Anda di halaman 1dari 2

Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang bermartabat mempunyai budaya berupa adat-istiadat

yang mencerminkan dari pada kepribadian sesuatu bangsa Indonesia, selanjutnya menjadi
sumber bagi sistem hukum adat. Sedangkan istilah adat berasal dari bahasa Arab yang artinya
kebiasaan sehingga kata adat yang hampir digunakan diberbagai daerah di Indonesia
memiliki arti sebagai hukum kebiasaan atau adatrecht yang memiliki akibat-akibat hukum
(Seinsollen). Hukum waris adalah hukum yang berlaku bagi penduduk Indonesia asli atau
pribumi.
Ahli waris dan para ahli waris dalam sistem hukum Adat warisan patrilineal terdiri dari:
1. Anak laki-laki;
2. Anak angkat;
3. Ayah dan Ibu;
4. Keluarga terdekat; dan
5. Persekutuan Adat.
Semua anak laki-laki menjadi ahli waris tentunya anak yang sah yang berhak menjadi ahli
waris dari orang tuanya, baik harta dari hasil perkawinan maupun harta pusaka. Jumlah harta
yang akan menjadi harta warisan itu sama diantara anak-anak laki-laki pewaris, misalnya
apabila pewaris mempunyai tiga orang anak-laki-laki, maka bagian harta warisannya masing-
masing mendapat sepertiga bagian. Namun bila pewaris tidak mempunyai anak-laki-laki,
tetapi ahli warisnya hanya istri dan anak perempuan, maka harta pusaka itu bisa dipergunakan
baik oleh istri dan anak perempuan selama hidupnya, setelah meningal dunia harta warisan
itu kembali kepada asalnya atau kembali kepada “pengulihen”.
Sistem waris patrilineal, yang berhak mendapatkan waris adalah anak laki-laki. Tetapi dalam
pembagian waris ini jika ahli warisnya adalah anak perempuan maka, harta yang didapat laki-
laki akan diberikan kepada saudaranya dan pihak perempuan hanya akan mendapat sedikit.
Harta warisan dari orang tua kepada anak perempuan berupa, perhiasan, pring, gelang,
peralatan dapur dan lainnya. Anak perempuan dapat menerima warisan berupa tanah seperti
disin sagu, pantai, laut, sungai apabila dihibahkan oleh saduara laki-lakinya atau oleh orang
tuanya. Harta yang diberikan tersebut akan menjadi anak perempuan dan tidak dapat ditarik
kembali sebab hak milik tersebut sudah menjadi hak mutlak.
sistem pembagian harta warisan tentunya lebih dominan kepada anak laki-laki. Ketentuan
pada besaran pembagian antara anak laki-laki pertama sebagai pemegang kuasa dengan anak
laki-laki kedua bahkan anak perampuan yang mendapatkan sedikit bagian pembagiannya
berdasarkan tanggung jawab anak-anak kepada orangtua. Setelah menjadi sebuah kebiasaan
dalam pewarisan, ditemukan persoalan baru akibat perubahan pemahaman dari para ahli
waris yang memaknai sistem kewarisan patrilineal ini hanya untuk anak laki-laki tanpa
memberi hak waris tanah atas anak perampuan sehingga lahirlah konflik baru diantara para
ahli waris.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 852 tentang siapa saja yang berhak
mendapatkan ahli waris menyebutkan, golongan 1 yang adalah terdiri dari anak dan
keturunanya kebawah tanpa batasan beserta duda/janda dan masing-masing mendapatkan ¼
bagian secara adil tanpa pengecualian, itu artinya undang-undang sudah menjelaskan bahwa
tidak ada perbedaan pembagian warisan antara anak laki-laki dan perampuan apalagi
menyangkut urutan kelahiran. Pada kenyataan yang berkaitan dengan urutan kelahiran hukum
adat sangat menghargai hal ini dibuktikan dengan bagaimana anak laki-laki pertama di
perlakukan khusus berdasarkan sistem pembaginnya yang memberikannya kuasa atas warisan
tanah lebih dari satu bidang tanah sebab anak laki-laki pertama akan bertanggung jawab
penuh terhadap saudara saudarinya selepas orangtua meninggal dunia sehingga mendapatkan
lebih dari satu warisan tanah.
Pewarisan terjadi ketika kedua orang tuanya masih hidup. Apabila pewaris atau orang tua
laki-laki meninggal dan belum sempat membagikan warisan maka yang berhak untuk
membagi warisan adalah bapak tua atau saudara laki-laki dari pewaris. Jika pewaris adalah
anak tunggal maka yang dapat memberikan adalah garis lurus ke atas (anak laki-laki dari
kakeknya). Tante atau kakak perempuan tertua atau isteri dari pewaris tidak mempunyai hak
untuk membagi warisan tersebut.
Dalam hukum waris perempuan mempunyai hak atas warisan orang tuanya. Namun, karena
dipengaruhi oleh sistem kekerabatan yang menganut pada sistem patrilineal dimana hak anak
laki-laki lebih diutamakan daripada hak anak perempuan. Oleh sebab itu anak perempuan
hana dapat menunggu bagian yang akan diberikan kepadanya atas dasar toleransi dari orang
tuanya atau dari saudara laki-lakinya

Anda mungkin juga menyukai