SKRIPSI
Muhammad Afnan
05061281924058
i Universitas Sriwijaya
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1 Universitas Sriwijaya
2
2 Universitas Sriwijaya
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Talas rawa raksasa secara ilmiah dikenal dengan nama Cyrtosperma merkusii
(Hassk.) Schott. Nama-nama ilmiah yang merupakan sinonim dari tanaman ini
diantaranya adalah C. lasoides Griffith, C. edule Schott, dan C. chamissonis
(Schott) Merrill. (Flach and Rumawas, 1996). Tanaman ini termasuk famili Araceae
dan genus Cyrtosperma. Dalam genus ini terdapat 12 jenis (Jackson, 2008) dan jenis
talas raksasa adalah satu-satunya jenis yang dapat dimakan , baik umbinya maupun
daunnya (Hetterscheid, 2004).
3 Universitas Sriwijaya
4
4 Universitas Sriwijaya
5
5 Universitas Sriwijaya
6
6 Universitas Sriwijaya
7
2.5. Bioplastik
Bioplastik atau sering juga disebut sebagai plastik biodegradable merupakan
produk yang hampir sama degan plastik konvensional lainya, seperti sifatnya yang
fleksibel, dapat dipergunakan untuk berbagai keperluan. Pembuatan bioplastik
memiliki peluang yang sangat tinggi seiring tingginya tuntutan kelesatarian
lingkungan. Terdapat karakteristik umum pada pembuatan bioplastik yang
berbahan dasar pati baik itu plastik dengan bahan dasar low density polietilen
(LDPE), high density polietilen (HDPE) maupun polypropilen (PP) (Aripin, 2017).
Umumnya masalah yang sering muncul pada jenis plastik biodegradable ialah
harganya yang mahal dan sifat fisik dan mekanik yang rendah dibanding plastik
sintetis, oleh karena itu pemakaian plastik sintetis (PE, PP, PS, PVS dan lain-lain)
sering dipakai. Pengembangan polimer yang berasal dari monomer yang dapat
terdegradasi, seperti polylactic acid (PLA), polyhydroxyalkanater (PHaS) dan
tryglicerides dan polimer dari alam, seperti cotton, wood, silk dan karet. Dari hasil
degradasi plastik biodegradable menghasilkan gas CO2, H2O, CH dan produk
lainnya, hasil ini diperoleh dari besarnya surface erotion pada polimer nano
komposit dibandingkan polimer sintetis berbentuk komposit (Pudjiastuti, 2015).
Pembuatan bioplastik dilakukan dengan beberapa campuran utama seperti pati,
selulosa, NaOH, aguades dan gliserol. Pada pembuatan bioplastik dari limbah
mangga dengan penambahan selulosa dan gliserol yang dilakukan, pati yang
diperoleh dari biji mangga dan selulosa yang dicampur berasal dari serbuk kayu
gergajian jenis kayu jati. Hasil dari proses pembuatan bioplastik tersebut dimana
pada pencampuran pati dengan aquades dibuat dengan perbandingan 1 : 20 dan
diaduk dengan hot plate pada suhu 90C selama 20 menit diikuti dengan
penambahan gliserol, setelah itu dilakukan pembutan bioplastik dengan
penambahan selulosa pada perbandingan pati : selulosa 6 : 4, 7 : 3, 8 : 2, 9 : 1. Hasil
penelitian tersebut disimpulkan pati yang diperoleh dari biji mangga dapat
digunakan sebagai bahan pembuat bioplastik dengan penambahan selulosa dari
hasil plastik tersebut (Septiosari, 2014). penelitian tersebut disimpulkan pati yang
diperoleh dari biji mangga dapat digunakan sebagai bahan pembuat bioplastik
dengan penambahan selulosa dari hasil plastik tersebut (Septiosari, 2014).
7 Universitas Sriwijaya
8
2.7. Gliserol
Bahan pemlastis atau yang dikenal dengan plasticizer adalah bahan organik
dengan berat molekul rendah yang ditambahkan dengan maksud memperlemah
kekakuan dari polimer, meningkatkan fleksibilitas dan ekstensibilitas polimer.
Bahan pemlastis larut dalam tiap-tiap rantai polimer sehingga akan mempermudah
gerakan molekul polimer dan bekerja menurunkan suhu transisi gelas, suhu
kristalisasi atau suhu pelelehan dari polimer. Penggunaan plasticizer yang
berlebihan maka akan meningkatkan kelarutan (Wypych, 2004).
Plastisizer berfungsi untuk meningkatkan elastisitas dengan mengurangi
derajat ikatan hidrogen dan meningkatkan jarak antar molekul dari polimer. Syarat
plastisizer yang digunakan sebagai zat pelembut adalah stabil (inert), yaitu tidak
terdegradasi oleh panas dan cahaya, tidak merubah warna polimer dan tidak
menyebabkan korosi. Salah satu jenis plasticizer yang banyak digunakan selama ini
adalah gliserol. Gliserol cukup efektif digunakan untuk meningkatkan sifat plastis
film karena memiliki berat molekul yang kecil (Huri dan Fitri, 2014).
Pemanfaatan gliserol sebagai plasticizer telah banyak di gunakan oleh para
peneliti. Menurut Coniwanti (2014) penambahan gliserol pada edible film sangat
berpengaruh terhadap bahan baku yang digunakan seperti pati. Dibandingkan dari
pelarut seperti sorbitol, gliserol lebih menguntungkan karena mudah tercampur
dalam larutan film dan terlarut dalam air (hidrofilik). Sedangkan sorbitol sulit
8 Universitas Sriwijaya
9
bercampur dan mudah mengkristal pada suhu ruang. Kelebihan lainnya pada
gliserol adalah bahan organik dengan berat molekul rendah sehingga pada
penambahan bahan baku dapat menurunkan kekakuan dari polimer sekaligus
meningkatkan fleksibilitas pada edible film. Gliserol adalah alkohol terhidrik.
Nama lain gliserol adalah gliserin atau 1,2,3-propanetriol. Sifat fisik gliserol tidak
berwarna, tidak berbau, rasanya manis, bentuknya liquid sirup, meleleh pada suhu
17,8C, mendidih pada suhu 290C dan larut dalam air dan etanol. Gliserol bersifat
higroskopis, seperti menyerap air dari udara, sifat ini yang membuat gliserol
digunakan pelembab pada kosmetik. Gliserol terdapat dalam bentuk ester
(gliserida) pada semua hewan, lemak nabati dan minyak . Gliserol termasuk jenis
plasticizer yang bersifat hidrofilik, menambah sifat polar dan mudah larut dalam air
(Ningsih, 2015).
9 Universitas Sriwijaya
10
BAB 3
PELAKSANAAN PENELITIAN
10 Universitas Sriwijaya
11
3.2.2. Metode
3.2.2.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini dirancang dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) yang terdiri dari lima perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan yang diberikan
yaitu perlakuan perbedaan konsentrasi pati umbi daluga (UD) dan umbi ubi kayu
(UK) yang terdiri atas:
K1= UD 100% : UK 0%
K2= UD 75% : UK 25%
K3= UD 50% : UK 50%
K4= UD 25% : UK 75%
K5= UD 0% : UK 100%
11 Universitas Sriwijaya
12
digunakan, ubi kayu dibersihkan dahulu menggunakan air yang mengalir. Lalu ubi
kayu yang sudah bersih dihaluskan menggunakan blender. Ubi kayu yang sudah
halus, kemudian diperas. Hasil perasan ubi kayu tadi disaring menggunakan kain
saring dan ditampung di dalam baskom. Hasil penyaringan tadi itulah yang disebut
dengan filtrat atau pati terlarut. Filtrat diendapkan selama 3 jam untuk mendapatkan
pati basah. Pati basah kemudian dicuci dengan air yang mengalir, kemudian
diendapkan lagi selama 3 jam. Hasil dari pengendapan pati basah tadi didapatlah
pati. Kemudian pati dikeringkan selama 2 hari pada suhu 50 C, dan didapatlah pati
kering yang akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan plastik biodegradable
(Ridwansyah, 2006).
3.2.2.3. Parameter
3.2.2.3.1. Ketebalan
Ketebalan merupakan salah satu parameter yang berpengaruh terhadap
penggunaan kemasan,. Menurut Sumarto (2000), semakin tebal plastik
biodegradable yang dihasilkan maka akan semakin baik kemampuan mengemas
suatu bahan untuk melindungi produk. Adapun untuk standar ketebalan plastik
biodegradable ini dalam SNI 71888.7:2016 tentang kriteria plastik biodegradable
yaitu ≤ 0,25 mm.
12 Universitas Sriwijaya
13
3.2.2.3.4. Biodegradabilitas
Salah satu sifat plastik biodegradable yang paling penting adalah
kemampuannya untuk diuraikan secara alami di lingkungan dalam waktu yang
singkat. Biodegradabilitas merupakan salah satu parameter yang dapat
13 Universitas Sriwijaya
14
menunjukkan bahwa plastik biodegradable yang kita buat ramah lingkungan atau
tidak. Untuk mengetahuinya yaitu dengan dilakukan soil burial test yaitu uji yang
dilakukan dengan mengubur sampel di dalam tanah dalam waktu tertentu.
Kehilangan massa ditentukan dengan mengukur massa polimer sebelum dan
sesudah biodegradasi selama periode waktu tertentu. Untuk analisis
biodegradabilitas, masing-masing sampel bioplastik yang digunakan dalam
penelitian ini berukuran 5 x 5 cm. Menurut SNI untuk memenuhi kriteria plastik
biodegradable harus dapat terurai sebanyak > 60% massa dalam jangka waktu 7
hari.
𝑚 𝑎𝑤𝑎𝑙 − 𝑚 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
%𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 = 𝑥100
𝑚 𝑎𝑤𝑎𝑙
14 Universitas Sriwijaya
15
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1. Ketebalan
Rerata nilai ketebalan plastik biodegradable berbasis pati umbi daluga
(Cyrtosperma merkusii (Hask.) Schott) dan pati ubi kayu (Manihot esculenta
Crantz) disajikan pada Tabel 4.1.1.
Tabel 4.1.1. Hasil uji lanjut BNJ pembuatan plastik biodegradable pati umbi daluga
(Cyrtosperma merkusii (Hask.) Schott) dan pati ubi kayu (Manihot
esculenta Crantz) terhadap ketebalan plastik biodegradable
Perlakuan Rerata BNJ
K1 0,21 a
K2 0,26 ab
K3 0,3 bc
K4 0,34 cd
K5 0,42 e
Berdasarkan hasil uji BNJ di atas menunjukkan bahwa perlakuan K1 berbeda
tidak nyata dengan perlakuan K2 tetapi berbeda nyata dengan perlakuan K3, K4
dan K5. Perlakuan K2 berbeda tidak nyata dengan perlakuan K1 dan K3 tetapi
berbeda nyata dengan perlakuan K4 dan K5. Perlakuan K3 tidak berbeda nyata
dengan perlakuan K2 dan K4 tetapi berbeda nyata dengan perlakuan K1 dan K5.
Perlakuan K5 berbeda nyata dengan perlakuan K1, K2, K3 dan K4.
0,5 0.42
0.34
Ketebalan (mm)
0,4 0.3
0.26
0,3 0.21
0,2
0,1
0
K1 K2 K3 K4 K5
Perlakuan
15 Universitas Sriwijaya
16
0,42 mm, sedangkan nilai ketebalan terendah terdapat pada perlakuan K1 yaitu
dengan 0,21 mm. Untuk perlakuan K2, K3, dan K4 memiliki nilai rata-rata masing-
masing 0,26 mm, 0,3 mm dan 0,34 mm.
73 71.42
72 70.50
71 70.06
69.15
70
69
68
67
66
K1 K2 K3 K4 K5
Perlakuan
16 Universitas Sriwijaya
17
rata-rata 24,97 MPa. Sedangkan pada perlakuan K2, K3, dan K4 memiliki nilai rata-
rata masing-masing sebesar 26,94 MPa, 31,28 MPa dan 37,17 MPa.
73 71.42
72 70.50
71 70.06
69.15
70
69
68
67
66
K1 K2 K3 K4 K5
Perlakuan
17 Universitas Sriwijaya
18
rata pada perlakuan K2, K3 dan K4 masing-masing adalah 70,06%, 70,50% dan
71,34%.
4.1.4. Biodegradabilitas
Rerata nilai biodegradabilitas plastik biodegradable berbasis pati umbi
daluga (Cyrtosperma merkusii (Hask.) Schott) dan pati ubi kayu (Manihot esculenta
Crantz) disajikan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Hasil uji lanjut BNJ pembuatan plastik biodegradable pati umbi daluga
(Cyrtosperma merkusii (Hask.) Schott) dan pati ubi kayu (Manihot esculenta
Crantz) terhadap biodegradabilitas plastik biodegradable
Perlakuan Rerata BNJ
K1 72,34 e
K2 71,42 d
K3 70,50 bc
K4 70,06 b
K5 69,15 a
Berdasarkan hasil uji BNJ di atas menunjukkan bahwa perlakuan K1 berbeda
nyata dengan perlakuan K2, K3, K4 dan K5. Perlakuan K2 berbeda nyata dengan
perlakuan K1, K3, K4 dan K5. Perlakuan K3 berbeda nyata dengan perlakuan K1,
K2, K4 dan K5. Perlakuan K4 berbeda nyata dengan perlakuan K1, K2, K3 dan K5.
Perlakuan K5 berbeda nyata dengan perlakuan K1, K2, K3 dan K4.
80 72.61 69.17 67.35
Biodegradabilitas (%)
70 64.80 61,34
60
50
40
30
20
10
0
K1 K2 K3 K4 K5
Perlakuan
18 Universitas Sriwijaya
19
4.2. Pembahasan
4.2.1. Ketebalan
Tabel 4.1.1. menunjukkan bahwa nilai ketebalan plastik biodegradable
terbesar terdapat pada perlakuan K5 yaitu dengan formula pati ubi kayu 100%,
sedangkan nilai rata-rata terkecil terdapat pada perlakuan K1 dengan formula pati
daluga sebanyak 100%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar persentase pati
daluga yang ditambahkan maka akan membuat plastik biodegradable semakin tipis
dan mendekati dengan pati ubi kayu berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan
perlakuan lainnya.
Plastik biodegradable pada penelitian ini mendapatkan ketebalan terbaik
pada perlakuan K1 dengan nilai ketebalan 0,21 mm. Nilai ketebalan plastik
biodegradable yang didapatkan sudah lebih baik dibandingkan penelitian penelitian
Rozi et al. (2020), yang memiliki ketebalan terbaik yaitu 0,27 mm. Berdasarkan
standar SNI 71888.7:2016 karakteristik plastik biodegradable standar ketebalannya
yaitu ≤ 0,25 mm. Parameter ketebalan ini dapat mempengaruhi parameter lain
seperti kuat tarik dan daya serap air. Pada penelitian ini nilai ketebalan plastik
biodegradable berbanding lurus dengan nilai kuat tarik dan daya serap air , dimana
semakin tebal plastik biodegradable yang dihasilkan maka nilai kuat tarik dan daya
serap airnya akan semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rusli et al.
(2017), bahwa bioplastik yang semakin tebal akan meningkatkan kuat tarik, namun
elongasinya menurun. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Wahyuningtyas et al.
(2019), bahwa semakin tebal dan rapat matrik bioplastik yang terbentuk akan
meningkatkan ketahanan terhadap air.
19 Universitas Sriwijaya
20
kuat tarik menurut SNI. Adapun perlakuan yang mendapatkan nilai kuat tarik
terbaik dan memenuhi standar SNI yaitu pada perlakuan K5 dengan nilai 42,21
MPa. Untuk perlakuan K1, K2, K3 dan K4 mendapatkan nilai kuat tarik masing-
masing sebesar 24,97 MPa, 26,94 MPa, 31,28 MPa dan 37,17 MPa.
Pada penelitian Rahmadani (2019), nilai kuat tarik terbaik yang didapat yaitu
274,6 MPa. Adapun nilai kuat tariknya lebih tinggi dikarenakan penggunaan
konsentrasi gliserol yang digunakan lebih rendah. Nilai kuat tarik dipengaruhi oleh
berat molekul jenis plasticizer yang digunakan, karena dapat mempengaruhi
interaksi antar plasticizer dan polimer. Hasil penelitian dari Nandika et al. (2021)
dan Wisnawa & Harsojuwono, (2021) juga menyatakan bahwa berat molekul dari
bahan plasticizer mempengaruhi interaksi antara bahan plasticizer dan polimer
sehingga dapat mempengaruhi nilai kuat tarik yang dihasilkan. Hal tersebut sesuai
pendapat dari Febrianto et al. (2014), semakin banyak gliserol yang digunakan
maka sifat kekuatan tariknya akan semakin rendah. Nilai kuat tarik plastik
biodegradable yang didapatkan sudah lebih baik dibandingkan penelitian serupa
sebelumnya yaitu penelitian Rozi et al. (2020), yang memiliki kuat tarik terbaik
yaitu 7,17 MPa.
20 Universitas Sriwijaya
21
4.2.4. Biodegradabilitas
Tabel 4.1.4. menunjukkan bahwa nilai biodegradabilitas plastik
biodegradable terbesar terdapat pada perlakuan K1 yaitu dengan formula pati umbi
daluga 100%, sedangkan nilai rata-rata terkecil terdapat pada perlakuan K1 dengan
formula pati ubi kayu sebanyak 100%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar
persentase pati daluga dimasukkan maka akan lebih mudah plastik biodegradable
terdegradasi. Sehinnga dengan penggunaan umbi daluga plastik biodegradable yang
dibuat akan lebih ramah lingkungan.
Semua perlakuan plastik biodegradable pada penelitian ini sudah memenuhi
standar nilai biodegradabilitas menurut SNI 71888.7:2016 karena menurut standar
SNI besarnya bahan terdegradasi untuk plastik biodegradable yaitu > 60% dalam
waktu 7 hari. Adapun perlakuan yang mendapatkan nilai biodegradabilitas terbaik
pada perlakuan K1 dengan 72,61% bahan terdegradasi. Untuk perlakuan K2, K3,
K4, dan K5 mendapatkan nilai biodegradabilitas masing-masing yaitu 69,17%,
67,35%, 64,80% dan 61,34% bahan terdegradasi dalam jangka waktu 7 hari. Pada
penelitian Eko et al. (2017), nilai biodegradabilitas yang didapat pada bioplastik
dalam waktu 6 hari berkisar diantara 37,5% - 81,25%. Nilai daya serap air plastik
biodegradable yang didapatkan sudah lebih baik dibandingkan penelitian Muharam
et al. (2022), yang memiliki nilai daya serap air sebesar 73,03%.
21 Universitas Sriwijaya
22
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Hasil penelitian mengenai pembuatan plastik biodegradable berbasis pati
daluga (Cyrtosperma merkusii (Hask.) Schott) dan pati ubi kayu (Manihot esculenta
Crantz) dapat disimpulkan bahwa formulasi penggunaan pati daluga 100%
menghasilkan plastik biodegradable yang lebih baik dibandingkan dengan
formulasi lain untuk nilai ketebalan dan biodegradabilitas. Sedangkan untuk
formulasi penggunaan pati ubi kayu 100% mendapatkan nilai kuat tarik dan daya
serap air yang terbaik dibandingkan formulasi lainnya. Untuk secara keseluruhan
formulasi penggunaan pati daluga 100% menjadi perlakuan terbaik pada penelitian
ini dikarenakan ada tiga parameter yang sudah memenuhi standar SNI plastik
biodegradable yaitu nilai ketebalan, kuat tarik dan biodegradabilitas.
5.2. Saran
Saran yang dapat diberikan pada penelitian pembuatan plastik biodegradable
berbasis pati daluga (Cyrtosperma merkusii (Hask.) Schott) dan pati ubi kayu
(Manihot esculenta Crantz) adalah adanya penelitian lebih lanjut dengan
penambahan bahan lainnya untuk mendapatkan hasil plastik biodegradable yang
lebih baik, khususnya untuk memperbaiki nilai daya serap air plastik.
22 Universitas Sriwijaya
23
DAFTAR PUSTAKA
Aripin S. 2017. Studi Pembuatan Bahan Alternatif Plastik Biodegradable dari Pati
Ubi Jalar dengan Plasticizer Gliserol dengan Metode Melt Intercalation.
Jurnal Teknik Mesin Mercu Buana, 6(2), 79-84.
Atifa, N. R., N. Nazir., dan G. Taib. Karakteristik Bioplastik dari Pati Biji Durian
dan Pati Singkong yang Menggunakan Bahan Pengisi MCC
(Microcrystalline cellulose) dari Kulit Kakao. Jurnal Gema Agro 25 (1): 01-
10.
Bourtoom, T. 2007. Efect of Some Process Parameters on the Properties of Edible
Film Prepared from Strach. Songkhla: Departement of Material Product
Technology. Challenges and Opportunities. Food Technology 51 (2): 61-73.
Coniwanti P. 2014. Pembuatan Film Plastik Biodegredabel dari Pati Jagung dengan
Penambahan Kitosan dan Pemplastis Gliserol. Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya. Jurnal Teknik Kimia, Vol .20.
Cronquist, A. 1981. An Integral System of Classification of flowering plants. New
York. Columbia University.
Flach, M. dan F. Rumawas, 1996 (eds.). Plants yielding non-seed carbohydrates.
Plant Research of South East Asia (PROSEA) No. 9. Bogor. Cronquist, A.
1981. An Integral System of Classification of flowering plants. New York.
Columbia University
French, B.R. 2010. Food plants of Solomon Islands: a compendium. Food Plants
International Inc. Devonport. p. 160.
Gardjito, M., Djuwardi, A. dan Harmayanti, E. 2013. Pangan Nusantara,
Karakteristik dan Prospek untuk Percepatan Diversifikasi Pangan. Kencana.
Jakarta.
Gironi, F dan V. Piemonte. 2011. Bioplastics and Petroleum-based Plastics:
Strenghs and Weaknesses. Energy Source, Part A 33-1949-1959.
Hafsah, M.J. 2003. Bisnis Ubi Kayu Indonesia. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
263p.
Hay A. 1990. Aroids of Papua New Guinea. Christensen Research Institute, Papua
New Guinea.
Hetterscheid W. 2004. Genera List (Cyrtosperma). International Aroid Society.
United States.
Huri, D. dan F.C. Nisa. 2014. Pengaruh Konsentrasi Gliserol Dan Ekstrak Ampas
Kulit Apel Terhadap Karakteristik Fisik Dan Kimia Edible Film. Jurnal
Pangan dan Agroindustri Universitas Brawijaya, 2(4), 29-40.
Jackson, G.V. H. 2008. Regeneration guidelines for major aroids. In: M.E. Dulloo,
I.
23 Universitas Sriwijaya
24
Jacobs, H., dan Delcour, J.A. 1998. Hydrothermal modifications of granular starch
with retention of the granular structure: A review. Journal of Agricultural and
Food Chemistry, 46:2895-2905.
Li Chen Wu, Hsiu-Wen Hsu, Yun-Chen Chen, ChihChung Chiu,Yu-In Lin dan
Annie Ho. 2005. Antioxidant and Antiproliferative Activities of Red Pitaya.
Department of Applied Chemistry, National Chi-Nan University, University
Road, Puli, Nantou, 545 Taiwan.
Lintang M., P. Layuk dan G.H. Joseph. 2016. Karakteristik Tepung Umbi Daluga
(Cyrtosperma merkusii), Wongkai (Dioscorea sp), Kolerea (Colocasia sp),
dan Longki (Xanthosoma sp) asal Sulawesi Utara, Substitusi Terigu untuk
Pangan Pokok. Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian, 13(2), 83-90.
Liu, Z., L. Peng and J.F. Kennedy. 2005. The Technology of Molecular
Manipulation and Modification Assisted by Microwaves as Apllied to Starch
Granules. Carbohydrate Polymers 61: 374-378.
Maretni, S. dan Murkalina, M.T. 2017. Jenis-Jenis Tumbuhan Talas (Araceae) di
Kecamatan Rasau Jaya Kabupaten Kubu Raya. Jurnal Protobiont, 6(1), 42-
52.
Murphy P. 2000. Handbook of Hydrocolloids. Woodhead Pulishing Ltd and CRC
Press LLC, New York.
Nasution. 2016. Berbagai Cara Penanggulangan Limbah Plastik. Prodi Kimia UIN
Ar-Raniry.
Nandika, A., Harsojuwono, B. A., dan Arnata, I. W. (2021). Pengaruh Jenis dan
Konsentrasi Bahan Pemlastis terhadap Bioplastik Glukomanan. Jurnal
Rekayasa Dan Manajemen Agroindustri, 9(1), 75–84.
Niba, L.L. Carbohydrates: Strach. Di dalam Hui, Y.H. (editor). 2006. Handbook
of Food Science , Technology, and Engineering. Taylor and Francis Group .
New York.
Ningsih, S., H. 2015. Pengaruh Plasticizer Gliserol Terhadap Karakteristik Edible
Film Campuran Whey Dan Agar. Skripsi. Universitas Hasanuddin Makassar.
Oktaviani N. 2017. Analisis Pengelolaan dan Dampak Sampah Terhadap Konsumsi
Warga Sekitar Tempat Pembuangan Akhir. Journal of Economic Syaria Law,
1(1), 83-105.
Pudjiastuti W. 2015. Polimer Nano Komposit Sebagai Batch Polimer
Biodegradable untuk Kemasan Makanan. Jurnal Riset Industri, 6(1), 51- 60.
Restiani, R., D.I. Roslim dan Herman. 2014. Karakter Morfologi Ubi Kayu (
Manihot esculenta Crantz) Hijau dari Kabupaten Pelalawan. JOM FMIPA 1
(2): 619-623.
Rukmana, R. 2002. Usaha Tani Ubi Kayu. Kanisius. Yogyakarta.
Rusli, A., Metusalach, Salengke, dan Tahir, M. M. (2017). Karakterisasi edible
film karagenan dengan pemlastis gliserol. Jurnal Pengolahan Hasil
24 Universitas Sriwijaya
25
25 Universitas Sriwijaya
26
LAMPIRAN
26 Universitas Sriwijaya
27
Lampiran 1. Perhitungan nilai ketebalan, kuat tarik, daya serap air dan
biodegradabilitas.
a. ketebalan
Analisis ragam
Perlakuan Jumlah
Ulangan
K1 k2 k3 k4 k5
U1 0,21 0,24 0,29 0,31 0,46 1,51
U2 0,24 0,26 0,33 0,35 0,42 1,6
U3 0,18 0,29 0,28 0,37 0,38 1,5
Jumlah 0,63 0,79 0,9 1,03 1,26 4,61
Rerata 0,21 0,263333333 0,3 0,343333 0,42
Sd 0,03 0,025166115 0,02645751 0,030551 0,04
Sk Db Jk KT Fhit 0,05
Perlakuan 4 0,07636 0,01909 22,94471 0,167662
Galat 10 0,00832 0,000832
Total 14 0,085893333
27 Universitas Sriwijaya
28
b. kuat tarik
Analisis ragam
Sk Db Jk KT Fhit 0,05
Perlakuan 4 615,1970267 153,799257 382,2644 0,167662
Galat 10 4,023373333 0,40233733
Total 14 619,9320933
28 Universitas Sriwijaya
29
Analisis ragam
Sk Db Jk KT Fhit 0,05
Perlakuan 4 18,14686667 4,53671667 21,04411 0,167662
Galat 10 2,155813333 0,21558133
Total 14 20,443
29 Universitas Sriwijaya
30
d. biodegradabilitas
Analisis ragam
Perlakuan Jumlah
Ulangan
K1 k2 k3 k4 k5
U1 73,97 69,12 67,27 65,28 61,9 337,54
U2 73,51 68,92 67,6 64,86 61,01 335,9
U3 72,85 69,49 67,19 64,28 61,11 334,92
1008,3
Jumlah 220,33 207,53 202,06 194,42 184,02 6
73,4433333 69,1766666 67,353333 64,8066
Rerata 3 7 3 7 61,34
0,56296832 0,28919428 0,2173323 0,50212 0,48754
Sd 4 3 1 9 5
Sk Db Jk KT Fhit 0,05
Perlakuan 4 248,9240933 62,2310233 529,9384 0,167662
Galat 10 1,174306667 0,11743067
Total 14 250,79936
30 Universitas Sriwijaya
31
K1 72,61 e
K2 69,17 d
K3 67,35 c
K4 64,80 b
K5 61,34 a
31 Universitas Sriwijaya
34
34 Universitas Sriwijaya
35
Lampiran 2. (Lanjutan)
35 Universitas Sriwijaya