Anda di halaman 1dari 10

EPISODE 9

Waktu terasa cepat berlalu, baru saja kemarin

Aurora merasa tidak sendirian, ibunya dengan setia

mengantar dan menunggu dirinya berobat di rumah sakit.

Namun, hari ini Aurora kembali merasakan kesepian. Di

tinggal kembali oleh Ibunya bekerja.

Dua puluh empat jam tidak cukup untuk mengobati

rasa rindu Aurora pada Ibunya. Jika boleh

menngungkapkan lagi ia ingin ibunya selalu berada di

sampingnya kapan pun.


Rasanya terlalu lama Aurora terdiam setelah ibunya

pergi berkerja. Akhirnya, ia memutuskan pergi ke taman

untuk kesekian kalinya.

Menurut Aurora, Taman adalah tempat ternyaman

yang ia temukan selama hidupnya. Tempat yang menjadi

saksi kebahagiannya dan juga taempat yang menjadi saksi

kesedihannya.

Seperti biasa Aurora membawa Novel, MP3, dan

Earphone kesayangnnya. Ia mendudukan diri di bangku

tepat di bawah pohon rindang kemudian memasangkan

Earphone yang sudah tersambung dengan MP3 di kedua

telinganya, dan membuka novelnya yang sudah ia baca

hampir seratus halaman.

Cuaca hari ini sangat baik, tidak terlalu panas dan

juga tidak hujan. Di dukung suasana itu Aurora pun terlarut

dengan kegiatannya saat ini.




Sampai saat ini Althair masih merasa penasaran

dengan yang dilihatnya kemarin di Rumah Sakit. Ia tidak

mungkin salah lihat, matanya masih normal dan ia dengan

jelas tahu bahwa perempuan yang ia lihat kemarin adalah

Aurora.

Tekadnya sudah bulat sejak kemarin, ia akan

menemui Aurora, lagi. Ia tahu betul Aurora pasti berada di

taman.

Firasatnya memang benar, Aurora seperti biasa

duduk di bangku yang sama. Althair tersenyum tipis ketika

melihat Aurora yang bersenandung kecil menikmati lagu

kesukaannya, mungkin.
Dengan keberaniannya, Althair kembali

menghampiri Aurora, yang berbeda ia meminta izin terlebih

dahulu untuk duduk disebelah Aurora.

“Boleh duduk disini?” tanya Althair.

Aurora terlonjak kaget, ia segera melepas Earphone

di telinganya. “Hm? Oh, boleh.” ucapnya sembari

tersenyum manis.

Althair ikut tersenyum, kemudian mendudukan diri

di samping Aurora. Ia masih belum terbiasa melihat

senyum manis Aurora dari jarak dekat seperti ini,

jantungnya masih berdetak dengan cepat, tidak bisa diajak

berkompromi.

Althair membuka tas miliknya dan sibuk merogoh

mencari sesuatu yang sebelumnya ia beli dekat kampus

tadi. Mata Aurora terus mengikuti gerak-gerik Althair.


“Ini,” ucap Althair sembari menyodorkan satu

batang coklat.

Aurora mengernyit binggung. “Buat aku?” tanyanya

pelan, telunjuknnya menunjuk dirinya sendiri.

Althair menganggukan kepala nya. Sebenarnya ia

ragu memberikan coklat pada Aurora. Ia takut Aurora

merasa aneh dengan sikapnya yang mungkin terlalu cepat.

Takut Aurora merasa risih.

Aurora kembali menampakan senyumnya kemudian

meletakkan novel yang masih ia pegang ke samping kirinya

dan menerima coklat pemberian Althair. “Makasih,”

ucapnya.

Althair masih terlarut dengan pikirannya, tidak tahu

harus mengatakan apalagi. Aurora pun begitu masih

bungkam merasa canggung, ia masih memandangi coklat

pemberian Althair.
“Aurora,” ucap Aurora tiba-tiba, menyodorkan

telapak kanannya.

Saat ini Althair lah yang terkejut dengan perkenalan

tiba-tiba dari Aurora. Sejak tadi ia memikirkan bagaimana

cara berkenalan, namun Aurora lebih dulu

memperkenalkan diri.

Althair menyambut telapak tangan kanan Aurora

dengan telapak tangan kanan miliknya. “Althair,”

Tanpa diperkirakan tiba-tiba saja hujan turun.

Padahal cuaca tadi sangat baik untuk sekedar duduk di

bangku taman.

Aurora panik begitu pula dengan Althair. Aurora

segera beranjak dari tempat duduknya. Althair mengikuti

Aurora berdiri dan segera menarik tangan Aurora untuk

berlari menuju tempat teduh.


Althair membawa Aurora ke saung yang masih

berada di taman, tidak terlalu jauh dari bangku yang tadi

mereka duduki.

Keduanya belum sadar sepenuhnya, masih melihat

bagaimana hujan itu turun tanpa melepaskan genggaman

tangan mereka.

Aurora tersadar dan dengan canggung mencoba

melepaskan tangannya dari Althair. Althair pun tersadar

dan segera melepaskan.

“Maaf,” ucap Althair merasa tidak enak.

Ini pertama kali bagi Althair memegang tangan

perempuan, meskipun tidak sadar. Tadi ia hanya reflek

berniat untuk menghindari hujan.

Aurora mengangguk canggung, ini juga pertama

kali baginya ia berpegangan tangan dengan laki-laki.


Althair memperhatikan Aurora yang sedang

memandang hujan dengan wajah serius dan beralih pada

pada rambut Aurora yang terlihat basah karena hujan.

Secara tiba-tiba Althair membalikkan badannya

menghadap Aurora kemudian maju selangkah lebih dekat

dan yang membuat Aurora terkejut adalah Althair

memegang rambutnya.

Aurora dengan reflek ikut menghadap Althair, ia

memperhatikan bagaimana Althair berusaha membuat

rambutnya kering. Meskipun tidak tahu dengan cara itu

apakah bisa kering atau tidak.

“Mama kamu marah kalau kamu kehujanan?” tanya

Althair masih sibuk mengeringkan rambut Aurora.

Aurora menggelengkan kepalanya. “Mama engga di

rumah,” jawabnya.
“Kemana?” tanya Altahir, lagi.

“Kerja,”

Althair mengangguk mengerti kemudian menyudahi

kegiatannya. Tangannya turun kemudian menatap tepat

pada kedua mata Aurora.

Aurora pun ikut terkunci, tidak bisa berkutik sama

sekali saat di tatap se-intens itu oleh Althair. Jantungnya

berdetak sangat cepat. Ia segera mengalihkan

pandangnnya kemanapun.

Kemudian Althair pun mundur satu langkah dan

tidak lagi menatap Aurora, beralih menatap ke arah lain.

Keduanya sama-sama salah tingkah.



Anda mungkin juga menyukai