Anda di halaman 1dari 13

GAMBARAN PENGGUNAAN OBAT DISPEPSIA

PADA PASIEN DISPEPSIA DI PUSKESMAS MRANGGEN III


PADA BULAN MEI 2018

Artikel

Humanika Pancasilais
1031831017

PROGRAM STUDI D-3 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI YAYASAN PHARMASI SEMARANG
2020

1
Artikel

GAMBARAN PENGGUNAAN OBAT DISPEPSIA


PADA PASIEN DISPEPSIA DI PUSKESMAS MRANGGEN III
PADA BULAN MEI 2018

Humanika Pancasilais
1031831017

Telah disetujui oleh :

Pembimbing

apt. Ika Puspitaningrum, M.Sc Tanggal Juli 2020


GAMBARAN PENGGUNAAN OBAT DISPEPSIA

PADA PASIEN DISPEPSIA DI PUSKESMAS MRANGGEN III

PADA BULAN MEI 2018

OVERVIEW OF THE DRUG USE IN PATIENTS WITH DYSPEPSIA

AT MRANGGEN III PUBLIC HEALTH CENTER

DURING MAY 2018

Humanika Pancasilais, Ika Puspitaningrum

Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi “Yayasan Pharmasi” Semarang

ABSTRAK
Dispepsia merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan di
masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik pasien
berdasarkan jenis kelamin, umur dan penyakit penyerta. Selain itu, penelitian ini juga
bertujuan untuk mengetahui gambaran pola penggunaan obat dispepsia meliputi
golongan, jenis, kombinasi obat, dosis dan frekuensi pemberian di Puskesmas Mranggen
III periode Mei 2018. Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan
pengambilan datanya secara retrospektif. Hasil penelitian ini menunjukkan karakteristik
pasien dispepsia berdasarkan umur yaitu sebanyak 23 orang (25,27%) berumur 46-55
tahun, jenis kelamin perempuan sebanyak 68 pasien (74, 73%), dan penyakit penyerta
yaitu Infeksi Saluran Nafas Atas sebanyak 9 pasien (9,38%). Pola penggunaan obat
dispepsia berdasarkan golongan obat yaitu dispepsia tunggal terbanyak menggunakan
golongan Antagonis reseptor H2 yaitu ranitidin sebanyak 60 pasien (38,71%) , Sediaan
obat terbanyak mendapatkan sediaan tablet sebanyak (79,35%), kombinasi obat dispepsia
terbanyak menggunakan golongan antasida dan Antagonis reseptor H2 sebanyak 19
pasien (19,79%). Sedangkan pola penggunaan obat berdasarkan dosis dan frekuensi
pemberian menunjukkan penggunaan terbanyak Ranitidin dosis 150 mg dengan
frekuensi pemberian dua kali sehari sebanyak 60 pasien (38,71%)

Kata kunci : Dispepsia, Obat Dispepsia, Puskesmas Mranggen III

ABSTRACT

1
2

Dyspepsia is a diseases that include in a health problem in the society. The


purpose of this research was to study patient characteristics based on sex, age
and concomitant diseases. In addition , this study also discusses the pattern of
dyspepsia drug use including class, type, combination of drug, dosage and used
frequency at the Public Health Center Mranggen IIII in the May 2018.In this
research uses descriptive method and retrospective method on collecting data.
The results of this study showed the characteristics patient based on age is 23
patients (25,27 %) based on 46-55 years, female sex is 68 patients (74,73%), and
concomitant diseases namely upper respiratory tract infection is 9 patients
(9,38%). The used dyspepsia drug pattern based on the class of drug, the most
one using for single dyspepsia is H2 antagonist receptors namely ranitidine for
60 patient (38,71%), the most available drugs are tablets (79,35%), the most
combination used are antacid class and H2 antagonist receptors for 19 patients
(19,79%). Whereas the pattern of drug use based on dosage and uses frequency
are 60 patients (38,71%) use Ranitidin 150 mg dose for twice a day.

Keywords : dyspepsia, dyspepsia drugs, The Public Health Center


Mranggen III

PENDAHULUAN
Dispepsia merupakan kumpulan keluhan atau gejala klinis yang terdiri dari
rasa tidak enak atau sakit perut pada saluran cerna bagian atas.
(Djojoningrat,2009). Jumlah kasus Dispepsia di Puskesmas Mranggen III cukup
banyak. Data selama bulan April sampai Agustus 2018 yaitu bulan April sejumlah
98 kasus, bulan Mei sejumlah 112 kasus, bulan Juni 112 kasus, bulan Juli 105
kasus, bulan Agustus tercatat 110 kejadian dispepsia.
Obat untuk dispepsia yang tersedia di gudang farmasi dan diberikan pada
pasien rawat jalan puskesmas Mranggen III adalah antasida, ranitidin, omeprazol,
metoklopramid, dan domperidon. Pemilihan obat yang tepat perlu dilakukan guna
mencapai efek pengobatan yang diinginkan.
Berdasarkan uraian data diatas yang diperoleh dari Laporan Bulanan Data
Kesakitan Puskesmas Mranggen III, maka perlu dipelajari gambaran penggunaan
obat dispepsia pada pasien Dispepsia di Puskesmas Mranggen III pada bulan Mei
2018.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif .
Obyek penelitian ini adalah pasien dispepsia yang berobat di Puskesmas
3

Mranggen III pada bulan Mei 2018.. Instrumen dalam penelitian ini berupa
lembar resep yang berisi informasi meliputi: nomor resep, usia, jenis kelamin,
alamat, terapi obat yang diberikan, dosis penggunaan obat.
Teknik pengambilan sampel dengan metode purposive sampling. Jumlah
populasi pada bulan Mei 2018 adalah sebesar 112 orang. Sedangkan yang
memenuhi kriteria inklusi sebanyak 91 orang. Kriteria inklusi pada penelitian ini
adalah: Pasien yang didiagnosis menderita dispepsia , mempunyai kelengkapan
data identitas pasien pada periode bulan Mei 2018 serta pasien dyspepsia yang
mendapatkan terapi obat dispepsia. Kriteria ekslusi pada penelitian ini adalah
Pasien dengan data resep tidak lengkap.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Karakteristik Pasien Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin
Di Puskesmas Mranggen III Periode Mei 2018

Karakteristik L %L P %P
N Persentase
Pasien
Umur
0-5 Tahun 0 0 1 100 1 1,10
6-11 Tahun 1 25,00 3 75,00 4 4,40
12-16 Tahun 0 0 1 100 1 1.10
17-25 Tahun 3 3,33 6 99,67 9 9.90
26-35 Tahun 4 30,76 9 69,24 13 14,29
36-45 Tahun 3 21,42 11 78,58 14 15,38
46-55 Tahun 5 21,73 18 78,27 23 25,27
56-65 Tahun 3 20,00 12 80,00 15 16,48
>65 Tahun 4 36,36 7 63,64 11 12,08
Total 23 25,27 68 74,73 91 100,0
Karakteristik pasien dispepsia di Puskesmas Mranggen III periode Mei
2018 berdasarkan usia dan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 3. Dari 91 data
pasien tersebut, sebagian besar pasien berumur 46-55 tahun sebanyak 23 pasien
(25,27%).
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian dari Wijayanti dan Saputro
(2012) diketahui bahwa pasien penderita dispepsia paling banyak pada rentang
usia 46-55 tahun (25,22%). Umur merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi percernaaan manusia. Menurut Depkes 2009, masa Lansia awal
adalah usia 45-56 tahun. Pada lansia sistem pencernaan mulai terganggu, gigi
mulai tanggal, kemampuan mencerna makanan serta penyerapannya menjadi
lamban dan kurang efisien (Afriansyah dan Widodo, 2019). Dispepsia
4

berhubungan erat dengan penurunan fungsi gastro intestinal pada orang dengan
umur lanjut.
Jumlah pasien dispepsia perempuan lebih banyak dari jumlah pasien laki
laki yaitu sejumlah 68 orang. Jumlah ini adalah 74,73 % dari jumlah total pasien.
Kesesuaian hasil penelitian juga diperoleh dengan dibandingkan pada penelitian
leh Wijayanti dan Saputro (2012) yang menunjukkan jumlah penderita dispepsia
perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki. Pasien perempuan sebanyak 86
orang dengan prosentase 74,78 %.
Jenis kelamin mempengaruhi sistem hormonal tubuh. Sistem hormonal
wanita lebih reaktif dibanding pria. Sekresi asam lambung diatur oleh mekanisme
hormon gastrointestinal, maka dari itu wanita lebih cenderung terkena dyspepsia.
Hormon yang mempengaruhi sekresi lambung adalah hormon gastrin yang
bekerja pada kelenjar gastrik menyebabkan aliran tambahan asam lambung
sehingga kondisi lambung menjadi lebih asam (Dewi, 2017).
Tabel 4. Karakteristik Pasien Berdasarkan Penyakit Penyerta Di Puskesmas
Mranggen III Periode Mei 2018

Riwayat Penyakit No Pasien N Persentase


Dispepsia (K30) 3,4,5,6,7,8,9,10, 45 46,88
11,12,13,15,16,17
18,19,20,21,22,23
,24,25,26,27,28
29,30,31,32,33
,34,35,36,37,38,39
40,41,42,43,44,45
46,47,46B
Dispepsia + Head ache (R51) 62,70,75,84,66B 5 5,21
Dispepsia + Bellpalsy (G51.1) 78 1 1,04
Dispepsia + Diabetes Melitus (E14) 53,87,88 3 3,13
Dispepsia + DM (E14) + ISPA Non spesifik (J068) 77 1 1,04
Dispepsia + Disorder lipid (E78) 14 1 1,04
Dispepsia + Gatal (L28) 54 1 1,04
Dispepsia + Hay Fever (J30.1) 71,86 2 2,08
Dispepsia + Hiperlipid (E78) + Migrain (G43) 90,91 2 2,08
Dispepsia + Hipertensi (I10) 73,37B,52C 3 3,13
Dispepsia + Hipertensi (I10)+ ISK (N39) 67 1 1,04
Dispepsia + Hipertensi (I10) + DM (E14) 50 1 1,04
Dispepsia + Hipertensi + Headache (R51) 85 1 1,04
Dispepsia + Hipertensi (I10)+ Common Cold (J00) 51,74,52B 3 3,13
Dispepsia + Common Cold (J00) 1,72 2 2,08
Dispepsia + CC (J00)+Myalgia (M79.1) 49 1 1,04
Dispepsia + Faringitis (J02) 80 1 1,04
Dispepsia + ISPA Non spesifik (J068) 58,64,69,76 4 4,17
Dispepsia + ISPA (J069) 55,57,59,60,61 9 9,38
5

79,81,83,89
Dispepsia + Myalgia (M79.1) 2,48,52,68,82 5 5,21
Dispepsia + Migrain 66 1 1,04
Dispepsia + IHD (I24) 63 1 1,04
Dispepsia + ISK (N39) 56,65 2 2,08
Total 96 100,0
*Kata dalam kurung : kode ICD (International Statistical Classification of Diseases and
Related Health Problems) penyakit yang tercantum pada lembar resep.

Berdasarkan tabel 4 dapat dijelaskan bahwa sebagian besar pasien adalah


pasien dengan riwayat penyakit penyerta sebanyak 51 orang (53,12%). Sedangkan
pasien yang tidak mempunyai riwayat penyakit penyerta hanya 45 orang (46,88
%).
Penyakit penyerta pada dispepsia tertinggi adalah Infeksi saluran Pernafasan
Atas sebanyak 9 pasien (9,38%) dari jumlah total semua pasien dyspepsia.
Gambaran klinis Infeksi Saluran Pernafasan Atas dapat berupa antara lain rasa
mual dan nyeri pada abdomen (Saputro, 2013).
Tabel 5. Gambaran Penggunaan Obat Dispepsia Berdasarkan Golongan dan Jenis Di
Puskesmas Mranggen III Periode Mei 2018

Golongan Obat No. Pasien Jenis Obat


N Persentase
Dispepsia Dispepsia
Antasida 3,4,5,6,9,13,17,19,20, Antasida DOEN 34 21,93
21,24,25,26,28,29,30
32,33,36,38,41,47,54
71,74,81,82,83,84,86
37B,66B,42,45
Antagonis Reseptor H2 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,13 Ranitidin 60 38,71
16,17,19,22,23,24,25,
26,27,28,29,31,32,33
34,36,38,41,43,44,49,
50,51,5253,54,61,68,
69,70,71,72,73,75,76
77,78,79,80,81,82,83
84,85,86,87,91,37B,66B
Penghambat Pompa proton 11,12,14,5,18,35,37,39 Omeprazol 29 18,71
40,46,48,55,57,58,59
60,62,63,64,65,66,67,
88,89,90,46B,52B,52C
Prokinetik 1,6,7,8,11,12,15,16,22,24 Domperidon 32 20,65
27,31,32,33,35,36,37,39,
40,43,44,47,48,57,64,74,
77,78,81,86,37B
Total 15 100,00
5
6

Berdasar tabel 5 diketahui jumlah golongan obat yang terbanyak diberikan


kepada pasien adalah golongan antagonis H2 (38,71%).
Hasil dari penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Wijayanti dan
Saputro (2012) pada pasien RSI Yogyakarta PDHI, dimana pola penggunaan
golongan obat dyspepsia yang terbanyak adalah golongan antagonis H2 yaitu
Ranitidin sebanyak 97,39 %. Dalam dosis pemberian yang sesuai agen tersebut,
mampu menghambat 60-70% dari total sekresi asam 24 jam (Katzung dkk. 2012).
Tabel 6. Bentuk Sediaan Obat yang digunakan Pada Pasien Dispepsia
Di Puskesmas Mranggen III Periode Mei 2018

Bentuk Pasien Nomor (Jumlah Sediaan Obat Dispepsia) Jml


Persentase
Sediaan R/
Sirup - 0 0
Suspensi 42 (2), 45(1) 3 1,94
Tablet 1(1),2(1),3(2),4(2),5(2),6(3),7(2),8(2),9(2),10(3),11(1),12 123 79,35
(1),13(2),15(1),16(2),17(2),19(2),20(1),21(1),22(2),23(1)
,24(3),25(2),26(2),27(2),28(2),29(2),30(1),31(2),32(3),33
(3),34(1),35(1),36(3),37(1),38(2),39(1),40(1),41(2),43(2)
,44(2),47(2),48(1),49(1),50(1),51(1),52(1),53(1),54(2),
57(1),61(1),64(1),68(1),69(1),70(1),71(2),72(1),73(1),74(
2),75(1),76(1),77(2),78(2),79(1),80(1),81(3),82(2),83(2),
84(2),85(1),86(3),87(1),91(1),37B(3),66B(2)
Kapsul 11(1),12(1),14(1),15(1),18(1),35(1),37(1),39(1),40(1), 29 18,71
46(1),48(1),55(1),56(1),57(1),58(1),59(1),60(1),62(1)
,63(1),64(1),65(1),66(1),67(1),88(1),89(1),90(1).46B,
52B,52C
Total 155 100,00

Dari Tabel 6 diketahui bahwa pemberian obat dalam bentuk sediaan tablet
adalah sediaan yang terbanyak (79,35%) diberikan pada pasien.
Pada Puskesmas Mranggen III pemberian obat pada pasien dalam bentuk
sediaan obat, dilakukan dengan menelaah resep dan persetujuan dari penulis
resep, dengan berbagai pertimbangan berupa usia pasien yang berkaitan erat
dengan kemampuan pasien dalam mengkonsumsi obat, serta ketersediaan obat di
gudang obat. Data ketersediaan obat bisa diketahui setiap bulan, melalui sistem
informasi obat yang dibuat oleh pengelola obat puskesmas.
Tabel 7. Gambaran Penggunaan Kombinasi obat Dispepsia pada pasien
Di Puskesmas Mranggen III Periode Mei 2018

Kombinasi Obat N Persentase


7

Ranitidin + Domperidon 11 11,46


Ranitidin 22 22,92
Antasida 4 4,17
Omeprazol 19 19,79
Antasida + Ranitidin 19 19,79
Antasida + Ranitidin + Domperidon 8 8,33
Omeprazol + Domperidon 10 10,41
Antasida + Domperidon 3 3,13
Total 96 100,0

Berdasarkan tabel 7 diketahui bahwa kombinasi obat dispepsia yang paling


banyak digunakan adalah Ranitidin dan antasida dimana diberikan kepada 19
pasien sejumlah (19,79%) dari total jumlah pasien. Penggunaan obat antagonis H2
ini berfungsi untuk mengurangi sekresi asam. Antasida untuk menetralkan
produksi asam lambung. Ranitidine mampu menghambat 60-70% dari total
sekresi asam selama 24 jam (Katzung dkk. 2012).
Kombinasi obat digunakan karena hasil yang diperoleh dari terapi tunggal
kurang memuaskan untuk tujuan pengobatan yang diinginkan. Perkembangan
terapi kombinasi ini sangat mendukung kepatuhan pasien, karena selain efektifitas
yang tinggi kemungkinan efek samping menjadi lebih kecil (Nasif dkk. 2009).
Tabel 8. Gambaran Frekuensi dan Dosis Penggunaan Obat Dispepsia
Di Puskesmas Mranggen III Periode Mei 2018

Frekuensi Jumlah Keterangan


Jenis Obat Dispepsia
dan Dosis pasien No Pasien (Usia)
3(51), 4(19), 5(49), 6(30), 9(47), 13(40),
17(34), 19(39), 20(51), 24(24), 25(39),
26(65), 28(19), 29(53), 30(62), 32(46),
Tablet Antasida 3x500 mg/hari 30
33(51), 36(74), 38(55), 41(31), 54(10),
DOEN
71(12), 74(49), 81(56), 82(70), 83(23),
84(60), 86(40),37B (68),66B(60)
3x250 mg/hari 2 21(6), 47(7)
Suspensi Antasida 3x 5ml/hari 1 42(7)
DOEN 3x 2,5ml/hari 1 45(4)
8

1(48), 2(52), 3(51), 4(19), 5(49), 6(30), 7


(45), 8(51), 9(47), 10(59), 13(40),
16(46), 17(34), 19(39), 22(20), 23(27),
24(24), 25(39), 26(65), 27(28), 28(19),
29(53), 31(45), 32(46), 33(51), 34(79),
36(74), 38(55), 41(31), 43(40), 44(28),
Tablet Ranitidin 2x150mg/hari 60
49(45), 50(63), 51(50), 52(64), 53(56),
54(10), 61(32), 68(62), 69(23), 70(39),
71(12), 72(46), 73(41), 75(60), 76(25),
77(35), 78(48), 79(28), 80(47), 81(56),
82(70), 83(23), 84(60), 85(49), 86(40),
87(49), 91(65),37B(68),66B(60)
11(45), 12(52), 14(52), 15(31), 18(70),
35(28), 37(68), 39(68), 40(37), 46(68),
48(69), 55(97), 56(42), 57(66), 58(26),
Kapsul Omeprazol 2x20mg/hari 28
59(21), 60(65), 62(69), 63(56), 64(20),
65(43), 66(60), 67(48), 88(57), 89(33),
90(52),52B(64),46B(68),52C(64)
1(48), 6(36), 7(45), 8(51), 11(45),
12(52), 15(31), 16(46), 22(20), 24(24),
27(28), 31(45), 32(46), 33(51), 35(28),
Tablet Domperidon 3x10mg/hari 30
36(74), 37(68), 79(68), 40(37), 43(40),
44(28), 48(69), 57(66), 64(20), 74(49),
77(35), 78(48), 81(56), 86(40),37B(68)
Tablet Domperidon 3x5 mg/hari 1 47 (7)
Susoensi Domperidon 3x1cth/hari 1 42 (7)

Dari data penelitian ini diketahui bahwa penggunaan jenis obat obat dyspepsia
berupa antasida DOEN, Ranitidin, Omeprazol, Domperidon pada pasien sudah
banyak yang sesuai dengan referensi yaitu Panduan praktek klinis, Informatorium
Obat Nasional Indonesia, serta Drug Information Handbook.
Berdasarkan tabel 8, golongan antagonis reseptor H2 berupa ranitidine adalah
jenis obat yang paling banyak diresepkan 60 pasien dengan presentase (38,71%).
Frekuensi dan dosis pemberian untuk dewasa yang sesuai dengan panduan praktek
klinis yaitu 2x150mg/hari. Menurut Katzung dkk. (2012), dosis yang
direkomendasikan ini akan mempertahankan lebih dari 50% penghambatan asam
selama 10 jam. Oleh karena itu, obat ini biasanya diberikan dua kali sehari.
KESIMPULAN
1. Karakteristik pasien dispepsia berdasarkan umur 46-55 Tahun sebanyak 23
pasien (25,27%), jenis kelamin perempuan sebanyak 68 pasien (74,73%), dan
penyakit penyerta yaitu Infeksi Saluran Nafas Atas sebanyak 9
pasien(9,38%).
9

2. Gambaran penggunaan obat dispepsia berdasarkan golongan obat dyspepsia


terbanyak menggunakan golongan Antagonis reseptor H2 yaitu ranitidin
sebanyak 60 pasien (38,71%), sediaan obat terbanyak mendapatkan sediaan
tablet sebanyak (79,35%), kombinasi obat dispepsia terbanyak menggunakan
golongan antasida dan Antagonis reseptor H2 sebanyak 19 pasien (19,79%),
sedangkan gambaran penggunaan obat berdasarkan dosis dan frekuensi
pemberian menunjukkan banyak penggunaan obat sudah sesuai dengan
referensi, penggunaan obat terbanyak Ranitidin dosis 150 mg dengan
frekuensi pemberian dua kali sehari sebanyak 60 pasien (38,71%)

SARAN
Pada penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan data rekam medis
sebagai data pendukung untuk bahan pertimbangan, dalam menelaah lebih jauh
penggunaan obat pada pasien dispepsia, sehingga akan diperoleh gambaran yang
lebih detail tentang penggunaan obat pada pasien dispepsia.
UCAPAN TERIMA KASIH
1. Dr. apt. Sri Haryanti, M.Si., Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Yayasan
Pharmasi Semarang.
2. apt. Mutmainah, M.Sc, Ketua Program Studi D3 Farmasi RPL Sekolah Tinggi
Ilmu Farmasi Yayasan Pharmasi Semarang
3. apt. Ika Puspitaningrum, M.Sc, Dosen Pembimbing yang telah sabar
memberikan bimbingan, masukan, dan motivasi sehingga Karya Tulis Ilmiah
ini dapat terselesaikan tepat waktu.
4. apt. Kyky Herliyanti, M.Sc, selaku Penguji I yang bayak membantu
memberikan masukan dan saran sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat
terselesaikan.
5. apt. Dhimas Adhityasmara, M.Farm, selaku Penguji II yang telah memberikan
saran dan masukan dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini.
6. dr. Haerudin selaku Kepala Puskesmas Mranggen III yang telah memberikan
ijin dan kesempatan pada peneliti dalam mengadakan penelitian.
10

7. Orang tua, dan adik-adik saya yang selalu mendukung, dengan doa dan
semangat yang penuh kasih.
8. Teman-teman mahasiswa D3 Farmasi RPL atas kebersamaan kita, semoga
tetep kompak.
9. Teman-teman Puskesmas Mranggen III atas bantuan dan dukungannya.
DAFTAR PUSTAKA
Afriansyah. A., Santoso, M.B., 2019. Pelayanan Panti Werdha Terhadap
Adaptasi Lansia. Responsive. 2. (4) : 190-198.

Barawa, A.T.P. 2017. Hubungan Stres Kerja dan Keteraturan Makan Dengan
Kejadian Sindroma Dispepsia Pada Perawat Instalasi Rawat Inap RSUD
Abdul Moeluk. Skripsi. Bandar Lampung : Universitas Lampung

Dewi, A. 2017. Hubungan Pola Makan Dan Karakteristik Individu Terhadap


Sindrom Dispepsia Pada Mahasiswa Angkatan 2015 dan 2016
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Skripsi. Makasar :
Universitas Hasanuddin

Djojoningrat, D. 2009. Dispepsia Fungsional dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit


Dalam, Jilid I, Edisi I. Jakarta : Interna Publishing

Hoogerwerf, W.A., and Pasricha, P.J. 2006. Pharmacotherapy of Gastric Acidity,


Peptic Ulcer, and Gastroesophageal Reflux Disease dalam Goodman &
Gilman’s The Pharmacological Basis of Theurapetics, Ed. 11. New York :
Mc Graw Hill Book

Ikatan Dokter Indonesia. 2014. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta : IDI

Katzung, B.G., Masters, S.B., and Trevor, A.J. 2012. Basic And Clinical
Pharmacology.12th.ed. New York : Mc Graw Hill Companies

Nasif, H., Dahlan, R., Lingga, I.L., 2009. Profil Dan Optimalisasi
Penggunaan Kombinasi Anti Tukak Peptik Dengan Antasida Pada
Pasien Tukak Peptik Di Ruang Rawat Inap SMF Penyakit Dalam RSAM
bukittinggi. Jurnal Sains Dan Teknologi.12.(1) : 24-33.

Oka, R.V., Kamaluddin, Harahap, D.H., 2018. Rasionalitas Penggunaan


Ranitidin pada Pasien Gastritis di Puskesmas Alang-alang Lebar
Palembang. Majalah Kedokteran Sriwijaya.50.(3) :134-139.

Putri, R.N., Ernalia, Y., and Bebasan, E. 2015. Gambaran Sindroma Dispepsia
Fungsional pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Riau
11

Angkatan 2014. JOM FK vol.2.(2) : 3-18

Saputro, R.F.R., 2013. Profil Penggunaan Obat Pada Pasien Dispepsia Di


RSUAnutapura Palu.Tugas Akhir. Purwokerto : Universitas
Muhamadiyah Purwokerto

Sugiharti, 2018. Laporan Bulanan Data Kesakitan Januari-Agustus 2018. Laporan


bulanan. Demak : Puskesmas Mranggen III

Wijayanti, A., Saputro, Y.W., 2012. Pola Peresepan Obat Dispepsia


Dan Kombinasinya Pada Pasien Dewasa Rawat Inap di Rumah
Sakit Islam Yogyakarta Persaudaraan Djamaah Haji Indonesia (PDHI)
2012, CERATA : (17-30).

Anda mungkin juga menyukai