatan dan

36
kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Sebagai pemberi pelayanan pada penanganan luka pasien, perawat
dituntut untuk berbagai hal berikut :
a) Mengawasi agar tidak terjadi infeksi pada pasien dengan
memerharikan reaksi pasien secara spikologis maupun fisikologis.
b) Biasakan diri untuk melakukan teknik cuci tangan sebelum dan
sesudah tindakan, mempergunakan alat yang stril pada tindakan yang
memerlukan sterilitas, menjaga hygine perorangan maupun pasien
c) Menjadi contoh yang baik bagi pasien dan keluarga pasien, perhatian
pasien dan keluarga terhadap tindakan perawat akan dijadikan
pelajaran. Jika Perawat mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
maka akan ditiru tindakan tersebut oleh pasien.
d) Melaksanakan teknik Sterilisasi, desinfeksi, asepsis bedah sesuai
tindakan.
e) Mempunyai pengetahuan dan keterampilan dalam penanganan luka
f) Mendidik individu atau pasien untuk meningkatkan daya tahan tubuh
dengan memenuhi kebutuhan nutrisi, sehingga infeksi luka tidak
terjadi (Wolf, 2004).

37
BAB III
ANALISIS SITUASIONAL

3.1 Gambaran Situasi Rsud Pariaman


Bidang Keperawatan di RSUD Pariaman adalah suatu unit kerja,
merupakan unsur staf dalam organisasi RSUD Pariaman yang mempunyai
tugas melakukan bimbingan pelaksanaan pelayanan dan asuhan keperawatan,
logistik keperawatan serta etika dan mutu keperawatan di semua instansi
pelayanan.
Adapun ruang lingkup organisasi bidang keperawatan RSUD Pariaman
mencakup pelayanan asuhan keperawatan serta peningkatan mutu pelayanan
dan asuhan keperawatan, penyusunan kebutuhan tenaga keperawatan dan
peningkatan mutu, serta pelaksanaan etika profesi yang mencakup logistik
kebutuhan pelayanan dan asuhan keperawatanserta pemantauan, pengawasan,
penilaian kegiatan dan asuhan keperawatan.

3.2 Gambaran Situasi Ruang Bedah Rsud Pariaman


Analisis situasional fungsi manajemen merupakan hasil pengkajian yang
telah dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Profesi Ners Stikes Piala
Sakti Pariaman, yang melaksanakan dinas di Ruang Bedah, untuk mengkaji
keadaan ruangan, lingkungan dan orang-orang yang melaksanakan pekerjaan
diruang rawatan, dengan melihat keberfungsian dari sistem manajemen
keperawatan. Pengkajian dimaksudkan untuk memperoleh gambaran
kelemahan dalam manajemen agar dapat diintervensi untuk meningkatkan
pelayanan keperawatan. Perawat ruangan bedah yang terdiri atas 1 orang
Karu, 1 orang wakil karu, 1 orang katim, 13 Perawat Pelaksana dengan latar
belakang pendidikan D3 : 10 orang dan S1+Ners : 6 orang.

3.3 Indikator-indikator pelayanan dirumah sakit


Indikator-indikator berikut bersumber dari sensus harian rawat inap :
1. BOR (Bed Occupancy Ratio = Angka penggunaan tempat tidur)
BOR = (Jumlah hari perawatan rumah sakit / (Jumlah tempat tidur X
Jumlah hari dalam satu periode)) X 100%

38
2. AVLOS (Average Length of Stay = Rata-rata lamanya pasien dirawat)
AVLOS = Jumlah lama dirawat / Jumlah pasien keluar (hidup + mati)

3. TOI (Turn Over Interval = Tenggang perputaran)


TOI = ((Jumlah tempat tidur X Periode) – Hari perawatan) / Jumlah pasien
keluar (hidup + mati)

Struktur Organisasi Ruangan Bedah RSUD Pariaman

Kepala Instalasi
Ns. Salman, S.Kep

Kepala Ruangan PJ. Logistik


Ns. Fira Firdausia,S.Kep Ns. Adrison,S.Kep

Ketua TIM
Ns. Aulia Rahmi,S.Kep

PP TIM A PP TIM B

PAGI SORE MALAM PAGI SORE MALAM

Skema 1. Struktur Organisasi Ruang Bedah RSUD Pariaman

39
3.4 Tenaga Keperawatan
Tenaga keperawatan di ruang bedah RSUD Pariaman 16 orang perawat yang
terdiri atas 1 orang Karu, 1 orang wakil karu, 1 orang katim, 13 Perawat
Pelaksana dengan latar belakang pendidikan D3 : 10 orang dan S1+Ners : 6
orang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table berikut :
SDM
No Nama Perawat Pendidikan
1. Ns. Fira Firdausia, S.Kep S.1 Keperawatan + Ners
2. Ns. Adrison, S.Kep S.1 Keperawatan + Ners
3. Ns. Aulia Rahmi, S.Kep S.1 Keperawatan + Ners
4. Wila Yanti, Amd.Kep Akper
5. Ns. Intan Bashenova, S.Kep S.1 Keperawatan + Ners
6. Ns. Siska Satri, S.Kep S.1 Keperawatan + Ners
7. Ns. Eko Syafrianto, S.Kep S.1 Keperawatan + Ners
8. Febri Yuriza, Amd.Kep Akper
9. Febi Asiska, Amd.Kep Akper
10. Jasma Dewita, Amd.Kep Akper
11. Bunga Puspa Rini, Amd.Kep Akper
12. Lidya Oktavia, Amd.Kep Akper
13. Refki Aisa, Amd.Kep Akper
14. Ali Nofri, Amd.Kep Akper
15. Yunaftra Andre, Amd.Kep Akper
16. Afrizal Mardan, Amd.Kep Akper

3.4 Analisa Situasi Sistem Manajemen Ruang Bedah


Pengkajian sistem manajemen di ruangan Bedah dilakukan dengan
analisa Situasi Ruangan pada tanggal 26 September 2016 melalui metode :
1. Wawancara yang dilakukan dengan kepala ruangan, Wakil Kepala
Ruangan, Ketua Tim dan beberapa perawat pelaksana.
2. Observasi dilakukan mahasiswa kelompok manajemen, meliputi observasi
situasi dan kondisi ruangan, pelayanan asuhan keperawatan, sistem kerja
dan komunikasi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan.

40
3. Penyebaran kuesioner.
Kuesioner disebarkan pada tanggal 29 September 2016 kepada 16 orang
perawat yang terdiri dari kepala ruangan, Wakil kepala ruangan, ketua tim
dan perawat pelaksana. Setelah data terkumpul, kemudian dilakukan
tabulasi dan analisa data.

3.5 Hasil Perhitungan Kuesioner


1. Data Perawat
Tabel 1
Tenaga Perawat di Ruang Bedah
RSUD Pariaman Tahun 2016
No Jabatan Pendidikan Jumlah
1 Kepala Ruangan S1 1 orang
2 Wakil kepala ruangan S1 1 orang
3 Katim S1 1 orang
4 Perawat Pelaksana S1 3 orang
D3 10 orang
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa kepala ruangan ada 1 orang,
wakil karu 1 orang, ketua tim 1 orang dan 13 orang perawat pelaksana.

Tabel 2
Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Tenaga Keperawatan
Di Ruang Bedah RSUD Pariaman Tahun 2016
No Tingkat Pendidikan N %
1 S.1 Keperawatan 6 37,5
2 D3 Keperawatan 10 62,5
Jumlah 16 100
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar (62,5 %) tenaga
perawat diruang bedah berlatar belakang pendidikan D3 Keperawatan.
Masalah : belum profesionalnya pembagian tenaga kerja menurut tingkat
pendidikan ( S1 : D3 = 1 : 2/3 )

41
Tabel 3
Distribusi Frekuensi Menurut Umur Tenaga Keperawatan
Di Ruang Bedah RSUD Pariaman Tahun 2016
No Umur N %
1 21-30 tahun 14 Orang 87,5
2 31-40 tahun 1 Orang 6,3
3 41-50 tahun 1 Orang 6,3
Jumlah 16 100
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar (87,5%) tenaga
perawat di Ruang bedah berusia 21-30 tahun.
Masalah : tidak ada, karena tenaga perawat masih usia produktif

Tabel 4
Distribusi Frekuensi Lama Dinas Tenaga Keperawatan
Di Ruang bedah RSUD Pariaman Tahun 2016
No Lama Dinas N %
1 0-5 tahun 13 Orang 81,3
2 6-10 tahun 3 Orang 18,8
3 11-15 tahun - 0
4 >15 tahun - 0
Jumlah 16 100
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar (81,3 %) tenaga
perawat Ruang Bedah dengan masa dinas 0-5 tahun.
Masalah : seharusnya ada perawat pendamping dalam memberikan asuhan
keperawatan dikarenakan sebagian besar tenaga perawat diruang
bedah dalam masa dinas kurang dari 5 tahun

2. Aspek – aspek Manajemen


Karu
1. Perencanaan
Tabel 5
Distribusi Frekuensi fungsi Perencanaan Karu
Di Ruang Bedah RSUD Pariaman Tahun 2016
No Dilaksanakan N %
1 Ada 8 80
2 Tidak 2 20
Jumlah 10 100

42
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa, sebagian besar fungsi
perencanaan (80%) ada dilaksanakan.
Observasi : berdasarkan observasi yang dilakukan kelompok tidak adanya
fungsi perencanaan berjalan dengan baik, salah satu contohnya yaitu tidak
ada dirumuskan visi misi ruangan.
Masalah : kurang terlaksananya fungsi perencanaan Karu
2. Pengorganisasian
Tabel 6
Distribusi Frekuensi Fungsi Pengorganisasian Karu
Di Ruang Bedah RSUD Pariaman Tahun 2016
No Dilakukan N %
1 Ada 6 100
2 Tidak - 0
Jumlah 6 100
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa semua fungsi
pengorganisasian (100%) karu ada dilakukan.
Observasi : Berdasarkan observasi yang dilakukan kelompok pada kepala
ruangan fungsi pengorganisasian tidak berjalan sesuai dengan semestinya
karena tidak terlaksananya masing-masing tugas dalam pengorganisasian.
Masalah : kurang fungsi organisasi Karu

3. Pengarahan
Tabel 7
Distribusi Frekuensi fungsi Pengarahan Karu
Di Ruang Bedah RSUD Pariaman Tahun 2016
No Dilakukan N %
1 Ada 10 100
2 Tidak - 0
Jumlah 10 100
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa semua (100%) fungsi
pengarahan ada dilakukan.
Observasi : berdasarkan observasi yang dilakukan kelompok pada kepala
ruangan sebagian fungsi pengarahan tidak ada dilakukan karena tidak ada
pengarahan yang diberikan pada katim dan PP.
Masalah : kurang efektifnya fungsi pengarahan pada karu

43
4. Pengendalian
Tabel 8
Distribusi Frekuensi fungsi pengendalian Karu
Di Ruang Bedah RSUD Pariaman Tahun 2016
No Dilakukan N %
1 Ada 5 83,3
2 Tidak 1 16,7
Jumlah 6 100
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar (83,3%)
fungsi pengendalian ada dilakukan dan terdapat 1 (16,7%) fungsi
pengendalian yang tidak dilakukan yaitu pemeriksaan kelengkapan
persediaan status.
Observasi : berdasarkan observasi yang dilakukan kelompok fungsi
pengendalian tidak ada dilakukan salah satunya pemeriksaan kelengkapan
alat.
Masalah : kurang efektifnya fungsi pengendalian karu

5. Compensatori Reward dan Punishment


Tabel 9
Distribusi Frekuensi Compensatori Reward dan Punishment
Di Ruang Bedah RSUD Pariaman Tahun 2016
No Dilakukan N %
1 Ada 5 100
2 Tidak 0 0
Jumlah 5 100
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa semua (100%) Compensatori
Reward dan Punishment ada dilakukan oleh karu.
Observasi : berdasarkan observasi yang dilakukan kelompok pada kepala
ruangan fungsi reward dan punishment tidak ada dilakukan.
Masalah : tidak adanya fungsi compensantory reward dan punishment

Katim

44
1. Perencanaan
Tabel 12
Distribusi Frekuensi fungsi Perencanaan Katim
Di Ruang Bedah RSUD Pariaman Tahun 2016
No Dilaksanakan N %
1 Ada 2 66,7
2 Tidak 1 33,3
Jumlah 10 100
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa, sebagian besar fungsi
perencanaan (66,7) ada dilaksanakan, tetapi ada 1 (33,3%) fungsi
perencanaan tidak dilaksanakan yaitu katim tidak membuat perencanaan
pulang.
Observasi : berdasarkan observasi yang dilakukan kelompok pada katim
sebagian fungsi perencanaan tidak ada dilakukan yaitu katim tidak ada
membuat perencaan sebelum melakukan ASKEP.
Masalah : kurang terlaksananya fungsi perencanaan Katim

2. Pengorganisasian
Tabel 13
Distribusi Frekuensi Fungsi Pengorganisasian Katim
Di Ruang Bedah RSUD Pariaman Tahun 2016
No Dilakukan N %
1 Ada 4 100
2 Tidak - 0
Jumlah 4 100
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa semua fungsi
pengorganisasian (100%) katim ada dilakukan.
Observasi : berdasarkan observasi yang dilakukan kelompok pada katim
sebagian fungsi pengorganisasian tidak ada dilakukan karena katim tidak
ada melakukan pembagian untuk masing-masing tim.
Masalah : kurang efektifnya fungsi pengorganisasian katim

3. Pengarahan
Tabel 14

45
Distribusi Frekuensi fungsi Pengarahan Katim
Di Ruang Bedah RSUD Pariaman Tahun 2016
No Dilakukan N %
1 Ada 4 100
2 Tidak - 0
Jumlah 4 100
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa (100%) fungsi pengarahan
ada dilakukan.
Observasi : berdasarkan observasi yang dilakukan kelompok pada katim
sebagian fungsi pengarahan tidak ada dilakukan karena katim tidak ada
memberikan pengarahan pada PP dalam memberikan ASKEP kepasien.
Masalah : kurang efektifnya fungsi pengarahan pada katim

4. Compensatori Reward dan Punishment


Tabel 15
Distribusi Frekuensi Compensatori Reward dan Punishment
Di Ruang Bedah RSUD Pariaman Tahun 2016
No Dilakukan N %
1 Ada 2 50
2 Tidak 2 50
Jumlah 4 100
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa separuh (50%)
Compensatori Reward dan Punishment ada dilakukan oleh katim dan
separuh (50%) tidak dilakukan.
Observasi : berdasarkan observasi kelompok didapatkan katim tidak ada
memberikan reward dan punishment pada PP.
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa separuh (50%) Hubungan
Profesional ada dilakukan oleh dan separuh (50%) tidak dilakukan.

Perawat Pelaksana
Tabel 18
Distribusi Frekuensi perawat berdasarkan membaca renpra

46
Di Ruang Bedah RSUD Pariaman Tahun 2016
No Dilakukan N %
1 Ada 14 100
2 Tidak 0 0
Jumlah 14 100
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa seluruh (100%) PP ada
membaca renpra yang telah ditetapkan katim.
Observasi : berdasarkan observasi yang dilakukan kelompok pada PP,
65% PP tidak membaca renpra yang telah ditetapkan katim.
Masalah : kurang efesiennya PP dalam melaksanakan tugasnya

Tabel 19
Distribusi Frekuensi perawat berdasarkan hub terapeutik
Di Ruang Bedah RSUD Pariaman Tahun 2016
No Dilakukan N %
1 Ada 14 100
2 Tidak 0 0
Jumlah 14 100
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa seluruh (100%) PP membina
hub terapeutik kepada klien/keluarga.
Observasi : menurut observasi yang dilakukan kelompok pada PP, 85%
PP ada membina hub terapeutik pada keluarga dan pasien.
Masalah : tdk ada

Tabel 20
Distribusi Frekuensi perawat berdasarkan memberikan informasi
Di Ruang Bedah RSUD Pariaman Tahun 2016
No Dilakukan N %
1 Ada 14 100
2 Tidak 0 0
Jumlah 14 100
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa seluruh (100%) PP ada
memberikan informasi pada saat menerima pasien baru.

47
Observasi : berdasarkan observasi yang dilakukan, 75% pp ada
memberikan informasi kepasien
Masalah : tdk ada
Tabel 21
Distribusi Frekuensi perawat berdasarkan SOP
Di Ruang Bedah RSUD Pariaman Tahun 2016
No Dilakukan N %
1 Ada 14 100
2 Tidak 0 0
Jumlah 14 100
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa seluruh (100%) PP
melakukan tindakan sesuai dengan SOP yang telah ditetapkan.
Observasi : menurut observasi yang dilakukan kelompok pada PP, 75% PP
melakukan tindakan kep tidak sesuai dengan SOP yang telah ditetapkan.
Masalah : kurang efesiennya PP dalam melakukan tindakan keperawatan

Tabel 22
Distribusi Frekuensi perawat berdasarkan pendokumentasian
Di Ruang Bedah RSUD Pariaman Tahun 2016
No Dilakukan N %
1 Ada 14 100
2 Tidak 0 0
Jumlah 14 100
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa seluruh (100%) PP
melakukan dokumentasi pada format yang tersedia.
Observasi : menurut observasi yang dilakukan kelompok pada PP, 85%
PP ada melakukan pendokumentasian pada format yang tersedia.
Masalah : tdk ada

Tabel 23
Distribusi Frekuensi perawat berdasarkan mengikuti visite
Di Ruang Bedah RSUD Pariaman Tahun 2016

48
No Dilakukan N %
1 Ada 14 100
2 Tidak 0 0
Jumlah 14 100
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa seluruh (100%) PP ada
mengikuti dokter saat visite.
Observasi : menurut observasi yang dilakukan kelompok pada PP, 90% PP
ada mengikuti dokter saat visite.
Masalah : tidak ada

Tabel 24
Distribusi Frekuensi perawat berdasarkan kerapian dan
kelengkapan status Di Ruang Bedah RSUD Pariaman Tahun 2016
No Dilakukan N %
1 Ada 14 100
2 Tidak 0 0
Jumlah 14 100
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa seluruh (100%) PP ada
melakukan pemeriksaan kerapian dan kelengkapan status.
Observasi : menurut observasi yang dilakukan kelompok pada PP, 75% PP
ada melakukan pemeriksaan kerapian dan kelengkapan status.
Masalah : tidak ada

Tabel 25
Distribusi Frekuensi perawat berdasarkan laporan pergantian dinas
Di Ruang Bedah RSUD Pariaman Tahun 2016
No Dilakukan N %
1 Ada 14 100
2 Tidak 0 0
Jumlah 14 100
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa seluruh (100%) PP membuat
laporan pergantian dinas.

49
Observasi : menurut observasi yang dilakukan kelompok pada PP, 90% PP
membuat laporan pergantian dinas.
Masalah : tidak ada
Tabel 26
Distribusi Frekuensi perawat berdasarkan melaporkan ke PJ dinas
jika terjadi masalah Di Ruang Bedah RSUD Pariaman Tahun 2016
No Dilakukan N %
1 Ada 14 100
2 Tidak 0 0
Jumlah 14 100
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa seluruh (100%) PP ada
melaporkan ke PJ jika terjadi masalah.
Observasi : menurut observasi yang dilakukan kelompok pada PP, 90% PP
ada melaporkan ke PJ jika terjadi masalah.
masalah : tdk ada masalah
Tabel 27
Distribusi Frekuensi perawat berdasarkan pemeriksaan diagnostik
Di Ruang Bedah RSUD Pariaman Tahun 2016
No Dilakukan N %
1 Ada 14 100
2 Tidak 0 0
Jumlah 14 100
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa seluruh (100%) PP
melakukan pemeriksaan diagnostik
Observasi : berdasarkan observasi yang dilakukan kelompok pada PP, 65%
PP melakukan pemeriksaan diagnostik karena situasi dan kondisi.
Masalah : kurang efektifnya PP dalam melaksanakan tugasnya

Tabel 28
Distribusi Frekuensi perawat berdasarkan memberikan Penkes
Di Ruang Bedah RSUD Pariaman Tahun 2016

50
No Dilakukan N %
1 Ada 13 92,9
2 Tidak 1 7,1
Jumlah 14 100
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar (92,9%) PP
berperan serta dalam memberikan Penkes pada klien dan keluarga.
Observasi : berdasarkan observasi yang dilakukan kelompok pada PP, 50%
PP berperan serta dalam memberikan Penkes pada klien dan keluarga.
Masalah : tidak terlaksananya fungsi pelayanan keperawatan kepasien
Tabel 29
Distribusi Frekuensi perawat berdasarkan inventarisasi fasilitas
Di Ruang Bedah RSUD Pariaman Tahun 2016
No Dilakukan N %
1 Ada 11 78,6
2 Tidak 3 21,4
Jumlah 14 100
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar (78,6%) PP
ada melakukan inventarisasi fasilitas.
Observasi : berdasarkan observasi yang dilakukan kelompok pada PP, 80%
PP tdk ada melakukan inventarisasi fasilitas.
Masalah : tidak efesiennya penggunaan alat inventaris terhadap
pelaksanaan tindakan keperawatan

Tabel 29
Distribusi Frekuensi perawat berdasarkan memberikan resep
Di Ruang Bedah RSUD Pariaman Tahun 2016
No Dilakukan N %
1 Ada 10 71,4
2 Tidak 4 28,6
Jumlah 14 100
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar (71,4%) PP
ada melakukan pemberian resep untuk pasien.

51
Observasi : menurut observasi yang dilakukan kelompok pada PP, 65% PP
ada melakukan pemberian resep untuk pasien.
Masalah : tdk ada

Tabel 30
Distribusi Frekuensi perawat berdasarkan cuci tangan efektif
Di Ruang Bedah RSUD Pariaman Tahun 2016
No Dilakukan N %
1 Ada 13 92,9
2 Tidak 1 7,1
Jumlah 14 100
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar (92,9%) PP
ada melakukan cuci tangan efektif
Observasi : berdasarkan observasi yang dilakukan kelompok pada PP, 35%
PP tidak ada melakukan cuci tangan efektif karena pp mengatakan tidak
suka aroma handscrub
Masalah : kurang efektifnya pp dalam tindakan aseptik

Tabel 31
Distribusi Frekuensi perawat berdasarkan mengajarkan cuci tangan
Di Ruang Bedah RSUD Pariaman Tahun 2016
No Dilakukan N %
1 Ada 5 35,7
2 Tidak 9 64,3
Jumlah 14 100
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar (64,3%) PP
tidak ada mengajarkan pasien dan keluarga untuk cuci tangan efektif.
Observasi : menurut observasi yang dilakukan kelompok pada PP, 90% PP
tidak ada mengajarkan pasien dan keluarga untuk cuci tangan efektif.
Masalah : kurang efektifnya pp dalam pemberian informasi kesehatan

Tabel 32
Distribusi Frekuensi perawat berdasarkan cuci tangan sebelum
tindakan aseptik Di Ruang Bedah RSUD Pariaman Tahun 2016

52
No Dilakukan N %
1 Ada 7 50
2 Tidak 7 50
Jumlah 14 100
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa separuh (50%) PP tidak cuci
tangan sebelum tindakan aseptik.
Observasi : menurut observasi yang dilakukan kelompok pada PP, 75% PP
tidak cuci tangan sebelum tindakan aseptik.
Masalah : kurang efektifnya pelaksanaan five moment

Tabel 33
Distribusi Frekuensi perawat berdasarkan cuci tangan sebelum
Kontak dg pasienDi Ruang Bedah RSUD Pariaman Tahun 2016
No Dilakukan N %
1 Ada 4 28,6
2 Tidak 10 71,4
Jumlah 14 100
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar (71,4%) PP
tidak cuci tangan sebelum kontak dengan pasien.
Observasi : menurut observasi yang dilakukan kelompok pada PP, 80% PP
tidak cuci tangan sebelum kontak dengan pasien.
Masalah : kurang efektifnya pelaksanaan five moment

Tabel 34
Distribusi Frekuensi perawat berdasarkan cuci tangan sesudah
Menyentuh cairan tubuh pasien Di Ruang Bedah
RSUD Pariaman Tahun 2016
No Dilakukan N %
1 Ada 13 92,9
2 Tidak 1 7,1
Jumlah 14 100
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar (92,9%) PP
cuci tangan sesudah menyentuh cairan tubuh pasien.
Observasi : menurut observasi yang dilakukan kelompok pada PP, 65% PP
ada cuci tangan sesudah menyentuh cairan tubuh pasien.

53
Masalah : kurang efektifnya pelaksanaan five moment
Tabel 35
Distribusi Frekuensi perawat berdasarkan cuci tangan sesudah
Kontak dg pasien Di Ruang Bedah RSUD Pariaman Tahun 2016
No Dilakukan N %
1 Ada 13 92,9
2 Tidak 1 7,1
Jumlah 14 100
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar (92,9%) PP
ada melakukan cuci tangan sesudah kontak dengan pasien.
Observasi : menurut observasi yang dilakukan kelompok pada PP, 75% PP
tidak ada melakukan cuci tangan sesudah kontak dengan pasien.
Masalah : kurang efektifnya pelaksanaan five moment
Tabel 36
Distribusi Frekuensi perawat berdasarkan cuci tangan sesudah
Kontak dg lingkungan pasien Di Ruang Bedah
RSUD Pariaman Tahun 2016
No Dilakukan N %
1 Ada 13 92,9
2 Tidak 1 7,1
Jumlah 14 100
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar (92,9%) PP
ada melakukan cuci tangan sesudah Kontak dg lingkungan pasien.
Observasi : menurut observasi yang dilakukan kelompok, 75% PP tdk ada
melakukan cuci tangan sesudah Kontak dg lingkungan pasien.
Masalah : kurang efektifnya pelaksanaan five moment

54
BAB IV
ANALISA DATA
No Hasil Observasi Hasil Wawancara Hasil Kuesioner Masalah
1 Berdasarkan observasi yang Dari hasil wawancara yang Dari hasil kuesioner Belum optimalnya
dilakukan kelompok, dalam dilakukan dengan perawat didapatkan perawat pelaksanaan overan
pelaksanaan overan diruangan ruangan, beberapa perawat memahami cara overan berdasarkan SBAR
masih kurang optimal, dimana pada diruangan mengatakan bahwa dengan baik yang dilakukan
saat overan karu tidak memulai yang membacakan hasil diruangan
untuk membuka overan serta katim laporannya adalah perawat
tidak ada membacakan hasil pelaksana bukan katim, dan
laporan, hanya PP yang untuk overan siang dan overan
membacakan hasil laporannya. malam tidak seefektif overan
Pada saat overan tidak semua dinas pagi, dikarenakan faktor
perawat ruangan yang mengikuti situasi dan kondisi.
overan dengan serius dan overan
alat serta obat tidak ada di overkan.

2 Berdasarkan observasi kelompok Dari hasil wawancara Dari hasil kuesioner Kurang efektifnya
Pelaksanaan cuci tangan diruangan kelompok yang dilakukan didapatkansebagian perawat dalam melaksanakan
bedah kurang efektif. Pelaksanaan kepada perawat ruangan, tidak melakukan five moment five moment
five moment sangatlah tidak efektif beberapa perawat ruangan
dilakukan diruangan dimana pada mengatakan bahwa sebelum

55
saat sebelum kontak dengan pasien kontak dengan pasien memang
jarang dilakukan cuci tangan, jarang dilakukan dikarenakan
sebelum kontak dengan lingkungan kondisi dan situasi dan faktor
pasien juga tidak ada dilakukan kesadaran individu sendiri dan
cuci tangan. Cuci tangan sering cuci tangan sering dilakukan
dilakukan pada saat setelah pada saat setelah kontak
melakukan tindakan aseptic dan dengan pasien dan tindakan
setelah kontak dengan cairan tubuh aseptik.
pasien.

56
ANALISA SWOT
No Masalah (Problem) Kekuatan Kelemahan Kesempatan Ancaman
(Strength) (Weekness) (Opportunity) (Thechment)
1. Belum optimalnya  Adanya  Kurang efektifnya Adanya pembaharuan Jika tidak ada
pelaksanaan overan pembelajaran/pelatihan penerapan SBAR yang SBAR setiap waktu, penerapan
yang dilakukan terhadap perawat baik di ruangan rumah sakit akan komunikasi SBAR
berdasarkan SBAR ruangan oleh pihak  Sebagian Perawat melakukan proses yang benar maka
diruangan. rumah sakit. megatakan kurang akreditasi manajemen
 Sekitar 37,5% perawat efektifnya komunikasi diruangan tidak
telah memiliki gelar SBAR di ruangan di akan efektif dan
S1 (strata satu) karenakan pelayanan yang
keterbatasan tenaga diberikan kepada
dan waktu pasien juga tidak
efesien
2. Kurang efektifnya  Handscrub untuk cuci  Sebagian Perawat Setiap ruangan Resiko terjadinya
dalam melaksanakan tangan sudah tersedia megatakan kurangnya memiliki motivasi infeksi silang
five moment disetiap ruangan kesadaran diri dalam untuk menerapkan semakin besar
menghindari terjadinya metode yang lebih
infeksi silang baik, rumah sakit akan
melakukan proses
akreditasi

57
POA (PLANNING OF ACTION)
N MASALAH RENCANA TUJUAN SASARAN WAKTU TEMPAT NARA SUMBER PENANGUNG
O KEGIATAN JAWAB
1 Belum optimalnya Mengadakan Meningkatkan Semua Jum’at/ Ruang Ns. Maylinda,M.Kep Mahasiswa
Ns.Yesi Maifita,M.Kep
teknik overan yang Desiminasi Ilmu kemauan dan perawat 14 Oktober Bedah
dilakukan berdasarkan SBAR motivasi perawat 2016 RSUD
berdasarkan SBAR dalam Pariaman
diruangan. mengoptimalkan
overan keperawatan
berdasarkan SBAR
2 Kurang efektifnya Mengoptimalkan Untuk menghindari Semua Selasa/ Ruang Mahasiswa Mahasiswa
dalam dan terjadi infeksi silang perawat 04 Oktober Bedah
melaksanakan five mengupayakan 2016 RSUD
moment agar semua Pariaman
perawat
melakukan five
moment

58
Berdasarkan 2 masalah yang kami temukan diruang Bedah RSUD Pariaman,
maka kami mengambil 2 permasalahan tersebut yang akaan kami cari pemecahan
masalah dan solusinya. Dari 2 permasalahan tersebut kami prioritaskan
berdasarkan metode pembobotan dan penentuan prioritas masalah.

4.1 Metode pembobotan dan penentuan prioritas masalah menurut Douglas


Dari 2 permasalahan yang ditemukan diprioritaskan melalui pembuatan
dengan teknik kriteria matrik dengan mempertahankan pentingnya masalah :
1. (Limpotency) : ukuran masalah
2. (Prevalency) : besarnya masalah
3. (Severity) : akibat yang ditimbulkan masalah
4. (Rate of increase) : kenaikan besarnya masalah
5. (Public concer) : perhatian masyarakat terhadap masalah
6. (Degry of inmite need) : derajat keinginan masyarakat yang belum
terpenuhi
7. (Political climate) : suasana politik
8. (Technical Veasibility) : teknologi yang tersedia
9. (Research avaibility) : sumber daya yang tersedia

Rentang nilai yang digunakan :


4 : sangat penting
4 : penting
3 : cukup penting
2 : kurang penting
1 : sangat kurang penting

59
Ruang bedah

Rentang Nilai (1) T R Jumlah


No Masalah P S RI PC DI PC 1xTXR
1. Belum 5 4 3 2 2 2 4 5
optimalnya
teknik overan 18x4x5= 360

yang dilakukan
berdasarkan
SBAR
diruangan.
2. Kurang 5 5 2 1 1 2 3 5
efektifnya
dalam 16x3x5= 240

melaksanakan
five moment

4.2 Urutan maslah di ruang Bedah RSUD Pariaman berdasarkan Prioritas masalah
1. Belum optimalnya teknik overan yang dilakukan berdasarkan SBAR
diruangan.
2. Kurang efektifnya dalam melaksanakan five moment

60
BAB V
IMPLEMENTASI

5.1 Permasalahan
Berdasarkan hasil kusioner, observasi dan wawancara yang dapatkan dari
tanggal 26-29 September 2016, didapatkan 2 permasalahan dan setelah
dilakukan lokakarya mini pada tanggal 06 Oktober 2016 yang dihadiri oleh
pembimbing klinik RSUD Pariaman, pembimbing akademik, kepala ruangan
Bangsal Bedah,Wakil Karu, Katim Ruang Bedah dan perawat pelaksana ruang
Bedah Rsud Pariaman. Dari hasil lokakarya mini disepakati 2 permasalahan
tersebut yang akan ditindaklanjuti oleh ruangan bedah antara lain :
1. Teknik overan yang dilakukan berdasarkan SBAR diruangan yang kurang
efektif
2. Kurang Efektifnya Pelaksanaan Five Moment
Pada saat lokakarya mini tersebut telah disepakati alternatif pemecahan
masalah yang akan dilaksanakan, yaitu :
1. Desiminasi ilmu mengenai teknik overan berdasarkan SBAR
2. Mengingatkan Perawat untuk melaksanakan Five moment
3. Menjalankan metode tim dalam memberikan asuhan keperawatan
4. Membuat uraian tugas serta melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung
jawab Karu, Katim dan PP
5. Mengoptimalkan papan rentang kendali

5.2 Pelaksanaan / Implementasi Pemecahan Masalah


Alternatif pemecahan masalah lokakarya mini ini disusun dan dilakukan
berdasarkan Planning Of Action (POA) dimana setiap kegiatan mempunyai
penanggung jawab, uraian dan indikator kegiatan yang telah dilakukan
berdasarkan POA tersebut adalah :
1. Teknik overan yang dilakukan berdasarkan SBAR diruangan yang kurang
efektif.
a. Desiminasi ilmu mengenai teknik overan berdasarkan SBAR

61
Kegiatan ini sesuai dengan rencana yang telah disepakati pada lokakarya
mini yaitu, pada tanggal 06 Oktober 2016 dan dilakukan desiminasi ilmu
pada tanggal 14 Oktober 2016 tentang overan keperawatan yang mana
tujuannya adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
perawat dalam mengoptimalkan overan keperawatan berdasarkan SBAR.
Sasaran desiminasi ilmu ini adalah semua perawat sehingga semua
perawat mengetahui informasi lebih banyak lagi tentang overan dalam
keperawatan. Desiminasi ilmu ini dihadiri oleh 8 orang perawat
termasuk Kepala Ruangan Bedah. Peserta desiminasi cukup antusias
dengan banyaknya pertanyaan dan masukan yang diberikan kepada
mahasiswa.
b. Role Play Overan
Setelah dilakukan desiminasi ilmu keperawatan, mahasiswa merole play
kan overan keperawatan, dimana tujuannya diharapkan semua perawat
dan Kepala Ruangan dapat menjalankan overan dengan lebih optimal
lagi dan lebih baik lagi. Pelaksanaan role play keperawatan ini telah
dilakukan sejak 08 September 2016. Dalam role play kan Overan
keperawatan ini berjalan dengan baik dan semua peserta overan
mengikutinya dengan baik.
c. Mengingatkan Perawat untuk melakukan cuci tangan secara Five
moment
Mengingatkan perawat dalam melakukan five moment ini merupakan
sebagai bentuk salah satu mengurangi terjadinya infeksi dan sebagai
tindakan pelindung diri dari penyakit, dimana tujuannya adalah untuk
menghindari terjadinya infeksi silang antara petugas dengan pasien.
d. Mengoptimalkan papan rentang kendali
Papan rentang kendali merupakan salah satu bentu realisasi dalam
melakukan pembagian tim agar terlaksananya metode tim dalam
pemberian asuhan keperawatan yang profesional. Dimana metode
pengorganisasian memudahan bagi perawat dalam melakukan proses
timbang teriima dari shift sebelumnya ke shift selanjutnya. Proses
pembuatan rentang kendali berjalan dengan lancar dan baik.

62
e. Kegiatan lain yang dilakukan mahasiswa kelompok manajemen dalam
implementasi adalah :
Kegiatan Kelompok
Disamping kegiatan yang telah disepakati berdasarkan POA, beberapa
kegiatan lain juga telah dilaksanakan kelompok baik sebelum dan sesudah
lokakarya mini dalam upaya menunjang dan memberikan masukan demi
kelancaran dan meningkatkan kegiatan manajemen.
a. Pelaksanaan Praktek Manajemen Keperawatan dengan Metode Tim
Praktek profesi manajemen keperawatan diruang Bedah Rsud Pariaman
dilaksanakan dari tanggal 26 September sampai dengan 22 Oktober 2016.
Anggota kelompok telah melaksanakan metode pengorganisasian tim dengan
bermain peran sebagai Kepala Ruangan, Ketua Tim dan Perawat Pelaksana.
b. Pelaksanaan Asuhan Keperawatan.
Praktek profesi keperawatan diruangan Bedah Rsud Pariaman yang
dilaksanakan selama 1 bulan, dimana kelompok telah melaksanakan asuhan
keperawatan pada klien dengan jumlah berkisar antara 8-15 orang klien/hari.
c. Innovasi Kelompok
Disamping melaksanakan praktek profesi manajemen keperawatan diruang
Bedah Rsud Pariaman. Kelompok juga membuat inovasi-inovasi yang dapat
membuat perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dan memperlancar
kegiatan ruangan serta terkoordinirnya manajemen ruangan. Inovasi yang telah
dilakukan kelompok antara lain :
 Memperbaharui rentang kendali ruangan bedah
 Membuat papan Nurse Station ruangan bedah
 Membuat papan identitas klien disetiap tempat tidur pasien
 Memperbaharui buku injeksi pasien
 Membuat do’a sebelum memberikan asuhan keperawatan
 Memperbaharui nama-nama ruangan bangsal bedah
 Membuat lembar balik diagnosa serta intervensi keperawatan berdasarkan
nanda nic noc.

63
 Membuat lembar balik tentang gambar fraktur
 Membuat lembar balik teknik Overan SBAR
5.3 Proses Evaluasi
Proses evaluasi dilakukan tanggal 15 Oktober 2016. Jumlah perawat yang
dievaluasi adalah 16 orang.
5.3.1 Evaluasi terhadap penerapan teknik komunikasi SBAR saat overan
Teknik komunikasi SBAR dalam overan merupakan teknik komuikasi
yang menjelaskan termasuk tentang situasi, latar belakang, rencana
tindakan yang akan dilakukan dan evaluasi.
Berdasarkan hasil observasi yang mahasiswa lakukan sebelumnya,
didapatkan data :
 65% perawat ruangan bedah kurang memahami tentang konsep
komunikasi SBAR.
 65% perawat ruangan bedah tidak melakukan penatalaksanaan
komunikasi SBAR dalam overan
Setelah dilakukan desiminasi ilmu, memonitoring pendokumentasian
asuhan keperawatan oleh mahasiswa pada tanggal 14 Oktober 2016 di
dapatkan data :
 85% perawat ruangan bedah memahami tentang konsep komunikasi
SBAR
 85% perawat ruangan bedah terlibat langsung dalam mengikuti
penatalaksanaan komunikasi SBAR dalam overan.

5.3.2 Mengingatkan perawat untuk melaksanakan five moment dalam


memberikan asuhan keperawatan
Berdasarkan hasil observasi yang mahasiswa lakukan sebelumnya, di
dapatkan data :
 75% perawat ruangan bedah tidak melakukan five moment dalam
memberikan asuhan keperawatan kepasien
 75% perawat mengatakan five moment yang jarang dilakukan karena
faktor kebiasaan

64
 75% perawat hanya cuci tangan sesudah kontak dengan cairan tubuh
pasien dan sesudah melakukan tindakan aseptik.
 75% perawat tidak mencuci tangan sebelum kontak dengan pasien
dan sesudah kontak dengan lingkungan pasien.
Setelah mengingatkan perawat ruangan untuk five moment dan di
lakukan evaluasi pada tanggal 15 Oktober 2016 di dapatkan data :
 80% perawat sudah ada melaksanakan five Moment
 Dalam pelaksanaan five moment ini tergantung dengan kebiasaan
perawat dalam melaksanakannya.

65
BAB VI
PEMBAHASAN

6.1 Evaluasi dalam pemecahan masalah


6.1.1 Penerapan teknik komunikasi SBAR saat overan
Teknik komunikasi SBAR dalam overan merupakan teknik komuikasi
yang menjelaskan termasuk tentang situasi, latar belakang, rencana
tindakan yang akan dilakukan serta evaluasi.
Berdasarkan hasil observasi yang mahasiswa lakukan sebelumnya,
didapatkan data :
 65% perawat ruangan bedah kurang memahami tentang konsep
komunikasi SBAR.
 85% perawat ruangan bedah kurang efektif dalam melakukan
penatalaksanaan komunikasi SBAR dalam overan
Setelah dilakukan desiminasi ilmu, memonitoring pendokumentasian
asuhan keperawatan oleh mahasiswa pada tanggal 14 Oktober 2016 di
dapatkan data :
 85% perawat ruangan bedah memahami tentang konsep komunikasi
SBAR
 85% perawat ruangan bedah terlibat langsung dalam mengikuti
penatalaksanaan komunikasi SBAR dalam overan.

6.1.2 Mengingatkan perawat untuk melaksanakan five moment dalam


memberikan asuhan keperawatan
Berdasarkan hasil observasi yang mahasiswa lakukan sebelumnya, di
dapatkan data :
 75% perawat ruangan bedah tidak melakukan five moment dalam
memberikan asuhan keperawatan kepasien
 75% perawat mengatakan five moment yang jarang dilakukan karena
faktor kebiasaan

66
 75% perawat hanya cuci tangan sesudah kontak dengan cairan tubuh
pasien dan sesudah melakukan tindakan aseptik.
 75% perawat tidak mencuci tangan sebelum kontak dengan pasien
dan sesudah kontak dengan lingkungan pasien.
Setelah mengingatkan perawat ruangan untuk five moment dan di
lakukan evaluasi pada tanggal 15 Oktober 2016 di dapatkan data :
 80% perawat sudah ada melaksanakan five Moment
Dalam pelaksanaan five moment ini tergantung dengan kebiasaan
perawat dalam melaksanakannya serta keinginan dalam melakukan
five moment.

6.2 Rencana Tindak lanjut


1. Penerapan teknik komunikasi SBAR saat overan
Teknik SBAR  dapat digunakan secara efektif  untuk meningkatkan serah
terima antara shift. Melibatkan semua anggota tim kesehatan untuk
memberikan masukan ke dalam situasi pasien termasuk memberikan
rekomendasi yang lengkap. Teknik SBAR yang digunakan sangat banyak
memberikan manfaat bagi anggota kesehatan terutama perawat dan
memberikan manfaat kepada pasien dalam memberikan pelayanan yang
efektif. Untuk memberikan pelayanan yang efektif diharapkan kepada
semua perawat ruangan bedah untuk mengoptimalkan overan berdasarkan
SBAR agar mempermudah kita dalam melaksanakan Asuhan Keperawatan
kepasien serta overan antar sesame Tim menjadi efektif.

2. Mengingatkan perawat untuk melaksanakan five moment dalam


memberikan asuhan keperawatan
Dalam pelaksanaan five moment masih belum terlaksana dengan efektif.
Dalam pemecahan masalah yang dilakukan kelompok sudah dilakukan
yaitu dengan cara mengingatkan kepada perawat bedah untuk melakukan
five moment. Dalam pemecahan masalah ini tergantung dalm kebiasaan
dari individu, untuk itu diharapkan kepada perawat ruangan bedah untuk
membiasakan dalam melakukan five moment.

67
Five moment sangat penting dalam diri individu dan orang lain sehingga
sangat penting dalam perlindungan diri dari penyebaran penyakit.
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan
Dalam memberikan asuhan keperawatan yang optimal di perlukan
adanya suatu sistem pengorganisasian yang baik. Pengorganisasian
keperawatan yang baik dapat dilihat dari sistim manajerial yang di
gunakan dalam memberikan asuhan keperawatan sehingga dapat
meningkatkan peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang diilakukan di ruangan
Bedah RSUD Pariaman dan kesepakatan dengan kepala ruangan beserta
staf yang hadir dalam acara lokakarya mini, diperoleh dua masalah yang
menjadi prioritas utama yaitu teknik komunikasi SBAR dalam overan
yang kurang efektif dan pelaksanaan five moment yang kurang efektif di
ruangan yang belum efektif.
Sehubungan dengan itu maka dilakukan pemecahan masalah berupa
memberikan desiminasi ilmu tentang teknik komunikasi SBAR. Membuat
papan rentang kendali, memperbahrui papan identitas klien di ruangan,
membuat buku injeksi, dan melaksanakan five moment.
Dari evaluasi terhadap pelaksanaan POA di dipatkan hasil bahwa
dalam menjalankan teknik komunikasi SBAR perawat mampu
menerapkan di ruangan dan melakukan dengan sangat baik.
Dari hasil evaluasi terhadap metode keperawatan modular di ruangan,
kepala ruangan beserta staf yang ada mampu menjalankan dengan baik
dan terorganisasi dengan benar.

7.2 Saran
7.2.1 Untuk Ruangan Bedah

68
1. Agar dapat melaksanakan dan menerapkan komunikasi SBAR
dalam memberikan asuhan keperawatan dan melaksanakan
metode tim dalam pemberian asuhan keperawatan.
2. Agar dapat melanjutkan dan menerapkan pendokumentasian
asuhan keperawatan secara lengkap
3. Agar dapat mempertahankan fungsi menajerial secara optimal
4. Agar dapat mempertahankan keefektifan overan dan penggunaan
protap diruangan
7.2.2 Bagi rumah sakit
1. Agar dapat memberikan penyegaran dan pelatihan tentang model
praktek profesional rumah sakit serta cara pendokumentasian
terbaru dengan menghadirkan pembicara yang kompeten terhadap
perawat diruangan Bedah Rsud Pariaman
2. Perlunya dukungan dari rumah sakit dalam memfasilitasi sarana
dan prasarana baik moril dan materil dalam upaya meningkatkan
kualitas asuhan keperawatan pada pasien yang ada dalam ruangan
Bedah Rsud Pariaman.

69
DAFTAR PUSTAKA

Betz L. Cecily, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Edisi 3. Jakarta:
EGC.
Barbara C. Long. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Bandung : FKUI
DepKesRI (2003), Indonesia sehat 2010. Jakarta : Departemen Kesehatan R.I
Douglas, Laura Mae. (1992) The effective Nurse : Leader and Manager ., 4 Th.
Ed,. Mosby -year book, Inc.
Huber, 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 2. FKUI : Media
Aesculapius.
Marquis, B.L. dan Huston, C.J. (1998). Management Decision Making for Nurses
(3rd ed) Philadelphia: Lippincot – Raven Publisher
Marquis, B.L. dan Huston, C.J. (2000). Leaderships Roles and Management
Functions in Nursing (3rd ed) Philadelphia: Lippincot – Raven Publisher
Swansburg, R.C. & Swansburg, R.J. (1999). Introductory management and
leadership for nurses. Canada : Jones and Barlett Publisher
Swanburg, 2000. Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta: EGC.

70
71

Anda mungkin juga menyukai