Anda di halaman 1dari 61

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Jantung merupakan suatu organ kompleks yang fungsi utamanya adalah

memompa darah melalui sirkulasi paru dan sistemik (Ganong, 2010). Hal ini

dilakukan dengan baik bila kemampuan otot jantung untuk memompa, sistem

katub serta pemompaan dalam keadaan baik. Bila ditemukan ketidak normalan

pada fungsi jantung maka mempengaruhi efisiensi pemompaan dan kemungkinan

dapat menyebabkan kegagalan dalam memompa darah (Hudak & Gallo, 2002).

Decompensasi cordis adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami kegagalan

dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrient

dan oksigen secara adekuat (Udjianti, 2010). Deompensasi cordis adalah suatu

keadaan patofisiologis adanya kelainan fungsi jantung mengalami kegagalan

dalam memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh

(kekurangan fungsi oksigen) dan saat istirahat atau latihan (Black&Hawks, 2005).

Deompensasi cordis adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan kemampuan

fungsi kontraktilitas yang berakibat pada penurunan fungsi pompa jantung

(Prince, 2006).

Masalah kesehatan dengan gangguan sistem kardiovaskuler yang salah

satunya adalah Decompensasi Cordis masih menduduki peringkat yang cukup

tinggi, ini dibuktikan data dari WHO (World Health Organisation) yang

menunjukkan bahwa insiden penyakit dengan sistem kardiovaskuler terutama

kasus gagal jantung memiliki prevalensi yang cukup tinggi yaitu sekitar 3.000

1
2

penduduk Amerika menderita penyakit gagal jantung dan setiap tahunnya

bertambah 550 orang penderita. Data dari American Heart Association (AHA)

tahun 2004 menunjukkan gagal jantung sebagai penyebab menurunnya kualitas

hidup penderita dan penyebab jumlah kematian bertambah. Di Indonesia, data dari

Departemen Kesehatan RI tahun 2008 menunjukkan pasien yang diopname

dengan diagnosis gagal jantung mencapai 14.449 pasien. Sedangkan pada tahun

2005 di Jawa Tengah terdapat 520 penderita gagal jantung yang pada umumnya

adalah lanjut usia. Prevalensi gagal jantung di negara berkembang masih cukup

tinggi dan jumlahnya semakin meningkat, setengah dari pasien yang terdiagnosa

gagal jantung masih mempunyai harapan hidup 5 tahun (Rahmawati dalam

Harjani, 2012). Sedangkan pada tahun 2017 pasien yang mengalami

Decompensasi Crdis di RSUD Gambiran sendiri sebanyak 88 kasus dengan

pasien Decompensasi Cordis.

Dampak yang diakibatkan dari Decompensasi Cordis yaitu edema paru,

gagal ginjal, aritmia,trombo emboli bahkan dampak yang diakibatkan oleh

Decompensasi Coedis bisa berujung kematian. Dari berbagai macam dampakyang

di akibatkan oleh Decompensasi Cordis maka di dadpat penatalaksanaan dari

Decompensasi Coedis menurut Black & Hwaks (2005) 1) Pembatasan aktivitas

gerak, Pembatasan garam dan terapi diuretik, Pemberian agen vasodilator,

Penurunan stress fisik dan emosi, Posisi semifowler, Pemberian oksigen (40-70 %

liter/menit), Pembatasan cairan 1000ml/ hari.

Data yang diperoleh tahun 2017 di IGD RSUD Gambiran angka kejadian

kasus pasien dengan Decompensasi Cordis sendiri yaitu 88 kasus, dari angka

tersebut kemungkinan akan terus bertambah dengan bertambahnya usia manusia,


3

dari kasus Decompensasi Cordis tersebut tidak ada kejadian kematian padapasien

dengan kasus Decompensasi Cordis.

Menurut data diatas angka kejadian Decompensasi Cordis masih tinggi di

IGD RSUD Gambiran di tahun 2017. Dari fenomena tersebut, penulis tertarik

untuk mengetahui bagaimana pelaksana asuhan keperawatan pada pasien dengan

kasus Decompensasi Cordis di IGD RSUD Gambiran.

1.2 Tujuan

1) Tujuan Umum

Melakukan asuhan keperawatan gawat darurat pada Tn.P dengan

Decompensasi Cordis di ruang IGD RSUD Gambiran Kediri.

2) Tujuan Khusus

a) Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien Tn.P dengan

kasus Decompensasi Cordis.

b) Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Tn.P

dengan kasus Decompensasi Cordis.

c) Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada Tn.P

dengan kasus Decompensasi Cordis.

d) Penulis mampu melakukan implementasi pada pasien Tn.P dengan

kasus Decompensasi Cordis.

e) Penulis mampu melakukan evaluasi pada pasien Tn.P dengan

kasus Decompensasi Cordis.


4

1.3 Manfaat

1. Bagi penulis

Menambah wawasan dan mengaplikasikan dalam memberi asuhan

keperawatan pada pasien Decompensasi Cordis

2. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi para pembaca dalam

asuhan keperawatan Decompensasi Cordis.

3. Bagi institusi pendidikan

Memberikan kontribusi laporan kasus bagi pengembangan praktik

keperawatan dan pemecahan masalah kasusnya dalam bidan atau

profesi keperawatan
5

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Jantung

A. Anatomi Jantung

Jantung adalah organ otot yang berongga dan berukuran sebesar kepalan

tangan. Fungsi utama jantung adalah memompa darah ke pembuluh darah dengan

kontraksi ritmik dan berulang. Jantung normal terdiri dari empat ruang, 2 ruang

jantung atas dinamakan atrium dan 2 ruang jantung di bawahnya dinamakan

ventrikel, yang berfungsi sebagai pompa. Dinding yang memisahkan kedua atrium

dan ventrikel menjadi bagian kanan dan kiri dinamakan septum.

Darah dipompakan melalui semua ruang jantung dengan bantuan keempat

katup yang mencegah agar darah tidak kembali ke belakang dan menjaga agar

darah tersebut mengalir ke tempat yang dituju. Keempat katup ini adalah katup

trikuspid yang terletak di antara atrium kanan dan ventrikel kanan, katup

pulmonal, terletak di antara ventrikel kanan dan arteri pulmonal, katup mitral yang

terletak di antara atrium kiri dan ventrikel kiri dan katup aorta, terletak di antara

ventrikel kiri dan aorta. Katup mitral memiliki 2 daun (leaflet), yaitu leaflet

anterior dan posterior. Katup lainnya memiliki tiga daun (leaflet).

B. Fisiologi Jantung

Jantung dapat dianggap sebagai 2 bagian pompa yang terpisah terkait

fungsinya sebagai pompa darah. Masing-masing terdiri dari satu atrium-ventrikel

kiri dan kanan. Berdasarkan sirkulasi dari kedua bagian pompa jantung tersebut,

pompa kanan berfungsi untuk sirkulasi paru sedangkan bagian pompa jantung

yang kiri berperan dalam sirkulasi sistemik untuk seluruh tubuh. Kedua jenis
6

sirkulasi yang dilakukan oleh jantung ini adalah suatu proses yang

berkesinambungan dan berkaitan sangat erat untuk asupan oksigen manusia demi

kelangsungan hidupnya.

Ada 5 pembuluh darah mayor yang mengalirkan darah dari dan ke jantung.

Vena cava inferior dan vena cava superior mengumpulkan darah dari sirkulasi

vena (disebut darah biru) dan mengalirkan darah biru tersebut ke jantung sebelah

kanan. Darah masuk ke atrium kanan, dan melalui katup trikuspid menuju

ventrikel kanan, kemudian ke paru-paru melalui katup pulmonal.

Darah yang biru tersebut melepaskan karbondioksida, mengalami oksigenasi di

paru-paru, selanjutnya darah ini menjadi berwarna merah. Darah merah ini

kemudian menuju atrium kiri melalui keempat vena pulmonalis. Dari atrium kiri,

darah mengalir ke ventrikel kiri melalui katup mitral dan selanjutnya dipompakan

ke aorta.

Tekanan arteri yang dihasilkan dari kontraksi ventrikel kiri, dinamakan

tekanan darah sistolik. Setelah ventrikel kiri berkontraksi maksimal, ventrikel ini

mulai mengalami relaksasi dan darah dari atrium kiri akan mengalir ke ventrikel

ini. Tekanan dalam arteri akan segera turun saat ventrikel terisi darah. Tekanan ini

selanjutnya dinamakan tekanan darah diastolik. Kedua atrium berkontraksi secara

bersamaan, begitu pula dengan kedua ventrikel.


7

Gambar 2.1 Bagian-bagian jantung

2.2 Decompensasi Cordis

Decompensasi cordismerupakan suatu kondisi dimana jantung mengalami

kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan

nutrient dan oksigen secara adekuat (Udjianti, 2010). Decompensasi cordis adalah

suatu keadaan dimana terjadi penurunan kemampuan fungsi kontraktilitas yang

berakibat pada penurunan fungsi pompa jantung (Price, 2006).

Gagal jantung (Decompensasi Cordis) adalah suatu keadaan patofisiologi

dimana jantung gagal mempertahankan sirkulasi adekuat untuk kebutuhan tubuh

meskipun tekanan pengisian cukup. Gagal jantung juga dikatakan sebagai suatu

sindroma dimana fungsi jantung berhubungan dengan penurunan toleransi latihan,

insidensi aritmia yang tinggi, dan penurunan harapan hidup. European Society of

Cardiology, 1995 juga menjelaskan adanya gejala gagal jantung yang reversible

dengan terapi, dan bukti objektif adanya disfungsi jantung (Price, 2006).

Smeltzer and Bare (2002) menyebutkan tentang penyebab gagal jantung

sebagai berikut :

1) Kemampuan kontraktilitas yang menyebabkan kerusakan serabut otot jantung.

2) Penurunan volume sekuncup.


8

3) Penurunan curah jantung.

4) Aterosklerosis coroner.

5) Hipertensi sistemik atau pulmonal.

6) Peradangan dan penyakit miocardium degeneratif.

7) Penyakit jantung lain.

A. Etiologi

Mekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya dekompensasi kordis

adalah keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau yang

menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan yang meningkatkan beban awal

seperti regurgitasi aorta, dan cacat septum ventrikel. Beban akhir meningkat pada

keadaan dimana terjadi stenosis aorta atau hipertensi sistemik. Kontraktilitas

miokardium dapat menurun pada infark miokard atau kardiomyopati. Faktor lain

yang dapat menyebabkan jantung gagal sebagai pompa adalah gangguan

pengisisan ventrikel (stenosis katup atrioventrikuler), gangguan pada pengisian

dan ejeksi ventrikel (perikarditis konstriktif dan temponade jantung). Dari seluruh

penyebab tersebut diduga yang paling mungkin terjadi adalah pada setiap kondisi

tersebut mengakibatkan pada gangguan penghantaran kalsium di dalam sarkomer,

atau di dalam sistesis.

Dekompensasi Cordis ada 3 macam maka etiologinya terbagi atas :

1. Decompensasi Cordis Kiri

a.       Kelainan pada kardinal

1. Hipertensi arterial

2. Artero sklerosis dari arteri koronaria


9

3. Aorta insufisiensi

4. Mitral stenosis

b. Kelainan eksternal kardinal

1. Penyakit beri – beri

2. Anemia yang berat

3. Penyakit pa ncarditis

4. Basedow

2. Decompensasi Cordis Kanan

a. Penyakit paru yang kronik

1. Empisema paru

2.TBC Paru

3. Kiste paru

4. Asma bronchiale

b.Perikarditis kontrictive sbg akigat dari radang selaput jantung sebelah luar

c.Penyakit jantung bawaan

3. Decompensasi Cordis Congestif

Disebabkan oleh Decompensasi Cordis kanan dan kiri yang terjadi secara

bersama-sama yang ditandai : a) bendungan paru ; dan b) bendungan sistemik

pada waktu bersamaan. Sedangkan faktor pencetus dari Decompensasi Cordis

adalah terjadinya infark jantung yang berulang, hipertensi yang tidak terkontrol,

kehamilan atau persalinan, stress fisik dan emosional, takikardi, infeksi, anemia,

kelainan tiroid, penyakit paget’s, defisiensi nutrisi (beri-beri), penyakit pulmonal,

hipervolemi. Dalam menangani adanya penyakit ini sangat penting untuk mencari

kemungkinan adanya suatu faktor pencetus yang menumpang.


10

B. Klasifikasi

Menurut NYHA (New York Heart Association) berdasarkan gejala dan

aktifitas fisik, antara lain:

1) Class I : pasien dapat melakukan beraktivitas berat tanpa keluhan.

2) Class II : pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas

sehari-hari tanpa keluhan.

3) Class III : pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa keluhan.

4) Class IV : pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apa pun dan

harus tirah baring.

C. Manifestasi Klinis

Menurut Smeltzer and Bare (2002), tanda gejala gagal jantung kiri antara

lain: dyspnea, Paroksimal Nokturnal Dyspnea (PND), S3 dan S4, batuk, mudah

lelah, insomnia, dan kegelisahan. Sedangkan tanda gejala gagal jantung kanan

antara lain: kongestif jaringan perifer dan visceral, edema, penambahan berat

badan, anorexia dan mual, hiponatremia, hipokalemia, hipoklorimia dan gangguan

ginjal, albuminuria, kadar ureum meninggi, oliguria, nokturia

D. Patofisiologi

Stroke volume kedua ventrikel berkurang karena penekanan kontraktilitas

atau afterload yang meningkat, sehingga volume akan meningkat, jika kondisi ini

berlangsung lama, maka terjadi dilatasi ventrikel. Cardiac output menurun karena

peningkatan tekanan diastolic yang berlangsung lama atau kronik yang menjalar

ke kedua atrium, sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sistemik. Akhirnya tekanan

kapiler meningkat yang menyebabkan transudasi cairan dan timbul edema paru

atau sistemik. Penurunan cardiac output yang diakibatkan oleh penurunan tekanan
11

darah arterial pada ginjal yang akan mengaktivasi beberapa sistem saraf dan

sistem hormonal, ginjal akan meresorpsi natrium dan mensekresi kalium.

Peningkatan aktifitas sistem saraf simpatis memacu kontraksi miocardium,

frekuensi denyut jantung, dan tonus vena (menimbulkan peningkatan preload).

Takikardi dan peningkatan kontraktilitas miocardium memacu terjadinya iskemik

pada pasien dengan penyakit arteri coroner sebelumnya dan peningkatan preload

yang memperburuk kongesti pulmoner. Aktivasi sistem saraf simpatis juga

meningkatkan resistensi perifer, jika aktivasi ini sangat meningkat akan

menurunkan aliran darah ke ginjal dan jaringan, sehingga suplai oksigen oksigen

berkurang. Resistensi vascular perifer juga merupakan determinan utama afterload

ventrikel sehingga aktifitas simpatis yang berlebihan dapat menekan fungsi

jantung itu sendiri (Lawrence, 2002).

Decompensasi Cordis kiri terjadi karena gangguan pemompaan darah oleh

ventrikel kiri sehingga curah jantung kiri menurun dengan akibat tekanan pada

akhir diastolik dalam ventrikel kiri meningkat. Hal ini menjadi beban atrium kiri

dalam kerjanya mengisi ventrikel kiri saat diastolik, akibatnya terjadi kenaikan

rata-rata dalam atrium kiri. Tekanan atrium kiri yang meninggi menyebabkan

hambatan pada aliran masuknya darah dari vena-vena pulmonal. Bila terus

bertambah akan merangsang ventrikel kanan untuk berkompensasi dengan

melakukan hipertrofi dan dilatasi sampai batas kemampuan, bila beban tetap

tinggi dimana suatu saat tak teratasi lagi terjadilah gagal jantung kanan sehingga

pada akhirnya terjadilah gagal jantung kiri dan kanan.

Decompensasi Cordis kanan terjadi karena hambatan pada daya pompa

ventrikel kanan sehingga isi sekuncupnya menurun tnpa didahului adanya gagal
12

jantung kiri. Akibat tekanan dan volume akhir diastolik ventrikel kanan akan

meningkat dan menjadi beban bagi atrium dalam mengisi ventrikel kanan saat

diastolik yang berakibat naiknya tekanan atrium kanan dan dapat menyebabkan

hambatan pada aliran masuk darah dari vena kava superior adan inferior ke

jantung pada akhirnya menyebabkan bendungan pada vena – vena tersebut  ( vena

jugularrs dan vena porta) bial berlanjut terus maka terjadi bendungan sitemik yang

lebih berat dengan timbulnya udem tumit dan tungkai bawah serta asites.

Decompensasi Cordis Congestif terjadi bila gangguan jantung kiri dan

kanan terjadi bersamaan dengan ditandai adanya bendunganb paru dan bendungan

sistemik pada saat yang sama.

E. Tanda Dan Gejala

Dampak dari cardiak output dan kongesti yang terjadi sisitem vena atau

sisitem pulmonal antara lain :

 Lelah

 Angina

 Cemas

 Oliguri. Penurunan aktifitas GI

 Kulit dingin dan pucat

Tanda dan gejala yang disebakan oleh kongesti balik dari ventrikel kiri, antara

lain:

 Dyppnea

 Batuk

 Orthopea

 Reles paru
13

 Hasil x-ray memperlihatkan kongesti paru.

Tanda-tanda dan gejala kongesti balik ventrikel kanan :

 Edema perifer

 Distensi vena leher

 Hari membesar

 Peningkatan central venous pressure (CPV)

F. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Beck (2011), pemeriksaan diagnostik antara lain:

1) Electrocardiogram (EKG)

Irama sinus atau atrium fibrilasi, gelombang mitral yaitu gelombang P

yang melebar serta berpuncak dua serta tanda RVH, LVH jika lanjut usia

cenderung tampak gambar atrium fibrasi.

2) Foto thorax

a. Proyeksi A-P; tonus pulmonalis menonjol, pinggang jantung hilang,

Cefalisasi arteria pulmonalis.

b. Proyeksi RAO; tampak adanya tanda-tanda pembesaran ventrikel

dextra.

3) Laboratorium

a. Darah
Hemoglobin dan eritrosit menurun sedikit karena hemodilusi. Kadar

hemoglobin di bawah 5% sewaktu-waktu dapat menimbulkan gagal jantung,

setidaknya keadaan anemi akan menyebabkan bertambahnya beban jantung.

Jumlah leukosit dapat meninggi; bila sangat meninggi mungkin terdapat

superinfeksi, endokarditis atau sepsis yang akan memberatkan jantung. Laju


14

endap darah (LED) biasanya menurun, bila gagal jantung dapat diatasi tapi

infeksi atau karditis masih aktif ada maka LED akan meningkat. Kadar

natrium dalam darah sedikit menurun walaupun natrium total bertambah.

Keadaan asam basa tergantung pada keadaan metabolisme, masukan kalori,

keadaan paru, besarnya shunt dan fungsi ginjal.

b. Urine

Jumlah pengeluaran urine berkurang, berat jenis meninggi, terdapat

albuminuria sementara.

G. Penatalaksanaan

Menurut Black and Hawks (2005), penatalaksanaan gagal jantung antara lain:

1) Pembatasan aktivitas gerak

2) Pembatasan garam dan terapi diuretic

3) Pemberian agen vasodilator

4) Penurunan stress fisik dan emosi

5) Posisi semifowler

6) Pemberian oksigen (40-70 % liter/menit)

7) Pembatasan cairan 1000ml/ hari

H.    Komplikasi

a. Edema paru

b. Gagal ginjal

c.  Aritmia

d.  Trombo embolisme
15

2.3 WOC

Hipertensi Penyakit kongenital

Beban preload meningkat

Gagal jantung

freg jantung

Kebutuhan O2

Cardiac output

Aliran jantung inadekuat Aliran sitemik Cardiac output

Perfusi jaringan Aliran darah ke ginjal Preload

Aliran O2 Produksi renin angiostenin Aliran sitemik

Kecemasan Retensi Na, K Transudasi cairan

MK : Intolenrasi aktifitas Edema paru

MK : Pola nafas inefektif


Edema Aliran balik vena
Koroner
MK : Gangguan Bendungan vena sistemik
Perfusi jaringan Iskemi miocard

Tekana vena porta


MK:
Cairan terdorong keluar rongga abdomen Nyeri
dada

MK : kelebihan volume cairan Asites


16

2.4 Asuhan Keperawatan Teori Pada Pasien dengan Decompensasi Cordis

A. Pengkajian

Data dasar pengkajian fisik

a. Aktivitas atau istirahat

Gejala :

- keletihan, kelelahan terus sepanjang hari

- Insomenia

- Nyeri dada dengan aktivitas

- Dispnea pada istirahat atau pada pengerahan tenaga

Tanda gelisah :

Gelisah, perubahan status mental mis: leturganda vital berubah pada aktivitas

b.      Sirkulasi

Gejala : Riwayat hipertensi, informiocard, akut, episode, gagal jantung kanan

sebelumnya Penyakit katup jantung, bedah jantung, endokarditis, SIE, anemia

syok septik, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen, sabuk terlalu kuat (pada

gagal jantung kanan)

Tanda : TD mungkin turun (gagal pemompaan), normal bjk ringan/kronis atau

tinggi (kelebihan volume cairan atau peningkatan ttr). Tekanan nadi menunjukkan

peningkatan volume sekuncup. Frekuensi jantung talikordi (gagal jantung kiri).

Irama jantung : sistemia misal : fibrilasi atrium, kontraksi ventrikel prematur atau

talikardia blok jantung. Nadi apikel : distrimeia misal : PMI mungkin menyebar

dan berubah posisi secara inferim kiri. Bunyi jantung S3 (Gallop) adalah

diagnostik : S4 dapat terjadi S1 dan S2 mungkin lemah. Murmer sistolik dan

diastolic dapat menandakan adanya katup atau insufifisensi. Nadi : Nadi perifer
17

berkurang : perubahan dalam kekuatan denyutan dapat terjadi, nadi sentral

mungkin kuat misal : nadi jogulani coatis abdominal terlihat. Warna : kebiruan,

pucat, abu-abu, sianotik. Punggung kuku : pucat atau siamotik dengan pengisia

kapiler lembut.Hepar : pembesaran atau dapat teraba, reflek, hepato jogularis.

Bunyi nafas : Crekels, ronchi. Edema : mungkin dependen, umum atau pitting

khususnya pada ekstermitas : DVJ

c.   Integritas Ego

Gejala : Ausitas, khawatir, takut, stress yang berhubungan dengan

penyakit/keputihan finansial

Tanda : Berbagai manifestasi perilaku misal : ansietas, merah, ketakutan,

(nokturia), diare atau konstipasi

d.  Eliminasi

Gejala : penurunan berkemih, urine berwarna gelap, berkemih malam hari

(nokturia), diare atau konstipasi

e.  Makanan atau Cairan

Cairan : Kehilangan nafsu makan, mual atau muntah, penambahan berat badan

signifikan ,pembengakakan pada ekstremitas bawah, pakaian atau sepatu terasa

sesak

Diet tinggi garam atau makanan yang telah diproses, lemak gula dan kafein

Penggunaan diuretik.

Tanda:Penambahan berat badan cepat. Distensi abdomen (asites), edema (umum

dependen, tekanan pitting)


18

f.   Hygiene

Gejala : Keletihan, kelemahan, kelelahan selama aktivitas perawatan diri

Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal

g.  Neurosensori

Gejala : kelemahan pening, episode pingsan

Tanda : letargi, kuat pikir, diorientasi, perubahan perilaku, mudah tersinggung

h.  Nyeri atau kenyamanan

Gejala : nyeri dada, angina kuat atau kronis. Nyeri abdomen kanan atas, salut

pada otot.

Tanda : tidak tenang, gelisah, fokus menyempit (menarik diri), perilaku

melindungi diri

i.    Pernapasan

Gejala : Dispesia saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bantal.

Batuk dengan atau tanpa pembentukan sputum. Riwayat penyakit paru kronis.

Penggunaan bantuan pernapasan misal oksigen, atau medikasi

Tanda : Pernapasan, takipnea, nafas dangkal, pernafasan laboral, penggunaan otot

akseri

Pernafasan nasal faring

Batuk kering atau nyaring atau non produktif atau mungkin batuk terus menerus

dengan tanpa atau pembentukan sputum

Sputum : mungkin bercampur darah, merah mudah atau berbuih edema pulomonal

Bunyi nafas : mungkin tidak terdengar dengan krakelis banner dan mengi

Fungsi mental : mungkin menurun, latergik, kegelisahan warna kulit pucat atau

sianolis
19

j. Keamanan

Gejala : Perubahan fungsi mental, kehilangan kekuatan atau tonus otot, kulit lecet

k.      Interaksi sosial

Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan

l. Pembelanjaan atau pengajaran

Gejala : Menggunakan atau lupa menggunakan obat-obat jantung misal penyekat

saluran kalsium

Tanda : Bukti tentang ketidakberhasilan untuk meningkatkan lamanya di rawat 8–

2 hari. Bantuan untuk belanja, transportasi perubahan dalam terapi/penggunaan

obat perubahan dalam tatanan fisik rumah.

4)  Pengkajian primer

A (Airway)

Pada pengkajian airway kaji ada tidaknya sumbatan jalan nafas.

B (Breathing)

Kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oksimeter, untuk

mempertahnkan saturasi >92%. Pada pasien decompensasi cordis ditemukan

adanya sesak nafas sehingga memerlukan oksigen, bisa dengan nasal kanul,

simple mask, atau non rebrithingmask sesuai dengan kebutuhan oksigen.

C (Circulation)

Pada pasien decompensasi cordis terdengar suara gallop. Pada pasien

decompensasai cordis berikan cairan melalui IV dan pemasangan kateter untuk

mengatur keseimbangan cairan dalam tubuh karena pada pasien dengan

decompensasi cordis mengalami kelebihan volume cairan.


20

D (Disability)

Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVP atau GCS. Jika pasien

mengalami penurunan kesadaran menunjukkan pasien masuk kondisi ekstrim dan

membutuhkan pertolongan medis segera dan membutuhkan perawatan di ICCU.

E (Exposure)

Jika pasien stabil lakukan pemerksaan riwayat kesehatan dan fisik lainnya.

5)  Pengkajina sekunder

Five intervensi atau full of vital sign

Pada pasien dengan decompensasi cordis intervensi yang harus dilakukan

adalah pemeriksaan EKG, dan pemesangan kateter untuk mengetahui adanya

kelebihan volume cairan.

Give comfort

Pada pasien dengan decompensasi cordis harus diberi posisi senyaman mungkin

untuk mengurangi rasa sesak pasien.

6)  Pemeriksaan fisik

a) Keadaan umum

Keadaan umum pasien gagal jantung biasanya di dapatkan kesadaran yang

baik atau composmetis dan akan berubah sesuai dengan tingkat gangguan yang

melibatkan perfusi sistem saraf pusat.

b)      Pemeriksaan fisik (B1-B6)

B1 (Breathing)

Pengkajian yang didapatkan dengan adanya tanda kongesti vaskular

pulmonal adalah dispnea, ortopnea, dispnea nokturnal paroksimal, batuk dan


21

edema pulmonal akut. Crackles atau ronkhi basah halus secara umum terdengar

pada dasar posterior paru. Hal ini dikenalsebagai bukti kegagalan ventrikel kiri.

B2 (Blood)

Inspeksi

Pasien dapat mengeluh lemah, mudah lelah, dan apatis. Gejala ini

merupakan tanda dari penurunan curah jantung. Selain itu sulit berkonsentrasi,

defisit memori, dan penurunan toleransi latihan juga merupakan tanda dari

penurunan cuah jantung. Pada inspeksi juga ditemukan distensi vena jugularis

akibat kegagalan ventrikel ventrikel kanan dalam memompa darah. Dan tanda

yang terakhir adalah edema tungkai dan terlihat pitting edema (Muttaqin, 2012).

Palpasi

Adanya perubahan nadi, dapat terjadi takikardi yang mencerminkan respon

terhadap perangsangan saraf simpatis. Penurunan yang bermakna dari curah

sekuncup dan adanya vasokonstriksi perifer menyebabkan bradikardi. Hipertensi

sistolik dapat ditemukan pada gagal jantung yang lebih berat. Selain itu pada

gagal jantung kiri dapat timbul pulsus alternans (perubahan kekuatan denyut

arteri).

Auskultasi

Tekanan darah biasanay menurun akibat penurunan isi sekuncup. Tanda

fisik yang berakitan dengan gagal jantung kiri adalah adanya bunyi jantung ke 3

dan ke empat (S3, S4) serta cracles pada paru-paru.

Perkusi

Batas jantung ada pergeseran yang menandakan adanya hipertrofi jantung

atau kardiomegali.
22

B3 (Brain)

Kesadaran composmetis, didapatkan sianosis perifer apabila gangguan

perfusi jaringan berat, wajah meringis, menangis, merintih, dan mereganag.

B4 (Bladder)

Adanya oliguria yang merupakan tanda syok kardiogenik dan adanya

edema ekstremitas merupakan tanda adanya retensi cairan yang parah.

B5 (Bowel)

Pasien biasanyanmual dan muntah, anoreksia akibat pembesaran vena dan

statis vena di dalam rongga abdomen, serta penurunan berat badan. Selain itu

dapat terjadi hepatomegali akibat pembesaran vena di hepar dan pada akhirnya

menyebabkan asites.

B6 (Bone)

Pada pengkajian B6 di dapatkan kulit dingin dan mudah lelah.

B. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan

1) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi

2) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas

miokardial

3) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi

glomerulus

4) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

penurunan nafsu makan.

5) Nyeri akut berhubungan dengan agen penyebab cidera biologis.


23

C. Intervensi

1. Diagnosa 1

Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan :

a. Hiperventilasi

b. Penurunan energi atau kelelahan

c. Perusakan atau pelemahan muskulo-skeletal

d. Kelelahan otot pernafasan

e. Hipoventilasi sindrom

f. Nyeri

g. Kecemasan

h. Disfungsi Neuromuskuler

i. Obesitas

j. Injuri tulang belakang

DS:

a. Dyspnea

b. Nafas pendek

DO:

a. Penurunan tekanan inspirasi atau ekspirasi

b. Penurunan pertukaran udara per menit

c. Menggunakan otot pernafasan tambahan

d. Orthopnea

e. Pernafasan pursed-lip

f. Tahap ekspirasi berlangsung sangat lama

g. Penurunan kapasitas vital


24

h. Respirasi: <11– 24 x/mnt

i. Tujuan dan Kriteria Hasil

NOC:

a. Respiratory status : Ventilation

b. Respiratory status : Airway patency

c. Vital sign Status

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ………..pasien menunjukkan

keefektifan pola nafas, dibuktikan dengan kriteria hasil:

a. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada

sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas

dg mudah, tidakada pursed lips)

b. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama

nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas

abnormal)

c. Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi,

pernafasan)

Intervensi

NIC:

a. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

b. Pasang mayo bila perlu

c. Lakukan fisioterapi dada jika perlu

d. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction

e. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

f. Berikan bronkodilator :
25

…………………..

…………………….

g. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab

h. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.

i. Monitor respirasi dan status O2

j. Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea

k. Pertahankan jalan nafas yang paten

l. Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi

m. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi

n. Monitor  vital sign

o. Informasikan pada pasien dan keluarga tentang tehnik relaksasi untuk

memperbaiki pola nafas.

p. Ajarkan bagaimana batuk efektif

q. Monitor pola nafas     

2. Diagnosa 2

Penurunan curah jantung b/d gangguan irama jantung, stroke volume, pre load

dan afterload, kontraktilitas jantung.

DO/DS:

a. Aritmia, takikardia, bradikardia

b. Palpitasi, oedem

c. Kelelahan

d. Peningkatan atau penurunan JVP

e. Distensi vena jugularis

f. Kulit dingin dan lembab


26

g. Penurunan denyut nadi perifer

h. Oliguria, kaplari refill lambat

i. Nafas pendek atau sesak nafas

j. Perubahan warna kulit

k. Batuk, bunyi jantung S3/S4

l. Kecemasan

3. Diagnosa 3

Kelebihan Volume Cairan

Berhubungan dengan :

a. Mekanisme pengaturan melemah

b. Asupan cairan berlebihan

DO/DS :

 Berat badan meningkat pada waktu yang singkat

 Asupan berlebihan dibanding output

 Distensi vena jugularis

 Perubahan pada pola nafas, dyspnoe/sesak nafas, orthopnoe, suara nafas

abnormal (Rales atau crakles), , pleural effusion

 Oliguria, azotemia

 Perubahan status mental, kegelisahan, kecemasa

Tujuan dan Kriteria Hasil

NOC :

 Electrolit and acid base balance

 Fluid balance

 Hydration
27

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. Kelebihan volume cairan

teratasi dengan kriteria:

 Terbebas dari edema, efusi, anaskara

 Bunyi nafas bersih, tidak ada dyspneu/ortopneu

 Terbebas dari distensi vena jugularis,

 Memelihara tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, output jantung dan

vital sign DBN

 Terbebas dari kelelahan, kecemasan atau bingung

Intervensi

NIC :

 Pertahankan catatan intake dan output yang akurat

 Pasang urin kateter jika diperlukan

 Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas

urin)

 Monitor vital sign

 Monitor indikasi retensi atau kelebihan cairan (cracles, CVP , edema, distensi

vena leher, asites)

 Kaji lokasi dan luas edema

 Monitor masukan makanan atau cairan

 Monitor status nutrisi

 Berikan diuretik sesuai interuksi

 Kolaborasi pemberian obat:

....................................

 Monitor berat badan


28

 Monitor  elektrolit

 Monitor tanda dan gejala dari odema

4. Diagnosa 4

Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Berhubungan dengan :

Ketidakmampuan untuk memasukkan atau mencerna nutrisi oleh karena faktor

biologis, psikologis atau ekonomi.

DS:

 Nyeri abdomen

 Muntah

 Kejang perut

 Rasa penuh tiba-tiba setelah makan

DO:

 Diare

 Rontok rambut yang berlebih

 Kurang nafsu makan

 Bising usus berlebih

 Konjungtiva pucat

 Denyut nadi lemah

Tujuan dan kriteria hasil

NOC:

a. Nutritional status: Adequacy of nutrient

b. Nutritional Status : food and Fluid Intake

c. Weight Control
29

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama….nutrisi kurang teratasi dengan

indikator:

 Albumin serum

 Pre albumin serum

 Hematokrit

 Hemoglobin

 Total iron binding capacity

Jumlah limfosit

Intervensi

 Kaji adanya alergi makanan

 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang

dibutuhkan pasien

 Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah

konstipasi

 Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.

 Monitor adanya penurunan BB dan gula darah

 Monitor lingkungan selama makan

 Jadwalkan pengobatan  dan tindakan tidak selama jam makan

 Monitor turgor kulit

 Monitor kekeringan, rambut kusam, total protein, Hb dan kadar Ht

 Monitor mual dan muntah

 Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva

 Monitor intake nuntrisi

 Informasikan pada klien dan keluarga tentang manfaat nutrisi


30

 Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan suplemen makanan seperti NGT

atau TPN sehingga intake cairan yang adekuat dapat dipertahankan.

 Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi selama makan

 Kelola pemberan anti emetik:.....

 Anjurkan banyak minum

 Pertahankan terapi IV line

 Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oval

5. Diagnosa 5

Nyeri akut berhubungan dengan:

Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis), kerusakan jaringan

DS:

 Laporan secara verbal

DO:

 Posisi untuk menahan nyeri

 Tingkah laku berhati-hati

 Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau,

menyeringai)

 Terfokus pada diri sendiri

 Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan proses berpikir,

penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan)

 Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-jalan, menemui orang lain dan/atau

aktivitas, aktivitas berulang-ulang)

 Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan tekanan darah, perubahan

nafas, nadi dan dilatasi pupil)


31

 Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin dalam rentang dari lemah ke

kaki)

 Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel,

nafas panjang atau berkeluh kesah)

 Perubahan dalam nafsu makan dan minum

Tujuan dan Kriteria hasil

NOC :

 Pain Level,

 pain control,

 comfort level

Setelah dilakukan tinfakan keperawatan selama …. Pasien tidak mengalami nyeri,

dengan kriteria hasil:

 Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik

nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)

 Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri

 Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)

 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

 Tanda vital dalam rentang normal

 Tidak mengalami gangguan tidur

Intervensi

NIC :

 Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,

durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi

 Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan


32

 Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan

 Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,

pencahayaan dan kebisingan

 Kurangi faktor presipitasi nyeri

 Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi

 Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi, distraksi,

kompres hangat atau dingin

 Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ……...

 Tingkatkan istirahat

 Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri

akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur

 Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali

2.5 Keperawatan Gawat Darurat

I. Defenisi

Keparawatan gawat darurat adalah pelayanan profesioanal keperawatan

yang di berikan pada pasien dengan kebutuhan urgen dan kritis. Namun UGD dan

klinik kedaruratan sering di gunakan untuk masalah yang tidak urgen. Yang

kemudian filosopi tentang keperawatan gawat darurat menjadi luas, kedaruratan

yaitu apapun yang di alami pasien atau keluarga harus di pertimbangkan sebagai

hedaruratan

II. Sistem Pelayanan Gawat Darurat

Pelayanan gawat darurat tidak hanya memberikan pelayanan untuk

mengatasi kondisi kedaruratan yang di alami pasien tetapi juga memberikan

asukan keperawatan untuk mengatasi kecemasan pasien dan keluarga.


33

Sistem pelayana bersifat darurat sehingga perawat dan tenaga medis

lainnya harus memiliki kemampuan, keterampilan, tehnik serta ilmu pengetahuan

yang tinggi dalam memberikan pertolongan kedaruratan kepeda pesien.

III. Triage Dalam Keperawatan Gawat Darurat

Yaitu skenario pertolongan yang akan di berikan sesudah fase keadaan

pasien. Pasien-pasien yang terancam hidupnya harus di beri prioritas utama.

Triage dalam keperawatan gawat derurat di gunakan untuk mengklasifikasian

keperahan penyakit atau cidera dan menetapkan prioritas kebutuhan penggunaan

petugas perawatan kesehatan yang efisien dan sumber-sumbernya.

Standart waktu yang di perlukan untuk melakukan triase adalah 2-5 menit

untuk orang dewasa dan 7 menit untuk pasien anak-anak.Triase di lakukan oleh

perawat yang profesional (RN) yang sudah terlatih dalam prinsip triase,

pengalaman bekerja minimal 6 bulan di bagian UGD, dan memiliki kualisifikasi:

- Menunjukkan kompetensi kegawat daruratan

- Sertifikasi ATLS, ACLS, PALS, ENPC

- Lulus Trauma Nurse Core Currikulum (TNCC)

- Pengetahuan tentang kebijakan intradepartemen

- Keterampilan pengkajian yang tepat, dll

IV. Sistem Triase

a. Spot check25% UGD menggunakan sistem ini, perawat mengkaji dan

mengklasifikasikan pasien dalam waktu 2-3 menit. Sisten ini

memungkinkan identifikasi segera.

b. Komprehensif merupakan triase dasar yang standart di gunakan. Dan di

dukung oleh ENA (Emergenci Nurse Association) meliputi:


34

A (Airway)

B (Breathing)

C (Circulation)

D (Dissability of Neurity)

E ( Ekspose)

F (Full-set of Vital sign)

c. Trise two-tier

Sistenm ini memetluhan orang kedua yang bertindak sebagai

penolong kedua yang bertugas mensortirpasien untuk di lakukan

pengkajian lebih rinci.

d. Triase Expanded

Sistem ini dapat di tambahkan ke sistem komprohensif dan two-tier

mencakup protokol penanganan:

1. Pertolongan pertama (bidai, kompres, rawat luka)

2. Pemeriksaan diagnostik

3. Pemberian obat

4. Tes lab (Darah, KGD, Urinalisis, dll)

e. Triase Bedside

Pasien dalam sistem ini tidak di klasifikasikan triasenya, langsung

di tangani oleh perawat yang bertugas, cepat tanpa perlu menunggu antri.

V. KATEGORI ATAU KLASIFIKASI TRIAS

61% menggunakan 4 kategori pengambilan keputusan yaitu dengan

menggunakan warna hartu/status sebagai tanda klasifikasi yaitu Merah (Emergen),

kuning (Urgen), hijau (non Urgen), hitam (Expectant)


35

VI. Merah (Emergent)

Yaitu korban-korban yang membutuhkan stabilisasi segera. Yaitu kondisi

yang mengancam kehidupan dan memerlukan perhatian segera.

Contoh:

- Syok oleh berbagai kausa

- Gangguan pernapasan

- Trauma kepala dengan pupil anisokor

- Perdarahan eksternal masif

VII. Kuning (Urgent)

Yaitu korban yang memerlukan pengawasan ketat, tetapi perawatan dapat

di tunda sementara. Kondisi yang merupakan masalah medisyang disignifikan dan

memerlukan penata laksanaan sesegera mungkin. Tanda-tanda fital klien ini masih

stabil. Contoh :

• Fraktur multiple

• Fraktur femur/pelvis

• Korban dengan resiko syok (korban dengan gangguan jantung, trauma, obdomen

berat)

• Luka bakar luas

• Gangguan kesadaran/trauma kepala

• Korban dengan status yang tidak jelas.

Semua korban dengan kategori ini harus di berikan infus, pengawasan ketat

terhadap kemungkinan timbulnya komplikasi dan berikan perawatan sesegera

mungkin.
36

VIII. Hijau (Non urgent)

Yaitu kelompok korban yang tidak memerlukan pengobatan atau

pemberian pengobatan dapat di tunda. Penyakit atau cidera minor

Contoh :

- Fektur minor

- Luka minor

- Luka bakar minor

IX. Hitam (Expectant)

Korban yang meninggal bunia atau yang berpotensi untuk meninggal

dunia6% memakai sistem empat kelas yaitu :

1. Kelas1: kritis (mengancam jiwa, ekstremitas, penglihatan atau tindakan segera)

2. Kelas ii: Akut (terdapat perubahan yang signifikan, tindakan segera mungkin)

3. Kelas iii: Urgent (signifikan, tikdakan pada waktu yang tepat)

4. Kelas iv: Non Urgent (tidak terdapat resiko yang perlu segera di tangani)

- 10% digunakan sistem 5 tingkat yaitu

Tingkat contoh

1 Kritis Segera Henti jantung

2 Tidak stabil 5-15 menit Fraktur mayor

3 Potensial tidak stabil 30-60 menit Nyeri abdomen

4 Stabil 1-2 jam Sinusitis

5 Rutin 4 jam Pengangkatan jahitan


37

2.6 Asuhan Keperawatan Gawat Darurat

Penghajian (PQRST)

a. Provokes (pemicu)

b. Quality (kualitas)

c. Radiation (penyebaran)

d. Severity (intensitas)

e. Time (waktu)

f. Treatment (penanganan)

Ditambah dengan riwayat alergi, obat-obatan terahir, imunisasi, haid

terahir,setekah itu baru diklasifikasikan.

Tipsord-Klinkhammer dan Adreoni menganjurkan OLD CART

a. Onset of system (awitan gejala)

b. Location of Problem (lokasi masalah)

c. Duration of Symptoms (karakteristik gejala yang di rasakan)

d. Aggraviting Factor (faktor yang memperberat)

e. Relieving Factors (faktor yang meringankan)

f. Treatment ( penanganan sebekumnya)

XI. Pertimbangan Pengambilan Keputusan Triase

Menurut standart ENA (1999)

a. Kebutuhan fisik

b. Tumbuh kembang

c. Psikososial

d. Akses klien dalam institusi pelayanan kesehatan

e. Alur pasien dalam kedaruratan


38

XII. Alur Pasien UGD

a. Pastikan keluhan klien (cocokkan apa yang perawat lihat)

b. Kaji segera yang penting (HR, jika ada luka dep dengan segera)

c. Kaji berdasarkan ABCD

d. Kaji awitan yang baru timbul

e. Pantau: setiap gejala cendrung berulang atau intensitas meningkat

f. Setiap gejala yang di sertai pebahan pasti lainnya

g. Kemunduran secara progresif

h. Usia

i. Awitan

j. Misteri

k. Kaharusak pasien berbaring

l. Kontrol yang ketat

XIII. Diagnosa

Diagnosa keperawatan gawat darurat adalah masakah potensial dan aktual.

Tetapi perawat tetap harus mengkaji pasien secara berkala karena kondisi pasien

dapat berubah terus-menerus. Diagnosa keperawatan bisa berubah atau bertambah

setiap waktu.

XIV. Intervensi atau Implementasi

Intervensi yang di lakukan sesuai dengan pengkajian dan di agnosa yang

sesuai dengan keadaan pasien dan harus di laksanakan berdasarkan skal prioritas.

Prioritas di tegakkan sesuai dengan tujuan umum dari penata laksanaan

kedaruratan yaitu untuk mempertahankan hidup, mencegah keadaan yang

memburuk sebelum penanganan yang pasti. Prioritas di tentukan oleh ancaman


39

terhadap kehidupan pasien. Kondisi yang mengganggu fungsi fisiologis vitallebih

di utamakan dari pada kondisi luar pasien. Luka di wajah, leher dan dada yang

mengganggupertnapasan biasanya merupakan prioritas tinggi.

XV. Prinsip Penatalaksanaan Keperawartan Gawat Darurat

a. Memelihara jalan nafas dan menyediakan ventilasi yang adekuat,

melakukan resusitasi pada saat dibutuhkan. Kaji cedera dan obstruksi jalan

nafas.

b. Kontrol pendarahan dan konsekuensinya.

c. Evaluasi dan pemulihan curah jantung

d. Mencegah dan menangani syok, memelihara sirkulasi

e. Mendapatkan pemeriksaan fisik secara terus menerus, keadaan cedera atau

penyakit yang serius dari pasien tidak statis

f. Menentukan apakah pasien dapat mengikuti perintah, evaluasi, ukuran dan

aktivitas pupil dan respon motoriknya.

g. Mulai pantau EKG, jika diperlukan

h. Lakukan penatalaksanaan jika ada dugaan fraktur cervikal dengan cedera

kepala

i. Melindungi luka dengan balutan steril

j. Periksa apakah pasien menggunakan kewaspadaan medik atau identitas

mengenai alergi dan masalah kesehatan lain.

k. Mulai mengisi alur tanda vital, TD dan status neurologik untuk

mendapatkan petunjuk dalam mengambil keputusan.


40

XVI. Evaluasi

Setelah mendapat pertolongan adekuat, vital signdievaluasi secara berkala,

setelah itu konsulkan dengan dokteratau bagian diagnostik untuk prosedur

berikutnya, jika kondisi mulai stabil pindahkan keruangan yang sesuai.


41

Format Asuhan Keperawatan Gawat Darurat


PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN
BHAKTI WIYATA KEDIRI

PENGKAJIAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Data Umum
Nama : Tn. P
Umur : 09 November 1953 (64 th)
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : SWASTA
Alamat : Ds. Jasem Kec. Mojo Kab. Kediri
No. Registrasi : 348938
Diagnosa Medis : Decompensasi Cordis
Tanggal MRS : 11 Juli 2017
Tanggal Pengkajian : 11 Juli 2017 Pukul : 08.30
Bila pasien di IGD : 11 Juli 2017 Pukul : 08.25
Triage pada pukul : 08.25
Kategori triage : P2 (Yellow Zone)

Data Khusus
1. Subyektif
Keluhan utama (chief complaint) : Sesak

Riwayat penyakit sekarang :


Pasien mengeluh sesak nafas kurang lebih 1 minggu yang lalu, membaik bila
tidur dengan 3 bantal dan pasien juga mengeluh dada sebelah kiri terasa nyeri
tembus ke belakang, dada seperti tertimpa benda berat, pasien tidak bisa
bergerak, nafsu makan menurun, kaki bengkak (+), mual (+), muntah (+),
BAB cair (+), BAK sedikit (+), batuk kurang lebih 1,5 bulan yang lalu

Kelurahan nyeri (PQRST) :


P : Nyeri timbul saat badan dibuat bergerak
Q : Nyeri hilang timbul, nyeri terasa tertusuk-tusuk
R : Nyeri terasa dari dada sebelah kiri menjalar kebelakang
S : Skala 5
T : nyeri timbul saat digerakan
42

Menurut Skala Intensitas Numerik (Data Subyektif)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Memurut Ahency for Health Care Polcy and Research (Data Obyektif)

No Intensitas Nyeri Diskripsi


1 □ Tidak Nyeri □ Pasien Mengatakan Tidak Nyeri
2
□ Nyeri Ringan □ Pasien mengatakan sedikit nyeri atau ringan
□ Pasien nampak gelisah
□ Nyeri Sedang □ Pasien mengatakan nyeri masih bisa
ditahan / sedang
3 □ Pasien nampak gelisah
□ Pasien mampu sedikit berpartisipasi
dalam keperawatan
□ Nyeri Berat □ Pasien mengatakan nyeri tidak dapat
ditahan/berat
4 □ Pasien sangat gelisah
□ Fungsi mobilitas dan perilaku pasien
□ Berubah
□ Nyeri Sangat Berat □ Pasien mengataan nyeri tidaktertahankan /
sangat berat
5
□ Perubahan ADL yang mencolok
(Ketergantungan), putus asa

Menurut Wong Baker (Data Obyektif)

Keluhan bukan nyeri (SAMPLE) :


S : Signs and symptom................................................................................................
A : Allergies...............................................................................................................
...............................................................................................................................
M : Medication...........................................................................................................
...............................................................................................................................
P : Pertinent medical hystory
...............................................................................................................................
L : Last meal (or medication or menstrual period)
...............................................................................................................................
43

E : Events surrounding this incident


...............................................................................................................................
Riwayat Penyakit yang pernah diderita :
Decompensasi Cordis
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada
Riwayat Alergi :
Tidak memiliki riwayat alergi baik makanan maupun obat
2. Obyektif
Keadaan umum : Lemah

A. AIRWAY
Snoring (-) gurgling (-) stridor (-) wheezing (-) ronkhi (-) perdarahan (-) benda
asing (-)

B. BREATHING
Gerakan dada simetris, gerakan paradoksal (-) retraksi intercosta (-) retraksi
suprasternal (-) gerakan substernal (+) retraksi supraklavikular (+) retraksi
intraklavikular (+) gerakan diafragma normal

C. CIRCULATION
Akral hangat (+) basah (-) nadi lemah (+) CRT >2detik sianosis (-) perdarahan
(-)

D. DISABILITY/STATUS NEUROLOGI
Tingkat kesadaran :
Alert: sadar dan orientasi baik
GCS Eye: 4 Verbal: 5 Motorik: 6 Total: 15
Pupil: isokor
Reaksi terhadap cahaya : ya

E. EXPOSURE/ENVIRONMENT (focus pada area injury)


Tidak ada injury

F. FULL OF VITAL SIGN & FIVE INTERVENTIONS


TD : 180/80 mmHg
RR : 35 x/menit
Nadi : 100 x/menit
Suhu : 36 oC (Aksiler)
MAP : 113,3 mmHg
Infus : Ns 0,9% 7 Tpm
Kateter urine : Tidak terpasang
Produksi urine : 100cc/jam (jam 7 pagi)
Warna urine : Kuning jernih
NGT : Tidak
Monitor jantung : Terpasang monitor jantung
Pulse Oxymetri : 100%
44

Hasil pemeriksaan laboraturium : 11 – 07 - 2017


A. Darah Lengkap
Leukosit : 9.180 (N : 3.500 - 10.000 pL )
Eritrosit : 4.71 (N: 1,2 juta -1,5 juta)
Trombosit : 153 (N : 150.000 - 350.000 / pL )
Hemoglobin : 13,3 (N : 11,0 - 16,3 gr / di)
Hematokrit : (N : 35,0 - 50 gr / di)
PCV : (N : 35 - 50 )
B. Kimia Darah
Ureum : (N : 10 - 50 mg / dl)
Creatinin : 4,1 (N : 07 - 1,5 mg / dl)
SGOT : 197 (N : 2 - 17 )
SGPT : 209 (N : 3 - 19 )
BUN : 78 (N: 20-40/ 10-20 mg/dl)
Bilirubin : (N :1,0mg/dl)
Total Protein : (N : 6,7 - 8,7 mg / dl)
GDPuasa : (N : 100mg/dl)
GD2JPP : 124 (N: 140- 180 mg /dl)

C. Analisa elektrolit
Natrium : 125 (N : 136 - 145 mmol /1)
Kalium : 5,5 (N : 3,5 - 5,0 mml /1)
Clorida : 99 (N : 98 - 106 mmol /1)
Calsium : (N : 7,6 - 11,0 mg / di)
Phospor : (N : 2,5 - 7,07 mg / di)
Hbs Ag : Negatif (-)

G. GIVE COMFORT
Memberikan posisi semifowler, memberikan kebutuhan oksigen dengan
memberikan NRBM 10 lpm
H. HISTORY (MTVT)
M : Mechanism
I : Injuries Suspected
V : Vital sign on scene
T : Treatment received.........................................................................................
I. HEAD TO TOE ASSESSMENT
Kepala
Bentuk: normal, memar/contusio (-) luka babras/abrasi (-) luka
tusuk/penetrasi (-) luka bakar/burns (-) jejas/laserasi (-) bengkak/swelling (-)
rambut dan kulit kepala (bersih) grimace (+) battle’s sign (-)
45

Mata
Palpebra oedema (-) skelra (normal putih) konjungtiva (normal) pupil
(isokor) racoon eyes (-)

Hidung
Bentuk (normal) laserasi/jejas (-) epitaksis (-) nyeri tekan (-) pernafasan
cuping hidung (-), gangguan penciuman (-)
Telinga
Bentuk normal, othorhea (-) cairan (-) gangguan pendengaran (-) luka (-)
Mulut
Mukosa (lembab) luka (-) perdarahan (-) muntahan (+) 1 kali setengah jam
sebelum dibawa ke RS
Leher
Deviasi trakea (-) JVD normal (+) pembesaran kelenjar tiroid (-) deformitas
leher (-) contusio/memar (-) abrasi/luka babras (-) penetrasi/luka tusuk (-)
burns/luka bakar (-) tenderness/kekakuan (-) laserasi (-) swelling /bengkak (-)
pain/nyeri (-) instability (-) krepitasi (-)
Thoraks
Deformitas (-) contusio/memar (-) abarsi/memar (-) abrasi/luka (-)
penetrasi/luka tusuk (-) burns/luka bakar (-) laserasi (-) swelling/bengkak (-)
instability (-) krepitasi (-) gerakan paradoksal (-)
Paru-paru
Pola nafas (dispneau) perdarahan (-) suara nafas tambahan ronkhi (-)
wheezing (+) batuk (+) sputum (-)
Jantung
Iktus cordis teraba pada ICS 5 sinistra
Irama jantung reguler, bunyi jantung bawaan (gallop) nyeri dada (+) pulsasi
(kuat)

Abdomen
Jejas (-) nyeri tekan (-) distensi (-) masa (-) peristaltik usus (24x/menit) mual
(+) muntah (1x satu jam sebelum dibawa ke RS) pembesaran hepar (-)
pembesaran linen (-)
46

Ekstremitas
Deformitas (-) contuisio/memar (-) abrasi/luka babras (-) penetrasi/luka tusuk
(-) burns/luka bakar (-) tenderness/kekakuan (-) laserasi/jejas (-) swelling
/bengkak (Bengkak pada ekstermitas bawah) kontraktur (-) parese (-) plegi (-)
nyeri tekan (-) pulsasi (teraba) fraktur (-) krepitas (-)

Edem - - kekuatan otot 5 5


- - 3 3

Kulit
Turgor kulit baik, decubitus (-)

Pelvis/genetal
contuisio/memar (-) swelling /bengkak (-) perdarahan (-) instability (-)
krepitasi (-) kebersiha area genital (bersih) priapismus (-) incontinensia urin (-
) retensi urin (-)

POLA PEMELIHARAAN KESEHATAN


a. Pola Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi
No Pemenuhan Makan dan Sebelum Sakit Setelah Sakit
Minum
1 Jumlah / Waktu Pagi :1X Pagi : 1X
Siang : 1X Siang : -
Malam :1X Malam : -
2 Jenis Nasi :Iya Nasi :Bubur
Lauk : Iya Lauk : -
Sayur : Iya Sayur : -
Minum: Iya Minum/Infus :
infus
3 Pantangan / Alergi Tidak ada Tidak ada
4 Kesulitan makan dan minum Tidak ada Ada
5 Usaha untuk Tidak ada Dibantu orang lain
mengatasi
masalah

b. Pola Eliminasi
No Pemenuhan Eliminasi Sebelum Sakit Setelah Sakit
BAB /BAK

1 Jumlah / Waktu Pagi : 1X Pagi :1X


Siang : 1X Siang : 1X
Malam : 1X Malam : 1X
2 Warna Kuning Kuning
3 Bau Kas Kas
4 Konsistensi Lunak Cair
5 Masalah eliminasi Tidak ada Tidak ada
47

6 Cara mengatasi masalah Tidak ada Tidak ada

c. Pola Istirahat Tidur

No Pemenuhan Istirahat Tidur Sebelum Sakit Setelah Sakit

1 Jumlah / Waktu Pagi : 1X Pagi : 1X


Siang : 1X Siang : 1X
Malam : 1X Malam : 1X

2 Gangguan tidur - Sesak nafas

3 Upaya mengatasi masalah - Tidur dialasi


gangguan tidur bantal 3

4 Hal yang mempermudah tidur - Menenangkan


fikiran

5 Hal yang mempermudah - Dibantu orang


bangun

d. Pola Kebersihan diri / Personal Hygiene

No Pemenuhan Personal Sebelum Sakit Setelah Sakit


Hygiene

1 Frekuensi mencuci rambut 2X1 Hari Tidak pernah

2 Frekuensi Mandi Setiap hari Tidak pernah

3 Frek. Gosok gigi 2x1 Hari Tidak pernah

4 Memotong kuku 1x3 Hari Tidak pernah

5 Ganti pakaian Setiap hari setiaphari

J. INSPECT OF BACK POSTERIOR


Deformitas leher (-) contusio/memar (-) abrasi/luka babras (-) penetrasi/luka
tusuk (-) burns/luka bakar (-) tenderness/kekakuan (-) laserasi (-)
swelling/bengkak (-)
48

K. TERAPI YANG TELAH DIBERIKAN

Nama Obat Dosis Nama Obat Dosis

Furosemid 1-0-0 CaCo3 3x1

Valsatran 0-80-0 Nabic 3x1

Aspilet 0-1-0

Allopurinol 3x1

L. PEMERIKSAAN PENUJANG

Jenin pemeriksaan Hasil


1. EKG Aritmia
2. Foto Thorax Cardiomegali

DAFTAR PRIORITAS MASALAH


1. Gangguan pola nafaf
2. Nyeri akut
3. ..............................................................................................................................
4. ..............................................................................................................................
5. ..............................................................................................................................

Kediri, 11 Juli 2017

Dinno Aprivian S.Kep


49

(.......................................................)

ANALISA DATA
NO DATA ETIOLOGI MASALAH

1 DS : Pasien mengatakan sesak nafas Cardiac output Ketidak


sejak satu minggu yang lalu Efektifan Pola
DO : pasien tampak irama nafas Nafas
tidak teratur seperti orang habis Preload
beraktifitas berat
- Pola nafas pasien tidak teratur
- RR 35 X/menit Aliran sistemi
- Penurunan tekanan inspirasi dan
ekspirasi
Transudasi cairan
- Orthopnea
- Snoring (-)
- Gurgling (-) Edema Paru
- Stridor (-)
- Wheezing (-)
- Ronkhi (-) Ketidak efektifan
- Perdarahan (-) pola nafas

Cardiac output
DS : pasien mengatakan mengeluh
2 nyeri pada dada sebelah kiri tembus Nyeri Akut
kebelakang dan seperti tertimpa Koroner
benda berat
P : Nyeri timbul saat badan di buat
gerak Iskemi miocard
Q : Nyeri hilang timbul, nyeri terasa
seperti tertusuk-tusuk
R : Nyeri timbul menjalar dari dada Nyeri Akut
sebelah kiri tembus ke belakang
S : Skala nyeri 5
T : Nyeri timbul saat badan di buat
gerak
DO : pasien tampak menunjukan
lokasi nyeri timbul dan raut wajah
50

tampak merintih kesakitan


Grimace (+)
Menurut Ahency for Health Care
Polcy and Research intensitas nyeri
sedang, pasien mengatakan nyeri
masih bisa ditahan atau sedang,
pasien mampu sedikit berpartisipasi
dalam asuhan keperawatan.
Dari hasil EKG didapatkan iskemi
miocard.
51

RENCANA KEPERAWATAN

Nama Kien : Tn. P


No. Rekam Medis : 348938
NO DX KEP TUJUAN INTERVENSI
1 Ketidak Setelah dilakukan tindakan - Posisikan pasien untuk
Efektivan Pola keperawatan selama 1X3 Jam memaksimalkan ventilas
Nafas pasien menunjukkan
keefektifan pola nafas, - Lakukan fisioterapi dada jika
dibuktikan dengan kriteria perlu
hasil:
- Menunjukkan jalan nafas - Auskultasi suara nafas, catat
yang paten (klien tidak merasa adanya suara tambahan
tercekik, irama nafas dalam - Atur intake untuk cairan
batas normal (teratur) , mengoptimalkan
frekuensi pernafasan dalam keseimbangan.
rentang normal (12-20
X/menit), tidak ada suara nafas - Monitor respirasi dan status
abnormal) O2
- Tanda Tanda vital dalam
rentang normal (tekanan darah - Pertahankan jalan nafas yang
(120/80 MmHg), nadi (60- paten
100x/menit).
- Observasi adanya tanda tanda
hipoventilasi

- Monitor adanya kecemasan


pasien terhadap oksigenasi

- Monitor  vital sign

- Informasikan pada pasien dan


keluarga tentang tehnik
relaksasi untuk memperbaiki
pola nafas.

- Monitor pola nafas

2 Nyeri Akut Setelah dilakukan tinfakan  Lakukan pengkajian nyeri


keperawatan selama 1X3 jam secara komprehensif
Pasien tidak mengalami nyeri, termasuk lokasi,
dengan kriteria hasil: karakteristik, durasi,
 Mampu mengontrol nyeri
frekuensi, kualitas dan
(tahu penyebab nyeri, faktor presipitasi
mampu menggunakan  Observasi reaksi
tehnik nonfarmakologi nonverbal dari
untuk mengurangi nyeri, ketidaknyamanan
mencari bantuan)  Bantu pasien dan keluarga
 Melaporkan bahwa nyeri untuk mencari dan
berkurang dengan menemukan dukungan
52

menggunakan manajemen  Kontrol lingkungan yang


nyeri dapat mempengaruhi
 Mampu mengenali nyeri nyeri seperti suhu
skala (skala 3) ruangan, pencahayaan dan
 Menyatakan rasa nyaman
kebisingan
setelah nyeri berkurang
 Tanda vital dalam rentang
 Kurangi faktor presipitasi
normal TD (120/80), N nyeri
(60-100 X/menit), RR (16-  Kaji tipe dan sumber nyeri
20 X/menit) untuk menentukan
 Tidak mengalami intervensi
gangguan tidur  Ajarkan tentang teknik
non farmakologi: napas
dala, relaksasi, distraksi,
kompres hangat/ dingin
 Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri: ……...
 Tingkatkan istirahat,
batasi pergerakan yang
mendadak
 Berikan informasi tentang
nyeri seperti penyebab
nyeri, berapa lama nyeri
akan berkurang dan
antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur
 Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Nama Klien : Tn. P


Dx Medis : Decompensasi Cordis
NO TGL JAM IMPLEMENTASI EVALUASI PARAF
(SOAP)
53

1 11-07- 08.45 - Memposisikan pasien semi S : Pasien


2017 fowler mengatakan sesak
nafas mulai
- Memonitor respirasi dan status membaik
O2 O : pola nafas
pasien mulai
- Mempertahankan jalan nafas teratur dengan RR
yang paten 30 X/menit
- Memonitor  vital sign A : masalah
belum teratasi
- Memberikan alat bantu nafas P : Lanjut
NRBN 10 lpm intervensi

08.50
2 11-07- S : Pasien
2017  Melakukan pengkajian nyeri mengatakan nyeri
secara komprehensif sudah berkurang
termasuk lokasi, O : pasien tampak
karakteristik, durasi, tidak merintih
frekuensi, kualitas dan faktor kesakitandengan
presipitasi sekala 4
 Mengobservasi reaksi A : Masalah
nonverbal dari teratasi sebagian
ketidaknyamanan P : lanjut
 Mengajarkan tentang teknik intervensi
non farmakologi: napas dala,
relaksasi, distraksi, kompres
hangat atau dingin
 Memberikan analgetik untuk
mengurangi nyeri

BAB IV

PEMBAHASAN
54

4.1 Pembahasan

A. Data Profil Pasien

Pasien bernama Tn. P, umur 64 tahun, jenis kelamin laki-laki,

pendidikan SMP, pekerjaan swasta, agama islam, tanggal/jam masuk IGD 11

Juli 2017 jam 08.25 WIB, tanggal/jam pengkajian 11 Juli 2017 jam 08.30

WIB, sumber informasi keluarga serta rekam medis, no RM 348938, diagnosa

medis Decompensasi Cordis kiri dengan grade III.

B. Asuhan Keperawatan

Pada gambaran kasus ini penulis melaporkan hasil pengelolaan asuhan

keperawatan pada pasien Tn. P dengan Decompensasi Cordis di IGD RSUD

Gambiran Kota Kediri. Tanda dan gejala Decompensasi Cordis, Dampak

dari cardiak output dan kongesti yang terjadi sisitem vena atau sisitem

pulmonal antara lain : lelah, angina, cemas, oliguri. penurunan aktifitas gi,

kulit dingin dan pucat. Tanda dan gejala yang disebakan oleh kongesti balik

dari ventrikel kiri, antara lain: dyppnea, batuk, orthopea, reles paru, hasil x-

ray memperlihatkan kongesti paru. Tanda-tanda dan gejala kongesti balik

ventrikel kanan : edema perifer, distensi vena leher, hari membesar,

peningkatan central venous pressure (cpv)

Dari pengkajian didapatkan pasien datang ke IGD IGD RSUD Gambiran

pada 11 Juli 2017 jam 08.25 WIB. Riwayat penyakit sekarang pasien

dirumah mengalami sesak nafas dan nyeri dada sebelah kiri seperti ditusuk-

tusuk dan tertimpa benda berat. Pada saat datang di IGD RSUD Gambiran

Kota Kediri pasien mengalami sesak nafas dan nyeri pada dada sebelah kiri

dengan kesadaran GCS 4-5-6. Riwayat penyakit dahulu menurut keluarga


55

pasien pernah dirawat di rumah sakit. Pasien memiliki riwayat penyakit

jantung. Pengkajian primer klien mengalami masalah pada eksposure terdapat

odema pada extermitas bawah kanan dan kiri. Hasil pemeriksaan fisik pada

Tn. T adalah keadaan umum lemah, kesadaran compos metis, GCS 4-5-6,

TD: 180/80 mmHg, MAP: 113,3 mmHg, Nadi: 100 x/menit, RR: 35 x/menit,

Suhu: 36 oC, SpO2: 100 %, Reaksi cahaya: +/+, Pupil: isokor. Pada

pemeriksaan Head To Toe yang mengalami masalah antara lain pada

ekstermitas bawah kanan dan kiri mengalami odema. Pengkajian Tersier

meliputi pemeriksaan penunjang yang dilakukan: pemeriksaan laboratorium

tanggal 12 Juli 2017 Hb: 13,2 gr/dl, Leukosit 15,3 103/ml, Hematokrit 39,6 %,

trombosit 396 103/ml, hasil foto rongen di dapat hasil cardiomegali. Setelah

mendapatkan data-data yang menunjukan keadaan klien maka diperoleh

analisa data, sehingga dapat ditentukan diagnosa sesuai prioritasnya yaitu :

Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi, Nyeri akut b.d agen penyebab

cidera biologis. Setelah masalah keperawatan pada klien ditentukan kemudian

disusun rencana keperawatan beserta tujuan dan kriteria hasilnya untuk setiap

diagnosa keperawatan seperti yang ada dalam tinjauan teori. Adapun

implementasi keperawatan yang dilakukan pada Tn. P yaitu :

1. Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi

Implementasinya yaitu memposisikan pasien untuk memaksimalkan

ventilasi, memonitor respirasi dan status O2, mempertahankan jalan nafas

yang paten, memonitor  vital sign, memberikan alat bantu nafas NRBN 10

lpm, menginformasikan pada pasien dan keluarga tentang tehnik relaksasi

untuk memperbaiki pola nafas.


56

2. Nyeri akut b.d penyebab cidera biologis

Implementasinya yaitu melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif

termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor

presipitasi, mengobservasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan,

mengajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi,

distraksi, kompres hangat atau dingin, memberikan analgetik

untukmengurangi nyeri.

Evaluasi akhir dari 1x 3 jam tindakan keperawatan yang dilakukan yaitu

diagnosa

1. Ketidak efektifan pola nafas pasien teratasi sebagian, RR: 30 x/menit,

intervensi dilanjutkan di ruang Sedap malam yaitu pantau pernafasan

pasien.

2. Nyeri akut pasien teratasi sebagian, skala 4 intervensi dilanjutakan dengan

kolabrasi pemberian analgetik.

BAB V

PENUTUP
57

Berdasarkan uraian-uraian yang telah tercantum dalam bab-bab

terdahulu baik  pendahuluan, tinjauan teoritis, tinjauan kasus maupun

pembahasan maka disini  penulis akan mengambil kesimpulan yang mungkin

berguna untuk menambah informasi pembaca dengan harapan dapat

menyempurnakan pelayanan keperawatan  pada pasien Decompensasi Cordis

khususnya dan dalam kemajuan pelaksanaan asuhan keperawatan pada

umumnya. Adapun kesimpulan dan saran adalah sebagai  berikut :

5.1 Kesimpulan

Penulis menguraikan beberapa kesimpulan pada pasien dengan

deccom pensasi cordis yaitu : Decompensasi cordismerupakan suatu

kondisi dimana jantung mengalami kegagalan dalam memompa darah

guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrient dan oksigen secara

adekuat. Decompensasi cordis adalah suatu keadaan dimana terjadi

penurunan kemampuan fungsi kontraktilitas yang berakibat pada

penurunan fungsi pompa jantung.

Pasien dengan decompensasi cordis biasanya mengeluh nyeri pada

dada sebelah kiri seperti tertipa benda berat, sesak nafas, lemah. Tanda dan

gejala ini juga terdapat pada pasien Tn. P seperti nyeri dada sebelah kiri

dengan sekala 5, sesak nafas dengan RR 30 x/menit, badan lemas, dan

sebagainya. Dari hasil pengkajian didapatkan masalah keperawatan yaitu ;

Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi. Nyeri akut

berhubungan dengan agen penyebab cidera biologis. Dan setelah

dilakukan tindakan keperawatan selama 2 jam hasil evaluasi yang

diperoleh adalah tidak semua masalah keperawatan teratasi.


58

5.2 Saran

Adapun saran yang diberikan pada keluarga dengan decompensasi cordis

adalah sebagai berikut :

1. Diharapkan pada keluarga dan pasien agar dapat sering melakukan

pemeriksaan kesehatan ditempat-tempat pelayanan kesehatan terdekat.

2. Diharapkan kepada keluarga pasien agar dapat merawat pasien dengan

cara yang sudah diberitahukan, pasien mungkin akan dirawat lebih

lama di rumah sakit dan diharapkan kepada keluarga untuk bersabar

dan tetap aktif bekerja sama dengan perawat dalam merawat pasien.

DAFTAR PUSTAKA
59

Beck, M. 2011. Ilmu Gizi Dan Diet Hubungannya Dengan Penyakit-Penyakit


Untuk Perawat Dan Dokter. Yayasan Essentia Medica : Yogyakarta.

Black J, Hawks JH. 2005. Medical Surgical Nursing: Clinical Management for
Positive Outcome Edisi 7 Volume I. Elsevier Saunders: University
Michigan

Ganong, William F. 2010. Patofisiologi Penyakit Pengantar Menuju Kedokteran


Klinis Edisi 5. Jakarta: EGC

Hudak & Gallo. 2002. Keperawatan Kritis Edisi 4 Volume I. Jakarta: EGC

Lawrence, M et al. 2002. Diagnosis dan Terapi Kedokteran Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta: Salemba Medika

Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi : Konsep klinis Proses-proses Penyakit Edisi


6. Jakarta: EGC

Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Brunner &
Suddarth Jilid II Edisi 8. Jakarta : EGC

Udjianti, Wajan I. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika

Weber, K. T. 2002. Renin-Angiotensin-Aldosterone Activation in Heart Failure,


Aldosterone Escape. Diakses tanggal 11 November 2012. http://
jurnal.publications.chestnet.org

Wilkinson, J. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Dengan Intervensi NIC


dan Kriteria Hasil NOC. Edisi 7. Jakarta: EGC

LAMPIRAN
60

A. Foto gambaran EKG

EKG dilakukan pada tanggal 11 Juli 2017

B. Gambar Foto Thorax


61

Foto thorax dilakukan pada tanggal 11 Juli 2017

C. Gambar Hasil Laboratorium

Hasil laboratorium pada tanggal 11 Juli 2017

Anda mungkin juga menyukai