tidak hanya dikenal sebagai seorang filsuf ternama yang berpengaruh dalam filsafat
Islam. Ia yang sejak kecil mempelajari banyak bidang keilmuan tentu memiliki banyak
pengetahuan seperti bidang matematika, filosofi hingga musik.
Al Farabi memiliki naama lengkap Abu Nasr Muhammad Ibn Muhammad Ibn Tarkhan Ibn
Uzalah Al Farabi. Ia lahir di masa kepemimpinan Khalifah Mu'tamid (869-892 M), yakni pada
tahun 870 M di Wajis, distrik Farab, Kazakhstan.
Nama Al Farabi diambil dari nama gelar yang didasarkan pada tempat kelahirannya.
Wilayah itu pada saat ini dikenal dengan sebagai suatu wilayah yang terletak di Afghanistan.
Dalam buku Terapi Musik yang disusun oleh Dayat Suryana, disebutkan bahwa ayahnya
seorang opsir tentara Turki keturunan Persia, sedangkan ibunya berdarah Turki asli. Pada
masa awal pendidikannya, Al Farabi belajar mengenai Al-Qur'an, tata bahasa,
kesusasteraan, ilmu-ilmu agama (mulai dari fiqih, tafsir, dan ilmu hadits), hingga aritmatika
dasar.
Al Farabi dikenal dengan sebutan "guru kedua" setelah Aristoteles karena kemampuannya
memahami sang filsuf yang dikenal sebagai guru pertama dalam ilmu filsafat. Al Farabi
merupakan filsuf Islam pertama yang berupaya menyelaraskan filsafat politik Yunani klasik
dengan Islam.
Karyanya di bidang musik adalah Kitab Al-Musiqi Al Kabir (Buku Besar Musik) yang
membahas ilmu dasar tentang musik. Bahkan buku ini menjadi rujukan penting bagi
perkembangan musik klasik barat. Di dunia barat ia dikenal sebagai Alpharabius.
Febri Yulika menyebutkan dalam bukunya Jejak Seni dalam Sejarah Islam, kontribusi Al
Farabi dalam bidang musik juga dibuktikan dengan menulis dua buku lain tentang musik,
yakni Kitab Ilmu Al Muziqi dan Kitab Fi-Ihsa al Iqa. Bukunya diterjemahkan ke dalam bahasa
latin dan dipelajari di berbagai sekolah musik Eropa. Teori-teori musik Al Farabi
berpengaruh besar pada perkembangan musik Eropa kontemporer.
Dalam buku The Attitude of Islam Towards Science and Philosophy: A Translation of Ibn
Rushd's (Averroës) Famous Treatise Faslul-al-Maqal juga menyebutkan bahwa Al-Farabi
menulis beberapa risalah terkait teori dan seni musik, hingga pembuatan alat musik.
Mengutip buku Mulut yang Terkunci: 50 Kisah Haru Para Sahabat Nabi yang ditulis oleh Siti
Nurlaela, ketika itu Al Farabi diundang untuk menyaksikan pertunjukan musik di istana.
Menurutnya, permainan para musisi istana terdengar kurang indah. Ia kemudian meminta
izin kepada sang raja untuk menampilkan kebolehannya.
Setelah mendapatkan izin, Al Farabi mulai bermain musik. Musik penuh semangat
menghentak-hentak gendang telinga. Ruangan langsung diliputi suasana gembira. Semua
yang hadir pun tertawa-tawa, seolah ikut bergembira.
Al Farabi lantas mengubah komposisi musik. Para hadirin pun menangis, seakan sedang
merasakan kesedihan yang mendalam. Ia mengubah komposisi musiknya lagi. Musik
mengalun lembut dan memanjakan setiap pendengarnya. Satu demi satu orang yang ada di
sana tertidur.
Itulah profil dan kisah singkat dari Al Farabi, seorang cendekiawan muslim yang lihai
bermusik. Perkembangan musik di era modern tentu tidak dapat dilepaskan dari kontribusi
Al Farabi.