Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah sakit merupakan salah satu tempat pelayanan kesehatan. Banyak

orang yang berkunjung maupun masuk ke rumah sakit dengan harapan mereka bisa

sembuh atau menjadi lebih sehat setelah keluar dari rumah sakit. Namun, di sisi lain

ternyata rumah sakit tidak mendukung sepenuhnya harapan itu. Rumah sakit bisa

menjadi sumber infeksi. Infeksi ini dikenal dengan nama Health care-associated

infections (HCAIs) atau sebelumnya disebut dengan infeksi nosokomial (World

Health Organization, 2015).

Health care-associated infections (HCAIs) atau infeksi nosokomial adalah

infeksi yang terjadi pada pasien di rumah sakit maupun pelayanan kesehatan lainnya

(World Health Organization, 2015). Adapun kriteria yang termasuk Health care-

associated infections (HCAIs) adalah pasien telah dirawat di rumah sakit/pelayanan

kesehatan minimal 2 x 24 jam atau 30 hari setelah keluar dari rumah sakit. Mereka

dapat tertular dari diri mereka sendiri, petugas kesehatan yang melakukan kontak

langsung dengan pasien, pengunjung pasien, dan ruangan pasien dirawat. Keberadaan

infeksi ini justru dapat meningkatkan morbiditas, mortalitas dan juga biaya perawatan

pasien (Tyas et al., 2013).

Health care-associated infections (HCAIs) terdiri dari beberapa jenis, antara

lain: Central line-Associated Bloodstream Infection (CLABSI), Catheter Associated

Urinary Tract Infection (CAUTI), Surgical Site Infection (SSI), dan Ventilator-

1
2

Associated Pneumonia (VAP). Data menunjukkan bahwa Health care-associated

infections (HCAIs) ini kurang mendapat perhatian publik (World Health

Organization, 2015). Data yang ada menunjukkan prevalensi Health care-associated

infections (HCAIs) di negara maju (high income) dan negara berkembang (low and

middle income). Prevalensi Health care-associated infections (HCAIs) di negara

maju sekitar 3.5% - 12% dari waktu ke waktu (World Health Organization, 2015).

Sedangkan, prevalensi Health care-associated infections (HCAIs) di negara

berkembang bervariasi antara 5.7% - 19% dari waktu ke waktu (World Health

Organization, 2015). Prevalensi ini lebih tinggi dibandingkan di negara maju. Namun,

baik negara berkembang maupun negara maju, menunjukkan kesamaan yakni

penyumbang terbesar kejadian Health care-associated infections (HCAIs) (HCAIs)

adalah di ruang Intensive Care Unit (ICU) (World Health Organization, 2015).

Ruang Intensive Care Unit (ICU) banyak menggunakan peralatan medis

yang invasif. Hal ini selaras dengan Health care-associated infections (HCAIs) yang

banyak disebabkan oleh penggunaan peralatan medis invasif. Salah satunya adalah

ventilator. Infeksi di rumah sakit akibat dari pemakaian ventilator merupakan yang

paling sering di ruang Intensive Care Unit (ICU) ini (Vincent et al., 2015). Infeksinya

disebut sebagai Ventilator-Associated Pneumonia (VAP). Ventilator-Associated

Pneumonia (VAP) dapat terjadi setelah 48 jam pemasangan intubasi endotrakeal

(early onset). Selain itu, Ventilator-Associated Pneumonia (VAP) juga dapat terjadi

setelah 5 hari pemasangan intubasi endotrakeal (late onset). Oleh karena itu, risiko

terjadinya Ventilator-Associated Pneumonia (VAP) terdapat pada pasien yang

mendapat ventilasi mekanik (Hunter, 2012).


3

Di Indonesia, jumlah kejadian Ventilator-Associated Pneumonia (VAP)

belum ditemukan pada literatur. Hingga saat ini masih mengandalkan data dunia.

Oleh karena itu, peneliti ingin mencoba untuk melakukan penelitian mengenai

prevalensi Ventilator-Associated Pneumonia (VAP) di ruang Intensive Care Unit

(ICU) RSUD Dr. Soetomo Surabaya, umah sakit yang menjadi rujukan Indonesia

bagian timur. Selain itu, peneliti ingin mengetahui gambaran Ventilator-Associated

Pneumonia (VAP) di ruang Intensive Care Unit (ICU) RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang diajukan pada

penelitian ini adalah bagaimana prevalensi Ventilator-Associated Pneumonia (VAP)

di ruang Intensive Care Unit (ICU) RSUD Dr. Soetomo Surabaya ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui prevalensi Ventilator-Associated Pneumonia (VAP) di ruang

Intensive Care Unit (ICU) RSUD Dr. Soetomo Surabaya

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui jumlah pasien yang dirawat di ruang Intensive Care Unit

(ICU)

2. Mengetahui karakteristik pasien Ventilator-associated pneumonia (VAP)

di ruang ICU

3. Mengetahui tanda-tanda klinis pasien VAP yang meliputi gambaran foto

toraks, suhu tubuh, dan jumlah leukosit di ruang ICU

4. Mengetahui k penyebab VAP di ruang ICU

5. Mengetahui komplikasi yang terjadi pada pasien VAP di ruang ICU


4

6. Mengetahui komorbiditas yang dimiliki oleh pasien VAP di ruang ICU

7. Mengetahui luaran pasien VAP di ruang ICU

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti

1. Peneliti dapat melatih kemampuan berpikir kritis terhadap kejadian

Ventilator-Associated Pneumonia (VAP)

2. Peneliti dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan mengenai

kejadian Ventilator-Associated Pneumonia (VAP)

1.4.2 Bagi Rumah Sakit

Melalui penelitian ini, rumah sakit dapat meningkatkan kewaspadaan

terjadinya Ventilator-Associated Pneumonia (VAP). Selain itu, seluruh pihak rumah

sakit juga dapat meningkatkan kepatuhan terhadap program pengendalian dan

pencegahan terjadinya infeksi di rumah sakit.

1.4.3 Bagi Ilmu Pengetahuan

Melalui penelitian ini, pengetahuan mengenai prevalensi Ventilator-

Associated Pneumonia (VAP) dapat lebih mudah diakses dan dapat menjadi acuan

untuk penelitian selanjutnya.


5
2

Anda mungkin juga menyukai