Anda di halaman 1dari 10

IJTIHAD KHALIFAH UMAR BIN KHATAB

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Harian

Mata Kuliah Siroh

Dosen : Ust. Muhammad Jamaluddin

Di Susun Oleh :

Sadid Abdullah Muhtar (NIM. T16.01.012)


Yusyfi Chandra (NIM. T16.01.016 )
Ahmad Muflih S. (NIM. T16.01.02)
Mahfudz Afandi (NIM. T16.01.08)

MA’HAD ALY DARUSY SYAHADAH LI TA’HIL MUDARRISIN

Blagung, Simo, Boyolali, Jawa Tengah

2016-2017 M
A. Pendahuluan
Umar bin Khatab merupakan Khalifah kedua dari Khalifah Rasyidin.
Beliau juga merupakan seorang sahabat Nabi yang sangat masyhur dan
pembesar mereka. Beliau ditunjuk oleh Abu Bakar sebagai pengganti
beliau berdasarkan pendapat-pendapat para sahabat yang Abu Bakar
mintai pendapatnya.
Pada masa Umar wilayah kekuasaan Islam semakin luas, masyarakat
semakin banyak dan beragam. Sehingga menimbulkan banyaknya masalah
baru yang sangat berbeda dengan realita pada zaman Nabi dan Abu Bakar.
Maka hal ini membutuhkan ijtihad atau keputusan yang berbeda sesuai
dengan realita yang ada, dan tentu harus sesuai dengan Maqashid Syari'ah
yaitu tersampainya maslahat dan terjauhinya madharat. Maka Umar pun
banyak melakukan ijtihad dan mengambil putusan berdasarkan hal itu.
B. Defenisi Ijtihad
Ijtihad secara harfiyah merupakan bentuk masdar dari kata kerja
ijtahada yajtahidu ijtihâdan yang berarti mencurahkan segala kemampuan
dan menanggung beban. Al-Ghazâli (w. 505 H) dalam kitab ushul fikihnya
al-Mustashfâ Min Ilmi al-Ushûl memberikan definisi ijtihad sebagai
berikut:

‫الش ْر ْي َع ِة‬
َ ‫َأح َك ِام‬ ِ ِ َ‫ب ْذ ُل الْمجتَ ِه ِد وسعه يِف طَل‬
ْ ِ‫ب الْع ْل ِم ب‬ ْ َُ ْ ُ ْ ُ َ
Artinya: “Kesungguhan Mujtahid untuk mencurahkan kemampuan
maksimal untuk menemukan hukum-hukum syara”1
Saifudin al-Amidiy (w.631 H) dalam al-Ihkam Fî Ushûl al-Ahkâm
yang datang belakangan memberikan definisi ijtihad sebagai berikut:

‫س ِم َن‬
ُّ ُ‫الش ْر ِعيَّ ِة َعلَى َو ْج ٍه حَي‬
َ ‫اَألح َك ِام‬ ٍِ ِ ِ َ‫اِ ْستِ ْفراغُ الو ْس ِع يِف طَل‬
ْ ‫ب الظَ ِّن ل َش ْيء م ْن‬ ْ ُ َ
‫الع ْجُز َعن امل ِزيْ ِد فِْي ِه‬
َ ِ ‫الن ْف‬.
‫س‬ َ
َ
Artinya: “Mencurahkan segala kemampuan dalam mencari hukum-
hukum syariah yang bersifat dzanny dalam batas-batas sampai pada
keyakinan bahwa dirinya tidak mampu lagi berusaha dari itu.2

1
Al Ghazali, al-Mustashfâ Min Ilmi al-Ushûl, Hal. 342
2
Saiduddin al-Amidiy, al-Ihkâm fi Ushûl al-Ahkâm, Hal. 141
Secara umum ijtihad itu dapat dikatakan suatu upaya berpikir secara
optimal dalam menggali hukum Islam dari sumbernya untuk memperoleh
jawaban terhadap permasalahan hukum yang muncul dalam masyarakat.3
C. Ijtihad pada Masa Umar bin Khatab.
1. Pencuri pada masa panceklik.
Umar telah memberhentikan pelaksanaan had mencuri pada
tahun paceklik. Ini bukanlah kelalaian terhadap had ini,
sebagaimana sebagian orang menulisnya, melainkan karena syarat-
syarat pelaksanaan had belum terpenuhi. Beliau memberhentikan
pelaksanaan had pencuri karena sebab ini. Orang yang makan hak
milik orang lain karena sebab sangat lapar, tidak bisa mendapatkan
makanan karena terpaksa, dan tidak bermaksud mencuri. Oleh
karena Umar tidak memotong tangan para budak yang mengambil
unta llau menyembelihnya, dan memerintahkan kepada
majikannya, Hathib untuk membayar harga unta itu. Umar berkata,
"Tidak ada potong tangan pada pohon kurma dan pada tahun
kekeringan.
Madzhab-madzhab fikih juga terpengaruh dengan fikih Umar,
seperti Imam Ahmad, disebutkan dalam Al Mughni beliau
mengatakan, "Tidak dipotong tangan pencuri karena lapar. Yaitu
orang yang membutuhkan jika mencuri apa yang ia makan, maka
tidak dipotong, karena dia seperti orang yang terpaksa.
Ini adalah pemahaman yang mendalam pada maqashid syari'ah.
Umar melihat kepada esensi sesuatu, beliau tidak memberi putusan
dengan hal-hal yang tampak saja. Beliau melihat alasan yang
mendorong seseorang untuk mencuri. Beliau melihat bahwa pada
dua keadaa itu kelaparan dianggap sebagai hal darurat yang
memperbolehkan hal-hal yang dilarang. Sebagaimana yang Umar
katakan kepada Hathib, "Sungguh kalian mempekerjakan mereka
dan membiarkannya lapar, hingga sungguh bila salah seorang dari
mereka makan yang diharamkan niscaya halal baginya.4
2. Menunda pembayaran zakat :

3
Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqh, hal. 216
4
Ash Shalabi, biografi Umar, hal. 362-363
Umar menghentikan kewajiban membayar zakat pada tahun
panceklik. Ketika kelaparan usai dan tanah sudah subur beliau
mengupulkan zakat sebagai pengganti tahun panceklik, yakni
beliau menganggapnya sebagai hutang bagi orang-orang yang
mampu.
Diriwayatkan dari Yahya bin Abdurrahman bin Hathib
bahwasanya Umar bin Khatab menunda pembayaran zakat pada
tahun panceklik, beliau tidak mengutus para petugas zakat. Ketika
tahun depannya, Allah telah menghilangkan kekeringan itu, dan
beliau memerintahkann untuk mengeluarkan zakat, petugas-
petugas zakat mengambil dua iqal. Beliau memerintahkan mereka
untuk membagi satu iqal dan memberikan satu iqal lagi, sebagai
zakat tahun sebelumnya.5
3. Meniadakan bagian Muallaf pada zakat
Para Muallaf, Umar menghapuskan bagian mereka dari zakat
dikarenakan Islam telah kuat pada kekhalifahan beliau saat itu.
Penyaluran harta zakat pada golongan ini dari delapan golongan
yang diterangkan ayat itu tidak dibutuhkan lagi. Sedangkan di
zaman kita sekarang ini, penyaluran zakat untuk muallaf
diperlukan dengan syarat-syarat tertentu.
Para sahabat menyetujui keputusan Al Faruq ini, persetujuan
bukan datang dengan serta merta, melainkan hasil dari keyakinan
terhadap justifikasi yang mendorong beliau untuk menghentikan
pemberian kepada para muallaf. Islam telah menjadi kuat dan
punya kedudukan yang menjadikannya tidak membutuhkan lagi
terhadap jumlah kecil yang tidak seberapa setelah banyaknya umat
yang masuk Islam. Sebagaimana juga tidak ada ketakutan lagi dari
mereka yang muallaf. Justru dikhawatirkan mereka senantiasa
cenderung berserah diri, kemudian hak mereka bukanlah hak yang
turun-temurun mereka warisi dari generasi ke generasi.6
4. Hukum talak tiga dalam satu ucapan

5
Ibid, hal. 363
6
Ash Shalabi, biografi Umar, hal. 412
Umar bin Khatab telah menetapkan talak tiga dalam satu lafal
jatuh talak tiga. Ketetapan ini bertentangan dengan yang
diputuskan Rasululah dan Abu Bakar , yang
menetapkan talak tiga dalam satu lafal atau satu mejelis jatuh talak
satu. Alasan Umar memutuskan sanksi dan peringatan ini adalah
bahwa manusia banyak mengucapkan talak tiga, Umar ingin
mengembalikan mereka pada talak sunni yang disyari'atkan Allah,
yaitu jatuh talak satu. Kemudian meninggalkan istrinya sampai
selesai iddahnya. Apabila suami ingin kembali membangun rumah
tangganya, dia dapat rujuk kembali sebelum masa iddahnya.
Demikianlah sampai selesai jumlah talak tiganya.7
5. Menentukan hukuman peminum Khamr 80 cambukan
Ketika Umar menjadi khilafah dan penaklukan Islam semakin
banyak, keadaan manusia semakin baik, wilayah negara semakin
luas dan banyak orang yang masuk Islam. Namun mereka belum
mendapatkan pendidikan Islam yang memadai dan pemahaman
agama seperti pendahulu-pendahulunya, sehingga banyak diantara
mereka yang meminum khamr. Dalam pandangan Umar adalah
problema, Umar mengumpulkan para sahabat senior untuk
membicarakan masalah ini, mereka sepakat untuk melipatgandakan
hukuman peminum khamr menjadi 80 kali. Ini hukuman yang
paling ringan, Umar kemudian merealisasikan hukuman, para
sahabat yang ada pada zamannya tidak menentang. 8
6. Zakat kuda pada masa Umar.
Orang-orang dari penduduk Syam datang kepada Umar seraya
berkata, "Kami mendapatkan banyak harta benda, kuda dan budak,
kami suka agar ada zakat padanya dan menyucikannya." Umar
berkata, "Dua sahabatku tidak melakukan itu." Beliau meminta
pendapat para sahabat Rasulullah dan diantara mereka ada Ali, dia
berkata, "Itu baik saja, jika tidak ada jizyah yang rutin diambil oleh
orang setelahmu."

7
Ibid, hal. 459
8
Ibid, hal. 454
Dr. Akram Dhiya' Al Uamri menyebutkan bahwa setelah
kepemilikan budak dan kuda meluas di tengah Kaum Muslimin,
para sahabat mengusulkan kepada Umar untuk mewajibkan zakat
atas budak dan kuda. Lantas Umar menganggap budak dan kuda
termasuk harta perniagaan, lalu menetapkan untuk budak baik
anak-anak atau dewasa satu Dinar(sepuluh Dirham), untuk kuda
arab sepuluh Dirham, untuk kuda non Arab lima Dirham.
Kebalikannya, zakat tidak diwajibkan untu budak pelayan dan kuda
yang disiapkan untuk berjihad karena bukan dari barang-barang
perdagangan. Bahkan beliau mengganti orang yang membayar
zakat kedua hal itu setiap dua bulan berupa dua jarab (kira-kira 209
Kg gandum), yang itu lebih banyak nilainya daripada zakat,
sebagai pengamalan hadits Rasulullah, "Tidak ada zakat bagi
seorang Muslim pada kudanya dan tidak juga pada budaknya." 9
7. Menentukan batas waktu seorang prajurit di medan perang.
Saat Umar meronda pada suatu malam di Madinah, tiba-tba
Umar mendengar seorang perempuan yang bersya'ir penuh
kegelisahan karena ditinggal suaminya ke medan jihad. Maka
Umar menyantuninya dan menulis surat agar suaminya
dipulangkan.
Dalam riwayat lain, Umar langusng menuju rumah Hafshah
dan bertanya tentang berapa lama perempuan bersabar jika
ditinggal suaminya. Maka Hafshah menjawab bahwa mereka
bersabar pada bulan pertama, kedua, dan ketiga, dan pada bulan
keempat goyahlah kesabaran itu. Maka Umar menulis surat agar
pasukan tidak ditugaskan lebih dari 4 bulan.10
8. Melarang menikahi perempuan Ahlu kitab
Umar memerintahkan Hudzaifah untuk menceraikan istrinya
yang Ahlu Kitab, dan melarang untuk menikahi perempuan Ahlu
Kitab, karena beberapa faktor :
a. Menyebabkan banyaknya perawan tua dari kaum
muslimin.

9
Ash Shalabi, biografi Umar, hal. 378
10
Ibid, hal. 258
b. Karena para wanita Ahlu Kitab akan merusak akhlak
dan kegamaan anak-anaknya.
c. Kehati-hatian akan adanya mata-mata dari istri Ahlu
Kitab tersebut.
d. Masuknya beberapa tradisi kafir dan bercampur dengan
tradisi Islam.
Dan faktor-faktor lainnya.11
9. Tentang` Kharaj
Umar pada keputusan tentang tanah yang didapatkan pada
pembebasan Iraq dan Syam, pada awalnya ingin membagi tanah
tersebut sesuai dengan jumlah pasukan yang ikut menaklukkan.
Namun setelah ia meminta pendapat sahabat yang lain seperti Ali
dan Mu'adz, maka Umar memutuskan untuk tidak membagi tanah
tersebut kepada pasukan. Umar juga meminta pendapat 10 pemuka
Anshar tentang hal ini, maka Umar memutuskan bahwa tanah itu
dibiarkan penduduk kota yang mengelolanya beserta hasilnya, tapi
ditetapkan kharaj atasnya.
Alasan Umar melakukan hal ini diantaraya yaitu dibutuhkan
pembiayaan terhadap pelabuhan-pelabuhan yang ada, dan gaji-gaji
terhadap pasukan yang menjaga kota, dan agar harta tersebut tidak
berputar hanya pada orang kaya saja, dan untuk kebutuhan Kaum
Muslimin yang datang setelahnya.12
10. Shalat Tarawih
Orang pertama yang mengumpulkan manusia melaksanakan
Shalat Tarawih adalah Umar bin Khatab. Dia juga yang
memerintahkannya di berbagai negeri. Sebabnya, Al Faruq pada
suatu malan di Bulan Ramadhan keluar menuju masjid. Dia
mendapati manusia berkelompok-kelompok secara terpisah-pisah.
Seseroang shalat sendirian , lalu datang yang lain mengikutinya
sehingga terkumpulah beberapa orang. Umar berkata, "Jika saya
kumpulkan mereka pada satu imam maka akan lebih baik."

11
Ash Shalabi, biografi Umar, hal. 165
12
Ibid, hal. 391
Kemudian ia menguatkan tekadnya dan mengumpulkan mereka
pada Ubay bin Ka'ab.
Perkataan sebaik-baik bid'ah adalah ini, maksudnya secara
bahasa bukan secara istilah. Keputusan ini menunjukan bahwa
Umar suka pada penertiban.
Hadits dari Urwah bin Zubair, dari Aisyah, bahwa Nabi pernah
melakukannya namun menghilangkannya karena takut mereka
akan menganggapnya wajib.13
11. Ijtihad-ijtihad Umar yang lain14
a. Tentang pemalsuan stempel negara.
b. Perempuan gila yang berzina.
c. Kafir Dzimmi memaksa muslimah berina.
d. Pemerkosaan wanita.
e. Hukum pezina yang tidak mengetahui haramnya zina.
f. Wanita menikah di masa iddah, tidak tahu bahwa itu
diharankan.
g. Perempuan menikah dengan keadaan memiliki suami yang
dirahasiakan.
h. Perempuan menikahi hamba sahayanya.
i. Pelaksanaan hukum qadzaf dengan sindiran.
j. Pembebasan hukuman kepada pembunuh Yahudi yang
merusak kehormatan.
k. Pembunuh karena Allah tidak dihukum selamanya.
l. Jikalau penduduk Shan'a ikut membunuh Umar akan
membunuh mereka semua.
m. Hukuman bagi penyihir adalah hukuman mati.
n. Hukuman bagi yang membunuh anaknya dan dzimmi.
o. Menggabungkan antara diyat dan qasamah.
p. Tentang pembunuhan laki-laki yang murtad.
q. Pembakaran warung Khamr.
r. Nikahkan dia seperti perempuan suci.

13
Ash Shalabi, biografi Umar, hal. 247
14
Ibid, Hal. 447-456
s. Orang yang menceraikan istrinya tidak memperoleh harta
waris.
t. Batas minimal masa kehamilan.
u. Meletakkan aturan kepemilikan untuk menghindari
penyalahgunaan.
v. Pengharaman Nikah Mut'ah.
w. Umar banyak juga berijtihad dalam urusan muamalah
terutama jual beli.
x. Santunan atau gaji untuk Khalifah, Gubernur, Tentara dan
Hakim.
D. Kesimpulan
Berdasarkan paparan diatas dapat dapat kami simpulkan bahwa banyak
sekali ijtihad yang dilakukan Umar bin Khatab dalam putusannya yang
terkadang berbeda denga putusan yang ada pada masa Nabi dan Abu
Bakar. Umar dalam ijtihadnya berdasarkan pada pemahaman beliau atas
realita yang berbeda dengan zaman Nabi dan Abu Bakar.
Umar dalam setiap ijtihadnya banyak berdasarkan pada Maqashid
Syari'ah, beliau juga senantiasa meminta pendapat para Shabat Senior
yang masih ada pada masa itu, sehingga akan bijaksana dalam
pengambilan keputusan.
DAFTAR PUSTAKA
Ash Shalabi, Ali Muhammad, Biografi Umar bin Khatab, Penerjemah : Ismail Jalili,
Jakarta : Ummul Qura, 2017.

Al Ghazali, Abu Hamid, Al Mustashfa, Tahqiq : Muhammad Abdu Salam Abdu Syafi
Beirut : Dar Kutub Al Ilmiyah, 1993

Al Amidi, Saiduddin, Al Ihkam Fie Ushulil Ahkam, Muhaqqiq : Abdur Razak Afifi,
Beirut : Al Maktab Al Islami.

Khalaf, Abdul Wahab, Ilmu Ushul Fiqh, Mesir : Darul Qalam. Distributor : Maktab
Ad Dakwah.

Anda mungkin juga menyukai