Anda di halaman 1dari 7

Giliran Ara yang Jadi Tomat Busuk

Ararya punya teman kelas yang serupa tomat busuk. Tiap hari, dengan rambutnya
yang dipangkas asal mirip daun tomat itu, kerjanya datang sekolah terlambat pakai baju
seragam yang lusuh. Hari ini dia seperti itu lagi. Sepatu hitamnya yang bolong depannya itu
sampai di pintu kelas bahasa pagi ini.

“Selamat pagi, Hamdan!”

Ararya mengangkat kepalanya yang daritadi terbaring di meja dan menyapa lelaki
yang baru saja datang itu dengan senyum merekah di mukanya.

“Hamdan Hamdan! Sepatunya mangap tuh, dikasih makan dong.”

Hari ini kelas bahasa seperti itu lagi, tertawa dari celetukan Ararya, “Bercanda lah,
Hamdan,” lelaki dengan sepatu bolong itu hanya diam saja dan duduk di mejanya, memang
begitu setiap harinya. Siangnya juga pasti begitu lagi. Ararya baru kembali dari kamar mandi
saat teman-temannya tengah menggunakan punggung kepala Si Tomat Busuk itu sebagai
target mereka. Katanya, yang bisa buat Hamdan tersulut yang menang.

Biasanya memang begitu. Ararya tidak banyak tanya, dia ikut temannya meremat
selembar kertas untuk dia lemparkan kepada Si Tomat Busuk. Benar, ini adalah hari-hari
biasa di kelas bahasa. Memang begini setiap harinya, tetapi hari ini Si Tomat Busuk itu entah
hilang akal atau bagaimana. Dia punguti beberapa kertas di lantai, yang tadinya sudah
menghantam kepalanya, lalu dia lemparkan balik kepada teman di sebelah Ararya.

Loh, bukannya biasanya dia diam saja ya? Kenapa hari ini membalas? Ararya tidak
suka sesuatu yang melenceng dari biasanya. Dia remas lagi selembar kertas untuk membalas
lemparan Hamdan pada temannya lalu berujar remeh, "Hamdan? Harusnya diam saja seperti
kemarin-kemarin. Ini, kan, sama seperti biasanya."

Si Tomat Busuk itu diam dan menatap sekawanan itu dengan mata nyalang. Mulutnya
telah ucapkan beberapa sumpah serapah yang Ararya sendiri tidak tahu apa itu. Hanya seperti
itu, Hamdan tiba-tiba pergi meninggalkan kelas dan tidak pernah kembali sampai bel pulang
berdering.

Ararya kira si Tomat Busuk itu mungkin harus berganti nama jadi Tomat Gila.
Malamnya, Ararya tidur pulas tanpa berpikir bahwa kejadian hari ini akan jadi mimpi
terburuknya.
"Selamat pagi Tuan Muda."

Pemandangan pagi Ararya tiap pagi benar seperti ini, para pekerja di rumahnya sudah
berjejer rapi membungkuk sembilan puluh derajat menghadap Ararya. Di istana ini, Ararya
rajanya. Baju seragamnya sudah wangi, menu sarapannya lebih wangi. Pagi Ararya sempurna
seperti biasanya.

"Permisi Tuan Muda, ada surat lagi dari Tuan Besar."

Kecuali surat itu yang lagi-lagi menganggu pagi Ararya, "Buang," titahnya. Bak
sampah rumah Ararya penuh dengan tumpukan surat yang tumpah-tumpah. Di istana ini,
Ararya rajanya. Seorang raja tidak butuh 'Tuan Besar' yang lebih tinggi darinya.

Hari ini Ararya berangkat ke sekolah dengan suasana hati yang buruk. Dia banting tas
ranselnya saat sampai di bangkunya. Pagi itu, kelas bahasa sudah ramai. Ararya merasa akan
timbul lubang di tubuhnya karena tatapan mata siswa siswi bahasa padanya.

Ararya berteriak sekali, menggertak mereka untuk berhenti pandangi dirinya. Namun
para siswa itu hanya menatap Ararya yang mulai merinding. Lalu dia teriak sekali lagi.
Kedua kalinya, raut anak-anak bahasa itu berubah jijik. Ada apa ini? Ararya rasanya ingin
muntah. Sunyi melanda kelas bahasa ketika pintu kelas terbuka. Dengan mata yang bergetar,
Ararya melihat kehadiran seorang siswa dengan wajah persis miliknya menghampiri dirinya.

"Ara, lihat ini. Si Tomat Busuk merancau gak jelas! Benar katamu, dia harus ganti
nama jadi Tomat Gila.”

Jantung Ararya berdetak lebih cepat dari biasanya. Barusan itu temannya yang
berkata. Tetapi kenapa temannya itu malahan menuding dirinya seolah dia adalah Si Tomat
Busuk? Pandangan Ararya kabur. Perutnya mual menatap „dirinya sendiri‟ menghampiri
dirinya yang terduduk kaku. Ararya mau muntah.

Sebelum Ararya palsu itu sempat lontarkan sepatah kata, Ararya sudah lebih dulu
membawa dirinya lari ke kamar mandi di pojok lorong. Dia jijik sampai rasanya mau muntah.
Ini pasti cuma mimpi, batin Ararya. Iya benar, ini hanya mimpi buruk. Berkali-kali Ararya
tampar pipinya sendiri untuk yakinkan bahwa dia sedang terjebak dalam dunia mimpi, tetapi
ketika Ararya beranikan dirinya untuk bercermin, mimpi buruk itu jadi nyata.

Kemarin, Ararya punya teman kelas yang serupa tomat busuk. Hari ini, Ararya yang
jadi tomat busuk. Pantulan dirinya di cermin itu bukanlah Ararya. Itu bukan wajah cantik
yang miliki satu tahi lalat di bawah mata. Bukan, itu bukan Ararya. Bukan, wajah tegas
dengan potongan rambut mirip daun tomat ini bukan dirinya. Bukan, bukan, bukan. Kata itu
terus berdengung di telinga Ararya. Lalu Ararya muntah lagi.

“Sudah selesai muntahnya?”

Menengok ke arah suara, Ararya pandangi „dirinya sendiri‟ yang sedang bersedekap
di pintu kamar mandi, Ararya merinding sekali lagi, “Jangan kesini!” dia hadangkan
tangannya ke depan wajah „Ararya‟, yang saat ini sedang berjalan mendekat.

Apa apaan ini? Ararya tidak mau jadi Si Tomat Busuk. Dia seharusnya jadi raja.
Bagaimana bisa bertukar tubuh itu nyata? Ararya tidak pernah temui jurnal ilmuwan tentang
bertukar tubuh. Atau memang dirinya saat ini sudah jadi gila? Pertanyaan-pertanyaan itu
terus menghantui pikiran Ararya. Kalau begini terus, Ararya bisa gila betulan.

“Arar- atau harus kupanggil Hamdan Si Tomat Busuk?”

Ararya tarik kerah seragam lawan bicaranya itu, “Jangan berani-beraninya!” lalu dia
lepas dan lari dari hadapan „Ararya‟. Kakinya tanpa sadar berhenti tepat di depan kelas
bahasa. Ararya pikir, jika dia masuk dengan tingkah lakunya yang biasanya, teman-temannya
akan sadar jika ini adalah dirinya. Ararya pikir, mereka akan tahu kalau ini adalah Ararya
teman mereka. Ararya pikir begitu.

“Udah resmi jadi Tomat Gila, huh?” tetapi remasan kertas yang dilemparkan pada
dirinya membuat Ararya ingin menangis. Ararya tidak tahu emosi apa yang dia rasakan saat
ini ketika tangannya otomatis bergerak memunguti remasan kertas di lantai dan balik
melemparkan tepat di wajah temannya itu.

Ararya kepalang marah dengan mimpi buruk ini, sekali hidupnya kacau, segalanya
akan dia rusak juga. Pagi itu, kelas bahasa sama seperti biasanya. Masih ada Ararya, teman-
temannya, dan Hamdan Si Tomat Busuk. Semuanya sama, yang berbeda hanya Hamdan Si
Tomat Busuk itu memulai perang lempar kertas dengan teman-teman Ararya sedang Ararya
hanya diam saja di ambang pintu.

"WOY SI TOMAT BENERAN GILA!"

Dengan begitu, rumor bahwa di kelas bahasa ada Si Tomat Gila yang menggonggong
dan menggigit jika kamu sentuh, dengan cepat menyebar diseluruh angkatan. Siangnya juga
begitu lagi. Katanya ada siswa yang meludahi kuah supnya dan Si Tomat Gila itu
melemparkan supnya ke wajah siswa itu.

"Bahkan katanya ada yang matanya dibutakan karena melirik wajahnya sinis!"

"Kenapa rumornya jadi dilebih-lebihkan?" Ararya mengusap telinganya gatal, hari ini
dia terlalu jadi sorotan di mana-mana. Ararya tidak lagi peduli dengan teman-temannya di
sekolah, dia menenteng tas ransel miliknya dan menunggu sopirnya menjemput. Ararya lupa,
dia bukan lagi „Ararya‟. Saat ini dia adalah Hamdan Si Tomat Busuk. Langkahnya yang
gontai membawa Ararya tanpa arah dan berhenti asal di salah satu minimarket dekat sekolah
mereka.

Ararya merasa perutnya mulai lapar, dia rogoh saku baju ini, tetapi di sana tidak ada
uang lima puluh ribu yang biasa Ararya kantongi. Hanya ada lima ribu rupiah, itu pun jumlah
dari recehan uang-uang kecil. Ararya harus menangis seperti apa lagi, uang receh lima
ratusnya jatuh ke selokan. Memang benar-benar mimpi buruk.

Pulang pun pasti akan diusir oleh Pak Rudi, satpam rumah Ararya yang punya sepatu
kulit. Malam ini, Ararya bukan lagi raja di istananya. Dia hanya Si Tomat Busuk yang
perlahan hancur dirubung lalat karena malam ini menggelandang di taman kosong.

“Udah kelar kagetnya?”

Ararya terperanjat mendengar suara laki-laki di belakangnya.

“Belum. Kenapa?” itu Hamdan Si Tomat Busuk yang menghampiri Ararya di taman,
atau yang sekarang dipanggil „Ararya‟.

“Laper?” Tanya „Ararya‟.

“Di saku bajumu cuma ada lima ribu. Pikir sendiri.”

“Maaf.”

Malam itu, Ararya tidak jadi Si Tomat Busuk yang perlahan hancur dirubung lalat
karena menggelandang. Malam itu dia hanya jadi Ararya Si Tomat Busuk saja. Ararya tidak
tahu dia akan makan apa hari ini saat Hamdan menyeretnya ke pasar malam, bukannya rumah
makan.

Di sepanjang pasar malam, Ararya sudah bertemu kucing liar sebanyak lima kali. Di
beberapa kios yang menjual ayam bakar, para kucing itu berkumpul, menunggu ada ayam
bakar yang jatuh untuk makan malam mereka hari ini. Ararya pikir dia seperti kucing-kucing
itu, mengemis makanan jatuh. Memang benar-benar mimpi buruk.

"Kakak dari mana saja?"

Tanpa sadar, mereka sudah berhenti di satu kios sate ayam. Ararya menautkan alisnya
bingung saat melihat dua anak kecil bergelanyutan di kakinya. Ararya lebih kaget lagi karena
anak kecil itu punya potongan rambut seperti tomat. Ya ampun, ada tomat ceri di sini!

Mata Ararya menatap Hamdan di depannya dan berbisik lirih, "Siapa Si Tomat-tomat
Ceri ini?" Hamdan berikan petunjuk bahwa itu adalah adik-adiknya. Ararya lupa, saat ini dia
bukan lagi Ararya Si Raja, tetapi dia adalah Hamdan Si Tomat Busuk.

"Kakak sakit?"

Astaga! Kenapa datang tiga tomat ceri lagi! Sekarang totalnya lima tomat ceria da di
kaki Ararya.

"Ya?"

"Kata Kak Ararya, kakak sakit. Jadi tidak bisa bantu ibu jualan sate. Sebagai gantinya
Kak Ararya yang bantu jualan!"

Ararya melirik Hamdan yang sekarang adalah 'Ararya'. Si Kakak ini, kenapa tidak
pulang ke istana milik Ararya dan tidur di kasur empuknya tetapi malah kembali kesini
mengaku jadi teman baik Hamdan? Orang aneh.

"Hm, kakak sudah mendingan, tapi saat ini lapar."

Sekali lagi, Hamdan menyeret Ararya. Kali ini untuk duduk disatu bangku makan. Di
meja Ararya sudah ada sepiring sate ayam dan air putih, "Makan ini," kata Hamdan, tapi
bagaimana Ararya bisa makan saat Si Tomat-tomat Ceri itu menatap Ararya.

"Kenapa menatapku terus?"

"Kakak makan saja, kami akan menjagamu!"

Mereka berkata begitu dengan ingus yang meleber keluar. Ararya mengambil
selembar tisu di hadapannya, lalu dia bersihkan hidung Si Tomat-tomat Ceri itu. Oh astaga,
apa katamu tadi? Siapa yang menjaga siapa?
Malam ini, pasar malam ramai seperti biasanya. Semua sama, yang berbebeda hanya
ada Ararya Si Raja yang kehilangan istananya saat ini sedang makan sate ayam dengan Para
Tomat-tomat Ceri. Setidaknya, bagi Ararya, ini lebih menyenangkan daripada makan
ditemani surat berisi minta maaf karena tidak bisa hadir sebab ada rapat bla bla, yang selalu
jadi kebiasaan paginya di istana miliknya.

"Kakak kenapa senyum-senyum sendiri?"

"Aku tidak!"

Malam masih panjang dan Ararya Si Raja yang telah menjadi Ararya Si Tomat busuk
itu, sudah punya rumah untuk dia pulang malam ini.

"Selamat pagi Tuan Muda."

Pemandangan pagi Ararya tiap pagi benar seperti ini, para pekerja di rumahnya sudah
berjejer rapi membungkuk sembilan puluh derajat menghadap Ararya. Di istana ini, Ararya
rajanya. Baju seragamnya sudah wangi, menu sarapannya lebih wangi. Pagi Ararya sempurna
seperti biasanya.

"Permisi Tuan Muda, ada surat lagi dari Tuan Besar."

Pagi ini semuanya seperti biasa, tetapi ada yang berbeda dari perintah Ararya pagi ini,
"Iya. Kirimkan surat balasan dariku buat mereka. Bilang, kutunggu kehadiran mereka di meja
makan ini."

Di istana ini, Ararya rajanya. Kali ini, seorang raja butuh orang yang menemani di
sampingnya. Pagi ini semuanya sama seperti biasanya.

Hari ini, Ararya berangkat ke sekolah dengan bahagia. Dia sapa semua teman di kelas
bahasanya. Para siswa itu menatap Ararya dengan tersenyum dan basa-basi menanyakan
apakah tidur Ararya nyenyak. Ararya menjawab dengan bahagia bahwa tadi malam dia
mimpi buruk.

"Kenapa tersenyum kalau itu mimpi buruk, Ra?"

Saat mau menjawab, sudut mata Ararya tidak sengaja bertemu dengan mata Hamdan
yang baru saja datang, "Selamat pagi Hamdan! Nanti aku ikut ke pasar malam lagi, ya!"
mungkin mimpi buruk itu tidak selamanya buruk.
Hari ini, kelas bahasa seperti itu lagi. Semuanya sama, kecuali Ararya Si Raja yang
telah berteman dengan Hamdan Si Tomat Busuk.

Anda mungkin juga menyukai