Anda di halaman 1dari 4

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 2

Nama Mahasiswa : ROSI ANDRIANO

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 030207045

Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4202/Hukum Perdata

Kode/Nama UPBJJ : HKUM4202/Hukum Perdata

Masa Ujian : 2022/23.2(2023.1)


JAWABAN :
DASAR HUKUMNYA :
Ketentuan mengenai waris dalam KUH Perdata diatur dalam Bab XII Buku II KUH
Perdata. Pasal 832 KUH Perdata menyatakan:

Menurut undang-undang, yang berhak menjadi ahli waris ialah keluarga sedarah, baik yang
sah menurut undang-undang maupun yang di luar perkawinan, dan suami atau isteri yang
hidup terlama, menurut peraturan-peraturan berikut ini.
Bila keluarga sedarah dan suami atau isteri yang hidup terlama tidak ada, maka semua
harta peninggalan menjadi milik negara, yang wajib melunasi utang-utang orang yang
meninggal tersebut, sejauh harga harta peninggalan mencukupi untuk itu.

Dengan demikian jika suami meninggal, maka anak, baik itu dari
perkawinan pertama maupun kedua, serta istri yang hidup terlama berhak atas harta
peninggalan suami. Pun demikian sebaliknya, jika istri meninggal terlebih dahulu. Mereka
termasuk ke dalam ahli waris golongan pertama sehingga keberadaan mereka akan
menutup ahli waris golongan lain. Adapun golongan ahli waris menurut KUH Perdata adalah
sebagai berikut:

1. Golongan I (anak-anak dan keturunanya, suami/istri yang hidup terlama);


2. Golongan II (orangtua, saudara laki-laki, saudara perempuan, keturunan saudara
laki-laki dan perempuan tersebut);
3. Golongan III (keluarga sedarah dalam garis lurus keatas sesudah orangtua);
4. Golongan IV (paman dan bibi pewaris baik dari pihak bapak maupun dari pihak ibu,
keturunan paman dan bibi sampai derajat keenam dihitung dari pewaris, saudara dari
kakek dan nenek beserta keturunannya, sampai derajat keenam dihitung dari
pewaris).

Lebih lanjut menurut Pasal 852 KUH Perdata:

Anak-anak atau keturunan-keturunan, sekalipun dilahirkan dan berbagai perkawinan,


mewarisi harta peninggalan para orangtua mereka, kakek dan nenek mereka, atau
keluarga-keluarga sedarah mereka selanjutnya dalam garis lurus ke atas, tanpa
membedakan jenis kelamin atau kelahiran yang lebih dulu.
Mereka mewarisi bagian-bagian yang sama besarnya kepala demi kepala, bila dengan yang
meninggal mereka semua bertalian keluarga dalam derajat pertama dan masing-masing
berhak karena dirinya sendiri; mereka mewarisi pancang demi pancang, bila mereka semua
atas sebagian mewarisi sebagai pengganti.

Begitu pun dengan istri yang hidup terlama, yang menurut Pasal 852a KUH Perdata,
disamakan besarannya dengan anak. Namun ada keadaan-keadaan tertentu istri yang
hidup terlama haknya tidak sama dengan anak, karena istri/suami yang hidup terlama tidak
berhak atas legitieme portie.

Diartikan bahwa legitieme portie atau bagian warisan menurut undang-undang ialah bagian
dan harta benda yang harus diberikan kepada para ahli waris dalam garis lurus menurut
undang-undang, yang terhadapnya orang yang meninggal dunia tidak boleh menetapkan
sesuatu, baik sebagai hibah antara orang-orang yang masih hidup, maupun sebagai wasiat
(Pasal 913 KUH Perdata). Mengenai besarnya bagian mutlak, dapat dilihat dalam Pasal
914 – Pasal 916 KUH Perdata.

Selain itu, sebagaimana ketentuan Pasal 838 KUH Perdata mengatur bahwa:

Orang yang dianggap tidak pantas untuk menjadi ahli waris, dan dengan demikian tidak
mungkin mendapat warisan, ialah:

1. dia yang telah dijatuhi hukuman karena membunuh atau mencoba membunuh orang
yang meninggal itu;
2. dia yang dengan putusan Hakim pernah dipersalahkan karena dengan fitnah telah
mengajukan tuduhan terhadap pewaris, bahwa pewaris pernah melakukan suatu
kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang
lebih berat lagi;
3. dia yang telah menghalangi orang yang telah meninggal itu dengan kekerasan atau
perbuatan nyata untuk membuat atau menarik kembali wasiatnya;
4. dia yang telah menggelapkan. memusnahkan atau memalsukan wasiat orang yang
meninggal itu.

Dengan demikian, harta warisan hanya akan dibagikan kepada ahli waris yang dianggap
patut menerima waris.

Pembagian Harta Warisan dari Perkawinan Pertama VANO


Lebih lanjut kita akan membahas mengenai pembagian harta warisan dalam peristiwa ini ke
dalam 2 bagian besar, yaitu pembagian warisan dari perkawinan yang pertama dan
pembagian akibat terjadinya perkawinan yang kedua.

Adanya pernyataan Anda di atas bahwa tanah harta peninggalan (objek waris) akan dibagi
rata antara suami dengan anak-anak dari perkawinan pertama sehingga masing-masing
mendapat 1/5 bagian, kami berpendapat bahwa pembagian rata tersebut hanya dapat
dilakukan apabila tanah objek waris tersebut adalah harta yang diperoleh istri pertama
sebelum perkawinannya dengan suami (harta bawaan). Namun, apabila tanah objek waris
tersebut adalah harta bersama, maka pembagian sama rata antara suami dan anak-anak
(masing-masing mendapat 1/5 bagian) tidak diperkenankan.

Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU
Perkawinan”) menyebutkan bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan
menjadi harta bersama. Dengan demikian, harta bersama adalah harta yang diperoleh
selama masa perkawinan, apabila tidak ada perjanjian perkawinan.

Dalam hal tanah objek waris merupakan harta bersama, maka harta tersebut harus dibagi
menjadi 2 bagian terlebih dahulu, dimana 1/2 bagian menjadi hak suami (sesuai ketentuan
pembagian harta bersama berdasarkan Pasal 35 UU Perkawinan jo. Pasal 128
KUH Perdata jo. Pasal 126 KUH Perdata) dan 1/2 bagian lagi akan dibagi rata antara
suami dan keempat orang anaknya (masing-masing mendapat 1/10 bagian). Dengan
demikian, bagian masing-masing adalah sebagai berikut:

1. Bagian suami adalah 6/10 bagian (1/2 bagian dari pembagian harta bersama
ditambah 1/10 bagian dari warisan istri pertama); dan
2. Bagian tiap anak adalah 1/10 bagian.
Pembagian Harta Warisan Akibat Terjadinya Perkawinan Kedua VANO
Terkait pembagian harta warisan dari perkawinan yang kedua vano, terlepas dari ada atau
tidaknya perjanjian pisah harta, istri kedua tidak mendapat bagian harta bersama dari tanah
objek waris tersebut karena tanah tersebut merupakan harta bawaan suami (diperoleh
suami sebelum pernikahannya yang kedua). Bagian suami atas tanah tersebut diperoleh
sang suami dari warisan mendiang istri pertama.

Dari paparan Anda di atas, sang suami meninggal lebih dahulu dari istri kedua, sehingga
dalam hal ini istri kedua sempat menjadi ahli waris dari suami. Dengan meninggalnya suami,
maka suami mewariskan 6/10 bagian tanah tersebut kepada istri kedua, 4 orang anak dari
perkawinannya yang pertama, dan 2 orang anak dari perkawinannya yang kedua. Dengan
demikian, jumlah ahli waris pada peristiwa hukum ini adalah tujuh orang.

Masing-masing ahli waris mendapat bagian yang sama besar dan tidak ada bagian harta
bersama (karena 6/10 bagian tanah tersebut merupakan harta bawaan suami). Bagian
masing-masing ahli waris pada peristiwa hukum ini adalah 6/70 bagian.

Pewarisan kembali terjadi dengan meninggalnya istri kedua. Dalam hal ini, keturunan dari
istri kedua, yaitu 2 orang anaknya berhak atas bagian tanah objek waris (6/70 bagian) yang
ditinggalkan oleh ibunya. Bagian tanah tersebut akan dibagi rata antara kedua anaknya
sehingga masing-masing anak memperoleh 6/140 bagian (atau sama dengan 3/70 bagian).

Jadi, dengan terjadinya peristiwa-peristiwa hukum sebagaimana Anda sampaikan di atas,


pihak-pihak yang berhak mewaris adalah 4 orang anak dari perkawinan yang pertama dan 2
orang anak dari perkawinan yang kedua. Bagian yang berhak diterima oleh masing-masing
ahli waris adalah:

1. Bagian masing-masing anak dari perkawinan pertama: 13/70 bagian. (1/10 bagian
dari warisan ibu mereka [istri pertama] ditambah 6/70 bagian dari warisan ayah
mereka [sang suami]);
2. Bagian masing-masing anak dari perkawinan kedua: 9/70 bagian. (6/70 bagian dari
warisan dari ayah mereka [sang suami] ditambah 6/140 bagian dari warisan ibu
mereka [istri kedua]).

MENURUT SAYA

1. apakah anak-anak dari istri kedua memiliki hak menjadi ahli waris?
isteri kedua berhak mendapatkan hak ahli waris dikarenakan isteri pertama telah meninggal tetapi
anak isteri pertama tetap mendapatkan hak warisan kepada dua anak isteri pertama.

2. Apakah kesepakatan pemberian bagian tertentu dari harta warisan Vano terhadap istri kedua dan
anak-anaknya sah dan diakui ? tidak karena dia tidak meninggalkan catatan perihal pembagian harta
warisan tetapi vano telah melakukan musyawarah keluarga atas pembagian harta tersebut.

3. Apakah anak-anak dari istri kedua Vano yang notabene merupakan anak tiri memiliki hak waris atas harta peninggalan
dari istri pertamanya?
Tidak tetapi dikarenakan vano tidak meninggalkan catatan warisan .

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA

Anda mungkin juga menyukai