Anda di halaman 1dari 13

EPISODE 12

Pukul sembilan belas lebih dua puluh, Althair keluar

dari kamarnya dengan terpaksa. Lima belas menit yang lalu

kedua orangtuanya pulang bekerja dan Ayahnya menyuruh

Althair untuk ke ruang keluarga.

Althair dengan malas duduk tepat dihadapan

Ayahnya. Ia tahu betul apa yang akan dilakukan oleh

Ayahnya. Terlihat jelas pada raut wajah Ayahnya yang

tidak bersahabat.

“Kemarin kemana?” tanya Ayahnya datar.

“Kampus,” jawab Althair jujur.

“Bukannya kamu enggak ada kelas?”


Althair menghela nafas, ia tidak topik pembicaraan

Ayahnya yang selalu itu-itu saja.

“Ayah tanya jawab!” bentak Ayah Althair.

Althair masih bungkam, terlalu malas meladeni.

“Ayah selama ini biayain kamu sekolah biar kamu

jadi anak baik, bukan jadi anak kurang ajar kaya gini,”

ucap Ayahnya marah.

“Sampai kapan Ayah mau tahu urusan saya?” tanya

Althair pelan.

“Ayah hanya mau kamu sukses,”

Althair menatap tajam Ayahnya. “Sukses? Ayah mau

saya sukses untuk apa? untuk pamer sama temen-temen

Ayah?” sarkas Althair.

Althair memejamkan matanya sebentar mencoba

menahan amarahnya. “Ayah sadar selama ini hanya


mementingan keinganan Ayah?” tanyanya. “Ayah mau saya

sukses bukan untuk masa depan saya tapi Ayah enggak

mau derajat Ayah turun karena Anaknya gagal.” Lanjutnya.

Ayah Althair bungkam karena perkataan anaknya

yang bisa dibilang kasar dan tidak sopan.

“Ayah terlalu ikut campur sama hidup saya. Saya

enggak suka.”



Althair terbangun dari tidurnya dengan keadaan

badan yang pegal-pegal. Kemarin setelah berbicara dengan

Ayahnya, ia masuk ke kamarnya kemudian melemparkan

barang-barang yang berada didekatnya untuk

melampiaskan kekesalan.
Mata Althair mengernyap beberapa kali. Kepalanya

masih belum bisa berfikir rasional. Ia membutuhkan

penyegaran.

Althair berakhir di taman untuk menyegarkan

pikirannya. Berharap Aurora datang dan bisa membuatnya

melupakan semua masalah, meskipun ia tidak memiliki

janji apapun dengan Aurora.

Satu jam berlalu, Althair tidak menemukan tanda-

tanda keberadaan Aurora. Namun, ia masih bertekad untuk

menunggu.

Akhirnya Althair menyerah setelah menunggu

selama empat jam. Aurora sepertinya memang tidak akan

pergi ketaman. Althair memutuskan untuk pulang

kerumahnya.


Ini adalah hari kedua Althair pergi ketaman untuk

bertemu dengan Aurora. Namun, lagi-lagi Aurora tidak ada

disana. Taman terlihat sepi dan membosankan.

Althair merasa penasaran dan binggung kenapa

Aurora tidak seperti biasanya yang selalu menghabiskan

waktunya ditaman.

Althair tidak memiliki kontak yang bisa

menghubungi Aurora, ia pun tidak tahu tempat tinggal

Aurora. Saat itu, Althair tidak mengantar Aurora pulang

sampai rumah karena Aurora melarangnya.



Puncaknya, hari ini. Hari ketiga Althair tidak bisa

menemukan Aurora. Jujur, ia merasa khawatir dan gelisah.


Perasaannya tidak bisa tenang, takut terjadi sesuatu pada

Aurora.

Althair menepuk kepala dengan tangannya, baru

sadar dan ingat. Ia segera menaiki motornya kemudian

melajukan dengan kecepatan tinggi.

Althair sudah sampai di Rumah sakit, dengan

tergesa-gesa menaiki lift agar cepat sampai di lantai tiga.

Tempat dimana ia pernah melihat Aurora bersama Ibunya.

Althair mengedarkan pandangannya untuk mencari

Aurora. Sial, ia tidak menemukannya.

Althair membalikkan badannya dan melangkahkan

kakinya untuk kembali. Langkahnya terhenti, mencoba

lebih fokus untuk melihat dua perempuan yang sedang

berjalan mendekat, yang tidak lain adalah Aurora dan

Ibunya.
Althair mencoba bersembunyi, ia tidak mau

ketahuaan berada di sini oleh Aurora. Ia merasa sangat

khawatir melihat Aurora yang berjalan sembari menunduk

lemas. Tidak sabar untuk menanyakan kabar Aurora.

Meskipun Althair tahu saat ini Aurora tidak baik-baik

saja.



Kembali berada di taman, namun saat ini berada di

taman Rumah sakit. Berdiri berhadapan dengan Aurora

yang menundukan kepalanya. Althair berhasil membawa

kabur Aurora dengan susah payah.


Althair ingin sekali segera merengkuh badan Aurora

yang semakin kecil. Namun, amarahnya lebih

mendominasi.

“Tiga hari aku nyari kamu,” ucap Althair pelan.

“Kamu tahu aku khawatir?” lirih Althair membuat

Aurora merasa bersalah.

“Althair, kamu enggak perlu khawatir, aku bukan

siapa-siapa kamu,” ucap Aurora memberanikan diri

mengangkat kepalanya menatap Althair.

Althair sontak kaget dengan ucapan Aurora. Ia

mendengus kesal. Merasa hidupnya tidak ada yang sesuai

dengan keinginannya.

“Selama ini aku salah ternyata,” ucap Althair

menatap tepat pada mata Aurora. “Aku fikir kamu punya

perasaan yang sama kaya aku,” lanjutnya.


Aurora kembali menundukan kepalanya. Althair

terlihat menakutkan kali ini. Ia tidak berani menatapnya.

“Lihat sini,” Althair melangkah maju kemudian

mencoba menarik dagu Aurora agar menatapnya.

Mereka saling menatap sebentar. Aurora segera

menepis tangan Althair dan mengalihkan pandangannya.

“Aurora,” panggil Althair.

Tidak ada sahutan apapun dari Aurora membuat

Althair semakin kesal.

“Aku panggil jawab,” sentak Althair.

“Kamu kesini marah-marah buat apa?” tanya Aurora

kembali berani.

“Kamu sendiri yang buat aku marah.” Sahut Althair

menaikkan suaranya.
“Aku enggak suka sama sikapmu yang kaya gini.”

ucap Aurora sembari mundur selangkah menjauhi Althair.

Althair kembali mendekat dan Aurora menatapnya

menantang. “Apalagi?”

“Dengerin aku,” ucap Althair kembali pelan.

Aurora menggelengkan kepalanya. “Mending kamu

pulang,” usirnya.

“Terus kenapa kamu nangis?”

Aurora sama sekali tidak sadar dan langsung

menghapus air matanya. Namun, air matanya keluar

semakin deras dan bahkan isakan kecil terdengar.

Althair kembali menghela nafasnya panjang.

Bagaimana pun ia tidak tega melihat Aurora yang menangis

seperti ini. Apalagi menangis karena ulahnya.


Althair segera membawa tubuh Aurora ke dalam

pelukannya. Berusaha menenangkan dengan menepuk

halus punggung Aurora beberapa kali.



Duduk dibangku taman dengan keadaan mata

Aurora yang masih bengkak setelah menangis. Althair

memberikan minum yang baru saja ia beli pada Aurora.

“Maaf,” ucap Althair tanpa memandang Aurora.

Althair sangat merasa bersalah dengan kejadian

tadi. Sama sekali tidak bermaksud membuat Aurora

menangis. Amarahnya tadi terlalu menguasainya.

“Aku enggak mau kamu terlalu berharap sama aku,”

ucap Aurora tiba-tiba.


Althair memusatkan semua perhatiannya pada

Aurora yang mulai berbicara dengan serius.

“Aku enggak mau buat kamu kecewa, Al.” lanjut

Aurora.

“Jangan selalu pendam semuanya sendiri, kamu

juga manusia, kamu butuh cerita,”

“Aku sakit,” ucap Aurora jujur kemudian

memejamkan matanya sebentar mengumpulkan

keberanian untuk meneruskan. “Kanker otak.” lanjutnya.

Aurora kembali meneteskan air matanya dan yang

bisa Althair lakukan adalah memeluk Aurora untuk kedua

kalinya.



Anda mungkin juga menyukai