Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA


LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA YANG UNGGUL DALAM
KONTEKS MASYARAKAT EKONOMI ASEAN

DOSEN PENGAMPU : Prof. Dr. Drs. Yundi Fitrah, M.Hum.

Dr. Sarmadan, S.Pd., M.Pd.

DISUSUN OLEH :
M. ALFIN FIQRI
C1A022172
EKONOMI PEMBANGUNAN (R001)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS JAMBI
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Peran Bahasa Indonesia Dalam Pengembangan
Budaya Literasi Untuk Mewujudkan Bangsa Yang Unggul Dalam Konteks Masyarakat
Ekonomi ASEAN” dengan tepat waktu.

Makalah ini telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Makalah ini bertujuan untuk memenuhi
tugas akhir Mata Kuliah BAHASA INDONESIA. Untuk itu saya menyampaikan banyak
terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari itu semua, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan, baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka penulis
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar dapat dilakukan perbaikan pada makalah.

Akhir kata, saya berharap semoga makalah ini dapat memberi manfaat maupun inspirasi
terhadap pembaca.

Jambi, Desember 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………………………………….i
KATA PENGANTAR ………………………………………………………….ii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………...iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………………………………………1
1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………………………………………………..2
1.3 Tujuan ………………………………………………………………………………………………………….2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengembangan Budaya Literasi ……………………………………………………………………3

2.2 Peran Bahasa Indonesia ……….……………………………………………………………………….4

2.3 Bangsa Yang Unggul……..……………………………………………………………………………..6

2.4 Upayah Menjadikan Bangsa Yang UngguL …………………………………..7

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………………………………………8

3.2 Kritik Dan Saran………………………..………………………………………………………………….8

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………….…..………9

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kemampuan anak Indonesia usia 15 tahun di bidang matematika, sains, dan membaca
dibandingkan dengan anak-anak lain di dunia masih rendah. Hasil Programme for International
Student Assessment (PISA) 2012, Indonesia berada di peringkat ke-64 dari 65 negara yang
berpartisipasi dalam tes. Penilaian itu dipublikasikan oleh the Organization for Economic
Cooperation and Development (OECD). Indonesia hanya sedikit lebih baik dari Peru yang
berada di peringkat terbawah. Rerata skor matematika anak- anak Indonesia 375, rerata skor
membaca 396, dan rerata skor untuk sains 382. Padahal, rerata skor OECD secara berurutan
adalah 494, 496, dan 501.

Setelah diketahui prestasi literasi siswa Indonesia dibandingkan dengan prestasi


literasi siswa dari negara-negara lain dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, perlu
dirumuskan kebijakan dan strategi implementasi yang tepat untuk meningkatkan daya saing
dan keunggulan Indonesia. Pendidikan yang berkualitaslah yang mampu menggaransi
keberhasilan upaya tersebut. Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentangSistem Pendidikan Nasional bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Upaya meningkatkan mutu pembelajaran bahasa Indonesia bukanlah persoalan yang


mudah karena pembelajaran merupakan sistem yang kompleks. Menurut Richards (2002: 54),
terdapat empat faktor utama dalam pembelajaran, yaitu sekolah, guru, proses pembelajaran,
dan siswa. Sesuai dengan sistem kompleks pendidikan dan pembelajaran, pendekatan sistemik
dan sistematik sangat diperlukan untuk mengatasi berbagai persoalan yang ada. Perbaikan pada
berbagai komponen pendidikan/pembelajaran harus dilakukan secara simultan. Perbaikan
haruslah menjangkau dimensi teoretis konseptual, regulasi, maupun dimensi praksis. Untuk itu,
program sinergis yang dilakukan oleh seluruh pemangku kepentingan

1
pendidikan/pembelajaran—guru, dosen, pengawas, penulis buku, pengembang model
pembelajaran, pengembang model penilaian, perancang/pengembang kurikulum, sekolah,
perguruan tinggi, pemerintah, dan masyarakat—sangat diperlukan.

Makalah ringkas ini lebih berfokus pada upaya pengembangan budaya dan
kemampuan literasi. Kemampuan literasi menurut pandangan penulis merupakan modal yang
teramat penting bagi tercapainya keunggulan. Untuk itu, upaya mengembangkan budaya
literasi agar anak-anak Indonesia—khususnya generasi muda Indonesia—memiiki prestasi
literasi yang baik dan pada giliranya memberikan kontribusi bagi pembangunan bangsa
merupakan sebuah keniscayaan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa peran bahasa Indonesia dalam pengembangan budaya literasi?


2. Apa fungsi sebenarnya bahasa Indonesia
3. Bagaimana proses mewujudkan bangsa yang unggul dalam konteks ekonomi ASEAN?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui peranan bahasa Indonesia dalam pengembangan budaya literasi


2. Untuk mengetahui fungsi sebenarnya bahasa Indonesia
3. Untuk mengetahui bagaimana proses mewujudkan bangsa yang unggul dalam konteks
ekonomi ASEAN

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengembangan Budaya Literasi


Budaya literasi (tulis) sering dikontraskan dengan budaya lisan (oral). Kedua budaya
yang bersangkut paut dengan aktivitas berbahasa tersebut memiliki kelebihan dan
kekurangannya masing-masing. Kelebihan budaya lisan, baik yang dipresentasikan dalam
komunikasi bersemuka serta melalui media audio-v isual dengan segenap aspek gesture dan
kinestetik yang menyertainya, adalah kemampuannya dalam mengomunikasikan aspek emotif
dan sering hal-hal abstrak yang sulit diungkapkan melalui budaya literasi bisa diungkapkan
dengan lebih baik. Karena aspek emotif itu pula aktivitas berbahasa lisan sering pula bisa
membuat tingkat partisipasi pendengar/pemirsa lebih tinggi. Sementara itu, budaya literasi
harus diakui sebagai landasan perkembangan ilmu pengetahuan karena bahasa ilmu lebih
menekankan pada fungsi simbolik serta menekankan aspek presisi.

Literasi dapat diartikan sebagai sebuah kemampuan membaca dan menulis atau kadang
disebut dengan istilah atau “melek aksara” atau keberaksaraan (Harras, 2011). Literasi menurut
Besnier adalah komunikasi melalui inskripsi yang terbaca secara visual, bukan melalui saluran
pendengaran dan isyarat Sementara itu, menurut Kirsch dan Jungeblut, literasi kontemporer
diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam memanfaatkan informasi tertulis atau cetak
untuk mengembangkan pengetahuan sehingga mendatangkan manfaat bagi masyarakat luas
(Takdir, 2012). Dalam bahasan ini, literasi lebih berkaitan dengan konsep membaca dan
menulis. Oleh karena itu, budaya literasi yang dimaksudkan dalam tulisan ini lebih budaya
membaca dan menulis.

Upaya mengembangkan budaya literasi sesungguhnya telah dilakukan sejak lama,


antara lain melalui “gerakan ayo membaca” yang dicanangkan pemerintah. Pengembangan
budaya literasi untuk siswa pun telah menjadi perhatian pemerintah. Dalam Permendiknas No.
22 Th. 2006 tentang Standar Isi ditegaskan bahwa pada akhir pendidikan di SD/MI, peserta
didik telah membaca sekurang-kurangnya sembilan buku sastra dan nonsastra; pada akhir
pendidikan di SMP/MTs, peserta didik telah membaca sekurang-kurangnya 15 buku sastra dan
nonsastra; dan pada akhir pendidikan di SMA/MA, peserta didik telah membaca sekurang-
kurangnya 15 buku sastra dan nonsastra. Namun demikian, hampir 10 tahun KTSP

3
diimplementasikan, tampaknya target tersebut tidak tercapai. Alih-alih menugasi siswa
membaca buku sain dan sastra, dalam pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah pun guru
sering tidak menggunakan buku ajar dan menggantikannya dengan Lembar Kerja Siwa (LKS).

Budaya dan minat baca masyarakat Indonesia saat ini cukup rendah. Menurut data
United Nations Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO), pada 2012,
indeks minat baca masyarakat Indonesia baru mencapai angka 0,001. Artinya, dari setiap 1.000
orang Indonesia hanya ada 1 orang saja yang punya minat baca. Jika minat dan budaya baca
masih rendah dan belum bertumbuh, maka sulit diharapkan budaya menulis akan berkembang.

2.2 Peran Bahasa Indonesia

Bahasa memiliki fungsi utama sebagai alat berkomunikasi dan interaksi. Namun
demikian, bahasa Indonesia bukan sekadar sebagai sarana komunikasi. Sugono (2012: 2)
menyatakan bahwa bahasa Indonesia telah membuktikan fungsinya sebagai media ekspresi

(1) pernyataan sikap politik identitas bangsa pada Kongres Pemuda Kedua 28 Oktober 1928
yang menyatakan pengakuan terhadap :

(i) satu tumpah darah, tanah air Indonesia.

(ii) satu bangsa, bangsa Indonesia.

(iii) menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

(2) pernyataan kemerdekaan bangsa Indonesia 17 Agustus 1975. Pernyataan sikap politik pada
Sumpah Pemuda tersebut mampu membangun sinergi kekuatan persatuan merebut
kemerdekaan dari cenkeraman kolonialisme Barat. Sementara itu, pernyatan kemerdekaan
Indonesia terbukti mampu memberi inspirasi membentuk persatuan bangsa-bangsa Asia Afrika
untuk melawan kolonialisme.

Nyata sekali bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa kebangsaan memiliki peran
politik yang sangat besar, terutama sebagai pemersatu bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia
memainkan peran penting dalam penyatuan berbagai pembentukan karakter bangsa,
perjuangan kemerdekaan bangsa, pencerdasan kehidupan bangsa, dan perubahan menuju
peradaban yang lebih maju dan unggul. Sejalan dengan itu, pengefektifan pendidikan bahasa
Indonesia memiliki peran yang sangat penting dan menentukan dalam pembangunan
kecerdasan dan karakter generasi muda serta pengembangan karakter bangsa.

4
Menurut Suwandi (2004: 224), hal penting yang perlu dilakukan agar bahasa Indonesia mampu
menjadi wahana komunikasi yang efektif adalah pencendekiaan dan pemerkayaan bahasa
tersebut. Untuk itu, upaya peningkatan mutu rancang bangunnya atau tingkat kebakuan
kaidahnya serta pemekaran kosa katanya perlu terus dilaksanakan.

Pengembangan itu meliputi dua aspek yang perlu berjalan seimbang. Aspek pertama
adalah kebahasaan yang meliputi ketatabahasaan maupun kosa kata. Perwujudan nyata dari
penanganan sisi kebahasaan ini adalah kajian-kajian linguistik beserta penggunaannya. Bahasa
adalah suatu sistem tanda. Di dalam penggunaan sistem itu bisa terdapat perbedaan antara
modus yang tepat dan salah. Di antara keduanya terdapat modus yang menyimpang, yang
apabila menjadi kebiasaan dapat menjadi suatu penanda ragam bahasa yang khusus. Aspek
kedua adalah kesusastraan. Pada sisi ini, pokok pandang yang dipentingkan adalah bagaimana
sistem tanda itu dimanipulasi dan dipergunakan sebagai media ekspresi. Pengindahan,
perlambangan di atas lambang lambang, dan kadang-kang pengingkaran secara sengaja atas
kaidah umum merupakan kiat yang dapat dilakukan sastrawan. Karya sastra memang bukan
semata-mata dimaksudkan menyampaikan pesan, tetapi juga menumbuhkan efek afektif
tertentu kepada pembaca.

Hal lain yang tidak boleh diabaikan dalam upaya meningkatkan keefektifan bahasa
Indonesia sebagai alat komunikasi adalah peningkatan mutu pendidikan bahasa. Untuk
memperbaiki sistem pendidikan di sekolah-sekolah, khususnya pendidikan bahasa, perlu terus
dilaksanakan dengan melibatkan pihak-pihak yang mempunyai tanggung jawab terhadap
upaya itu: praktisi dan ahli pendidikan (bahasa), ahli bahasa, pemerintah, dan masyarakat.
Berkenaan dengan ini, perlu penerapan pendekatan dan model yang tepat untuk pembelajaran
bahasa Indonesia, ketersediaan bahan—termasuk bacaan sastra—yang memadai, ketersediaan
guru-guru yang memiliki kompetensi profesional, dan perlunya sistem dan pelaksanaan
penilaian pebelajaran bahasa yang mampu meningkatkan dan mewujudkan keterampilan
berbahasa siswa.

Sikap sebagian masyarakat terhadap bahasa Indonesia seperti diuraikan di atas diduga
disebabkan oleh persepsi yang mereka miliki bahwa bahasa Indonesia tidak mampu menjadi
bahasa modern. Jika dugaan itu benar, maka upaya peningkatan pemahaman masyarakat
terhadap bahasa Indonesia perlu dilakukan. Sikap kurang positif masyarakat pemilik dan
pengguna bahasa Indonesia berdampak pada perilaku berbahasa mereka. Sekarang ini—
bahkan telah berlangsung sejak lama— banyak sekali kita jumpai pemakaian bahasa Indonesia

5
yang tidak tertib. Hal itu antara lain terlihat pada banyaknya pengambilan unsur asing
(khususnya dari bahasa Inggris) secara gampang dalam pemakaian bahasa Indonesia. Kita
dengan mudah dapat menemukan contoh contoh pemakaian bahasa Indonesia yang tidak
tertib itu.

2.3 Bangsa Yang Unggul

Kehendak menjadikan bangsa yang unggul menuntut ikhtiar yang sungguh-sunguh agar
masyakat dan bangsa Indonesia terlebih dahulu berilmu. Perlu ada upaya yang sistematis untuk
mencendekiakan masyarakat dan bangsa Indonesia serta menjadikan bangsa Indonesia yang
bermartabat karena kamajuan ilmunya. Untuk itu, diperlukan perencanaan dan implementasi
pendidikan secara baik.

Dalam upaya mengembangkan kulitas pendidikan, kurikulum—baik di tingkat sekolah


dasar dan menengah maupun pendidikan tingi—terus-menerus diperbaiki/disempurnakan.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 untuk pendididkan dasar dan menengah
dengan segenap pro kontra dikembangkan menjadi Kurikulum 2013. Sementara itu, Kurikulum
Inti dan Institusional 2002 untuk perguruan tinggi dikembangkan menjadi Kurikulum
Pendidikan Tinggi yang mengacu pada Perpres RI No. 8 Th. 2012 tentang Kerangka
Kualifikasi Nasional Indonesia, Permendikbud No. 73 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan
Kerangka Kualifikasi Indonesia, dan Permendikbud RI No. 49 Tahun 2014 tentang Standar
Nasional Pendidikan Tinggi.Namun demikian, perlu disadari bahwa kurikulum yang baik
belumlah menjamin dihasilkan hasil pendidikan yang baik. Implementasi kurikulum tersebut
pada akhirnya sebagai penentu terwujudnya hasil pendidikan yang berkualitas.

Selain pendidikan, strategi yang dipandang jitu untuk menjadikan bangsa Indonesia
sebagai bangsa berilmu adalah memajukan kegiatan penelitian. Melalui penelitianlah akan
banyak diproduksi ilmu pengetahuan dan teknologi baru, pemikiran-pemikiran baru,
model model baru, dan produk-produk inovatif dalam bidang kebudayaan dan seni. Tatkala
bangsa Indonesia telah maju, yang ditunjukkan kemampuannya dalam menghasilkan ilmu
pengetahuan dan teknologi, bangsa-bangsa lain akan tertarik untuk mempelajari dan berupaya
memperoleh ilmu dan teknologi tersebut. Dalam hal kemajuan ilmu dan teknologi itu dikemas
dan disajikan dalam bahasa Indonesia, maka orang dan bangsa lain sudah tentu akan berusaha
mempelajari bahasa Indonesia.

6
2.4. Upayah Menjadikan Bangsa Yang Unggul

Keterbukaan menjadikan bangsa dapat menerima yang baik dan bermanfaat dari
siapapun, dan menolak yang buruk melalui filter pandangan hidupnya. Berkenaan dengan ini
tampaknya perlu ada rekonstruksi pengetahuan dan sikap masyarakat Indonesia dalam
memaknai keterbukaan. Fenomena yang kita saksikan sekarang ini berkecenderungan
memaknai keterbukaan sebagai kesediaan menerima sebanyak-banyaknya unsur-unsur dari
luar, terlebih terkait dengan ideologi kapitalis. Kecenderungan yang demikian itu sangat
mengganggu dan menghambat upaya Indonesia menjadi bangsa yang mandiri dan maju.

Pandangan visioner dalam pidato Ki Hadjar Dewantara yang disampaikan pada Sidang
Komite Nasional Pusat (DPR) di Malang tanggal 3 Maret 1947 tersebut masih relevan dengan
konteks perikehidupan berbangsa sekarang ini. Fenomena yang dapat kita saksikan telah terjadi
“penjajahan” di bidang ekonomi dan kebudayaan atau kita secara tidak sadar membiarkan diri
kita “dijajah”. Sikap mental yang tidak menghargai karya anak bangsa sendiri dan sebaliknya
lebih mengagung-agungkan produk bangsa lain demi menjaga image, mengejar pencitraan, dan
demi gagah-gagahan adalah salah satu bentuk sikap permisif atas praktik penjajahan.
Kecenderungan generasi muda tidak mengenal atau tidak mau megenal produk kebudayaan
sendiri yang mengandung nilai adiluhung dan sebaliknya lebih menggandrungi produk budaya
Barat tanpa filter nilai-nilai yang kita miliki memberikan peuang besar terjadinya “penjajahan”
bahkan “penindasan” kebudayaan. Jika kita menginginkan bangsa Indonesia sebagai bangsa
yang merdeka secara utuh sebagaimana dinyatakan Ki Hadjar Dewantara di atas, perlu
dirumuskan dan diimplementasikan strategi kebudayaan yang tepat.

7
BAB III
PENUTUP
3.1.KESIMPULAN

Ikhtiar mewujudkan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang unggul semestinya menjadi
komitmen semua elemen bangsa. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut pilihan strategis yang
perlu ditempuh adalah menjadikan masyakat dan bangsa Indonesia terlebih dahulu berilmu dan
untuk itu budaya literasi perlu dikembangkan. Budaya literasi akan makin mencendekiakan
masyarakat dan bangsa Indonesia Bangsa Indonesia juga dituntut memiliki karakter, yang
antara lain adalah ketuhanan, kejujuran, kedisiplinan, etos kerja, kepercayaan diri,
kemandirian, dan tanggung jawab. Ketikabangsa Indonesia telah maju, yang dibuktikan
kemampuannya dalam menghasilkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (IPTEKS),
bangsa-bangsa lain akan tertarik untuk mempelajari dan berupaya memperoleh IPTEKS
tersebut. Dalam hal kemajuan IPTEKS itu dikemas dan disajikan dalam bahasa Indonesia,
maka orang dan bangsa lain sudah tentu akan berusaha mempelajari bahasa Indonesia. Namun,
jika bukan karena kemajuan IPTEKS bangsa kita, mereka (bangsa-bangsa asing) beramai-
ramai dan berbondong-bondong serta sangat antusias mempelajari bahasa Indonesia, kita
hendaknya waspada. Kita tidak boleh dininabobokkan dengan fenomena makin banyak negara
mempelajari bahasa Indonesia. Patut diduga motif ekonomilah yang menggerakkkan mereka.
Jika ini benar, maka mereka sejatinya telah memilki kesadaran sejak dini tentang hakikat
pertarungan. Meraka menyadari bahwa Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic
Cummunity).

3.2. KRITIK DAN SARAN

Saya berharap makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca agar tertarik untuk
terus dapat meningkatkan keingintahuan nya terhadap informasi baru yang bermanfaat. Demi
kesempurnaan makalah ini, saya berharap kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya
membangun agar makalah ini bisa lebih baik untuk kedepannya.

8
DAFTAR PUSTAKA

REFERENSI JURNAL

Susanto, H. (2016). Membangun budaya literasi dalam pembelajaran bahasa Indonesia


menghadapi era mea. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 1(1), 12-16.

Rondiyah, A. A., Wardani, N. E., & Saddhono, K. (2017, June). Pembelajaran sastra melalui
bahasa dan budaya untuk meningkatkan pendidikan karakter kebangsaan di era MEA
(masayarakat ekonomi ASEAN). In Proceedings Education and Language International
Conference (Vol. 1, No. 1).

Harmoko, D. D. (2015). Analisa Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Komunikasi Antar Negara
Anggota ASEAN. SNIT 2015, 1(1), 1-6.

Wurianto, A. B. (2019, March). Literasi Bahasa dan Sastra Indonesia Menuju Kewirausahaan
Profesi di Era Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0 (Peluang dan Tantangan). In Prosiding
Seminar Nasional Bahasa dan Sastra Indonesia (SENASBASA) (Vol. 3, No. 1).

Syah, J. (2019). Pengaruh Status Sosial Ekonomi dan Perhatian Orang Tua terhadap Prestasi
Belajar Bahasa Indonesia. Diskursus: Jurnal Pendidikan Bahasa Indonesia, 1(02), 154-164.

Suwandi, S. (2015, November). Peran Bahasa Indonesia dalam Pengembangan Budaya Literasi
untuk Mewujudkan bangsa yang Unggul dalam Konteks Masyarakat Ekonomi ASEAN. In
Seminar Nasional dengan tema “Peran Bahasa dan Sastra Indonesia dalam Menghadapi
Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)” yang diselenggarakan STKIP Siliwangi Bandung (Vol.
25).

9
10

Anda mungkin juga menyukai