Anda di halaman 1dari 125

TEKNOLOGI BIOGAS

PEMBUATAN, OPERASIONAL, DAN PEMANFAATAN


TEKNOLOGI BIOGAS
PEMBUATAN, OPERASIONAL, DAN PEMANFAATAN

Suyitno
Agus Sujono
Dharmanto
TEKNOLOGI BIOGAS
Pembuatan, Operasional, dan Pemanfaatan
Oleh : Suyitno
Agus Sujono
Dharmanto

Edisi Pertama
Cetakan Pertama, 2010

Hak Cipta 2010 pada penulis,


Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau
memindahkan sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun, secara
elektronis maupun mekanis, termasuk memfotokopi, merekam, atau dengan
teknik perekaman lainnya, tanpa izin tertulis dari penerbit.

Ruko Jambusari No. 7A


Yogyakarta 55283
Telp. : 0274-889836; 0274-889398
Fax. : 0274-889057
E-mail : info@grahailmu.co.id

Suyitno; Sujono, Agus; Dharmanto


TEKNOLOGI BIOGAS/Suyitno; Agus Sujono; Dharmanto
- Edisi Pertama – Yogyakarta; Graha Ilmu, 2010
viii + 110 hlm, 1 Jil. : 23 cm.
ISBN: 978-979-756-

1. Teknik I. Judul
Kata Pengantar

Biogas dikembangkan
merupakan bahan bakar gas yang sangat menarik untuk
karena dapat diperbaharui dan dapat dibuat sendiri
dengan teknologi yang tidak terlalu rumit. Selain
diperoleh bahan bakar biogas, hasil samping biodigester juga dapat
dimanfaatkan sebagai pupuk. Dari aspek ekonomi, besar kecilnya
biaya teknologi biogas sangat tergantung pada bahan baku dan
bahan pembuatan biodigester. Secara umum teknologi biogas akan
sangat ekonomis jika bahan baku berupa bahan organik dapat
diperoleh secara murah dan biodigester dibuat dengan
memanfaatkan material lokal. Oleh karena itu, beberapa
pengetahuan dasar dan praktis yang disajikan dalam buku ini
perlu dipelajari sebelum membuat, mengoperasikan, dan
memanfaatkan biogas supaya diperoleh hasil yang baik.
Buku Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional, dan
Peman-faatan ini disusun atas dasar pengalaman penelitian
laboratorium dan lapangan, sehingga terdapat keseimbangan
antara aspek teknis dan teoritis. Buku ini secara khusus ditujukan
pada para pegiat teknologi biogas, dosen, mahasiswa S1,
mahasiswa pasca sarjana, peneliti bi-dang energi, peneliti bidang
pertanian dan peternakan, dan masyara-kat pengguna biogas.
Buku ini dikemas secara padat dan difokuskan pada teknologi
energi biogas. Buku ini disusun menjadi enam bab, yaitu sumber
energi biogas, biodigester, teknik pencucian biogas, dasar-dasar
pembakaran, biogas untuk rumah tangga, dan pembangkit listrik
tenaga biogas. Beberapa contoh dan soal diberikan pula dalam buku
ini supaya memudahkan pembaca untuk memahaminya.
Penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada seluruh
civitas akademika Universitas Sebelas Maret-UNS Surakarta. Terima
kasih penulis tujukan kepada Balitbang Jateng, DP2M DIKTI, dan
Pesantren Wirausaha Abdul Rahman bin Auf Klaten atas kesempatan
dan dukungan pendanaan selama penelitian teknologi biogas ini.
Selanjutnya kritik dan saran sangat penulis harapkan demi
sempurnanya buku ini. Silakan kontak email penulis di suyitno@
gmail.com. Semoga apa yang tersaji dalam buku ini dapat
memberikan manfaat yang nyata bagi perkembangan teknologi
energi di Indonesia. Amiin.
Surakarta, Oktober 2009
Penulis

vi Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan


Daftar Isi

KATA PENGANTAR v
DAFTAR ISI vii
Bab 1 Sumber Energi Biogas 1
1.1 Pendahuluan 1
1.2 Bahan Penghasil Biogas 3
1.3 Bahan Baku Pembuatan Biogas 4
1.4 Komposisi Biogas 8
1.5 Teknik Pemanfaatan Biogas 10
2.1 Pendahuluan 13
bab 2 Biodigester 13
2.2 Jenis-Jenis Biodigester 14
2.3 Komponen Utama Biodigester 18
2.4 Kondisi Biodigester yang Baik 21
2.5 Proses Biologis Terbentuknya Biogas 24
2.6 Perancangan Biodigester 26
bab 3 Teknik Pencucian Biogas 33
3.1 Pencucian Biogas dari Unsur H2O 34
3.2 Pencucian Biogas dari Unsur H2S 35
3.3 Pencucian Biogas terhadap H2S dengan Iron chelated
solution (Kwartiningsih, 2006) 38
bab 4 Dasar-dasar Pembakaran 43
4.1 Entalpi Pembentukan, Entalpi Pembakaran, Panas Reaksi 43
4.2 Nilai Kalor (Heating Value, HV) 48
4.3 Pembakaran Stoikiometri 49
4.4 Perbandingan Udara Bahan Bakar 50
4.5 Analisis Teoritis Pembakaran Biogas 52
bab 5 Biogas untuk Rumah Tangga 55
5.1 Aplikasi Biogas di Sektor Rumah Tangga 55
5.2 Merancang Reaktor Biogas untuk
Kompor Rumah Tangga 56
5.3 Analisis Unjuk Kerja Kompor 59
bab 6 Pembangkit Listrik Tenaga Biogas 63
6.1 Dasar-Dasar Motor Bakar 63
6.2 Unjuk Kerja Motor Bakar 64
6.3 Modifikasi Motor Bakar Berbahan Bakar Bensin
Menjadi Berbahan Bakar Biogas 66
6.4 Modifikasi pada Genset 70
6.5 Prinsip Kerja Generator 77
6.6 Analisa Unjuk Kerja Genset Berbahan Bakar Biogas 78
Daftar Pustaka 89
DAFTAR INDEKS 103
TENTANG PENULIS 107

-oo0oo-
Bab 1
Sumber Energi Biogas

1.1 Pendahuluan

B iogas adalah gas yang dihasilkan oleh bakteri apabila bahan


organik mengalami proses fermentasi dalam reaktor (biodigester) dalam
kondisi anaerob (tanpa udara). Reaktor yang dipergunakan untuk
menghasilkan biogas umumnya disebut
digester atau biodigester, karena di tempat inilah bakteri tumbuh
dengan mencerna bahan-bahan organik. Untuk menghasilkan
biogas dalam jumlah dan kualitas tertentu, maka digester perlu
diatur suhu, kelembaban, dan tingkat keasaman supaya bakteri
dapat berkembang dengan baik. Biogas sendiri merupakan
gabungan dari gas metana (CH4), gas CO2 dan gas lainnya.
Di Indonesia, pemanfaatan biogas masih terbatas pada bahan
bakar kompor untuk memasak. Pemanfaatan biogas untuk kebutuhan
rumah tangga ini, beberapa penduduk di Indonesia sudah mampu
membuat reaktor biogas sendiri dengan skala kecil. Reaktor biogas
(biodigester) untuk skala kecil umumnya dibuat dari plastik maupun
dari drum. Bahan baku biogas diperoleh dari kotoran sapi dengan
jumlah sapi bervariasi dari 3-5 ekor untuk skala kecil.
Ketertarikan akan sumber energi biogas akhir-akhir ini meningkat.
Hal ini didasarkan pada fakta bahwa cadangan sumber energi fosil
semakin berkurang. Salah satu buktinya adalah adanya kebijakan
pemerintah dalam konversi minyak tanah ke gas (LPG). Dengan
fakta ini sebenarnya beberapa anggota masyarakat yang
mempunyai potensi mengolah bahan organik menjadi biogas
dapat berperan serta lebih aktif. Manfaatnya adalah masyarakat
dapat memperoleh energi yang relatif lebih murah dan
lingkungannya juga lebih bersih. Memang, karena biogas
dihasilkan dari kotoran sehingga beberapa masyarakat masih
canggung untuk menggunakan biogas khusunya untuk memasak.
Biogas sangat potensial sebagai sumber energi terbarukan
karena kandungan methane (CH4) yang tinggi dan nilai kalornya yang
cukup tinggi. CH4 sendiri mempunyai nilai kalor 50 MJ/kg. Methane
(CH4) yang memiliki satu karbon dalam setiap rantainya, dapat
menghasilkan pembakaran yang lebih ramah lingkungan
dibandingkan bahan bakar berantai karbon panjang. Hal ini
disebabkan karena jumlah CO2 yang dihasilkan selama pembakaran
bahan bakar berantai karbon pendek adalah lebih sedikit.

Gambar 1.1 Api biogas yang biru


Sebagaimana bentuk bahan bakar yang lain, selain dimanfaatkan
untuk memasak (lihat Gambar 1.1), biogas dapat dimanfaatkan juga
sebagai bahan bakar untuk penerangan, untuk proses pengeringan,
untuk penghasil panas, untuk pembangkit listrik, atau bahkan untuk
kendaraan bermotor. Pada saat biogas dimanfaatkan untuk pembangkit
listrik dan kendaraan bermotor, maka biogas perlu diolah (treatment).

Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan


Pengolahan yang dilakukan misalnya dalam bentuk pencucian terhadap
kandungan H2S, pengeringan biogas dari uap air, pengurangan kadar
CO2, atau bahkan kompresi biogas. Beberapa teknik pemanfaatan
biogas baik untuk energi panas atau untuk pembangkit listrik dan teknik
lain yang terkait akan dibahas dalam buku ini.

1.2 Bahan Penghasil Biogas


Biogas dapat diproduksi dari bahan organik dengan bantuan
bakteri untuk proses fermentasi anaerobnya. Pada umumnya
hampir semua jenis bahan organik dapat diolah menjadi biogas.
Untuk biogas sederhana, bahan organik yang paling banyak
digunakan di Indonesia adalah dari kotoran dan urine hewan.
Beberapa bahan lain yang digunakan adalah dari kotoran
manusia, sampah bio (organik), dan sisa proses pembuatan tahu.
Jenis-jenis bahan organik yang diproses termasuk beberapa
contoh di atas sangat mempengaruhi kualitas biogas yang dihasilkan.
Pemilihan bahan biogas dapat ditentukan dari perbandingan kadar C
(karbon) dan N (nitrogen) dalam bahan tersebut. Bahan organik yang
umumnya mampu menghasilkan kualitas biogas yang tinggi
mempunyai rasio C/N sekitar 20-30 (Sasse, 1988) atau 20-25 (Dennis
A., 2001). Perbandingan C dan N dalam bahan biogas merupakan
faktor penting untuk berkembangnya bakteri yang akan menguraikan
bahan organik tersebut. Pada perbandingan C/N kurang dari 8, dapat
menghalagi aktivitas bakteri akibat kadar amonia yang berlebihan (Uli
Werner, 1989). Pada perbandingan C/N lebih dari 43 mengakibatkan
kerja bakteri juga terhambat (Dennis A., 2001). Walaupun demikian,
parameter ini bukan jaminan satu-satunya untuk kualitas biogas yang
tinggi karena masih terdapat beberapa parameter lain yang harus
diperhatikan khususnya pada reaktor biogas (biodigester).
Untuk mendapatkan produksi biogas yang tinggi, maka
penambahan bahan yang mengandung karbon (C) seperti jerami, atau N
(misalnya: urea) perlu dilakukan untuk mencapai rasio C/N = 20

Sumber Energi Biogas


– 30. Tabel 1.1 adalah harga rasio C/N pada beberapa jenis
kotoran hewan.
Tabel 1.1 Rasio C/N untuk beberapa bahan organik (Uli Werner, 1989)
Jenis Kotoran Rasio C/N
Urine 0,8
Kotoran sapi 10-20
Kotoran babi 9-13
Kotoran ayam 5-8
Kotoran kambing 30
Kotoran manusia 8
Jerami padi-padian 80-140
Jerami jagung 30-65
Rumput hijau 12
Sisa sayuran 35

Tidak semua bahan organik terurai menjadi gas dalam


digester anaerob. Bakteri anaerob tidak menguraikan lignin dan
beberapa jenis hidrokarbon. Digester yang berisi kotoran yang
mengandung nitrogen tinggi dan belerang yang rendah dapat
menghasilkan racun berupa amonia dan H2S. Kotoran yang tidak
bercampur dengan air akan terurai dengan lambat.
Perlu ditekankan disini bahwa proses fermentasi dalam biodigester
sendiri berlangsung secara alami. Mikroba (bakteri) yang berfungsi untuk
menguraikan bahan organik juga dapat terbentuk secara alami asalkan
kondisi biodigester terpenuhi untuk tumbuhnya bakteri tersebut. Ciri fisik
yang terlihat dari terjadinya proses fermentasi alami adalah terbentuknya
gelembung pada permukaan air.

1.3 Bahan Baku Pembuatan Biogas


Bahan baku yang dapat dibuat biogas adalah bahan organik.
Beberapa daftar bahan organik yang dapat dibuat biogas adalah
biomasa, kotoran manusia, kotoran hewan, urin, sampah kota yang

Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan


berbentuk organik, dan sampah produk pertanian. Di Indonesia,
jenis kotoran yang umum digunakan untuk menghasilkan biogas
adalah kotoran sapi.
Tabel 1.2 menunjukkan spesifikasi kotoran sapi yang dihasilkan
dari sapi dengan bobot waktu hidup 635 kg untuk setiap harinya.
Besarnya padatan total (TS) umumnya dapat juga diperkirakan sekitar
10-15% dari massa kotoran awal. Sedangkan besarnya padatan volatil
dapat diperkirakan sebesar 8-10% dari massa kotoran awal.
Tabel 1.2 Spesifikasi kotoran sapi dengan bobot total 635 kg
Spesifikasi Sapi dengan
bobot 635 kg
Kotoran 50,8 kg
Kotoran 51,1 liter
Padatan total (total solid, TS) 6,35 kg
Padatan Volatil (volatile solid, VS) 5,4 kg

Sebagai acuan, untuk setiap ekor sapi umumnya mampu


menghasilkan kotoran sebanyak 5-40 kg per hari. Secara nyata,
tidak dapat dipastikan berapa kotoran yang dihasilkan oleh hewan
untuk setiap harinya karena tergantung pada banyak hal, seperti
kondisi hewan, pola makan dari hewan, jenis makanan, jenis
kandang, jenis lantai, dan lainnya. Untuk tujuan perancangan
digester yang lebih baik, maka jumlah kotoran dari hewan dapat
diukur atau ditimbang secara berkala. Langkah ini walaupun tidak
umum, tetapi mampu memberikan data yang lebih baik sehingga
rancangan dari digester dan produksi biogasnya nanti tidak
berlebihan atau sebaliknya supaya tidak kekurangan bahan baku.
Beberapa peneliti mengusulkan metode lain untuk
menentukan jumlah kotoran yang dihasilkan dari makhluk hidup.
Metode yang diusulkan adalah dengan membuat prosentasi dari
bobot makhluk hidup tersebut.

Sumber Energi Biogas


• Untuk sapi dengan bobot hidup 135-800 kg dan kerbau
dengan bobot 340-420 kg dapat menghasilkan kotoran 5%
dan urine 4-5% dari bobot tersebut.
• Untuk babi dengan bobot 30-75 kg dapat menghasilkan
kotoran sebanyak 2% dan urin 3% dari bobot tersebut.
• Untuk domba/kambing dengan bobot 30-100 kg dapat
menghasilkan kotoran sebanyak 3% dan urin 1-1,5% dari
bobot tersebut.
• Untuk ayam dengan bobot 1,5-2 kg dapat menghasilkan
kotoran sebanyak 4,5% dari bobotnya.
• Untuk manusia dengan bobot 50-80 kg dapat menghasilkan
kotoran sebanyak 1% dan urin sebanyak 2% dari bobotnya.
Tabel 1.3. Komponen padatan volatil (VS) (Uli Werner, 1989).
Komponen % TS
Selulosa 31,0
Hemiselulosa 12,0
Lignin 12,2
Kanji 12,5
Protein 12,5
Eter 2,6
Amonia 0,5
Asam 0,1
Total 83,4

Dari jumlah kotoran yang dihasilkan, yang berperan dalam


menghasilkan biogas adalah komponen padatan total (TS). Di dalam
padatan total (TS) terdapat padatan volatil (VS). Komponen dari
padatan volatil (VS) secara umum terdiri dari selulosa, hemiselulosa,
lignin, kanji, protein, eter, amonia dan asam. Komponen terbesar dari
VS adalah selulosa sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1.3.
Besarnya VS adalah sekitar 83,4% TS. Dengan mengingat bahwa TS
dari kotoran hewan tidak jauh dari 10%, maka dalam biodigester perlu
ditambahkan beberapa sisa makanan hewan selain mengandung C/N

Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan


tinggi juga mempunyai potensi produksi biogas yang tinggi karena
mengandung TS yang tinggi (lihat TaBEL 1.4).
Tabel 1.4. TS beberapa material organik lain selain kotoran hewan (Uli
Werner, 1989).
Material TS (%) VS (% TS)
Jerami padi 89 93
Jerami gandum 82 94
Jerami jagung 80 91
Rumput segar 24 89
Bagase 65 78
Sisa sayuran 12 86

Penting diperhatikan bahwa konsentrasi TS hendaknya dijaga


tidak lebih dari 15% karena akan menghambat metabolisme. Pada saat
memasukkan material organik ke dalam biodigester wajib ditambahkan
sejumlah air. Fungsi air disini selain untuk mempertahankan TS < 15%,
juga untuk mempermudah proses pencampuran dan proses mengalirnya
material organik ke dalam biodigester. Fungsi lainnya adalah untuk
mempermudah aliran gas yang terbentuk di bagian bawah dapat
mengalir ke bagian atas biodigester.
Tabel 1.5. Kadar selulosa, hemiselulosa dan lignin dalam biomasa
(Suyitno, 2007)
Material Selulosa (%) Hemiselulosa Lignin
(%) (%)
Kayu 40-50 15-25 15-30
Tongkol jagung 45 35 15
Jerami padi 32,1 24 18
Bagase 33,4 30 18,9
Dedaunan 15-20 80-85 0
Jerami gandum 30 50 15
Rumput 45 31,4 12

Sumber Energi Biogas


Selulosa dan hemiselulosa dapat diuraikan oleh bakteri
dalam biodigester sedangkan lignin tidak dapat diuraikan. Biomasa
termasuk bahan organik yang mengandung lignin dalam jumlah
yang besar sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1.5. Sehingga
jika beberapa material organik yang mengandung lignin dalam
jumlah tinggi misalnya biomasa, maka dari material organik jenis
ini, biogas yang dihasilkan jumlahnya rendah.

1.4 Komposisi Biogas


Komposisi dan produktivitas sistem biogas dipengaruhi oleh
parameter-parameter seperti temperatur digester, ph (tingkat
keasaman), tekanan, dan kelembaban udara. Komponen biogas
yang paling penting adalah metana (CH4). Tabel 1.6 adalah
gambaran komposisi biogas dari Horikawa tahun 2004 dimana
biogas tersusun dari 81,1% CH4.
Tabel 1.6 Komposisi biogas (Horikawa, 2004)
Gas Digester Sludge Sistem Anaerob
(% volume)
CH4 81,1 %
CO2 14,0 %
H2S 2,2 %
N2+O2 2,7 %

Namun demikian, pendapat mengenai komposisi biogas di


bawah ini lebih banyak dijadikan acuan oleh beberapa peneliti.
Biogas umumnya terdiri dari:
1. Methane, CH4 = 55-75%.
2. Carbon dioxide, CO2 = 25-45%.
3. Carbon monoxide, CO = 0-0,3%.
4. Nitrogen, N2 = 1-5%.
5. Hydrogen, H2 = 0-3%.
6. Hydrogen sulfide, H2S = 0,1-0,5%.
7. Oxygen, O2 = sisanya

Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan


Biogas berbeda dengan gas alam dan gas kota. Beberapa perbe-
daan sifat dari biogas, gas kota, dan gas alam dapat dilihat pada Tabel
1.7 Biogas mempunyai nilai kalor sedang dan besarnya sangat tergan-
tung dari kandungan CH4 dalam biogas. Massa jenis biogas sedikit lebih
tinggi dari massa jenis udara. Jika dibakar, biogas mempunyai kecepatan
maksimum yang rendah, yaitu sekitar 0,25 m/s.
Tabel 1.7. Perbandingan sifat biogas, gas alam, dan gas kota
(Wellinger, 2001)
Parameter Biogas Gas Gas
(60% CH4) Alam Kota
Nilai kalor bawah (MJ/m3) 21,48 36,14 16,1
Massa jenis (kg/m3) 1,21 0,82 0,51
Indeks Wobbe bawah (MJ/m3) 19,5 39,9 22,5
Kecepatan penyalaan maksiumum (m/s) 0,25 0,39 0,70
Kebutuhan udara teoritis (m3 udara/m3 5,71 9,53 3,83
gas)
Konsentrasi maksimum CO2 dalam 17,8 11,9 13,1
cerobong (vol%)
Titik embun (oC) 60-160 59 60
Kandungan methane yang cukup tinggi dalam biogas dapat
menggantikan peran LPG dan petrol (bensin). Tetapi dalam biogas terdapat
kandungan lain selain methane yang perlu adanya proses pemurnian. Gas
tersebut adalah gas H2S yang dianggap sebagai pengotor dan bila ikut
terbakar dan terbebas dengan udara dapat teroksidasi menjadi SO 2 dan SO3
yang bersifat korosif dan bila teroksidasi lebih lanjut oleh H 2O dapat memicu
hujan asam. Selain H2S terdapat juga uap air dan CO 2 yang tidak bermanfaat
pada saat pembakaran. Biogas yang mengandung sejumlah H 2O dapat
berkurang nilai kalornya. Gas H 2O sebagaimana gas H2S juga perlu
dibersihkan dari biogas. Prosedur pencucian dan pemurnian biogas dapat
dilihat pada bab III.

Sumber Energi Biogas


1.5 Teknik Pemanfaatan Biogas
Biogas dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan,
diantaranya adalah:
1. Sumber bahan bakar gas digunakan untuk kompor rumah
tangga, penerangan, pemanas air, dan lainnya.
2. Sumber bahan bakar gas untuk menghasilkan panas yang
dapat digunakan untuk berbagai keperluan misalnya pemanas
air, pemanas udara, pengering, dan lainnya.
3. Sumber bahan bakar gas untuk menggerakkan motor bakar, turbin,
dan lainnya yang kemudian torsi yang diperoleh dapat digunakan
untuk menggerakkan pompa atau mesin-mesin yang lain.
4. Torsi dari motor bakar dan turbin berbahan bakar biogas
selanjutnya dapat dipergunakan untuk menggerakkan
generator dan diperoleh listrik.
Secara teoritis dapat dibuat suatu prediksi umum bahwa (Uli
Werner, 1989):
• Untuk keperluan memasak, 1 orang rata-rata per hari
membutuhkan biogas sebanyak 0,1 – 0,3 m3.
• Untuk penerangan (lampu petromaks), rata-rata membutuhkan
biogas sebanyak 0,1 – 0,15 m 3 per jam. Pendapat lain
mengatakan bahwa 1 m3 dapat digunakan untuk penerangan
yang sebanding dengan lampu 60-100 W selama 6 jam .
• Untuk pengganti bahan bakar bensin sebanyak 0,7 kg
dibutuhkan biogas sebanyak 1 m3.
• Untuk menggerakkan motor 1 hp selama 2 jam dibutuhkan
biogas sebanyak 1 m3.
• Untuk pembangkit listrik dengan motor bakar dibutuhkan
biogas sebanyak 0,6 m3 per kWh.

10 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan


Soal Bab I:
1.1. Jelaskan pengertian biogas dan pengertian digester.
1.2. Jelaskan jenis-jenis bakteri yang berkembang dalam biodigester.
1.3. Jelaskan mengapa lignin tidak dapat diuraikan oleh bakteri
dalam biodigester.
1.4. Jelaskan pengertian TS dan VS.
1.5. Sebutkan manfaat energi yang dapat diperoleh dari 1 m3 biogas.

-oo0oo-

Sumber Energi Biogas 11


Bab 2
Biodigester

2.1 Pendahuluan

B iodigester merupakan komponen utama dalam produksi bio-gas.


Biodigester merupakan tempat dimana material organik diurai
oleh bakteri secara anaerob (tanpa udara) menjadi gas
CH4 dan CO2. Biodigester harus dirancang sedemikian rupa sehingga
proses fermentasi anaerob dapat berjalan baik. Pada umumnya, bio-
gas dapat terbentuk pada 4–5 hari setelah digester diisi. Produksi bio-
gas yang banyak umumnya terjadi pada 20–25 hari dan kemudian
produksinya turun jika biodigester tidak diisi kembali.
Selama proses penguraian secara anaerob, komponen nitrogen
berubah menjadi amonia, komponen belerang berubah menjadi H 2S,
dan komponen fosfor berubah menjadi orthophosphates. Beberapa
komponen lain seperti kalsium, magnesium, atau sodium berubah
menjadi jenis garam (Dennis A., 2001). Lebih lengkapnya, daftar
berikut adalah beberapa tujuan pembuatan biodigester.
1. Mengurangi jumlah padatan. Karena padatan terurai menjadi
gas dan tidak semua padatan dapat terurai, maka tujuan dari
proses digestion adalah mengurangi jumlah padatan.
2. Membangkitkan energi. Sebagaimana diketahui, target utama
dari proses digestion adalah menghasilkan gas CH4 yang
mengandung energi 50 MJ/kg. Semakin besar kandungan CH 4
dalam biogas, semakin besar kandungan energi dalam biogas.
3. Mengurangi bau dari kotoran. Biogas dapat ditujukan untuk
mengurangi bau dan bukan menghilangkan bau dari kotoran.
Setidaknya dengan pembuatan digester bau yang dihasilkan
selama proses digestion dapat diarahkan supaya tidak
mengganggu kenyamanan hidup manusia.
4. Menghasilkan air buangan yang bersih. Sebagian air setelah proses
digestion harus dikeluarkan. Bersihnya air buangan ini menjadi sangat
penting jika akan digunakan untuk irigasi. Sebagian air buangan juga
dapat dikembalikan lagi ke dalam digester.
5. Menghasilkan padatan yang mengandung bahan gizi untuk pupuk.
Padatan yang tidak terurai menjadi gas dapat dimanfaatkan sebagai
pupuk asalkan masih mengandung bahan gizi yang baik. Padatan
yang dihasilkan juga harus dijaga dari zat-zat berbahaya.

2.2. Jenis-Jenis Biodigester


Terdapat beberapa jenis biodigester yang dapat dilihat
berdasarkan konstruksi, jenis aliran, dan posisinya terhadap
permukaan tanah. Jenis digester yang dipilih dapat didasarkan
pada tujuan pembuatan digester tersebut. Hal yang penting adalah
apapun jenis digester yang dipilih nantinya, tujuan utama
pembuatan digester adalah mengurangi jumlah kotoran dan
menghasilkan biogas yang mempunyai kandungan CH4 tinggi.
Umumnya, kotoran merupakan campuran fasa padat dan cair
dengan perbandingan tertentu. Energi dihasilkan dari padatan kotoran
tersebut. Pada saat menginginkan hasil biogas yang kontinu, maka
bahan baku harus mampu mengalir kontinu tanpa bantuan pompa dan
biodigester harus didesain supaya tidak terjadi penyumbatan. Padatan
yang dihasilkan setelah proses digestion juga harus dapat dipisahkan

14 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan


secara alami tanpa bantuan peralatan dari luar. Padatan yang
dihasilkan kemudian dapat dengan mudah dikeluarkan dari digester.
Dari segi konstruksi, digester dibedakan menjadi:
a) Fixed dome (kubah tetap). Digester jenis ini mempunyai volume
tetap. Seiring dengan dihasilkannya biogas, terjadi peningkatan
tekanan dalam reaktor (biodigester). Karena itu, dalam konstruksi
biodigester jenis kubah tetap, gas yang terbentuk akan segera
dialirkan ke pengumpul gas di luar reaktor. Indikator produksi gas
dapat dilakukan dengan memasang indikator tekanan. Skema
digester jenis kubah tetap dapat dilihat pada Gambar 2.1. Tabel
2.1 merupakan kelebihan dan kekurangan digester jenis kubah
tetap.

Gambar 2.1 Digester jenis kubah tetap (fixed dome)


(Sasse, 1988). Tabel 2.1 Kelebihan dan kekurangan
digester

Biodigester 15
jenis kubah tetap.
Kelebihan Kekurangan
1. Sederhana dan dapat dikerjakan 1. Bagian dalam reaktor tidak
dengan mudah. terlihat (khususnya yang dibuat
2. Biaya konstruksinya rendah. di dalam tanah) sehingga jika
3. Tidak terdapat bagian yang terjadi kebocoran tidak segera
terdeteksi.
bergerak.
2. Tekanan gas berfluktuasi dan
4. Dapat dipilih dari material yang
tahan karat. bahkan fluktuasinya sangat
5. Umurnya panjang. tinggi.
3. Temperatur digester rendah.
6. Dapat dibuat di dalam tanah
sehingga menghemat tempat.

b) Floating dome (kubah apung). Pada digester tipe ini terdapat


bagian reaktor yang dapat bergerak seiring dengan kenaikan
tekanan reaktor. Pergerakan bagian kubah dapat dijadikan
indikasi bahwa produksi biogas sudah dimulai atau sudah
terjadi. Bagian yang bergerak tadi juga berfungsi sebagai
pengumpul biogas. Dengan model ini, kelemahan tekanan gas
yang berfluktuasi pada reaktor biodigester jenis kubah tetap
dapat diatasi sehingga tekanan biogas dapat dijaga konstan.
Kelemahannya adalah membutuhkan ketrampilan khusus
untuk membuat tampungan gas yang dapat bergerak.
Kelemahan lainnya dari biodigester jenis ini adalah material
dari tampungan biogas yang dapat bergerak juga harus dipilih
dari material yang tahan korosi dan otomatis harganya lebih
mahal.

Gambar 2.2 Digester jenis kubah apung (floating dome)

16 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan


Pemanfaatan
Pipa aliran Biogas
biogas digunakan

Bahan baku Tampungan


masuk biogas yang
bisa bergerak

Padatan
keluar
Buih
center Pengarah

(Sasse, 1988).
Dari segi aliran bahan baku untuk reaktor biogas, biodigester
dibedakan menjadi:
1. Bak (batch). Pada biodigester jenis bak, bahan baku ditempatkan
di dalam suatu wadah (bak) dari sejak awal hingga selesainya
proses digestion. Biodigester jenis ini umumnya digunakan pada
tahap eksperimen untuk mengetahui potensi gas dari limbah
organik atau digunanakan pada kapasitas biogas yang kecil.
2. Mengalir (continuous). Untuk biodigester jenis mengalir, aliran
bahan baku dimasukkan dan residu dikeluarkan pada selang
waktu tertentu. Lamanya bahan baku berada dalam reaktor
digester disebut waktu retensi (retention time/RT).
Dilihat dari segi tata letak penempatan, biodigester dibedakan
menjadi:
1. Seluruh biodigester di atas permukaan tanah. Biasanya biodigester
jenis ini dibuat dari tong-tong bekas minyak tanah atau aspal.
Kelemahan tipe ini adalah volume yang kecil, sehingga biogas

Biodigester 17
yang dihasilkan hanya mampu digunakan untuk kebutuhan
sebuah rumah tangga (keluarga). Kelemahan lain adalah
kemampuan material yang rendah untuk menahan korosi
sehingga tidak tahan lama. Untuk pembuatan skala besar,
biodigester jenis ini jelas memerlukan luas lahan yang besar juga.
2. Sebagian tangki biodigester diletakkan di bawah permukaan
tanah. Biasanya biodigester ini terbuat dari campuran semen,
pasir, kerikil, dan kapur yang dibentuk seperti sumur dan ditutup
dari plat baja atau konstruksi semen. Volume tangki dapat dibuat
untuk skala besar ataupun skala kecil sehingga dapat
disesuaikan dengan kebutuhan. Kelemahan pada sistem ini
adalah jika ditempatkan pada daerah yang memiliki suhu rendah
(dingin), suhu dingin yang diterima oleh plat baja merambat ke
dalam bahan baku biogas, sehingga menghambat proses
bekerjanya bakteri. Ingat kembali bahwa bakteri akan bekerja
secara optimum pada temperatur tertentu saja.
3. Seluruh tangki biodigester di letakkan di bawah permukaan tanah.
Model ini merupakan model yang paling popular di Indonesia,
dimana seluruh instalasi biodigester dibuat di dalam tanah dengan
konstruksi yang permanen. Selain dapat menghemat tempat atau
lahan, pembuatan biodigester di dalam tanah juga berguna untuk
mempertahankan temperatur biodigester stabil dan mendukung
pertumbuhan bakteri methanogen. Kekurangannya adalah jika
terjadi kebocoran gas dapat menyulitkan untuk memperbaikinya.

2.3 Komponen Utama Biodigester


Komponen-komponen biodigester cukup banyak dan sangat
bervariasi. Komponen yang digunakan untuk membuat biodigester
tergantung pada jenis biodigester yang digunakan dan tujuan
pembangunan biodigester. Tetapi, secara umum biodigester terdiri
dari empat komponen utama sebagai berikut:
1. Saluran masuk slurry (kotoran segar). Saluran ini digunakan untuk

18 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan


memasukkan slurry (campuran kotoran ternak dan air) ke dalam
reaktor utama. Tujuan pencampuran adalah untuk memaksimalkan
produksi biogas, memudahkan mengalirnya bahan baku, dan
menghindari terbentuknya endapan pada saluran masuk.
2. Ruang digestion (ruang fermentasi). Ruangan digestion
berfungsi sebagai tempat terjadinya proses digestion dan
dibuat kedap terhadap udara. Ruangan ini dapat juga
dilengkapi dengan penampung biogas.
3. Saluran keluar residu (sludge). Fungsi saluran ini adalah untuk
mengeluarkan kotoran (sludge) yang telah mengalami proses
digestion oleh bakteri. Saluran ini bekerja berdasarkan prinsip
kesetimbangan tekanan hidrostatik. Residu yang keluar
pertama kali merupakan slurry (lumpur) masukan yang
pertama setelah waktu retensi. Slurry yang keluar sangat baik
untuk pupuk karena mengandung kadar nutrisi yang tinggi.
4. Tangki penyimpan biogas. Tujuan dari tangki penyimpan gas
adalah untuk menyimpan biogas yang dihasilkan dari proses
digestion. Jenis tangki penyimpan biogas ada dua, yaitu tangki
bersatu dengan unit reaktor (fixed dome) dan terpisah dengan
reaktor (floating dome). Untuk tangki terpisah, konstruksi
dibuat khusus sehingga tidak bocor dan tekanan yang
terdapat dalam tangki seragam.
Selain empat komponen utama tersebut, pada sebuah
biodigester perlu ditambahkan beberapa komponen pendukung
untuk menghasilkan biogas yang jumlahnya banyak dan aman.
Beberapa komponen pendukung adalah:
1. Katup pengaman tekanan (control valve). Fungsi dari katup
pengaman adalah sebagai pengaman biodigester dari lonjakan
tekanan biogas yang berlebihan. Bila tekanan biogas dalam tabung
penampung biogas lebih tinggi dari tekanan yang diijinkan, maka
biogas akan dibuang keluar. Selanjutnya tekanan dalam biodigester
turun kembali. Katup pengaman tekanan cukup penting dalam

Biodigester 19
reaktor biogas yang besar dan sistem kontinu, karena umumnya
digester dibuat dari material yang tidak tahan pada tekanan yang
tinggi supaya biaya pembuatan biodigester tidak mahal.
2. Sistem pengaduk. Pada digester yang besar, sistem pengaduk
menjadi sangat penting. Untuk digester kecil misalnya digester
untuk 3-5 sapi, sistem pengaduk dapat ditiadakan. Tujuan dari
pengadukan adalah untuk mengurangi pengendapan dan
menyediakan populasi bakteri yang seragam sehingga tidak
terdapat lokasi yang ‘mati’ dimana tidak terjadi proses digestion
karena tidak terdapat bakteri. Selain itu dengan pengadukan
dapat mempermudah pelepasan gas yang dihasilkan oleh
bakteri menuju ke bagian penampung biogas. Pengadukan
dapat dilakukan dengan:
• pengadukan mekanis yaitu dengan menggunakan poros
yang dibawahnya terdapat semacam baling-baling dan
digerakkan dengan motor listrik secara berkala.
• Mensirkulasi bahan dalam digester dengan menggunakan
pompa dan dialirkan kembali melalui bagian atas
biodigester.
Pada saat melakukan proses pengadukan hendaknya dilakukan
dengan pelan. Sebagaimana diketahui bahwa tumbuhnya bakteri
membutuhkan media yang cocok. Media yang cocok sendiri
terbentuk dari bahan organik secara alami dan membutuhkan waktu
tertentu (ingat kembali retention time) sehingga pengadukan yang
terlalu cepat dapat membuat proses digestion justru terhambat. Tidak
ada panduan yang pasti seberapa lambat pengadukan dilakukan
dan bagaimana frekuensinya karena proses pengadukan sangat
tergantung dari bahan baku yang digunakan. Untuk bahan baku
yang larut dengan air dan tidak membentuk stratifikasi justru tidak
diperlukan adanya pengadukan.

3. Saluran biogas. Tujuan dari saluran gas adalah untuk mengalirkan

20 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan


biogas yang dihasilkan dari biodigester. Bahan untuk saluran
gas disarankan terbuat dari polimer untuk menghindari korosi.
Ingat, kebocoran biogas dapat sangat berbahaya, karena
dapat menimbulkan kebakaran. Untuk pembakaran gas pada
tungku, pada ujung saluran pipa dapat disambung dengan
pipa yang terbuat dari logam supaya tahan terhadap
temperatur pembakaran yang tinggi.

2.4 Kondisi Biodigester yang Baik


Tujuan utama dari pembuatan biodigester adalah membuat
suatu tempat kedap udara supaya bahan organik dapat terurai secara
biologi yaitu dengan bantuan bakteri alami. Hasil dari proses
penguraian bahan organik tersebut dapat dihasilkan gas yang
mengandung CH4 dengan konsentrasi tinggi. Untuk itu pada saat
membuat biodigester, maka perlu diperhitungkan beberapa hal, yaitu:
1. Lingkungan anaerob. Biodigester harus tetap dijaga dalam
keadaan anaerob yaitu tidak terjadi kontak langsung dengan
oksigen (O2). Udara mengandung O2 sebanyak 21 vol% sehingga
jika memasuki biodigester dapat menyebabkan penurunan
produksi metana. Penyebabnya adalah bakteri alami untuk
proses penguraian bahan organik membutuhkan kondisi kedap
udara, sehingga jika terdapat udara yang mengandung O 2
menyebabkan bakteri berkembang secara tidak sempurna.
2. Temperatur dalam biodigester. Secara umum terdapat tiga
rentang temperatur yang disenangi oleh bakteri, yaitu:
a. Bakteri fermentasi psycrophilic yang hidup pada temperatur
8–25oC. Bakteri ini biasanya berkembang pada negara-
negara subtropis atau beriklim dingin. Kondisi optimumnya
adalah pada temperatur 15-18oC. Waktu penyimpanan
(retention time, RT) dalam digester adalah lebih dari 100 hari.
b. Bakteri fermentasi mesophilic yang hidup pada temperatur

Biodigester 21
35–37oC. Bakteri ini dapat berkembang pada negara-negara
tropis seperti di Indonesia. Untuk itu kondisi biodigester yang
dibangun di Indonesia tidak perlu dipanasi. Biodigester yang
dibangun di dalam tanah juga mempunyai keuntungan
tersendiri, yaitu temperatur dalam biodiegester cenderung
konstan sehingga baik untuk pertumbuhan bakteri.
Temperatur dimana bakteri ini bekerja secara optimum
adalah pada 35-45oC. Waktu penyimpanan (retention time, RT)
dalam biodigester adalah lebih dari 30-60 hari.
c. Bakteri fermentasi thermophilic yang hidup pada temperatur
optimum 53–55oC. Bakteri yang berkembang pada temperatur
tinggi umumnya digunakan hanya untuk mengurai material,
bukan untuk menghasilkan biogas. Waktu penyimpanan (RT)
dalam digester adalah lebih dari 10-16 hari.
Temperatur minimum supaya bakteri berkembang selama
proses fermentasi anaerob khususnya pada biodigester yang tidak
dipanasi adalah 15oC (Uli Werner, 1989). Biodigester yang beroperasi
pada temperatur di bawah 15oC hanya diperoleh biogas yang
jumlahnya terbatas sehingga sangat tidak ekonomis. Oleh karena itu,
pada daerah yang dingin, pada saat membuat biodigester perlu
diperhitungkan adanya pemakaian bahan penyekat panas.
1. Derajat keasaman (pH) dalam biodigester. Bakteri alami pengurai
bahan organik dapat berkembang dengan baik pada keadaan yang
agak asam, yaitu pH antara 6,6 – 7,0. Beberapa peneliti lain
menyarankan bahwa untuk produksi biogas yang optimum
diperlukan kondisi yang agak basa dengan pH antara 7-8,5. Namun
demikian perbedaan tersebut tidak terlalu menjadi masalah karena
selama proses fermentasi anaerob, pH dalam biodigester akan berada
angka pH sekitar 7. Selain itu, derajat keasaman (pH) dalam
biodigester sangat dipengaruhi oleh bahan baku yang berupa bahan
organik. Karena pada tahap awal fermentasi dapat terbentuk asam,
maka pH akan turun. Beberapa peneliti

22 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan


menyarankan untuk menambahkan larutan kapur (CaOH2)
atau kapur (CaCO3) supaya pH kembali naik ke angka sekitar
7,0. Jika pH turun di bawah 6,2, maka bakteri methanogen akan
keracunan dan akibatnya produksi biogas turun.
2. Kebutuhan nutrisi. Bakteri fermentasi membutuhkan beberapa
bahan nutrisi tertentu dan sedikit logam. Kekurangan salah satu
nutrisi atau bahan logam yang dibutuhkan dapat memperkecil
proses produksi metana. Nutrisi yang diperlukan antara lain
nitrogen, sulfur, fosfor, potasium, kalsium, magnesium dan
sejumlah logam seperti besi, mangan, molibdenum, seng, kobalt,
selenium, nikel, dan lainnya. Bahan baku berupa bahan organik
pada umumnya sudah mengandung zat nutrisi yang disebutkan
di atas dalam jumlah yang cukup. Tabel 2.2 memberikan
gambaran tentang konsentrasi maksimum beberapa zat yang
diijinkan dalam biodigester. Keberadaan beberapa zat yang
disebutkan di atas dalam jumlah yang banyak justru dapat
menghambat proses pembentukan biogas.

Tabel 2.2 Batasan konsentrasi beberapa zat yang diijinkan


terdapat dalam biodigester (Werner Kossmann, 1999)
Zat Konsentrasi (mg/l)
Tembaga 10-250
Kalsium 8000
Sodium 8000
Magnesium 3000
Nikel 100-1000
Seng 350-1000
Chromium 200-2000
Sulfur 200
Cyanide 2

3. Kadar padatan (TS). Tiap jenis bakteri memiliki nilai “kapasitas


kebutuhan air” tersendiri. Bila kapasitasnya tepat, maka aktifitas
bakteri juga akan optimal. Proses pembentukan biogas mencapai

Biodigester 23
titik optimum apabila konsentrasi bahan kering terhadap air
adalah 0,26 kg/L. Pada umumnya proses pencampuran antara
bahan organik dan air berkisar antara 1:1 sampai 1:2.
4. Pengadukan (lihat di sub bab 2.3)
5. Pengaruh starter. Starter yang mengandung bakteri methanogen
diperlukan untuk mempercepat proses fermentasi anaerob.
Beberapa jenis starter antara lain:
• Starter alami, yaitu lumpur aktif seperti lumpur kolam ikan,
air comberan atau cairan septic tank, sludge, timbunan
kotoran, dan timbunan sampah organik. Kotoran sapi juga
merupakan starter alami yang baik karena secara alami
karena kaya akan bakteri metana.
• Starter semi buatan, yaitu dari fasilitas biodigester dalam
stadium aktif.
• Starter buatan, yaitu bakteri yang dibiakkan secara
laboratorium dengan media buatan.

2.5 Proses Biologis Terbentuknya Biogas


Berikut ini adalah beberapa tahapan (lihat Gambar 2.3) untuk
terbentuknya biogas dari proses fermentasi anaerob (http://www.
ganesha.co.uk/Articles/Biogas%20Technology%20in%20India.htm):
• Tahap pertama adalah tahap hidrolisis.
• Tahap kedua adalah tahap pengasaman.
• Tahap ketiga adalah tahap pembentukan gas CH4.

Tahap pertama adalah tahap hidrolisis


Pada tahap hidrolisis, bahan-bahan organik yang mengandung
selulosa, hemiselulosa dan bahan ekstraktif seperti protein,
karbohidrat dan lipida akan diurai menjadi senyawa dengan rantai
yang lebih pendek. Sebagai contoh polisakarida terurai menjadi
monosakarida sedangkan protein terurai menjadi peptida dan asam
amino. Pada tahap hidrolisis, mikroorganisme yang berperan adalah
enzim ekstraselular seperti selulose, amilase, protease dan lipase.

24 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan


Tahap kedua adalah tahap pengasaman
Pada tahap pengasaman, bakteri akan menghasilkan asam
yang akan berfungsi untuk mengubah senyawa pendek hasil
hidrolisis menjadi asam asetat (CH3COOH), H2 dan CO2. Bakteri
ini merupakan bakteri anaerob yang dapat tumbuh pada keadaan
asam, yaitu dengan pH 5,5-6,5. Bakteri ini bekerja secara optimum
pada temperatur sekitar 30oC Untuk menghasilkan asam asetat,
bakteri tersebut memerlukan oksigen dan karbon yang diperoleh
dari oksigen yang terlarut dalam larutan. Untuk terjadinya
metabolisme yang merata diperlukan pencampuran yang baik
dengan konsentrasi air > 60%. Selain itu, bakteri tersebut juga
mengubah senyawa yang bermolekul rendah menjadi alkohol,
asam organik, asam amino, CO2, H2S dan sedikit gas CH4.

Tahap Hidrolisis Tahap Pengasaman Tahap Pembentukan


Metana
Bakteri Fermentasi Bakteri Asetogenik Bakteri Metanogenesis

Asam Asetat,
Bahan H 2, dan CO2
organik, Biogas:
karbohidrat, Gas Metana
lemak, dan Asam Propionik Gas CO2
protein Asam Butirik Asam Asetat
Alkohol
Senyawa lain

Gambar 2.3 Diagram proses biologis terbentuknya biogas

Tahap ketiga adalah tahap pembentukan gas CH4


Pada tahap pembentukan gas CH4, bakteri yang berperan adalah
bakteri methanogenesis (bakteri metana). Kelompok bakteri metana, yaitu
dari jenis methanobacterium, methanobacillus, methanosacaria, dan
methanococcus. Bakteri ini membutuhkan kondisi digester yang benar-
benar kedap udara dan gelap. Temperatur dimana bakteri ini bekerja
secara optimum adalah pada 35oC dan sangat sensitif terhadap

Biodigester 25
perubahan temperatur sekitar 2-3oC. Kisaran pH adalah 6,5-7,5.
Pada akhir metabolisme dihasilkan CH4 dan CO2 dari gas H2, CO2
dan asam asetat yang dihasilkan pada tahap pengasaman. Perlu
diketahui bahwa pada kotoran sapi terdapat banyak bakteri
metana sehingga sangat baik untuk starter.

2.6 Perancangan Biodigester


Ukuran dari biodigester tergantung dari kuantitas, kualitas
bahan organik, jenis bahan organik yang ada dan temperatur
proses fermentasi. Ukuran biodigester dapat dinyatakan dengan
volume digester (Vd). Secara umum Vd dapat diperhitungkan dari:
V = S xRT (2.1)
d d
Dimana
Sd adalah jumlah masukan bahan baku setiap hari [m3/hari].
RT adalah retention time (waktu bahan baku berada dalam
digester) [hari].
Pada umumnya RT dipengaruhi oleh temperatur operasi dari
biodigester. Untuk di Indonesia karena temperatur sepanjang
musim yang hampir stabil, maka banyak biodigester dibuat dan
beroperasi pada temperatur kamar (unheated biodigester). Pada
kondisi biodigester semacam ini, dalam perancangan biodigester,
temperatur operasi dapat dipilih 1-2oC diatas temperatur tanah.
Sedangkan RT untuk biodigester sederhana tanpa pemanasan
dapat dipilih 40 hari (Uli Werner, 1989).
Pemasukan bahan baku tergantung seberapa banyak air
harus dimasukkan kedalam biodigester sehingga kadar bahan
baku padatnya sekitar 4-8%.

Sd = Padatan + Air [m3/hari] (2.2)

Umumnya, pencampuran kotoran dari air dibuat dengan


perbandingan antara 1:3 dan 2:1 (Uli Werner, 1989). Di Indonesia,

26 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan


untuk kotoran sapi umumnya dicampur dengan air pada
perbandingan 1:1 sampai 1:2.
Setelah ukuran dari biodigester ditentukan, maka langkah
selan-jutnya adalah merancang gas penampung. Volume dari
penampung gas dinyatakan dengan Vg. Dalam perancangan ukuran
penampung gas (Vg) harus diperhatikan laju konsumsi gas puncak
(Vg1) dan laju konsumsi nol untuk jangka waktu yang lama (Vg2).
V jika V > V
g1 g1 g2
Vg = V jika V > V [m3] (2.3)
g2 g2 g1
V = konsumsi gas maks per jam x (2.4)
g1
waktu konsumsi maks
V =G x t (2.5)
g2 z, max
Dimana
G adalah produksi biogas (m3/jam)
Tz,max = waktu maksimum pada saat konsumsi biogas nol (jam)

Besarnya G (produksi biogas per jam, m3/jam) dihitung dari


produksi biogas spesifik (Gy) dari bahan baku dan pemasukan
bahan baku harian (Sd).
G = G xS [- x m3/hari x 1 hari/24 jam = m3/jam] (2.6)
y d
24
Dimana Gy dapat diperkirakan dari Tabel 2.3. Perkiraan produksi
biogas dari beberapa jenis kotoran yang lain dapat dilihat pada
Tabel 2.4.
Untuk keselamatan, ukuran dari penampung gas (V g) dibuat 10-
20% lebih besar dari hasil perhitungan di atas. Secara umum,
perancangan volume biodigester dengan volume penampung biogas
dapat dibuat dengan perbandingan 3:1 sampai 10:1 dengan 5:1
sampai 6:1 adalah yang paling umum digunakan (Uli Werner, 1989).

Biodigester 27
28
Tabel 2.3 Perkiraan produksi biogas dari berbagai kotoran hewan pada temperatur
digester 22-27oC (Uli Werner, 1989)

Jenis kotoran Sapi (bobot 200-300 kg) Kerbau (bobot 300-450 kg) Babi (bobot 50-60 kg)
Produksi Produksi gas Produksi Produksi gas Produksi Produksi gas
kotoran (m3/ hari) Kotoran (m3/ hari) kotoran (m3/ hari)
Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan

(kg/ hari) RT=60 RT=80 (kg/ hari) RT=60 RT=80 (kg/ hari) RT=60 RT=80
Hanya kotoran
(basah), lantai tidak 0,3- 0,45-
berubin (rugi-rugi 9-13 0,45 0,35-0,5 14-18 0,54 0,3-0,62 - - -
10%)
Kotoran dan urine, 20-30 0,35- 0,45- 30-40 0,45-0,6 0,54- 2,5-3,0 0,12- 0,15-
lantai beton 0,51 0,61 0,71 0,14 0,18
Kotoran stabil 0,45- 0,53- 0,55- 0,63-
(kotoran + 2 kg 22-32 32-42 - - -
0,63 0,73 0,74 0,89
pakan), lantai beton
Gy
Untuk 1 L 0,02 0,025 0,02 0,024 0,05 0,06
kotoran/ hari
Untuk 1 kg 0,022 0,027 0,022 0,026 - -
kotoran/ hari
Jumlah material organik dan air yang ditambahkan ke dalam
digester setiap hari merupakan sesuatu yang sangat penting untuk
digester jenis kontinu. Pemasukan material organik dan air yang
terlalu banyak dapat mengganggu kinerja digester, yaitu turunnya pH.
Tabel 2.4 Perkiraan produksi biogas dari beberapa jenis kotoran
Jenis kotoran Perkiraan produksi biogas (m3) per kg kotoran

Sapi/kerbau 0,023-0,04
Babi 0,04-0,059
Unggas 0,065-0,116
Manusia 0,02-0,028
Kuda 0,02-0,035
Domba/Kambing 0,01-0,031
Jerami padi 0,017-0,028
Jerami jagung 0,035-0,048
Rumput 0,028-0,055
Rumput gajah 0,033-0,056
Bagase 0,014-0,019
Sayuran 0,03-0,04
Alga 0,038-0,055

Contoh Soal 2.1.


Diketahui tiga keluarga mempunyai 6 ekor sapi. Jika semua
kotoran sapi tersebut akan dibuat biogas, maka perkirakan:
a. Ukuran dari digester
b. Ukuran dari penampung gas
Jawaban:
Diasumsikan bahwa lantai untuk ternak sapi tersebut
berbeton dan sebagian pakan akan bercampur dengan kotoran
berikut urinenya. Berikut langkah-langkah perhitungan:
1. Setiap ekor sapi diperkirakan menghasilkan 22-32 kg kotoran
per hari (lihat Tabel 1.2). Misalkan untuk perhitungan logis
diambil setiap ekor sapi menghasilkan 25 kg kotoran per hari.

Biodigester 29
2. Untuk RT = 60 hari diperkirakan produksi biogas adalah 0,45-
0,63 m3/hari (lihat Tabel 2.3).
3. Misalkan untuk perhitungan logis diperkirakan untuk RT = 60,
besarnya produksi biogas adalah 0,5 m3/hari. Sehingga
besarnya Gy dapat dihitung:
0,5 m3 biogas
hari 0,02 m
3
biogas/kg kotoran
Gy
kg kotoran
25
hari
4. Untuk total 6 ekor sapi diperoleh kotoran = 150 kg kotoran per
hari. Jumlah kotoran ini yang akan dimasukkan ke dalam
digester.
5. Selain kotoran, ke dalam digester ditambahkan air sebanyak
150 L atau setara dengan 150 kg.
6. Jumlah total kotoran + air adalah Sd = 300 kg/hari.
7. Sehingga volume digester yang dibutuhkan untuk RT = 60
adalah:
Vd Sd xRT
V 300 kg x60 hari
d hari
Vd 18000 kg

8. Perkirakan massa jenis campuran kotoran sapi dan air sebesar


1100 kg/m3, sehingga diperoleh:

V 18000 kg = 16,4 m3
d 3
1100 kg/m

∴ Ukuran dari biodigester adalah 16,4 m3

30 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan


9. Ukuran dari penampung gas dapat diprediksikan dari:
• Jumlah kotoran total = 150 kg/hari
• Gy = 0,02 m3 biogas / kg kotoran
• Besarnya produksi biogas (G)
dihitung dari: G = Gy x jumlah kotoran
total
G 0,02 biogas x150 kg x 1 hari
m3
kg kotoran hari 24 jam
m3
G 0,125
ja
m

10. Asumsikan waktu maksimum pemakaian pada saat


pemakaian biogas nol Tz,max = 19 jam. Asumsi ini berarti
bahwa biogas digunakann untuk keperluan sehari-hari minimal
selama 6 jam sehari.
V GxT
g z,max
m3
Vg 0,125 x19 jam
jam
3
Vg 2,4 m

Untuk keamanan tambahkan 20% sehingga:


3 3
Vg = 2,4 m x (1,2) = 2,9 m
∴ Ukuran dari gas penampung dapat dibuat sebesar 2,9 atau 3 m 3
dengan catatan bahwa biogas harus digunakan sebanyak
minimal 6 jam per hari. Jika ketentuan ini tidak dipenuhi maka
diwajibkan dalam gas penampung juga dibuatkan pressure relief
yang fungsinya untuk mengeluarkan biogas jika ruang
penampung tersebut telah terisi penuh supaya tidak terjadi hal-
hal yang diinginkan. Sebaliknya jika ukuran dari penampung
biogas terlalu besar, selain biayanya mahal juga menyebabkan
tekanan dalam gas penampung akan rendah. Akibatnya gas
mengalir dalam pipa dengan kecepatan yang rendah.

Biodigester 31
Soal Bab II:
2.1 Jelaskan jenis-jenis biodigester.
2.2 Jelaskan kondisi apa saja yang mempengaruhi kinerja digester
dan jelaskan juga bagaimana pengaruhnya.
2.3 Jelaskan proses-proses biologis terbentuknya biogas dari
bahan organik.
2.4 Hitunglah ukuran dari biodigester dan ukuran penampung
biogas untuk menghasilkan biogas dengan jumlah sapi 50
ekor dan RT = 80 hari.
2.5 Bandingkan ukuran dari biodigester dan ukuran dari
penampung biogas untuk peternakan:
a. 100 ekor sapi
b. 100 ekor kerbau
c. Kotoran dari 100 manusia

-oo0oo-

32 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan


Bab 3
Teknik Pencucian Biogas

B iogas mengandung unsur-unsur yang tidak bermanfaat untuk


pembakaran khususnya H2O dan H2S. Pada saat biogas hendak
dimanfaatkan untuk bahan bakar kompor rumah tangga, maka kedua unsur
tersebut secara praktis tidak perlu dibersihkan. Hal
ini disebabkan karena kompor hanya kontak dengan biogas pada
saat dipakai saja. Alasan lain adalah proses pencucian merupakan
kegiatan yang membutuhkan biaya.
Tetapi jika biogas hendak digunakan untuk bahan bakar
pembangkit listrik, maka proses pencucian menjadi sangat
penting. Pencucian terhadap H2O dan H2S dapat memperpanjang
umur dari mesin. Bahkan pemurnian terhadap CO 2 juga perlu
dipertimbangkan karena dapat meningkatkan nilai kalor biogas.
Tabel 3.1 menunjukkan kebutuhan pemurnian dari H2S, H2O dan
CO2 pada berbagai aplikasi.
Tabel 3.1 Kebutuhan pemurnian biogas (Wellinger, 2001)
Aplikasi H2O H2S CO2
Boiler Tidak perlu < 1000 ppm Tidak perlu
Kompor Tidak perlu Tidak perlu Perlu
Mesin stationer (CHP, Hindari < 1000 ppm Tidak perlu
combined heat and kondensasi
power)
Transportasi Perlu Perlu Direkomendasikan
Grid gas alam Perlu Perlu Perlu

3.1 Pencucian Biogas dari Unsur H2O


Tujuan dari pengurangan H2O adalah karena kondensat yang
terbentuk dapat terakumulasi dalam saluran gas dan dapat juga
membentuk larutan asam yang korosif ketika H 2S terlarut dalam air
(Wellinger, 2001). Pengurangan kadar H 2O yang sederhana
dilakukan dengan cara melewatkan biogas pada suatu kolom yang
terdiri dari silika gel atau karbon aktif (lihat Gambar 3.1). H 2O
selanjutnya dapat diserap oleh silika gel atau karbon aktif.
Efektivitas dari penyerapan H2O oleh silika gel atau karbon aktif
dapat dinyatakan dengan perumusan sederhana sebagai berikut:
Efektifitas penyerapan H O = (ma2 − ma1)/ ∆t (3.1)
2
Q
biogas

Dimana:
M adalah massa absorben awal [g]
a1
M
a2 adalah massa absorben akhir [g]
∆t adalah selang waktu pengambilan data [detik]
Q biogas adalah debit (laju aliran volume biogas) [m3/detik]

34 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan


Gambar 3.1. Teknik pencucian biogas dengan silika gel
Dari beberapa pengujian yang dilakukan di Lab Konversi Energi
Teknik Mesin Universitas Sebelas Maret Surakarta diperoleh data
bahwa rata-rata efektivitas penyerapan H2O oleh silika gel adalah
sekitar 4,1 g H2O/m3 biogas.

3.2 Pencucian Biogas dari Unsur H2S


Tujuan dari pencucian biogas terhadap H2S adalah (Wellinger, 2001):
• Mencegah korosi.
• Menghindari keracunan H2S (maksimum yang diperbolehkan
ditempat kerja adalah 5 ppm).
• Mencegah kandungan sulfur dalam biogas yang jika terbakar
menjadi SO2 atau SO3 yang lebih beracun dari H2S.
• SO2 yang terbawa oleh gas buang biogas menyebabkan
turunnya titik embun gas dalam cerobong.
• H2SO3 yang terbentuk bersifat sangat korosif.

Teknik Pencucian Biogas 35


Secara umum, pencucian (pengurangan) H2S dari biogas
dapat dilakukan secara fisika, kimia, atau biologi (Zicari, 2003).
Pemurnian secara fisika misalnya penyerapan dengan air,
pemisahan dengan menggunakan membran atau absorbsi dengan
absorben misalnya dengan menggunakan absorben karbon aktif.
Metode fisika ini relatif mahal karena absorben sulit diregenerasi
dan efektivitas pengurangan H2S yang rendah. H2S yang
dipisahkan dari biogas masih berupa larutan (Zicari, 2003).
Biogas yang
sudah dicuci

Ai r masuk
Pencucian or
Reakt

Kompresor

Bi ogas
masuk Air ke
regenerasi

Gambar 3.2 Teknik pencucian biogas dengan scrubber air.


Pemurnian H2S dengan scrubber air dapat juga digunakan untuk
mengurangi konsentrasi CO2 dalam biogas (lihat Gambar 3.2). Metode
pemurnian H2S dengan scrubber air dapat terjadi karena H 2S mempunyai
kelarutan yang tinggi dalam air dibandingkan kelarutan CO 2. Air yang
mengandung H2S dan CO2 kemudian dapat diregenarasi dan dialirkan
kembali ke dalam kolom scrubber. Regenerasi dapat dilakukan dengan
de-pressurizing atau dengan melepaskan udara dalam kolom yang sama.
Namun demikian, pelepasan udara tidak direkomendasikan ketika
kandungan H2S cukup tinggi karena air akan dengan cepat
terkontaminasi H2S (Wellinger, 2001). Pelepasan udara yang berlebihan
juga berbahaya. Biogas yang bercampur dengan udara

36 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan


dapat meledak jika konsentrasinya mencapai 6-12% (tergantung
dari kandungan CH4 dalam biogas).
Pemurnian dengan cara biologi yaitu dengan menggunakan
bakteri yang mampu menguraikan H2S menjadi sulfat. Kebanyakan
mikroorganisme yang digunakan untuk menguraikan H 2S adalah dari
keluarga thiobacillus (Wellinger, 2001). Metode biologi ini efektif untuk
mereduksi kandungan H2S dalam biogas, tetapi metode ini selain sulit
dalam pengoperasiannya juga sangat mahal. Metode biologi ini juga
dapat menambah jumlah oksigen dalam biogas.
Pemurnian biogas dari kandungan H2S yang sering
dilakukan adalah diserap secara kimiawi. Pada metode ini H2S
diserap secara kimiawi (bereaksi secara kimia) oleh larutan
absorben. Selanjutnya absorben yang kaya H2S diregenerasi
untuk melepas kembali H2S-nya dalam bentuk gas atau sulfur
padat (Kohl, 1985). Absorben yang umum digunakan adalah
larutan nitrit, larutan garam alkali, slurry besi oksida atau seng
oksida dan iron chelated solution (Zicari, 2003; Wellinger, 2001).
Absorben yang banyak digunakan di Industri adalah MEA
(Methyl Ethanol Amine). Absorben menggunakan MEA sangat
efektif mengurangi kandungan sulfur dari gas, tetapi H2S yang
diserap selanjutnya dibuang ke udara saat regenerasi MEA. Hal ini
tentu mencemari udara dan hanya sesuai untuk pengolahan gas
dengan kandungan sulfur yang kecil. Selain itu larutan MEA
korosif sehingga perlu peralatan proses yang tahan korosi.
Jenis absorben lain untuk mengabsorbsi H 2S yaitu absorben
larutan nitrit, larutan garam alkali atau slurry besi oksida atau seng
oksida. Absorben jenis ini sebenarnya cukup efektif tetapi
kelemahannya absorben jenis ini tidak dapat diregenerasi sehingga
biaya operasional mahal karena konsumsi absorben besar.
Pemurnian biogas (juga gas lain) dari kandungan H 2S menggunakan
iron chelated solution memberikan banyak kelebihan (Wubs, 1994).

Teknik Pencucian Biogas 37


Kelebihan tersebut diantaranya adalah efektifitas penyerapan H 2S
tinggi, larutan absorben dapat diregenerasi sehingga biaya
operasional murah. Kelebihan lain yang tidak ada pada proses lain
adalah sulfur yang terpisahkan dari biogas berupa sulfur padat atau
paling tidak berupa residu yang mudah dan aman dalam
pembuangannya sehingga tidak mencemari lingkungan. Istilah
chelated pada absorben ini adalah senyawa kimia dalam bentuk cincin
heterosiklis yang mengandung ion logam yang terikat secara
koordinatif oleh minimal dua ion non metal. Chelated agent yang biasa
digunakan adalah EDTA (Ethylene Diamine Tetra Acetate) (Sax, 1997).
Iron chelated solution dibuat dengan melarutkan senyawa garam besi
(misal FeCl2) ke dalam larutan EDTA (Horikawa, 2004).

Mekanisme pencucian H2S dengan larutan Fe-EDTA dapat


dirumuskan sebagai berikut: (http://en.wikipedia.org/wiki/EDTA)
− 2−
2[Fe(EDTA)] + H S → 2[Fe(EDTA)] + S + 2H
+ (3.2)
2

Sulfur yang berbentuk padatan kemudian dapat diambil.


Sedangkan larutan Fe(EDTA) dapat diregenerasi kembali dengan
menggunakan udara.

3.3 Pencucian Biogas terhadap H2S dengan Iron


chelated solution (Kwartiningsih, 2006)
3.3.1 Bahan-bahan yang Digunakan dalam Pembuatan
Garam FeCl2.
Terdapat empat bahan utama dalam pembuatan garan FeCl 2, yaitu:
1. Hidrochloric Acid ( HCl ).
Karakteristik umum (Perry, 1997):
• Berat molekul : 36,461 g/mol
• Bentuk fisik : cair (1 atm , 30oC)
• Warna : Bening kekuningan
• Densitas : 1,16 g/cm3

38 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan


Pemanfaatan
• Fasa : Liquid
• Solubility in water : Fully miscible
• Melting point : - 260C (larutan 38%)
• Boiling point : 480C (larutan 38%)
• Sifat kimia : sangat korosif, non flammable.
Hidrochloric Acid (HCl) merupakan asam manopraktik. Hal ini
berarti bahwa HCl dapat mengalami ionisasi sehingga melepas
ion H+. Di dalam ion H+ akan bergabung dengan molekul H2O
membentuk ion H3O+, sedangkan ion lain yang terbentuk adalah
ion Cl- karena sifat asamnya sangat kuat penanganan HCl harus
dilakukan sebaik mungkin untuk menghindari efek yang dapat
ditimbulkan dalam tubuh manusia, antara lain gangguan
pernafasan, iritasi mata dan iritasi pada kulit. Dalam kehidupan
sehari–hari HCl banyak sekali digunakan baik dalam industri
maupun dalam laboratorium penelitian.
2. Ethylene Diamine Tetra Acetic (EDTA)
Karakteristik umum (Perry, 1997):
Rumus molekul : C10H16N2O8
Berat molekul : 292,24 g/mol
Bentuk fisik : Kristal
Warna : Putih
Densitas : 0,86 g/cm3
Fasa : Solid
Melting point : 237 – 245oC
Sifat kimia : Korosif , non flammable
Ethylene diamene tetra acetic (EDTA) merupakan senyawa kimia
yang biasa digunakan dalam proses penggaraman (chelating
agent). Senyawa ini biasa disintetis dari ethylene diamine
tormaldyhyde, air, dan sodium sianida.
3. Aquadest.
4. Limbah besi dari industri mesin bubut.

Teknik Pencucian Biogas 39


3.3.2. Cara Kerja
a. Pembuatan Garam FeCl2 :
1. Siapkan tabung/gelas dengan ukuran 1000 ml.
2. Tuang HCl teknis 600 ml ke dalam tabung/gelas.
3. Masukkan besi bekas sebanyak 120 gram ke dalam
tabung/ gelas.
4. Aduk selama kurang lebih 30 menit.
5. Diamkan selama kurang lebih 3 jam untuk terjadinya reaksi.
6. Saring endapan garam FeCl2 yang terbentuk dari reaksi.
7. Pisahkan garam FeCl2 ke dalam wadah lain dan keringkan.
8. Setelah garam FeCl2 dikeringkan kemudian lakukan
penghalusan dengan cara ditumbuk.
9. Pisahkan padatan kasar dan halus menggunakan saringan.
10. Haluskan kembali padatan yang kasar, kemudian ayak
kembali.
11. Bagian yang tidak lolos pengayakan dikumpulkan di
tempat penyortiran.
12. Murnikan garam FeCl2 yang lolos pengayakan dari besi
yang tidak larut menggunakan magnet.
b. Pembuatan Adsorben Fe-EDTA 0,2 M 4 liter:
1. Ambil EDTA sebanyak 297,92 g dan tempatkan ke dalam
ember.
2. Tambahkan aquadest ke dalam ember.
3. Aduk EDTA dan aquadest dalam ember hingga semua
EDTA larut.
4. Tambahkan aquadest hingga volume larutan 4 liter.
5. Ambil garam FeCl2 sebanyak 88,9 g dan masukkan ke dalam
larutan EDTA. Garam FeCl2 dibuat dari langkah a di atas.
6. Aduk hingga semua FeCl2 larut.
7. Diamkan beberapa saat, hingga pengotor yang ada dalam
larutan mengendap.

40 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan


8. Saring larutan Fe-EDTA dan memasukkanya ke dalam
jerigen.
Dalam proyek ini penyerapan gas H2S dalam biogas dilakukan
dengan larutan Fe-EDTA sebagai absorben. Rangkaian alat
penyaring H2S dan H2O yang dirancang untuk proyek ini terdiri dari
silika gel, absorber, tabung penampung, regenerator, dan pemisah
partikel. Adapun skema rangkaian alatnya ditunjukkan pada Gambar
3.3. Rancangan peralatan tersebut dilengkapi dengan tangki
penampung. Fungsi dari tangki penampung adalah untuk
memudahkan kontrol laju alir agar laju alir absorben tetap stabil.

Gambar 3.3 Diagram alir proses pencucian biogas dari H2S dan H2O
(diadaptasi dari Kwartiningsih, 2006)

Teknik Pencucian Biogas 41


Proses start up rangkain alat adalah sebagai berikut:
1. Memasukkan absorben ke dalam tangki pengendapan dan
tanki penampung.
2. Menghidupkan pompa untuk mengisi menara absorber.
3. Setelah ketiga tangki terisi absorben, air stone (pompa udara)
dihidupkan agar Fe2+/EDTA kontak dengan udara sehingga
menjadi Fe+3/EDTA.
4. Setelah aliran stabil maka kran over flow dibuka untuk
mengatur besar kecilnya laju aliran dalam tabung.
Besarnya efektivitas larutan Fe EDTA untuk menyaring H 2S
dinyatakan dalam gram H2S yang tersaring setiap jamnya. Dari
hasil pengujian diperoleh hasil bahwa terdapat 1,76 g H2S yang
dapat disaring per menit dari aliran biogas.

Soal Bab III:


3.1. Jelaskan kapan dan mengapa H2S harus dikurangi kadarnya
dari biogas.
3.2. Jelaskan kapan dan mengapa H2O harus dikurangi kadarnya
dari biogas.
3.3. Jelaskan metode untuk mencuci biogas dari H2O dan H2S.
3.4. Jelaskan langkah-langkah untuk membuat iron chelated agent.
3.5. Berikan pendapat saudara tentang keekonomian dari proses
pencucian biogas.
-oo0oo-

42 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan


Bab 4
Dasar-dasar Pembakaran

4.1 Entalpi Pembentukan, Entalpi


Pembakaran, Panas Reaksi

S ecara sederhana dapat dinyatakan bahwa entalpi (h) adalah ukuran


panas suatu zat. Dalam kaidah termodinamika, entalpi merupakan
penjumlahan dari energi dalam (u) dan pV.
h = u + pV (4.1)

Energi dalam (internal energy) adalah jumlah dari semua


bentuk mikroskopik dari energi (Cengel, 2006). V adalah volume
dan p adalah tekanan.
Pada reaksi kimia dikenal istilah entalpi pembentukan (enthalpy
o

of formation, h f ) yaitu entalpi dari senyawa pada kondisi


standard. Entalpi pembentukan sendiri didefinisikan sebagai
jumlah energi yang dilepaskan atau diserap ketika suatu senyawa
dibentuk dari elemen-elemennya pada Tref dan pref. Tref dan pref
yang banyak disepakati adalah pada 25oC dan 1 atm. Penting
sekali untuk dicatat bahwa secara definisi panas pembentukan
dari elemen yang stabil pada kondisi standard adalah nol. Contoh
elemen yang stabil adalah O2, H 2, N2, dan lain-lain. Contohnya
adalah metana (CH4) yang dibentuk dari elemen C dan H2.
C 2H2 o CH4 (4.2)

Pada saat terjadi reaksi, maka energi sebelum dan sesudah


reaksi harus sama sesuai dengan prinsip kekekalan energi.
Dengan mengasumsikan bahwa tidak terdapat kerja yang masuk
maupun keluar sistem, energi kinetik dan energi potensial
diabaikan, dapat diperoleh hubungan bahwa:
x x x x
Q mCH h (4.3)
cv mC h C mH2 hH2 4 CH4
x x x x
Q cv nC h C nH hH nCH h CH
, 2
,
2 4 4
(4.4)
0
0
x
Q
cv
hCH4 x (4.5)
nCH4
• •

Dimana m, h, n , dan h adalah laju aliran massa, entalpi spesifik,


laju aliran molar, dan entalpi per mol •. Jika besarnya perpindahan panas
Q
dari sistem ke lingkungan ( cv ) dapat diukur dengan teliti, maka

besarnya entalpi pembentukan dari metana dapat dihitung dan


ditemukan besarnya adalah -74.850 kJ/kmol metana yang terbentuk.
Beberapa entalpi pembentukan dari beberapa senyawa lain dapat dilihat
pada Tabel 4.1. Perlu ditambahkan disini bahwa notasi superscript
o yang ditemukan di beberapa tabel menunjukkan sifat pada 1 atm.
Tanda negatif dari entalpi pembentukan metana menunjukkan bahwa
terjadinya metana dari reaksi antara C dan hidrogen mempunyai sifat
eksoterm yaitu menghasilkan panas dari reaktor ke lingkungan.
Entalpi spesifik dari suatu senyawa pada suatu tingkat
keadaan yang lain dari tingkat keadaan standardnya dapat
dihitung dengan menambahkan perubahan entalpi spesifik ( ∆h)
antara keadaan standar dan keadaan yang sebenarnya.

44 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan


Pemanfaatan
o (4.6)
h o
h f >h h h f ǻh
T,p) T,p)
Tref ,pref @
of p
(4.7)
h
T,p) h c
T Tref
Tabel 4.1 Entalpi pembentukan beberapa senyawa

No Senyawa o o (kJ/kmol)
h f (kkal/kmol) hf
1. CO -94.030 -393.520
2(g)

2. CO(g) -26.400 -110.530


3. HO) -68.300 -285.840
2 (l

4. H2O(g) -57.780 -241.830


5. CH -23.400 -97.930
2 6(l)

6. SO -70.200 -293.790
2(g)

7. CH OH -60.00 -251.100
3 (l)

8. NH -11.000 -46.040
3(g)

9. C H OH -66.200 -277.050
2 5 (l)

10. HCl -22.060 -92.320


(g)

11. CHCL -31.500 -131.830


3(l)

12. C (grafit) 0 0
13. O 0 0
2

14. H 0 0
2

15. N 0 0
2

16. O 249.170
17. H 217.990
18. N 472.650

Dasar-dasar Pembakaran 45
No Senyawa o o

h f (kkal/kmol) h f (kJ/kmol)
19. NO 90.590

20. NO2 33.720


21. CH -74.850
4(g)

22. CH 52.280
2 2(g)

23. CH -84.680
2 6(g)

24. CH 20.410
3 6(g)

25. CH -103.850
3 8(g)

26. CH -126.150
4 10(g)

27. CH -146.440
5 12(g)

28. CH -208.450
8 18(g)

29. CH -249.910
8 18(l)

Panas reaksi (the heat of reaction) didefinisikan sebagai


jumlah perubahan entalpi yang dihasilkan selama proses reaksi
kimia. Entalpi reaksi (the enthalpy of reaction) disebut juga dengan
entalpi pembakaran (the enthalpy of combustion) atau panas
reaksi (the heat of reaction) didefinisikan juga sebagai perbedaan
antara entalpi produk pada kondisi tertentu dan entalpi reaktan pada
tingkat keadaan yang sama untuk terjadinya pembakaran secara sempurna.
Panas reaksi dapat dihitung dari perbedaan antara panas pembentukan antara
produk dengan reaktan, sehingga.
x
Q
cv hP hR
x
nF (4.8)
Dimana hP dan hR menyatakan entalpi dari produk dan entalpi dari
reaktan. Notasi F menyatakan bahan bakar (fuel).

46 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan


Contoh soal 4.1.
Hitung panas pembakaran dari reaksi CO + 0,5O 2 pada
temperatur awal 400oC menjadi CO2 pada temperatur 900oC.
Jawab:
x
Q hP - h R (4.9)
cv
hP § o f · (4.10)
¨h 'h ¸
© f ¹CO2

§ o ·
hP ¨ hf 900 hT 298 ¸
hT
©
¹CO2
hP

393.520
37.405 9.364 =-365.479 kJ/kmol
§ · ½

°§ o · o °
hR ®¨hf 'hf ¸ 0,5¨hf 'hf ¸ ¾ (4.11)
©
¹CO °
¨ , ¸
° © 0 ¹
O2
hR
¯
®¨hf hT 298
¸ 0,5
¿ ¾
hT
h T 400 h T 298

400
§ o · ½
¯© ¹CO O
2 ¿
hR
110.520
11.644 8.669
0,5

11.711 8682
hR 106 .031 kJ/kmol

Sehingga:

Qcv = −365.479 - (- 106.031)= -259.449 kJ/kmol (CO)
Catatan:

Qcv = −259 .449 kJ/kmol (CO) berharga negatif. Artinya reaksi


yang terjadi adalah reaksi eksoterm (menghasilkan energi).
Sebaliknya jika entalpi pembakaran atau panas reaksi yang
diperoleh adalah positif (> 0), maka reaksi yang terjadi adalah
reaksi endoterm (membutuhkan energi).

Dasar-dasar Pembakaran 47
4.2 Nilai Kalor (Heating Value, HV)
Nilai kalor (HV) adalah jumlah energi yang dilepaskan ketika
suatu bahan bakar dibakar secara sempurna dalam suatu proses
aliran tunak (steady) dan produk dikembalikan lagi ke keadaan dari
reaktan. Besarnya nilai kalor dari suatu bahan bakar sama dengan
harga mutlak dari entalpi pembakaran bahan bakar.
Nilai Kalor = ∆Hc (4.12)

Terdapat dua jenis nilai kalor, yaitu:


a. Higher Heating Value (HHV), yaitu nilai kalor atas. Nilai kalor
atas ditentukan pada saat H2O pada produk pembakaran
berbentuk cairan.
b. Lower Heating Value (LHV), yaitu nilai kalor bawah. Nilai kalor
bawah ditentukan pada saat H2O pada produk pembakaran
berbentuk gas.
Sehingga dapat dinyatakan bahwa:
(4.13)
HHV LHV
m x hfg H O
2

Dimana m adalah massa uap air dan hfg adalah entalpi penguapan
uap air.
Tabel 4.2 Nilai kalor dan massa jenis beberapa bahan bakar
Bahan Bakar HHV LHV Massa Jenis
(MJ/kg) (MJ/kg) (kg/m3)*
Karbon monoksida (CO) 10,9 10,9 1,165
Metana (CH4) 55,5 50,1 0,667
Gas alam 42,5 38,1 0,708
Propana (C3H8) 48,9 45,8 1,833
Bensin (umumnya adalah oktana C8H18) 46,7 42,5
Solar (Umumnya adalah dodekana 45,9 43,0
C H )
12 26

Hidrogen (H2) 141,9 120,1 0,084


Producer gas 5,81 5,30 1,089
* Pada 1 atm, 37oC

48 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan


Tabel 4.2 merupakan nilai kalor beberapa jenis bahan bakar.
Karena biogas umumnya terdiri dari CH 4 dan CO2, maka nilai kalor
biogas secara sederhana dapat dihitung dari konsentrasi CH 4 dalam
biogas. Tetapi perlu diperhatikan bahwa umumnya konsentrasi CH 4
dalam biogas dinyatakan dalam prosen volume sedangkan nilai kalor
yang tertera pada Tabel 4.2 adalah dalam satuan massa sehingga
perlu dilakukan konversi satuan terlebih dahulu.

4.3 Pembakaran Stoikiometri


Pembakaran adalah reaksi kimia antara bahan yang dapat
terbakar dengan oksigen, disertai timbulnya cahaya dan
menghasilkan kalor yang berlangsung secara cepat. Ketika terjadi
pembakaran, ikatan molekul dari bahan bakar dan udara pecah
dan kemudian tersusun senyawa baru. Pada umumnya, reaksi
pembakaran dapat menghasilkan energi.
Perlu ditekankan disini bahwa tidak selamanya jika bahan
bakar bertemu dengan udara dapat terjadi pembakaran. Syarat
terjadinya pembakaran adalah jika tiga kondisi terpenuhi, yaitu:
1. Terdapat bahan bakar
2. Terdapat udara (oksigen)
3. Terdapat sumber api atau mencapai kondisi penyalaan sendiri.

Contoh sumber api adalah busi pada motor bensin. Contoh


kondisi penyalaan sendiri adalah pada motor diesel, dimana pada
tekanan yang tinggi, temperatur campuran udara dan solar
mencapai kondisi yang disebut temperatur penyalaan sendiri
(autoignition temperature).

Dasar-dasar Pembakaran 49
Tabel 4.3 Temperatur penyalaan sendiri untuk berbagai jenis bahan
bakar
No Jenis Bahan Bakar Temperatur Penyalaan Sendiri (oC)
1. Bensin 260
2. Karbon 400
3. Hidrogen 580
4. CO 610
5. CH4 630
6. Minyak Tanah 230

Pembakaran sempurna atau disebut juga pembakaran


stoikiome-tri adalah pembakaran dimana semua konstituen yang
dapat terbakar di dalam bahan bakar membentuk gas CO 2 dan uap
air (H2O) sehingga tak tersisa lagi bahan yang dapat terbakar. Berikut
adalah contoh pem-bakaran sempurna dari gas metana (CH4)
CH4 2(O2 3,76N2 ) o CO2 2H2O 7,52N2 (4.14)
,

metana udara

Pada pembakaran sempurna 1 mol metana membutuhkan 2 mol udara


dan dihasilkan 1 mol CO2 + 2 mol H 2O + 7,52 mol N2. Tujuan
perumusan pembakaran stoikiometri adalah untuk menentukan dengan
tepat seberapa banyak udara diperlukan untuk proses pembakaran suatu
bahan secara sempurna menjadi gas CO2 dan H2O.

4.4 Perbandingan Udara Bahan Bakar


AFR (air fuel ratio) adalah perbandingan antara massa udara
terhadap massa bahan bakar.
massa udara
AFR = (4.15)
massa bahan bakar
Besarnya AFR yang dihitung pada saat pembakaran stoikiometri
disebut AFRstoikiometri. Besarnya AFR yang dihitung dari perbandingan

50 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan


massa udara aktual dengan massa bahan bakar aktual selama proses
pembakaran disebut dengan AFRaktual. Besarnya perbandingan antara
AFRaktual dengan AFRstoikiometri disebut λ. Jika λ < 1 disebut pembakaran
kaya (rich combustion). Jika λ = 1 disebut pembakaran stoikiometri. Jika
λ > 1 disebut pembakaran miskin (lean combustion). λ sendiri merupakan
kebalikan dari perbandingan ekivalen (equivalence ratio).
O AFR (4.16)
aktual

AFR
stoikiometri

Contoh Soal 4.2:


Hitunglah AFR stoikiometri dari dua reaksi pembakaran di bawah ini:
a. Pembakaran gas metana dengan oksigen.
b. Pembakaran gas metana dengan udara.

Jawab:
a. Pembakaran metana dengan oksigen.
CH4 2 O2 o CO2 2H2O
, , (4.17)
metana oksigen
AFR 2x32 4,0
stoi
(4.18)
1x(12 4)
b. Pembakaran metana dengan udara

CH4 2(O2 3,76N 2 ) o CO2 2H2O 7,52N2


, (4.19)
metana udara

AFR 2x 17,2
stoi (4.20)
32 3,76x28
1x(12 4)

Catatan:
Dari persoalan sederhana ini terlihat bahwa untuk membakar metana
secara sempurna, maka massa oksigen yang dibutuhkan jauh lebih

Dasar-dasar Pembakaran 51
sedikit dari massa udara yang dibutuhkan. Hal ini terjadi karena udara
mengandung 79% nitrogen (N2) yang tidak ikut dalam pembakaran.

4.5 Analisis Teoritis Pembakaran Biogas


Komponen utama biogas adalah CH4. Jika 1 kg CH4 dibakar
sempurna, maka memerlukan udara sebanyak 17,2 kg atau
dengan kata lain AFR (air fuel ratio) stoikiometri dari campuran
CH4 dan udara adalah 17,2. Sedangkan perbandingan volume
udara dengan volume CH4 supaya terbakar sempurna adalah 9,0.
30 14
12

ebiogas
Volum
25 AFR_stoikiometri

)
AFR (kg udara/kg biogas)

10

dingan(
20 Rasio volume udara dan biogas_stoikiometri

Perban

volume
udara/
8
15 6

10 4

2
5
0
0
0% 20% 40% 60% 80% 100%
Konsentrasi CH4 dalam Biogas

Gambar 4.1 AFR stoikiometri dan perbandingan volume udara


terhadap biogas untuk berbagai konsentrasi CH4 dalam biogas (Suyitno,
2009).
Karena biogas utamanya terdiri dari CH 4 dan CO2, maka
supaya terjadi pembakaran sempurna, jumlah udara yang diperlukan
sangat tergantung dengan konsentrasi methana (CH 4) dalam biogas.
Sebagaimana terlihat pada Gambar 4.1, semakin besar konsentrasi
CH4 maka AFR stoikiometri juga semakin besar. Artinya diperlukan
semakin banyak udara untuk terjadinya pembakaran sempurna jika

52 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan


konsentrasi CH4 dalam biogas meningkat. Besarnya volume udara
yang diperlukan juga meningkat untuk konsentrasi CH4 dalam
biogas yang semakin tinggi. Pada konsentrasi CH 4 sebanyak 50%,
maka nilai AFR stoikiometri adalah 4,6 dan nilai perbandingan
volume udara terhadap volume biogas adalah 5,8.

Soal Bab IV:


4.1 Hitunglah entalpi pembakaran dari biogas dengan komposisi di
bawah ini:
a. 50% CH4 + 50% CO2
b. 60% CH4 + 40% CO2
c. 75% CH4 + 25% CO2
Asumsikan bahwa pembakaran dilakukan dengan udara pada
temperatur awal 298oC dan menghasilkan sejumlah produk
yang temperaturnya 1000oC.
4.2 Hitunglah nilai kalor dari biogas dengan komposisi di bawah ini:
a. 50% CH4 + 50% CO2
b. 60% CH4 + 40% CO2
c. 75% CH4 + 25% CO2
4.3 Hitunglah AFR stoikiometri dari pembakaran biogas yang
mengandung:

a. 50% CH4 + 50% CO2


b. 60% CH4 + 40% CO2
c. 75% CH4 + 25% CO2
Pembakaran dilakukan dengan menggunakan udara.
Selanjutnya berikan analisis saudara dari AFR untuk ketiga
jenis komposisi biogas tersebut.
4.4 Pada suatu reaktor biogas diperoleh data bahwa komposisi biogas
terdiri dari 50% CH4 + 50% CO2. Biogas ini kemudian dibakar
dengan udara. Jika selama pembakaran tersebut terukur debit
biogas adalah 500 L/jam dan debit udara adalah 2.000 L/ jam, maka
hitunglah λ dari proses pembakaran tersebut. Jelaskan

Dasar-dasar Pembakaran 53
pula apakah pembakaran tersebut termasuk pembakaran
kaya, stoikiometri, atau miskin.
(Catatan: hati-hati dengan definisi AFR adalah perbandingan
massa dan bukan perbandingan volume).
4.5 Jika pembakaran biogas dengan kadar 50% CH4 + 50% CO2
terjadi tidak secara stoikiometri, maka perkirakan jenis-jenis
gas apa yang akan akan dihasilkan.
4.6 Jelaskan bahwa dalam proses pembakaran harus memenuhi salah
satu hukum termodinamika, yaitu tentang kekekalan massa.

-oo0o-

54 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan


Bab 5
Biogas untuk Rumah Tangga

5.1 Aplikasi Biogas di Sektor Rumah Tangga

B iogas dapat diaplikasikan di pedesaan maupun di perkotaan. Di


pedesaan dengan jumlah hewan ternak yang banyak atau di
perkotaan yang banyak membuang sampah organik, maka
konsep kemandirian energi berupa energi biogas dapat dikaji
dengan lebih serius. Sejak beberapa tahun ini sebenarnya konsep
energi pedesaan/perkotaan atau konsep desa mandiri energi/kota
mandiri energi di beberapa daerah sudah mulai terwujud. Untuk
menjalankan konsep ini di tempat lain, maka perlu diawali dengan
pemetaan potensi sumber energi lokal yang dapat diperbaharui
dan jenis pemakaian energi di lokasi tersebut.
Pada umumnya, kebutuhan bahan bakar untuk sektor rumah
tangga di perkotaan dan pedesaan adalah untuk memasak, penerangan,
dan transportasi. Jenis bahan bakar yang digunakan untuk memasak
pada umumnya adalah biomasa kering, minyak tanah, dan LPG. Jenis
bahan bakar yang digunakan untuk penerangan pada umumnya adalah
dari minyak tanah untuk lampu penerangan/petromaks dan solar untuk
genset listrik. Bahan bakar untuk transportasi pada umumnya
adalah bensin dan solar.
Biogas sebagaimana bahan bakar gas lainnya dapat dimanfaatkan
sebagai bahan bakar untuk memasak dan untuk penerangan. Untuk
dapat mengaplikasikan biogas untuk sektor rumah tangga dengan baik
khususnya untuk memasak, beberapa informasi berikut penting untuk
dijadikan informasi awal kebutuhan energi di pedesaan.
1. Rata-rata konsumsi energi perkapita harian dalam rumah
tangga pedesaan adalah sekitar 25 MJ (Suyitno, 2009).
2. Kegiatan utama yang menyerap banyak energi adalah untuk
memasak sekitar 95% dan penerangan yaitu sekitar 5%.
3. Selain kebutuhan energi untuk memasak dan penerangan,
energi pedesaan diperlukan untuk kegiatan ekonomi. Listrik
dan bahan bakar minyak utamanya untuk menggerakkan
peralatan pertanian, pertukangan, penggergajian, dan lain-lain.

5.2 Merancang Reaktor Biogas untuk Kompor


Rumah Tangga
Berikut ini adalah contoh tahapan untuk merancang reaktor
biogas untuk kompor rumah tangga.
1. Tentukan kebutuhan energi.
a. Dari informasi sebelumnya diperoleh data bahwa rata-rata
konsumsi energi harian untuk memasak adalah 95% x 25
MJ = 23,75 MJ per kapita.
b. Kebutuhan energi untuk satu keluarga yang terdiri dari 4
orang adalah 4 x 23,75 MJ = 95 MJ.
2. Tentukan nilai kalor dari biogas.
Nilai kalor dari biogas dengan kadar metana 50% adalah
sekitar 19,23 MJ/m3 atau 13,3 MJ/kg.

56 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan


3. Hitung jumlah biogas yang dibutuhkan.
Jumlah biogas yang dibutuhkan dapat dihitung dari:
Kebutuhan biogas = kebutuhan energi (5.1)
nilai kalor biogas
Sehingga:

Kebutuhan biogas = 95 MJ = 4,9 m


3
3
19,23 MJ/m

∴ Besarnya penampung biogas dapat dibuat dengan volume


minimum 5 m3.
4. Untuk merancang biodigester, jumlah kotoran, dan jumlah
hewan yang dibutuhkan untuk menghasilkan biogas minimal 5
m3 per hari dapat mengacu pada perhitungan yang terdapat
dalam bab II buku ini.
Prinsip dari kompor biogas adalah seperti kompor gas pada
umumnya. Beberapa perbedaan yang perlu diperhatikan adalah:
1. Nilai kalor biogas sangat tergantung dari kadar metana dalam
biogas. Semakin besar kadar metana, semakin tinggi nilai
kalor dari biogas.
2. Nilai kalor biogas lebih rendah dari nilai kalor LPG.
3. Tekanan biogas yang berasal dari digester umumnya jauh di
bawah tekanan gas dari tabung LPG. Pemanfaatan kompor gas
LPG perlu sedikit dilakukan modifikasi khususnya pada bagian
nosel. Tekanan biogas yang umumnya rendah dapat membuat
aliran dan semburan api pada kompor tidak terlalu besar dan
tidak stabil.
Oleh karena itu, jika hendak memanfaatkan kompor LPG dengan
menggunakan bahan bakar biogas, maka diperlukan beberapa
modifikasi.
Gambar 5.1 merupakan beberapa variasi jenis kompor biogas.
Gambar sebelah kiri merupakan kompor biogas yang didesain mirip

Biogas untuk Rumah Tangga 57


dengan kompor gas LPG. Gambar tengah menunjukkan api dari
biogas pada kompor yang didesain hanya dari burnernya saja. Api
tidak menyebar sebagaimana pada kompor di sebelah kiri.
Gambar sebelah kanan merupakan desain kompor yang berupa
rangka dan pipa yang kemudian dihubungkan dengan burner. Api
yang dihasilkan dari rancangan kompor di sebelah kanan adalah
mirip seperti pada rancangan kompor di bagian tengah.

Gambar 5.1 Beberapa jenis kompor biogas

Gambar 5.2 Saluran masuk dan pengarah gas (dudukan burner)


kompor LPG
Gambar 5.1 adalah saluran masuk gas, saluran udara dan
dudukan burner dari kompor LPG. Kompor LPG yang hendak memakai
biogas sebagai bahan bakarnya perlu dilakukan modifikasi pada saluran
udaranya. Umumnya saluran udara dan burner untuk kompor LPG ada di
satu tempat. Pada saat gas LPG dari tabung bertekanan mengalir melalui
nosel, maka kecepatan gas meningkat sehingga

58 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan


tekanan di depan nosen turun. Akibatnya udara dari luar akan
masuk dan bercampur dengan gas LPG.
Pada saat biogas mengalir ke dalam saluran gas dari kompor
LPG, tekanan biogas dari biodigester adalah rendah. Akibatnya nosel
tidak berfungsi sebagaimana mestinya seperti pada saat memakai
gas LPG bertekanan. Tekanan yang rendah pada bagian depan nosel
tidak terbentuk dan tidak ada udara yang masuk atau justru sebagian
biogas keluar ke lingkungan melalui bagian lubang udara. Kebocoran
biogas melalui saluran ini dapat berakibat fatal. Alternatif lainnya
adalah menutup lubang udara pada kompor LPG, sehingga udara
untuk pembakaran hanya diperoleh dari sekeliling burner.

5.3 Analisis Unjuk Kerja Kompor


Energi yang terkandung dalam biogas sejatinya tidak dapat
dimanfaatkan semuanya sebagai sumber panas untuk kompor rumah
tangga. Terdapat sebagian panas yang terbuang ke lingkungan.
Untuk mengetahui besarnya unjuk kerja dari suatu kompor dapat diuji
dengan menggunakan metode uji water boiling test (WBT).
Metode water boiling test (WBT) adalah suatu uji unjuk kerja
tungku dan kompor dengan cara mendidihkan air yang berada di
dalam panci, yang tujuannya untuk mengetahui jumlah energi yang
dihasilkan dari bahan bakar yang dipindahkan ke dalam panci yang
berisi air dan kemudian mendidihkannya. Pada dasarnya pengujian
WBT dibagi menjadi tiga bagian penting yaitu pengujian WBT start
dingin, pengujian WBT start panas, dan pengujian WBT simmering.
Prosedur dasar yang digunakan dalam metode WBT adalah:
1. Metode WBT start dingin: yaitu pengujian dilakukan pada saat
kompor dalam keadaan dingin, kemudian air yang berada di
dalam panci dipanaskan sampai airnya mendidih. Setelah airnya
mendidih, kompor dimatikan dan dicatat waktu yang diperlukan
untuk mendidihkan air, massa air yang di uapkan, temperatur air
setelah mendidih, dan massa bahan bakar yang digunakan.

Biogas untuk Rumah Tangga 59


2. Metode WBT start panas: yaitu hampir mirip dengan metode
WBT start dingin tetapi pengujian dilakukan pada saat kompor
dalam keadaan panas.
3. Metode simmering: yaitu pengujian dilakukan dengan cara
menjaga suhu air yang telah mendidih supaya konstan selama
45 menit, dan suhu tidak boleh naik atau turun lebih dari 3 oC
dari suhu air yang telah mendidih tadi. Langkah selanjutnya
mencatat waktu yang diperlukan untuk mendidihkan air,
massa air yang diuapkan, temperatur air setelah mendidih,
dan massa bahan bakar yang digunakan.
Besarnya unjuk kerja dari tungku dan kompor dinyatakan
dengan efisiensi termal. Efisiensi termal adalah rasio energi yang
digunakan dalam pendidihan dan dalam penguapan air terhadap
energi panas yang tersedia dalam bahan bakar. Efisiensi termal
(TE) dihitung dengan rumus:
TE SHLH (5.2)
HVf x 'mf
'tf

Dimana SH adalah panas sensibel [W]. LH adalah panas laten


[W]. HVf adalah nilai kalor bahan bakar [MJ/kg]. ∆mf adalah jumlah
massa bahan bakar yang digunakan (kg). ∆tf adalah waktu yang
diperlukan dari awal sampai akhir pengujian (s).
Beberapa persamaan di bawah ini dapat digunakan untuk
menghitung SH, LH, dan mf.
SH mwcp
Tf Ti
(5.3)
ǻts
Dimana mw adalah massa air (kg). cp adalah panas jenis spesifik dari air
(J/kgK). Tf adalah temperatur air awal (K). Ti adalah temperatur air akhir
(K). ∆ts adalah lamanya waktu air dipanasi dari Tf sampai Ti (s).
60 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan
Pemanfaatan
LH m h (5.4)
w,e fg

ǻtL
Dimana mw,e adalah massa air yang diuapkan (kg). h fg adalah entalpi
penguapan dari air (J/kg). ∆tL adalah lamanya waktu air menguap (s).
∆mf = ñf Qf (5.5)

Dimana ρf adalah massa jenis bahan bakar (kg/m 3). Qf adalah


debit bahan bakar mengalir (m3/s).

Soal Bab V:
5.1 Hitunglah kebutuhan biogas untuk keperluan memasak 10
orang jika biogas memiliki kadar CH4 60%. Hitung pula
kebutuhan kotoran dan jumlah sapi yang diperlukan.
5.2 Hitunglah kebutuhan LPG untuk keperluan memasak 10 orang
dan hitunglah harga LPG yang digunakan tersebut.
5.3 Jika dari suatu pengujian diketahui:
a. Air sebanyak 5 liter mendidih dari temperatur 27oC sampai
100oC selama 15 menit.
b. Setelah temperatur 100oC tercapai, pengujian diteruskan
selama 10 menit sehingga air yang menguap sebanyak
150 gram.
c. Selama 25 menit pengujian tersebut, jumlah biogas dengan
kadar metana 50% yang dibutuhkan adalah 0,5 m3.
Maka tentukan berapa unjuk kerja dari kompor tersebut.

-oo0oo-

Biogas untuk Rumah Tangga 61


Bab 6
Pembangkit Listrik Tenaga Biogas

P emanfaatan biogas untuk pembangkit listrik dapat melalui berbagai


cara seperti menggunakan turbin, fuel cell, dan motor bakar.
Pada aplikasi pembangkit listrik skala kecil, cara yang
banyak dipakai adalah menggunakan motor bakar sebagai
penggerak. Sehingga bab ini akan membahas pembangkit listrik
tenaga biogas dengan menggunakan motor bakar dan generator.

6.1 Dasar-Dasar Motor Bakar


Motor bakar merupakan salah satu mesin penggerak mula
yang mempunyai peranan penting sebagai tenaga penggerak
berbagai macam peralatan dari kapasitas kecil sampai besar.
Jenis peralatan yang digerakkan adalah peralatan yang tidak
bergerak (stationer) dan bergerak (marine, aviation, automotive).
Motor bakar terdiri dari motor dengan kerja bolak balik
(reciprocating engine) dan motor dengan kerja putar (rotary engine).
Motor dengan kerja bolak-balik terdiri dari motor bensin (Otto) dan
motor Diesel, dengan sistem 2 tak maupun 4 tak. Perbedaan utama
motor bensin (Otto) dengan motor diesel adalah pada sistem
penyalaannya. Motor bensin dengan bahan bakar bensin dicampur
terlebih dahulu dalam karburator dengan udara pembakaran sebelum
dimasukkan ke dalam silinder (ruang bakar). Selanjutnya campuran
udara-bensin dinyalakan oleh loncatan api listrik antara kedua elektroda
busi. Karena itu motor bensin dinamai juga Spark Ignition Engines.

6.2. Unjuk Kerja Motor Bakar


Kinerja suatu motor bakar diperoleh dengan serangkaian uji
unjuk kerja. Beberapa paramater penting yang berpengaruh pada
unjuk kerja motor bakar adalah sebagai berikut:
a. Torsi dan Daya Poros
Torsi adalah ukuran kemampuan mesin untuk menghasilkan
ker-ja. Dalam prakteknya, torsi dari mesin berguna untuk
mengatasi hambatan sewaktu kendaraan jalan menanjak, atau
waktu mem-percepat laju kendaraan (otomotif). Besar torsi
dapat dihitung den-gan rumus:
T= N 30.N (6.1)
e e
§ 2.S.n · S.n
¨ ¸
© 60 ¹

dimana :
T : torsi (N.m)
N : daya poros/daya efektif (Watt)
e

n : putaran poros engkol (rpm)


Putaran poros engkol dapat diukur dengan menggunakan
tachometer.
b. Tekanan Efektif Rata-Rata (Brake Mean Effective Pressure
= bmep)
tekanan efektif rata-rata didefinisikan sebagai tekanan teoritis
(konstan), yang apabila mendorong torak sepanjang langkah
kerja dari motor dapat menghasilkan tenaga (tenaga poros).

64 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan


Pemanfaatan
bmep = kerja per siklus (6.2)
volume langkah torak
bmep = N (6.3)
e
V .z.n.a
L
dimana :
bmep : tekanan efektif rata-rata (kg/m2 atau Pa)

Ne : daya poros/daya efektif (watt)


VL : Volume langkah torak per silinder (m3)
: (luas penampang torak x panjang langkah torak )
z: jumlah silinder
n : putaran poros engkol (rpm)
a : jumlah siklus per putaran, (siklus/putaran)
: 1, untuk motor 2 tak
: ½, untuk motor 4 tak.
c. Pemakaian Bahan Bakar Spesifik
Pemakaian bahan bakar spesifik menyatakan banyaknya bahan
bakar yang dikonsumsi mesin per jam untuk setiap daya kuda
yang dihasilkan. Harga pemakaian bahan bakar spesifik yang
lebih rendah menyatakan efisiensi yang lebih tinggi. Jika dalam
suatu pengujian mesin diperoleh data mengenai penggunaan
jumlah bahan bakar (kg bahan bakar/jam), dan dalam waktu 1
jam diperoleh tenaga yang dihasilkan N, maka pemakaian bahan
spesifik dihitung sebagai berikut:
B= Gf (6.4)
N
dimana :
B : pemakaian bahan bakar (kg bahan bakar/jam.W)
Gf : jumlah bahan bakar yang digunakan (kg /jam)
N : jumlah tenaga yang dihasilkan per waktu (W)

Pembangkit Listrik Tenaga Biogas 65


d. Efisiensi Total
Efisiensi total menyatakan efisiensi pemanfaatan panas dari
bahan bakar untuk diubah menjadi tenaga berguna. Besarnya
efisiensi total dapat dihitung dengan rumus:
ηe= Ne x 100% (6.5)

Gf .Q c
dimana :
ηe : efisiensi termal efektif (%)
Ne : daya efektif (W)
Gf : jumlah BB yang dipergunakan (kg /s)
Qc : nilai kalor bahan bakar (J/kg)

6.3 Modifikasi Motor Bakar Berbahan


Bakar Bensin Menjadi Berbahan Bakar
Biogas
Modifikasi dari mesin otto (motor bensin) cukup mudah
karena mesin sudah didesain untuk beroperasi pada campuran
udara/bahan bakar dengan pengapian busi. Beberapa modifikasi
yang dapat dilakukan adalah:
• Modifikasi saluran masuk bahan bakar dan udara.
• Modifikasi rasio kompresi.
• Waktu pengapian
Modifikasi dasar adalah merubah campuran udara dan bahan
bakar di dalam karburasi. Perbandingan massa udara dan massa bahan
bakar untuk pembakaran sempurna dapat dilihat pada Tabel 6.1.
Perbandingan massa udara dan massa bensin pada pembakaran
sempurna adalah 15. Perbandingan massa udara dan massa biogas
dengan kadar CH4 50% adalah 4,6. Dengan dasar ini, saluran campuran
bahan bakar bensin dan udara yang semula menggunakan karburasi,
maka pada biogas dibuat peralatan pencampur yang dapat
menghasilkan campuran untuk terjadinya pembakaran yang baik.

66 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan


Tabel 6.1 Perbandingan jumlah udara dan jumlah bahan bakar untuk
pembakaran sempurna (Suyitno, 2009).
No Bahan Bakar Perbandingan Perbandingan
massa udara volume udara
terhadap massa terhadap volume
bahan bakar bahan bakar
1. Bensin 15,05 5275
2. Methane 17,16 9
3. Biogas 50% CH4 + 50% CO2 4,6 5,8

Gambar 6.1 Pengaruh perbandingan kompresi terhadap efisiensi


dengan perbandingan panas spesifik Cp/Cv = 1,4 (Cengel, 2006).
Besarnya rasio kompresi dapat mempengaruhi efisiensi dari
motor bakar. Secara umum dikatakan bahwa dengan rasio kompresi
yang lebih tinggi akan diperoleh peningkatan efisiensi sebagaimana
dapat dilihat pada Gambar 6.1 Perbandingan kompresi yang umum
pada motor bensin adalah 7-10. Perbandingan kompresi bukanlah

Pembangkit Listrik Tenaga Biogas 67


perbandingan tekanan. Perbandingan kompresi (r) sendiri
didefinisikan sebagai berikut:
r= V (6.6)
maks
V
min
Untuk biogas, rasio kompresi direkomendasikan tidak lebih dari 13
(Mitzlatf, 1988). Semakin tinggi rasio kompresi dapat meningkatkan
temperatur campuran udara bahan bakar. Hal ini dapat menyebabkan
penyalaan sendiri yang tidak terkontrol dan proses pembakaran yang
tidak rata. Keduanya dapat menjadi hal yang merugikan untuk mesin.
Kecepatan pembakaran dari biogas lebih rendah dari kecepatan
pembakaran bensin. Penyebabnya adalah biogas mengandung CO 2
dalam konsentrasi yang cukup tinggi dimana CO 2 tidak dapat terbakar
sehingga menghambat perambatan panas pembakaran. Kecepatan
pembakaran campuran udara bahan bakar selama satu langkah
pembakaran pada motor bensin sangat mempengaruhi efisiensi motor
bensin tersebut. Sebagaimana diketahui bahwa waktu yang tersedia
untuk sempurnanya pembakaran dalam ruang bakar motor bensin
sangatlah singkat. Sebagai gambaran, pada motor bensin yang
beroperasi pada 3.000 rpm, maka waktu yang tersedia untuk
pembakaran selama satu langkah adalah 1/100 detik.
Pembakaran mulai terjadi dari sumber pengapian dan
membutuhkan beberapa waktu untuk api tersebut dapat berkembang
atau menyebar. Karena adanya pembakaran, maka tekanan meningkat
dan puncak tekanan terjadi dekat setelah piston mencapai titik mati atas
(TMA) sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 6.2. Tekanan piston
yang tinggi setelah TMA menyebabkan gaya yang tinggi pada piston.
Penyalaan premature atau tekanan yang terlalu tinggi setelah TMA akan
mengonsumsi kerja atau daya tambahan dari piston padahal piston
membutuhkannya untuk menekan melawan pembakaran dan membuang
campuran gas buang. Penyalaan yang mundur atau pembakaran lambat
dari campuran udara bahan bakar akan berakibat

68 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan


pada campuran masih terbakar ketika langkah pembakaran telah
selesai dan katup buang terbuka. Akibatnya selain banyak panas
terbuang dan berbahaya juga banyak energi bahan bakar
terbuang bersama gas buang. Kecepatan pembakaran dari
campuran udara bahan bakar meningkat secara signifikan sebagai
fungsi dari tekanan dan temperatur aktualnya.
Waktu yang sesuai dengan kecepatan pembakaran
tergantung pada beberapa parameter operasi:
• Kecepatan mesin
• Kelebihan udara pembakaran
• Jenis bahan bakar
• Tekanan dan temperatur.
Dalam kasus pembakaran biogas, karena kecepatan
pembakarannya yang rendah, maka waktu pengapian yang
dibutuhkan biasanya dapat dimajukan 100 – 150 lebih awal dari
waktu pengapian standar bahan bakar bensin.

Gambar 6.2 Tekanan sebagai fungsi dari sudut


pengapian (Mitzlatf, 1988).

Pembangkit Listrik Tenaga Biogas 69


6.4 Modifikasi pada Genset
Genset yang digunakan dalam proyek ini mempunyai
spesifikasi standar sebagai berikut:
Jenis mesin : 1 cylinder, 4 stroke, pendinginan udara, OHV
Bore x stroke : 68 x 45 mm
Displacement : 163 cm
Rasio kompresi : 8,5:1
Max. Output : 5,5 HP/4,1 kW
Rated Output : 4,6 HP/3,5 kW
Max Torque : 10,8 Nm
Ignition System : Transistor magneto
Silinder motor bakar terbuat dari aluminium paduan dan diberi sirip
pendingin. Kepala silinder yang menutup silinder terbuat dari alumunium
dan dilengkapi juga dengan sirip pendingin. Kepala silinder ini juga
dilengkapi dengan busi yang menimbulkan percikan bunga api dan
mekanisme katup isap dan katup buang. Sistem pengapian adalah
sistem magnet. Pemutus arus, komponen pengapian dan sebagainya
dari sistem pengapian ditempatkan di dalam roda gayanya. Sedangkan
puli untuk menstart dipasang pada ujung poros engkol.
Berikut adalah beberapa modifikasi yang dilakukan:
a. Katup
Mekanisme katup pada genset menggunakan model katup
OHV (Over Head Valve), yaitu dengan ciri–ciri:
• Katup menggantung.
• Poros cam terletak di bawah.
• Katup di kepala silinder.
Perubahan yang dilakukan dengan penyetelan katup (lihat
Gambar 6.3), yaitu dengan:
• Katup hisap (standar 0,25 mm).
o Celah katup hisap dirubah menjadi 0,30 mm– 0,35 mm.

70 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan


• Katup buang (standar 0,35).
o Celah katup buang dirubah menjadi 0,40 mm – 0,50
mm.

Gambar 6.3 Celah katup motor bakar


b. Kepala silinder
Modifikasi pada bagian ini dilakukan dengan membubut kepala
silinder sebesar 0,5 mm sebagaimana dapat dilihat pada Gambar
6.4. Tujuan dari pembubutan kepala silinder adalah untuk
menaikkan rasio kompresi dari standardnya 8,5 menjadi
sekitar 9,2. Hal ini dimaksudkan agar campuran bahan bakar
(biogas) dan udara dapat lebih mudah dibakar di ruang bakar.

Gambar 6.4 Kepala silinder setelah dibubut 0,5 mm.

Pembangkit Listrik Tenaga Biogas 71


c. Komponen Penyalaan
• Karburator

Gambar 6.5 Modifikasi saluran masuk biogas dan udara.


Karburator berfungsi untuk mencampur udara dan bahan bakar
(biogas) dengan perbandingan tertentu yang akan masuk ke
dalam ruang bakar. Saluran masuk biogas dan udara ke dalam
ruang bakar dibuat sedemikian rupa sehingga biogas dan udara
dapat bercampur dengan perbandingan tertentu. Saluran
pencampuran dibuat dari material tembaga supaya lebih awet
(lihat Gambar 6.5). Pemasangan alat pencampur udara dan
biogas dapat dilihat pada Gambar 6.6.
a. Pemasangan saluran pencampur biogas-udara

72 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan


b. Pemasangan saluran pencampur biogas-udara antara
karburator lama dengan kepala silinder

Alat pencampur
yang baru

Karburator lama

Gambar 6.6 Pemasangan saluran biogas dan udara antara karburator


lama dengan kepala silinder.
• Busi
Loncatan bunga api pada sebuah busi yang dihubungkan
dengan sebuah kabel pada terminal yang berada di
bagian atas dari busi, ujung kabel yang lain berhubungan
dengan sumber daya tegangan tinggi.
Bunga api menyalakan campuran yang berada disekitarnya
kemudian menyebar keseluruh arah dalam ruang bakar. Pem-
bakaran tidak terjadi serentak, tapi bergerak secara progresif
melintasi campuran yang belum terbakar. Pembakaran dimu-lai
di tempat yang paling panas yaitu dekat busi. Busi tidak boleh
terlalu panas, karena akan memudahkan terbentuknya endapan
karbon pada permukaan isolatornya (porselen) dan dapat
menimbulkan hubungan singkat. Secara umum tidak diperlukan
modifikasi untuk busi.

Pembangkit Listrik Tenaga Biogas 73


• Alat pembangkit tegangan tinggi
Tegangan antara 5.000 sampai dari 10.000 V harus
diberikan pada elektroda tengah agar dapat terjadi
loncatan bunga api antara celah atau eleltroda busi
tegangan tinggi dapat dihasilkan sebagai berikut:
Magnit  interuptor yang menaikkan tegangan dengan
penahanan arus  coil penyalaan transformator.
Magnet permanen ditempatkan pada roda penerus yang
dipasang pada poros engkol. Inti besi ditempatkan sebagai
stator. Magnet berputar bersama dengan roda penerus dan
antara inti besi dengan magnet terdapat celah kecil. Medan
magnet berubah–ubah karena perputaran magnet dan
menimbulkan listrik dalam lilitan primer pada inti besi. Sirkuit
dilengkapi dengan titik kontak. Akibat gerakan cam, titik
kontak terbuka maka akan terjadi loncatan bunga api pada
busi. Kenaikan tegangan pada transformator yang terdiri dari
lilitan primer dan sekunder inilah yang dibutuhkan oleh busi.
Kapasitor yang disisipkan dalam sirkuit akan menghindari
terjadinya loncatan api pada titik kontak akibat tegangan
tinggi yang timbul dalam lilitan sekunder.

Penyalaan dan pembakaran


Loncatan bunga api terjadi sesaat sebelum torak mencapai titik
mati atas (TMA) sewaktu langkah kompresi. Saat loncantan bunga api
biasa dinyatakan dalam derajat sudut engkol sebelum torak mencapai
titik mati atas (TMA). Pada pembakaran sempurna setelah penyalaan
dimulai, api menjalar dari busi dan menyebar ke seluruh arah dalam
waktu yang sebanding dengan 20 derajat sudut engkol atau lebih untuk
campuran sampai tekanan maksimum. Kecepatan api umumnya kurang
dari 10-30 m/detik. Panas pembakaran pada TMA diubah dalam bentuk
kerja dengan efisiensi yang tinggi. Kelambatan waktu akan menurunkan
efisiensi karena rendahnya tekanan akibat pertambahan volume dan
waktu penyebaran api yang telah lambat. Penyalaan yang

74 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan


terlalu cepat juga dapat menurunkan efisiensi sekalipun
tekanannya tinggi akibat langkah kompresi.
Pada genset ini untuk memudahkan pembakaran campuran bahan
bakar biogas dan udara maka dilakukan modifikasi berupa menaikkan
rasio kompresi sehingga tekanan torak atau tekanan pada waktu
kompresi menjadi tinggi. Akibatnya panas yang dihasilkan dari campuran
tersebut tinggi dan memudahkan bahan bakar tersebut mudah terbakar.
Meningkatnya tekanan kompresi dapat juga dinaikkan dengan
mengurangi volume ruang bahan bakar pada kepala silinder.
Penyetelan celah katup juga mempengaruhi peningkatan
tekanan kompresi dimana semakin kecil celah katup maka terjadi
kompresi yang rendah. Sedangkan celah katup yang besar
mengakibatkan kompresi yang dihasilkan tinggi. Pada proyek ini
penyetelan celah katup yang besar dilakukan pada katup buang. Hal
ini dimaksudkan agar pembukaan katup buang menjadi kecil
sehingga waktu kompresi menjadi lebih lama. Selanjutnya tekanan
yang dihasilkan menjadi besar sehingga hasil tekanan tersebut
diharapkan mampu menaikkan temperatur dari campuran biogas dan
udara. Dengan temperatur yang tinggi memudahkan campuran udara
biogas untuk terbakar dengan cepat. Sedangkan penyetelan celah
untuk katup masuk lebih kecil dari celah pada katup buang.
Untuk membangkitkan listrik antara kedua elektroda busi
diperlukan perbedaan tegangan yang cukup besar. Besarnya
tergantung pada faktor-faktor berikut:
1. Perbandingan campuran bahan bakar dan udara.
2. Kepadatan campuran bahan bakar dan udara.
3. Jarak antara kedua elektroda serta bantuk elektroda.
4. Jumlah molekul campuran yang terdapat diantara kedua
elektroda.
5. Temperatur campuran dan kondisi operasi yang lain.

Pembangkit Listrik Tenaga Biogas 75


Pada umumnya disediakan tegangan yang lebih besar untuk
menjamin agar selalu terjadi loncatan api listrik di dalam keadaan
antara 10.000 – 20.000 volt. Hal ini disebabkan juga kondisi operasi
yang berubah–ubah sebagai keausan mesin yang tidak dapat
dihindari. Makin padat campuran bahan bakar dan udara makin tinggi
tegangan yang diperlukan untuk jarak elektoda yang sama. Karena itu
diperlukan tegangan yang lebih tinggi bagi motor dengan
perbandingan kompresi yang besar. Hal ini perlu mendapat perhatian
terutama apabila tekanan campuran yang masuk ke silinder itu tinggi
dan loncatan listrik ditentukan pada waktu torak berada lebih dekat
pada TMA. Makin besar jarak elektroda busi makin besar pula
perbedaan tegangan yang diperlukan untuk memperoleh intensitas
api listrik yang sama. Jumlah minimum molekul banyak tergantung di
antara kedua elektroda pada waktu terjadi loncatan listrik yang sangat
menentukan apakah penyalaan dapat berlangsung sebaik–baiknya.
Karena jumlah molekul banyak tergantung pada
perbandingan campuran, jumlah gas sisa, temperatur dan kondisi
operasi yang lain, jumlah itu dapat berubah–ubah. Dengan
memperbesar jarak elektroda diharapkan jumlah minimum itu
dapat dicapai walaupun keadaan operasi berubah–ubah. Akan
tetapi, jumlah elektroda juga menentukan besarnya tegangan.
Pada mesin genset ini menggunakan sistem penyalaan magneto
dimana medan magnet di dalam kumparan primer dan sekunder
dibangkitkan oleh putaran magnet permanen. Apabila magnet
dibangkitkan, maka akan berubah–ubah dari harga maksimum positif
menuju harga maksimum negatif dan sebaliknya. Pada waktu medan
magnet turun dari harga maksimum positif, maka akan terinduksi
tegangan dan arus listrik di dalam kumparan primer. Arus primer ini
membangkitkan medan magnet pula yang menentang perubahaan
medan magnet dari magnet yang berputar. Dengan demikian medan
magnet (total) yang melingkupi kumparan primer tetap konstan (tinggi)
meskipun besarnya medan magnet didalamnya turun pada waktu

76 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan


magnet permanen berputar menjauhi katup. Akan tetapi pemutus
arus segera terbuka sehingga arus primer itupun terputus. Di
dalam kumparan sekunder akan terinduksi tegangan tinggi
sehingga terjadi loncatan listrik diantara kedua elektroda busi.
Gerakan katup isap dan katup buang dapat dilihat pada Tabel 6.2.
Tabel 6.2 Gerakan katup isap dan katup buang
Katup isap Katup buang
Mulai terbuka Tertutup Mulai terbuka Tertutup
Mesin
(0sudut engkol) (0sudut engkol) (0sudut engkol) (0sudut
4
engkol)
langkah
10 – 30 sebelum 45–90 45–90 15–45
TMA sesudah TMB sebelum TMB sesudah TMA

6.5 Prinsip Kerja Generator


Secara sederhana, pembangkitan listrik merupakan hasil dari
gerakan magnet dalam suatu kumparan (perhatikan Gambar 6.7). Pada
saat magnet bergerak dalam kumparan terjadi aliran arus yang arahnya
tergantung dari arah kutub magnet yang bergerak. Pada gambar e tidak
terjadi aliran arus karena magnet tidak bergerak dalam kumparan.

Gambar 6.7 Prinsip pembangkitan listrik


Sebagaimana terlihat pada Gambar 6.8 bahwa rotor magnet
yang berputar menyebabkan perubahan medan magnet. Akibat
selanjutnya arah arus berubah-rubah dalam suatu siklus sehingga

Pembangkit Listrik Tenaga Biogas 77


terbentuk arus yang bersifat bolak-balik (AC, alternating current).
Pada pembangkit listrik tenaga biogas, rotor magnet digerakkan
oleh poros yang terhubung dengan poros engkol dari motor bakar.
Jika frekuensi listrik yang dibangkitkan adalah 50 Hz, artinya arus
listrik berubah arah 50 kali setiap detiknya.

Gambar 6.8 Rotor magnet yang berputar untuk menghasilkan listrik AC

6.6 Analisa Unjuk Kerja Genset Berbahan Bakar Biogas


Pembangkit listrik yang dikembangkan oleh Laboratorium
Konversi Energi Teknik Mesin UNS terdiri dari:
• Satu unit digester kapasitas 13 m3
• Reaktor pencucian biogas dari H2O
• Reaktor pencucian biogas dari H2S dengan absorben larutan
Fe-EDTA.
• Kompresor biogas dengan daya ½ hp.
• Tabung penampung biogas.
• Motor bakar yang sudah dimodifikasi.
• Generator listrik.
Secara lengkap, skema pembangkit listrik tersebut dapat dilihat
pada Gambar 6.13. Pada awalnya, biogas yang diproduksi dari
biodigester dengan bahan baku kotoran sapi dilakukan pencucian.

78 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan


Pencucian biogas dilakukan untuk menurunkan konsentrasi H2O
dan H2S. Selanjutnya, biogas yang mempunyai kandungan H2O
dan H2S rendah dikompresi dengan menggunakan kompresor
(lihat Gambar 6.10). Biogas yang telah dikompresi ditambung
dalam suatu tabung penampung biogas bertekanan (lihat Gambar
6.11). Tekanan dalam tabung ini dijaga tidak terlalu tinggi, yaitu
maksimum 30 psig dengan menggunakan katup pengaman. Jika
tekanan dalam tabung penampung biogas sudah mendekati batas
tekanan tersebut, maka kompresor berhenti bekerja dan tidak ada
suplai biogas ke tabung penampung biogas. Tekanan rata-rata
tabung penampung pada saat peralatan ini diuji coba adalah
sekitar 11 psig. Gas dari tabung penampung kemudian dialirkan
ke motor generator (lihat Gambar 6.12). untuk menghasilkan
listrik.

Panel listrik
Tabung penampung biogas

kompresor
Reaktor
pencucian

Gambar 6.9 Reaktor pencucian, kompresor, tabung penampung, dan


panel listrik

Pembangkit Listrik Tenaga Biogas 79


discharge
suction

Gambar 6.10 Kompresor yang digunakan untuk


mengkompresi biogas

Pressure relief
Pressure gauge

Gambar 6.11 Tabung penampung biogas setelah dikompresi.

80 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan


Panel listrik

Gambar 6.12 Motor generator kapasitas 1000 W setelah dimodifikasi

Pencucian
biogas

Kompresor

Tabung
Penampung

Genset

Gambar 6.13 Skema pembangkit listrik tenaga biogas yang


dikembangkan oleh tim peneliti dari Laboratorium Konversi Energi
Teknik Mesin UNS

Pembangkit Listrik Tenaga Biogas 81


Terdapat empat indikator penting dalan unjuk kerja suatu motor
bakar dan genset, yaitu torsi, bmep, efisiensi volumetrik dan efisiensi
total. Torsi merupakan ukuran kemampuan mesin untuk melakukan
kerja. Dari hasil pengujian genset berbahan bakar biogas, dapat
diperoleh torsi yang diperlihatkan pada Gambar 6.14. Semakin besar
beban membutuhkan torsi yang lebih besar. Pada beban 1000 W,
torsi yang dibutuhkan adalah 4,1 Nm pada putaran 2320 rpm. Torsi
yang terjadi ternyata lebih rendah dari torsi maksimum spesifikasi
standar genset berbahan bakar bensin sebesar 10,8 Nm. Hal ini
dapat dimengerti karena energi yang terkandung dalam biogas lebih
rendah dari energi yang terkandung dalam bensin.

4,5
4,0
3,5
3,0
Torsi (Nm)

2,5
2,0
1,5
1,0
0,5
0,0

0 200 400 600 800 1000 1200


Beban (W)

Gambar 6.14 Torsi mesin berbahan bakar biogas.


Di dalam mesin berbahan bakar gas, efisiensi volumetrik
merupakan kemampuan dari engine untuk memasukkan dan
mengeluarkan sejumlah campuran gas bahan bakar dan udara.
Secara definisi, efisiensi volumetrik adalah perbandingan volume
fluida kerja (bahan bakar dan udara) yang secara aktual dimasukkan
(yang diukur pada tekanan dan temperatur tertentu) terhadap volume
langkah piston. Sedangkan untuk mesin berbahan bakar cair,
efisiensi volumetrik didefinisikan sebagai perbandingan volume udara
yang ditarik ke dalam silinder dengan volume langkah piston.

82 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan


Secara umum dapat dinyatakan bahwa mesin yang mempunyai
efisiensi volumetrik tinggi akan mampu bekerja pada rpm yang tinggi dan
menghasilkan daya total yang lebih banyak karena rendahnya rugi-rugi
daya hambat udara yang bergerak masuk dan keluar silinder.
Pada pengujian mesin berbahan bakar biogas, terlihat
bahwa pada saat idle, efisiensi volumetriknya rendah yaitu sekitar
16%. Pada beban yang lebih tinggi, efisiensi volumetriknya
meningkat. Efisiensi volumetrik genset berbahan bakar biogas
pada beban 200-1000 W berada pada kisaran 43-64%.

70%
60%
Efisiensi Volumetrik

50%
40%
30%
20%
10%
0%
0 200 400 600 800 1000 1200
Beban (W)

Gambar 6.15 Efisiensi volumetrik mesin berbahan bakar biogas.


Dari penelitian yang lain disebutkan bahwa efisieni volumetrik
genset dengan bahan bakar minyak tanah akan sangat rendah. Pada
beban 1 kW, efisiensi volumetrik yang diperoleh adalah sekitar 30%. Nilai
yang rendah ini diakibatkan oleh setingan throtle yang ditutup sebagian
pada saat menggunakan bahan bakar minyak tanah (Kapadia, 2006).
Menurut Heywood, besarnya efisiensi volumetrik maksimum pada motor
bensin standar adalah sekitar 80-90% (Heywood, J.B, 1988). Pada
pengujian genset berbahan bakar biogas pemasukan biogas dilakukan
dengan membuat saluran bahan bakar udara yang dipasang dekat
dengan katup masuk. Dengan modifikasi ini karburator dan governor
tidak difungsikan lagi. Akibatnya efisiensi volumetrik

Pembangkit Listrik Tenaga Biogas 83


meningkat dibandingkan dengan genset berbahan bakar minyak
tanah yang sebagian throttlenya ditutup. Dari Gambar 6.15 juga
terlihat bahwa perubahan efisiensi volumetrik hampir sama untuk
semua beban karena governor tidak difungsikan dan pemasukan
bahan bakar udara hanya fungsi dari tarikan piston dalam ruang
bakar. Penyebab tingginya efisiensi volumetrik genset berbahan
bakar biogas ini juga dikarenakan terdapatnya sedikit tekanan
biogas masuk. Sebelum biogas masuk ke dalam ruang bakar,
biogas ditekan pada tekanan rata-rata 11 psig untuk memudahkan
penyalaan dan menstabilkan putaran mesin.
Bmep adalah indikar unjuk kerja motor bakar yang menyatakan
perbandingan antara kerja dan volume silinder. Mesin yang
mempunyai bmep tinggi berarti mampu menghasilkan kerja yang
lebih tinggi. Besarnya bmep pada motor bakar adalah 850-1050 kPa
pada torsi maksimumnya (Heywood, 1988). Besarnya bmep dari
pengujian motor bakar berbahan bakar biogas adalah 320 kPa pada
beban 1000 W sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 6.16.
Semakin besar beban akan diperoleh peningkatan bmep.

350
300
250
bmep (kPa)

200
150
100
50
0

0 200 400 600 800 1000 1200


Beban (W)

Gambar 6.16 Bmep mesin berbahan bakar biogas.

84 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan


30.000 8,0
(Pg/J) Konsumsi 25.000

(cc/J) Konsumsi
Bahan Bakar Spesifik 20.000 6,0

Bahan Bakar Spesifik


15.000 4,0

10.000
2,0
5.000

0 0,0

0 200 400 600 800 1000 1200


Beban (W)

Gambar 6.17 Konsumsi bahan bakar spesifik mesin


berbahan bakar biogas
Menurut Heywood, besarnya konsumsi bahan bakar spesifik
untuk motor bensin standar adalah 75 µg/J atau 0,0001 cc/J
(Heywood, 1988). Dengan menggunakan biogas, karena AFR
yang rendah menyebabkan jumlah bahan bakar yang diperlukan
lebih tinggi. Dengan biogas, semakin besar beban menyebabkan
konsumsi bahan bakar spesifik menurun. Pada beban 1000 W
sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 6.17 diperoleh konsumsi
bahan bakar spesifik sebesar 1100 µg/J atau 0,6 cc/J.

16%
14% Eksperimen
12% Kapadia, 2006
Efisiensi Total

10%
8%
6%
4%
2%
0%

0 200 400 600 800 1000 1200


Beban (W)

Gambar 6.18 Efisiensi total mesin berbahan bakar biogas.

Pembangkit Listrik Tenaga Biogas 85


Ukuran dari unjuk kerja suatu motor bakar yang lebih realistis
adalah efisiensi termal atau efisiensi total. Gambar 6.18 menunjukkan
efisiensi total mesin berbahan bakar biogas. Terlihat bahwa efisiensi total
memingkat seiring dengan meningkatnya beban. Pada beban 1000 W
dapat diperoleh efisiensi total sebesar 15%. Nilai ini memang lebih
rendah dari motor bakar berbahan bakar bensin yang berkisar antara 25-
32% atau solar yang berkisar antara 30-40% pada umumnya (Mitzlatf,
1988). Hal ini disebabkan karena biogas mempunyai nilai kalor yang
lebih rendah dari nilai kalor bensin sehingga pada saat dibakar
menghasilkan torsi yang rendah. Selain itu, campuran udara dengan
biogas sangat sensitif terhadap pembakaran dalam ruang bakar.
Perubahan campuran udara bahan bakar sedikit saja dapat
menyebabkan ketidakstabilan nyala dan akibatnya juga tidak stabilnya
putaran mesin. Karena kandungan CO2 dalam biogas, pembakaran
biogas pada umumnya lebih lambat dari pembakaran bensin. Akibatnya
pada putaran mesin yang tinggi, pembakaran biogas dalam ruang bakar
menjadi tidak sempurna dan akibatnya efisiensinya turun. Harga efisiensi
motor berbahan bakar biogas yang rendah juga diperoleh oleh Kapadia
sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 6.18 (Kapadia, 2006). Efisiensi
motor bakar berbahan bakar biogas dari Kapadia sedikit lebih tinggi dari
hasil eksperimen ini karena menggunakan premixed charged induction
sehingga campuran udara biogas lebih baik dan pembakaran yang terjadi
dapat lebih sempurna.

Soal Bab VI:


1.1 Jelaskan bagaimana perubahan energi yang terkandung dalam
biogas menjadi energi listrik.
1.2 Jelaskan mengapa bahan bakar biogas mempunyai kecepatan
pembakaran yang rendah dibandingkan kecepatan
pembakaran motor bensin.
1.3 Jelaskan modifikasi yang perlu dilakukan supaya motor bakan
berbahan bakar bensin dapat bekerja dengan bahan bakar
biogas.

86 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan


1.4 Jelaskan langkah apa saja yang dapat digunakan untuk
meningkatkan efisiensi termal dari motor bakar.
1.5 Jika efisiensi listrik dari genset yang dijelaskan pada bab ini
hanya 15%, maka terdapat rugi-rugi energi sebesar 85%.
Jelaskan langkah apa saja yang dapat ditempuh supaya rugi-
rugi energi sebesar 85% dapat diperkecil.
-oo0oo-

Pembangkit Listrik Tenaga Biogas 87


Daftar Pustaka

Cengel Y. A., Boles, M. A., 2006, Thermodynamics: An


Engineering Approach, , 5th ed, McGraw-Hill, USA.
Dennis A. Burke P.E., 2001, Dairy Waste Anaerobic Digestion
Handbook, Environmental Energy Company, Olympia .
Heywood John B., 1988, Internal Combustion Engine
Fundamentals, McGrawHill, Inc., USA.
Horikawa M.S., 2004, Chemical Absorbtion of H2S for Biogas
Purification, Brazilian Journal of Chemical Engineering, Vol.
21., pp. 415-422.
http://en.wikipedia.org/wiki/EDTA.
http://www.ganesha.co.uk/Articles/Biogas%20Technology%20in%20
India.htm.
Kapadia, B. K., 2006, Development of a Single Cylinder SI Engine for
100% Biogas Operation, Master Thesis, Indian Institute of
Science, Bangalore, India.
Kohl A.L., Riesenfeld, F.C., 1985, Gas Purification, 4th ed., Gulf
Publishing Company, Texas.
Kwartiningsih, E., 2006, Pemurnian Biogas dari Kandungan Hidrogen
Sulfida (H2S) Menggunakan Larutan Absroben dari Besi Bekas
(Besi Rongsok), LPPM UNS, Indonesia.
Mitzlatf, K. V., 1988, Engines for Biogas, GTZ, Germany.
Perry, R.H., Green, D.W., 1997, Chemical Engineer’s Hand Book, ,
7th edition, Mc. Graw Hill Book Co. Ltd, New York .
Sasse, L., 1988, Biogas Plants, The Deutsches Zentrum für
Entwicklungstechnologien - GATE, Germany.
Sax, N.I., Lewis, R.J., 1997, Hawley’s Condensed Chemical Dictionary,
11th ed., Van Nostrand Reinhold Company, New York.
Suyitno, 2009, Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (PLTBio) yang
Dilengkapi dengan Kompresi Biogas, Balitbang Jateng,
Indonesia.
Suyitno, 2007, Process Simulation of Wood Pyrolysis, Char Reduction
and Partial Oxidation in Staged Gasification Using CFD,
Dissertaion at Graz University of Technology, Austria.
Suyitno, 2009, Renewable Energy from Biomass: Potential, Technology,
Strategy, Seminar Nasional Energi Terbarukan 10 Maret
2009, FMIPA UNS, Surakarta, Indonesia.
Uli, W., Ulrich, S., Nicolai, H., 1989, Biogas Plants in Animal
Husbandry, GTZ, Germany.
Wellinger, A., Lindberg, A., 2001, Biogas Upgrading and Utilisation,
IEA Bioenergy.
Werner, K., Uta, P., Habermehl, S., Hoerz, T., et. Al., 1999, Biogas
Digest Volume I. Biogas Basics, GTZ-ISAT, Germany.

90 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan


Wubs, H.J., Beenackers, A.A.C.M., 1993, Kinetics of the Oxidation
of Ferous Chelates of EDTA and HEDTA into Aquaeous Solution,
Ind. Eng. Chem. Res.
Zicari, S.M., 2003, Removal of Hydrogen Sulphyde Using Cow Manure
Compost, Master Thesis, Cornel University, USA.
-oo0oo-

Daftar Pustaka 91
LAMPIRAN
Tabel L.1. Nilai h (kJ/kmol) untuk berbagai gas ideal (Moran, 2006)
T (oC) CO CO HO O 2
N 2

2 2
0 0 0 0 0 0
220 6.601 6.391 7.295 6.404 6.391
230 6.938 6.683 7.628 6.694 6.683
240 7.280 6.975 7.961 6.984 6.975
250 7.627 7.266 8.294 7.275 7.266
260 7.979 7.558 8.627 7.566 7.558
270 8.335 7.849 8.961 7.858 7.849
280 8.697 8.140 9.296 8.150 8.141
290 9.063 8.432 9.631 8.443 8.432
298 9.364 8.669 9.904 8.682 8.669
300 9.431 8.723 9.966 8.736 8.723
310 9.807 9.014 10.302 9.030 9.014
320 10.186 9.306 10.639 9.325 9.306
330 10.570 9.597 10.976 9.620 9.597
340 10.959 9.889 11.314 9.916 9.888
350 11.351 10.181 11.652 10.213 10.180
360 11.748 10.473 11.992 10.511 10.471
370 12.148 10.765 12.331 10.809 10.763
380 12.552 11.058 12.672 11.109 11.055
390 12.960 11.351 13.014 11.409 11.347
400 13.372 11.644 13.356 11.711 11.640
410 13.787 11.938 13.699 12.012 11.932
420 14.206 12.232 14.043 12.314 12.225
430 14.628 12.526 14.388 12.618 12.518
440 15.054 12.821 14.734 12.923 12.811
450 15.483 13.116 15.080 13.228 13.105
460 15.916 13.412 15.428 13.535 13.399
470 16.351 13.708 15.777 13.842 13.693
480 16.791 14.005 16.126 14.151 13.988
490 17.232 14.302 16.477 14.460 14.285
T (oC) CO 2
CO HO O 2
N 2

2
500 17.678 14.600 16.828 14.770 14.581
510 18.126 14.898 17.181 15.082 14.876
520 18.576 15.197 17.534 15.395 15.172
530 19.029 15.497 17.889 15.708 15.469
540 19.485 15.797 18.245 16.022 15.766
550 19.945 16.097 18.601 16.338 16.064
560 20.407 16.399 18.959 16.654 16.363
570 20.870 16.701 19.318 16.971 16.662
580 21.337 17.003 19.678 17.290 16.962
590 21.807 17.307 20.039 17.609 17.262
600 22.280 17.611 20.402 17.929 17.563
610 22.754 17.915 20.765 18.250 17.864
620 23.231 18.221 21.130 18.572 18.166
630 23.709 18.527 21.495 18.895 18.468
640 24.190 18.833 21.862 19.219 18.772
650 24.674 19.141 22.230 19.544 19.075
660 25.160 19.449 22.600 19.870 19.380
670 25.648 19.758 22.970 20.197 19.685
680 26.138 20.068 23.342 20.524 19.991
690 26.631 20.378 23.714 20.854 20.297
700 27.125 20.690 24.088 21.184 20.604
710 27.622 21.002 24.464 21.514 20.912
720 28.121 21.315 24.840 21.845 21.220
730 28.622 21.628 25.218 22.177 21.529
740 29.124 21.943 25.597 22.510 21.839
750 29.629 22.258 25.977 22.844 22.149
760 30.135 22.573 26.358 23.178 22.460
770 30.644 22.890 26.741 23.513 22.772
780 31.154 23.208 27.125 23.850 23.085
790 31.665 23.526 27.510 24.186 23.398
800 32.179 23.844 27.896 24.523 23.714

96 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan


Pemanfaatan
T (oC) CO CO HO O 2
N 2

2 2
810 32.694 24.164 28.284 24.861 24.027
820 33.212 24.483 28.672 25.199 24.342
830 33.730 24.803 29.062 25.537 24.658
840 34.251 25.124 29.454 25.877 24.974
850 34.773 25.446 29.846 26.218 25.292
860 35.296 25.768 30.240 26.559 25.610
870 35.821 26.091 30.635 26.899 25.928
880 36.347 26.415 31.032 27.242 26.248
890 36.876 26.740 31.429 27.584 26.568
900 37.405 27.066 31.828 27.928 26.890
910 37.935 27.392 32.228 28.272 27.210
920 38.467 27.719 32.629 28.616 27.532
930 39.000 28.046 33.032 28.960 27.854
940 39.535 28.375 33.436 29.306 28.178
950 40.070 28.703 33.841 29.652 28.501
960 40.607 29.033 34.247 29.999 28.826
970 41.145 29.362 34.653 30.345 29.151
980 41.685 29.693 35.061 30.692 29.476
990 42.226 30.024 35.472 31.041 29.803
1000 42.769 30.355 35.882 31.389 30.129
1020 43.859 31.020 36.709 32.088 30.784
1040 44.953 31.688 37.542 32.789 31.442
1060 46.051 32.357 38.380 33.490 32.101
1080 47.153 33.029 39.223 34.194 32.762
1100 48.258 33.702 40.071 34.899 33.426
1120 49.369 34.377 40.923 35.606 34.092
1140 50.484 35.054 41.780 36.314 34.760
1160 51.602 35.733 42.642 37.023 35.430
1180 52.724 36.406 43.509 37.734 36.104
1200 53.848 37.095 44.380 38.447 36.777
1220 54.977 37.780 45.256 39.162 37.452

Lampiran 97
T (oC) CO 2
CO HO O 2
N 2

2
1240 56.108 38.466 46.137 39.877 38.129
1260 57.244 39.154 47.022 40.594 38.807
1280 58.381 39.884 47.912 41.312 39.488
1300 59.522 40.534 48.807 42.033 40.170
1320 60.666 41.266 49.707 42.753 40.853
1340 61.813 41.919 50.612 43.475 41.539
1360 62.963 42.613 51.521 44.198 42.227
1380 64.116 43.309 52.434 44.923 42.915
1400 65.271 44.007 53.351 45.648 43.605
1420 66.427 44.707 54.273 46.374 44.295
1440 67.586 45.408 55.198 47.102 44.988
1460 68.748 46.110 56.128 47.831 45.682
1480 69.911 46.813 57.062 48.561 46.377
1500 71.078 47.517 57.999 49.292 47.073
1520 72.246 48.222 58.942 50.024 47.771
1540 73.417 48.928 59.888 50.756 48.470
1560 74.590 49.635 60.838 51.490 49.168
1580 76.767 50.344 61.792 52.224 49.869
1600 76.944 51.053 62.748 52.961 50.571
1620 78.123 51.763 63.709 53.696 51.275
1640 79.303 52.472 64.675 54.434 51.980
1660 80.486 53.184 65.643 55.172 52.686
1680 81.670 53.895 66.614 55.912 53.393
1700 82.856 54.609 67.589 56.652 54.099
1720 84.043 55.323 68.567 57.394 54.807
1740 85.231 56.039 69.550 58.136 55.516
1760 86.420 56.756 70.535 58.800 56.227
1780 87.612 57.473 71.523 59.624 56.938
1800 88.806 58.191 72.513 60.371 57.651
1820 90.000 58.910 73.507 61.118 58.363
1840 91.196 59.629 74.506 61.866 59.075

98 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan


Pemanfaatan
T (oC) CO CO HO O 2
N 2

2 2
1860 92.394 60.351 75.506 62.616 59.790
1880 93.593 61.072 76.511 63.365 60.504
1900 94.793 61.794 77.517 64.116 61.220
1920 95.995 62.516 78.527 64.868 61.936
1940 97.197 63.238 79.540 65.620 62.654
1960 98.401 63.961 80.555 66.374 63.381
1980 99.606 64.684 81.573 67.127 64.090
2000 100.804 65.408 82.593 67.881 64.810
2050 103.835 67.224 85.156 69.772 66.612
2100 106.864 69.044 87.735 71.668 68.417
2150 109.898 70.864 90.330 73.573 70.226
2200 112.939 72.688 92.940 75.484 72.040
2250 115.984 74.516 95.562 77.397 73.856
2300 119.035 76.345 98.199 79.316 75.676
2350 122.091 78.178 100.846 81.243 77.496
2400 125.152 80.015 103.508 83.174 79.320
2450 128.219 81.852 106.183 85.112 81.149
2500 131.290 83.692 108.868 87.057 82.981
2550 134.368 85.537 111.565 89.004 84.814
2600 137.449 87.383 114.273 90.956 86.650
2650 140.533 89.230 116.991 92.916 88.488
2700 143.620 91.077 119.717 94.881 90.328
2750 146.713 92.930 122.453 96.852 92.171
2800 149.808 94.784 125.198 98.826 94.014
2850 152.908 96.639 127.952 100.808 95.859
2900 156.009 98.495 130.717 102.793 97.705
2950 159.117 100.352 133.486 104.785 99.556
3000 162.226 102.210 136.264 106.780 101.407
3050 165.341 104.073 139.051 108.778 103.260
3100 168.456 105.939 141.846 110.784 105.115
3150 171.576 107.802 144.648 112.795 106.972

Lampiran 99
T (oC) CO 2
CO HO O 2
N 2

2
3200 174.695 109.667 147.457 114.809 108.830
3250 177.822 111.534 150.272 116.827 110.690

-oo0oo-

100 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan


Tabel L.2. Variasi nilai c p (kJ/kmolK) untuk berbagai gas ideal (Moran,
2006)
T dalam K p

c =α+βT+ γT 2 + δT 3 + εT 4

R
Persamaan ini hanya berlaku dari 300 K sampai 1000 K.

T (oC) α β x 103 γ x 106 δ x 109 ε x 1012


CO 3,710 -1,619 3,692 -2,032 0,240
CO2 2,401 8,735 -6,607 2,002 0,000
H2 3,057 2,677 -5,810 5,521 -1,812
H2O 4,070 -1,108 4,152 -2,964 0,807
O
2 3,626 -1,878 7,055 -6,764 2,156
N2 3,675 -1,208 2,324 -0,632 -0,226
Udara 3,653 -1,337 3,294 -1,913 0,276
SO2 3,267 5,324 0,684 -5,281 2,559
CH4 3,826 -3,979 24,558 -22,733 6,963
C2H2 1,410 19,057 -24,501 16,391 -4,135
C2H4 1,426 11,383 7,989 -16,254 6,749
Monatomic gases 2,5 0 0 0 0

-oo0oo-
Daftar Indeks

A 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25,


37
Absorben 37
batch 17
AFR 50, 51, 52, 53, 54, 85
Bensin 48, 50, 66, 67 besi 23,
Alga 29
37, 38, 39, 40, 74 Biodigester
alkohol 25
13, 14, 17, 18, 21,
Amonia 6
22, 26
anaerob 1, 4, 13, 21, 22, 24, 25
biodigester 1, 3, 4, 6, 7, 8, 11,
api 49, 57, 58, 64, 68, 70, 73,
13, 14, 15, 16, 17, 18, 19,
74, 76
20, 21, 22, 23, 24, 26, 27,
Asam 6
30, 32, 57, 59
ayam 4, 6
Biogas 1, 2, 3, 4, 8, 9, 10, 14,
B 24, 33, 34, 35, 36, 38, 52,
babi 4, 6 53, 55, 56, 66, 67, 89, 90
Bagase 7, 29 biologi 21, 36, 37
Bahan baku 1, 4, 23 bmep 64, 65, 82, 84
Bak 17 Boiler 34
bakteri 1, 3, 4, 8, 11, 13, 18, busi 49, 64, 66, 70, 73, 74, 75,
76, 77
C G
CHP 34 Gas alam 48
CO 8, 45, 47, 48, 50 gas alam 9, 34
CO2 1, 2, 3, 8, 9, 13, 25, 26, gas kota 9
33, 34, 36 Genset 70

D H
de-pressurizing 36 Derajat H2O 9, 33, 34, 35, 39, 41, 42,
keasaman 22 digester 1, 4, 5, 45, 48, 50
8, 11, 13, 14, H2S 3, 4, 8, 9, 13, 25, 33, 34,
15, 16, 17, 20, 21, 22, 25, 35, 36, 37, 38, 41, 42, 89,
26, 29, 30, 32, 57 90
digestion 13, 14, 17, 19, 20 Hemiselulosa 6, 7
hidrolisis 24, 25
E Hydrogen 8, 91
EDTA 38, 39, 40, 41, 42, 89, 91
Efisiensi 60, 66, 83, 85, 86 I
ekstraktif 24 Indeks Wobbe 9
energi 1, 2, 3, 11, 14, 43, 44,
47, 48, 49, 55, 56, 59, 60, J
69, 82, 86, 87 jagung 4, 7, 29
Energi dalam 43 Jerami 4, 7, 29
entalpi 43, 44, 46, 47, 48, 53,
61
K
equivalence ratio 51 kambing 4, 6
Kanji 6
Eter 6
kapur 18, 23
F karbon 2, 3, 25, 34, 36, 73
fermentasi 1, 3, 4, 13, 19, 21, Karburator 72
22, 23, 24, 26 Katup 19, 70, 71, 77
Fixed dome 15 kimiawi 37 kobalt 23
Floating dome 16
fuel cell 63 kompor 1, 10, 33, 56, 57, 58,
59, 60, 61 nitrogen 3, 4, 13, 23, 52
Kotoran 4, 5, 24, 32 nutrisi 19, 23
kubah apung 16
kubah tetap 15, 16 O
Kuda 29 organik 1, 2, 3, 4, 7, 8, 13, 17,
20, 21, 22, 23, 24, 25, 26,
L 29, 32, 55
Lignin 6, 7 Oxygen 8
listrik 2, 10, 20, 33, 56, 63, 64,
74, 75, 76, 81, 86, 87 P
LPG 2, 9, 55, 57, 58, 59, 61 padatan 5, 6, 13, 14, 23, 38, 40
padatan total 5, 6 Padatan
M Volatil 5
mangan 23 padi 4, 7, 29
manusia 3, 4, 6, 14, 39 panas 2, 10, 22, 43, 44, 46, 47,
Massa jenis 9 mekanis 59, 60, 66, 67, 68, 69, 73, 75
20 Metana 48
pembakaran 2, 9, 21, 33, 46,
metana 1, 8, 21, 23, 24, 25, 43, 47, 48, 49, 50, 51, 52, 53,
44, 50, 51, 56, 57, 61 54, 59, 64, 66, 67, 68, 69,
methanogenesis 74, 75, 86
25 Mikroba 4 pembangkit 2, 10, 33, 63, 74,
minyak tanah 2, 17, 55, 83 81
molibdenum 23 Motor pemurnian 9, 33, 34, 36
bakar 63 pencucian 3, 9, 33, 35, 36, 38,
motor bakar 10, 63, 64, 67, 70, 41, 42
71, 82, 84, 86, 87 pengaduk 20
motor bensin 49, 63, 66, 67, pengaman 19
68, 83, 85, 86 pengasaman 24, 25, 26
penyalaan 9, 49, 50, 68, 74, 76,
N 84
nikel 23 Perbandingan kompresi 67
Nilai kalor 9, 48, 56, 57 pH 22, 25, 26, 28
Nitrogen 8
Propana 48 stoikiometri 50, 51, 52, 53, 54
Protein 6
T
R tekanan 8, 15, 16, 19, 31, 43,
rasio kompresi 66, 67, 68, 71, 49, 57, 59, 64, 65, 68, 74,
75 75, 76, 82, 84
Reaktor 1, 56 Teknik Mesin 35, 81
retention time 17, 20, 21, 22, termodinamika 43, 54
26 Titik embun 9
rumah tangga 1, 10, 18, 33, 55, TMA 68, 74, 76, 77
56, 59 Torsi 10, 64, 82
Rumput 4, 7, 29 torsi 10, 64, 82, 84, 86
Transportasi 34
S treatment 2
sapi 1, 4, 5, 6, 20, 24, 26, 27,
29, 30, 32, 61 U
sayuran 4, 7 udara 1, 8, 9, 10, 13, 19, 21,
scrubber 36 25, 36, 37, 42, 49, 50, 51,
selenium 23 52, 53, 58, 59, 64, 66, 67,
Selulosa 6, 7, 8 68, 69, 70, 71, 72, 73, 75,
seng 23, 37 76, 82, 83, 86
silika gel 34, 35, 41 Unggas 29
silinder 64, 65, 70, 71, 73, 75, unjuk kerja 59, 60, 61, 64, 82,
76, 82, 83, 84 84, 86
simmering 59, 60 UNS 81, 90
slurry 18, 19, 37 urine 3, 6
SO2 9, 35 Solar
48
W
water boiling test 59

-oo0oo-
Tentang Penulis

D r. techn. Suyitno, lahir di Sukoharjo, tanggal 2 September 1974.


Pendidikan dasar sampai menengah diselesaikannya di
Sukoharjo. Suyitno menyelesaikan pendidikan program
sarjana Teknik Mesin dari Institut Teknologi Bandung (ITB) pada tahun
1998 dengan topik tugas akhir polusi gas buang kendaraan bermotor.
Pada tahun 2001, ia menyelesaikan program Magister Teknik Mesin di
institut yang sama, yaitu ITB dengan predikat cumlaude dengan IPK 4,0
dengan topik thesis pengeringan batubara dengan fluidized bed. Sejak
tahun 2001, ia menjadi dosen tetap di Jurusan Teknik Mesin Universitas
Sebelas Maret Surakarta (UNS) sampai sekarang. Pada tahun 2004, ia
menempuh pendidikan doktor di Institute of Thermal Engineering, Graz
University of Technology, Austria dan lulus pada tahun 2007 dengan
topik disertasi pirolisis dan gasifikasi biomasa.
Selama karirnya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), penulis
telah menduduki beberapa jabatan diantaranya kepala laboratorium
Perpindahan Panas dan Termodinamika Teknik Mesin UNS tahun
2002-2004, Ketua Humas dan Kerjasama Fakultas Teknik UNS tahun
2007-sekarang, Koordinator International Staff Development pada
Kantor Internasional UNS tahun 2009-sekarang, dan pendiri program
Magister Teknik Mesin UNS. Pada program studi Teknik Mesin
UNS, ia mengampu beberapa matakuliah diantaranya,
termodinamika, perpindahan panas, mesin konversi energi,
generator uap, dan pendingin-pemanas.
Penulis telah banyak mendapat dana penelitian mengenai
pengembangan energi alternatif diantara dari UNS, Balitbang
Jateng, dan DP2M DIKTI. Terdapat lebih dari 30 artikel yang ia
tulis dan dipublikasikan di beberapa jurnal ilmiah dan proseding
seminar baik dalam maupun luar negeri. Selain itu beberapa
tulisan ringan mengenai energi telah penulis publikasikan di
http://kajian-energi.blogspot.com. Selanjutnya, penulis dapat
dihubungi melalui email: suyitno@gmail. com.

M uhammad Nizam, Ph.D, lahir di Solo, 20 Juli 1970. Muhammad


Nizam menyelesaikan pendidikan tinggi program sarjana
Teknik Elektro dari Universitas Gadjah
Mada (UGM) pada tahun 1994. Pada tahun 2002, ia
menyelesaikan program Magister Teknik Elektro di UGM. Program
doktoral diselesaikan oleh Muhammad Nizam pada tahun 2008
dari Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) di bidang Teknik
Elektro sehingga memperoleh gelar Ph.D.
Sebelum bergabung dengan Universitas Sebelas Maret pada
tahun 1999, Muhammad Nizam pernah bekerja sebagai Electrical
Engineer, ElectroFlow Tech. Sdn. Bhd., Kuala Lumpur, Malaysia pada
tahun 1995-1997 dan sebagai Director CV Cipta Agung Jaya Abadi, Solo,
Indonesia (1998-1999). Selain itu, ia juga pernah menjabat sebagai
Ketua Unit Pelayanan Konsultasi dan Pengembangan Energi pada UNS
tahun 2003-2004. Pada tahun 2004-2005, ia menjabat sebagai anggota
tim pendamping Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa
Tengah. Sejak tahun 2009-sekarang, Muhammad Nizam aktif sebagai
pendiri Program Magister Teknik Mesin UNS.

108 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan


Selama karirnya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di UNS,
Muhammad Nizam selain mengampu beberapa matakuliah seperti teknik
listrik dan analisis biaya juga melakukan penelitian di bidang Stabilitas
Sistem Daya, Energi Terbarukan, Sistem Manajemen Energi, dan Sistem
Konversi Energi dan Energi Alternatif. Dari hasil penelitian tersebut,
Muhammad Nizam telah berhasil mempublikasikan lebih dari 27 karya
ilmiah di tingkat nasional maupun internasional.

Dharmanto, S.T., lahir di Surakarta, 29 Desember 1978. Ia menyelesaikan


pendidikan tinggi program sarjana Teknik Mesin dari Universitas
Sebelas Maret Surakarta (UNS) pada
tahun 2008.
Awal karir Dharmanto adalah sebagai Workshop and Engineering
Drafter di PT. Mega Safe Tyres Industry Argo Manunggal Groups
Salatiga tahun 1999-2006. Pada tahun 2004 bekerja sebagai
Engineering Drafter pada CV. Reka Cipta Teknik Semarang dan tahun
2007 di CV. Tokyo Engineering Semarang. Pada tahun 2008 ia
bekerja di PT. Tirta Abadi Kencana Solo sebagai Engineering Drafter
dan Estimator sebelum akhirnya bergabung dengan Jurusan Teknik
Mesin sebagai peneliti di PAKSI EGRU UNS.
Selain bekerja, Dharmanto juga menggeluti beberapa topik
penelitian diantaranya adalah perancangan stasiun Pick and Place,
PLC untuk pengendalian proses, pengembangan bioetanol untuk
mesin pengering, pengembangan kompor bioetanol, pengembangan
alat penghangat ayam dari biogas, dan pengembangan pembangkit
listrik tenaga producer gas bersama Dr. Suyitno.

-oo0oo-

Tentang Penulis

109

Anda mungkin juga menyukai