0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
9 tayangan2 halaman
Diskusi antara Al Imam Abu Hanifah dan Al Imam Al Auza'i mengenai praktik-praktik shalat mengungkapkan perbedaan pendapat mereka yang bersumber dari riwayat-riwayat hadis yang berbeda. Meskipun berbeda pendapat, keduanya sama-sama menghormati dalil yang disampaikan lawan bicaranya dan memiliki kaidah tersendiri dalam menilai kekuatan suatu riwayat hadis. Perbedaan pendapat di antara ulama salaf tidak berart
Diskusi antara Al Imam Abu Hanifah dan Al Imam Al Auza'i mengenai praktik-praktik shalat mengungkapkan perbedaan pendapat mereka yang bersumber dari riwayat-riwayat hadis yang berbeda. Meskipun berbeda pendapat, keduanya sama-sama menghormati dalil yang disampaikan lawan bicaranya dan memiliki kaidah tersendiri dalam menilai kekuatan suatu riwayat hadis. Perbedaan pendapat di antara ulama salaf tidak berart
Diskusi antara Al Imam Abu Hanifah dan Al Imam Al Auza'i mengenai praktik-praktik shalat mengungkapkan perbedaan pendapat mereka yang bersumber dari riwayat-riwayat hadis yang berbeda. Meskipun berbeda pendapat, keduanya sama-sama menghormati dalil yang disampaikan lawan bicaranya dan memiliki kaidah tersendiri dalam menilai kekuatan suatu riwayat hadis. Perbedaan pendapat di antara ulama salaf tidak berart
Adapun pada Shalat Subuh beliau senantiasa membaca
Qunut sampai meninggal dunia” (HR Ad Daraqutni, Abu Nu’aim, Al Baihaqi, Ahmad dan Al Hakim). No 472 tgl 15 Muharram 1431 H/1Januari 2010 M Yang jadi masalah adalah mengapa Al Imam Asy Syafi’i mengambil Hadis yang disebut belakangan ini dan mengabaikan Hadis sebagaimana diriwayatkan Al Bukhari dan Muslim?. TIDAK GAMPANG (Kalimat ini kami gunakan sekedar untuk mengingtakan, Al Imam Asy Syafi’i itu hidup jauh sebelum Al Bukhari. Jadi kalupun menggunakan Hadis serupa namun bukan mengutip dari keduanya). Ketahuilah bahwa Asy Syafi’i bukan tidak mengetahui Hadis tersebut, akan tetapi َ صَر َوالْ ُفَؤ َاد ُك ُّل ُأولَِئ )36:ك َكا َن َعْنهُ َم ْسُئواًل (االسراء َّ ك بِِه ِع ْل ٌم ِإ َّن َ َالس ْم َع َوالْب َ َس ل َ ف َما لَْي ُ َواَل َت ْق menurut kaidahnya bahwa satu Hadis yang memiliki dua pesa dipandang lebih patut diamalkan disbanding yang hanya berisi satu pesan. Sebagaimana terlihat, Hadis pertama hanya Artinya: “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. menyebutkan bahwa Rasulullah SAW qunut selama satu bulan dalam rangka mengutuk orang- Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya” orang musyrik. Sedangkan Hadis kedua di samping menyebutkan sebagaimana pada Hadis (Al Isra:36). pertama ditambah dengan pernyataan Anas – yang merupakan sumber berita – “Adapun pada Suatu ketika terjadi diskusi antara Al Imam Abu Hanifah (Wafat tahun 150 H) dan Al Imam Al Shalat Subuh beliau SAW senantiasa membaca Qunut sampai meninggal dunia”. Dar sinilah Auza’i (Wafat tahun 168 H). Al Auza’i emulai pembicaraan: “Mengapa kalian tidak kemudian disimpulkan oleh Asy Syafi’i bahwa Qunut Rasulullah SAW itu ada dua macam; mengangkat tangan kalian ketika hendak ruku’ dan ketika bangkit daripadanya?”. Abu Hanfiah Qunut Ratibah dan Qunut Nazilah. Yang beliau lakukan hanya satu bulan adalah Qunut Nazilah menjawab: “Karena tidak ada satu pun Hadis Shahih dari Rasulullah SAW yang menunjukkan (mengutuk orang-orang Kafir) sedangkan Qunut Ratibah yaitu Qunut pada Shalat Subuh, hal tersebut”. Al Auza’i: “Bagaimana tidak ada Hadis Shahih padahal telah menceritakan Rasulullah SAW tetap melakukannya. Oleh karena itu maka Qunut tersebut dipandang Sunnah kepadaku Az Zuhri dari Salim dari Ayahnya, Abdullah bin Umar ibn Al Khattab bahwasanya untuk dilakukan. Rasulullah SAW itu mengangkat kedua tangannya sebatas pundak ketika memulai Shalat, ketika ruku’ dan ketika bangkit daripadanya?”. Abu Hanifah menjawab: “Dan telah menceritakan Hal hal seperti ini banyak terdapat dalam kitab kitab Hadis. Bagi mereka yang baru kepadaku Hammad dari Ibrahim An Nakha’i dari ‘Alqamah dan Al Aswad (keduanya) dari Ibnu mempelajarinya dan kurang merujuk kepada kitab kitab Syarah pasti akan tersesat. Demikian Mas’ud bahwasanya Rasulullah SAW tidaklah mengangkat kedua tangannya kecuali ketika pula nasib anak-anak yang mempelajari Hadis hanya melalui guru satu aliran kemudian memulai Shalat dan tidak mengulanginya lagi pada bagian lain”. Al Auza’i berkata: “Saya menutup diri dari Ulama di luar madzhabnya, pasti akan menjadi penganut Aliran Penebar katakan bahwa saya meriwayatkan dari Az Zuhri dari Salim bin Abdullah, lalu anda katakan Vitnah (APV) seperti yang sekarang tengah melanda kaum Muslimin khususnya di Indonesia. bahwa anda meriwayatkan dari Hammad dari Ibrahim?”. Al Imam Abu Hanifah kemudian Semoga kaum Muslimin Indonesia diberi kejrnihan hati dan kelapangan dadadalam menyikapi berkata: “Hammad itu lebih faqih dari Az Zuhri, Ibrahim An Nakha’i itu lebih Faqih dari Salim datangnya aneka aliran ke dalam negeri mereka, sehingga mereka akan terpelihara dari dan Alqamah tidak lebih rendah Fiqhnya daripada Ibnu Umar dan sekalipun Ibnu Umar itu kesesatan dan kekeliruan dalam menilai saudaranya yang berbeda. pernah menjadi sahabat Nabi dan keutamaan bersahabat, Al Aswad pun memiliki keutamaan dan Abdullah bin Mas’ud itu Abdullah”. Mendengar jawaban ini Al Auza’i pun diam. (Lihat Demikian semoga bermanfaat khususnya bagi penulis dan saudaraku di nomor 081808328788, yang ada Syarh Musnad Al Imam Abu Hanifah karya Al Imam Mula Ali Qari halaman 35 via semoga Allah anugerahkan kearifan kepada kita dalam mempergunakan ilmu yang sedikit ini Atsar Al Khilaf Al Fiqhi Fi Al Qawa’id Al Mukhtalaf Fiha karya Doktor Mahmud Isma’il agar Allah tidak mempermalukan kita di hadapan hamba-hamba-Nya sebagaimana yang terjadi halaman 123-124). pada para Malaikat di hadapan nenek moyang kita, Adam (Al Baqarah:31-32). Amin. Hasbunallah. Dari percakapan di atas nampak bahwa kedua Ulama Salaf tersebut berbeda pendapat bukan karena tidak mengetahui dalilnya atau tidak menerima dalil yang ditetapkan Shahih oleh yang H. Syarif Rahmat RA, SQ, MA lainnya. Sanad yang dikemukakan oleh Al Auza’i di dalam istilah Musthalah Hadis dikenal sebagai sanad yang ‘Ali (tinggi). Artinya dari sisi kekuatan informatifnya Hadis ini berada pada tingkatan yang sangat kuat, selain Shahih juga memiliki ranking papan atas. Abu Hanifah Qum terbit setiap Jum’at. Bagi yang memerlukan dapat menghubungi langsung redaksi: Pondok Rahimahullah bukan tidak tahu itu tetapi sebagai Mujtahid Mutlaq beliau memiliki kaidah Pesantren Ummul Qura, Jl Raya Pondok Cabe Ilir – Pamulang – Jakarta Selatan 15418 Tlp (021) sendiri. Salah satu Wahai kaidah yang beliau pegangi adalah bahwadan riwayat yang dibawa oleh seorang 7425249 – 081399869948. pesan minimal 100 eks @ Rp 250. Pertanyaan, kritik, saran dan masukan engkau yang tertidur, bangkit bicaralah” Faqih lebih diutamakan ketimbang orang selainnya. Telah diketahui secara umum bahwa para dapat melalui 081319355203 atau Email: erde.syarif@yahoo.co.id. Rawi yang diambil Riwayatnya oleh (Al Muddatstsir:1-2) Abu Hanifah (Hammad, Ibrahim An Nakha’i, Alqamah, Al Rahimahullah bukan tidak tahu itu tetapi sebagai Mujtahid Mutlaq beliau memiliki kaidah adalah Maimunah orang yang dinikahi Rasulullah SAW, sedangkan Al Bukhari dan Muslim sendiri. Salah satu kaidah yang beliau pegangi adalah bahwa riwayat yang dibawa oleh seorang menerimanya dari Ibnu Abbas, bukan pelaku. Oleh karena itu informasi yang dilaporkan oleh Faqih lebih diutamakan ketimbang orang selainnya. Telah diketahui secara umum bahwa para pelaku lebih patut diterima ketimbang yang dilaporkan orang lain. Bila masalah ini disampaikan Rawi yang diambil Riwayatnya oleh Abu Hanifah (Hammad, Ibrahim An Nakha’i, Alqamah, Al kepada orang-orang awwam – yang tahunya hanya bahwa shahih Al Bukhari dan Shahih Aswad dan Ibnu Mas’ud) selain dikenal sebagai ahli Hadis juga ahli Fiqh. Sedangkan para rawi Muslim merupakan dua kitab Hadis paling tinggi kualitasnya – pasti akan menyimpulkan bahwa dalam sanad Al Auza’i (Az Zuhri, Salim dan Ibnu Umar) dianggap tidak lebih Faqih dari Rasulullah SAW menikahi Maimunah dalam keadaan Ihram dan oleh karena itu dalam keadaan mereka. Dari sini Abu Hanifah menilai ada sisi lebih yang dimiliki para Rawi Hadisnya berpakaian Ihram (baik saat Haji atau Umrah) orang boleh melangsungkan pernikahan. Apakah sehingga beliau mengambil apa yang mereka riwayatkan yaitu tidak mengangkat tangan selain dengan fatwanya itu kita akan mengatakan bahwa mayoritas Ulama telah tersesat dan pada takbiratul Ihram. melakukan bid’ah ?. Seringkali orang yang baru mempelajari Agama menggampangkan masalah. Akibatnya fatal, Seperti ini pula pandangan para Ulama sekitar Qunut dalam Shalat Subuh. Sebagian mereka baru menemukan satu-dua Hadis sudah berani menilai dan menyalahkan pendapat Ulama. Inilah menganggapnya tidak Sunnah dengan alasan bahwa yang namanya Qunut itu hanya dilakukan yang belakangan ini mengemuka di Indonesia seiring datangnya aliran tertentu yang dibawa Rasulullah SAW selama satu bulan berkenaan dengan perang dibunuhnya para Qurra di dekat anak-anak tamatan S-1 dari salah satu kerajaan di Timur Tengah. Setiap hari mereka selalu sumur Ma’unah. Ini dijelaskan dalam Hadis yang diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim: mengemukakan kata “Salafus Shalih” atau “Hadis Shahih” dan sejenisnya untuk ِ الِك ع ِن الْ ُقن َ /َ ٌم ق/َعا ِص memproklamirkan diri di hadapa Ummat Islam bahwa aliran inilah yang benar dan yang lain ِإ َّن/َال ف/ َ /َ ق. ُه//َال َقْبل/ َ /َدهُ ق/َ /ُوع َْأو َب ْعِ الرك ُّ ل/َ /ت َقْبُ ُق ْل. ُوتُ ا َن الْ ُقن/ ْد َك/َال ق/ َ / َف َق. ُوت َ ٍ س بْ َن َم ُ َْأل/ال َس/ َ َت َأن sesat karena – kata mereka – menyalahi Al Qur’an dan As Sunnah. mereka begitu mudah mengambil kesimpulan berdasarkan kesimpulan guru-gurunya tanpa mempedulikan adanya ْهًرا/ُوع َش ُّ َب ْع َد- صلى اهلل عليه وسلم- ول اللَّ ِه ِ الرك ُ ت َر ُس َ َ ِإمَّنَا َقن، ب َ َف َق َال َك َذ. وعِ الرُكُّ ت َب ْع َد َ َّك ُقْلَ ك َأنَ َأخَبَرىِن َعْن ْ فُالَنًا ِ /ا َن بيَنهم وبنْي َ رس/ وَك، ك ِئ ِ ٍِ ِ َ ِرك/وم م َن الْ ُم ْش/ْ ني َر ُجالً ِإىَل َق pendapat Ulama lain yang bisa jadi lebih kuat dari pendapatnya. Contoh lain yang dapat dijadikan pelajaran adalah sebuah Hadis: ول ُ َ َ َ ْ ُ َْ َ َ َني ُدو َن ُأول َ ْبع/اءَ َس/ُراءُ ُزَه َّ ال هَلُ ُم الْق/ ُ ث َق ْومًا يُ َق َ ا َن َب َع/ َك- ُ َُأراه- رواه البخاري ومسلم. َش ْهًرا يَ ْدعُو َعلَْي ِه ْم- صلى اهلل عليه وسلم- ول اللَّ ِه ُ ت َر ُس َ َ َع ْه ٌد َف َقن- صلى اهلل عليه وسلم- اللَّه ِ رواه البخاري ومسلم. َتَزَّو َج َمْي ُمونَةَ َوُه َو حُمْ ِرٌم- صلى اهلل عليه وسلم- َّ َأن النَّىِب ٍ ََّع ِن ابْ ِن َعب َّ - رضى اهلل عنهما- اس Artinya: Ashim berkata: Aku bertanya kepada Anas bin Malik tentang Qunut dan ia mengatakan Artinya: Ibnu Abbas berkata bahwasanya Rasulullah SAW menikahi Maimunah ketika beliau bahwa Qunut pernah dilakukan. Aku berkata: “Sebelum ruku’ ataukah sesudahnya?”. Anas dalam keadaan ihram. (HR Al Bukhari dan Muslim). menjawab: “Sebelum ruku’”. Aku katakan: “Sesungguhnya si Anu mengatakan kepadaku bahwa Hadis ini Shahih diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim. Dan berpegang kepadanya engkau mengatakan Qunut itu sesudah ruku’”. Anas berkata: “Bohong, Rasulullah SAW Qunut sejumlah Ulama berpendapat bahwa menikah pada waktu ihram adalah boleh. Di antara yang setelah ruku’ itu hanya satu bulan, yang aku tahu beliau pernah mengutus sejumlah sekitar tujuh berpendapat seperti itu adalah Al Imam Abu Hanifah Rahimahullah. Tetapi mayoritas Ulama puluh orang Qari kepada segolongan orang Musyrik – yang sebelumnya pernah ada janji antara berpendapat bahwa melangsungkan pernikahan pada waktu Ihram adalah Haram. Dalil mereka mereka dengan Rasulullah SAW – maka Rasulullah SAW pun berqunut selama satu bulan adalah sebuah Hadis: mengutuk mereka”. (HR Al Bukhari dan Muslim). Tetapi Al Imam Asy Syafi’i Rahimahullah dan yang sependapat dengan beliau menetapkan رواه ابو داود والرتمذي. َوُه َو َحالَ ٌل-صلى اهلل عليه وسلم- ول اللَّ ِه ُ ت َتَزَّو َجىِن َر ُس ْ ََع ْن َمْي ُمونَةَ قَال bahwa Qunut Subuh disunnahkan. Mereka mendasarkan pendapatnya itu kepada sebuah Hadis yang diriwayatkan oleh Ad Daraqutni, Abdurrazzaq, Abu Nu’aim, Ahmad, Al Baihaqi dan Al Artinya: Maimunah berkata bahwasanya Rasulullah SAW itu menikahinya ketika beliau dalam Hakim dan ia menshahihkannya: keadaan halal. (HR Abu Dawud dan At Tirmidzi). ُّ فَ ََّأما ال، رَك/َ /ةَ مُثَّ َت/َ َحابِِه بِبِْئ ِر َمعُون/ ص ِِ ِ Mungkin kita akan bertanya kepada mayoritas Ulama seperti pertanyaan Al Auza’i kepada Abu زْل/َ /ْب ُح َفلَ ْم َي/ ص َ َلَّ َم َقن/ ه َو َس//لَّى اللَّهُ َعلَْي/ ص ْ اتلي َأ//َ ْدعُو َعلَى ق/ َ ْهًرا ي/ ت َش َّ س َ َّ َأن النَّيِب ٍ ََع ْن َأن Hanifah: “Mengapa para Ulama mengambil Hadis riwayat Abu Dawud dan At Tirmidzi dan mengabaikan riwayat Al Bukhari dan Muslim ?. Bila kita membuka kitab kitab mereka maka ُّ ت َحىَّت فَ َار َق . الد ْنيَا ُ َُي ْقن kita akan mendapatkan jawaban: “Dimenangkannya riwayat Abu Dawud dan At Tirmidzi atas riwayat Al Bukhari dan Muslim dalam masalah ini adalah karena sumber berita keduanya Artinya: Anas berkata: “Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW itu berqunut selama satu bulan adalah Maimunah orang yang dinikahi Rasulullah SAW, sedangkan Al Bukhari dan Muslim mengutuk orang-orang yang membunuh para sahabatnya dalam peristiwa di sumur Ma’unah menerimanya dari Ibnu Abbas, bukan pelaku. Oleh karena itu informasi yang dilaporkan oleh kemudian beliau menghentikannya. Adapun pada Shalat Subuh beliau senantiasa membaca